Jurnal Skripsi Fix.docx

  • Uploaded by: Dian Hestiyantari
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Jurnal Skripsi Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,678
  • Pages: 18
JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

DIAN HESIYANTARI (F44160064)

ANALISIS EFEKTIVITAS MASKER DALAM MENYARING ASAP, TOTAL SUSPENDED PARTICULATE, DEBU JATUH, DAN INTENSITAS KEBAUAN (Analysis of Mask of Effectiveness in Filtering Smoke, Total Suspended Particulate, Dustfall, and the Odor Intensity) Andini Ginawati Gunawan Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jl. Raya Dramaga, Kampus IPB Dramaga, PO BOX 220, Bogor, Jawa Barat Indonesia Penulis korespondensi : Andini Ginawati Gunawan Diterima: -

Disetujui: -

ABSTRACT Currently there are some masks are not effective when used. Therefore, research was needed to analyze masks effectiveness which used in the daily life. The purpose of this research were to analyze masks effectiveness in filtering smoke, Total Suspended Particulate (TSP), dustfall, and odor intensity, determine the best mask based on the seven masks are tested. As well as analyzing pore size filter layer mask. The results showed that all masks tested has a different value same type of masks was tested of effectiveness on each parameter tested. The average of masks effectiveness in filtering the smoke was 77%, TSP was 57%, dustfall amounting was 22%, and 77% for odor intensity and for all parameterswas 58%. The best effective masks was mask D. Pore size mask have various value from 200.62-387.09 μm for the first layer, 43.28-391.84 μm for the second layer, and the layer μm 379.99 172.63-third. The difference in the effectiveness of masks may be due to the filter material, shape, and number of different masks filter. Keywords: dustfall, mask effectiveness, odor, smoke, Total Suspended Particulate

PENDAHULUAN

Perkembangan suatu negara, bangsa, daerah atau wilayah yang sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk, ekonomi, industri dan transportasi, akan mendorong meningkatnya pencemaran-pencemaran yang terjadi (Susilawaty 2009). Pencemaran udara dapat berasal dari aktivitas pembakaran sampah, kendaraan bermotor, industri ataupun gas ammonia dari penimbunan sampah (Basri 2008). Pencemaran yang dapat terjadi salah satunya pada unsur udara. Bahan pencemar yang terbuang ke udara ambien dapat dalam bentuk partikel dan gas. Partikel pencemar antara lain asap, debu, timbal (Pb), partikel debu karet dan partikel asbes. Adapun pencemar gas yang kerap terhirup adalah karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), ammonia (NH3) dan nitrogen dioksida (NO2) (Zakaria dan Azizah 2013). Para pakar lingkungan dan kesehatan masyarakat meyakini bahwa partikel udara dalam wujud padat yang berdiameter kurang dari 10 μm yang disebut dengan PM10 (particulate matter) dan kurang dari 2.5 μm (PM2.5) merupakan pemicu timbulnya infeksi saluran pernafasan, karena pertikel padat PM10 dan PM2.5 dapat mengendap pada saluran pemafasan daerah bronki dan alveoli. Partikel debu yang berdiameter kurang dari 10 μm (PM10) sangat

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

DIAN HESIYANTARI (F44160064)

memprihatinkan, karena memiliki kemampuan yang lebih besar untuk menembus ke dalam paru. Rambut di dalam hidung dapat menyaring debu yang berukuran lebih besar dari 10 μm. Partikel dibawah 2.5 μm (PM2.5) tidak disaring dalam sistem pernapasan bagian atas dan menempel pada gelembung paru, sehingga dapat menurunkan pertukaran gas (Bunawas et al 1999). Pentingnya kebersihan udara karena udara merupakan elemen yang sangat penting bagi kehidupan manusia, tanpa udara manusia tidak dapat bertahan hidup karena manusia butuh bernafas (Dewi dan Gayuh 2012). Akibat tercemarnya udara manusia membutuhkan alat sebagai perlindung pernafasan yaitu masker karena, gas dan debu yang terhirup dapat menyebabkan pengaruh kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, tiga gangguan fungsi vital paru-paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes RI 2003). Namun, saat ini banyak orang yang menggunakan masker tidak sesuai dengan fungsinya. Akibatnya, fungsi dari masker yang digunakan tidak dapat terpenuhi secara efektif dan efisien. Penggunaan masker yang sesuai dengan standar kesehatan dapat memperkecil potensi paparan. Sebuah penelitian di New York menyatakan apabila masker yang memenuhi standar dikenakan pada potensi sumber infeksi, maka tingkat perlindungan keseluruhan meningkat hingga 300 kali lipat. Oleh karena itu, dibutuhkannya penelitian yang menganalisis efektivitas masker yang biasa digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari (masker disposable).

