Buletin Incis Ed 01

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buletin Incis Ed 01 as PDF for free.

More details

  • Words: 6,394
  • Pages: 16
Kerjasama antara

INDEKS Hak Kita Di Anggaran Pemerintah Disadari atau tidak kita telah banyak membayar untuk pemerintah. Kita perlu tahu kemana uang kita dipergunakan? Sesuaikan dengan kebutuhan? Ataukah dalam kekuasaan pemegang kekuasaan?

Komisi Transparansi dan Partisipasi Kab Lebak Sejak didirikan di tahun 2004, Komisi Transparansi Publik (KTP) Lebak ini banyak menerima keluhan dari masyarakat. Tugasnya, memotong komunikasi birokratis. Hasilnya, Rakyat Lebak lebih mengenal kinerja para aparat sekaligus memberikan kritik.

"JANGAN berharap kebijakan pemerintah Pandeglang sesuai dengan kepentingan publik dan mendapat partisipasi aktif dari masyarakat dalam pembangunan jika komunikasi politik masih bersifat kekerabatan, seremonial dan sebatas ramah tamah belaka" Demikian kesimpulan penelitian yang dilakukan Indonesian Institute for Civil Society (INCIS). Penelitian ini menyoal akuntabilitas kebijakan dan komunikasi politik di Kabupaten Pandeglang. Acara ini digelar di Wisma PKP-RI Pandeglang pada 23 januari 2008.

MENCARI MEKANISME KOMUNIKASI POLITIK

Ada Sumbat di

PANDEGLANG Hadir dalam acara diskusi sebagai pembicara Tb Ace Hasan Syadzily dari INCIS, Fridolin Berek dari Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK), Didih M Sudi dari Komite Transparansi dan Partisipasi (KTP) Lebak dan Akhsan Sukroni dari DPRD Pandeglang. Sementara

peserta diskusi terdiri dari unsur pemuda, mahasiswa, dosen, ibu muslimat, aparat pemerintah dan tokoh-tokoh Pandeglang. Sorotan utama diskusi ini berkenaan dengan temuan lemahnya bangunan komunikasi politik yang menyebabkan lemahnya

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

1

FOKUS

MEMULAI "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sehingga mereka mau mengubah dirinya sendiri" Menjemput perubahan adalah tema sentral yang paling baik daripada menunggu ketidakpastian. Pandeglang, sebuah kabupaten di Provinsi Banten saat ini hendak berbenah untuk perubahan itu. Dari sebuah kegiatan diskusi yang digelar rutin pada pertengahan tahun 2007, muncul ide untuk membangun Pandeglang yang lebih maju dan demokratis. Beberapa tokoh yang hadir, tak disangka menyambut dan bersepakat mencari akar permasalahan. Sebagai sebuah organisasi kemasyarakat, INCIS menyambut baik keputusan bersama tersebut. Melalui penelitian yang mendalam, ditemukan titik-titik kelemahan akibat kurang terserapnya aspirasi dan komunikasi masyarakat. Pembaca, tema edisi ini mengangkat hasil penelitian tersebut sekaligus menghadirkan cermin kabupaten lain yang berani untuk berubah di masa yang tepat. Apakah kita mau berubah. Tergantung keinginan dan kemauan kita untuk itu.

penegakan prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi publik Kesimpulan ini muncul berdasarkan data lapangan yang menyebutkan bahwa masyarakat Pandeglang belum sepenuhnya dengan mudah mengakses kebijakan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Pandeglang. Karenanya, masyarakat tidak dapat dapat memonitor dan mengevaluasi apakah APBD yang ditetapkan sesuai dengan aspirasi rakyat dan ataukah APBD itu layak diberlakukan. Menariknya, ada beberapa masyarakat yang merasa kurang peduli arah kebijakan pemerintah ini hendak diusung kemana. Menyikapi sikap pasif masyarakat ini, Fridolin Berek melihat bahwa hal ini sudah banyak terjadi di mana-mana. Menurutnya, sudah saatnya pendidikan politik diberikan kepada masyarakat. Pendidikan politik bagi masyarakat, menurutnya, tidak melulu dipahami seolah-olah hanya pendidikan untuk berpartai. Pendidikan politik juga berkenaan dengan pendidikan politik anggaran yang mendidik ma-

syarakat untuk tahu bahwa anggaran pada dasarnya hak penuh mereka. "Kesalahan kita selama ini di masyarakat adalah mempercayakan sepenuhnya permasalahan policy politik di tangan para elit. Itu karena tradisi budaya kita yang nrimo, yang masut saja. Dianggap orang elit itu pasti pintar dan memikirkan masyarakat," tegas Fridolin. Penelitian ini merupakan tindak lanjut dari hasil lokakarya yang pernah diadakah oleh INCIS pada November tahun lalu. Dalam diskusi tersebut diungkapkan banyaknya kejanggalan kepemimpinan yang mengabaikan prinsip-prinsip dasar akuntabilitas serta munculnya kebijakan-kebijakan yang tidak menyentuh kepentingan rakyat secara signifikan. Bahkan, menurut peserta, hal ini ditengarai banyak kebijakan yang lahir bersifat overpopulis semisal bantuan santunan kematian, nikah gratis, dan insentif bagi ulama. TERSUMBATNYA KOMUNIKASI POLITIK Melalui Forum Group Discussion dan wawancara mendalam

PEMIMPIN UMUM Tb Ace Hasan Syadzily DEWAN REDAKSI Ali M Irvan, Dadan Ramdan PEMIMPIN REDAKSI A Ilham Aufa STAF REDAKSI Imam Soeyoeti, Kholis Ridho, Puadudin PRA CETAK Achilfa ALAMAT REDAKSI Ciputat Indah Permai, Blok C-3 Lt.3 Jl Ir. H Juanda Ciputat 15419 Telp/Faks, 021-7418945 email. [email protected]. Redaksi menerima tulisan artikel dengan menyertakan identitas. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengurangi maksud tulisan

2

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

FOKUS dengan berbagai responden, penelitian ini menemukan bahwa peran serta masyarakat dalam kegiatan forum bersama dengan aparat dan public hearing bersama anggota DPRD masih sangat terbatas. Pelibatan masyarakat hanya direpresentasikan oleh keterwakilan warga masyarakat dari kelompok dan golongan berpengaruh kuat saja di Pandeglang. Karena itu, tidak ada jaminan kuat kontribusi masyarakat Pandeglang terakomodasi dengan baik. Pada praktiknya kemudian, legitimasi publik terhadap kebijakan belum terlaksana secara menyeluruh. Tentu saja hal ini sangat disayangkan, mengingat keterlibatan warga dan masyarakat dalam proses pembangunan daerah telah diatur dalam beberapa regulasi, diantaranya UUD 1945, UU No 25 Tahun 2004 tentang Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Terbatasnya partisipasi masyarakat, disebabkan oleh tersumbatnya komunikasi politik warga masyarakat terhadap masyarakat dan anggota DPRD. Dalam paparan penelitian ini disebutkan ada 4 hal yang menghalangi partisipasi masyarakat, yakni pertama, mekanisme saluran komunikasi politik, seperti reses dan musrenbang tidak berjalan dengan baik. Kedua, pemotongan program oleh pemerintah yang lebih tinggi karena keterbatasn anggaran. Ketiga, program pembangunan yang terakomodir dalam APBD seringkali tidak berdasarkan kebutuhan rakyat. APBD lebih banyak tersedot untuk kegiatan rutinitas daripada pembangunan. Terakhir, persoalan sumberdaya masyarakat yang terbatas yang menyebabkan sikap pasif dalam pembangunan.

