BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis
1, 2, 3
. Indonesia
menempati peringkat ketiga setelah India dan China sebagai Negara dengan populasi penderita TB terbanyak
1, 2, 4
. Setidaknya hingga 20 persen penderita TB paru akan
mengalami penyebaran TB ekstraparu. TB ekstraparu dapat berupa TB otak, gastrointestinal, ginjal, genital, kulit, getah bening, osteoartikular, dan endometrial. Sebelas persen dari TB ekstraparu adalah TB osteoartikular, dan kurang lebih setengah penderita TB osteoartikular mengalami infeksi TB tulang belakang 3, 4. Infeksi spinal oleh tuberkulosis, atau yang biasa disebut sebagai spondilitis tuberculosis (TB), sangat berpotensi menyebabkan morbiditas serius, termasuk defisit neurologis dan deformitas tulang belakang yang permanen, oleh karena itu diagnosis dini sangatlah penting. Diagnosis dini spondilitis TB sulit ditegakkan dan sering disalah artikan sebagai neoplasma spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan pada stadium lanjut, saat sudah terjadi deformitas tulang belakang yang berat dan defisit neurologis yang bermakna seperti Paraplegia 4.
1
BAB II PEMBAHASAN 1. Tuberkulosis Paru a. Definisi Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi paru yang menyerang jaringan parenkim paru, disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis 1, 2, 3. b. Klasifikasi Berdasarkan letak anatomi penyakit3, 4, 6 1. Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru. Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya yang terletak dalam paru. 2. Tuberkulosis ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan selaput otak. Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum 3, 4 1. Tuberkulosis paru BTA positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum BTA positif. 2. Tuberkulosis BTA negatif: dari 3 spesimen sputum BTA negatif, foto toraks positif. Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya 4, 6: 1. Kasus baru Pasien yang belum pernah mendapatkan pengobatan OAT sebelumnya atau mendapatkan OAT kurang dari satu bulan. 2. Kasus kembuh (relaps) Pasien yang pernah mendapatkan OAT dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali
lagi
berobat
dengan hasil
pemeriksaan sputum BTA positif.
2
3. Kasus pindahan (transfer in) Pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di kabupaten lain pindah berobat ke kabupaten ini. 4. Kasus gagal terapi Paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. 5. Kasus gagal Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau lebih. Penderita BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan. 6. Kasus kronik Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategoti 2 dengan pengawasan yang baik. WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu 3, 4, 6: 1. Kategori I, ditujukan terhadap: a. Kasus baru dengan sputum positif. b. Kasus baru dengan bentuk TB berat. 2. Kategori II, ditujukan terhadap: a. Kasus kambuh b. Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3. Kategori III, ditujukan terhadap : a. Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. b. Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I 4. Kategori IV, ditujukan terhadap: a. TB kronik.
3
c. Etiologi Mikobacterium tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi 3. d. Patogenesis 1. Tuberkulosis Primer Kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel kuman masuk ke alveolar bila ukuran < 5 mikrometer. Kuman pertama kali akan dihadapi oleh neutrofil, kemudian baru makrofag. Kuman akan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag 5. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang TB pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau efek primer atau sarang (fokus) Ghon. Sarang primer ini dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai kepleura maka akan terjadi efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit. Maka terjadi limfadenopati regional, kemudian bakteri masuk kedalam vena dan menjalar keseluruh organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang 5. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan terjadi penjalarna keseluruh bagian paru menjadi TB milier. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga 4
diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer (Ranke). Semua proses tersebut memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan menjadi 3:
Sembuh tanpa cacat.
Sembuh dengan bekas berupa garis-garis fibrotik.
