Cephal Hematoma Pada Neonatus.pdf

  • Uploaded by: maria natalia
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cephal Hematoma Pada Neonatus.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,091
  • Pages: 22
PORTOFOLIO CEPHAL HEMATOMA PADA NEONATUS Diajukan guna melengkapi sebagian persyaratan Dokter Internship

Presentan : dr. Maria Natalia Putri

Pendamping : dr. Andari Retnowati

Pembimbing: dr. Tikto Wahyono, Sp A, M.Biomed

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOLOPO KAB. MADIUN 2018

No. ID dan Nama Peserta:

dr. Maria Natalia Putri

Tempat Presentasi

RSUD Dolopo, Kab. Madiun

Topik :

Cephal Hematoma pada Neonatus

Tanggal Kasus :

12 Januari 2018

Nama Pasien :

By. N

Nomor RM :

77490

Tanggal Presentasi :

2018

Pendamping :

dr. Andari Retnowati

Tempat Presentasi :

RSUD Dolopo, Kab. Madiun

Objektif Presentasi : 

Keilmuan



Keterampilan



Penyegaran



Tinjauan Pustaka



Diagnostik



Manajemen



Masalah



Istimewa

 Neonatus Deskripsi :



 Anak

Bayi

 Remaja

 Dewasa



Lansia

 Bumil

Bayi laki-laki, usia 3 minggu, datang ke Poli anak RSUD Dolopo diantar orang tuanya dengan keluhan didapatkan benjolan di kepala kanan belakang ukuran kurang lebih 5cm x 6 cm. Benjolan dirasakan sejak lahir. Ukuran benjolan awalnya kecil kurang lebih seukuran telur ayam kampung, kemudian dirasakan semakin lama semakin membesar. Benjolan tidak membesar ketika bayi menangis. Tidak didapatkan riwayat demam ataupun kejang sebelumnya. Riwayat persalinan normal (persalinan spontan) di bidan desa. Usia kehamilan cukup bulan dan tidak ada penyulit selama proses persalinan. Berat badan Lahir 3800 gram

Tujuan :

Mengidentifikasi faktor resiko, perjalanan penyakit, gejala, diagnosis dan tata laksana dari Cephal Hematoma dan penyulitnya

Bahan

 Tinjauan Pustaka



Riset



Kasus



Audit



Email



Pos

Bahasan : Cara

 Diskusi



Presentasi dan Diskusi

Membahas :

Data Pasien

Nama :

By N

Nama Klinik : RSUD Dolopo, Kab. Madiun

No. Reg: Telp :

77490 Terdaftar sejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :

1

1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Bayi laki-laki, usia 3 minggu, datang ke Poli anak RSUD Dolopo diantar orang tuanya dengan keluhan didapatkan benjolan di kepala kanan belakang ukuran kurang lebih 5cm x 6 cm. Benjolan dirasakan sejak lahir. Ukuran benjolan awalnya kecil kurang lebih seukuran telur ayam kampung, kemudian dirasakan semakin lama semakin membesar. Benjolan tidak membesar ketika bayi menangis. Tidak didapatkan riwayat demam ataupun kejang sebelumnya. Riwayat persalinan normal (persalinan spontan) di bidan desa. Usia kehamilan cukup bulan dan tidak ada penyulit selama proses persalinan. Berat badan Lahir 3800 gram 2. Riwayat Pengobatan : Pasien berobat ke PKM Kare, namun kemudian dirujuk ke poli anak RSUD Dolopo 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Berat badan lahir 3800 gram, persalinan normal. 4. Riwayat keluarga : Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien. 5. Riwayat Lingkungan/Sosial : Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien 6. Riwayat Alergi : Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik obat maupun makanan.

Hasil Pembelajaran : 1. Definisi cephal hematoma pada neonatus 2. Patogenesis terjadinya cephal hematoma pada neonatus 3. Diagnosis cephal hematoma pada neonatus a. Manifestasi Klinik dan Perjalanan Penyakit b. Pemeriksaan Penunjang 4. Komplikasi cephal hematoma pada neonatus 5. Penatalaksanaan cephal hematoma pada neonatus

2

RANGKUMAN PEMBELAJARAN PORTOFOLIO Subjektif: 

Bayi laki-laki, usia 3 minggu, datang ke Poli anak RSUD Dolopo diantar orang tuanya dengan keluhan didapatkan benjolan di kepala kanan belakang ukuran kurang lebih 5cm x 6 cm. Benjolan dirasakan sejak lahir. Ukuran benjolan awalnya kecil kurang lebih seukuran telur ayam kampung, kemudian dirasakan semakin lama semakin membesar. Benjolan tidak membesar ketika bayi menangis. Tidak didapatkan riwayat demam ataupun kejang sebelumnya. Riwayat persalinan normal (persalinan spontan) di bidan desa. Usia kehamilan cukup bulan dan tidak ada penyulit selama proses persalinan. Berat badan Lahir 3800 gram



Sebelum ini pasien tidak pernah mengalami sakit serupa



Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien.