AKUNTABILITAS DAN TANSPARANSI Hal lain yang diungkap adalah persoalan Akuntabilitas. APBD Pandeglang sebagaimana fakta lapangan dibuat melalui proses yang kurang dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel). Dalam akuntabilitas, tutur Ace Hasan yang memaparkan penelitian ini, menuntut dua hal, yakni kemampuan menjawab dan konskuensi. Kemampuan menjawab berhubungan dengan tuntutan para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya digunakan dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Sedangkan konsekuensi berkaitan dengan kontak akibat yang harus diterima oleh penyelenggara jika mampu melaksanakan prinsip akuntabilitas. "RAPBD bukan produk kebijakan yang bersifat tertutup. Ia memuat mekanisme pertanggungjawaban yang jelas, termasuk ketika kebijakan tersebut mendapat penolakan keras dari masyarakat," tegas Ace yang juga ketua yayasan INCIS. Pada persoalan transparansi, kabupaten Pandeglang dinilai masih sangat tertutup dan cenderung tidak berjalan efektif. Masyarakat tidak mempunyai akses yang baik terhadap sumber informasi maupun media. Pemda, dalam pandangan responden dinilai belum sepenuhnya mampu bertanggung-gugat atas semua keluhan masyarakat. Setidaknya, masyarakat diberikan informasi secara jelas dan terbuka tentang jenis informasi apa saja yang bisa diakses publik. PENDIDIKAN SUMBER DAYA

Pada kesempatan yang sama Didih M Sudi dari KTP Lebak memberi semangat kepada Pandeglang untuk dapat menggulirkan perda Transparansi mengikuti jejak kota tetangganya, yakni Lebak yang lebih dahulu. KTP yang dibentuk di Kabupaten Lebak, katanya, telah memberikan banyak inspirasi dan keterbukaan komunikasi warga dengan pemerintah. Persoalan kesenjangan dan keluhan masyarakat melalui KTP dapat segera terdokumentasikan dan tersalurkan dengan baik tanpa melalui birokrasi yang rumit. Menurut Didih, ini merupakan buah semangat keterbukaan dari masyarakat bawah dan desakan kepada pemerintah untuk selalu transparan dengan pemerintah. "Saya berharap banyak pada Pandeglang. Kenapa Masyarakat Lebak yang lebih sedikit PAD-nya lebih dulu bisa menggulirkan perda komisi transparansi dari pada Pandeglang, padahal kita mempunyai kultur yang sama," kata Didih. Fridolin Berek dari LAK pada kesempatan itu lebih banyak menyinggung tentang penciptaan anggaran berkualitas. Menurutnya, kebijakan pemerintah yang berjalan bisa dilihat secara jelas melalui Anggaran. Anggaran berkualitas adalah anggaran yang bertujuan menyejahterakan masyarakat. “Jadi, karena ini untuk kepentingan rakyat, masyarakat berhak tahu dan punya hak mengkritisi atas anggaran tersebut”, katanya. Hal ini juga diamini oleh Akhsan Sukroni dari DPRD II Pandeglang. Namun sayangnya, ini masih terganjal dengan sumber daya manusia yang ada. Luasnya kabupaten Pandeglang, tak lebih dari sekumpulan desa-desa daripada disebut kota, demi melihat kualitas SDMnya yang rendah, katanya menegaskan. [ ]

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

3

FOKUS

HAK KITA DI

ANGGARAN PEMERINTAH

SADARKAH Anda bahwa setiap hari kita telah membayar sejumlah uang kepada pemerintah? Dari jual beli di pasar, masuk terminal, hingga kepulan asap dari rokok yang tersulut semuanya mengandung sejumlah uang yang masuk ke kas pemerintah. Dan, apakah Anda sadar juga bahwa kita sebagai pembayar kas negara juga berhak mengawasi peredaran anggaran itu? Selama ini kita hanya sadar bahwa untuk mengurus KTP, SIM, surat pertanahan dan bahkan menikah pun dibebani biaya. Selanjutnya? Kita hanya berharap urusan kita cepat selesai tanpa ada kesulitan dan beban pembayaran lagi dibelakangnya. Uang yang kita bayarkan untuk urusan di atas akan masuk ke dalam kas pemerintah. Sebagai kas pemerintah, uang tersebut akan digunakan demi kesejahteraan rakyatnya. Sebagai pelaksana, pemerintah membelanjakan sesuai dengan anggaran yang telah dibuat. Dan sebagai penyumbang kita berhak tahu kemana uang itu akan dibelanjakan. 4

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

Anggaran dengan demikian tidak melulu menjadi hak pemerintah sepenuhnya. Dalam tatanan kepemerintahan yang baik diperlukan adanya partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, dalam segala bentuk kebijakan termasuk perencanaan, pengesahan, penggunaan dan evaluasi. Termasuk di dalamnya adalah anggaran. Anggaran merupakan instrumen kebijakan pemerintah dan cerminan komitmen serta pilihan-pilihan yang dibuat untuk melayani masyarakat. Selain itu, anggaran merupakan alat yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi dan pembangunan. Baik tidaknya program pemerintah, bisa dilihat secara baik dari mata anggaran yang akan dilaksanakan pemerintah. Pertanyaannya, seberapa baik ukuran dapat dilakukan untuk mengukur kualitas anggaran? Untuk mendapatkan kualitas anggaran yang baik, yang pertama perlu dinilai adalah tujuan utamanya yakni demi kesejahteraan rakyat. Rakyat adalah penikmat pembangunan secara langsung. Tugas pemerintah adalah membaginya secara adil dan merata. Untuk itu kualitas anggaran yang baik diperlukan pandangan publik dan banyak aktor. Sebagai konsekuensinya, anggaran sudah seharusnya dapat dipublikasikan untuk mendapat respon dari masyarakat luas. Ini berkenaan dengan proses anggaran yang melibatkan 3 unsur, yakni politis, tehnokratik dan partisipatif. pemerintah hanya berkutat pada proses tehnokratik semata. Sementara rakyat punya hakpolitis dan partisipatif. Sehingga dengan demikian bila ketiga proses ini dapat berjalan dengan baik, akan tercipta upaya perbaikan kebijakan alokasi anggaran yang lebih berpihak pada masyarakat. [ ]

WAWANCARA Namanya Fridolin Berek. Aktivitas kesehariannya belakangan ini sebagai tutor di berbagai pelatihan tentang advokasi anggaran. Tak jemu-jemu ia terus mengampanyekan gerakan advokasi anggaran sebagai basis pendidikan politik warga. Ia kemudian membangun jaringan lewat lembaga yang dibentuk yakni Lembaga Advokasi Kerakyatan (LAK) yang berbasis di Bandung. Ketertarikannya terhadap permasalahan dimulai ketika ia menyadari banyak ditemukan sikap yang bertolak belakang para aparat pemerintah dalam melayani masyarakat. Padahal, sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, rakyat telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan, terutama dalam pajak dan retribusi. Namun, alih-alih melayani dengan baik, pembangunan di berbagai daerah malah berjalan sesuai kehendak pimpinan yang berkuasa. Berikut petikan wawancara dengan Buletin INCIS.