Berkomplikasi dan menyebar secara : a. Perkontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya b. Bronkogen
pada
paru
yang
bersangkutan
maupun
paru
disebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar keusus c. Limfogen, keorgan tubuh lain-lainnya d. Hematogen, keorgan tubuh lainnya. 2. Tuberkulosis Pasca Primer (Tuberkulosis Sekunder) Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB post primer = TB pasca primer = TB sekunder). TB sekunder terjadi karena imunitas menurun, seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang berlokasi diregio atas paru (bagian apikal posterior atau lobus superior atau inferior). Invasinya adalah kedaerah parenkim paru dan tidak ke nodus hiler paru 3. Sarang dini mula-mulanya berbentuk sarang pneumonia kecil, dalam 3-10 minggu sarang ini akan membentuk tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi eksogen, tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien. Sarang dini dapat menjadi
5
direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa cacat dan sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dengan serbukan jaringan fibrosis 3. Kavitas dapat: a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru, bila isi kavitas masuk keperedaran darah arteri maka akan terjadi TB milier. Dapat juga masuk keparu sebelahnya atau tertelan masuk lambung dan selanjutnya keusus jadi TB usus, bisa juga terjadi TB endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur kepleura; b. Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma yang dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh fungus seperti Aspergillus dan kemudian menjadi mycetoma; c. Bersih dan menyembuh, disebut open healed cavity. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped 3. Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang yaitu : 1) Sarang yang sudah sembuh, tidak perlu pengobatan lagi; 2) Sarang aktif eksudatif, perlu pengobatan lengkap dan sempurna; 3) Sarang yang berada antara aktif dan sembuh, dapat sembuh spontan, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna karena dikhawatirkan terjadinya eksaserbasi kembali 3. e. Gejala Klinis 1. Gejala respiratorik 3, 4, 6, 7 -
Batuk Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan.Batuk terjadi karena iritasi bronkus yang pada awalnya tidak berdahak, tetapi karena terjadi peradangan maka batuk akan menjadi produktif. Biasanya batuk ringan sehingga dianggap batuk biasa.Apabila batuk telah berlangsung lebih dari 2 minggu, maka harus dipikirkan adanya TB.
6
-
Dahak Dahak bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen/ kuning atau kuning kehijauan sampai purulent.Dahak berubah menjadi kental apabila sudah terjadi perlunakan.
-
Batuk darah (hemoptysis) Darah yang dikeluarkan penderita mungkin berupa garis atau bercakbercak darah, gumpalan-gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Keadaan ini terjadi akibat pecahnya aneurisma. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar atau kecilnya pembuluh darah yang terkena.
-
Nyeri dada Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Apabila nyeri bertambah berat berarti telah terjadi pleuritis luas (nyeri dikeluhkan didaerah aksila, diujung scapula atau tempat-tempat lainnya).
2. Gejala sistemik 3, 4, 6, 7 -
Demam Demam merupakan gejala paling sering di jumpai pada TB paru, biasanya timbul pada sore hari dan malam hari, disertai dengan keringat mirip demam influenza. Demam ini hilang timbul dan makin lama makin panjang masa serangannya sedangkan masa bebas serangan akan semakin pendek.Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.
-
Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun
7
f. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin didapatkan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam, badan kurus dan berat badan turun 3. Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Apabila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan seperti ronkhi basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafas menjadi vesikuler yang melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik 3, 6. Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak, pada auskultasi suara nafas yang melemah sampai tidak terdengar pada posisi yang terdapat cairan. Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjer getah bening tersering didaerah leher kadang didaerah ketiak. Pembesaran terdebut dapat menjadi cold abscess 6. g. Pemeriksaan Laboratorium 1. Darah Hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit sudah mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit kembali meninggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal 3, 6. 2. Sputum Hingga sekarang prinsip penemuan BTA tetap merupakan suatu pilihan utama, dengan beberapa alasan antara lain, lebih murah, objektif dan spesifik. Teknik pewarnaan yang kini banyak digunakan adalah Ziehl Neelsen 8
3, 6
. Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan pemeriksaan kultur dahak.
dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB. Untuk kenyamanan penderita, pengumpulan dahak dilakukan dengan prinsip Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa, mikroskop fluoresens atau biakan kuman 6, 9. Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila ketiga spesimen dahaknya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas selama 2 minggu 9. Apabila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB dilakukan pengulangan pemeriksaan dahak SPS dengan kriteria sebagai berikut 9: -
Hasil SPS positif maka didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
-
Hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto toraks untuk mendukung diagnosis TB.
Interpretasi
pemeriksaan
mikroskopik
dibaca
dengan
skala
IUATLD
(rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) 9: -
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
-
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
-
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
-
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
-
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
9
3. Tes tuberkulin Dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes Mantoux yakni dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberculin PDD (Prurified Protein Derivattive) intrakutan. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu sedang atau ernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. bovis, vaksinasi BCG dan Mycobakteria pathogen lainnya.Dasar tes tuberculin adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody seluler dengan antigen tuberculin 3. Hasil tes Mantoux dibagi dalam 3: - Indurasi 0-55 mm
: mantoux negatif = golongan non sensitivity
- Indurasi 6-9 mm
: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity
- Indurasi 10-15 mm
: mantoux positif = golongan normal sensitivity
- Indurasi >15 mm
: mantoux positif kuat = hypersensitivity.