Saat pasien dibawa ke poli anak RSUD Dolopo, pasien segera disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa USG kepala

Objektif Keadaan Umum : Tampak rewel, Nafas spontan adekuat, tampak sesak (-) Kesadaran

: Compos Mentis

Nadi

: 109x/ menit, reguler kuat

Nafas

: 30x/ menit

Suhu

: 37,1º C

Berat Badan

: 4200 gram

Kepala-Leher  Kepala 

Ukuran

: Didapatkan benjolan dengan konsistensi kistik pada regio parietal kanan dengan ukuran 5cm x 6 cm



Rambut

: tekstur tipis, warna hitam, mudah dicabut (-)



Mata

: air mata (+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), palpebra edema (-), mata cowong (-), perdarahan subkonjungtiva -/-, strabismus -/-, reflek cahaya +/+, pupil bulat isokor 3mm/3mm



Telinga

: bentuk normal, posisi normal, sekret (-), tumor (-)



Hidung

: sekret (-), pernafasan cuping hidung (-), perdarahan (-), hiperemi (-), septum nasi simetri

3



Mulut

: mukosa mulut basah (+), mukosa sianosis (-), gigi caries (-), lidah: atrofi (-), vasikulasi (-), gusi normal, faring hiperemi (-), pembesaran tonsil (-)

 Leher 

bentuk simetri



pembesaran kelenjar leher (-)



tumor (-)

Toraks : -

Inspeksi: bentuk dada dan gerakan nafas simetris, retraksi (-), deformitas (-), jaringan parut (-), areola sedikit menonjol

-

-

Jantung: o

inspeksi  ictus cordis tidak terlihat

o

palpasi  ictus cordis teraba di midclavicular line V sinistra

o

auskultasibunyi jantung S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru:  inspeksi  gerak nafas simetris pada kedua sisi dinding dada  Palpasi gerakan dinding dada saat bernafas simetris  Perkusi sonor di semua lapang paru Auskultasi Suara nafas vesikuler

vesikuler

vesikuler

vesikuler

vesikuler

vesikuler

Rhonki -

-

Wheezing

-

-

-

-

- -

-

-

-

-

Abdomen : 

Inspeksi : benjolan (-), dilatasi vena (-), umbilicus tidak ada kelainan



Auskultasi : bising usus (+) normal, Bruit (-)



Perkusi : meteorismus (-)



Palpasi : soefl, CRT < 2 detik Lien tidak teraba membesar

4

Ekstremitas : Atas

Bawah

Extremitas Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Akral

Hangat

Hangat

Hangat

Hangat

Anemis

-

-

-

-

Ikterik

-

-

-

-

Sianosis

-

-

-

-

Ptekiae

-

-

-

-

Edema

-

-

-

-

CRT

2 detik

2 detik

2detik

2 detik

Pemeriksaan laboratorium (12 Januari 2018) Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Haemoglobin

12.3 g/dl

11.0 – 17.0 g/dl

Hematokrit

44.7%

35.0 – 55.0%

Leukosit

5600

4000 – 12000

Limfosit

35,4%

25 – 50%

Monosit

8,4%

2 – 10 %

Neutrofil

55,3%

50 – 80%

Eosinofi

0,7%

0,0-5,0%

Basofil

0,8%

0,0-2,0%

Trombosit

290000

150000 – 400000

5

Hasil USG kepala

Kesimpulan : Massa kistik di parietal kanan, antara subcutan dengan os calvaria susp cephal hematoma Foto Klinis

Assesment : Cephal hematoma

6

Planning : -

Observasi Ukuran benjolan di kepala dan keadaan umum pasien

-

Kalnex 3x50 mg

Follow up : 19 Januari 2018 S : Ukuran benjolan kepala lebih berkurang dibangingkan 5 hari yang lalu, saat pertama kali kontrol. Demam -. Kejang O : Tax 37,2, Nadi 102x/menit. Kepala : Massa kistik ukuran 4 cm x 2 cm A: Cephal Hematoma P: -

