MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2 ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN INTEGUMEN LUKA BAKAR DAN MORBUS HANSEN
Dosen Pembimbing :
Laily Hidayati, S.Kep., Ns., M.Kep. Disusun Oleh : Listya Ernissa Mardha
(131611133017)
Ayu Saadatul Karimah
(131611133020)
Marceline Putri Chrisdianti
(131611133023)
Putri Aulia Kharismawati
(131611133027)
Alfera Novitasari
(131611133029)
Indriani Dwi Wulandari
(131611133034)
Elin Nur Anissa
(131611133037)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 2018
1
KATA PENGANTAR Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah keperawatan Medikal Bedah 2 tentang “ Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen : Luka Bakar dan Morbus Hansen “ Makalah keperawatan ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah keperawatan ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah keperawatan tentang “ Asuhan Keperawatan Gangguan Integumen : Luka Bakar dan Morbus Hansen “
Surabaya, 22 April
Penyusun
2
2018
DAFTAR ISI Sampul Halaman ............................................................................................... 1 Kata Pengantar ......................................................................................................2 Daftar Isi ............................................................................................................... 3 Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 5 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 5 1.3 Tujuan ............................................................................................................ 6 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Luka Bakar ...................................................................................................... 2.1.1 Defisini Luka Bakar ................................................................................. 7 2.1.2 Jenis Luka Bakar ....................................................................................7 2.1.3 Etiologi Luka Bakar ................................................................................. 9 2.1.4 Manifestasi klinis Luka Bakar ................................................................. 10 2.1.5 Patofisiologis Luka Bakar ........................................................................ 11 2.1.6 WOC Luka Bakar....................................................................................13 2.1.7 Penatalaksanaan Luka Bakar.................................................................... 14 2.1.8 Komplikasi Luka Bakar ........................................................................... 18 2.1.9 Pemeriksaan Fisik Luka Bakar................................................................18 2.1.10 Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar....................................................20 2.2 Morbus Hansen .............................................................................................. 2.1.1 Defisini Morbus Hansen .......................................................................... 22 2.1.2 Jenis Morbus Hansen...............................................................................23 2.1.3 Etiologi Morbus Hansen .......................................................................... 24 2.1.4 Manifestasi klinis Morbus Hansen .......................................................... 25 2.1.5 Patofisiologis Morbus Hansen ................................................................. 26 2.1.6 WOC Morbus Hansen ............................................................................27 2.1.7 Penatalaksanaan Morbus Hansen ............................................................. 30 2.1.8 Komplikasi Morbus Hansen .................................................................... 31 2.1.9 Pemeriksaan Fisik Morbus Hansen.........................................................31 2.1.10 Pemeriksaan Penunjang Morbus Hansen..............................................33 Bab 3 Asuhan Keperawatan
3
3.1 Asuhan Keperawatan Luka Bakar................................................................... 3.1.1 Pengkajian...............................................................................................35 3.1.2 Diagnosa dan implementasi keperawatan...............................................40 3.2 Asuhan Keperawatan Morbus Hansen........................................................... 3.1.1 Pengkajian...............................................................................................44 3.1.2 Diagnosa dan implementasi keperawatan...............................................46
Bab 4 Penutup 4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 53 4.2 Saran ............................................................................................................... 53 Daftar Pustaka ...................................................................................................... 55
4
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem integumen adalah sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi, dan menginformasikan terhadap lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir). Kata ini berasal dari bahasa Latin "integumentum", yang berarti "penutup". Penyakit luka bakar dan morbus hansen adalah contoh penyakit yang kulit yang sering dijumpai. Luka bakar adalah penyakit yang disebabkan oleh panas, kimia, dan bahan radioaktif sedangkan Modus hensen adalah penyakit infeksi granulo yang disebabkan oleh organisme intraseluler obligat M.leprae.Penyakit luka bakar dan morbus hensen adalah masalah yang serius sehingga“ Makalah Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Luka Bakar dan Morbus Hansen dibuat.
1.2 Rumusan Masalah 1) Apakah definisi dari luka bakar dan morbus hansen ? 2) Apa saja jenis dari luka bakar dan morbus hansen ? 3) Apa etiologi dari luka bakar dan morbus hansen ? 4) Apa manifestasi klinis dari luka bakar dan morbus hansen ? 5) Apa patofisiologi dari luka bakar dan morbus hansen ? 6) Apa WOC dari luka bakar dan morbus hansen ? 7) Bagaimana penatalaksanaan dari luka bakar dan morbus hansen? 8) Apa kompilkasi dari luka bakar dan morbus hansen ? 9) Apa pemeriksaan fisik dari luka bakar dan morbus hansen ? 10) Pemeriksaan penunjang dari luka bakar dan morbus hansen ?
5
1.3 Tujuan 1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui konsep penyakit dan mampu memahami asuhan keperawatan dari penyakit luka bakar dan morbus hansen
1.3.2
Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui definisi dari luka bakar dan morbus hansen 2) Untuk mengetahui jenis dari luka bakar dan morbus hansen 3) Untuk mengetahui etiologi dari luka bakar dan morbus hansen 4) Untuk mengetahui manifestasi klinis dari luka bakar dan morbus hansen 5) Untuk mengetahui patofisiologi dari luka bakar dan morbus hansen 6) Untuk mengetahui WOC dari luka bakar dan morbus hansen 7) Untuk mengetahi penatalaksanaan dari luka bakar dan morbus hansen 8) Untuk mengetahui kompilkasi dari luka bakar dan morbus hansen 9) Untuk mengetahui pemeriksaan fisik dari luka bakar dan morbus hansen 10) Untuk menngetahi pemeriksaan penunjang dari luka bakar dan morbus hansen
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka Bakar 2.1.1 Defisini Luka Bakar
Combustio atau luka bakar adalah kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh panas, kimia/radioaktif. (Long, 1996). Combustio atau Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh. Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi/radiasi elektromagnetik. (Effendi. C, 1999). Sehingga dari beberapa pendapat tersebut, Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh.
2.1.2 Jenis Luka Bakar
Terdapat kriteria dari World Health Association (WHO) dan American Burn Association (ABA). WHO mengklasifikasikan luka bakar berdasarkan kedalaman sebagai berikut : 1.
Luka Bakar Derajat 1 -
Luka bakar ini sering disebut juga sebagai superficial burn karena hanya mengenai epidermis.
-
Kulit hiperemik berupa eritema, sedikit edema, tidak dijumpai bula, dan terasa nyeri akibat ujung saraf sensoris teriritasi. Pada hari keempat paska paparan sering dijumpai deskuamasi.
-
Penyebab dari luka bakar ini adalah paparan sinar matahari yang terlalu lama, kontak singkat dengan benda panas atau terkena percikan api
7
-
Umumnya luka bakar ini sembuh dalam satu minggu dan tidak menimbulkan perubahan pada warna kulit, tekstur kulit atau ketebalan kulit. Salep antibiotika dan pelembab kulit dapat diberikan dan tidak memerlukan pembalutan.
2.
Luka Bakar Derajat 2 -
Luka bakar ini disebut juga partial thickness burn karena mengenai epidermis dan dermis atau di seluruh lapisan dermis.
