PELUKAN TERAKHIR Di ujung sebuah jalan terlihat seorang gadis sedang berjalan terseok-seok. Terik matahari tak dihiraukannya. Kakinya yang cacat tidak membuat dia putus asa dan menyerah.Di baju putih abu-abu samar-samar terlihat sebuah papan nama bertuliskan Neisya. Dia berhenti di sebuah toko kain. Tak berapa lama dia keluar dengan membawa sebuah kantong plastik hitam. Neisya berhenti di depan sebuah rumah mewah bercat putih. Dia membuka gerbang itu. Sesampai di dalam rumah, tak ada yang menyapanya padahal siang itu mama dan papanya berada di ruang tamu. Neisya masuk ke dalam kamar. Dia membuka album kenangan. Di sana nampak kedua orang tuanya dan kakaknya sangat menyayanginya. Tapi pelukan dan dekapan kasih sayang itu tak bisa lagi dirasdakannya sejak kecelakaan setahun yang lalu dan mengakibatkan kehidupannya berubah total. Dulu Neisya adalah anak gadis yang selalu dibanggakan di keluarga Aristha kini hanya menjadi seorang gadis yang tak berdaya tanpa kasih sayang kedua orang tuanya. Tak terasa dua bulir air hangat jatuh membasahi pipinya. Matahari yang masuk melalui celah-celah ventilasi kamarnya membuat Neisya terbangun. Tangan mungilnya meraih sebuah handphone di atas meja di samping tempat tidurnya. Neisya menelfon Rangga. Rangga adalah kakak Neisya yang selalu setia mendengarkan semua keluh kesahnya. Neisya nampak bersemangat setelah berbicara dengan kakaknya.Tiap pagi hal pertama yang dilakukannya adalah menelfon kakaknya yang berada di luar kota untuk menyelesaikan kuliahnya. Neisya duduk merenung di teras rumah memandang bulan dan bintang yang begitu indah. Aangin malam tak kuasa mendinginkan tubuhnya yang hanya berbalut baju tipis. Neisya tersentak dari lamunan ketika klakson mobil milik ayahnya berbunyi. Neisya bangkit dari duduk. “Pa, Ma,” sapa Neisya sambil mengulurkan tangan Seperti biasa papa dan mamanya mengacuhkan Neisya. Betapa sakitnya hati Neisya. Neisya melihat orang tuanya dengan linangan air mata sambil bergumam”Pa, Ma apa salah Neisya? Neisya sayang mama dan papa.” Neisya mengusap air matanya yang mengucur deras. Seperti biasa, tiap sore Neisya selalu melanjutkan membuat sapu tangan untuk hadiah ulang tahun mamanya. Di sapu tangan itu terlihat gambar peri kecil yang merasakan sepi tiada berujung. Itulah gambaran dirinya. Entah sampai kapan Neisya bisa bertahan hidup tanpa kasih sayang orang tuanya. Neisya sangat merindukan dekapan orang tuanya. Neisya bukanlah seorang gadis yang kuat. Neisya hanyalah manusia yang lemah dan rapuh tanpa belaian orang tuanya. Neisya merebahkan tubuh mungilnya di atas ranjang tempat tidurnya. Belaian lembut sebuah tangan membuat Neisya terbangun. Neisya kemudian memeluk sosok seorang pria yang cukup ganteng di hadapannya. “Pagi peri kecil!!!”sapa seorang pria itu. “Pagi juga malaikat. Kak, aku kangen sama kakak,”ucap Neisya sambil melepas pelukan Rangga. “Nei, besok mama kan ulang tahun, kamu mau ngasih apa buat mama?”kata Rangga sambil mengacak-acak rambut adiknya. “Neisya mau ngasih ini buat mama. Tapi aku yakin mama tidak akan sudi menerima kado dari seorang gadis cacat sepertiku,”air mata Neisya kembali membasahi pipinya. “Dik, kamu tidak boleh ngomong seperti itu. Mama dan papa sayang sama Neisya.” “Sayang?Kak, kalau mama dan papa sayang sama Neisya mana buktinya Saat Neisya sakit, mereka tidak pernah merawat Neisya. Ketika Neisya mau berangkat sekolah, mereka tidak pernah mencium keningku seperti dulu. Saat Neisya kenaikan kelas mereka tidak mau mengambil rapor Neisya. Saat Neisya ingin makan bersama mereka selalu meninggalkanku makan sendirian.Apa itu yang dikatakan sayang?” ucap Neisya dengan linangan air mata.