APA pandangan Anda tentang Anggaran? Anggaran itu bahasa sederhanyanya adalah sekumpulan uang masyarakat untuk dikelola oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sendiri. Selama ini kita bicara masalah anggaran ini masyarakat berpikir seolah-olah anggaran itu punya pemerintah. Padahal dia yang menyumbang pa-

BICARA ANGGARAN BERARTI

BICARA

KEMASLAHA TAN UMA T KEMASLAHAT UMAT jak dari retribusi. Tetapi karena masyarakat tidak tahu jadi seolah-olah (uang itu) dari pemerintah Kenapa tertarik dengan anggaran? Kalau bicara tentang anggaran berarti kita bicara tentang upaya menyejahterakan masyarakat. Tujuan pembelanjaan itu untuk kesejahteraan masyarakat. Jadi kalau kita pakai bahasa yang ideal, kita bicara untuk kemaslahatan umat. Siapa sih yang paling berhak atas anggaran itu. Dalam logika hirarki stratifikasi sosial, sebenarnya (yang berhak atas anggaran itu adalah) mereka yang paling menderita, paling miskin, dan paling kekurangan. Mau logika agama pun, akan begitu. Jadi, kalau sudah dikumpulkan kita kasih kepada orang yang betul-betul butuh bantuan. Seberapa besar hak dan kewajiban masyarakat untuk tahu tentang anggaran? Masyarakat berhak penuh atas anggaran itu. Ini karena ada tiga hak, yakni hak informasi, artinya masyarakat punya hak untuk tahu berapa uang yang sudah dikum-

pulkan dari seluruh masyarakat lalu digunakan dan siapa saja yang terima duit itu. Anggap saja di gereja atau di Masjid, setiap minggu kita dikasih tahu oleh para ketua atau pimpinan di sana bahwa uang terkumpul sekian dan dikasih kepada orang yang menderita sekian. Dengan pengumuman itu orang merasa dia telah beramal dengan baik dan disalurkan dengan benar. Logikanya sama. Kedua, hak alokasi. Hak alokasi itu hak mendapatkan sejumlah uang untuk pemenuhan kebutuhan. Itu masyarakat punya hak. Kalau hak partisipasi, itu artinya dia terlibat dalam merumuskan dan memutuskan tentang bagaimana anggaran yang dikumpulkan itu dibelanjakan. Jadi ia berhak penuh atas anggaran itu. Apa syarat anggaran berkualitas? Kalau bicara anggaran berkualitas dalam terminologi sekarang, apabila dalam pelakasanaannya melibatkan masyarakat. Kalau belanjanya untuk kebutuhan mayarakat. Tidak terjadi pemborosan. Atau bahasa sekolah tidak terjadi inefisiensi.

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

5

WAWANCARA Apa yang harus dilakukan masyarakat untuk dapat menciptakan anggaran berkualiats? Yang pertama adalah apa yang kita sebut sebagai pendidikan politik bagi masyarakat. Pendidikan politik bagi masyarakat jangan dipahami seolah-oah hanya pendidikan untuk berpartai. Pendidikan politik itu yang pertama kali adalah memahami hak sebagai warga dan posisi kita sebagai warga negara dengan negara dalam pengertian pemerintah untuk tahu posisi kita itu apa. Kedaulatan tertinggi itu khan di masyarakat. Artinya pendidikan politik itu pertama untuk membuat masyara-

kat itu sadar penuh bahwa negara ini tidak ada artinya apa-apa kalau tidak ada masyarakat. Lalu yang kedua baru bicara pemahaman proses kebijakan. Kesalahan kita selama ini di masyarakat adalah mempercayakan sepenuhnya permasalahan policy politik di tangan para elit. Itu karena tradisi budaya kita yang nrimo, yang manut saja. Dianggap orang elit itu pasti pintar dan memikirkan masyarakat. Tidak selamanya begitu. Ketika kita memilih seorang pemimpin khan tidak berarti seluruh hidup kita ini diatur oleh dia. Dia itu juga manusia. Sehingga ketika kita sadar 6

bahwa kita punya kewenangan untuk mengoreksi maka kita bisa berdemokrasi minimal sekali memantau, mengingatkan kebijakan yang bapak buat itu salah. Dulu kita memilih bapak karena bapak bilang mau memperjuangkan hak saya. Dan ketika bapak tidak memperjuangkan hak saya maka saya menggugat. Lalu yang ketiga baru masuk berbicara soal lebih inti pendidikan politik anggaran. Pendidikan politik anggaran itu yang lebih kongkritnya untuk tahu berapa jumlah duit, bagaimana anggaran itu dikelola, bagaimana dibelanjakan, dan pertanggungjawabannya seperti apa.

Advokasi anggaran? Advokasi anggaran itu berangkat dari logika anggaran sebagai hak warga negara. Karena itu advoaksi anggaran dimulai dari pendidikan politik anggaran. Ada beberapa yang harus dikerjakan secara paralel. Harus ada organisasi rakyat yang pada saat bersamaan dilakukan studi dan analisa. Pada saat bersamaan juga adalah kampanye. Ini sebagai tahap pertama public awarness agar masyarakat tahu betul bahwa anggaran itu hak dia. Setelah tahu anggaran itu hak dia karena dipungut dari kantong dia baru masuk pada tahapan selan-

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

jutnya yaitu pendidikan analisa anggaran. Membaca. Istilahnya adalah melek anggaran. Melek anggaran itu ketika dia melihat buku anggaran yang isinya angka-angka dia tidak pusing. Setelah itu masuk pada tahapan advokasi. Itu adalah tahapan pendidikan anggaran. Lalu advokasi ada dua, Litigasi dan non litigasi. Litigasi kebanyakan dilakukan untuk memroses berbagai macam penyelewengan dalam bentuk kebijakan. Kebanyakan itu sebagai kebijakan advokasi anti korupsi. Jadi begini, kalau ada duit dibelanjakan tidak benar, dilaporkan. Tetapi advokasi anggaran tidak sebatas itu. Mulai dari proses perencanaan sampai evalausi masyarakat harus terlibat. Sementara Non-Litigasi lebih banya berkutat pada kerja-kerja politik, diantaranya membangun jaringan, membentuk sekutu perlawanan, kampanye dan pendidikan Permasalahan yang paling besar dalam advokasi anggaran secara umum? Problem pokoknya adalah asimentri informasi dan asimentri anggaran. Langkah pertama memang harus transparan. Transparan itu syarat pertama. Karena, kalau tidak transparan, orang tidak tahu. Sebenarnya berapa duit kas di daerah itu? Ketika orang tahu misalnya seratus diumumkan seratus, seratus ini harus digunakan untuk apa? Baru kemudian masuk ke pengelolaan (manajemen). Dengan demikian langkah pertama adalah mendesak pemerintah untuk transparan. Lalu masuk pada tahapan selanjutnya adalah mendesak pemerintah untuk membelanjakan duit itu dengan tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. [ ]