-
Terbagi menjadi dua jenis: Luka bakar derajat II superfisial Kulit tampak kemerahan, edema, dan terasa lebih nyeri daripada luka bakar derajat I. luka sangat sensitif dan akan lebih pucat jika kena tekanan. Masih dapat ditemukan folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar
sebasea.
luka
bakar
dengan
lama
pembalutan,
salep
penyembuhan kurang dari tiga minggu. Perawatan
luka
dengan
antibiotika perlu dilakukan tiap hari. Penutup luka sementara (xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis)
dapat
diberikan
sebagai
pengganti
pembalutan. Luka bakar derajat II profunda (deep) Bula sering ditemukan dengan dasar luka eritema yang basah. Permukaan luka berbecak merah dan sebagian putih karena variasi vaskularisasi. Luka terasa nyeri, namun tidak sehebat derajat II dangkal. Folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea tinggal sedikit. luka bakar dengan lama penyembuhan lebih dari tiga minggu dan sering menimbulkan skar hipertrofi saat sembuh.
8
Selain pembalutan dapat juga diberikan penutup luka sementara (xenograft, allograft atau dengan bahan sintetis). 3.
Luka Bakar Derajat 3 -
Luka bakar ini disebut juga full thickness burn karena mengenai seluruh lapisan kulit mulai dari epidermis, dermis, jaringan subkutan hingga folikel rambut.
-
Tidak ada lagi elemen epitel dan tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar berwarna keabu-abuan pucat hingga warna hitam kering (nekrotik). Terdapat eskar yang merupakan hasil koagulasi protein epidermis dan dermis. Luka tidak nyeri dan hilang sensasi akibat kerusakan ujung-ujung saraf sensoris.
-
Penyembuhan lebih sulit karena tidak ada epitelisasi spontan. Perlu dilakukan eksisi dini untuk eskar dan tandur kulit untuk luka bakar derajat II dalam dan luka bakar derajat III. Eksisi awal mempercepat penutupan luka, mencegah infeksi, mempersingkat durasi penyembuhan, mencegah komplikasi sepsis, dan secara kosmetik lebih baik.
2.1.3 Etiologi Luka Bakar
Menurut Hudak Gallo (1996) Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan agen penyebab antara lain : 1. Termal : Basah (air panas, minyak panas), kering (uap, metal, api) 2. Listrik : Voltage tinggi, petir 3. Kimia : asam kuat, basa kuat 4. Radiasi : termasuk X-Ray Penyebab tersering luka bakar merupakan terbakar api yang akan dapat menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak-anak, sekitar 60% mendapatkan luka bakar karena air panas, pada umumnya merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit (derajat tiga).
9
Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri hebat. Asam hidroflourida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll. Luka bakar yang disebabkan basa kuat akan menyebabkan jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis). Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.
2.1.4 Manifestasi klinis Luka Bakar
Menurut Effendi, 1999 manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya : 1. Grade I Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut. 2. Grade II Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi. 3. Grade III Kerusakan pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihputihan dan hitam keabu-abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu Skin graff.
10
2.1.5 Patofisiologis Luka Bakar
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat terjadi. Kedalaman luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam
11
kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai hematocrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat, konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum,
gangguan
fungsi
neutrofil,
limfositopenia.
Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan pengaturan
suhunya.
Beberapa
12
jam
pertama
pasca
luka
bakar
menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolik.
2.1.6 WOC Luka Bakar
13
2.17 Penatalaksanaan Luka Bakar Pertolongan Pertama Pada Pasien Dengan Luka Bakar a.
Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh,
misalnya dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala b.
Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat
efek Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem c.
Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam
air atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. d.
Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang
lebih luas karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun. e.
Evaluasi awal
f.
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada
luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder. Saat menilai ‘airway” perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi. Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong. Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal tube.Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun perdarahan dan trauma intrakavitas merupakan prioritas
14
utama dibandingkan luka bakar, perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti. Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka bakar karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness) Resusitasi Cairan Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar, Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler. Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam. Perawatan Luka Bakar Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.Setelah luka dibersihkan dan di debridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki beberapa fungsi:
15
pertama dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur. Kedua, luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi. Ketiga, penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan meminimalkan timbulnya rasa sakit Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar. a. Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan. b. Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya, pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra). c. Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan cangkok kulit (early exicision and grafting ) Nutrisi Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik. Early Exicision And Grafting (E&G) Dengan metode ini eschar di angkat secara operatif dan kemudian luka ditutup dengan cangkok kulit (autograft atau allograft ), setelah terjadi penyembuhan, graft akan terkelupas dengan sendirinya. E&G dilakukan 3-7 hari setelah terjadi luka, pada umumnya tiap harinya dilakukan eksisi 20% dari luka bakar kemudian dilanjutkan pada hari berikutnya. Tapi ada juga ahli bedah yang sekaligus melakukan eksisi pada seluruh luka bakar, tapi cara ini memiliki resiko yang lebih besar yaitu : dapat terjadi hipotermi, atau terjadi perdarahan masive akibat eksisi. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan dengan penutupan
16
luka dini, mencegah terjadinya infeksi pada luka bila dibiarkan terlalu lama, mempersingkat durasi sakit dan lama perawatan di rumah sakit, memperingan biaya perawatan di rumah sakit, mencegah komplikasi seperti sepsis dan mengurangi angka mortalitas. Beberapa penelitian membandingkan teknik E&G dengan teknik konvensional, hasilnya tidak ada perbedaan dalam hal kosmetik atau fungsi organ, bahkan lebih baik hasilnya bila dilakukan pada luka bakar yang terdapat pada muka, tangan dan kaki. Escharotomy Luka bakar grade III yang melingkar pada ekstremitas dapat menyebabkan iskemik distal yang progresif, terutama apabila terjadi edema saat resusitasi cairan, dan saat adanya pengerutan keropeng. Iskemi dapat menyebabkan gangguan vaskuler pada jarijari tangan dan kaki. Tanda dini iskemi adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai baal pada ujung-ujung distal. Juga luka bakar menyeluruh pada bagian thorax atau abdomen dapat menyebabkan gangguan respirasi, dan hal ini dapat dihilangkan dengan escharotomy. Dilakukan insisi memanjang yang membuka keropeng sampai penjepitan bebas Antimikroba Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus ke dalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam. Contoh antibiotik yang sering dipakai : Salep : Silver sulfadiazine, Mafenide acetate, Silver nitrate, Povidoneiodine, Bacitracin (biasanya untuk luka bakar grade I), Neomycin, Polymiyxin B, Nysatatin, mupirocin , Mebo.