METODOLOGI Penelitian “Analisis Efektivitas Masker dalam Menyaring Asap, Total Suspended Particulate, Debu Jatuh, dan Intensitas Kebauan” dilaksanakan selama empat bulan, dari bulan Februari-Mei 2016. Penelitian dilakukan di Laboratorium 7 Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Perlengkapan yang digunakan yaitu laptop, opacity meter [Model AT-07-01], mikroskop digital, neraca analitik [OHAUS; Adventurer Pro], cawan petri [Ø=80 mm], kertas filter 10μ [Whatmann #41], universal oven UNB 400, stopwatch (pencatat waktu), sampel masker, ruang uji masker [Dimensi P = 1 m; L = 0.5 m; T = 0.5 m], thermometer, air suling, dan alkohol 70%, telur busuk, ban bekas, korek api, alang-alang. Analisis dilakukan menggunakan Program Ms.Office 2010, Program Ms.Excel 2010, Program Photo-Corel X7, dan Program Mikroskop Digital IV. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan. Tahapan yang dilakukan terdiri atas tahapan pengujian efektivitas masker dan analisis data. Pengujian efektivitas masker dilakukan

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

DIAN HESIYANTARI (F44160064)

menggunakan ruang uji masker. Pengujian terhadap asap dilakukan dengan metode yang mengacu pada SNI 19-7117.11-2005 (BSN 2005). Skala Ringelmann berupa skala dalam bentuk gambar lingkaran dengan gradasi tingkat opasitas 20% sampai dengan 100%. Sumber asap yaitu dengam melakukan pembakaran terhadap ban bekas, kemudian disalurkan ke dalam pipa inlet ruang uji masker. Pengujian terhadap TPS ini dilakukan dengan mengukur ukuran pori seluruh lapisan masker menggunakan mikroskop digital. Selanjutnya dibandingkan dengan standar patikel membahayakan kesehatan yaitu PM10 dan PM2.5. Pengujian efektivitas masker terhadap debu jatuh dilakukan dengan menggunakan filter pada masingmasing kompartemen sebelum dan sesudah masker, kemudian masker tersebut ditimbang dan dihitung reduksi debu dan partikelnya. Pengukuran efektivitas masker terhadap intensitas kebauan menggunakan sumber bau dari sampah yang disalurkan pada ruang uji masker. Selanjutnya pengujian dilakukan menggunakan odor judge panel yaitu hidung manusia. Karakteristik bau diterangkan dengan menggunakan deskriptor bau yang dapat diterima oleh indera penciuman manusia. Pengukuran ukuran pori masker menggunakan mikroskop digital yang dilakukan di Laboratorium Pengujian Teknologi Industri Pertanian. Efektivitas masker dihitung menggunakan persamaan 1 (Kurniawan 2014).

𝜂=

𝑋𝑎−𝑋𝑏 𝑋𝑎

𝑥 100%

(1)

dimana: η = efektivitas (%) Xa = data hasil pengukuran awal Xb = data hasil pengukuran akhir

Penentuan jenis masker yang digunakan yaitu masker debu dan asap yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pemodelan dalam pengujian ini dibuat menyesuaikan Inspiratory Capacity pada orang dewasaadalah sekitar 3500 ml/menit (Sari 2013). Skema penelitian disajikan pada Gambar 1.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

DIAN HESIYANTARI (F44160064)

