Nama-nama cekungan yang ada di Indonesia 1. Cekungan Sumatra Utara Tipe cekungan: Cekungan belakang busur (back-arc basin) Proses terbentuknya: Terbentuk pada awal zaman tersier. Pengendapan yang terjadi di dalam cekungan berlangsung secara menerus dari kala Eosen sampai Pliosen yang diawali dengan pengendapan non marin. Cekungan ini di kontrol oleh adanya sesar-sesar bongkah (sesar graben). Selama Miosen Tengah sebagian besar dari cekungan digenangi oleh air laut sehingga menghasilkan pengendapan serpih baong. Pada akhir Miosen Tengah pegunungan barisan terangkat yang kemudian berfungsi sebagai daerah sumber material klastik dari cekungan sumatra utara yang menghasilkan formasi keutapang, formasi seurela dan pada Pliosen atas diendapkannya formasi julurayeu yang terdiri dari batuan-batuan sedimen. Salah satu lapangan gas terbesar yang ada pada cekungan ini adalah lapangan gas arun yang berproduksi dari formasi batugamping arun sedangkan produksi minyak terutama berasal dari formasi keutapang dan lapisan–lapaisan batu pasir dari anggota baong tengah. 2. Cekungan Sumatra Tengah Tipe cekungan: Cekungan belakang busur (back-arc basin) Proses terbentuknya: Terbentuk oleh karena adanya penujaman secara miring (oblique subduction) lempeng samudra Hindia dibawah lempeng Benua Asia. Penujaman ini mengakibatkan terjadinya gaya tarikan pada Cekungan Sumatra Tengah yang merupakan cekungan belakang busur. Gaya tarikan ini yang nantinya membentuk graben, half graben, dan horst. Selain itu terdapat gaya kompresi yang dihasilkan suatu system sesar geser dekstral akibat dari oblique subduction dibagian barat dan baratdaya Pulau Sumatra yang dicirikan dengan adanya kenampakan negative flower structure, positive flower structur, enechelon fault dan enechelon fold. 3. Cekungan Sumatra Selatan Tipe cekungan: Cekungan busur belakang (back-arc basin) Proses terbentuknya: Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng IndiAustralia, yang bergerak ke arah utara hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan menghasilkan zona konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
Penunjaman lempeng Indi-Australia tersebut dapat mempengaruhi keadaan batuan, morfologi, tektonik dan struktur di Sumatera Selatan. Tumbukan tektonik lempeng di Pulau Sumatera menghasilkan jalur busur depan, magmatik, dan busur belakang. Cekungan Sumatera Selatan terbentuk dari hasil penurunan (depression) yang dikelilingi oleh tinggian-tinggian batuan Pratersier. Pengangkatan Pegunungan Barisan terjadi di akhir Kapur disertai terjadinya sesar-sesar bongkah (block faulting). 4. Cekungan Bengkulu Tipe cekungan: Cekungan busur muka (fore-arc basin) Proses terbentuknya: Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam hal ini adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti tidak ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc-nya sendiri tidak ada. Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen Tengah, atau Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mulai saat itulah, Cekungan Bengkulu menjadi cekungan fore-arc dan Cekungan Sumatera Selatan menjadi cekungan back-arc (belakang busur). 5. Cekungan Banyumas Tipe cekungan: Cekungan busur muka (Fore-arc basin) Proses terbentuknya: Cekungan ini diduga terbentuk dari proses subsidence akibat expresi dari salah satu sesar utama di Jawa Tengah (PemanukanCilacap Fault) yang berarah Tenggara-Barat Laut. Pemanukan-Cilacap fault yang merupakan strike-slip fault (Dextral) menghasilkan expresi berupa Tinggian dan Subsidence. Tinggian berupa tinggian Bumiayu dan Subsidence berupa Banyumas basin. Banyumas basin ini sendiri telah mengalami evolusi yang awalnya merupakan Intra-arc basin dan saat ini menjadi Forearc basin. Struktur yang dijumpai di endapan sedimen Banyumas basin saat ini dominan berupa lipatan dan sesar-sesar anjak /Trust Fault. Referensi dari peneliti terdahulu mengatakan bahwa struktur-strukturblipatan dan trustreverse fault ini terbentuk oleh tektonik dengan Pola Jawa.
