Buletin Incis Ed 02

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buletin Incis Ed 02 as PDF for free.

More details

  • Words: 6,388
  • Pages: 16
Kerjasama antara

INDEKS Pariwisata Kemiskinan? Dari tahun ke tahun angka kemiskinan di Pandeglang selalu meningkat Sementara anggaran untuk perbaikan ekonomi selalu menunjukkan angka yang tak memuaskan. Sektor agrobisnis dan wisata tak diperbaiki. Pariwisata yang bisa dijadikan andalan pun terbengkalai.

Bergulat Melawan Kemiskinan Jembrana boleh jadi kini tersenyum. Kabupaten yang dulunya tertinggal, kini, dengan penataan organisasi dan penyelenggaraan program yang pro rakyat telah menjadi contoh di beberapa daerah. Sebuah cermin yang patut ditiru

PANDEGLANG tahun ini menganggarkan pendapatan daerah sebesar Rp. 775.121.142.000,-. Dana itu berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 55.428.469.000, dana perimbangan Rp. 682.501.759.000 dan dari pendapatan daerah lain sebesar Rp. 37.190.914.000,Dari dana sebesar itu, belanja daerah yang paling banyak memakan biaya berasal dari belanja tidak langsung sebesar 71%. Sementara belanja langsung hanya mendapat porsi 29%. Belanja tidak langsung meliputi belanja pegawai (58,5%),

ANGGARAN BELANJA DAERAH

‘Kue’ Anggaran

RASA PANDEGLANG pembayaran bunga (2,2%), hibah (0,7%), bantuan sosial (5,5%), bantuan keuangan (4%) dan belanja tidak terduga (0,1%). Sementara Belanja langsung meliputi belanja pegawai (4,8%), belanja barang dan jasa (12,3%) dan belanja modal (11,9%). (Lihat, Dari Rakyat,

(Lagi-lagi) untuk Pejabat) Belanja tidak langsung adalah belanja rutin yang digunakan untuk operasional kepemerintahan seperti gaji pegawai, perjalanan dinas, kantor, dan lainnya. Sementara biaya langsung adalah segala biaya yang dikeluarkan untuk melak-

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

1

FOKUS

PEMIMPIN SEMENJAK seseorang disumpah menjadi pejabat di satu pemerintahan, ia serta merta telah didapuk untuk menjadi pelayan masyarakat. Jabatan publik bukan sebuah anugerah. Ia adalah amanat yang tak mungkin semua orang bisa menjalankannya. Karenanya, hanya orang-orang terpilih saja yang pantas mendudukinya. Kepantasan ini dimulai dari tidak saja dari sikap dan perilaku yang sopan, tetapi juga sifat jujur, dapat dipercayadan yang paling penting ia harus mempunyai visi dan misi pembangunan bagi rakyatnya. Visi dan misi tersebut tercermin dari kemampuannya menjalankan organisasi kepemerintahan yang baik dan bersih. Selain itu, seorang pemimpin juga harus mempunyai kepedulian terhadap nasib rakyatnya agar dapat hidup sejahtera. Sampai saat ini, masyarakat Pandeglang belum merasakan kesejahteraan itu. Bagi pemimpin, ini adalah tanggung jawab yang harus diemban. Terlalu lama rakyat Pandeglang bermimpi. Sudah saatnya melakukan tindakan nyata.

sanakan program yang bertujuan memberikan pelayanan, asistensi, dan bantuan langsung untuk masyarakat seperti hibah. Bahasa kasarnya, biaya tak langsung hanya untuk kebutuhan rutin sehari-hari kepemerintahan, sementara biaya langsung diperuntukkan bagi program pembangunan daerah. Jika melihat potensi besaran pendapatan daerah, Pandeglang telah berhasil menggali sumber dana untuk menutupi kebutuhan kepemerintahan dalam jangka satu

daerah untuk menggali potensi lokal dan meningkatkan keuangannya dalam rangka kemandirian daerah. Di sisi lain, desentralisasi keuangan juga diharapkan meningkatkan pelayanan di berbagai sektor terutama di sektor publik. Semakin baik pelayanan kepada publik, semakin besar kemungkinan investor mau menanamkan modalnya di daerah tersebut. Jika penanaman modal berkembang dengan baik, iklim usaha akan menjadi pesat.

tahun. Namun bila menengok besaran prosentase antara biaya langsung dan biaya tidak langsung, prosentasi anggaran tak mengalami perubahan berarti.

Pada akhirnya, pendapatan daerah dapat dipastikan akan juga mengalami peningkatan. David Harianto, analis keuangan dari UKSW Surakarta mengatakan, dalam penciptaan kemandirian, pemerintah daerah harus beradaptasi dan berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi sumber pendapatan asli daerah. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja

Desentralisasi yang tersentral Era desentralisasi pembangunan daerah tak dimaknai dengan baik oleh pemerintah Pandeglang. Diberlakukannya undang-undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah seharusnya memberikan peluang

PEMIMPIN UMUM Tb Ace Hasan Syadzily DEWAN REDAKSI Ali M Irvan, Dadan Ramdan PEMIMPIN REDAKSI A Ilham Aufa STAF REDAKSI Imam Soeyoeti, Kholis Ridho, Puadudin PRA CETAK Achilfa ALAMAT REDAKSI Ciputat Indah Permai, Blok C-3 Lt.3 Jl Ir. H Juanda Ciputat 15419 Telp/Faks, 021-7418945 email. [email protected]. Redaksi menerima tulisan artikel dengan menyertakan identitas. Redaksi berhak menyunting naskah tanpa mengurangi maksud tulisan

2

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

FOKUS menjadi semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud bila pemerintah daerah secara serius memberikan fasilitas pendukung yang baik melalui program pembangunan daerah. Konsekuensinya, pemerintah memberikan alokasi belanja yang lebih besar untuk sektor pembangunan ini. Namun anehnya, dari tahun ke tahun, biaya program pembangunan kemasyarakatan di Pandeglang selalu menunjukkan angka yang tak sehat. Biaya pembangunan masih sangat kecil dibanding biaya rutin. Berdasar pada data dari tahun 2002 hingga 2008, biaya pembangunan yang dimunculkan dalam anggaran rata-rata cuma 30%. Ini bisa diartikan bahwa, anggaran Pandeglang belum peduli secara penuh menyentuh pembangunan. Pemerintah tidak melihat dampak hasil pembangunan yang justru akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pelayanan kemasyarakatan yang lain. Desentralisasi keuangan yang diinginkan dalam undang-undang, oleh pemerintah Pandeglang masih saja terpusat pada rutinitas kepemerintahan yang tak membangun. Di sisi lain, kebutuhan dasar dan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat nampak berjalan di tempat. Angka kemiskinan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasar pada data BPS provinsi Banten, pada tahun 2004 penduduk miskin di Pandeglang tercatat sebanyak 151.500 jiwa. Tahun 2005 angka itu naik menjadi 154.800 jiwa. Dan di tahun 2006 jumlah penduduk miskin kembali menanjak ke angka 170.250 jiwa. Ini belum termasuk catatan angka