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Pengukuran efektivitas masker terhadap asap yang dilakukan antara lain menentukan lokasi pengamatan dan penyiapan stopwatch. Skala pengukuran yang digunakan yaitu skala Ringelmann berupa skala dalam bentuk gambar lingkaran dengan gradasi tingkat opasitas 20% sampai dengan 100%. Sumber asap yaitu dengam melakukan pembakaran terhadap ban bekas, kemudian disalurkan ke dalam pipa inlet ruang uji masker. Prinsip metode ini ditentukan dengan cara membandingkan warna asap yang paling sesuai dengan warna skala Ringelmann. Pengujian efektivitas terhadap TSP (Total Suspended Particulate) dilakukan dengan menggunakan preparat yang disimpan di masing-masing kompartemen ruang uji masker selama 30 menit. Sumber partikel yang digunakan yaitu pembakaran ilalang dan ban. Selanjutnya partikel yang berada di preparat tersebut diamati menggunakan mikroskop digital dan dianalisis berdasarkan ukuran partikel di masing-masing kompartemen Pengukuran efektivitas masker terhadap intensitas kebauan menggunakan sumber bau dari sampah yang disalurkan pada ruang uji masker. Selanjutnya pengujian dilakukan menggunakan odor judge panel yaitu hidung manusia (Soedomo 2001). Karakteristik bau diterangkan dengan menggunakan deskriptor bau (Tabel 1) yang dapat diterima oleh indera penciuman manusia (Yuwono et al 2015). Tabel 1 Skala hedonisme bau Tingkat -4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4

Deskriptor Sangat tidak suka sekali Sangat tidak suka Tidak suka Sedikit tidak suka Netral Sedikit suka Suka Sangat suka Sangat suka sekali

Pengukuran pori masker diukur menggunakan mikroskop digital di Laboratorium Pengujian Teknologi Industri Pertanian. Pengukuran dilakukan menggunakan pembesaran 50x. Setiap masker memiliki lapisan penyaring dengan

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

jumlah dan kerapatan yang berbeda-beda. Berdasarkan tujuh merk masker jumlah lapisan yang diuji sebanyak 17 lapisan penyaring.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Setiap Masker yang Diuji Penggunaan masker sangat berpengaruh terhadap saluran pernapasan dan gangguan fungsi paru, karena masker dapat menyaring partikel udara yang dihirup oleh hidung. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) bahwa penggunaan masker dalam kegiatan industri maupun sehari-hari sangat penting untuk melindungi fungsi paru. Setiap masker memiliki kualitas penyaringan yang berbedabeda. Penelitian ini menggunakan tujuh merk masker, spesifikasi serta kode masker tersaji pada Tabel 2.

Tabel 2 Spesifikasi dan kode masker No 1 2 3 4 5 6 7

Kode Masker A B C D E F G

Jumlah Lapisan Penyaring 3 2 1 3 3 2 3

Masing-masing masker memiliki jumlah lapisan penyaring dan harga bervariasi. Rentang jumlah penyaring masker yaitu 1-3 lapisan dan rentang harga masker yaitu 800-2000 rupiah. Masker yang memiliki tiga lapisan penyaring yaitu masker A, D, E, dan G, masker dengan dua lapisan penyaring yaitu masker B dan F, sedangkan masker dengan satu penyaring yaitu masker C. Reka struktur atau disebut juga reka rakit dalam pembuatan lapisan masker terbagi menjadi dua yaitu tenun (woven) dan bukan tenun (nonwoven). Menurut Mutia dan Eriningsih (2012) material masker menggunakan reka struktur non woven, yaitu dengan metoda tidak melalui proses pertenunan atau konvensional. Kelebihan dari kain nonwoven yaitu tahan lama, memiliki daya serap air yang cukup tinggi, lembut, elastis, cukup tahan terhadap api, memiliki daya saring terhadap bakteri, dan mudah didaur ulang .

