Contoh Jurnal Skripsi Gani.docx

  • Uploaded by: fiqih
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Contoh Jurnal Skripsi Gani.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,693
  • Pages: 11
EFEKTIVITAS MENGUNYAH PERMEN KARET DAN MENGULUM ES BATU TERHADAP PENURUNAN RASA HAUS PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISA DI RSU ROYAL PRIMA MEDAN 2018 Effectiveness Of Chewing Low Calory Gum And Stuffing Chrystal Ice On The Decrease Of Thirst Of Chronic Renal Failure Undergoing Hemodialysis At RSU Royal Prima In Medan 2018 Abdul Gani1, Evalatifah Nurhayati2, Sunarti3, Patimah Sari Siregar4 Fakultas Keperawatan dan Kebidanan Universitas Prima Indonesia Medan, Sumatera Utara, Indonesia Email : [email protected] ABSTRAK Pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang menjalani hemodialisa sering mengalami rasa haus dan untuk mengurangi rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisis antaranya dengan mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa. Jenis penelitian ini menggunakan quasy eksperimet dengan rancangan two-group disign pre-post, dengan jumlah sampel 34 orang dibagi dua kelompok 17 orang kelompok permen karet dan 17 orang pada kelompok es batu. Hasil penelitian sebelum dilakukan mengunyah permen karet rendah gula yang merasa haus sebanyak 14 orang (82,4%) dan yang merasa sangat haus sebanyak 3 orang (17,6%), sedangkan sebelum dilakukan mengulum es batu yang merasa haus sebanyak 16 orang (94,1%) dan yang merasa sangat haus sebanyak 1 orang (5,9%). Setelah dilakukan pemberian mengunyah permen karet rendah gula yang menurun rasa haus sebanyak 14 orang (82,4%) dan yang tidak menurun rasa haus sebanyak 3 orang (17,6%), sedangkan setelah dilakukan mengulum es batu didapatkan hasil yang menurun rasa haus sebanyak 16 orang (94,1%), dan yang tidak menurun rasa haus sebanyak 1 orang (5,9%). Hasil uji Mann Whitney menunjukkan bahwa ada perbedaan efektivitas mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus dimana mengulum es batu lebih efektif dibandingkan dengan mengunyah permen karet rendah gula dengan p value 0,000. Mengulum es batu lebih efektif menurunkan rasa haus dibandingkan dengan mengunyah permen karet rendah gula. Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penderita gagal ginjal kronik dalam menangani rasa haus.

Kata Kunci

: Penyakit Ginjal Kronik, Rasa Haus, Mengunyah Permen Karet Rendah Gula Dan Mengulum Es Batu DaftarPustaka : 21 (2005 - 2017) metabolisme yang ditandai dengan adanya protein dalam urin dan penurunan laju PENDAHULUAN filtrasi glomerulus (Smeltzer & Bare, 2009). Gagal Ginjal kronik (GGK) Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urin merupakan suatu kerusakan ginjal progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal tampung 4 jam yang menunjukkan penurunan clearence kreatinin dan tidak dapat berfungsi optimal dalam membuang racun dan produk sisa

peningkatan kadar keartinin serum (Suharyanto & Majid, 2017). Mengunyah permen karet rendah gula terbukti bisa meningkatkan jumlah saliva untuk mengurangi rasa haus dan mulut kering (xerostomia). Mengunyah permen karet adalah terapi alternatif yang bisa digunakan untuk meransang kelenjar ludah pada pasien yang menjalani hemodailisis (Veerman, 2005). Mengulum es batu sangat bermanfaat bagi pasien yang menjalani pembatasan asupan cairan, air yang terkandung didalam es batu membantu memberikan efek dingin yang dapat menyegarkan dan mengatasi rasa haus pasien yang sedang menjalani hemodialisa (Arfani, dkk, 2015). Rasa haus adalah respon fisiologis dalam tubuh manusia berupa keinginan untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh yang dilakukan secara sadar. Fenomena munculnya rasa haus sama pentingnya untuk pengaturan konsentrasi natrium dan air dalam tubuh (Guyton, 2012). Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis waktu singkat (Nursalam & Batticaca, 2011). Menurut WHO 2013 menyatakan bahwa prevalensi End Stage Renal Disease pada tahun 2010-2012 mencapai 250.217 jiwa. kerusakan fungsi ginjal yang tidak tertangani dengan baik dapat menurunkan kualitas hidup pasien, bahkan dapat menyebabkan kematian yang disebabkan akumulasi toksin uremia yang beredar di dalam darah (Suwitra, 2009). Berdasarkan data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gagal ginjal kronis berdasar diagnosis dokter Indonesia 0,2% prevalesi tertinggi di Sulawesi Tengah 0,5%, di ikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4%,sementara Nusa Tengara Timur, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa

Timur masing-masing 0,3%. provinsi Sumatra Utara sebesar 0,2%. Berdasarkan laporan dari Indonesia Renal Registry (IRR) Tahun 2014, presentase tindakan hemodialisa (HD) di Indonesia dari Tahun 2014 adalah HD rutin 95%, HD akut 4%, HD ekstra 1%. Pemakai dialiser di Indonesia yang menepati urutan pertama adalah Jawa Tengah sebesar 73.385 pasien, diikuti oleh Jawa barat 50.599 pasien dan di Sumatra Utara sebesar 2.163 pasien. Menurut Grace dan Borley (2005), mengatakan bahwa kandungan air didalam es batu juga sangat membantu memberikan efek dingin dan menyegarkan serta mampu mengatasi rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialisa. Penggunaan es batu dengan cara dikulum juga efektif untuk perawatan mulut dan mengatasi mulut kering (xerostomia). Mengulum es batu dinilai efektif untuk mengurangi rasa haus yang dialami oleh pasien yang mengalami hemodialisis. Berdasarkan penelitian Yahrini (2009) di RSUD Kota Langsa Tahun 2009, menyatakan bahwa dengan mengunyah permen karet rendah gula selama 5 menit pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa sekresi saliva meningkat dengan jumlah rata-rata 2,7 mL/menit. Peningkatan produksi saliva ini secara tidak langsung juga menurunkan rasa haus pada responden. Setelah diberikan intervensi mengunyah permen karet rendah gula selama lima menit, responden mengatakan air liur yang keluar semakin banyak dan terdapat rasa mint yang membuat mulut menjadi lebih segar, sehingga perasaan haus yang dirasakan terasa berkurang. Berdasarkan penelitian Noorman, Wahyu, Arfany (2014), di RSUD Tugu Rejo Semarang Tahun 2014, menyatakan bahwa hasil penelitian dengan mann whitney menunjukkan terdapat perbedaan efektifitas mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu terhadap penurunan rasa haus dimana mengulum es batu lebih efektif dibandingkan dengan mengunyah permen karet renda gula.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti di RSU. Royal Prima Medan pada tanggal 22 November 2017 berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu petugas kesehatan di RSU. Royal Prima Medan, mengatakan bahwa saat ini jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjalankan hemodialisa sebanyak 114 pasien terdiri dari laki-laki berjumlah sebanyak 62 orang dan perempuan berjumlah sebanyak 52 orang. Dari banyaknya jumlah penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa banyak di antara mereka yang mengeluh sering merasa haus selama menjalani hemodialisa dikarenakan mereka dibatasi asupan cairannya. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Tujuan Umum dari penelitian untuk mengetahui adanya Efektivitas Mengunyah Permen Karet rendah gula dan Megulum Es Batu Terhadap Penurunan Rasa Haus Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang menjalani hemodialisa di Ruang HD RSU Royal Prima Medan 2018.

a. Laki-Laki b. Perempua n Total Usia a. Remaja akhir 1725 b. Dewasa awal 2635 c. Dewasa akhir 3645 d. Lansia awal 4655 Total

23 11

67,6% 32,4

34

100

8

23,5

10

29,4

10

29,4

6

17,6

34

100

Berdasarkan tabel diatas diketahuii bahwa dari 34 orang mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23 orang (67,6%) dan minoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 11 orang (32,4%). Dari 34 responden mayoritas umur 26-35 dan 36-45 masing-masing sebanyak 10 orang (29,4%) dan minoritas umur 46-55 sebanyak 6 orang (17,6%).