17
2.1.8 Komplikasi Luka Bakar 1. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal 2. Sindrom kompartemen Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia 3. Adult Respiratory Distress Syndrome Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien. 4. Ileus Paralitik dan Ulkus Curling Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling. 5. Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi. 6. Gagal ginjal akut Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine. 2.1.9 Pemeriksaan Fisik Luka Bakar
1. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
18
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah. 2. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau inflamasi. 3. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida. 4. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis. 5. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. 6. Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium. 7. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress. 8. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema cairan. 9. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan. 10. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau luasnya cedera. 11. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia. 12. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
19
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar 1. Keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat 2. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama 3. Pemeriksaan kepala dan leher a. Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar b. Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar c. Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok d. Mulut Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang e. Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen f. Leher
20
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan g. Pemeriksaan thorak/dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi h. Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis. i. Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. j. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri k. Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik) l. Pemeriksaan kulit Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut : BAGIAN TUBUH
1 TAHUN
2 TAHUN
DEWASA
Kepala leher
18%
14%
9%
Ekstrimitas atas
18%
18%
18%
21
(kanan dan kiri) Badan depan
18%
18%
18%
Badan belakang
18%
18%
18%
Ektrimitas bawah
27%
31%
30%
1%
1%
1%
(kanan dan kiri) Genetalia
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka
2.2 Morbus Hansen 2.2.1 Defisini Morbus Hansen
Penyakit kusta (Morbus Hansen) adalah suatu penyakit infeksi granulo matosa menahun yang disebabkan oleh organisme intraseluler obligat M.leprae.Awalnya, kuman ini menyerang susunan saraf tepi, lalu menyerang kulit, mukosa, saluran napas, retikuloendotelial, mata, otot, tulang, dan testis. (Prof.Dr.Muh. Dali Amiruddin, dr.sp.KK(K), 2012 : 11). Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorus bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat (Adhi Djuanda, 2007: 73). Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama kali menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis (Marwali Harahap, 2000: 260). Dari beberapa pengertian tersebu, dapat disimpulkan bahwa penyakit kusta atau lepra (Morbus Hansen) merupakan suatu penyakit infeksi yang kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae.
22
2.2.2 Jenis Morbus Hansen
Klasifikasi kusta yang sering digunakan adalah klasifikasi berdasarkan atas Ridley dan Jopling 1962) yang membagi kusta menjadi 5 yaitu kusta tipe Tuberculoid Tuberculoid (TT), Borderline Tuberculoid (BT),
Mid-Borderline
(BB),
Borderline
Lepromatosa
(BL)
dan
Lepromatous Lepromatous (LL). Pembagian ini didasarkan pada kriteria klinis, bakteriologis, imunologis dan histopatologis (Lee, dkk., 2012; Mishra dan Kumar 2010). Klasifikasi kusta yang lain adalah klasifikasi Madrid yang didasarkan pada Kongres Internasional Kusta di Madrid pada tahun 1953. Klasifikasi ini terdiri dari kusta tipe Indeterminate (I), Tuberculoid (T), Borderline-Dimorphous (B) dan Lepromatous (L). Menurut WHO pada 1981, lepra dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe Multibasilar (MB) dan tipe Pausibasilar (PB). 1. Lepra tipe PB ditemukan pada seseorang dengan SIS baik. Pada tipe ini berarti mengandung sedikit kuman yaitu tipe TT, tipe BT dan tipe I. Pada klasifikasi Ridley-Jopling dengan Indeks Bakteri (IB) kurang dari 2+. 2. Lepra tipe MB ditemukan pada seseorang dengan SIS yang rendah. Pada tipe ini berarti bahwa mengandung banyak kuman yaitu tipe LL, tipe BL dan tipe BB. Pada klasifikasi RidleyJopling dengan Indeks Bakteri (IB) lebih dari 2+. Klasifikasi / Tipe Penyakit Kusta Menurut WHO
No.
Tanda Utama
1.
Bercak kusta
2.
Penebalan saraf tepi yang
PB
MB
Jumlah 1 s/d 5
Jumlah >5
Hanya satu saraf
Lebih dari satu saraf
disertai dengan gangguan fungsi (gangguan fungsi
23
bisa berupa kurang/mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan) 3.
Sediaan apusan
BTA negatif
BTA positif
2.2.3 Etiologi Morbus Hansen
Penyebab penyakit kusta yaitu Mycobacterium leprae dimana untuk pertama kali ditemukan oleh G. H. Armeur Hansen pada tahun 1873. M. leprae hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (Schwan Cell) dan sel dari sistem retikulo endotelial. Waktu pembelahan sangat lama, yaitu 2-3 minggu. Di luar tubuh manusia (dalam kondisi tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai 9 hari. Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus adalah pada suhu 27-30oC (Depkes RI, 2007: 9). Kuman kusta ditemukan oleh G.A. Hansen pada tahun 1874 di Norwegia, yang sampai sekarang belun juga dapat dibiakkan dalam media artifisial.M. Leprae berbentuk basil tahan asam, dan alkohol serta grampositif (Kokasih, dkk dalam Djuanda, 2007:74). M. leprae secara morfologik, berbentuk pleomorf lurus, batang panjang, sisi paralel dengan kedua ujung bulat, ukuran 0,3-0,5 x 1-8 mikron. Pengamatan menggunakan mikroskop elektron, tampak, M. leprae mempunyai dinding yang terdiri dari 2 lapisan, yakni lapisan peptidoglikan padat
pada bagian dalam dan lapisan transparan
lipopolisakarida dan kompleks protein-lipopolisakarida pada bagian luar. Dinding polisakarida ini adalah suatu arabino-galaktan yang diesterifikasi oleh asam mikolik dengan ketebalan 20 nm. Tampaknya peptidoglikan ini mempunyai sifat spesifik pada M. lepra, yaitu adanya asam amino glisin, sedangkan pada bakteri lain mengandung alanin (Marwali Harahap, 2000: 261).
24
2.2.4 Manifestasi klinis Morbus Hansen
Tanda dan gejala penyakit lepra tergantung pada beberapa hal yaitu multiplikasi dan diseminasi kuman M. leprae, respon imun penderita terhadap kuman M. leprae serta komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer. 1. Pada tipe tuberculoid yaitu awitan dini berkembang dengan cepat, saraf yang terlibat terbatas (sesuai jumlah lesi), dan terjadi penebalan saraf yang menyebabkan gangguan motorik, sensorik dan otonom. 2. Pada tipe lepromatosa yaitu terjadi kerusakan saraf tersebar, perlahan tetapi progresif, beberapa tahun kemudian terjadi hipoestesi (bagian-bagian dingin pada tubuh), simetris pada tangan dan kaki yang disebutglove dan stocking anaesthesia terjadi penebalan saraf menyebabkan gangguan motorik, sensorik dan otonom dan ada keadaan akut apabila terjadi reaksi tipe 2. 3. Tipe borderline merupakan campuran dari kedua tipe (tipe tuberculoid dan tipe lepromatosa). Penetapan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama atau Cardinal sign, yaitu: 1. Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa Kelainan kulit/lesi dapat berbentuk bercak keputih-putihan (hypopigmentasi) atau kemerah-merahan (erithematous) yang mati rasa (anaesthesi). 2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa: a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (Parese) atau kelumpuhan (Paralise). c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak-retak.
25
3. Adanya bakteri tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (BTA positif). Apabila hanya ditemukan cardinal sign ke-2 perlu dirujuk kepada wasor atau ahli kusta, jika masih ragu orang tersebut dianggap sebagai kasus yang dicurigai/ suspek (Depkes RI, 2007: 37).