Hal-hal yang memberikan hasil reaksi tuberculin berkurang (negatif palsu) 3: - Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis - Penyakit sistemik berat (sarkoidosis) - Penyakit eksentematous dengan panas akut : morbili, cacar air, poliomyelitis - Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler (Hodgkin) - Pemberian kortikosteroid lama dan obat imunosupresi lainnya. - Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan. Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux ± 5 mm dinilai positif 3. h. Pemeriksaan Radiologis Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
10
a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmensuperior lobus bawah b. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular c. Bayangan bercak milier d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif a. Fibrotik b. Kalsifikasi c. Schwarte atau penebalan pleura i. Penatalaksanaan Pengobatan
tuberkulosis
ditujukan
untuk
menyembuhkan
penderita,
mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan 3: a. Tahap intensif Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir pengobatan b. Tahap lanjutan Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
11
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT10:
j. Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, yang terbagi atas 3: -
Kompilkasi dini
: Pleuritis, efusi pleura, empyema, dan laryngitis
-
Komplikasi lanjut
: Obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom gagal nafas, yang tersering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
12
BAB III LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN Nama Pasien
: Ny. S
Alamat
: Desa Talang Danto
Umur
: 47 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Status pernikahan
: Menikah
No.RM
: 06.42.03
ANAMNESIS Autoanamnesis dan alloanamnesis KELUHAN UTAMA Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien juga pernah sesak nafas kira-kira 1 bulan yang lalu, sesak nafas dirasakan setiap kali batuk dan semakin meningkat apabila berbaring dan pada saat berjalan. Sesak nafas berkurang pada saat duduk. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu, dan makanan. Batuk semakin memberat sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sudah batuk sejak 1 bulan yang lalu, namun memberat 3 hari ini. Batuk disertai dahak berwarna putih. Batuk terus menerus pada malam dan siang hari, dan dalam sehari batuk dirasakan lebih dari 10 kali perhari, batuk darah (-). Nyeri dada saat batuk sejak 1 bulan yang lalu dan nyeri tidak menjalar ke bahu dan punggung. Pasien juga mengeluhkan keringat malam yang dirasakan terus menerus dan disertai demam 13
tinggi sejak 5 hari yang. Pasien juga sering mengeluhkan mual dan muntah ± 4 kali dalam 2 hari ini, lendir (+) darah (-), nafsu makannya menurun sejak 1 bulan ini disertai dengan adanya penurunan berat badan dari 46 kg menjadi 40 kg. Pasien juga menyatakan merasa lemas dan mudah lelah beberapa bulan terakhir ini. Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke puskemas Sosah dan dipuskesmas tersebut pasien melakukan pemeriksaan Bta Sputum, dari hasil pemeriksaan sputum tersebut pasien dinyatakan menderita TB paru.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU -
Riwayat penyakit TB paru tidak ada
-
Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada
-
Riwayat hipertensi tidak ada
-
Riwayat penyakit jantung tidak ada
-
Riwayat penyakit asma tidak ada
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA -
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan sama seperti Ny. S
-
Riwayat penyakit diabetes mellitus tidak ada
-
Riwayat hipertensi tidak ada
-
Riwayat penyakit jantung tidak ada
-
Riwayat penyakit TB paru tidak ada
-
Riwayat penyakit asma tidak ada
RIWAYAT PENGOBATAN Pasien sudah pernah mendapatkan pengobatan di puskesmas Sosah, di Puskesmas tersebut pasien sudah dianjurkan untuk mengkonsumsi obat anti tuberkulosis fase intensif (rifampisin, pirazinamid, isoniazid, dan etambutol)
14
RIWAYAT PEKERJAAN, SOSIAL EKONOMI, DAN KEBIASAAN -
Riwayat bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga
-
Riwayat minum alkohol tidak ada
-
Riwayat merokok tidak ada
-
Sosial ekonomi : menengah
PEMERIKSAAN UMUM Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: composmentis
Tekanan darah
: 130/90 mmHg
Nadi
: 92 kali/menit
Suhu
: 37,90C
Pernafasan
: 28 kali/menit
Tinggi badan
: 158 cm
Berat badan
: 40 kg IMT : 40/1,582 = 16,6% (berat badan kurang)
PEMERIKSAAN FISIK 1. Kepala a. Mata -
Konjungtiva anemis
-
Sklera tidak ikterik
b. Hidung -
Tidak ada deviasi septum nasi
c. Telinga -
Telinga normal namun pendengarannya sudah berkurang
d. Mulut -
Mulut tidak sianosis dan bibir tidak kering
e. Leher -
Tidak ada nyeri 15
-
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
-
JVP: 5-2 cmH2O2