RANCANGAN PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat Quasy Eskperiment dengan rancangan two group pra-post design , yaitu sampel dalam penelitian ini diobservasi terlebih dahulu sebelum diberikan perlakuan, kemudian setelah diberikan perlakuan sampel tersebut disebut diobservasi kembali (Nursalam, 2008). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menguraikan intesitas sebelum dan sesudah diberikan intervensi mengunyah permen karet rendah gula dan mengulum es batu. DATA KARAKTERISTIK BERDASARKAN JENIS KELAMIN DAN UMUR Karakteristik Responden

Jenis kelamin

Jumlah (n)

Prensent ase (%)

DATA KARAKTERISTIK RASA HAUS SEBELEUM DIBERIKAN INTERVENSI MENGUNYAH PERMEN KARET RENDAH GULA DI No

variabel

Jumlah

Present ase(%)

1

Mengunyah permen karet

A. haus

14

82,4

B. sangat haus

3

17,6

Total

17

100

Berdasarkan tabel diatas dapat dinilai bahwa sebelum dilakukan pemberian mengunyah permen karet rendah gula dari 17 orang responden yang mayoritas merasa haus sebanyak 14 orang (82,4%) sedangkan yang minoritas sangat haus sebanyak 3 orang (17,6%).

DATA KARAKTERISTIK RASA HAUS SESUDAH DIBERIKAN INTERVENSI MENGUNYAH PERMEN KARET RENDAH GULA No Variabel Jumlah Presentas e(%) 1

Mengunyah permen karet A. Tidak menurun B. Menurun

3

17,6

14

82,4

Total

17

100

DATA KARAKTERISTIK RASA HAUS SEBELUM DIBERIKAN INTERVENSI MENGULUM ES BATU No Variabel Jumlah Presenta se(%) Mengulum es batu A. Haus B. sangat haus Total

1

Mengulum es batu A. Tidak menurun B.Menurun Total

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, setelah diberikan pemberian mengunyah permen karet rendah gula dari 17 orang responden yang mayoritas menurun rasa hausnya sebanyak 14 orang (82,4%) sedangkan yang minoritas tidak menurun rassa hausnya sebanyak 3 orang (17,6%).

1

DATA KARAKTERISTIK RASA HAUS SETELAH DIBERIKAN INTERVENSI MEGULUM ES BATU No Varabel Jumlah Presentas e(%)

16

94,1

1

5,9

17

100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, sebelum dilakukan mengulum es batu dari 17 orang responden yang mayoritas merasa haus sebanyak 16 orang (94,2%) sedangkan yang minoritas sangat haus sebanyak 1 orang (5,9%).

1

5,9

16

94,1

17

100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa, setelah dilakukan pemberian mengulum es batu dari 17 orang responden yang mayoritas menurun sebanyak 16 orang (94,1%) sedangkan yang minoritas tidak menurun sebanyak 1 orang (5,9%).

Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi terbagi atas dua bagian yaitu : faktor yang tidak dapat diubah antara lain : faktor genetis, usia, jenis kelamin, ras. Sedangkan faktor resiko yang dapat diubah antara lain : merokok, obesitas, gaya hidup malas, kafein, penggunaan alkohol, stress, dan pola makan yang salah (Casey & Benson, 2008). Pola makan adalah cara atau usaha dalam pengaturan jumlah, frekuensi, dan jenis makanan dalam mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2009). Pola makan beresiko adalah pola konsumsi makanan yang tidak seimbang antara asupan dan kebutuhan, jumlah, maupun jenis makanannya, seperti konsumsi makanan yang tinggi lemak, makanan tinggi natrium (asin), jeroan, makanan dibakar, dipanggang, diawetkan, makanan dan minuman yang manis, minuman berkafein, kurang konsumsi