2.2.5 Patofisiologis Morbus Hansen
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal. Setelah M. Leprae masuk ke dalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon tubuh setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi. Penyakit berkembang ke arah tuberkuloid dan bila rendah, berkembang ke arah lepromatosa. M. Leprae berpredileksi di daerah-daerah yang relatif lebih dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasiyang sedikit. M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit. Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan. Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
26
Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.
2.2.6 WOC Morbus Hansen
Faktor risiko Kontak lama dengan penderita yang belum Kondisi ekonomi
Personal hygiene
mendapat pengobatan
rendah
buruk
MDT
Mycobacterium leprae masuk melalui saluran napas dan kontak kulit Berkembangbiak di dalam makrofag, otot, dan sel endotel pembuluh darah Kusta bereaksi di dalam tubuh
Peningkatan imunitas oleh Cell
Reaksi hipersensitivitas humoral
Mediated Immunologi (CMI) Reaksi tipe I
Reaksi tipe II
Reaksi Reversal
Reaksi Eritema Nodusum Leprosum (ENL)
Inflamasi pada kulit dan saraf Peningkatan sementara respon Lesi menjadi lebih banyak dan aktif dalam waktu singkat
27
imunitas oleh CD4+, TNF, dan IL-6 pada lesi
Kerusakan integritas kulit
Lesi berupa bercak putih
Tanda dan gejala Stigma
atau kemerahan
Isolasi Sosial
Penebalan saraf
Demam
Menggigil
Mual
Nyeri
Hipertermia
Hipotermia
Risiko Defisit
Nyeri akut
tepi Nutrisi Nyeri Kronis Kelumpuhan otot
Mati rasa
Kulit kering
Alopesia pada lesi
(anestesi)
Nyaman Gangguan Citra
Risiko cedera
Gangguan Rasa
Mata
Tangan
Kaki
Tubuh
g Risiko Jatuh
Risiko Infeksi
28
Gangguan
Defisit
Mobilitas Fisik
Perawatan Diri
Kaki dan tangan lama
Jari kaki dan tangan
tidak digunakan
menjadi bengkok
Atrofi
Kekakuan pada sendi
Gangguan Citra Tubuh
Gangguan Mobilitas Fisik
Risiko Harga Diri Rendah Kronis
Defisit Perawatan Diri
29
2.2.7 Penatalaksanaan Morbus Hansen
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insidens penyakit. Program multy drug therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan. Rejimen pengobatan MDT di indonesia sesuai rekomendasi WHO (1995) sebagai berikut : 1. Tipe B Jenis obat dan dosis untuk dewasa : a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas. b. DSS tablet 100 mg/hari diminum dirumah. c. Pengobatan 6 dosis diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis dinyatakan RFT (released from treatment = berhenti minum obat kusta) meskipun secara klinis lesinya masih aktif. Menurut WHO (1995) tidak lagi dinyatakan RFT tetapi menggunakan istilah completion of treatment cure dan pasien tidak lagi dalam pengawasan. 2. Tipe MB Jenis obat dan dosis : a. Rifampisin 600 mg/bulan diminum didepan petugas. b. Klofazimin 300 mg/bulan diminum didepan petugas dilanjutkan dengan klofazimin 50 g/hari diminum dirumah. c. DSS 100 mg/hari diminum dirumah. d. Pengobatan 24 dosis diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan. Sesudah selesai minum 24 dosis dinyatakan RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri positif. Menurut WHO (1998)
30
pengobatan MB diberikan untuk 12 dosis yang diselesaikan dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT.
2.2.8 Komplikasi Morbus Hansen Cacat merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada pasien kusta akibat kerusakan fungsi saraf tepi maupun karena neuritis sewaktu terjadi reaksi kusta.
2.2.9 Pemeriksaan Fisik Morbus Hansen 1. Inspeksi Inspeksi adalah suatu proses observasi yang dilaksanakan secara sistematik. Observasi dilaksanakan dengan menggunakan indra penglihatan, pendengaran, penciuman sebagai suatu alat untuk mengumpulkan data. Inspeksi dimulai pada saat berinteraksi dengan penderita dan dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih lanjut. Ruangan membutuhkan cahaya yang adekuat (terang) diperlukan agar petugas dapat membedakan warna dan bentuk tubuh. 2. Palpasi Pemeriksaan saraf tepi dan fungsinya dilakukan pada: n. auricularis magnus, n. ulnaris, n. radialis, n. medianus, n. peroneus, dan n. tibialis posterior. Hasil pemeriksaan yang perlu dicatat adalah pembesaran, konsistensi, penebalan, dan adanya nyeri tekan. Perhatikan raut muka pasien apakah ia kesakitan atau tidak saat saraf diraba. -
Saraf ulnaris
untuk memeriksa saraf ulnaris kiri, pegang lengan bawah kiri penderita dengan tangan kiri Anda; raba di bawah siku penderita dengan tangan kanan Anda. Anda akan menemukan saraf ulnaris di cekungan pada sisi median (dalam). Lakukan sebaliknya untuk memeriksa saraf ulnaris lengan kanan. -
Saraf medianus
untuk memeriksa saraf medianus, pegang pergelangan penderita dengan telapak tangannya menghadap ke atas; raba hati-hati di tengah-tengah pergelangan. Saraf medianus mungkin tidak teraba, tapi ada tidaknya nyeri tekan tetap dapat terdeteksi. -
Saraf peroneus 31
untuk meraba saraf peroneus kanan, minta penderita duduk di kursi dan kemudian Anda duduk atau berlutut di depannya. Gunakan tangan kiri Anda untuk meraba saraf di sisi luar betis sedikit di bawah lutut dan lekukan sekitar tulang di bawah lutut. Gunakan tangan kanan Anda untuk memeriksa saraf Peroneus kiri.
-
Fungsi sensorik
Dilakukan pemeriksaan fungsi saraf sensorik pada telapak tangan, daerah yang sisarafi oleh n.ulnaris dan medianus juga pada daerah telapak kaki untuk daerah yang disarafi oleh n.tibialis posterior. -
Fungsi motorik
N.fasialis dengan memeriksa kekuatan penutupan bola mata. N.ulnaris dengan memeriksa kekuatan m.abductor pollicis minimi. N.medianus, dengan memeriksa kekuatan m.abductor pollicis brevis. N.radialis, dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan tangan. N.peroneous, dengan memeriksa kekuatan fleksi dorsal pergelangan kaki baik pada arah eversi maupun inverse. N.tibialis posterior, dengan memeriksa kekuatan otot truceps surae, tibialis posterior, flexor hallucis longus dan flexor digitorum longus. -
Fungsi otonom
Fungsi Otonom diperiksa dengan memegang tangan atau kaki penderita untuk menilai kebasahan telapak tangan maupun kaki (fungsi kelenjar keringat). Pemeiksaan bersama dengan gerak Olah raga. 3. Tanda pasti ada kusta adalah : -
kulit dengan bercak putih atau kemerahan dengan mati rasa,
-
penebalan pada saraf tepi disertai kelainan fungsinya berupa mati rasa dan kelemahan pada otot tangan , kaki, dan mata, -
pada pemeriksaan kerokan kulit BTA positif. Klien dikatakan menderita kusta apabila ditemukan satu atau lebih dari Cardinal Signs Kusta, pada waktu pemeriksaan klinis.