kemiskinan paska kenaikan BBM pada akhir bulan lalu. Salah satu contoh ketidakpedulian pemerintah Pandeglang diantaranya minimnya penggarapan pada sektor pariwisata. Potensi daerah dengan sumber daya alam yang luar biasa di Pandeglang tak dimanfaatkan dengan maksimal. Program yang seharusnya bisa menjadi andalan daerah, tak dilirik secara serius. Jalan raya akses ke lokasi wisata terus saja mengalami titik kerusakan yang parah. Di samping itu, pembenahan dan pengenalan budaya daerah tidak dipromosikan dengan lebih baik. Tercatat, tak lebih dari setengah persen anggaran dialokasikan untuk pariwisata dan budaya, atau tepatnya hanya 0,3% saja! Ketaklayakan porsi juga menimpa sektor ekonomi. Unsur pertanian mendapat jatah 1,5%, sementara kelautan hanya 0,9%. Demikian pula dengan program pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kedua program ini pun hanya terselenggara sebagai rutinitas wajib tanpa inovasi. Sebagai ujung tombak pembangunan sumber daya manusia berkualitas, pendidikan tidak menampakkan prestasi yang luar biasa hingga saat ini. Sementara kesehatan juga tak menunjukkan angka positif yang berarti, meski mendapat porsi yang lumayan baik. Logika Terbalik Anggaran pemerintah diperoleh dari masyarakat, baik melalui retribusi di pasar, pengurusan perijinan, pajak tahunan maupun biayabiaya lain jika berurusan dengan pemerintah. Secara logika, peruntukannya pun sudah seharusnya untuk kepentingan masyarakat luas. Masyarakat mendapat hak untuk dilayani, bukan sebaliknya. Masyarakat pun tak pernah berdoa menja-

Tercatat, tak lebih dari setengah persen anggaran dialokasikan untuk pariwisata dan budaya, atau tepatnya hanya 0,3% saja! ... Unsur pertanian mendapat jatah 1,5%, sementara kelautan hanya 0,9%. di warga yang terus disantuni melalui progam hibah dan bantuan sosial, tetapi sebaliknya. "Respon positif dari masyarakat terhadap pemerintah akan menciptakan rasa optimis dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan. Rasa optimis ini akan muncul berbarengan dengan sikap tanggap masyarakat yang baik terhadap program yang dijalankan," kata Ali Irvan, ketua divisi jaringan INCIS. Jika cara berpikir para pemangku jabatan di pemerintahan masih terpola aroma kekuasaan, masyarakat pun akan terbentuk sebagai komunitas yang mesti tunduk pada sistem yang terbangun. Apalagi, tingkat pendidikan dalam masyarakat tersebut tak mengalami kemajuan berarti, lanjut Irvan. Pandeglang, yang kini telah berusia 134 tahun, sudah seharusnya berbenah diri. Pemerintah daerah tak semestinya mengalokasikan anggaran sosial dengan alokasi besar yang justru memasung kreativitas masyarakatnya. Jika ini berlanjut, akankah Pandeglang tetap menjadi daerah yang disubsidi, atau berubah dan berkembang menjadi daerah yang mandiri. []

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

3

FOKUS Karena arahnya untuk pembangunan kemasyarakatan daerah, idealnya dalam APBD titik tekan ditujukan untuk memacu potensi sumber daya, baik alam maupun manusianya. Prioritas pembangunan, dengan demikian mengakibatkan prosentasi pelaksanaan program ini juga semakin tinggi di banding biaya non program pembangunan kemasyarakatan. Dalam hal penyusunan APBD dikenal adanya istilah pendapatan daerah dan belanja daerah. Pendapatan daerah itu terdiri atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan pendapatan lain-lain daerah yang sah. Sementara belanja daerah terdiri atas belanja langsung dan belanja tidak langsung. Belanja tidak langsung adalah biaya yang meliputi kegiatan rutin semisal gaji pegawai, pembayaran bunga pinjaman, bantuan sosial, bantuan hibah dan biaya tak terduga lainnya. Sementara biaya langsung, sesuai dengan namanya ia diarahkan bagi

DARI RAKYAT,

(Lagi-lagi) Untuk Pejabat BISA dihitung dengan jari berapa orang yang tahu jika diajak berbicara masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bahkan untuk sekedar melihat angka nominalnya, hanya segelintir orang yang bisa menjawab. INCIS sendiri, sewaktu meminta salinan APBD di kota Pandeglang, membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mendapatkannya. Apakah APBD menjadi buku suci yang tak boleh dibuka oleh masyarakat umum? Seharusnya tidak, kata Puaduddin, Koordinator pembentukan komisi transparansi kabupaten Pandeglang. "Dari semenjak perencanaan hingga munculnya keputusan, masyarakat mempunyai hak tahu. Tidak sekedar tahu, tapi juga mempunyai hak mendapat penjelasan akan dikemanakan APBD dalam pembangunan daerahnya melalui APBD tersebut," Katanya lebih jauh. Berbicara APBD memang tak mudah. APBD menyangkut berbagai peraturan yang melibatkan visi dan misi pembangunan sebuah daerah. Ditambah dengan desentralisasi keuangan yang memberikan hak kepada daerah untuk mengatur, diharapkan pemerintah bersangkutan mengetahui secara persis permasalahan dan mampu mengatasi dengan anggaran yang dibuatnya. 4

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

pelaksanaan program yang langsung menyentuh ke masyarakat. Lebih simpelnya, biaya langsung adalah biaya pembangunan yang diorientasikan langsung kepada masyarakat di daerah tersebut. Sebelum lebih jauh menyoal biaya pembangunan ini, mari kita tengok dahulu angka sebenarnya dalam APBD tahun 2008 kabupaten Pandeglang Kabupaten Pandeglang tahun ini menganggarkan pemasukan keua-ngan daerah dalam APBDnya sebesar Rp. 775.121.143.000,-. Dengan pendapatan daerah sebesar itu, pemerintah Pandeglang memberikan porsi yang sangat besar bagi biaya rutin. Jumlahnya mencapai 71%. Sementara biaya pembangunan hanya 29%.