sayuran dan buah, dan bambu penyedap dengan frekuensi 1 kali atau lebih setiap hari dapat meningkatkan resiko terjadinya hipertensi (Modok, dkk, 2017). Kebiasaan dalam mengonsumsi makanan juga berkaitan dengan frekuensi makan. Batasan frekuensi pola makan pemicu hipertensi yaitu (tidak pernah), jika mengonsumsi makanan ≤ 1x seminggu, (jarang) jika mengonsumsi makanan 1-2x seminggu, (kadang-kadang) jika mengonsumsi makanan 3x seminggu, (sering) jika mengonsumsi makanan ≥ 3-6x seminggu atau ≥ 7x seminggu (Wulandari & Madanijah, 2014). Menurut World Health Organization, 2013 Hipertensi memberikan kontribusi bagi penyakit jantung, gagal ginjal, stroke, kematian prematur, dan cacat. Hipertensi bertanggungjawab setidaknya 45% dari kematian penyakit jantung dan 51% kematian akibat stroke.Tahun 2008, diseluruh dunia sekitar 40% dari orang dewasa berusia ≥ 25 tahun telah didiagnosis hipertensi. Jumlah orang dengan kondisi ini naik dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008 (Bertalina & Muliani, 2016). Hipertensi disinyalir bertanggungjawab terhadap 7,1 juta kematian per tahun diseluruh dunia. Ahli kesehatan, Dr. Maoshing Ni (Dr. Mao) mengungkapkan bahwa pola diet ala barat berdampak terhadap tingginya angka kejadian hipertensi di kalangan penduduk perkotaan di Eropa dan Amerika.Terbukti, kasus hipertensi jauh lebih sedikit jumpai pada orang-orang di pedesaan, seperti Cina, Brazil, dan Afrika (Tilong, 2012). Badan kesehatan dunia (WHO) memperkirakan jumlah hipertensi akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang membesar. Diperkirakan jumlah penderita hipertensi akan meningkat menjadi 1,6 milyar menjelang tahun 2025 (Pudiastuti, 2017). Data dari Infokes, 2007 Hipertensi di Asia tercatat 38,4 juta jiwa menderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksikan akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025. Prevelensi tertinggi yaitu Vietnam pada tahun 2004 mencapai 34,5%

dan di Asia Tenggara angka prevelensinya telah mencapai 24,7% (Bertalina & Muliani, 2016). Menurut Kemenkes RI, 2013 Kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM), di Indonesia cenderung mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Penyakit kardiovaskuler merupakan Penyakit yang paling banyak diderita sebesar (30%) dan menyumbangkan sebesar 28,1% kematian (Wulandari & Madanijah,2014). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) di Sumatra Utara yang didapat melalui wawancara sebesar 6,7% dan pengukuran sebesar 24,7%,Prevelensi tertinggi di Karo (37,5%), diikuti Humbang Hasundutan (33,5%),Kota Gunungsitoli (31,3%), Nias (30,4%), dan Padang Lawas (29,7%). Prevelensi Hipertensi di Sumatera Utara yang didapat melalui koesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 6,7% (Riskesdas, 2013). Penelitian yang telah dilakukan oleh (Bertalina & Muliani, 2016) menunjukan pola makan yang beresiko meningkatkan tekanan darah adalah sering mengonsumsi biskuit, telur, dan terasi dinyatakan signifikan secara statistik dengan hipertensi. Penelitian lain yang dilakukan oleh (Wulandari & madanijah, 2014) menunjukan mengkonsumsi lemak dapat memperbesar resiko seseorang untuk terkena penyakit hipertensi dan serangan jantung. Berdasarkan survei awal pada tanggal 22 januari 2018, di RSU Royal Prima Medan, didapatkan kejadian hipertensi selama 3 bulan terakhir dari bulan oktober - desember 2017 berjumlah 109 kasus dengan rata-rata 36 orang setiap bulan.” METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik dengan desain penelitian cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Populasi dalam penelitian ini adalah berjumlah 109 kasus

dengan rata-rata 36 orang setiap bulan yang mengalami hipertensidi RSU Royal Prima Medan.Sampel dalam penelitian ini sebanyak 29 responden yang mengalami hipertensi dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik “accidental sampling”. Pengumpulan data dengan lembar observasi dan kuesioner. Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi-square. HASIL DAN PEMBAHASAN ANALISA UNIVARIAT Tabel 4.1. Distribusi frekuensi pola makan pada pasien hipertensi di RSU Royal Prima Medan Tahun 2018. No 1.