2. Thorax a. Paru -
Inspeksi Statis
: simetris kanan dan kiri
Dinamis
: pergerakan dinding dada simetris
-
Palpasi
: fokal fremitus kanan kiri sama
-
Perkusi
: sonor: kanan, Sonor: kiri
-
Auskultasi
: suara nafas bronkial +/+ rhonki +/+, wheezing: -/-,
ekspirasi memanjang -/b. Jantung -
Inspeksi
: ictus cordis tidak terlihat
-
Palpasi
: ictus cordis teraba 2 jari medial di linea midclavicularis sinistra di SIC V
-
Perkusi
:
Batas atas
: SIC II
Batas kanan
: Linea parasternalis dextra
Batas kiri
: 2 jari medial di linea midclavicularis sinistra
Batas bawah : SIC V -
Auskultasi
: suara jantung reguler, gallop (-), murmur (-)
c. Abdomen -
Inspeksi
: bentuk perut datar
-
Auskultasi
: bising usus (+) normal
-
Palpasi
: nyeri tekan (+) epigastrium, hepar dan lien tidak
membesar -
Perkusi
: Timpani di 4 kuadran
d. Ekstremitas -
Superior
: edema (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik 16
-
Inferior
: edema (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik
PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Hasil
Nilai rujukan
Hb
7,0 gr%
13-18 gr%
Leukosit
13,5 103/mm3
5-11 103/mm3
Hematokrit
23 %
37-47%
Trombosit
137 103/mm3
150-450 103/mm3
Eosinofil
14 %
1-3 %
SGOT
56
7-40 IU/L
SGPT
62
7-40 IU/L
GDS
97
80-150 mg/dl
RESUME Sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien juga pernah sesak nafas kira-kira 1 bulan yang lalu, sesak nafas dirasakan setiap kali batuk dan semakin meningkat apabila berbaring dan pada saat berjalan. Sesak nafas berkurang pada saat duduk. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca dingin, debu, dan makanan. Batuk semakin memberat sejak 3 hari yang lalu. Sebelumnya pasien sudah batuk sejak 1 bulan yang lalu, namun memberat 3 hari ini. Batuk disertai dahak berwarna putih. Batuk terus menerus pada malam dan siang hari, dan dalam sehari batuk dirasakan lebih dari 10 kali perhari, batuk darah (-). Nyeri dada saat batuk sejak 1 bulan yang lalu dan nyeri tidak menjalar ke bahu dan punggung. Pasien juga mengeluhkan keringat malam yang dirasakan terus menerus dan disertai demam tinggi sejak 5 hari yang. Nafsu makan menurun sejak 1 bulan ini disertai dengan adanya penurunan berat badan dari 46 kg menjadi 40 kg. Pasien juga menyatakan merasa lemas dan mudah lelah beberapa bulan terakhir ini.
17
Pasien sebelumnya sudah pernah berobat ke puskemas Sosah dan dipuskesmas tersebut pasien melakukan pemeriksaan Bta Sputum, dari hasil pemeriksaan sputum tersebut pasien dinyatakan menderita TB paru. Dari pemeriksaan fisik ditemukan rhonki (+/+) dikedua lapang paru, pada pasien tidak dilakukan foto rhontgen, dan dari pemeriksaan darah rutin ditemukan HB pasien 7,0 gr/dl.
DIAGNOSIS KERJA - TB Paru + anemia PENATALAKSANAAN Non Farmakologi - Bed rest - Membuang dahak pada tempat yang disediakan - Menutup mulut saat batuk Farmakologi -
Ivfd D5 20 tpm
-
Inj ondancetron 8 mg/12 jam
-
Lansoprazole 1x1 tablet
-
Propepsa syr 2x2 cth
-
OAT lanjutkan
18
BAB IV PEMBAHASAN
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis TB paru berdasarkan Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori pasien TB paru memiliki gejala klinis berupa gejala respiratorik dan gejala sistemik. Adapun gejala respiratorik dapat berupa batuk yang lebih dari tiga minggu, batuk berdarah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun. Pada pasien ini dari anamnesis ditemukan batuk berdarah, berkeringat malam, nafsu makan menurun namun gejala lain seperti sesak nafas, nyeri dada tidak ditemukan pada pasien ini. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, ronki basah, selain itu pasien juga sudah melakukan pemeriksaan radiologi sebelumnya dan hasilnya menunjukkan bahwa pasien menderita TB paru aktif. Untuk diagnosis pasti TB yaitu ditemukan kuman tuberkulosis yaitu dengan cara pemeriksaan BTA sputum, Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan cara sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan), dahak Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi). Untuk lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 2 kali positif, 1 kali negatif berarti mikroskopik positif, jika 1 kali positif, 2 kali negatif periksa ulang BTA 3 kali , kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif
berarti
mikroskopik positif bila 3 kali negatif mikroskopik negatif. Bila gambaran radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif, maka hasil pemeriksaan dahak 1 kali positif, 2 kali 19
negatif tidak perlu diulang dan itu sudah dapat ditegakkan diagnosis Tuberkulosis. Pada pasien ini telah dilakukan 3 kali pemeriksaan sputum BTA dan radiologi. Dari anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien didiagnosis dengan tb paru aktif dalam masa pengobatan (fase intensif) menurut Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI).