Observasi Ukuran benjolan di kepala dan keadaan umum pasien

-

Kalnex 3x50 mg

7

TINJAUAN PUSTAKA Epidemiologi Cephal Hematoma Cephal hematoma biasanya disebabkan oleh cedera pada periosteum tengkorak selama persalianan dan kelahiran, meskipun dapat juga timbul tanpa trauma lahir. Cephal hematola terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Insidennya adalah 2,5 %. Perdarahan dapat terjadi di satu atau kedua tulang parietal. Tepi periosteum membedakan cephal hematoma dari caput sucsedeneum. Terdapat juga faktor predisposisi yaitu seperti tekanan jalan lahir yang terlalu lama pada kepala saat persalinan, moulage terlalu keras dan partus dengan tindakan seperti forcep maupun vacum ekstraksi. Caput terdiri atas pembengkaakan lokal kulit kepala akibat edema yang terletak di atas periosteum. Selain itu,sefalhematum mungkin timbul beberapa jam setelah lahir, sering tumbuh semakin besar dan lenyap hanya setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Anamnesis1  Identitas pasien : Nama pasien, Nama suami atau keluarga terdekat, Alamat, Agama, Pendidikan terakhir, Suku bangsa.  Keluhan utama : 

Mual muntah



Nyeri punggung



Nyeri dada,



Mudah lelah



Sakit kepala, dll.

 Keluhan tambahan  Tentang haid  Kapan hari pertama haid terakhir?  Menarche umur berapa?  Apakah haid teratur?  Siklus haid  Berapa lama (hari)  Nyeri haid  Perdarahan antara haid  Tentang kehamilan 

Berapa kali hamil



Adakah komplikasi pada kehamilan terdahulu



Apakah pernah keguguran, berapa kali, umur kehamilan

 Tentang persalinan

8



Berapa kali bersalin



Bagaimana persalinan terdahulu, adakah komplikasi?



Berapa berat badan bayi waktu lahir?



Persalinan normal atau sectio caesarea? Kalau caesarea, apa alasannya?

 Riwayat perkawinan 

Berapa kali menikah



Pernikahan sekarang sudah berapa lama?

 Adakah cairan yang keluar dari vagina? Warna? Cair atau kental? Banyak atau sedikit? Berbau atau tidak?  Apakah disertai dengan gatal pada vulva?  Di daerah abdomen, apakah ada keluhan? Seperti mules-mules?  Nafsu makannya bagaimana? Meningkat atau menurun?  BAB dan BAK, apakah ada gangguan? (Seperti konstipasi, sering buang air kecil)  Riwayat penyakit pasien 

Adakah penyakit berat yg pernah diderita pasien?



Operasi di daerah perut dan alat kandungan

 Riwayat penyakit keluarga 

Adakah keturunan kembar?

 Riwayat sosial 

Apakah saat ini sedang menggunakan obat-obatan?



Apakah merokok atau minum alkohol?

Pemeriksaan fisik2 1.

Kepala Pada neonatus normal : a. rambut kulit kepala teraba halus seperti sutera b. bentuk kepala tergantung presentasi kepala/bokong c. sutura kranialis teraba terbuka d. fontanela anterior terbuka, lunak dan datar diameter kurang dari 3,5 cm sedangkan fontanela posterior sering kali hanya seukuran ujung jari atau hanya sekadar teraba terbuka e. lesi traumatik biasanya terjadi berupa : kaput suksedaneum, perdarahan subgaleal, sefalohematoma, luka tusuk, serta lesi lepuh dan hematoma sirkular.

2.

Wajah a. Pada neonatus normal : wajahnya simetris b. Abnormalitas : malformasi (mis. Bibir sumbing), paralisis fasial perifer, cedera traumatik pada wajah (fraktur arkus zigomatikus saat persalinan), tanda eritematosa atau memar yang ditemukan pada wajah akibat trauma forsep.

9

3.