Variabel

(n)

(%)

Pola makan a. Beresiko b. Tidak Beresiko

19 10

65,5 34,5

29

100

Total

Berdasarkan hasil tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa, hubungan pola makan beresiko pada pasien hipertensi dari 29 responden mayoritas beresiko sebanyak 19 orang (65,5%). Ini menunjukkan bahwa para responden masih belum menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang baik dari jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan yang dikonsumsi. Pola makan responden mayoritas beresiko dari segi jumlah makanan, dimana responden cenderung mengonsumsi jenis makanan melebihi jumlah yang telah dianjurkan.Responden minoritas tidak beresiko sebanyak 10 orang (34,5%). Ini disebabkan karena faktor pemicu hipertensi yang lain yaitu stress dan jenis kelamin. Kebanyakan dari responden mengaku mereka mengalami stress karena berbagai masalah dikeluarga baik dari segi pekerjaan, masa depan anak-anak mereka,dan sebagainya. Dan dari jumlah

responden didapat mayoritas yang mengalami hipertensi berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang berjudul “Konsumsi Makanan, Obesitas Sentral dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Patrang Kabupaten Jember” yang dilakukan oleh (Susanti, 2015), terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat konsumsi (lemak dan natrium), pola konsumsi lemak (daging atau kulit ayam, hati dan mentega), garam (keripik, ikan asin, telur asin, dan minuman bersoda), obesitas sentral dengan kejadian hipertensi. Asumsi peneliti, bahwa pola makan yang beresiko sangat berpengaruh pada kejadian hipertensi pada pasien hipertensi. Pola makan yang tidak seimbang antara jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan akan membuat metabolisme dalam tubuh menjadi terganggu dan menghambat penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh. Ditambah lagi apabila seseorang mengalami obesitas atau kelebihan berat badan akan semakin memperburuk kondisinya dalam memperkecil kejadian hipertensi. Tabel 4.2. Distribusi frekuensi kejadian hipertensi pada pasien hipertensi di RSU Royal Prima Medan Tahun 2018. No 2.

Variabel Kejadian Hipertensi a. Prehipertensi b. Hipertensi Stadium I c. Hipertensi Stadium II Total

(n)

(%)

2 14 13

6,9 48,3 44,8

29

100

Berdasarkan hasil tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa, hubungan kejadian hipertensi pada pasien hipertensi dari 29 responden yang mengalami kejadian prehipertensi sebanyak 2 orang (6,9%), kejadian hipertensi stadium I sebanyak 14

orang (48,3%), dan kejadian hipertensi stadium II sebanyak 13 orang (44,8%). Jika orang menderita prehipertensi maka resiko untuk terkena hipertensi lebih besar, kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah.Jika tekanan darah seseorang masuk dalam karegori prehipertensi, maka dianjurkan untuk melakukan pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal. Hipertensi stadium I, sebagian besar penderita termasuk dalam kelompok ini.maka perubahan pola hidup merupakan pilihan pertama untuk penangannya, selain itu dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah. Hipertensi stadium II, mempunyai resiko terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap orang dalam katerogi ini dianjurkan kombinasi dari dua jenis obat (diuretic tiazid

dan ACEI atau ARB) dibarengi dengan perubahan pola hidup (Utaminingsih, 2015). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang berjudul “Karakteristik dan Faktor Berhubungan Dengan Hipertensi” yang dilakukan oleh (sigarlaki, 2009), hasil penelitian hipertensi terbanyak yang diderita masyarakat adalah hipertensi grade 1 (53,93%), dengan faktor yang berhubungan yaitu : umur (28,43%), jenis kelamin (30,39%). Asumsi peneliti, bahwa kejadian hipertensi pada pasien disebabkan oleh faktor–faktor pemicu, baik bertambahnya usia seseorang, jenis kelamin, faktor stress, obesitas, dan gaya hidup tidak sehat. Dari jumlah responden kejadian hipertensi mayoritas berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang dengan rentang umur 46-78 tahun.Sedangkan minoritas berjenis kelamin laki–laki sebanyak 14 orang dengan rentang umur 43-68 tahun.