-
32
2.2.10 Pemeriksaan Penunjang Morbus Hansen
1. Pemeriksaan Bakteriologis Ketentuan pengambilan sediaan adalah sebagai berikut:
Sediaan diambil dari kelainan kulit yang paling aktif.
Kulit muka sebaiknya dihindari karena alasan kosmetik kecuali tidak ditemukan lesi ditempat lain.
Pemeriksaan ulangan dilakukan pada lesi kulit yang sama dan bilaperlu ditambah dengan lesi kulit yang baru timbul.
Lokasi pengambilan sediaan apus untuk pemeriksaan mikobakterium leprae ialah:
-
Cuping telinga kiri atau kanan
-
Dua sampai empat lesi kulit yang aktif di tempat lain
Sediaan dari selaput lendir hidung sebaiknya dihindari karena: -
Tidak menyenangkan pasien.
-
Positif palsu karena ada mikrobakterium lain.
-
Tidak pernah ditemukan mikobakterium leprae pada selaput lendir hidung apabila sedian apus kulit negatif.
-
Pada pengobatan, pemeriksaan bakterioskopis selaput lendir hidung lebih dulu negatif dari pada sediaan kulit ditempat lain.
Indikasi pengambilan sediaan apus kulit : -
Semua orang yang dicurigai menderita kusta.
-
Semua pasien baru yang didiagnosis secara klinis sebagai pasien kusta.
-
Semua pasien kusta yang diduga kambuh (relaps) atau karena tersangka kuman resisten terhadap obat.
Semua pasien MB setiap 1 tahun sekali.
Pemerikaan bakteriologis dilakukan dengan pewarnaan tahan asam,yaitu ziehl neelsen atau kinyoun gabett.
Cara menghitung BTA dalam lapangan mikroskop ada 3 metode yaitu cara zig zag, huruf z, dan setengah atau seperempat lingkaran. Bentuk kuman yang mungkin ditemukan adalah bentuk utuh (solid), pecah-pecah (fragmented), granula (granulates), globus dan clumps.
33
2. Indeks Bakteri (IB): Merupakan ukuran semikuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan hapus.IB digunakan untuk menentukan tipe kusta dan mengevaluasi hasil pengobatan. Penilaian dilakukan menurut skala logaritma RIDLEYsebagai berikut :0 : Bila tidak ada BTA dalam 100 lapangan pandang1 : Bila 1-10 BTA dalam 100 lapangan pandang2 : Bila 1-10 BTA dalam 10 lapangan pandang3 : Bila 1-10 BTA dalam rata- rata 1 lapangan pandang4 : Bila 11-100 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang5 : Bila 101-1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang6 : Bila >1000 BTA dalam rata-rata 1 lapangan pandang. 3. Indeks Morfologi (IM) Merupakan persentase BTA bentuk utuh terhadap seluruh BTA. IMdigunakan untuk mengetahui daya penularan kuman, mengevaluasi hasil pengobatan, dan membantu menentukan resistensi terhadap obat.
34
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Asuhan Keperawatan Luka Bakar 3.1.1 Pengkajian
1. Biodata Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal MRS, data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar, agama dan pendidikan menentukan intervensi yang tepat dalam pendekatan. 2. Keluhan Utama Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru. 3. Riwayat Penyakit Sekarang Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyebab lamanya kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalani perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang). 4. Riwayat Penyakit Sebelumnya Riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalahgunaan obat dan alkohol. 5. Riwayat Penyakit Keluarga Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
35
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan. 6. Pola ADL Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah. Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri. 7. Riwayat Psiko Sosial Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang lama sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut. 8. Aktivitas / Istirahat Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus. 9. Sirkulasi Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua luka bakar). 10. Integritas Ego Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan. Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah. 11. Eliminasi Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik. 12. Makanan / Cairan 36
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah. 13. Neurosensori Gejala: area batas; kesemutan. Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf). 14. Nyeri / Kenyamanan Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak nyeri. 15. Pernafasan Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau stridor/mengii
(obstruksi
sehubungan
dengan
laringospasme,
oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi). 16. Keamanan Tanda: Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status syok. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal. 37
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus; lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72 jam setelah cedera. Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan luka
bakar
termal
sehubungan
dengan
pakaian
terbakar.
Adanya
fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik). 17. Pemeriksaan Fisik a. keadaan umum Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat cukup berat. b. TTV Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama. c. Pemeriksaan kepala dan leher 1. Kepala dan rambut Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar 2. Mata Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar 3. Hidung Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung yang rontok. 4. Mulut 38
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake cairan kurang 5. Telinga Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan serumen 6. Leher Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai kompensasi untuk mengatasi kekurangan cairan d. Pemeriksaan thorak / dada Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal, vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi e. Abdomen Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis. f. Urogenital Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakan tempat pertumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan kateter. g. Muskuloskletal Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri h. Pemeriksaan neurologi Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok neurogenik) i. Pemeriksaan kulit Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman luka).
39
Prinsip pengukuran prosentase luas luka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut : Bagian Tubuh
1 Tahun
2 Tahun
Dewasa
Kepala leher
18 %
14 %
9%
Ekstremitas atas (kanan dan kiri)
18 %
18 %
18 %
Badan depan
18 %
18 %
18 %
Badan belakang
18 %
18 %
18 %
Ekstremitas bawah (kanan dan kiri)
27 %
31 %
30 %
Genetalia
1%
1%
1%
Pengkajian kedalaman luka bakar dibagi menjadi 3 derajat (grade). Grade tersebut ditentukan berdasarkan pada keadaan luka, rasa nyeri yang dirasanya dan lamanya kesembuhan luka.
3.1.2 Diagnosa dan implementasi keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Agens cedera fisik 9mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan). Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association dor the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi. Domain 12. Kenyamanan, Kelas 1. Kenyamanan Fisik. Kode 00132. 2. Risiko infeksi berhubungan dengan Gangguan integritas kulit. Definisi : Rentan mengalami invasi atau multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan. Domain 11. Keamanan/Perlindungan, Kelas 1. Infeksi. Kode 00004. 3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
40
Definisi : Penurunan cairanintravaskular, interstisial, dan/atau interselular. Ini mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium. Domain 2. Nutrisi, Kelas 5. Hidrasi. Kode 00027 I.
Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan Agens cedera fisik (mis., abses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur bedah, trauma, olahraga berlebihan) NOC Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
NIC
Rasional
Pemberian analgesik (2210)
Pemberian analgesik (2210)
Menentukan lokasi,
Nyeri hampir selalu
keperawatan dalam waktu
karakteristik,
1x24 jam, diharapkan
kualitas
berkurangnya rasa nyeri
keparahan
pada klien dengan kriteria
sebelum mengobati
jaringan atau
hasil :
pasien
kerusakan tetapi
Memberikan
biasanya paling
mengontrol dan
kebutuhan
berat selama
mengatasi nyeri
kenyamanan
secara mandiri
aktivitas lain yang
a. Klien mampu
b. Status kenyamanan
dapat
klien baik
ada pada derajat dan
beratnya,
nyeri
keterlibatan
penggantian balutan
dan
membantu
relaksasi
dan debridement
untuk
penurunan nyeri
memfasilitasi Kontrol nyeri (1605)
Mengenali kapan
klien
penurunan nyeri
Membantu dalam
Berkolaborasi
Pemberian analgesikd apat
nyeri terjadi
dengan
(160502/4)
apakah obat dosis,
Menggunakan
rute pemberian, atau Manajemen nyeri (1400)
tindakan
perubahan
pengurangan (nyeri)
dibutuhkan,
tanpa analgesik
rekomendasi khusus
menimbulkan
(160504/4)
berdasarkan prinsip
samping bagi klien
Melaporkangejala
analgesik
yang tidak terkontrol
dokter
interval
nyeri pada klien
buat
Manajemen nyeri (1400) 41
menghilangkan rasa
Pemberian analgesik
Agar
klien
mengetahui
dapat efek
dapat
pada profesional
Memastikan
bagaimana
perawatan analgesik
memanajemen nyeri
Status kenyamanan : fisik
bagi
dengan baik
(2010)
dilakukan
kesehatan (160507/4)
dengan
klien
dapat
pemantauan
gejala (201001/4)
ketat
yang diderita secara
Mengajarkan
mandiri
Posisi yang nyaman
yang
Agar
Kontrol terhadap
mengatasi rasa nyeri
(201004/4)
prinsip-prinsip
Baju yang nyaman
manajemen nyeri
penurunan
Mendorong
nyeri
(201005/4)
pasien
pasien
Perawatan pribadi
untuk
memonitor
dan kebersihan
nyeri
dan
(201006/4)
menangani
Membantu rasa yang
dirasakan klien
nyeri
nya dengan tepat
Mendukung istirahat/tidur adekuat
yang untuk
membantu penurunan nyeri Diagnosa : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh NOC Tujuan: Setelah dilakukan tindakan
NIC
Rasional
Manajemen cairan (4120)
Memonitor
status
keperawatan dalam waktu
hidrasi
3x24 jam, diharapkan
membran
berkurangnya rasa nyeri
lembab, denyut nadi
pada klien dengan kriteria
adekuat,
dan
hasil :
tekanan
darah
Menunjukkan perbaikan
ortostatik)
keseimbangan cairan
dibuktikan oleh tanda-tanda vital stabil dan membran mukosa lembab
(misalnya,
Memonitor
Status hidrasi klien dalam
mukosa
normal
Melihat
kondisi
pasien terkini
Cairan pasien dapat
tanda-
dengan
baik
Menentukan
Memberikan cairan,
intervensi
dengan tepat
selanjutnya
42
keadaan
terpenuhi
tanda vital pasien
Manajemen cairan (4120)
yang
Berkonsultasi
akan
dengan dokter jika
kepada klien terkait
Suhu tubuh
tanda-tanda
cairan
(080101/5) normal
gejala
antara 36,5 – 37,5
volume
derajat celcius
menetap
Tingkat pernapasan
memburuk
Tanda-tanda vital (0802)
(080204/5) normal
Manajemen
12 -20 kali/menit
(4180)
Tekanan nadi
dan
kelebihan Manajemen
diberikan
hipovolemi
cairan (4180) atau
Peningkatan berat badan 15-20% pada
hipovolemi
72 jam pertama selama pergantian
Menimbang
cairan dapat
berat
(080209/5) normal
badan di waktu yang
diantisipasi untuk
60 – 100 kali/menit
sama
(misalnya.,
mengembalikan
Integritas jaringan : Kulit &
setelah BAK/BAB,
keberat sebelum
Membran Mukosa (1101)
sebelum
sarapan)
terbakar kira-kira 10
memonitor
hari setelah terbakar
Elastisitas
dan
(110103/4)
kecenderungan
Hidrasi (110104/4)
(arah gejala))
Perfusi jaringan
Memonitor
Mengurangi atau menghilangkan sumber-sumber
adanya
(110111/4)
sumber-sumber
yang dapat menjadi
Integritas kulit
kehilangan
penyebab hilangnya
(110113/4)
(misalnya.,
cairan
cairan pasien
perdarahan, muntah,
Cairan pasien
diare, keringat yang
terpenuhi dengan
berlebihan,
baik
dan
takipnea)
Memonitor
asupan
Kebutuhan cairan pasien tergantung
dan pengeluaran
pada area tubuh
Menghitung
yang terbakar
kebutuhan
cairan
didasarkan
pada
area
permukaan
Agar pasien dan/atau keluarga dapat mengatasi
tubuh dan ukuran
hipovolemia secara
tubuh
mandiri
43
(terbakar),
dengan tepat
Mengintruksikan pada pasien dan/atau keluarga
tindakan-
tindakan
yang
dilakukan
untuk
mengatasi hipovolemia
3.2. Asuhan Keperawatan Morbus Hansen 3.1.1 Pengkajian
A. Identitas klien Penyakit kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak (10-12 tahun)lebih rentan dari pada orang dewasa, sedangkan frekuensi tertinggi yaitu pada kelompok dewasa (umur 25-35 tahun), dan biasanya terjadi pada keluarga dengan status social ekonomi rendah. B. Keluhan utama Klien biasanya mengeluh ada bercak merah pada kulit tangan, kaki, atau seluruh tubuh dan wajah yang kadang disertai dengan tangan dan kaki kaku serta bengkak, kadang juga disertai nyeri atau mati rasa ditambah lagi dengan suhu tubuh meningkat. C. Riwayat penyakit sekarang Adanya keluhan kaku pada jari-jari tangan dan kaki, nyeri pada pergelangan tangan, tangan dan kaki bengkak disertai dengan suhu tubuh meningkat. Biasanya klien dengan penyakit ini tidak dapat mengeluarkan keringat atau mati rasa D. Riwayat penyakit dahulu Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit misalnya penyakit panu, kurab dan perawatan kulit yang tidak terjaga dengan kata lain personal higine klien kurang baik. E. Riwayat penyakit keluarga
44
Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang disebabkan oleh kuman kusta ( mikobakterium leprae) yang masa inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular F. Riwayat psikososial Klien yang menderita morbus hansen akan malu karena sebagian besar masyarakat akan beranggapan bahwa penyakit ini merupakan penyakit kutukan, sehingga klien akan menutup diri dan menarik diri, sehingga klien mengalami gangguan jiwa pada konsep diri karena penurunan fungsi tubuh dan komplikasi yang diderita G. Riwayat social ekonomi Biasanya klien yang menderita penyakit ini kebanyakan dari golonganmenengah kebawah terutam apada daerah yang lingkungannya kumuh dan sanitasi yang kurang baik H. Pola aktifitas sehari-hari Aktifitas sehari-hari terganggu karena adanya kelemahan pada tangan dan kaki maupun kelumpuhan. Klien mengalami ketergantungan pada orang lain dalam perawatan diri karena kondisinya yang tidak memungkinkan. I. Pemeriksaan fisik
System pengelihatan Adanya gangguan fungsi saraf tepi sensorik, kornea mata anastesi sehingga reflek kedip berkurang jika terjadi infeksi mengakibatkan kebutaan, dan saraf tepi motorik terjadi kelemahan mata akan lagophthalmos jika ada infeksi akan buta. Pada morbus hansen tipe II reaksi berat, jika terjadi peradangan pada organ-organ tubuh akan mengakibatkan irigocyclitis. Sedangkan pause basiler jika ada bercak pada alis mata maka alis mata akan rontok
System pernapasan Klien dengan morbus hansen hidungnya seperti pelana dan terdapat gangguan pada tenggorokan.