Mata a. Pada neonatus yang normal : tidak ada kelainan berarti yang ditemukan pada mata. b. Abnormalitas : ptosis kongenital, konjungtivitis (pada gonore), kekeruhan kornea (pada glaukoma kongenital), kekeruhan lensa (pada katarak kongenital). c. Fungsi penglihatan : bayi normal yang diam dan terjaga selama pemeriksaan biasanya akan memfiksasikan pandangannya ke wajah pemeriksa dan mengikutinya, paling tidak sampai jarak tertentu, seiring pemeriksa berpindah perlahan dari satu sisi ke sisi lainnya. Jika tidak ada respon walaupun dilakukan pemeriksaan berulang, maka perlu pemeriksaan lebih lanjut terhadap fungsi penglihatan.

4.

Telinga a. Pada neonatus usia cukup bulan : telinga luar sudah terbentuk dengan baik dan mengandung cukup tulang rawan untuk mempertahankan bentuk dan mencegah deformitas. b. Abnormalitas : adakah lesi dan kelainan kongenital lain yang tampak pada telinga luar? Lanjutkan dengan pemeriksaan otoskopi : adakah otitis media atau tidak; c. Fungsi pendengaran : pada neonatus yang normal akan terjadi respon mengalih pada suara manusia, bereaksi dan mengalih ke bel yang berdering, dan terkejut oleh suara yang keras (di ruangan tanpa suara mengganggu).

5.

Hidung Kebanyakan bayi baru lahir bernapas melalui hidung. Periksa : lesi obstruktif/benda asing bisa berupa mukus, darah dan mekonium (normalnya, bayi akan bersin sebagai refleks untuk membersihkan hidungnya), serta adakah dislokasi bagian tulang rawan septum nasi (biasanya akibat trauma persalinan).

6.

Mulut Periksa dengan cara inspeksi dan palpasi : celah dan lengkung palatum; ukuran lidah, warna sekresi dari mulut, dan lesi. Pada neonatus normal biasanya sudah mempunyai gigi natal.

7.

Leher Ukurannya lebih pendek dari anak yang lebih tua, namun rentang geraknya sudah sempurna; amati : gerakan leher yang terbatas, massa, cedera.

8.

Dada Pada neonatus normal, dada berbentuk seperti tong dan prosesus xifoideus menonjol. Amati pula : fraktur klavikula, jarak antar puting dan ukuran kuncup payudara.

9.

Paru Frekuensi pernapasan normal adalah 35-60 kali per menit dan bernafas dengan menggunakan diafragmanya. Pada respirasi normal, dinding dada dan perut bergerak bersama-sama. Dinding dada normalnya simetris saat bernapas jika dilihat dari lateral. Retraksi, bunyi mendengkur saat ekspirasi, pengembangan cuping hidung, dan

10

takipneu pada beberapa menit pertama setelah lahir masih dikatakan norma dan akan segera menghilang. Jika terus bertahan selama beberapa waktu kemudian, maka dikatakan abnormal dan kemungkinan ada kelainan pada parunya. 10. Kardiovaskular Kecepatan, irama, titik impuls tertinggi (point of maximum impulse, PMI), murmur (intensitas dan lokasi), denyut (brakial dan femoral), pengisian kembali kapiler (capillary refill), warna kulit dan membran mukosa. 11. Abdomen Bentuk, tali pusat (jumlah pembuluh darah), ukuran hepar/ginjal/limpa, massa, bising usus, otot dan defek dinding abdomen. 12. Genitourinaria Genitalia, abnormalitas penis, testis, ukuran labia/klitoris, posisi dan kepatenan anus, cara BAK dan BAB, lesi. 13. Tulang belakang/neurologis Cekungan, lesi, massa, dan refleks (mengisap, gag, Moro dan menggenggam). 14. Muskuloskeletal Rentang pergerakan sendi, jari, tonus, posisi saat istirahat/menangis, massa, dan manuver pinggul Ortolani dan Barlow. 15. Kulit : warna, tekstur, lesi, transparansi dan tanda lahir. Pemeriksaan penunjang2,5 Pada ibu dengan DM gestasional (DMG) harus dilakukan pengamatan gula darah preprandial dan posprandial.Fourth International Worksbop Conference on stational Diabetes Mellitus menganjurkan untuk mempertahankan konsentrasi gula darah kurang dari 95 mg/dl (5,3 mmol/1) sebelum makan dan kurang dari 140 dan 120 mg/dl (7,8 dan 6,7 mmol/1), satu atau dua jam setelah makan. Selain pemeriksaan kadar gula darah, juga harus dilakukan pemeriksaan USG untuk mendeteksi adakah kelainan pada janin. Pada bayi cukup bulan, besar masa kehamilan dengan cephalhematoma, tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diperlukan. Pemeriksaan radiologik kepala atau CT-scan dilakukan bila terdapat kelainan neurologis atau jika terdapat fraktur tulang tengkorak.