ANALISA BIVARIAT Tabel 4.3. Hubungan pola makan beresiko dengan kejadian hipertensi pada pasien hipertensi di RSU Royal Prima Medan Tahun 2018. Kejadian Hipertensi Pola Makan

Pre. HT

HT St. I

HT St. II

Total

n

%

n

%

n

%

N

%

Beresiko

2

10,5

13

68,4

4

21,1

19

100

Tidak Beresiko

0

0

1

10,0

9

90,0

10

100

Dari hasil penelitain bahwa dari 19 responden yang memiliki pola makan beresiko dengan kejadian prehipertensi ada 2 orang (10,5%), yang mengalami hipertensi stadium I 13 orang (68,4%), dan yang mengalami hipertensi stadium II 4 orang (21,1%). Perubahan pola makan ternyata juga turut mempercepat munculnya penyakit hipertensi.Pola makan yang didominasi makanan yang umumnya mengandung lemak, dan tinggi garam

d f

x² hit.

x² tab.

p-value

2

12,632

5,991

0,002

menjadi salah satu pemicu utama munculnya penyakit hipertensi (Khasanah, 2012). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang berjudul “Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian penyakit Hipertensi” yang dilakukan oleh (Hamidi, 2014), dengan analisa data yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat. Hasil penelitian ini diperoleh bahwa pola makan berada dalam kategori tidak sehat

sebanyak 56 responden (58,9%), dan menderita hipertensi sebanyak 53 responden (55,8%). Berdasarkan uji statistic uji-square dengan tingkat kepercayaan 95% dan α = 0,05%, hal ini menunjukkan adanya hubungan antara pola makan dengan kejadian hipertensi. Peneltian lain yang dilakukan oleh (Bertalina & Muliani, 2016), menunjukkan pola makan yang beresiko meningkatkan tekanan darah adalah biskuit, telur, dan terasi dinyatakan signifikan secara statistik dengan hipertensi. Asumsi peneliti, bahwa pola makan yang sehat dapat menentukan tingkat kesehatan seseorang. Pola makan yang sehat, baik dari jenis makanan, jumlah makanan yang dikonsumsi, dan frekuensi makan (jadwal makan) yang tepat dapat menghindari penderita dari kejadian hipertensi.Dalam hal ini pola makan yang tidak sehat (beresiko) mempunyai hubungan pada seseorang yang mengalami kejadian hipertensi, sehingga pola makan menjadi salah satu faktor pencetus terjadinya hipertensi. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya mengenai “Hubungan Pola Makan Beresiko dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien Hipertensi di RSU Royal Prima Medan Tahun 2018” dapat disimpulkan bahwa Pola makan beresiko pasien hipertensi mayoritas beresiko, Kejadian hipertensi pada pasien mayoritas mengalami kejadian hipertensi stadium I. Dan ada hubungan yang signifikan antara hubungan pola makan beresiko dengan kejadian hipertensi pada pasien hipertensi di RSU Royal Prima Medan Tahun 2018. Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran anatar lain : Bagi responden dianjurkan untuk mengurangi mengkonsumsi makanan yang dapat memicu terjadinya hipertensi dan mengkonsumsi makanan yang baik bagi penderita hipertensi serta menjaga pola makan baik dari jenis makanan, frekuensi makan dan terlebih dari segi jumlah