KOLOM

KOMUNIKASI POLITIK

Kesepahaman atau Keberpihakan

JIKA Anda ditanya, benarkah ada ketersumbatan komunikasi politik antara penguasa dengan publik (masyarakat Pandeglang)? Jawabannya besar kemungkinan beragam, bisa menjawab benar, tidak sepenuhnya benar, atau tidak benar. Mengapa jawabannya menjadi sedemikian beragam. Tulisan singkat ini sekilas mendiskusikan persoalan ketersumbatan komunikasi politik tersebut. Bagi mereka yang menjawab benar, adalah karena dampak pembangunan daerah masih “dirasakan” kurang memberikan perbaikan kesejahteraan ekonomi dan pemerataan yang berimbang dan lebih baik. Dampak ini bahkan pada akhirnya membuat sebagian masyarakat “tidak percaya” keberadaan pemerintah daerah menjadi penting. Fasilitasi komunikasi politik di tingkat

musrenbang misalnya, didapatkan banyak peserta belum tahu apa saja program desa, kecamatan dan kabupaten, termasuk keterwakilan peserta musrenbang pun “diragukan”. Yang jelas terlihat adalah banyak jalan desa rusak, dan perekonomian tertinggal, mungkinkah hasil pertanian meningkat jika jalannya saja tidak dibangun (?). Tentu saja tidak demikian argumentasi mereka yang menjawab tidak benar ada ketersumbatan komunikasi antara pemda dan masyarakat. Selama ini pemerintah desa (lurah) telah menyosialisasikan pelbagai programnya. Pendekatan yang digunakan terhadap masyarakat tidak mungkin dengan bahasa “elit”, tetapi dengan bahasa “lokal”, jawab salah satu lurah dan camat. Akuntabilitas kebijakan Pemda pun perlu dinilai oleh akuntan publik, jika tidak, siapa saja dapat berbicara, tambah anggota DPRD. Sejauh ini program pembangunan sudah berjalan dengan baik, fisik jalan sudah dikerjakan sesuai aturan, pembangunan sarana ibadah sudah banyak dilakukan, reses dan musbangdes juga berjalan baik, demikian penolakan keras camat Menes. Dua pandangan yang bersilangan di atas hemat sebagian yang lain

KHOLIS RIDHO, MSi

perlu disikapi secara arif. Karena yang namanya pembangunan tentunya tidak seperti sedang membalikkan kedua belah telapak tangan, tandas ketua MUI Pandeglang. Secara normatif benar, tetapi perlu adanya kesepahaman bahwa ada proses panjang menuju kesejahteraan publik yang memuaskan banyak pihak. Banyaknya demo dan suara-suara miring yang sayupsayup terdengar tentang kepemimpinan pemerintah daerah adalah salah satu indikasi sulitnya mencari seorang figur yang, katakanlah berkualitas. Sisi lain, masyarakat kita masih banyak yang kurang aktif. Jika masyarakat menemukan kejanggalan, kenapa sih tidak lapor ke dewan, atau lapor polisi, umpamanya, jangan bicara di luar, papar salah satu anggota DPRD lainnya. Pertanyaannya, suara publik mana yang paling besar mengatakan komunikasi politik telah berjalan dengan baik dan yang tidak? Saya kira komunikasi memang telah berjalan, tetapi umumnya masih belum mengarah pada kesepahaman yang sama dan setara tentang pembangunan di Pandeglang. Terlebih, politik identitas kelompok kental mewakili pemikiran mereka tentang pembangunan daerah. [ ]

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

7

MARI MEMBANGUN PANDEGLANG

AKHSAN SYUKRONI, ANGGOTA DPRD PANDEGLANG :

KOMUNIKASI MASIH

DIANGGAP SEPELE Ketika diundang untuk menjadi pembicara di acara Workshop INCIS, ia dihujani peserta habis-habisan.Sebagai salah satu anggota dewan di DPRD Pandeglang, ia memaklumi dan menerima berbagai pertanyaan peserta yang kritis dan tajam. Ia adalah Akhsan Syukroni dari Fraksi PAN. Berikut wawancara dengan Buletin INCIS setelah acara workshop berlangsung.

8

BAGAIMANA realisasisi visi pembangunan di Pandeglang? Mestinya memang kita punya visi pembangunan yang nyata, tapi kita harus realistis karena belanja pegawai itu memang sangat besar. Rasionya 70% untuk gaji dan 30% untuk pembangunan. Jadi kalau kita lihat di lapangan, tidak signifikan dong dengan besarnya anggaran yang hampir 800 juta rupiah itu. Jadi kira-kira kalau ada yang menganggap tentang kualitas anggaran yang digunakan untuk melaksanakan visi itu bagaimana?

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

Rasanya sangat berat. Apalagi bisa tercapai dalam sisa waktu 2 tahun. Tapi untuk mewujudkan ke arah itu belum ada indikator untuk bisa menguatkan keinginan kita untuk ke situ. Infrastruktur saja tidak mendukung. Gampang lah misalnya, untuk jalan saja tidak mendukung, di Pandeglang masih banyak puskesmas-puskesmas yang masih banyak ambruk itu dari mana bisa menunjukkan ke arah itu. Itu belum nampak. Komunikasi dengan masyarakat bagaimana?

MARI MEMBANGUN PANDEGLANG

Itu tadi, masyarakat kita ini perlu diberdayakan. Mesti dikasih pemahaman. Mereka sebenarnya tidak tahu, kita ini punya visi gitu khan. Mereka tidak menyadari bahwa kami mah kiye-kiye bae lah. Upaya memberdayakan apa saja yang telah dilakukan? Ya paling tidak, ada kewajiban dari pemerintah, yang paling kurang sosialisasi. Kalau mereka memahamai kita punya misi, paling tidak mereka punya tenaga, punya waktu, mungkin juga punya dana yang besar disumbangkan. Disahkan bersama-sama. Ini justru (pemerintah) capek sendiri. Sendirian tanpa ada dukungan masyarakat. Masyarakat bukan tidak mau mendukung, hanya saja karena ketidak-tahuan itu. Jadi ada ketersumbatan komunikasi? Itu tadi. Jadi lemahnya kita dianggapnya komunikasi dengan masyarakat dianggap sepele. Padahal manabisa tanpa dukungan masyarakat program pemerintah bisa berhasil. Termasuk itu khan saya bilang dalam tahapan penyusunan kebijakan publik itu, apalagi tentang APBD itu khan sangat minim sekali. Kecuali memang itu non anggaran. Itu memang ada.