Diagnosis Kerja 1. CEPHAL HEMATOMA1,2 Cephal hematoma adalah perdarahan sub periosteal akibat kerusakan jaringan poriestum karena tarikan atau tekanan jalan lahir dan tidak pernah melampaui batas sutura garis tengah. Pemeriksaan x-ray tengkorak dilakukan, bila dicurigai ada nya faktur (mendekati hampir 5% dari seluruh cephalhematoma). Tulang tengkorak yang sering

11

terkena adalah tulang temporal atau parietal ditemukan pada 0,5-2 % dari kelahiran hidup. Cephal hematoma adalah pembengkakan pada daerah kepala yang disebabkan karena adanya penumpukan darah akibat pendarahan pada subperiostinum Kelainan ini agak lama menghilang (1-3 bulan). Pada gangguan yang luas dapat menimbulkan anemia dan hiperbilirubinemia. Perlu pemantauan hemoglobin, hematokrik, dan bilirubin. Aspirasi darah dengan jarum tidak perlu di lakukan. Klasifikasi Menurut letak jaringan yang terkena ada 2 jenis yaitu: Subgaleal Galea merupakan lapisan aponeurotik yang melekat secara longgar pada sisi sebelah dalam periosteum. Pembuluh-pembuluh darah vena di daerah ini dapat tercabik sehingga mengakibatkan hematoma yang berisi sampai sebanyak 250 ml darah. Terjadi anemia dan bisa menjadi shock. Hematoma tidak terbatas pada suatu daerah tertentu. Penyebabnya adalah perdarahan yang letaknya antara aponeurosis epikranial dan periosteum. Dapat terjadi setelah tindakan ekstraksi vakum. Jarang terjadi karena komplikasi tindakan mengambil darah janin untuk pemeriksaan selama persalinan, risiko terjadinya terutama pada bayi dengan gangguan hemostasis darah. Sedangkan untuk kadang-kadang sukar didiagnosis, karena terdapat edema menyeluruh pada kulit kepala. Perdarahan biasanya lebih berat dibandingkan dengan perdarahan subperiosteal, bahaya ikterus lebih besar. Subperiosteal Karena periosteum melekat pada tulang tengkorak di garis-garis sutura, maka hematoma terbatas pada daerah yang dibatasi oleh sutura-sutura tersebut. Jumlah darah pada tipe subperiosteal ini lebih sedikit dibandingkan pada tipe subgaleal, fraktur tengkorak bisa menyertainya.

1.2.

Lubchenko Curve Kurva Lubchenco sampai saat sekarang ini masih digunakan oleh setiap praktisi

dalam merawat bayi baru lahir. Kurva Lubchenco adalah kurva pertumbuhan yang disajikan dalam bentuk table. . Definisi tentang bayi prematur adalah setiap bayi baru lahir dengan berat lahir <2500 g. Definisi ini direkomendasikan oleh American Academy of Pediatrics dan World Health Assembly. Dokter ahli pediatricsdihadapkan pada masalah hubungan antara usia kehamilan dan pertumbuhan janin. DenganKurva Lubchenco diharapkan dapat menunjukkan hubungan pertumbuhan janin dan usia kehamilan. Dari

Kurva Lubchenco dimungkinkan definisi yang lebih tepat lahir prematur dan

adopsi luas dari istilah "kecil untuk usia kehamilan",

"besar untuk usia kehamilan",

"kelambatan pertumbuhan intrauterine," dan “janin dysmaturity”. Hal ini juga membentuk dasar untuk memeriksa bayi dengan berat badan lahir lebih besar dari nilai persentil lebih 90% atau berat badan lahir kurang dari persentil kurang dari 10, sehingga dapat diprediksi masalah medis yang mungkin terjadi.

12

Diagnosis banding A.

