Cendikiawan Muda dan Pencarian Pemimpin Kamis, 21 Agustus 2003 - Sorotan oleh Adi Junjunan Mustafa* Rasulullahu saw. pernah memberikan isyarat tentang figur pemimpin dan naiknya seorang pemimpin ke kursi kekuasaan dengan sbb: "sebagaimana kondisi (kualitas) kalian, sebatas itulah kalian akan dipimpin". Isyarat ini sangat menarik dihayati untuk merintis usaha-usaha pembangunan kualitas masyarakat dalam pencarian pemimpin yang berkualitas. Apalagi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kita tengah menghadapi pemilu 2004, yang salah satu produknya adalah pemilihan kepemimpinan nasional. Syahdan di salah satu negeri di bawah kekuasaan kekhilafahan Islam, sekelompok cendikiawan memutuskan untuk meninggalkan negeri ini. Sebabnya adalah karena pola menajemen masyarakat negeri itu sangat jauh dari kelayakan. Disana-sini parameter kebobrokan pemerintahan nampak nyata. Pada satu hari mereka pun siap pergi meninggalkan negeri tersebut diikuti oleh orang-orang baik yang juga tidak betah dengan kondisi buruk negerinya. Ditengah persiapan keberangkatan mereka dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang nampak bergegas menuju rombongan dengan membawa perbekalan sebagaimana layaknya untuk suatu perjalanan. Mengapa mereka terkejut? Karena ternyata orang yang baru datang ini tak lain adalah pimpinan tertinggi negeri tersebut. Mereka pun bertanya, mengapa si pemimpin ikut pergi. Dia menjawab, karena ia pernah mendengar isyarat "sebagaimana kondisi (kualitas) kalian, sebatas itulah kalian akan dipimpin". Dia berkesimpulan, jika para cendikiawan dan orang-orang baik meninggalkan negeri ini, maka yang tersisa di negeri tersebut adalah mereka yang tak berkualitas. Maka seperti apakah kualitas dirinya, seandainya dia memimpin masyarakat dengan kualitas rendah itu?! Baginya lebih baik
berada pada kondisi dikritisi para cerdik pandai dan punya integritas daripada senantiasa diturut oleh orang-orang pandir dan penjilat. Kisah di atas paling tidak membersitkan tiga pelajaran berharga, pertama kepemimpinan berkualitas itu dipilih dan dibangun dari kualitas dan daya selektif masyarakat. Kedua, komunitas cendikiawan, yang merupakan kelas menengah masyarakat, adalah mereka yang paling sensitif dengan kondisi sosial masyarakat di sekelilingnya. Dan ketiga, pemimpin yang baik lebih senang berada pada lingkungan yang berkualitas baik. Sentral dari pembicaraan kita adalah kelompok cendikiawan. Kualifikasi mereka seringkali paralel dengan usia muda dan sifat terpelajar. Satu kelompok yang dalam berbagai fragmen sejarah selalu mengambil peran penting perubahan, sehingga mereka layak disebut agent of change atau anashir at-taghyir suatu masyarakat. Tulisan ini tidak mengajak cendikiawan muda untuk lari meninggalkan masalah, tapi justru mengharapkan mereka melakukan analisa yang dalam dan objektif atas kualitas kepemimpinan dan pemerintahan. Cendikiawan muda memiliki tanggung jawab moral untuk menyampaikan penilaian atas siapa yang layak diberi amanah kepemimpinan, baik dalam pengertian individu ataupun pengertian kolektif, kepada masyarakat. Mereka mesti sadar akan kedudukannya sebagai komunitas yang memiliki kemampuan membangun public opinion, dan memanfaatkannya secara tepat untuk membangun knowlegde-society di satu sisi dan membangun publicaccountability pada sisi lain. Pemimpin sendiri hampir dapat dipastikan lahir dari kelas menengah cendikiawan. Karenanya muncul syubhat pada posisi cendikiawan muda. Antara memahami dan memperjuangkan aspirasi masyarakat dengan mengejar
posisi kepemimpinan semata. Karenanya, Ahmad Watik Pratiknya saat berkunjung ke Belanda di tahun 1992 di hadapan mahasiswa Indonesia di Delft, memesankan agar cendikiawan itu lebih banyak menunduk daripada tengadah. Lebih banyak mendengar dan membimbing masyarakat daripada menengadah mengincar posisi. Bagaimana pun masyarakat membutuhkan bimbingan. Apalagi di tengah kebijakan "massa mengambang" yang diterapkan sejak era Orde Baru, yang kental dengan nuansa politis untuk memutus jaringan pencerdasan politik bagi publik, dimana hanya partai tertentu mendapatkan akses kepada masyarakat pedesaan dengan perangkat birokrasinya. Cendikiawan muda mesti gigih tapi elegant memainkan peran pencerdasan publik, sekaligus mengingatkan elemen-elemen kepemimpinan yang terpelihara pada sifat "ingin dikelilingi orang berkualitas". Usaha-usaha ini akan menjanjikan secercah harapan bagi keberhasilan bangsa memilih pemimpin nasional yang handal dan berkualitas. * Peminat Masalah Pengembangan Diri Saat ini sebagai Mahasiswa Program Doktor pada ChibaUniversity, Japan dan Managing Director ISTECS-Japan e-mail:
[email protected]