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Masker dengan tiga lapisan kain penyaring nonwoven terdiri dari spunbod, meltbond dan spunbond, masker dengan dua lapisan penyaring yaitu spunbond dan meltbond, selanjutnya masker hanya memiliki satu lapisan penyaring yaitu spunbond. Jenis material lapisan penyaring setiap masker berbeda-beda yaitu material spunbond dan meltbond. Spunbond didefinisikan sebagai kain terstruktur datar, seperti lembaran atau jaring, tidak dibuat dengan menenun tetapi oleh ikatan dan melibatkan serat dengan cara mekanik, termal atau proses kimia. Spunbond atau istilah lainnya polypropylene merupakan bahan dasar yang umum digunakan dalam memproduksi bahan–bahan yang terbuat dari plastik (Kartini 2007). Sama halnya dengan spunbon, meltbond juga merupakan kain yang termasuk non woven, memiliki diameter serat 1-2 μm (Hassan et al 2012). Jenis dan jumlah lapisan masker berpengaruh terhadap efektivitas masker karena partikel ataupun gas yang tersaring akan berbeda. Efektivitas itu sendiri pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna) (Mardiasmo 2009). Berbeda dengan efisiensi yaitu efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara keluaran yang dihasilkan terhadap masukan yang digunakan (cost of output).

Efektivitas Masker dalam Menyaring Asap Menurut Kepmen LH No.13 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Opasitas Emisi Sumber Tidak Bergerak Untuk Jenis Kegiatan Lain sebesar 35%. Opasitas yang berasal dari sumberpencemar berada diatas dan dibawah baku mutu. Nilai reduksi opasitas dari tujuh masker yang diperoleh dari hasil pengukuran tersaji pada Gambar 2.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 2 Opasitas sebelum dan sesudah melewati masker Opasitas yang dihasilkan sebelum melewati masker memiliki rentang nilai 26-47% dan opasitas setelah melewati masker memiliki rentang 1-15%. Secara umum opasitas masker sebelum melewati masker memiliki nilai yang berada dibawah baku mutu, namun terdapat satu masker yang melebihi baku mutu, yaitu pada masker A sebesar 47%. Opasitas setelah melewatkan masker secara keseluruhan dibawah baku mutu. Perbedaan nilai opasitas menurut penelitian Faisal et al. (2012) tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan yang dibakar, kelembaban, temperatur api, dan kondisi angin. Efektivitas masker dalam menyaring opasitas tersaji pada Gambar 3.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 3 Efektivitas masker dalam menyaring asap Efektivitas masker dalam menyaring asap memiliki rentang nilai 49-97%. Secara berurutan efektivitas tertinggi yaitu masker D senilai 97%, masker A senilai 83%, masker C sebesar 81%, masker G senilai 78%, masker F senilai 74%, masker E senilai 76% dan masker B senilai 49%. Menurut Hinwood (2005). konsentrasi polutan, tingkat dan durasi paparan, usia, kerentanan individu dan faktor-faktor lain memainkan peran penting dalam menentukan apakah seseorang akan mengalami masalah kesehatan oleh asap. Kandungan partikel debu dan opasitas yang tinggi dalam udara ambien, merupakan indikator penting yang wajib diperhatikan, dikarenakan dapat mengganggu dan meresahkan kesehatan manusia (Faisal et al. 2012). Efektivitas Masker dalam Menyaring Total Suspended Particulate dan Debu Jatuh Menurut WHO (2005) Particulate Matter (PM) merupakan polutan udara yang terdiri dari campuran partikel padat dan cair tersuspensi di udara. Pengujian efektivitas masker dalam menyaring TSP memiliki hasil yang signifikan. Berdasarkan Gambar 10. Ukuran rata-rata partikel sebelum melewati masker memiliki rentang sebesar 12.0-37.5 μm dan setelah melewati masker tereduksi hingga rentang nilai 6.0-10.0 μm. Pakar lingkungan dan kesehatan marsyarakat meyakini PM10 dan PM2.5 sebagai pemicu timbulnya infeksi saruran pernafasan karena dapat mengendap pada saruran pernafasan daerah bronki dan alveoli (UNEP 1994; Bunawas et al. 1999; Lundgren et al. 1996).