Caput succedaneum2,6 Pengertian Caput succedaneum adalah edema kulit kepala anak yang terjadi karena

tekanan dari jalan lahir kepada kepala anak. Atau pembengkakan difus, kadang-kadang bersifat ekimotik atau edematosa, pada jaringan lunak kulit kepala, yang mengenai bagian kepala terbawah, yang terjadi pada kelahiran verteks. Karena tekanan ini vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk ke dalam jaringan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Dan merupakan benjolan yang difus kepala, dan melampaui sutura garis tengah. Kejadian caput succedaneum pada bayi sendiri adalah benjolan pada kepala bayi akibat tekanan uterus atau dinding vagina dan juga

pada

persalinan

dengan

tindakan

vakum

ekstraksi,Persalinan

lama

Dapat

menyebabkan caput succedaneum karena terjadi tekanan pada jalan lahir yang terlalu lama, menyebabkan pembuluh darah vena tertutup, tekanan dalam vena kapiler meninggi hingga cairan masuk kedalam cairan longgar dibawah lingkaran tekanan dan pada tempat yang terendah. Persalinan dengan ekstraksi vakum Pada bayi yang dilahirkan vakum yang cukup berat, sering terlihat adanya caput vakum sebagai edema sirkulasi berbatas dengan sebesar alat penyedot vakum yang digunakan. Caput succedaneum ini ditemukan biasanya pada presentasi kepala, sesuai dengan posisi bagian yang bersangkutan. Pada bagian tersebut terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah. Caput succedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari.

13

Patofisiologi Kelainan ini timbul karena tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir sehingga terjadi bendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vaskuler. Benjolan caput ini berisi cairan serum dan sering bercampur dengan sedikit darah. Benjolan dapat terjadi sebagai akibat bertumpang tindihnya tulang kepala di daerah sutura pada suatu proses kelahiran sebagai salah satu upaya bayi untuk mengecilkan lingkaran kepalanya agar dapat melalui jalan lahir. Umumnya moulage ini ditemukan pada sutura sagitalis dan terlihat segera setelah bayi lahir. Moulage ini umumnya jelas terlihat pada bayi premature dan akan hilang sendiri dalam satu sampai dua hari. Proses perjalanan penyakit caput succedaneum adalah sebagi berikut : Pembengkakan yang terjadi pada kasus caput succadeneum merupakan pembengkakan difus jaringan otak, yang dapat melampaui sutura garis tengah. Adanya edema dikepala terjadi akibat pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh. Benjolan biasanya ditemukan didaerah presentasi lahir dan terletak periosteum hingga dapat melampaui sutura. Pembengkakan pada caput succedaneum dapat meluas menyeberangi garis tengah atau garis sutura. Dan edema akan menghilang sendiri dalam beberapa hari. Pembengkakan dan perubahan warna yang analog dan distorsi wajah dapat terlihat pada kelahiran dengan presentasi wajah. Dan tidak diperlukan pengobatan yang spesifik, tetapi bila terdapat ekimosis yang ektensif mungkin ada indikasi melakukan fisioterapi dini untuk hiperbilirubinemia. Moulase kepala dan tulang parietal yang tumpang tindih sering berhubungan dengan adanya caput succedaneum dan semakin menjadi nyata setelah caput mulai mereda, kadang-kadang caput hemoragik dapat mengakibatkan syok dan diperlukan transfusi darah. B. Perdarahan intrakranial pada neonatus2,4 Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat jasmani dan mental. PIN ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya PIN banyak. Sering PIN tak dikenal/dipikirkan karena gejala gejalanya

tidak

khas.

PIN

meliputi

perdarahan

epidural,

subdural,

subaraknoid,

intraserebral/parenkim dan intraventrikuler Penatalaksanaan dan penanggulangan PIN masih kurang memuaskan. Untuk menurunkan angka kejadian PIN, usaha yang lebih penting ialah profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal

yang

sebaik-baiknya.

Pada

umumnya

prognosis

PIN

tidak

terlalu

menggembirakan. Makalah ini membahas sekedar insidensi, etiologi, patogenesis, gambaran klinik, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis dan pencegahan PIN yang berkaitan dengan persalinan. Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh pembuluh darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma

14

kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok kelok, kadang - kadang membentuk huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor - faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini ter- utama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada BCB daripada BKB sebab pada BKB vena-vena superfisial belum berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi . Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala - gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat dibuktikan dengan fungsi likuor. Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler . Dari semua jenis PIN, perdarahan

periventrikuler

meme-

gang

peranan

penting,

karena

frekuensi

dan

mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan perdarahan intraventrikuler 1 Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat meninggikantekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah. Gejala-gejala PIN tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak didukung, oleh riwayat persalinan yang jelas. Gejala-gejala berikut dapat ditemukan : 1.

Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya pada perdarahan subaraknoid.

15

2.

Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus. Gejalagejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid oleh robekan tentorium yang luas.

3.

Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif. Kadang-kadang ada perdarahan retina, nistagmus dan eksoftalmus.

4.

Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan kerusakan susunan

saraf

pusat.

Apnea

dapat

berupa

serangan

diselingi

pernapasan

normal/takipnea dan sianosis intermiten. 5.

Cephalic cry (menangis merintih).

6.

Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular (snake like flicking of the tongue) menunjuk- kan perdarahan yang luas dengan kerusakan pada korteks.

7.

Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi) menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.

8.

Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati, somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi lambat/cepat, kadangkadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan

Diusahakan tindakan dibatasi untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah 1. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian O2. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik 15 2. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral. 3. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertim- bangkan.

16

4. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5-10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 5--10%dan Nabik 1,5% 4:1. Pemberian obat – obatan1,2 : 1. valium/luminal bila ada kejang - kejang. dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya. 2. kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak. 3. antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan. 4. Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks. Tindakan bedah darurat: Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat 8. Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan

kraniotomi,

pembukaan

duramater,

evakuasi

hematoma

dengan

irigasi

menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan. Untuk mengurangi terjadinya PIN, yang paling penting ialah pencegahan, yang meliputi pemeriksaan ibu-ibu hamil secara teratur, memberikan pertolongan dan perawatan yang sebaik-baiknya, baik waktu persalinan maupun sesudah anak lahir. Perhatian khusus harus diberikan kepada bayi-bayi prematur (BKB) yaitu mencegah episode asfiksia sebelum dan sesudah persalinan. Dalam hal ini perlu monitoring keadaan bayi intrapartum, resusitasi segera sesudah lahir dan mencegah kemungkinan hipoksia oleh sebab-sebab lain 18. Pemberian koagulans sebagai usaha untuk mencegah timbulnya PIN sampai saat ini belum ada persesuaian paham, tetapi pemberian vitamin K secara rutin pada BKB dapat dianjurkan. Etiologi cephalhematoma3 Hematoma dapat terjadi karena : 1. Persalinan lama Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebabkan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah. 2. Tarikan vakum atau cunam

17

Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke jaringan periosteum. 3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. Tanda dan gejala klinis2,6 Berikut ini adalah tanda-tanda dan gejala Cephal hematoma: 1. Adanya fluktuasi 2. Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam setelah bayi lahir 3.

Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietalBerupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun. Tempatnya tetap. ( Menurut : Prawiraharjo, Sarwono.2002.Ilmu Kebidanan ).

4. Kepala tampak bengkak dan berwarna merah, karena perdaraahan subperiosteum 5. Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak melampaui tulang tengkorak ( tidak melewati sutura). 6. Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian menjadi lunak, tetapi tidak leyok pada tekanan dan berfluktuasi. 7. Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir 8. Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga, pembengkakan terbatas 9. Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu. Patofisiologi1,2 A. Bagian kepala yang hematoma bisanya berwarna merah akibat adanya penumpukan daerah yang perdarahan sub periosteum. B. Pada partus lama (kala I lama, kala II lama), kelahiran janin dibantu dengan menggunakan vacum ekstraksi atau forseps yang sangat sulit. Sehingga moulage berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma. C. Pada kelahiran spontan (kepala bayi besar) terjadi penekanan pada tulang panggul ibu. Sehingga moulage terlalu keras atau berlebihan dan menyebabkan trauma kepala dan selaput tengkorak rupture. Sehingga menyebabkan pendarahan sub periosteum dan terjadi penumpukan darah sehingga terjadi Cephal Hematoma. Karena adanya tekanan yang berlebihan, maka akan menyerap dan terabsorbsi keluar sehingga oudema. Komplikasi5,6 a. Infeksi