System persyarafan Kerusakan Fungsi Sensorik Kelainan fungsi sensorik ini menyebabkan terjadinya kurang/ mati rasa.
45
Alibat kurang/ mati rasa pada telapak tangan dan kaki dapat terjadi luka, sedang pada kornea mata mengkibatkan kurang/ hilangnya reflek kedip. Kerusakan fungsi motorik Kekuatan otot tangan dan kaki dapat menjadi lemah/ lumpuh dan lamalama ototnya mengecil (atropi) karena tidak dipergunakan. Jari-jari tangan dan kaki menjadi bengkok dan akhirnya dapat terjadi kekakuan pada sendi (kontraktur), bila terjadi pada mata akan mengakibatkan mata tidak dapat dirapatkan (lagophthalmos). Kerusakan fungsi otonom Terjadi gangguan pada kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit menjadi kering, menebal, mengeras dan akhirnya dapat pecah-pecah.
System musculoskeletal Adanya gangguan fungsi saraf tepi motorik adanya kelemahan atau kelumpuhan otot tangan dan kaki, jika dibiarkan akan atropi.
System integument Terdapat kelainan berupa hipopigmentasi (seperti panu), bercak eritem (kemerah-merahan), infiltrat (penebalan kulit), nodul (benjolan). Jika ada kerusakan fungsi otonom terjadi gangguan kelenjar keringat, kelenjar minyak dan gangguan sirkulasi darah sehingga kulit kering, tebal, mengeras dan pecah-pecah. Rambut: sering didapati kerontokan jika terdapat bercak.
J. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan bakteriologi BTA positif, serta pemeriksaan tanda-tanda vital sangat penting .
3.1.2 Diagnosa dan implementasi keperawatan
1. Diagnosa keperawatan a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan lesi dan proses inflamasi b. Nyeri kronis berhubungan dengan proses inflamasi jaringan c. Harga diri rendah kronik 46
2. Intervensi NO. 1.
DIAGNOSA
NOC
NIC
Kerusakan integritas
Tujuan :
Kontrol infeksi
kulit berhubungan
Setelah dilakukan tindakan
Memastikan teknik
dengan lesi dan proses
keperawatan dalam waktu
perawatan luka sudah tepat
inflamasi
5x24 jam diharapkan klien
R: supaya integritas kulit
dapat mencapai kriteria
klien kembali membaik
Domain 11, kelas 2
hasil :
dan tidak menular kepada
00046
Integritas Jaringan :
orang lain
Kulit dan membran
Meningkatkan intake
mukosa(1101)
nutrisi klien dengan tepat
Definisi Kerusakan pada
a. Tekstur kulit
R: supaya klien tidak
epidermis dan/atau
perlahan kembali
mengalami kesulitan
sendirian
normal
imobilitas
b. Integritas kulit
Mendorong klien untuk
perlahan kembali
beristirahat
normal
R: untuk memulihkan
c. Lesi pada kulit
kesehatan dan
perlahan
meningkatkan daya tahan
menghilang
tubuh klien
d. Tidak ada
Peningkatan latihan
penambahan
Mendukung individu untuk
penebalan kulit
memulai atau melanjutkan
Konsekuensi Imobilitas:
latihan
Fisiologi (0204)
R: supaya klien terhindar
a. Status nutrisi klien
dari kelemahan otot dan
baik dan tidak
sendi
terganggu
Melakukan latihan bersama
b. Kekuatan otot klien membaik c. Pergerakan sendi tidak terganggu Perfusi jaringan : Perifer 47
individu jika diperlukan R: supaya klien melakukan latihan dengan benar dan terpandu Memonitor kepatuhan
individu terhadap program
(0407) a. Edema perifer klien
latihan
membaik atau tidak
R: supaya perawat
memburuk
mengetahui prognosis dari
b. Klien mulai bisa
latihan klien
merasakan pada
Pemberian: obat kulit
daerah yang
Mencatat riwayat medis
terkena morbus
dan riwayat alergi klien
Hansen/ tingkat
R: supaya tidak terjadi
mati rasa berkurang
alergi yang dapat
c. Tidak terjadi kerusakan kulit
memperparah kondisi klien Memberikan agen topical sesuai yang diresepkan R: agar perfusi jaringan perifer klien kembali membaik Memonitor adanya efek samping local dan sistemik dari pengobatan R: agar dapat segera ditangani dan dicari alternative pengobatan lain
2.
Nyeri kronis
Tujuan :
Hipnosis
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan
Menentukan tujuan
proses inflamasi
keperawatan dalam waktu
hypnosis bersama klien
jaringan
2x24 jam diharapkan klien
R: supaya klien
dapat mencapai kriteria
mengetahui tujuan dari
Domain 12, kelas 1
hasil :
hypnosis bagi kesembuhan
00133
Nyeri: Respon Psikologis
penyakitnya
Tambahan (1306)
Memberikan sugesti sedikit
Definisi
a. Klien tidak lagi
dengan cara asertif
Pengalaman sensorik
merasa khawatir
R: untuk mengurangi rasa
dan emosional tidak
ditinggalkan oleh
cemas dan khawatir
48
menyenangkan dengan
orang-orang
terhadap penyakitnya
kerusakan jaringan
terdekatnya
Membantu klien untuk
actual atau potensial,
b. Klien tidak merasa
mengidentifikasi teknik
atau digambarkan
cemas karena
hypnosis yang sesuai
sebagai suatu kerusakan;
penyakitnya
R: supaya klien merasa
awitan yang tiba-tiba
c. Klien tidak merasa
nyaman dan dapat
atau lambat dengan
terisolasi karena
mengurangi respon
intensitas dari ringan
penyakitnya
psikologis
hingga berat, terjadi konstan atau berulang
Kontrol nyeri(1605) a. Klien dapat
Fasilitasi meditasi Menyiapkan lingkungan
tanpa akhir yang dapat
mengenali kapan
yang tenang
diantisipasi atau
terjadinya nyeri
R: supaya klien dapat
diprediksi dan
b. Klien dapat
mengontrol nyeri dengan
berlangsung lebih dari 3
melakukan
baik
bulan
tindakan
Menganjurkan pasien
pencegahan nyeri
untuk merilekskan semua
c. Klien dapat
otot dan tetap santai
mengenali faktor
R: untuk mengurangi
penyebab
kecemasan dan ketakutan
timbulnya nyeri
klien serta dapat
Status kenyamanan:
berdampak pada
fisik(2010)
pengurangan nyeri
a. Klien sejahtera
Menginformasikan pasien
secara fisik
untuk mengabaikan pikiran
b. Kepatenan jalan
yang mengganggu
napas klien tidak
R: supaya pasien dapat
terganggu
tenang dan memiliki
c. Klien terhindar dari
respon psikologis yang
perasaan sulit
baik
bernafas
Manajemen lingkungan : kenyamanan Menciptakan lingkungan yang tenang dan
49
mendukung R: supaya klien nyaman dan dapat mempercepat proses penyembuhan Menyediakan lingkungan yang aman dan bersih R: supaya tidak terjadi infeksi yang dapat memperparah kondisi klien Menghindari paparan dan aliran udara yang tidak perlu, terlalu panas, maupun terlalu dingin R: agar tidak terjadi gangguan pada system pernapasan klien 3.