6. Cekungan Jawa Barat Utara Tipe cekungan: Cekungan busur muka (fore-arc basin) Proses terbentuknya: Pada zaman Akhir Kapur awal Tersier, Jawa Barat Utara dapat diklasifikasikan sebagai Fore Arc Basin dengan dijumpainya orientasi struktural mulai dari Cileutuh, Sub Cekungan Bogor, Jatibarang, Cekungan Muriah dan Cekungan Florence Barat yang mengindikasikan kontrol Meratus Trend. Periode Paleogen (Eosen-Oligosen) di kenal sebagai Paleogen Extensional Rifting. Pada periode ini terjadi sesar geser mendatar menganan utama krataon Sunda akibat dari peristiwa tumbukan Lempeng Hindia dengan Lempeng Eurasia. Sesar-sesar ini mengawali pembentukan cekungan-cekungan Tersier di Indonesia Bagian Barat dan membentuk Cekungan Jawa Barat Utara sebagai pull apart basin. Tektonik ektensi ini membentuk sesar-sesar bongkah (half graben system) dan merupakan fase pertama rifting (Rifting I : fill phase). Sedimen yang diendapkan pada rifting I ini disebut sebagai sedimen synrift I. Cekungan awal rifting terbentuk selama fragmentasi, rotasi dan pergerakan dari kraton Sunda. Dua trend sesar normal yang diakibatkan oleh perkembangan riftingI (early fill) berarah N 60o W – N 40o W dan hampir N – S yang dikenal sebagai Pola sesar Sunda. Pada masa ini terbentuk endapan lacustrin dan volkanik dari Formasi Jatibarang yang menutup rendahan-rendahan yang ada. Proses sedimentasi ini terus berlangsung dengan dijumpainya endapan transisi Formasi Talangakar. Sistem ini kemudian diakhiri dengan diendapkannya lingkungan karbonat Formasi Baturaja. 7. Cekungan Kutai Tipe cekungan: Rift basin Proses terbentuknya: Cekungan Kutai dihasilkan oleh proses pemekaran (rift basin) yang terjadi pada Eosen Tengah yang melibatkan pemekaran selat Makasar bagian Utara dan Laut Sulawesi (Chambers & Moss, 2000 dalam Rienno Ismail, 2008). Selama Kapur Tengah sampai Eosen Awal, pulau Kalimantan merupakan tempat terjadinya kolisi dengan mikro-kontinen, busur kepulauan, penjebakan lempeng oceanic dan intrusi granit, membentuk batuan dasar yang menjadi dasar dari Cekungan Kutai. Sedimentasi di Cekungan Kutai dapat dibagi menjadi dua yaitu, sedimen Paleogen yang secara umum bersifat transgresif dan fasa sedimentasi Neogen yang secara umum bersifat regresif (Allen dan Chambers, 1998 dalam Rienno Ismail, 2008). Cekungan Kutai terletak di bagian Timur dari paparan Sundaland, yang merupakan perluasan lempeng kontinen Eurasia ke arah Tenggara. Cekungan Kutai di bagian Utara dibatasi oleh kelurusan Bengalong dan Zona Patahan Sangkulirang, di bagian Selatan dibatasi oleh Sesar Adang, di bagian
Barat dibatasi oleh Punggungan Kalimantan bagian tengah, dan di sebelah Timur dibatasi oleh Selat Makasar. 8. Cekungan Barito Tipe cekungan: Cekungan busur muka (fore-arc basin) Proses terbentuknya: Cekungan Barito terbentuk di daerah foredeep pada bagian timur dan sebuah platform berdekatan dengan Schwaner atau Shield Kalimantan Barat. Cekungan Barito mulai terbentuk pada akhir Kapur, bersamaan dengan tumbukan antara Paternosfer dengan SW Borneo microcontinent (Satyana, 1999 dalam Darman dan Sidi, 2000). Tektonik Cekungan Barito merupakan bagian dari konfigurasi tektonik Kalimantan yang terdiri dari gaya regangan pada akhir Kapur-awal Miosen (fase syn and post-rifting) dan gaya tekanan pada Pliosen-Plistosen yang menghasilkan struktur patahan dan lipatan. Struktur yang berkembang dalam pembentukan Cekungan Barito ada 2 jenis: tensional, sinistral shear, dengan arah relatif barat laut- tenggara (NW – SE) dan transpesional, merupakan konvergen sehingga mengalami uplift, dan lalu mengalami reaktifasi dan mengalami invert struktur yang tua, sehingga menghasilkan wrenching, pensesaran, dan