18

Infeksi pada cephal hematom bisa terjadi karena kulit kepala luka b. ikterus Pada bayi yang terkena cephal hematom dapat menyebabkan ikterus karena inkompatibiliatas faktor rh atau golongan darah A,B,O antara ibu dan bayi c. Anemia bisa terjadi pada bayai yang terkena cephal hematom karena pada benjolan terjadi pendarahan hebat atau pendarahan hebat . d Klasifikasi mungkin bertahan selama > 1 tahun Gejala lanjut yang mungkin terjadi yaitu anemia dan hiperbilirubinemia. Jarang menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai gangguan pembekuan Kadang-kadang disertai dengan fraktur tulang tengkorak di bawahnya atau perdarahan intra kranial. Penatalaksanaan3,7 Cephal hematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain : 1. Cegah infeksi bila ada permukan yang mengalami luka maka jaga agar tetap kering dan bersih. 2. Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan Cephal hematoma 3. Pemberian vitamin K 4. Pemeriksaan radiologi, bila ada indikasi gangguan nafas, benjolan terlalu besar observasi ketat untuk mendeteksi perkembangan 5. Pantau hematokrit 6. Rujuk, bila ada fraktur tulang tengkorak, cephal hematoma yang terlalu besar 7. Bila tidak ada komplikasi, tanpa pengobatan khusus akan sembuh / mengalami resolusi dalam 2 - 8 minggu Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih. Untuk melakukan penanganan pada kasus cephal hematoma sebagai berikut: 1. lebih hati-hati jangan sering diangkat dari tempat tidur. 2. Cairan tersebut akan hilang terabsorbsi dengan sendirinya dalam satu minggu. Terabsosbsinya menjadi lama apalagi terjadi jaringan fibroblast. 3. Tidak di aspirasi karena dikhawatirkan akan terjadi infeksi bila kulit ditusuk jarum sehingga terjadi trauma akibat peradangan benda asing. 4. Setelah hematoma lenyap, terjadi hemolisis sel darah merah. 5. Stilumus secara pelan untuk merangsang pembuluh limfe dibawah kulit.

19

6. Hari pertama kopres dingin 7. Hari kedua sampai keempat kompres hangat. 8. Hiperbilirubinemia dapat timbul setelah bayi dirumah. 9. Observasi terhadap bilirubinemia dan trombositopenia. Pada neonatus dengan sefalhematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototerapiuntuk mengatasi hiperbilirubinemia. 10. Dapat diberi vitamin K untuk mengurangi perdarahan. 11. Pemeriksaan x-ray tengkorak, bila dicurigai adanya fraktur (mendekati hampir 5% dari seluruhcephalhematoma 12. Pemantauan bilirubinia, hematokrit, dan hemoglobin 13. Aspirasi darah dengan jarum suntik tidak diperlukan. 14. Konseling orang tua untuk awasi timbulnya kemungkinan ikterik. 15. Diminta cek RS, pada minggu keempat. Prognosis Sebagian besar trauma lahir termasuk sefalhematom, caput succadeneum dll dapat sembuh sendiri dan prognosisnya baik.

Kesimpulan Cephal hematoma merupakan perdarahan subperiosteum. Cephal hematoma terjadi sangat lambat, sehingga tidak nampak adanya edema dan eritema pada kulit kepala. Cephal hematoma dapat sembuh dalam waktu 2 minggu hingga 3 bulan, tergantung pada ukuran perdarahannya. Pada neonatus dengan cephal hematoma tidak diperlukan pengobatan, namun perlu dilakukan fototdrapi untuk mengatasi hiperbilirubinemia. Tindakan insisi dan drainase merupakan kontraindikasi karena dimungkinkan adanya resiko infeksi. Kejadian cephal hematoma dapat disertai fraktur tengkorak, koagulopati dan perdarahan intrakranial. Maka dari itu sebagai seorang bidan kita harus terampil memberikan asuhan pada bayi baru lahir baik yang normal maupun memilik kelainan untuk menghindari terjadinya cephal hematoma tersebut.

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Dewi, Vivian lanny lia. 2010 . asuhan neonatus bayi dan anak balita.Jakarta: salemba medika 2. Prawirohardjo, sarwono. 2002 . ilmu kebidanan. Jakarta:

yayasan bina pustaka

sarwono prawihardjo 3. Saifuddin, majang 2001, ilmu kebidanan : patologi dan fisiologi persalinan. Jakarta : yayasan esentia medica 4. JNPK-KR/POGI, 2007,Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR/POGI. 5. Manuaba, IBG. 1998. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC. 6. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta: EGC. 7.

Prawirohadjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: YBPSP.

8. Varney, H.dkk. 2007. Varney’s Midwifery Text Book Edisi 4. Jakarta: EGC.

21

Related Documents

Hematoma Bipalpebral
October 2019 6
Subdural Hematoma
December 2019 4
Subdural Hematoma
April 2020 9
Hematoma Sub Galeal
October 2019 6

More Documents from ""