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 4 Rata-rata ukuran partikel

Masker memiliki lapisan penyaring yang berbeda-beda sehingga hasil reduksi dalam menyaring partikel setiap maskerpun berbeda. Hasil perhitungan efektivitas masker, diperoleh masker C memiliki nilai efektivitas tertinggi sebesar 73%, selanjutnya masker D, E, G, A, B dan terakhir masker F sebesar 24%. Muhadhar (2002) menyatakan bahwa, 55% debu yang dihirup melalui udara pernafasan mempunyai ukuran 0,25 sampai 6 mikron, 15-95% akan mengalami retensi dan proporsi retensi berhubungan langsung dengan ukuran dan kepadatan partikel tersebut. Efektivitas masker dalam mereduksi TSP ditampilkan pada Gambar 5.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 5 Efektivitas masker dalam mereduksi TSP Penelitian juga dilakukan terhadap konsentrasi partikel yang terlewati. Konsentrasi partikel yang dapat terlewati oleh masker memiliki hasil yang berbeda. Terdapat beberapa masker yang dapat menyaring lebih banyak dan sedikit partikel. Masker untuk melindungi debu atau partikel yang lebih besar masuk ke dalam pernafasan dapat terbuat dari kain dengan ukuran ukuran pori tertentu (Budiono et al 2003). Hasil pengujian disajikan pada Gambar 6 yaitu reduksi masker dalam menyaring debu jatuh.

Gambar 6 Konsentrasi debu jatuh sebelum dan sesudah disaring masker Berdasarkan Gambar 6 konsentrasi debu jatuh sebelum masker memiliki rentang nilai 2.7-4.1 mg, dan setelah melewati masker rentang nilai konsentrasi debu jatuh yaitu 1.8-3.3 mg. Selisih tertinggi konsentrasi debu sebelum dan sesudah melewati filter terdapat pada masker G yaitu 0.0012 g. Particulate Matter (PM) atau partikel debu dianggap berbahaya bagi kesehatan (Pope dan Dockery 1992; Li et al 2003). Efektivitas masker dalam mereduksi konsentrasi debu jatuh tersaji pada Gambar 7.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 7 Efektivitas masker dalam mereduksi debu jatuh Efektivitas masker dalam menyaring debu jatuh tertinggi dihasilkan oleh masker A yaitu 36%, selanjutnya masker D,G, B,C,F, dan yang terendah yaitu masker E sebesar 11%. Perbedaan ini terjadi karena perbedaan jumlah lapisan penyaring pada setiap masker. Debu jatuh atau partikel sangat berbahaya karena dapat dihirup ke dalam paru-paru menyebabkan iritasi paru-paru, merusak jaringan paru-paru dan menyebabkan masalah pernapasan dan kardiovaskular (Pope 1996; Joseph et al 2003). Pengendapan partikel dalam menginduksi paruparu memberi respon inflamasi sistemik yang terdeteksi oleh peningkatan tingkat sitokin (Van et al 2001). Efektivitas Masker dalam Mengurangi Intensitas Kebauan Masker diperlukan guna mengurangi persepsi buruk terhadap bau. Meskipun persepsi bau setiap orang berbeda-beda masker diperlukan untuk mereduksi bau yang mengganggu kenyamanan. Setiap masker memiliki kemampuan mereduksi bauyang berbeda, seperti grafik yang disajikan pada Gambar 8.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Gambar 8 Skala hedonisme bau masing-masing pengujian masker Penelitian menggunakan dua buah sumber bau yaitu telur busuk, berdasarkan Gambar 8 setiap masker memiliki persepsi bau negatif. Rentang skala hedonisme kebauan sebelum melewati masker yaitu -2.0 hingga -3.2 yaitu tidak suka hingga sangat tidak suka. Setelah bau tersaring masker, skala hedonisme kebauan berubah menjadi -0.3 hingga -1.3 yaitu netral hingga sedikit tidak suka. Skala hedonisme kebauan (Gambar 8) kemudian diinterpretasikan terhadap persen reduksinya atau efektivitas masker dalam menyaring bau yang tersaji pada Gambar 9.