makanan dan yang sesuai dengan angka kecukupan gizi yang di anjurkan. Bukan hanya faktor makanan yang harus dijaga, faktor stress juga harus di kontrol, dianjurkan untuk lebih rileks dan santai dan kalau perlu mengikuti terapi anti stress untuk mengurangi stressnya. Bagi responden yang memiliki berat berat badan berlebih (obesitas), dianjurkan untuk menurunkan berat badannya sesuai dengan Indeks Masa Tubuh (IMT) serta rutin mengontrol kadar gula darahnya. Bagi tenaga kesehatan, penelitian ini agar dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan para perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita hipertensi, dengan melaukan penyuluhan tentang pola makan yang sehat dan seimbang serta mengajarkan cara mencegah hipertensi.Bagi institusi pendidikan, hasil penelitian dapat menambah wahana bacaan dan dapat menambah wawasan bagi pembaca secara keseluruhan dan penelitian selanjutnya untuk menambah referensi mengenai pola makan beresiko dengan kejadian hipertensi pada pasien hipertensi. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar dapat melanjutkan penelitian ini untuk mengetahui variabel – variabel apa saja yang mempengaruhi pola makan beresiko dengan kejadian hipetensi pada pasien hipertensi. DAFTAR PUSTAKA Anisah, Soleha. (2014). Gambaran Pola Makan Pada Penderita HipertensiYang Menjalani Rawat Inap Di Irna F RSUD syarifah ambani rato ebu Kabupaten BangkalanMadura, http://journal.unusa.ac.id, Diakses tanggal 05 Januari 2018 Casey, Benson. (2008). Pandauan Harvard Medical School, Menurunkan Tekanan Darah,Buana Ilmu Populer, Jakarta Bertalina, Muliani. (2016). Hubungan Pola Makan, Asupan Makanan, Dan Obesitas Sentral Dengan Hipertensi Di Puskesmas Rajabasa Indah Bandar Lampung, http://poltekkes-

tjk.ac.id,Diakses tanggal 10 januari 2018 Hamidi, S. (2014).Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Kuok Tahun 2014, http://journal.stkiptam.ac.id Diakses tanggal 12 januari 2018 Junaedi, dkk. (2013). Hipertensi Kandas Berkat Herbal, Imprint AgroMedia Pustaka, Jakarta Junaidi, I. (2010). Hipertensi, Buana Ilmu Populer, Jakarta Khasanah, N. (2012). Beragam Penyakit Degeneratif akibat Pola Makan, Laksana, Yogyakarta Modok, dkk. (2017). Hubungan Antara Pola Konsumsi Makanan Beresiko Dan Konsumsi Minuman Beralkohol Dengan Kejadian Hipertensi Pada Masyarakat Desa Tarabitan Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara, http://ejournalhealth.com, Diakses Tanggal 05 Januari 2018 Notoadmodjo, S. (2012).Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Notoadmodjo, S. (2016).Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta Nurssalam. (2016).Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta Pokok - pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 www.depkes.go.id, Diakses tanggal 08 Januari 2018 Pudiastuti, D. R.(2017). Penyakit – Penyakit Mematikan, Nuha Medika, Yogyakarta

Purnama, Prihartono. (2015). Prevelensi Hipertensi dan Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Posyandu Wilayah Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat Tahun 2013, http://lib.ac.id, Diakses Tanggal 26 Januari 2018 Ratnani, P. (2015). Tubuh Ideal Dengan Diet Sehat, Buku Pintar, Yogyakarta Sigarlaki, O. J. H (2009). Karakteristik dan Faktor Berhubungan Dengan Hipertensi Di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, http://ejournalhealth.com, Diakses Tanggal 27 Juni 2018 Susanti, A. C. D (2015), Konsumsi Makanan, Obesitas Sentral dan Kejadian Hipertensi di Puskesmas Patrang Kabupaten Jember, http://download.portalgaruda.org, Diakses Tanggal 27 Juni 2018 Tanumang, W. (2012) Perbandingan Frekuensi Pola Makan Beresiko

Penderita Hipertensi Dan Bukan Penderita Hipertensi Tang Berkunjung Ke Puskesmas Kombos Kecamatan Singkil Kota Manado, http://fkm.Unsrat.ac.id, Diakses tanggal 20 januari 2018 Tilong, D.A (2012).Pantangan & Anjuran Beragam Penyakit Kakap, Laksana, Jakarta Triyanto, E. (2016). Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi, Graha Ilmu, Yogyakarta Utaminingsih, R. (2015). Mengenal dan Mencegah Penyakit Diabetes, Hipertensi, Jantung dan Stroke Untuk Hidup Lebih Berkualitas, Media Ilmu, Yogyakarta VitaHealth (2017).Hipertensi, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Wulandari, Madanijah. (2014). Gaya Hidup, Konsumsi Pangan, Dan Hubungannya Dengan Tekanan Darah Pada Lansia Anggota Posbindu.http://download.portalgaruda.o rg, Diakses tanggal 26 Januari 2018

Related Documents


More Documents from "Dian Hestiyantari"