FOKUS Biaya rutin bisa dikatakan sama sekali tak dirasakan oleh masyarakat, sementara biaya pembangunan juga bisa dikatakan tak seluruhnya dirasakan masyarakat. Mengapa bisa demikian? Biaya rutin kepentingannya untuk membayar gaji, biaya tunjangan, yang secara langsung hanya dirasakan oleh para pejabat di pemerintahan. Sementara biaya pembangunan prosentasenya dibagi menjadi tiga yakni, belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Belanja pegawai di sini meliputi upah yang dibayar kepada pejabat yang melaksanakan program. Belanja barang dan jasa meliputi biaya makanan dan minuman, biaya pakaian dinas, biaya sewa kendaraan, biaya premi asuransi, biaya perjalanan dinas dan lain sebagainya. Belanja modal meliputi juga pembayaran honorarium panitia pengadaan barang dan administrasi. Sederhananya, lebih dari 50% biaya pembangunan kemasyarakatan kembali ke para pejabat pemerintahan. Jadi, bisa dikatakan bahwa biaya pembangunan, anggarannya masih juga bisa didapatkan kembali oleh para pejabat pemerintahan melalui ketiga unsur belanja di atas. Bagaimana dengan bantuan sosial dan hibah yang masuk di anggaran belanja tidak langsung? Sekilas memang ia ditujukan kepada masyarakat. Namun bila ditelaah lebih jauh, bantuan sosial dan hibah tak lebih dari upaya kepedulian pemerintahan yang sesaat. Sebab, tujuan hibah dan bantuan sosial kepentingannya hanya pada saat dan waktu tertentu saja. Bantuan sosial dan hibah cenderung lebih mengedepankan sosok sosial pemerintah yang berbelas kasihan kepada sekelompok orang tertentu. Ia tidak menampilkan sosok arif pemerintahan

yang mempunyai niat membangun masyarakat mandiri dalam jangka panjang. Ia tidak terkait dengan program pemerintah, baik jangka pendek, menengah maupun panjang. Anehnya, di kabupaten Pandeglang, untuk pengeluaran keseluruhan biaya hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan dan biaya tak terduga mencapai 10.3%. Jumlah ini hampir menyamai biaya pelaksanaan program kemasyarakatan. Belum lagi pemerintah Pandeglang mempunyai kewajiban membayar hutang dan bunganya yang mencapai 11,2% dari dana APBD kepada Bank Jabar atas

pinjaman 200 Milyar. Alangkah ironisnya jika dibanding dengan Pendapatan Asli Derah yang hanya 7,2%. Tidak salah jika Ketua DPRD Pandeglang HM. Acang mengistilahkan ini sebagai upaya pemerintah yang hanya mencari popularitas dengan cara yang paling mudah melalui bantuan sosial dan hibah. Jika diperas lebih jauh lagi perhitungan di atas, maka kemungkinan besar uang yang beredar untuk pembangunan kabupaten Pandeglang hanya sebesar 6-8% saja yang langsung dirasakan oleh masyarakat. Alangkah ironisnya, uang dari rakyat, lagi-lagi untuk pejabat! [ ]

Jumlah Pemasukan dan Pengeluaran APBD Penerimaan Pengeluaran Jumlah

775.121.142.000 726.106.653.409 49.014.488.591

Sisa anggaran tahun lalu Bayar utang Jumlah

17.985.511.409 67.000.000.000 (49.014.488.591)

8,64%

Anggaran Pengeluaran APBD Belanja langsung (29% dari total anggaran) Belanja pegawai 35.118.914.447 Belanja barang dan jasa 89.211.408.261 Belanja modal 86.457.292.401 Jumlah 210.787.615.109

4,8% 12,3% 11,9%

Belanja tidak langsung (71% dari total anggaran) Belanja pegawai 424.438.370.300 Belanja bunga 15.778.668.000 Belanja hibah 5.150.000.000 Belanja bansos 39.963.000.000 Belanja batuan keuangan 28.989.000.000 Belanja tidak terduga 1.000.000.000 Jumlah 515.319.038.300

58,5% 2,2% 0,7% 5,5% 4,0% 0,1%

Total pengeluaran

726.106.653.409

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

5

WAWANCARA Mencari celah berbincang dengan para anggota dewan saat sekarang memang tak mudah. Terutama jika berkaitan dengan permasalahan anggaran. Maklum saja, beberapa waktu terakhir ini, DPRD Pandeglang mendapat serangan isu suap akibat persetujuan peminjaman 200 Milyar dari Bank Jabar ke Pemerintah Pandeglang. Beberapa anggota dewan menolak berbincang dengan INCIS dengan alasan yang berbeda-beda. Untungnya, ketua DPRD Pandeglang HM Acang mau menyempatkan diri menerima INCIS untuk perbincangan mengenai permasalahan Pandeglang saat ini via telpon. Berikut petikan wawancara tersebut.

HM ACANG, KETUA DPRD PANDEGLANG :

Pemerintah Hanya Mencari

POPULARITAS Arah kebijakan dalam 5 tahun ini bagaimana? Kalau saya perhatikan memang ini ada inovasi-inovasi yang beliau telah lakukan. Tapi kalau dilihat dari pola dasar dimana antara lain Pandegalang ini sebagai kabupaten Agro dan wisata, memang agak memprihatinkan. Sehingga ada kecenderungan sekarang ini mengayomi dan melayani publik ini dengan cara yang paling gampang yaitu dengan menyediakan (alokasi anggaran) seolah-olah bantuan 6

pemberian (dari pemerintah). (Bantuan sosial, hibah dan bantuan lain sebesar 10%, atau hampir sama dengan anggaran pembangunan, red) Maksudnya pemerintah hanya melakukan pembangunan jangka pendek? Mungkin itu barangkali … ya bisa ditafsirkan sendiri lah. Kondisinya seperti itu. Ya mungkin dengan cara begitu khan popularitas yang bersifat jangka pendek lebih gam-

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

pang dinilainya oleh beliau. Tahun 2006 pernah prosentase antara belanja tidak langsung dan belanja langsung sebesar 60-40. Sekarang malah 70-30. Terjadi penurunan kualitas? Ini mungkin karena salah satunya anggaran ini ya terserap oleh cicilan hutang (dari Bank Jabar atas pinjaman 200 Milyar, red). Cicilan hutang lebih besar dari PAD Pandeglang? Oh gitu ya… Kalau dilihat, pelayanan publik yang bersifat bantuan khan tetap ada. Walaupun mungkin ada penurunan. Apa yang dilakukan DPRD untuk mengingatkan Pemerintah menyikapi hal ini? Yang diharapkan, kalau kita di DPRD sesuai dengan fungsi dan