Gambar 9 Efektivitas masker dalam mereduksi kebauan

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Masker memiliki jumlah lapisan penyaring berbeda yaitu 1-3 penyaring. Penyaring yang digunakan yaitu kain jenis non woven atau tanpa penenunan. Setiap lapisan masing-masing masker diukur ukuran porinya, sehingga dapat diketahui ukuran partikel terkecil bahkan terbedar yang dapat terlewati oleh lapisan penyaring tersebut. Pengukuran menggunakan mikroskop untuk memperoleh citra atau pencitraan yang besar dari obyek yang sangat kecil (orde mikro) (Puriwigati 2010).. Kemampuan menyaring setiap lapisan masker berbeda, sehingga ukuran partikel yang terlewatipun akan berbeda. Diameter rata-rata pori setiap lapisan masker ditampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10 Ukuran pori rata-rata lapisan penyaring masker Berdasarkan Gambar 10, lapisan satu yaitu spunbond, lapisan dua yaitu metlblown dan lapisan tiga yaitu spunbond. Diameter rata-rata pori masker pada lapisan penyaring satu memiliki rentang nilai 200.62-387.09 µm, masker yang memiliki ukuran pori terkecil diurutkan yaitu masker F, B, C, A, G, D, dan E. Ukuran pori rata-rata masker lapisan kedua memiliki rentang nilai yaitu 43.28391.84 µm, masker yang memiliki lapisan kedua diurutkan berdasarkan ukuran pori rata-rata terkecil yaitu masker D, G, E, A, B, dan F. Selanjutnya ukuran pori ratarata masker lapisan ketiga memiliki rentang nilai 172.63-379.99 µm, masker yang memiliki lapisan ketiga diurutkan berdasarkan ukuran pori rata-rata terkecil yaitu masker E, D, G, dan A.

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Berdasarkan nilai diameter rata-rata pori masker dapat diketahui bahwa lapisan terkecil terdapat pada lapisan kedua masker D yaitu sebesar 43.28 µm, sehingga partikel terbesar yang mampu melewati masker tidak akan lebih dari 43.28 µm. Partikel berukuran antara 10 dan 50 μm dapat mengendap pada alveoli, sedangkan partikel yang lebih kecil dan lebih besar akan tertahan di daerah yang lebih tinggi dari saluran pernapasan (Portmann 2009). Rekapitulasi efektivitas penggunaan masker ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Rekapitulasi efektivitas masker berdasar empat parameter Efektivitas Penyaringan (%) Masker

Rata-rata (%) Opasitas

TSP

Debu Jatuh

Bau

A B C D E F G

83 49 81 97 76 74 78

53 46 73 68 68 24 66

36 15 14 34 11 13 30

61 67 73 79 86 88 87

58 44 60 69 60 50 65

Rata-rata

77

57

22

77

-

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa masker terbaik dalam menyaring seluruh parameter uji merupakan masker D sebesar 69%, kemudian masker G, C, E, A, F dan B. Masker D yag merupakan masker terbaik memiliki tiga lapisan penyaring masker yang berukuran pori yang kecil. Karena dilapisan pertama merupakan diamter ketiga terkecil, kemudian lapisan dua memiliki ukuran pori terkecil dan pada lapisan ketiga memiliki ukuran pori kedua terkecil. Secara keseluruhan masker D cukup efektif dalam menyaring setiap parameter yang telah diujikan. KESIMPULAN

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Berdasarkan hasil penelitian simpulan yang diperoleh adalah efektivitas rata-rata seluruh merk masker dalam menyaring asap sebesar 77%, menyaring TSP sebesar 57% , menyaring debu jatuh sebesar 22% dan mengurangi intensitas kebauan sebesar 77%. Secara keseluruhan efektivitas masker sebesar 58%. Masker terbaik dalam mereduksi semua parameter yang diuji adalah masker D. Ukuran pori masker memiliki nilai yang beragam yaitu rentang nilai 200.62 – 387.09 µm untuk lapisan pertama, 43.28 – 391.84 µm untuk lapisan kedua, dan 172.63-379.99 μm lapisan ketiga. DAFTAR PUSTAKA Kurniawan A, Yuwono AS, Fatimah R. 2014. Teknik Pengelolaan Kualitas Udara. Bogor (ID): IPB Press. Basri IW. 2008. Pencemaran Udara Dalam Antisipasi Teknis Pengelolaan Sumberdaya Lingkungan. SMARTek 8 (2): 120-129. [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2005. Cara Uji Opasitas Menggunakan Skala Ringelmann untuk Asap Hitam (SNI 19-7117.11-2005). Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional. Budiono S, Jusuf RMS, Andriana P. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Bunawas, Ruslanto OP, Sur TA, Yumiarti. 1999. Partikel Debu Anorganik : Komposisi, diameter, pengendapan di saluran pemafasan dan efek terhadap kesehatan. Prosiding Seminar Nasional Kimia Anorganik. Yogyakarta (ID): Hotel Garuda. [Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI. Dewi F, Gayuh U.2012.Pengaruh Kecepatan dan Arah Aliran Udara Terhadap Kondisi Udara Dalam Ruangan Pada Sistem Ventilasi Alamiah. Jurnal Rekayasa Mesin 3(2): 299-304. Faisal F, Faisal Y, Fachrial H. 2012. Dampak Asap Kebakaran Hutan pada Pernapasan. Jurnal CDK 39 (1): 189. Hassan MA, Yeom BY, Wilkie A, Pourdeyhimi B, Khan SA. 2012. Fabrication of