Kalau saya, salah-satunya cara untuk bisa mengomunikasikan bahwa kita punya keinginan, itu khan lewat pers. Makanya saya agak sering muncul di koran. Karena itu memang hanya satu-satunya yang bisa kita suarakan. Di lembaga sendiri kita susah. Maka kita kalau mengkritisi mungkin yang bisa mengganggu kenyamanan eksekutif kita sering ditegur dari pimpinan. Pimpinan dari Fraksi? Justru lain. Pimpinan dari dewan. Makanya kita jawab. Kita ini khan bukan anah buah bapak, gitu khan. Hubungan dengan eksekutif? Ya, kita memang tidak ada kaitan sejarah, ya. Pada saat pilkada kita bukan pendukung, tapi musuh. Kita selama ini tetap jaga jarak. Secara pribadi atau secara lembaga? Saya belum bisa. Paling tidak saya sendiri lah. Gak tahu teman saya.

Susah memang. Kalau sudah menyangkut anggota dewan harus pribadi khan. Kita tidak bisa menuntut harus sama dengan kita. Jadi belum ada perubahan signifikan di Pandeglang ini ya? Susah. Berat. Jadi kemarin kita sebetulnya merasa punya peluang di dewan setelah ada friksi antara ketua dewan dengan bupati. Ternyata kelanjutannya tidak ada. Ada program terdekat yang diperjuangkan untuk sisa dua tahun ini? Kalau kondisi berjuang secara makro kita agak susah ya. Paling kita mengintensifkan basis pengawasan saja. Kalau pun tidak didengar, yang penting kita sudah bersuara. Tidak ada target yang terlihat lah. Sebab suash juga, kalau sudah ada pembagian pembangunan sudah diskriminatif. Jadi kalau desa pendukung pemenang dikasih duit, desa yang suaranya sedikit lewat. []

Kalau dari fraksi sendiri? Ffraksi PAN itu khan fraksi gabungan. PAN itu hanya 2, PKB 2, Demokrat 2 dan PKPB 1. Jadi yang namanya fraksi kayak gitu, lain bapak lain ibu ya kita hanya bisa mengimbangi saja. Kalau voting saja, kita dua, situ lima kita sudah kalah. Jadi, kalau kita punya obsesi hanya dalam angan-angan saja. Tapi pernah disuarakan ya? BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

9

KATA MEREKA

AKUNTABILITAS PUBLIK PANDEGLANG

“Yang Jelas,

Sekarang Masih Terpuruk puruk” PADA 28 November 2007, INCIS mengadakan lokakarya tentang akuntabilitas para pemimpin politik (Bupati dan DPRD) di Pandeglang. Disimpulkan dari acara tersebut, tingkat pertanggungjawaban kepada masyarakat dinilai masih sangat rendah. Apa kata mereka? Berikut cuplikannya. MAMAN AKHMAR BAYAN, Ketua Fraksi PDIP DPRD Pandeglang Kualitas dan kuantitas pembangunan di Pandeglang saya kira sangat memprihatinkan. Saya juga sebagai Ketua Fraksi sudah sering menyatakan hal ini. Jadi, yang dikemukakan di awal ada benarnya. Ini karena, memang tidak ada peningkatan mutu jalan, tidak adanya mutu pembangunan sarana pendidikan, tidak adanya mutu kesehatan. Yang jelas sekarang masih sangat terpuruk. KHAMAMI KASTURA, Anggota DPRD FPG Penilaian itu menurut saya relatif. Itu tergantung bagaimana orang-orang memberikan penilain itu. Penilaian orang politisi lain, demikian juga halnya dengan orang birokrat dan LSM. Tinggal kita mengambil kesimpulan yang betul-betul bisa dipertanggungjawabkan. Seharusnya ada akuntan publik (yang melakukan penilaian). Kalau tanpa akuntan publik, tergantung siapa yang bicara dan tergantung siapa juga yang mengkonsumsi.

10

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

H. JUANDA, Tokoh masyarakat Betul sekali hasil penilaian lokakarya INCIS mengenai lemahnya para pemimpin terpilih di Pandeglang, terutama Bupati dan DPRDnya itu. Saya sangat setuju. Saya sebagai rakyat Pandeglang sangat merasakan seperti itu. Harusnya dia menyadari kalau mereka itu pemegang amanah rakyat. Jadi dia harus sadar tugas dan kewajibannya itu untuk mensejahterakan rakyat. Dia harus sadar, sesadar-sadarnya bahwa dia adalah pemegang amanah rakyat. Yang harus dia laksanakan sesuai dengan Undang-undang serta peraturan Pemerintah Republik Indonesia dimana dia ditugaskan untuk menyejahterakan rakyat. TOTO SUBIYAKTO, Kepala Desa Senang Sari Masalah pertanggung-jawaban bapak Bupati dengan DPRD memang pada saat ini boleh dikatakan kurang terbuka, terutama dari pihak DPRD yang kurang transparan kepada masyarakat. Padahal mereka tahu persis masalah sasaran peta politik. Sekarang di tiap-tiap desa, di tiap-tiap kecamatan itu banyak tertinggal. Harusnya Bupati itu tahu peta politik supaya tepat sasaran. Pada kenyataannya banyak sekali desa-desa yang masih tertinggal terutama masalah sarana jalan. Di bidang pertanian, bagaimana mereka mau jual hasil pertanian kalau jalannya rusak. Segala hasil pertanian untuk ongkos

KATA MEREKA saja mahal karena seakan-akan tempat pertanian itu jauh. Bagaimana pertanian itu mau meningkat kalau jalannya tidak dibangun. HM RAHMAT, Camat Menes Kalau menurut saya tingkat akuntabilitas para pemimpin di Pandeglang ini sangat bagus. Program sudah berjalan. Contohnya, fisik jalan sudah dilaksanakan sesuai dengan aturan, sudah selesai. Program pembangunan sarana ibadah juga sudah berjalan. Saya menolak (kesimpulan yang menyatakan akuntabilitas para pemimpin Pandeglang rendah). Program reses dan musrenbangdes berjalan dengan baik. Program itu dilaksanakan dan merupakan program tiap tahun. KH TB RAFEI ALI, Tokoh masyarakat Karena dalam proses, saya masih memantau. Bagi saya, seorang pemimpin yang bertanggung jawab adalah pemimpin yang memperhatikan kepada publik, kepada masyarakatnya dan mengusahakan peningkatanpeningkatan kebutuhan masyarakat Pandeglang. Berkenaan dengan pertanyaan bahwa pemerintah Pandeglang sengaja berusaha menutupi atau menyembunyikan informasi APBD, baik draft, rencana maupun pelaksanaannya, saya kira ada benarnya dan ada tidak benarnya. Yang benarnya memang betul ada yang sama sekali tidak diketahui oleh masyarakat. Yang benarnya rupanya semua tokoh masyarakat disantuni untuk katakanlah "dijinakkan".