WAWANCARA peranannya selalu dalam satu tahun ini ada masa reses. Di antara hasil reses itu khan mengingatkan beliau. Ini lho yang seharusnya menjadi proritas. Paling hanya mengingatkan saja. Kita memang sesama lembaga sebagai mitra tentu juga mengingatkan kekurangan-kekurangan yang diperbaiki. Selama ini tanggapan dari Bupati sendiri bagaimana? Kalau dipermukaan beliau selalu bilang iya...iya...nanti. tapi realisasinya kita kurang tahu. Kenyataan akan tetap begitu. Kalau saya sudah sering mengingatkan bahwa yang harus dijadikan fokus pembangunan pertama infrastruktur dan kedua pengembangan ekonomi. Persoalannya, ini mungkin kurang begitu signifikan terhadap program yang lain. Taruhlah bantuan sosial itu khan sangat besar. Dari sikap fraksi yang lain? Sebenarnya hampir sama. Hanya kadang ada kecenderungan mencari kepentingan masingmasing. Pada dasarnya tidak ada yang berani melakukan langkahlangkah kolektif yang agak keras. Malah cenderung kalau ada fraksi yang sedikit agak keras, bukan saling mendukung malah kadang-kadang cari cara-cara yang bisa mencapai kepentingannya. Kadang-kadang begitu. Di internal sendiri kadang susah sekali disatukan dalam penyampaian saran pendapatnya kepada eksekutif. Sektor wisata menurun belakangan ini. Apa tidak ada yang bisa diambil dari sektor ini sebagai proyek pembangunan yang prospektif di masa depan? Sebenarnya banyak sih. Obyekobyek wisata alam, termasuk pengembangan ekonomi dengan

kekayaan yang banyak. Wisata juga tidak hanya wisata bahari. Tapi banyak juga gunung-gunung yang mempunyai potensi.

susah. Tetap aja tidak ada peningkatan. Jadi akan kembali lagi kepada management leadership seorang pimpinan yang menjadi pelaksana.

Anggaran Pariwisata dan Budaya kurang dari satu persen. Kelautan juga dibawah satu persen. Pertanian satu setengah persen. Tanggapan bapak? Ya, itulah. Terus terang saya sendiri merasa banyak kelemahan di dewan ini. Di dewan sendiri kemampuan untuk bargaining position dalam penetapan APBD ini sangat lemah. Saya akui itu. Beliau sangat dominan khan dengan kemampuannya. Kita juga malu. Eksekutif khan didukung dengan sumber dayanya yang memadai. Mereka khan satu arah satu komando gitu. Sementara dari dewan itu mudah sekali dicerai-beraikan pendapatnya. Kalau ada pendapat yang ini ditentang dengan yang ini.

Dalam waktu dekat ada perubahan APBD. Ada usaha untuk mengubah APBD yang sekarang gak? Kalau struktur dan komponennya khan sudah ada peraturannya dalam Permendagri. Jadi tetap aja hanya menambah dan mengurang yang sudah ada nomor kode rekeningnya, jadi tidak membuka rekening baru. Hanya paling penambahan dan pengurangan. Kalau program, paling yang sudah ada sejak awal.

Apa ada perpecahan di DPRD sendiri? Perpecahan sih tidak ada. Hanya kepentingan-kepentingan politik itu yang sangat dominan. Kepentingan individu lebih menonjol dibanding kepentingan bersama. Ini yang kadang-kadang menjadikan posisi dewan itu lemah. Kalau penguatan masyarakat seperti pendidikan dan kesadaran berpolitik? Ya sebenarnya penguatan ke masyarakat, akan kembali ke top leader-nya. Kebijakan-kebijakan beliau itu yang sangat dominan. Kalau pun dewan memberikan arah begini-begini, toh yang memerintahkan kepala daerah. Termasuk juga melaksanakan anggaran. Apapun yang kita ingin alokasikan mana yang lebih besar, kalau pelaksanaannya begitu-begitu saja, khan

Ada kebijakan yang akan diusulkan dalam waktu dekat yang bermanfaat bagi perubahan masyarakat? Banyak. Paling kita akan memforsir perbaikan infrastruktur yang jadi perhatian utama. Karena khan banyak jalan-jalan yang di desa-desa yang sangat rusak parah. Malah antar kecamatan masih yang belum bisa dilewati dengan mulus, seperti Antar, Patia, Sukaresmi. Jadi infrastuktur ini yang menjadi perhatian utama disamping pengembangan ekonomi yang akan memberdayakan petani. [ ]

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

7

MARI MEMBANGUN PANDEGLANG

PARIWISATA KEMISKINAN?

PAGI itu, Selasa (1/4) di tengah Alun-alun Pandeglang riuh renyah suara manusia berkerumun. Warga berjubel-jubel memenuhi setiap jengkal tanah yang kosong. Tak hanya di tengah bundaran, ruas jalan utama pun turut serta dalam kemeriahan itu dipenuhi orangorang. Ada pawai, terjun payung dan juga rampak bedug. Juga, ditampilkan banyak pameran keberhasilan dalam pembangunan. Bupati Pandeglang juga tampak memberikan sambutan kepada rakyatnya dengan gembira. Hari itu, semua warga Pandeglang bersuka ria. Ya, hari itu adalah hari jadi Kota Pandeglang ke 134. Usia yang tak bisa dikatakan muda lagi. Dedeh dan keluarganya yang datang di siang itu pun turut serta merasakan kemeriahan ulang tahun kota tercintanya. Ia datang dari Sukajadi, sebuah desa di kecamatan Labuan yang jaraknya cukup jauh dari pusat ibu kota. Kehadirannya di situ sekedar menghibur kedua anaknya yang tak pernah merasakan sebuah pesta rakyat yang digelar di tengah kota. 8

Sore hari, pesta mulai meredup. Dedeh pun pulang kembali ke rumahnya. Bagi Dedeh dan kedua anaknya, terbenamnya matahari di hari itu berarti ia harus kembali ke desanya. Sayup-sayup suara riuh itu hilang bersamaan dengan semakin menjauhnya ia dari pusat kota. Ia memang harus kembali ke desanya. Merajut kembali dengan kemiskinan yang telah lama diderita beserta keluarganya. Pandeglang, salah satu kabupaten di Provinsi Banten sampai saat ini masih bergelut dengan permasalahan lama: kemiskinan. Hal ini diakui oleh Ketua BPS Pandeglang Sarip Hidayat. Tingginya rumah tangga miskin disebabkan sejumlah faktor, seperti gejolak sosial di bidang politik, rusaknya distribusi barang, serta gejolak ekonomi makro, katanya kepada sebuah media. Dari tahun ke tahun angka kemiskinan di Pandeglang terus mengalami peningkatan. Berdasar pada data BPS provinsi Banten, tahun 2004 penduduk miskin tercatat sebanyak 151.500 jiwa. Tahun 2005 angka itu naik menjadi