perlipatan. Setting tektonik secara umum terjadi pada arah timur laut (NNE) Cekungan Barito, dengan struktur yang intensif berarah sejajar barat daya-timur laut (SSW-NNE) membentuk struktur lipatan mengelilingi pegunungan Meratus dan dipengaruhi oleh sesar naik dengan dip yang curam. Adanya sesar wrench utama, menunjukkan adanya indikasi drag atau sesar pada lipatan dan bekas sesar naik. Pada bagian barat dan selatan Cekungan Barito umumnya sedikit dikontrol oleh tektonik lempeng sehingga tidak menunjukkan bentuk deformasi struktur (Darman dan Sidi, 2000). 9. Cekungan Spermonde Proses terbentuknya: Cekungan Spermonde padau mumnya terdapat pada kedalaman lautkurang dari 2000 m, namun di beberapa tempat mencapai kedalaman laut lebih dari 2300 m. Beberapa kelurusan berarah baratlauttenggara tampak sejajar dengan sumbu cekungan tempat struktur inversi dan drag folds dapat pula dijumpai. Cekungan Spermonde pada awalnya merupakan bagiandari Sunda Land Margin (Kalimantan) yang kemudian terpisah karena pemekaran Selat Makassar pada jaman Eosen. Pembentukkan struktur geologi di Selat Makassar telah menyebabkan terbentuknya rangkaian cekungan sepanjang Selat Makassar. Penelitian terdahulu membuktikan bahwa Cekungan Makassar Utaradan Makassar Selatan berpotensi akan hidrokarbon berupa gas. Pengetahuan tentang sejarah geologi
daerahini pada umumnya berdasarkan hasil deduksidata geologi darat dari kepulauan di sekitar Cekungan Spermonde (Sukamto, 1975a dan b; Kartoadiputra drr., 1982; Sukamto dan Simandjuntak, 1983; Silver drr., 1983b; Suro-no, 1989a; Simandjuntak, 1992; Pulung gono,1993; Simandjuntak, 1996; Simandjuntak dan Barber, 1996; Surono, 1996a). Berdasarkan Peta Status Cekungan Lepas Pantai Indonesia (Dirjen Migas, 2003), Cekungan Spermonde masih belum dieksplorasi, dipelajari, dan di diskusikan secara terperinci bahkan boleh dikatakan masih belum dipahami secara utuh. Oleh sebab itu dirasa perlu untuk mempelajari aspek struktur, stratigrafi, dan karakteristika pengendapan di cekungan ini dengan harapan memberikan arti bagi kepentingan ilmiah maupun ekonomi. 10. Cekungan tarakan Cekungan tarakan atau bisa disebut juga cekungan kaliamantan timur utara merupakan salah satu cekungan penghasil hidrokarbon di Kalimantan Timur bagian utara. Cekungan Tarakan dapat dibagi menjadi 4 sub-cekungan yaitu: Sub-cekungan Tidung, Sub-cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan, dan Sub-cekungan Muara (Biantoro dkk., 1996; IBS, 2006). Batas-batas dari empat sub-cekungan tersebut adalah zona-zona sesar dan tinggian. Bagian utara dari Cekungan Kalimantan Timur Utara dibatasi oleh Tinggian Samporna yang terletak sedikit ke utara dari perbatasan wilayah Indonesia dan Malaysia. Bagian barat ke arah Kalimantan dibatasi oleh Punggungan Sekatak-Berau. Sedangkan di bagian selatan, terdapat Punggungan Mangkalihat yang memisahkan Cekungan Tarakan dengan Cekungan Kutai. Batas timur dan tenggara dari cekungan ini berupa laut lepas Selat Makasar. Perkembangan struktur-struktur di Sub-cekungan Tarakan, Cekungan Tarakan berlangsung dalam beberapa tahapan yang mempengaruhi pengendapan sedimen pada area tersebut. Konfigurasi secara struktural sudah dimulai oleh rifting sejak Eosen Awal. Pemekaran (rifting) pada subcekungan ini disebabkan oleh pembentukan sesar-sesar normal. Pergerakan dari sesar-sesar tersebut menghasilkan daerah-daerah rendahan yang kemudian terisi oleh sedimen-sedimen tertua pada sub-cekungan ini, seperti Formasi Sembakung (akhir Miosen Awal-Miosen Tengah). Sedimensedimen pra-Tersier tidak terpenetrasi pada banyak sumur yang dibor pada sub-cekungan ini, namun keberadaannya terdeteksi pada data seismik (Biantoro dkk., 1996).