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

nanofiber meltbond membranes and their filtration properties. Journal of Membrane Science 427: 336-344. Hinwood AL, Rodriguez CM. 2005. Potential health impacts associated with peat smoke: a review. Journal of the Royal Society of Western Australia 88: 133-138. Joseph A, Srivastava A. 2003. PM10 And Its Impacts On Health . A Case Study In Mumbai.International Journal of Environmental Health Research 13: 207 214. Kartini W. 2007. Penggunaan Serat Polypropylene Untuk Meningkatkan Kuat Tarik Belah Beton. Jurnal Rekayasa Perencanaan 4: 1. Khumaidah. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan FungsiParu Pada Pekerja Mebel PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara [Tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Lanzafame R, Scandura PF, Famoso F, Monforte P, Oliveri C. 2014. Air quality data for Catania: analysis and investigation case study 2010-2011. Journal of Energy. 45:681-600. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta (ID): Andi. Mutia T, Eriningsih R. 2012. Penggunaan Webs Serat Alginat/Polivinil Alkohol Hasil Proses Elektrospining Untuk Pembalut Luka Primer. Jurnal Riset Industri 6 (2): 137-147. Pope CA. 1996. Adverse Health Effects Of Air Pollutants In A Nonsmoking Population 3rd. Journal Toxicology 111: 149.155. Pope CA, Dockery DW. 1992. Acute Health Effects Of PM10 Pollution On Symptomatic And Asymptomatic Children. American Reviews Respiratory Disease 145: 1123-1128. [PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999. Jakarta (ID). Portmann M. 2009. Human respiratory health effects of inhaled mineral dust. Term paper in Biogeochemistry and Pollutant Dynamics. Master Studies in

JSIL JURNAL TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN (F44160064)

DIAN HESIYANTARI

Environmental Sciences, ETH Zurich. Puriwigati A. 2010. Rancang Bangun dan Uji Kinerja Alat Pengukur Total Suspended Particulate (TSP) dengan Metode High Volume Air Sampling [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sari RA. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pedagang Kaki Lima Terminal Induk Kabupaten Pemalang [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara (Kumpulan Karya Ilmiah). Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung Press. Susilawaty A. 2009. Analisis Kualitas Udara Ambient Kota Makassar. Jurnal Kesehatan 2(2): 2. [UNEP] United Nations Environment Programme. 1994. Measurement Of Suspended Particulate Matter In Ambient Air, GEMS (Global Envirornnent Monitoring System). Kenya: UNEP. Yuwono AS, Fatimah R, Kurniawan A, Yusuf A. 2015. Pengelolaan Kualitas Udara dan Kebisingan. Bogor (ID): IPB Press. Zakaria N, Azizah R. 2013. Analisis Pencemaran Udara (SO2), Keluhan Iritasi Tenggorokam dan Keluhan Kesehatan Iritasi Mata pada Pedagang Makanan di Sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya. The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health 2(1): 75–81.

Related Documents


More Documents from "Ersi Ghaisani Masturah"

Aleks
October 2019 25
Aleks.docx
October 2019 10
Servik.docx
June 2020 46
Cover Inter.docx
May 2020 67