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

154.800 jiwa. Dan di tahun 2006 jumlah penduduk miskin kembali menanjak ke angka 170.250 jiwa. Pada tahun 2007, dengan alasan pembangunan, Pemerintah Pandeglang meminjam dana 200 Miliar dari Bank Jabar. Catatan yang diterima INCIS menyebutkan pinjaman itu untuk percepatan nilai manfaat infrastrukur, meski secara program ia tak bisa dijelaskan secara mudah kepada masyarakat. Peminjaman ini menuai banyak protes di kalangan masyarakat. Alih-alih untuk pembangunan yang belum fokus, dengan pinjaman ini, pemerintah Pandeglang harus membayar bunganya saja sebesar 27 Miliar atau lebih dari separuh pendapatan asli daerah tahun 2008. Belum lagi isu suap para wakil rakyat yang lagi menjadi pembicaraan nasional. Dedeh dan sebagian besar masyarakat Pandeglang, tidak pernah tahu buat apa pinjaman sebesar itu. Ia hanya berharap Pandeglang bisa maju dan sejahtera. Impiannya, pemerintah kini mampu menghidupkan kembali sendi-sendi ekonomi melalui program-program yang jelas, entah itu melalui perbaikan pendidikan, pelayanan kesehatan, atau menghidupkan kembali potensi pariwisata. Sebagai orang yang tinggal di daerah wisata laut di pinggiran kota ia berharap bisa melihat banyak wisatawan berkunjung lagi ke daerahnya. Berwisata menikmati keindahan pantai Carita menikmati liburan. Bukan pariwisata melihat kemiskinan yang menyesakkan. [ ]

KAMUS

Mengenal Istilah Penganggaran Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Penggunaan Pinjaman (1) Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. (2) Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai penyediaan layanan umum yang tidak menghasilkan penerimaan. (3) Pinjaman Jangka Panjang dipergunakan untuk membiayai proyek investasi yang menghasilkan penerimaan. (4) Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan DPRD. (UU No 33 Tahun 2004 pasal 53). Yang dimaksud dengan menghasilkan penerimaan adalah hasil penerimaan yang berkaitan dengan pembangunan prasarana dan sarana yang dibiayai dari pinjaman yang bersangkutan. (Penjelasan UU No 33 Tahun 2004 pasal 53 ayat 2)

Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Hibah adalah Penerimaan Daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, Pemerintah, badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa, rupiah maupun barang dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Dana Alokasi Umum (DAU) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Hibah kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan bertujuan untuk meningkatkan partisipasi penyelenggaraan pembangunan daerah atau secara fungsional terkait dengan dukungan penyelenggaraan pemerintahan daerah. (Permendagri 59 tahun 2007 Pasal 43 ayat 4)

Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Belanja bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada kelompok/anggota masyarakat, dan partai politik. Permendagri 59 tahun 2007 Pasal 45 ayat 1)

Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali (UU No 33 Tahun 2004 pasal 1).

Bantuan sosial diberikan secara selektif, tidak terus menerus tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Permendagri 59 tahun 2007 Pasal 43 ayat 2) [ ] BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

9

KATA MEREKA

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERSPEKTIF BUDAYA

“Akar Hilang,

Budaya pun Tercerabut cerabut”

PADA akhir Februari, INCIS mengadakan diskusi publik tentang Partisipasi Publik dalam Perspektif Budaya di Pandeglang. Judul kegiatannya “Menggali dan Menumbuhkembangkan Transparansi dan Partisipasi Masyarakat Pandeglang. Disimpulkan dari acara tersebut, tingkat partisipasi masyarakat dalam perspektif budaya Pandeglang dinilai semakin menurun. Apa kata mereka? Berikut cuplikannya. M. WAHYUDIN, Aktivis LSM Pandeglang Salah satu yang hilang menurut saya adalah karakter kita dalam berbudaya. Plus minus, hipotesa dari beberapa studi yang saya lakukan, orang Pandeglang telah kehilangan beberapa intensi terhadap budayanya sendiri. Sehingga timbul banyak masalah. banyak harta yang hilang dari budaya kita tanpa kita sadari. Karena itu ketika menghadapi permasalahan-permasalahan, maka konflik menjadi tidak terelakkan, dalam berbagai bentuk tentunya. Tawaran pertama saya, mari kita bangun paradigma partisipasi sebagai balas utang budi kita pada generasi 10

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

masa lalu. Kita punya hutang pada masyarakat, dan harus kita bayar hari ini, dan bukan besok. Karena jika ditangguhkan kita tidak akan sanggup, baik pemikiran atau tenaga, apalagi materi. Untuk menggugah partispasi dalam sudut pandang budaya, transparansi sebagai modal pokok ini memang agak sulit. Kita sudah mengalami degradasi yang lama. Pilihannya adalah upaya kita harus simultan dan tidak setengah-setengah. Dari itu kita perlu melakukan publik mapping. Dan saya menawarkan solusi bahwa untuk pendekatan penyusunan peta publik ini pendekatan budaya menurut saya lebih efektif. Masyarakat pandeglang telah kehilangan self reserve. Artinya, keinginan untuk memberdayakan dirinya sendiri. Segala sesuatu sekarang bertumpu pada pengajuan proposal yang diajukan ke Pemerintah. Ini menurut saya mengerikan. Berapa persen kemampuan pemerintah, budget kurang dan lain sebagainya. Terus, kalau semua jalan di Pandeglang harus di aspal, mana mungkin, ini kan mimpi? Jadi kita sudah kehilangan self reserve, semua bertumpu kepada proposal.

KATA MEREKA TB ACE HASAN SY. Tokoh Masyarakat Pandeglang Otonomi daerah yang banyak dipahami selama ini seringkali adalah pandangan yang tidak menghargai unsur lokalitas. Di pelbagai daerah terdapat tata pemerintahan yaitu upaya untuk bagaimana mengembalikan potensi-potensi daerah agar bisa tetap hidup dalam konteks kekinian. Undang-undang Otonomi Daerah pasca reformasi mencoba membangun kembali potensi-potensi lokal. Pada masa Soeharto, pembangunan diseragamakan . Ia sama sekali tidak menghargai potensi-potensi lokal. Sehingga potensi-potensi lokal tersebut menjadi perlahan terkikis dan hilang. Dalam konteks membangun transpransi, apakah kemudian membangun prinsip transparansi berdasarkan potensi-potensi lokal kita saat ini dapat dilakukan dengan asal jiplak dari daerah lain? Apakah tradisi transparansi yang ada di Pandeglang dan Banten ini sudah mendapat legitimasi kultural atau tidak? Transparansi pada prinsipnya merupakan fenomena baru dari tradisi politik yang demokratis. Salah satu poin penting dari demokrasi adalah meniscayakan transparansi dan partisipasi. Karena inti demokrasi adalah bagaimana sebuah proses politik, ekonomi, sosial, budaya ini, didasarkan pada kepentingan rakyat banyak, dan disampaikan melalui sistem komunikasi yang intim. Komunikasi politik dapat berjalan atau meniscayakan adanya keterlibatan masyarakat, turut berpartisipasi. Karena itu rakyat tidak mungkin diam. Apa yang menjadi kepentingan pemerintah, rakyat dikipikan, daeng dikipikan daeng. Jika proses demikian, maka akan sulit demokrasi dapat terbangun dengan baik.