Jenis-jenis log 1. Log Listrik Log listrik merupakan suatu plot antara sifat-sifat listrik lapisan yang ditembus lubang bor dengan kedalaman. Sifat-sifat ini diukur dengan berbagai variasi konfigurasi elektrode yang diturunkan ke dalam lubang bor. Untuk batuan yang pori-porinya terisi mineral-mineral air asin atau clay maka akan menghantarkan listrik dan mempunyai resistivity yang rendah dabandingkan dengan pori-pori yang terisi minyak, gas maupun air tawar. Oleh karena itu lumpur pemboran yang banyak mengandung garam akan bersifat konduktif dan sebaliknya. Untuk formasi clean sand yang mengandung air garam, tahanan formasinya dapat dinyatakan dengan suatu faktor tahanan formasi (F), yang dinyatakan dengan persamaan: Ro = F x Rw ………………………………………………………. (3-1) dimana : F = faktor formasi Ro = tahanan formasi dengan saturasi air formasi 100 % Rw = tahanan air garam (air formasi) Hubungan antara tahanan formasi, porositas dan faktor sementasidikemukakan oleh G.E. Archie dan Humble sebagai berikut :
Persamaan Archie : F = Ф-m………………….……….……… (3-2) Persamaan Humble : F = 0,62 x Ф-2,15……….………………... (3-3)
dimana : m = faktor sementasi batuan F = faktor formasi Ф = porositas 2. Log radioaktif Log radioaktif dapat digunakan pada sumur yang dicasing (cased hole) maupun yang tidak d casing (open hole). Keuntungan dari log radioaktif ini dibandingkan dengan log listrik adalah tidak banyak dipengaruhi oleh keadaan lubang bor dan jenis lumpur. Dari tujuan pengukuran, log radioaktif dapat dibedakan menjadi alat pengukur lithologi seperti Gamma Ray Log, alat pengukur porositas seperti Neutron Log dan Density Log. Hasil pengukuran alat porositas dapat digunakan pula untuk mengidentifikasi lithologi dengan hasil yang memadai. Gamma Ray Log Prinsip pengukurannya adalah mendeteksi arus yang ditimbulkan oleh ionisasi yang terjadi karena adanya interaksi sinar gamma dari formasi
dengan gas ideal yang terdapat didalam kamar ionisasi yang ditempatkan pada sonde. Besarnya arus yang diberikan sebanding dengan intensitas sinar gamma yang bersangkutan. Didalam formasi hampir semua batuan sedimen mempunyai sifat radioaktif yang tinggi, terutama terkonsentrasi pada mineral clay. Formasi yang bersih (clean formasi) biasanya mengandung sifat radioaktif yang kecil, kecuali lapisan tersebut mengandung mineral-mineral tertentu yang bersifat radioaktif atau lapisan berisi air asin yang mengandung garam-garam potassium yang terlarutkan (sangat jarang), sehingga harga sinar gamma akan tinggi. Neutron Log Neutron Log direncanakan untuk menentukan porositas total batuan tanpamelihat atau memandang apakah pori-pori diisi oleh hidrokarbon maupun air formasi. Neutron terdapat didalam inti elemen, kecuali hidrokarbon. Neutron merupakan partikel netral yang mempunyai massa sama dengan atom hidrogen Prinsip kerja dari neutron log adalah sebagai berikut, energi tinggi darineutron dipancarkan secara kontinyu dari sebuah sumber radioaktif yang ditempatkan didalam sonde logging yang diletakkan pada jarak spacing pendek sekitar 10-18 inch dari detektor gamma ray. Pada operasi logging, neutron meninggalkan sumbernya dengan energi tinggi, tetapi dengan cepat akan berkurang karena bertumbukan dengan inti-inti elemen didalam formasi. Semua inti-inti elemen turut serta dalam pengurangan energi ini, tetapi yang paling dominan adalah atom dengan massa atom yang sama dengan neutron yaitu hidrogen. Setelah energi neutron banyak berkurang kemudian neutron tersebut akan menyebar di dalam formasi tanpa kehilangan energi lagi sampai tertangkap dan terintegrasi dengan inti-inti elemen batuan formasi, seperti klorine dansilikon. Inti-inti ini akan terangsang untuk memancarkan sinar gamma. Kemudiandetektor sinar gamma akan merekam radiasi sinar gamma tersebut. Density Log Tujuan utama dari density log adalah menentukan porositas denganmengukur density bulk batuan, disamping itu dapat juga digunakan untuk mendeteksi adanya hidrokarbon atau air, digunakan besama-sama dengan neutronlog, juga menentukan densitas hidrokarbon (ρh1) dan membantu didalam evaluasi lapisan shaly. Prinsip kerja density log adalah dengan jalan memancarkan sinar gamma dari sumber radiasi sinar gamma yang diletakkan pada dinding lubang bor. Pada saat sinar gamma menembus batuan, sinar tersebut akan bertumbukkan