Harga diri rendah kronik
Tujuan :
Peningkatan harga diri
Setelah dilakukan tindakan
Memonitor pernyataan
Domain 6, kelas 2
keperawatan dalam waktu
pasien mengenai harga diri
00119
5x24 jam diharapkan klien
R: agar perawat dapat
dapat mencapai kriteria
mengetahui jika klien
Definisi
hasil :
sudah menerima dirinya
Evaluasi diri/perasaan
Harga diri (1205)
Membantu pasien untuk
negative tentang diri
a. Klien menerima
mengatasi bullying atau
sendiri atau kemampuan
dirinya dengan
ejekan
diri yang berlangsung
verbalisasi
R: untuk meningkatkan
lama.
b. Klien menerima
koping klien dan terhindar
keterbatasan yang
dari respon psikologis yang
diderita
negatif
c. Klien dapat
Mendukung pasien untuk
berkomunikasi
menerima tantangan baru
secara terbuka
R: klien dapat menjalani
tentang
perubahan di hidupnya,
50
penyakitnya d. Kepercayaan diri klien membaik Tingkat depresi (1208) a. Klien tidak merasa depresi/ berkurang
baik dalam pekerjaan, gaya hidup, dan sebagainya Memfasilitasi lingkungan dan aktivitas yang akan meningkatkan harga diri R: untuk meningkatkan
b. Klien tidak
rasa kepercayaan diri
kehilangan
Peningkatan koping
minatnya dalam
Membantu pasien dalam
beraktivitas sehari-
menyelesaikan masalah
hari
dengan cara yang
c. Konsentrasi klien
konstruktif
tidak terganggu
R: supaya klien dapat
d. Klien tidak merasa
beradaptasi terhadap
sedih yang
disabilitas fisiknya
berlebihan
Mendukung kemampuan
e. Klien tidak merasa putus asa f. Klien tidak merasa
dalam penerimaan keterbatasan R: supaya klien memiliki
harga dirinya
semangat hidup dan dapat
sangat rendah
menerima keterbatasanyya
Adaptasi terhadap
Mendukung pasien untuk
disabilitas fisik
mengidentifikasi kekuatan
a. Klien dapat
dan kemampun diri
menyampaikan
R: supaya klien dapat
secara lisan
memodifikasi gaya hidup
kemampuan untuk
untuk mengakomodasi
menyesuaikan
disabilitas
terhadap disabilitas
Konseling
b. Klien dapat
Membangun hubungan
beradaptasi
yang terapeutik yang
terhadap
didasarkan pada rasa saling
keterebatasan
percaya dan saling
51
secara fungsional c. Klien dapat
menghormati R: supaya klien percaya
memodifikasi gaya
terhadap apa yang perawat
hidup untuk
katakan dan lakukan
mengakomodasi
Membantu pasien untuk
disabilitas
mengidentifikasi masalah
d. Klien dapat
atau situasi yang
menerima
menyebabkan stress
kebutuhan akan
R: supaya klien dapat
bantuan fisik
menangani masalah secara individu dan terhindar dari stres Membantu pasien untuk membuat daftar dan memprioritaskan kemungkinan alternative penyelesaian masalah R: supaya klien dapat menjalani hidupnya dengan baik
52
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Luka bakar adalah hal yang umum, namun merupakan bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah. Luka bakar adalah kerusakan atau keghilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka Bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae. Kusta dibagi dalam 2 bentuk, yaitu kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)- kusta bentuk basah (tipe lepromatosa) Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat
obligat intraseluller,menyerang saraf perifer,kulit,dan organ
lain,seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, sumsum tulang, kecuali susunan saraf pusat. Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa. Dalam memeberikan asuhan keperawatan pada klien kusta yang perlu dilakukan adalah malakukan pengkajian, pemeriksaan fisik, manentukan diagnosa keperawatan,kemudian memberikan tindakan perawatan yang komprehensip.
4.2 Saran
Agar pembaca memahami dan mengerti tentang Luka bakar, tingkat luka bakar, tindakan pada luka bakar agar dapat bermanfaat serta berguna bagi pembaca dan masyarakat umum. Untuk
menanggulangi
penyebaran
penyakit
kusta,
hendaknya
pemerintah
mengadakan suatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan matarantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lainuntuk menurunkan 53
insiden penyakit. Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang,cara menghindari,mencegah,dan mengetahui gejala dini pada kusta untuk mempermudah pengobatanya.
54
DAFTAR PUSTAKA
Bab,
I.,
Medik,
K.,
&
Definisi,
A.
B.
Etiologi.
Http://Docshare01.Docshare.Tips/Files/24381/243814835.Pdf
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochteran, J. M., & Wagner, C. (2013). Nursing Intervention Classification (Nic) 6th Edition. Oxford: Mosby Elsevier.
Ginting, E. P. (2014). Nyeri Neuropatik Berkorelasi Dengan Terganggunya Kualitas Hidup Penderita Morbus Hansen(Doctoral Dissertation, Tesis). Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nanda International Nursing Diagnoses Definitions And Classifications 10th Edition. Oxford: Wiley Blackwell.
Instruksional, P. D., Pangaribuan, I. N., Letak, T., & Suwarno, N. Hak Cipta© Dan Hak Penerbitan Dilindungi Undang-Undang. Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes Classifications (Noc) 5th Edition. Oxford: Mosby Elsevier.
Purwanto, Hadi.(2016).Keperawatan Medikal Bedah Ii.Jakarta Selatan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Wijayanti, S. A., & Husada, S. T. I. K. K. Terapi Latihan Pasif Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Tn. D Dengan Luka Bakar Derajat Ii Di Ruang Hcu Bedah Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
Yovita, S. (2012). Penanganan Luka Bakar. Artikel: Http://Www1-Media. Acehprov. Go. Id/Uploads/Penanganan_Luka_Bakar.
Pdf
Diunduh
Pada, 1.
Https://S3.Amazonaws.Com/Academia.Edu.Documents/43211249/Penanganan_Luka_Bakar. Pdf?Awsaccesskeyid=Akiaiwowyygz2y53ul3a&Expires=1524390874&Signature=Lpfnny1v ncmpkwbjaaogke5m%2bxw%3d&Response-ContentDisposition=Inline%3b%20filename%3dpenanganan_Luka_Bakar.Pdf
55