ini sudah dimulai sejak dini. AHMAD BAIHAQI, Anggota DPRD Pandeglang Kita melihat proses pembangunan di Pandeglang pada tahun 2007, baik dana dari APBD atau pinjaman, apa yang kita lihat hari ini nyaris terlihat seperti tidak pernah dibangun. Yang memprihatinkan, kini kita melihat di masyarakat Pandeglang ini tumbuh satu figur sentral yang sangat kuat. Ini menunjukkan cantiknya atau cerdiknya atau jelinya pemerintah atau katakanlah Bupati memainkan peranan politiknya. Dia belajar dari konsep sosiologi dan budaya masyarakat Pandeglang. Dan mungkin kita sedang mengalami kekalahan dalam hal kebijakan, mencuri start. Kita yang punya teori, tetapi dia yang berhasil mempraktikkan. Kita harus banyak belajar dari Jembrana. Saya sangat kaget ketika melakukan kunjungan ke sana. Partisipasi masyarakat di Jembrana besar sekali. Katakanlah untuk membangun jalan satu kilometer, Pemda hanya bisa bantu setengah kilometer. Pembangunan jalan pun masih bisa dilakukan, yakni dengan peran serta masyarkat melalui kegiatan gotong royong, bersama-sama membangun jalan itu. Masyarakat di sekitar jalan yang memiliki batu, tenaga memberikan sumbangsihnya membangun jalan itu. Jadi, mengingatkan kita pada masa masyarakat tempo dulu. [ ]

DIDIK, Masyarakat Banten Masalah transparansi adalah amanat konstitusi. Saya tertarik dengan apa yang terjadi di Yogyakarta, meskipun sebagai wilayah yang pertama kali membuat lembaga omburdsmen, tetapi terdapat juga lembaga omburdsmen "swasta". Ini dapat dijadikan sebagai contoh, jika masuk kesini buntu, ke sana buntu..Jogjakarta yang dikenal dengan masyarakat terbuka, justru masih lahir lembaga ombursmant "swasta". Ini dapat dijadikan bahan renungan bagi kita.. Caranya bisa dilakukan melalui apa saja. Ini bisa melalui lembaga pendidikan manapun dan di semua level. Kalau perlu di tingkat pendidikan dasar sudah harus dimulai. Artinya, lembaga pendidikan merupakan salah satu metode. Meskipun jika dilihat dari efektif tidaknya kan itu relatif ya. Tetapi pemahaman tentang BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

11

CERMIN

KABUPATEN JEMBRANA

BER GULA BERGULA GULATT MELA WAN MELAW KEMISKINAN

MESKI terletak di Pulau Bali, Kabupaten Jembrana tidak mengandalkan pariwisata. Ia lebih mengandalkan pertanian, peternakan dan perikanan. Dengan luas daerah 84.180 Km2, Jembrana sampai saat ini menjadi salah satu kabupaten yang menjadi berhasil memanfaatkan otonomi daerah dengan baik. Desentralisasi fiskal dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat yakni melalui pendidikan yang bermutu, kesejahteraan ekonomi yang maju dan juga pelayanan kesehatan yang baik. Dalam bidang kesejahteraan, indikator kemajuan bisa dilihat dari data bahwa keluarga miskin pada yang semula pernah berjumlah 19,4%, secara drastis berkurang menjadi hanya 0,9% pada tahun selanjutnya. Di bidang kesehatan, kematian bayi berkurang 44%. Demikian halnya dalam pendidikan. Tingkat drop-out sekolah berkurang 75%. Semua ini dilakukan melalui program yang prorakyat yang tepat sasaran. Program itu diantaranya bebas SPP bagi seluruh siswa sekolah negeri (SD, SLTP, SMU,SMK), beasiswa bagi siswa sekolah swasta, bebas biaya obat dan dokter bagi semua warga, bebas biaya rumah sakit bagi keluarga miskin, dana talangan untuk menjaga harga hasil panen dan dana bergulir untuk usaha bagi kelompok masyarakat. Padalah, jika menilik APBD, Jembrana pada tahun perintisan tersebut hanya sebesar Rp. 193 Milyar rupiah. 12

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

Kunci Keberhasilan Setidaknya terdapat tiga hal pokok yang dilakukan Jembrana demi mendulang sukses tersebut. Pertama, Jembrana dalam menyusun anggaran sangat mementingkan warga yang tidak mampu. Kedua, peluang korupsi diperkecil semaksimal mungkin dalam menjalankan roda organisasi kepemerintahan. Ketiga, keterlibatan masyarakat secara langsung menjadi alasan utama dalam menjalankan setiap program yang dicanangkan. Sebagai contoh inovasi Jembrana di bidang pendidikan adalah dengan melakukan penelitian sebelum membuat keputusan yang tepat. Hasilnya, Jembrana bisa menghemat dana Rp 3,3 miliar/tahun. Dana itulah, yang dimanfaatkan untuk menyubsidi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Perbaikan sekolah tak diborongkan kepada pihak ketiga, tetapi langsung dilakukan oleh masyarakat. Pemerintah kabupaten hanya memberi block grant, semacam dana pancingan untuk memperoleh "ikan" yang lebih besar. Di bidang kesehatan, subsidi yang semula diberikan kepada untuk biaya obat-obatan RSUD dan puskesmas, dialihkan menjadi premi asuransi bagi seluruh warga melalui Program Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ). Semua penduduk yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Jembrana berhak memperoleh layanan kesehatan gratis. Di bidang perekonomian rakyat, Jembrana menerapkan pengelolaan dana bergulir dan dana talangan. Dana bergulir adalah pinjaman untuk modal usaha kelompok masyarakat (pokmas) petani, nelayan, dan pengrajin, dengan sistem bagi hasil. Setelah dikembalikan, dana tersebut bisa dipinjam oleh pokmas lain. Untuk menghindari penggelembungan harga dalam pengadaan barang untuk keperluan kantor, dibentuk Tim Standarisasi Harga yang ketua dan anggotanya terdiri dari beberapa orang lintas bagian/unsur. Tugas utamanya melakukan pengecekan harga ke supermarket-supermaket per tiga bulan. Hasilnya, harga yang dibayar pemerintah tidak jauh berbeda dengan harga di pasaran. Kesuksesan Jembrana ini tak lepas dari partisipasi masyarakat yang diajak proaktif dalam pembangunan daerahnya. Diantaranya masyarakat itu adalah adalah Komite Sekolah, lembaga adat, Dewan Pendidikan, Persatuan Guru Republik Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia (1D1),dan Ikatan Bidan Indonesia (lBI) dan intelektual di perguruan tinggi. [ ]