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2005. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Indonesia 2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Indonesia 3. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (5th ed). Jakarta: Interna Publishing
20
4. Rani, A. A., Sidartawan, S., Anna, U., Ika, P., Nafrialdi., Arif, M. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Indonesia: PB PAPDI 5. Zuwanda., Raka, J. 2013. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberkulosis. 40(9): 661-673 6. Isbaniyah, F., dkk. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 7. Raviglion MC, O’brien RJ. Tuberculosis. In: Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th edition. 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Paru Indonesia 9. Dinkes Provinsi Riau. 2008. Laporan Evaluasi Pertriwulan Tuberkulosis Elektronik Kota Pekanbaru. Pekanbaru: Indonesia 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2: cetkan II. Jakarta: Indonesia 11. Martini F.H., Welch K. 2001. The Lymphatic System and Immunity. In : Fundamentals of Anantomy and Physiology. 5th ed. New Jersey : Upper Saddle River 12. Hidalgo A. Pott disease (tuberculous spondylitis). Didapat dari http:// www.emedicine.com/med/topic1902.htm. 13. Miller F, Horne N, Crofton SJ. 1999. Tuberculosis in Bone and Joint. In : Clinical Tuberculosis.2nd ed.: London : Macmillan Education Ltd 14. Utji R, Harun H. 1994. Buku ajar mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa Aksara 15. Batra V. Tuberculosis. Didapat dari http:// www.emedicine.com/ped/topic2321.htm. 16. Paramarta, G.E., Purniti., Subanda. 2008. Spondylitis Tuberkulosa. Jurnal Sari Pediatri. 10(3): 177-183 17. Byrne TN, Benzel EC, Waxman SG. 2000. Infectious and noninfectious infl ammatory disease aff ecting the spine. Oxford University Press Inc. 18. Li, Y.W., Fung, Y.W. 2007. A case of cervical tuberculous spondilitis: an uncommon cause of neck pain. Hong Kong j. emerg. med. 14(2) 19. Cormican, L., Hammal, R., Messenger, J., Milburn, H.J. 2006. Current difficulties in the diagnosis and management of spinal tuberculosis. Postgrad Med J. 82: 46-51 20. Ahn, J.S., Lee, J.K. 2007. Diagnosis and Treatment of Tuberculous Spondilitis and Pyogenic Spondilitis in Atypical Cases. Asian Spine Journal. 1(2):75-79 21. Karraeminogullari, O., Aydinli, U., Ozerdemoglu, R., Ozturk, C. 2007. Tuberculosis of the Lumbar Spine: Outcomes after Combined Treatment of Two-drug Therapy and Surgery. Orthopedics. 30(1) 22. Bohndorf K., Imhof H. Bone and Soft Tissue Inflammation. 2001. In:Musculoskeletal Imaging : A Concise Multimodality Approach. New York: Thieme 21
23. Nataprawira, H.M., Rahim, A.H., Dewi, M.M., Ismail, Y. Comparation Between Operative and Conservative Therapy in Spondylitiis Tuberculosis in Hasan Sadikin Hospital Bandung. Maj Kedokt Indon. 60(7) 24. Teo EL, Peh WC.2004. Imaging of tuberculosis of the spine. Singapore Med J 45(9):439. 25. Moesbar, N. 2006. Infeksi tuberkulosis pada tulang belakang. Majalah Kedokteran Nusantara. 39(3) 26. Harada, Y., Osamu. Matsunaga, N. 2008. Magnetic Resonance Imaging Charasteristics of Tuberculous Spondylitis vs. Pyogenic Spondylitis. Clinical Imaging. 32:303 –309. 27. Camillo, F.X. 2008. Infections of the Spine. Canale ST, Beaty JH, ed. Campbell’s Operative Orthopaedics.
22