sudah melimpahkan wewenang. Kalau tidak jalan, jangan menyalahkan Bupati. Harus bawahannya. MAHMUD ABDULLAH, Kepala Desa Cipicung Menurut saya hasil lokakarya dan pertanyaan itu ada betulnya. Kenapa? Kalau kita lihat seperti sekarang ini bagaimana masyarakat menanggapi pemerintahan. Banyak yang demo. Banyak yang bertanya. Itu akibat dari terutama masalah keterbukaan pemerintah. Tetapi saya kira pada saat sekarang ini kita memang kesulitan mencari seorang figur atau pemimpin yang, katakanlah berkualitas. Jadi wajar dikatakan bahwa pimpinan sekarang ini tingkat pertanggungjawabannya rendah. M WAHYUDIN, Akademisi Muda Secara normatif benar, di Pandeglang ini personalpersonal yang mengisi jajaran otoritas publik, dengan tidak mempertanyakan kapabilitasnya, komunikasi publik yang mereka jalankan rendah. Nyaris lebih banyak jargon daripada action. Mereka bermain pada statemen-statemen konotatif sehingga publik bingung. Mereka banyak bermain dengan istilah-istilah. Mending kalau tepat. Kadang-kadang serampangan. [ ]

KH DATEP MUFTI NOOR, Ketua MUI Pandeglang Secara pribadi memang belum merasa puas. Yang namanya pembangunan, tentunya tidak bisa seperti membalikkan telapak tangan. Ini memerlukan proses yang panjang. Memang kalau kita sudah merasa puas, berarti pembangunan itu berhenti. Ini khan saking tidak puasnya. Kita terus berjuang. Kita terus tingkatkan. Ada pun yang ada, boleh saja, yang namanya manusia ada kekurangan, namun tidak semuanya negatif. Kalau menyalahkan saya tidak bisa. Yang penting adalah bagaimana mencari peningkatan demi masa depan, demi generasi penerus kita. H. ENCEP SURYADI, Camat Labuan Menurut saya tidak benar. Karena ini menyangkut Bupati. Camat adalah kepanjangtanganan bupati yang menerima pelimpahan wewenang bupati, baik dalam pembangunan kemasyarakatan dan pemerintahan. Artinya, berbicara camat adalah berbicara bupati. Mereka BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

11

CERMIN

KOMISI TRANSP ARANSI TRANSPARANSI DAN PPARTISIP ARTISIP ASI ARTISIPASI DI TENGAH tersendat-sendatnya pembahasan RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) di DPR RI, atas desakan stakeholders dan kemauan politik dari DPRD dan Pemkab, Lebak menjadi salah satu daerah yang melegalkan kebebasan informasi dalam peraturan daerah. Proses panjang dan keraguan beberapa pihak telah mengiringi lahirnya Perda Lebak Nomor 6 Tahun 2004 tentang Transparansi dan Partisipasi dalam Penyelenggaraan Pemerintahahan dan Pengelolaan Pembangunan di Kabupaten Lebak. Perda itu disahkan pada 1 Juni 2004. Ada beberapa prinsip penting yang dapat diajukan sebagai acuan. Prinsip-prinsip tersebut adalah (1) akses informasi tersedia untuk semua warga, (2) terpenuhinya lima hak publik terhadap akses informasi, (3) tidak perlu mengemukakan alasan dalam mendapatkan informasi, (4) akses maksimum dan sedikit pengecualian, (5) kecepatan, ketepatan, dan keutuhan informasi, (6) sistem penanganan informasi badan publik yang baik, (7) ada mekanisme yang mengatur keberatan atas

informasi yang diberikan, (8) ada lembaga independen yang dapat menyelesaikan sengketa informasi, dan (9) ada sanksi yang mengatur pelanggaran. Demikian papar Didih M Sudih. Lahirnya Komisi Transparansi dan Partisipasi di Lebak perlu mendapat acungan jempol. Kabupaten Lebak yang juga salah satu kabupaten di provinsi Banten mempunyai pendapatan asli daerah yang sangat kecil. Namun, di antara 12 Kabupaten/Kota se-Indonesia, yang juga sama-sama membentuk komisi sejenis, Lebak telah mampu lahir terlebih dahulu setelah melalui perjuangan yang cukup melelahkan. Kampanye dilakukan melalui forum diskusi dan perbincangan di antara warga. Dukungan dan ajakan positif pun terus menerus disuarakan. Tidak melebihi satu tahun, lahirlah peraturan daerah berjudul Transparansi dan Partisipasi. Sampai saat ini, komisi ini telah banyak membantu komunikasi masyarakat kalangan bawah dengan para pemangku kebijakan. Di setiap pekannya, selalu diadakan dialog warga dan pemerintah difasilitasi oleh KTP Apakah semudah itu Komisi ini terbentuk? Dari pengakuan Didih, banyak kendala yang melingkupi kelahiran perda ini. Di pihak legislatif dan eksekutif banyak yang pada awalnya menolak perda ini. Ketakutan akan ditelanjangi dan pengalihan fungsi dan wewenang membuat banyak pihak yang menolak. Hanya kemauan dan keingin berubah saja, perda ini bisa ditandatangani dengan mulus. Demikian cerita Didih bersemangat. [ ]

TUGAS

WEWENANG

1. Melakukan pengawasan terhadap kewajiban pihak-pihak terkait berkenaan dengan pelaksanaan transparansi dan paratisipasi; 2. Melakukan konsultasi dengan berbagai pihak mengenai berbagai permasalahan menyangkut pelaksanaan transparansi dan paratisipasi; 3. Melakukan pengkajian, perumusan, dan pengusulan berbagai aspirasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan transparansi dan partisipasi kepada DPRD; 4. Melakukan evaluasi mekanisme penyebarluasan informasi publik yang wajib diberikan secara berkala oleh Badan Publik; 5. Menerima dan menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat berkenaan dengan pelaksanaan transparansi dan paratisipasi.

1. Meminta informasi dari pejabat Badan Publik yang bertanggung jawab atas penyediaan dan pelayanan informasi dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu; 2. Meminta dokumen atau bahan-bahan lain yang dimiliki oleh Badan Publik terkait dengan kewajiban pelaksanaan transparansi dan paratisipasi; 3. Mengundang dan atau menghadirkan berbagai pihak terkait, baik dalam konsultasi maupun pertemuan lain yang diselenggarakan berkenaan dengan penerapan transparansi dan paratisipasi; 4. Mengadakan penyusunan kebijakan di bidangnya.