CERMIN

PUADUDIN Koordinator Badan Koordinasi Pembentukan Komosi Transparansi Kab. Pandeglang

“SAYA YAKIN

PANDEGLANG PASTI BISA” IA masih muda. umurnya baru menginjak kepala tiga. Setelah sekian lama menempuh pendidikan tinggi di Jakarta, ia merasa perlu kembali ke desanya, di mana ia pernah dibesarkan. Pandeglang, menurutnya adalah sebuah kota yang mempunyai potensi yang luar biasa. Dengan kekayaan alam yang melimpah ditambah dengan potensi manusianya yang relijius, ia yakin Pandeglang dapat maju dan menjadi kabupaten yang mandiri. Berbekal pengalaman di lembaga swadaya masyarakat, dimana pembelajaran tentang pengabdian ia rengkuh selama menjadi mahasiswa, ia kini menyemangati kawan-kawan satu daerahnya untuk mau membangun kembali desanya. “Semboyan Indonesia Bisa banyak bergema dimanamana, kenapa Pandeglang tidak bisa turut serta di dalamnya?,” katanya ketika INCIS mewawancarainya. Permasalahan Pandeglang menurutnya tidak bisa dijabarkan dalam sebuah narasi. Ia hanya bisa diubah dengan aksi. “Aksi dimulai dengan rasa memiliki, kepedulian untuk menjaga, serta mengangkatnya menjadi kabupaten yang sejahtera. Itu yang terpenting,” katanya bersemangat. Dalam satu diskusi publik yang membahas tentang transparansi yang digelar INCIS, tercetuslah ide untuk membentuk sebuah badan koordinasi transparansi di Pandeglang. Lewat pemilihan dari perwakilan sebanyak 35 lembaga yang hadir, ia didaulat kawan-kawannya untuk menjadi koordinator badan tersebut. Lembaga ini dimaksudkan untuk mendorong terbitnya peraturan daerah tentang keterbukaan informasi bagi publik yang dirasa masih sangat kurang di Pandeglang. Menurut peserta, yang menjadi titik

tonggak awal perubahan adalah keterbukaan informasi publik yang sampai saat ini masih tertutup rapat. Maka, lewat kesepakatan bersama, disusunlah tugas bersama melalui divisi penyusunan legal drafting, loby dan advokasi. Sampai saat ini, pertemuan demi pertemuan terus berlangsung. Dengan kesibukannya kini, ia berharap jerih payah kawan-kawan seperjuangannya akan membawa hasil yang positif. “Cita-cita kami ingin menjadikan Pandeglang sebagai kabupaten yang maju, sejahtera, terbuka dan peduli pada rakyatnya,” demikian tegasnya kepada INCIS. Selamat berjuang kawan! BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

13

PANDEGLANG

DI MEDIA MASSA

Tangerang Tribun, 3/06/2008 BUPATI DIMYATI MERASA MALU Ancaman warga Gungung Karangyang akan melakukan aksi unjuk rasa ke gedung DPRD dan Pendopo Bupati ang menuntut perbaikan infrastruktur sebaiknya diurungkan. Demikian permintaan Bupati andeglang HA Dimyati Natakusumah. Kata Bupati, demo itu hanya akan menghaamburkan biaya "Tidak perlu demo, jalannya ditanami pohon pisang saja, bupati sudah malu," kata Dimyati. Sebab dengan deemo akan mengabioskan biaya dan waktu, apalagi sampai terjadi anarkis karena disusupi pihak yang tidak bertanggung jawa. Tapi demo dengan cara menanam pohon pisang di ruas jalan yang rusak, kata dia, akan lebih efektif. Sebab, siapapun bupatinya akan malu kalau masyarakatnya sudah melakukan aksi tanam pohon pisang di tengah jalan. "Muka kita mau dikemanakan," tegasnya. … Seperti diketahui, beberapa waktu lalu warga Gungung Karang mengancam akan melakukan aksi demo besar-besaran ke gedung DPRD dan pendopo. Warga mengeluhkan infrastruktur jalan di wilayah itu yang suidah rusak parah. Kerusakan jalan, menurut warga akibat terlalu lama tidak dibangun, detambah dengan kualitas jalan yang tidak maksimal (den) 14

Kompas, 5/6/2008 ANGGOTA DPRD DIPERIKSA

Radar Banten, 31/5/2008 KADES KELUHKAN PROGRAM PAVING BLOCK

Setelah dugaan suap terkuak, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Pandeglang mulai beramai-ramai mengembalikan uang suap. ... Menurut Kepala Kejari, Yessi Emiralda, pihaknya sudah memeriksa sepuluh pejabat. Mereka dimintai keterangan seputar proses pencairan pinjaman, serta pembagian uang pelicin. Pejabat yang diperiksa itu diantaranya lima anggota DPRD, termasuk Wakil Ketua DPRD Wadudi Nur Hasan yang disebutsebut sebagai orang yang membagikan uang pelicin. Sekretaris DPRD, Sukran, dan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD), Abdul Munaf, juga turut dimintai keterangan. ”Dalam pemeriksaan, baik Wadudi maupun Kepala BPKD tidak mengakui sudah membawa dan membagikan uang," ujar Yessi. Meski demikian, Kejari akan segera meningkatkan kasus ke tingkat penyelidikan. Pasalnya, Kejari menilai sudah cukup bukti adanya dugaan suap dalam kasus pemberian sejumlah uang kepada anggota DPRD itu. ... Kejari juga sudah membentuk tim penyelidikan kasus suap pinjaman Bank Jabar, yang terdiri dari 11 orang jaksa. Kemarin, lebih dari 300 pemuda dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Hutang (Gerah), berunjuk rasa menuntut kasus suap, serta dugaan penyelewengan pinjaman Pemkab Pandeglang, diusut tuntas. (NTA)