Rangga ikut merasakan kesedihan adiknya. Rangga membenarkan semua ucapan Neisya. Rangga memeluk erat adiknya. Rangga menyadari selama setahun terakhir ini kasih sayang orang tuanya hanya untuk dirinya. Hari yang dinantikanpun tiba. Begitu meriahnya acara ulang tahun mamanya. Neisya mengenakan gaun putih. Cantik sekali seperti peri mungil yang baru turun dari khayangan. Neisya keluar kamar dengan membawa sebuah bingkisan kecil yang tertata rapi. Neisya mencari mamanya di kerumunan banyak orang. Neisya menemukan sosok yang dicarinya. “Ma, selamat ulang tahun. Ini buat mama,”kata Neisya dengan penuh senyuman. “Aku bukan mamamu. Anakku Neisya telah mati setahun yang lalu. Kamu hanyalah manusia yang tak dianggap di rumah ini. Dan kamu benalu di rumah ini,”bentak mamanya sambil melempar bingkisan itu tepat di muka Neisya. “Ma, ini Neisya anak kandung mama, ucap Neisya lirih. Mamanya meninggalkan Neisya yang jatuh tersungkur. Papanya yang berada di depannyapun meninggalkan Neisya. Orang-orang memandang heran dengan sikap orang tua Neisya. Rangga berlari menghampiri Neisya dan membantunya berdiri. Rangga menuntun Neisya ke kebun belakang. Neisya menyandarkan kepalanya di bahu kakak tercinta. Di dalam kamar yang disinari lampu kecil menambah luka dihatinya. Tiba-tiba dia merasakan sakit kepala yang tidak seperti biasa. Dia merasakan semuanya gelap. Neisya jatuh tersungkur dan pingsan. Beberapa menit kemudian, Rangga mengetuk pintu kamar adiknya. Karena tidak ada jawaban, Rangga langsung membuka pintu dan ia melihat adiknya tergeletak tak berdaya disamping ranjang tidurnya. Setelah melihat itu, Rangga membawa adiknya ke rumah sakit. Setelah menunggu beberapa jam dengan perasaan khawatir, dokter memberi tahu kepada Rangga tentang penyakit yang diderita adiknya. Ternyata Neisya menderita kanker otak stadium empat. Rangga terkejut dengan perkataan dokter. Tapi Rangga tidak akan memberi tahu hal itu kepada adiknya karena akan menambah derita adiknya. Empat hari Neisya dirawat di sebuah kamar yang serba putih, membuat Neisya bosan. Saat terbangun Neisya berkata pelan, “ Kak, kapan aku pulang? Neisya kangen sama mama dan papa.” Rangga menjawab, “ ya peri kecil sebentar lagi kamu pulang.” Setelah konsultasi dengan dokter akhirnya Neisya diijinkan pulang tapi dia harus beristirahat yang cukup. Empat hari di rumah sakit dilalui Neisya dengan tangisan. Neisya seperti tidak mempunyai orang tua karena mama dan papanya tidak pernah ada disampingnya. Hanya kasih sayang kakaknya yang bisa membuat dia bertahan hidup. Neisya memandang wajahnya di cermin. Neisya menyadari semakin hari wajahnya semakin layu. Neisya berjalan keluar kamar. Ia iri melihat kakaknya bisa tertawa bersama orang tuanya. Neisya memberanikan diri mendekati orang tuanya. Ketika Neisya hendak mendekat, orang tuanya berdiri dan menyenggol bahu Neisya. Neisya hanya bisa menangis menghadapi sikap orang tuanya. Rangga menghapus air mata adiknya dan memeluknya erat-erat. 14 Februari adalah hari kasih sayang sekaligus hari kelahirannya. Namun Neisya merasakan hampa. Neisya pergi ke kebun belakang sambil membawa kotak musik. Namun langkahnya terhenti di depan kamar orang tuanya. Neisya mendengar percakapan tentang orang tuanya dan kakaknya. “ Ma, Pa Rangga mohon sekali ini saja papa dan mama membantu Rangga.” “ Membantu apa Rangga?”Tanya mamanya “ Apa mama dan papa tidak ingat hari ini adalah hari ulang tahun Neisya. Selama ini Neisya tidak pernah minta apa-apa sama mama dan papa. Neisya hanya minta disayangi seperti dulu,’jawab Rangga “ Tapi Neisya telah mati. Gadis cacat di rumah kita itu bukan Neisya,’ujar papanya “ Kenapa sih kalian tidak mau mengakui Neisya sebagai anak kandung mama dan papa?Padahal dulu Neisya adalah anak yang dibanggakan di rumah ini. Apa hanya karena Neisya cacat hubungan antara orang tua dan anaknya itu pudar. Kalau disuruh milih pasti kecelakaan itu tak pernah terjadi.” Orang tua Neisya diam seribu bahasa. Mereka membenarkan perkataan Rangga. “ Dan satu hal lagi yang harus kalian tahu. Saat ini Neiya hanya menunggu waktu.’
“ Apa maksud kamu rangga?’’mamanya nampak khawatir dengan perkataan rangga “ Neisya sakit. Neisya menderita kanker otak.” “ Apa??”teriak mama dan papanya bersamaan. Neisya shok mendengar semua berita itu. Tiba-tiba pandangannya kabur dan seketika itu juga dia pingsan dan kotak musik di tangannya terjatuh. Hal itu membuat orang yang berada di dalam kamar terkejut. Mama Neisya berlari keluar kamar dan naluri keibuannya muncul. Dia mendekap Neisya. Mata neisya terbuka. Neisya tersenyum melihat kedua orang tuanya dan kakaknya berada di sampingnya. “Ma, Pa, Kak! Nei, sayang sama kalian. Tapi Nei sudah tidak kuat lagi. Nei lelah Ma,’ujar Neisya lirih “Mama dan papa minta maaf sayang,’’kata mama Neisya dengan linangan air mata. “ Peluk Neisya Ma,Pa!!” Mama dan papanya langsung memeluk neisya. Rangga bahagia melihat semua itu. Setelah beberapa menit, tiba-tiba tangan Neisya terkulai lemah.Mereka baru menyadari Neisya telah menghembuskan nafas terakhir. Orang tua Neisya hanya bisa menangis menyesali semua sikapnya selama ini terhadap Neisya. Tapi Neisya pasti bahagia dia bisa kembali merasakan dekapan kasih sayang orang tuanya. Selamat jalan Neisya…….
Karya : Suparmi (X-I)