KABUPATEN LEBAK

12

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

CERMIN

DIDIH M SUDI Ketua Komite Transparansi dan Partisipasi (KTP) Kab. Lebak

SAYA BERHARAP BANYAK

PAD A PPANDEGLANG ANDEGLANG ADA PEMBENTUKAN awal KTP di Lebak? Sebenarnya bisa dikatakan di tahun 2004 difasilitiasi oleh program P2TPD (Program Pembaruan Tata Praja Daerah)-nya Bappenas. Dari 12 daerah kabupaten/kota lain, Lebak bisa melaju dengan cepat. Setelah ada desakan dan permasalah di sana-sani, kita sekarang masih bisa eksis menjadi yang pertama hingga kini sudah masuk tahun ketiga. Aspirasinya dari pemerintah? Pada mulanya program P2TPD . Dalam hal ini Bupati membentuk tim. Tim ini awalnya untuk mencari masukan-masukan di Lebak. Kelahiran KTP sendiri awalnya tidak berjalan mulus. Banyak anggota dewan yang tidak setuju. Demikian pula dari pihak eksekutif juga banyak yang tidak setuju. Tapi tentu diantara mereka juga ada yang setuju dan mendukung. Bagaimana awalnya proses perjalanan KTP di Lebak bisa berjalan mulus? Sebenarnya pertanyaannya adalah daerah-daerah itu berani gak membuka KTP. Sebenarnya kalau sudah berani membuka pintu., tinggal dibentuk saja. Nah, di Lebak ini khan, Bupati dan eksekutif dengan berbagai desakan, akhirnya membentuk KTP itu. Penolakan awalnya, bahasa dari penguasa, apa kita mau ditelanjangin dengan pembentukan KTP ini? Apa tugas pengawasan saya dari dewan akan diambil? Setelah KTP dibuka, persoalan tidak sesederhana itu. Contohnya misalnya begini, transparansi anggaran untuk APBD itu dibuka seluasluasnya. Tapi apakah masyarakat bisa memberikan masukan dengan bagus. Dengan data setebal bantal itu, aktivis harus dilatih juga bagaimana cara membuat anggaran dan sebagainya. Di Lebak itu tahapan awalnya adalah tahapan edukasi masyarakat. Prasyarat mengembangkan KTP dengan baik?

Ya dasar utamanya pemerintah daerah harus mau. Eksekutif dan legislatif harus mau. Kalau tidak mau, kasus Tanah Datar akan terulang. Ya dibentuk tapi tidak ada anggaran. Sama artinya mati kutu juga, mengawasinya bagaimana jika tidak ada anggaran? Perlu desakan dari bawah? Ya tinggal desakan dari bawah untuk pembentukan itu. Kalau tidak diwacanakan dari awal susah juga. Di daerah-daerah lain misalnya, Tanah Datar sudah, Bulukumba sudah. Bulukumba itu sudah sangat sering kita datangin sampai empat kali. Tanah datar 2 kali. Sampai tim seleksinya kita berikan masukan-masukan. Persinggungan dengan Bawasda? Fungsi legislatif ada tiga, legislasi, penganggaran dan pengawasan. Bawasda berkenaan dengan pengawasan tertutup dalam pengertian, kalau ia mengawasi atau memberikan pemeriksaan ia harus diskusikan dengan Bupati. Laporan itu nantinya juga kembali ke Bupati lagi. Nah itu perbedaan dengan kita. Kita cukup dengan perda, tidak perlu disposisi dengan bupati. Kalau di Banten sendiri? Susah juga ya. Saya sebenarnya berharap banyak pada Pandeglang ini. Pertama, dari segi kultur hampir sama dengan Lebak, Yang kedua, kita itu sama-sama PADnya kecil. Pandeglang malah di atas kita. Cilegon sudah mulai. Tangerang pun demikian. Kalau untuk Banten itu, kita (harus) bersama-sama mendorongnya. Banten itu parah. Kalau dengan Lebak saja tidak cukup Ada usaha untuk mendorong teman-teman sepropvinsi? Saya sangat senang dan sangat antusias, kalau kawankawan Lebak juga bisa membantu di sini. [ ] BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

13

PANDEGLANG

DI MEDIA MASSA

penyimpangan penggunaan dana pinjaman Rp 200 miliar seperti yang disampaikan masyarakat. Namun Yessi tak mau menandatangani surat pernyataan keseriusan mengusut penggunaan utang ini. (zis)

Radar Banten, 15/02/2008 PINJAMAN RP 200 M KEMBALI DIDEMO

Radar Banten, 2/1/2008 JALAN PAGELARAN MEMPRIHATINKAN

Sedikitnya 75 aktivis Gerakan Rakyat Anti Hutang (Gerah), kembali berunjuk rasa di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) dan DPRD Pandeglang, Kamis (14/2). Tuntutan pada aksi lanjutan ini tetap sama, yakni mengusut dugaan pe-nyimpangan penggunaan dana pinjaman daerah sebesar Rp 200 miliar. Indikasi penyimpangannya, hampir semua proyek yang didanai utang ini berkualitas buruk. ... Tb Nurzaman, Penanggung Jawab Aksi Pengusutan Dugaan Penyimpangan Dana Pinjaman Rp 200 miliar, dalam orasinya mengatakan, kebijakan pinjaman daerah merupakan sebuah kecerobohan. Keringat rakyat sengaja diperas untuk memenuhi obsesi penguasa yang tak jelas arah dan tujuannya. "Kami sangat prihatin dengan kejadian ini. Rakyat dipaksa membayar utang ke Bank Jabar tanpa pernah menikmati hasil pinjamannya," ujarnya. Menanggapi aksi ini, Wakil Ketua DPRD Pandeglang Aris Turisnadi, membenarkan jika kualitas pembangunan di Pandeglang buruk. 70 persen hasil pembangunan di daerah gagal terutama pembangunan jalan. "Saya mendukung upaya kritis ini," katanya. Begitu juga dengan Kepala Kejari Pandeglang Yessi Esmiralda. Yessi berjanji serius menangani indikasi

Ruas jalan Pagelaran-Patia yang dibangun dari dana bantuan pemerintah pusat senilai Rp 1 miliar kini kondisinya memprihatinkan. Pasalnya, selain bergelombang, infrastruktur yang dikenal sebagai jalan Aburizal bakrie ini sudah banyak yang bolong. Pengendara yang melewati jalan ini harus ekstra hatihati jika tak ingin kendaraanya terperosok atau ban kendaraannya bocor. ... Sedangkan anggota Komisi D DPRD Pandeglang Tb Saebatul Hamdi menyarankan DPU Pandeglang meningkatkan kualitas pekerjaanya. Hasil pembangunan pada tahun 2008 harus lebih baik dari tahun sebelumnya. “Kami tak mau lagi melihat ada pemborong yang mengerjakan proyek asal-asalan. Karena hal ini akan merugikan rakyat,” tandasnya. (zis).

14

Radar Banten, 13/02/2008 ENAM DESA NYARIS TERISOLASI Sebanyak 6 desa di Kecamatan Cimanggu, yakni Desa Padasuka, Mangku Alam, Keramat Jaya, Tugu, Batu Hideung, Ranca Pinang, dan Cibadak, kini nyaris terisolasi. Pasalnya, jalan sepanjang 25 kilometer yang menghubungkan desadesa tersebut ke jalan raya Labuan-