Sebagian besar kepala desa (kades) di Kabupaten Pandeglang mengeluhkan adanya penyeragaman pada program paving block yang dilakukan Pemkab. “Kami tak punya pilihan lain. Karena bentuk proyek dan rincian anggarannya sudah ditentukan pemkab melalui pihak kecamatan,” ujar seorang kades di Kecamatan Munjul yang tak berani dikorankan namanya kepada Radar Banten di Pandeglang, Kamis (29/5). ... “Dana untuk kedua anggaran ini semuanya dikelola pemkab. Para kades hanya menerima material bangunannya. Padahal di desa kami program itu belum layak,” ungkapnya. ... Penanggung jawab program ini tampak tidak jelas. Bagian Tata Pemerintahan (Tapem) Pemkab Pandeglang dengan pemerintah kecamatan pun saling lempar tanggung jawab soal. “Saya tidak tahu menahu soal proyek ini. Karena yang saya tangani masalah pemerintahan bukan soal pembangunan,” ujar Kabag Tapem Agus Priyadi melalui telepon genggamnya, Jumat (30/5). Sedangkan Camat Munjul Aa Hadiwiguna membantah jika program paving block yang sedang dilaksanakan di setiap desa di Kecamatan Munjul merupakan program usulan kecamatan. Katanya, program ini sepenuhnya petunjuk dari pemkab melalui Bagian Pengendalian Pembangunan (Dalbang). “Susah menyebutkannya. Kalau mau tahu alasannya, cari sendiri,” kilahnya. ...(zis)

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

CATATAN

ANGGARAN DAULAT RAKYAT Tb Ace Hasan Syadzily Ketua Yayasan INCIS

DALAM sistem demokrasi yang ideal, dituntut secara konsekwen penyelengaraan pemerintahan yang menjujung tinggi akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan keterbukaan bagi rakyat. Alasannya sederhana. Karena sumber daya baik ekonomi, sosial dan politik yang dimiliki negara merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diserahkan kepada pemegang kuasa yakni, pemerintah dan legislatif. Dalam kerangka itu, rakyat memiliki hak untuk mengatur pengelolaan sumber daya, terutama ekonomi, melalui mekanisme yang diatur dalam partisipasi politik masyarakat. Dalam konteks politik anggaran, kita seringkali salah kaprah mendudukkan masalah ini. Anggaran Negara kerapkali dipahami sebagai anggaran untuk membiayai belanja pemerintah. Padahal sesungguhnya politik anggaran merupakan mekanisme keuangan Negara yang diatur dan dikelola oleh para pihak pengambil kebijakan (eksekutif dan legislatif) yang seharusnya dipergunakan secara maksmimal untuk kepentingan rakyat dan didayagunakan sepenuhnya untuk pembangunan masyarakat. Konseksuensinya, politik anggaran seharusnya paling tidak didasarkan antara lain; Pertama, adanya partisipasi dan pelibatan masyarakat melalui proses dan mekanisme yang transparan dan penggunaannya mengharuskan adanya akuntabilitas publik, karena memang sumber anggaran itu berasal dari rakyat melalui pajak, retribusi dan hasil sumberdaya alam. Kedua, oleh karena itu, realisasinya untuk kepentingan rakyat.

Dalam prakteknya politik anggaran kita tidak lebih dari "bancakan" para pemegang otoritas politik. Anggaran pemerintahan kita tidak lebih dari penyerahan "upeti" rakyat kepada pemerintah dan penggunaannya diserahkan kepada kehendak pemerintah. Bahkan kadangkala pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak malu-malu mengklaim distribusi uang rakyat dikatakan berasal dari "kantong pribadinya" atau partainya dan dengan gagah diberikan oleh institusi atau individu yang bukan otoritasnya. Yang lebih ironis adalah politik anggaran kita sebagian besar hanya untuk membiayai belanja pengawai. Biaya gaji pegawai tidak lebih besar dibanding pembangunan infrastruktur yang rusak dimana-mana. Bahkan biaya keseharian pejabat, dari mulai pembelian mobil dinas, biaya perjalanan, akomodasi, pemeliharaan rumah dinas hingga makan pejabat, ditanggung sepenuhnya oleh rakyat melalui APBD. Sementara, disana-sini pembangunan irigasi tersendat-sendat, kerusakan jalan terjadi disana-sini, sekolah tidak nyaman untuk menimba ilmu, dan lainlain. Dan rakyat dituntut untuk membayar sekian rupiah untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang memadai, membayar biaya pembangunan sekolah (sekalipun katanya SPP digratiskan), dan lain-lain. Apakah politik anggaran kita masih diwarnai "daulat raja" atau "daulat rakyat"? Hanya masyarakat sendiri yang merasakan dan menjawabnya. Wallahu"alam Bi shawab.

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

15

INFO KEGIATAN SAMPAI saat ini, keberadaan program INCIS terus mendapat sambutan positif dari masyarakat Pandeglang. Berbagai diskusi tentang perlunya transparansi dan keterbukaan informasi di Pandeglang selalu dipadati peserta dari berbagai kalangan. Bahkan para tokoh tua pun turut serta meramaikan pentingnya acara-acara diskusi ini. Diantara hasil diskusi tersebut tercetus pembentukan badan koordinasi pembentukan komisi transparansi kabupaten Pandeglang. Kesepakatan itu dilanjutkan dengan pemilihan koordinator yang diteruskan dengan dengan berbagai program sesuai kesepakatan peserta diskusi. [ ] Foto: Baris 1. Diskusi Publik di Balai Budaya, 27 Februari 2008 Baris 2. Diskusi Publik di PKPRI, 25 Maret 2008 Baris 3. TOT Transparansi, 29 April - 2 Mei 2008

Indonesian Institute for Civil Society (INCIS) adalah organisasi non pemerintah yang didirikan pada tanggal 27 Februari 1999 untuk membangun iklim kondusif bagi terwujudnya masyarakat madani (civil Society) yang disertai prinsip-prinsip keadaban (civility) agar demokratisasi tetap terpelihara. Scope of service organisasi ini difokuskan pada penyelenggaraan berbagai aktivitas yang terkait dengan penguatan masyarakat madani, baik melalui penelitian, community organizing, seminar, penerbitan buku dan lain-lain.

16

BULETIN INCIS EDISI 02 TAHUN 2008

Kerjasama yang pernah dilakukan INCIS diantaranya dengan : 1. Pemda DKI, Penelitian "Respons Pegawai dalam Pengembangan Etika Birokrasi di Lingkungan Pemda Propinsi DKI Jakarta". 2. CSSP-USAID, Program Pembentukan dan Penguatan Masyarakat Sipil di Jakarta dan Tangerang. 3. Depdiknas RI, Rountable Discussion tentang Masa Depan Madrasah 4. Partnership, Program Pengawasan Pelayanan Publik Tingkat Kelurahan di DKI Jakarta. 5. Depag RI, penelitian sosial dan workshop pendidikan agama. 6. Yayasan TIFA, Program Peningkatan Akuntabilitas Publik dalam Rangka Membangun Komunikasi Politik yang Lebih Terbuka dan Partisipatif.

Related Documents

Buletin Incis Ed 02
October 2019 5
Buletin Incis Ed 01
October 2019 5
Buletin 1428 Ed-3
December 2019 6
Palavras Ed 02
November 2019 12
Revista Portfolio Ed.02
October 2019 11
Manet's World Ed 02
November 2019 15