dengan elektron pada batuan tersebut, yang mengakibatkan sinar gamma akan kehilangan sebagian dari energinya dan yang sebagian lagi akan dipantulkan kembali, yang kemudian akan ditangkap oleh detektor yang diletakkan diatas sumber radiasi. Intensitas sinar gamma yang dipantulkan tergantung dari densitas batuan formasi Sinar gamma yang menyebar dan mencapai detektor dihitung dan akan menunjukkan besarnya densitas batuan formasi. Formasi dengan densitas tinggi akan menghasilkan jumlah elektron yang rendah pada detektor. Densitas elektron merupakan hal yang penting disini, hal ini disebabkan yang diukur adalah densitas elektron, yaitu jumlah elektron per cm3 Densitas elektron akan berhubungan dengan densitas batuan sebenarnya, ρb yang besarnya tergantung pada densitasmatrik, porositas dan densitas fluida yang mengisi pori-porinya. Kondisi penggunaan untuk density log adalah pada formasi dengan densitas rendah dimana tidak ada pembatasan penggunaan lumpur bor tetapi tidak dapat digunakan pada lubang bor yang sudah di casing. Kurva density log hanya terpengaruh sedikit oleh salinitas maupun ukuran lubang bor. 3. Sonoc Log Log ini merupakan jenis log yang digunakan untuk mengukur porositas,selain density log dan neutron log dengan cara mengukur interval transite time(Δt), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara untuk merambat didalam batuan formasi sejauh 1 ft. Peralatan sonic log menggunakan sebuah transmitter (pemancar gelombang suara) dan dua buah receiver (penerima). Jarak antar keduanya adalah 1 ft. Bila pada transmitter dipancarkan gelombang suara, maka gelombang tersebut akan merambat kedalam batuan formasi dengan kecepatan tertentu yang akan tergantung pada sifat elastisitas batuan, kandungan fluida, porositas dan tekanan formasi. Kemudian gelombang ini akan terpantul kembali menuju lubang bor dan akan diterima oleh kedua receiver. Selisih waktu penerimaan ini direkamoleh log dengan satuan microsecond per feet (μsec/ft) yang dapat dikonversikan dari kecepatan rambat gelombang suara dalan ft/sec. Interval transite time (Δt) suatu batuan formasi tergantung dari lithologidan porositasnya. Sehingga bila lithologinya diketahui maka tinggal tergantung pada porositasnya. Pada tabel III-2. dapat dilihat beberapa harga transite timematrik (Δtma) dengan berbagai lithologi.
4. Caliper log Caliper log merupakan suatu kurva yang memberikan gambaran kondisi (diameter) dan lithologi terhadap kedalaman lubang bor. Untuk menyesuaikan dengan kondisi lubang bor, peralatan caliper log dilengkapi dengan pegas yang dapat mengembang secara fleksibel. Ujung paling bawah dari pegas tersebut dihubungkan dengan rod. Posisi rod ini tergantung pada kompresi dari spring dan ukuran lubang bor. Manfaat caliper log sangat banyak, yang paling utama adalah untuk menghitung volume lubang bor guna menentukan volume semen pada operasi cementing, selain itu dapat berguna untuk pemilihan bagian gauge yang tepatuntuk setting packer (misalnya operasi DST), interpretasi log listrik akan mengalami kesalahan apabila asumsi ukuran lubang bor sebanding dengan ukuran pahat (bit) oleh karena itu perlu diketahui ukuran lubang bor dengan sebenarnya, perhitungan kecepatan lumpur di annulus yang berhubungan dengan pengangkatan cutting, untuk korelasi lithologi karena caliper log dapat membedakan lapisan permeabel dengan lapisan consolidated.