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

Sumur, rusak parah. Badan jalan yang sempat diperkeras melalui program pengembangan kecamatan (PPK), kini sudah kembali menjadi tanah. "Sekarang ini musim hujan. Jalan poros desa itu sudah tak mirip jalan lagi karena penuh lumpur dan becek. Sehingga jangankan bisa dilalui kendaraan, jalan kaki saja sulit," tutur Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ranca Pinang Atang Suandi, kepada Radar Banten, Selasa (12/2). Senada dikatakan Kepala Desa Cibadak Enjat Sujatna. Katanya, tadinya warga sudah sangat senang dengan rencana akan adanya program TNI manunggal masuk desa (TMMD) yang beragenda membangun jalan tersebut. Kegembiraan warga semakin nyata ketika pihak Dinas Sosial (Dinsos) Pandeglang melakukan pengukuran jalan yang akan dibangun melalui TMMD itu. Tapi belakangan warga sangat kecewa karena ternyata lokasi program TMMD itu dipindah ke kecamatan lain. "Daerah kami tak akan maju jika jalan poros desa ini tak juga dibangun. Karena, potensi alam di desa kami tak akan bisa dipasarkan karena tak ada kendaraan yang bisa masuk," keluhnya. ... Diberitakan, ribuan warga yang bermukim di Desa Naggala, Sukamulya, Tanjungan, Cikeuruh Wetan, Cikadongdong, dan Parungkalasan, Kecamatan Cikeusik, merasa dianaktirikan oleh Pemkab Pandeglang. Pasalnya, selain kondisi jalan yang rusak parah dan tak juga diperbaiki, hingga kini sebagian kampung di desa-desa tersebut belum tersedia jaringan listrik. Mereka pun menilai, pemkab lebih suka membangun daerah perkotaan daripada membuka keterisolasian daerah. (nsa)

CATATAN

Par tisipasi Publik

dan ‘Budget Pro Poor’ Tb Ace Hasan Syadzily Ketua Yayasan INCIS

DEMOKRASI sejatinya sangat menjunjung tinggi supremasi publik sebagai pemilih sah kedaulatan yang dengan sendirinya paralel dengan "authonomy control". Karenanya, setiap proses perumusan kebijakan publik oleh eksekutif dan legislatif seyogyanya tidak pernah lepas dari pengawasan masyarakat. Untuk itu, akses masyarakat untuk mendapatkan informasi, dan berpartisipasi secara langsung bukan lagi sebuah kebutuhan, namun suatu conditio sine quo non bagi keberhasilan kualitas demokrasi demi kesejahteraan rakyat. Salah satu praktik pengelolaan pemerintahan yang kerapkali lepas dari kontrol publik yaitu pengawasan terhadap anggaran daerah. APBD merupakan anggaran publik yang berasal dari rakyat dan seharusnya dipergunakan sepenuhnya untuk kepentingan kemaslahatan umat. Karena itu "milik rakyat" maka seharusnya masyarakat ikut berpartisipasi dari mulai proses penyerapan, perumusan, penyusunan, drafting, uji publik, penetapan, pelaksanaan dan pemantauan. Memang bukan persoalan yang mudah. Namun jujur harus diakui bahwa selama ini kita masih memiliki asumsi yang keliru tentang APBD. Ia masih dianggap merupakan dokumen yang tidak boleh disentuh oleh publik. Hal ini disebabkan karena, Pertama, pandangan yang menyatakan bahwa publik tidak cukup cakap untuk memahami anggaran. Ironisnya, publik pun tidak mendapat pemahaman yang utuh tentang isi dan tujuan anggaran tersebut dibuat. Kedua, anggaran lebih banyak berkutat pada urusanurusan "proyek" pembangunan. Sehingga yang berkepentingan terhadap anggaran tersebut hanya pihak-

pihak yang terkait dengan proyek. Ketiga, anggaran adalah urusan pemerintah dan anggota dewan sehingga kesan yang timbul adalah dimonopoli mereka. Otonomi daerah sesungguhnya memberikan spirit keterbukaan dan partisipasi dalam politik anggaran. Mekanisme penyerapan aspirasi dan perencanaan dari mulai tingkat kampung hingga ke tingkat kabupaten melalui musyawarah perencanaan pembangunan menunjukkan betapa semangat partisipatif itu ada. Pertanyaannya, apakah kesemua proses itu efektif? Seberapa terakomodasikah kebutuhan masyarakat? Bagaimana masyarakat dapat mengawal aspirasinya? Dimana ruang bagi masyarakat untuk mengawal anggaran untuk rakyat tersebut? Saya tidak memiliki tendensi untuk mengatakan bahwa pengawasan masyarakat terhadap anggaran di Pandeglang baik atau buruk. Mungkin penyelenggara pemerintah akan mengatakan bahwa "kami sudah sesuai dengan prosedur dan telah sesuai dengan peraturan yang ada". Hanya saja yang harus dipertanyakan adalah seberapa besarkah realisasi belanja anggaran tersebut telah sungguh-sungguh menyentuh kebutuhan masyarakat miskin (budget pro poor)? Sebab anggaran milik rakyat bukan hanya untuk membiayai gaji pegawai, mobil dinas, dan lainlain, tetapi mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat miskin, meningkatkan kualitas pendidikan, memberikan layanan kesehatan yang terjangkau, menumbuhkan dunia usaha yang dapat membebaskan masyarakat dari penggangguran, meningkatkan produktivitas pertanian, dan lain-lain. Wallahu 'alam Bi shawab

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

15

INFO KEGIATAN AWALNYA, INCIS terjun ke Pandeglang bermaksud mengajak masyarakat untuk berdialog dan berdiskusi mencari alternatif tata kehidupan demokratis. Bermula dari diskusi, muncul lokakarya dan akhirnya sebuah penelitian. Ditemukan permasalahan akut menyangkut tata kehidupan kemasyarakatan yang kurang bergairah dalam pembangunan. Pada akhir sesi, muncul keinginan bersama dari peserta untuk mengubah diri demi pembangunan berkelanjutan di Pandeglang yang lebih demokratis. Melalui prakarsa bersama antartokoh dan organisasi kemasyarakat dan kemahasiswaan, dibentuklah forum kajian untuk mengungkap dan memulai perubahan itu. [] Foto: Kegiatan Workshop di Wisma PKP-RI Pandeglang 23 Januari 2008

Indonesian Institute for Civil Society (INCIS) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan pada tanggal 27 Februari 1999 untuk membangun iklim kondusif bagi terwujudnya masyarakat madani (civil Society) yang disertai prinsip-prinsip keadaban (civility) agar demokratisasi tetap terpelihara. Scope of service organisasi ini difokuskan pada penyelenggaraan berbagai aktivitas yang terkait dengan penguatan masyarakat madani, baik melalui penelitian, community organizing, seminar, penerbitan buku dan lain-lain.

16

BULETIN INCIS EDISI 01 TAHUN 2008

Kerjasama yang pernah dilakukan INCIS antara lain dengan 1. CSSP-USAID Program Pembentukan dan Penguatan Masyarakat Sipil di Jakarta dan Tangerang, tahun 2002 - 2004. 2. Partnership Program Pengawasan Pelayanan Publik Tingkat Kelurahan di DKI Jakarta, tahun 2005 - 2006 3. Yayasan TIFA Program Peningkatan Akuntabilitas Publik dalam Rangka Membangun Komunikasi Politik yang Lebih Terbuka dan Partisipatif, tahun 2007 - 2008

Related Documents

Buletin Incis Ed 01
October 2019 5
Buletin Incis Ed 02
October 2019 5
Buletin 1428 Ed-3
December 2019 6
Revista Portfolio Ed.01
October 2019 11
Palavras Ed 01
November 2019 4
Cader R.vm 01-2006 Ed
November 2019 1