Buletin I Edisi 1 Tahun 2006

  • Uploaded by: adminkkptanjungpriok
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buletin I Edisi 1 Tahun 2006 as PDF for free.

More details

  • Words: 21,060
  • Pages: 56
KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK KANTOR KESEHATAN PELABUHAN : MELAKSANAKAN CEGAH TANGKAL PENYAKIT KARANTINA DAN PENYAKIT POTENSIAL WABAH, UPAYA KESEHATAN PELABUHAN DAN PENGENDALIAN RISIKO LINGKUNGAN Dr. INDRIYONO TANTORO, MPH SES.DITJEN. PP & PL – DEPKES RI

Dr. I. NYOMAN KANDUN, MPH DIRJEN PP & PL - DEPKES RI

Dengan KepMenKes RI No : 265 Thn 2004 Kantor Kesehatan Pelabuhan Siap Menghadapi ERA GLOBALISASI

RAISSEKKI,SKM,MM Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok

Buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN

Volume I Tahun 2006

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

Terbit Triwulan

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK

Volume 1 Tahun 2006

SAFE COMMUNITY MENUJU KELUARGA SIAGA

5

11

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN MENYONGSONG ERA GLOBALISASI

ANALISIS KURSUS PENJAMAH MAKANAN di KKP Kls I TG. PRIOK

16

DISINFEKSI ,Merupakan tindak lanjut upaya pengawasan kualitas air

21

DISINSEKSI, Pembasmian serangga di kapal

28 KOMUNIKASI PERUBAHAN ORGANISASI

34

DISKUSI TENTANG MERKURI

48 2

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

INFO KESEHATAN

PELABUHAN

Pengantar redaksi Buletin Info Kesehatan Pelabuhan ini merupakan buletin perdana yang diterbitkan oleh

Diterbitkan oleh :

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok Ditjen PP & PL DEPARTEMEN KESEHATAN

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. Buletin ini merupakan wahana informasi bagi insan pelabuhan dalam mengembangkan potensi diri guna mendukung pelaksanaan program, khususnya bagi para pegawai Kantor Kesehatan Pelabuhan di

Pelindung / Penasehat:

Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok Raissekki, SKM, MM

Dewan Redaksi : Ketua,

seluruh Indonesia. Buletin Info Kesehatan Pelabuhan berisi informasi hasil pelaksanaan program,

peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan, naskah – naskah ilmiah dan karya – karya seni serta peristiwa – peristiwa terkini lainya.

RBA. Widjonarko, SKM, MKes

Sekretaris :

Rosyid Ridho P, SE

Anggota :

Redaksi menerima sumbangan artikel, laporan, reportase, saduran, karikatur, sajak – sajak ataupun karyasastra lain dan foto – foto yang berkaitan dengan program kesehatan pelabuhan. Selamat dan sukses KKP.

Rahmat Subekti, SKM, MHM Agus Syah, SKM Sugeng Retyono, SKM Dewi Dyah Palupi, SKM

Editor :

Nana Mulyana, SKM Ani Budi Lestari Lussie Soraya

Tata Usaha / Distribusi : Agus Sudarman, SKM Sulastyono Wahyudi, SH

INFO KESEHATAN PELABUHAN, VOLUME 1, TAHUN 2006

kajian

Dewan Redaksi

Alamat Redaksi : Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok Jl. Raya Pelabuhan No. 17 – Tanjung Priok Jakarta Utara Telp. 021 – 43931045, 4373265 Fax. 021 – 4373265 E-Mail : [email protected] Redaksi menerima sumbangan naskah, laporan, saduran, karikatur, sajak – sajak, foto – foto, dan lain – lain yang berkaitan dengan program kesehatan pada umumnya maupun program kesehatan pelabuhan khususnya. Isi bulletin belum tentu mencerminkan kebijakan, pendapat dan sikap penerbit.

3

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

Kata Pengantar Alhamdulillah hirobbil alamin kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas terlaksananya penerbitan perdana buletin INFO KESEHATAN PELABUHAN ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

RI No. 265/Menkes/SK/III/2004, Kantor

Kesehatan Pelabuhan merupakan unit pelaksana teknis dilingkungan Departemen Kesehatan yang mempunyai tugas mencegah masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyekit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja pelabuhan, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan. Di sisi lain menunjukkan bahwa pada masa pra – globalisasi pasar bebas, wilayah pelabuhan merupakan obyek bisnis segala bidang ekonomi, secara otomatis perubahan ini juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam jenis, pola penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. Tugas tersebut tidak mudah dan untuk melaksanakan tugas tersebut, Kantor Kesehatan Pelabuhan harus dibekali sumberdaya yang memadai. Disamping itu, Kantor Kesehatan Pelabuhan harus memiliki strategi spesifik dalam mengantisipasi segala kemungkinan munculnya permasalahan local, regional maupun global. Oleh karena itu jejaring informasi antar Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia sangat perlu difasilitasi agar tercipta dinamika positif dalam penyelenggaraan peningkatan upaya kesehatan pelabuhan kearah sinkronisasi program secara menyeluruh dan tuntas. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok merasa memiliki peran dalam mengemban pengembangan jejaring informasi tersebut sehingga pada tahun 2006 ini meluncurkan buletin perdana yang berjudul “INFO KESEHATAN PELABUHAN”. Semoga sukses selalu. Jakarta,

Maret

2006

Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok

RAISSEKKI, SKM, MM NIP.140 074 830

PENGAMBILAN SAMPEL AIR DI Pelabuhan Tanjung Priok

PEMASANGAN PERANGKAP TIKUS di Pelabuhan Tanjung Priok

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

4

KANTOR KESEHATAN PELABUHAN DALAM MENYONGSONG ERA GLOBALISASI Oleh : RAISSEKKI, SKM, MM

Menyambut

era globalisasi pasar bebas, wilayah pelabuhan merupakan obyek bisnis segala bidang ekonomi, secara otomatis perubahan ini juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam jenis, pola penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain.

Untuk

mengantisipasi timbulnya masalah ini maka manajement program pada Kantor Kesehatan Pelabuhan seluruh Indonesia harus segera disinkronkan sehingga seluruh kegiatannya dapat dilaksanakansecara profesional.

Disamping

itu, seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan harus dibekali oleh adanya pemenuhan standarisasi sumberdaya sesuai kelas kantor secara datail.

Dalam

meniti pelaksanaan program dalam mencapai tujuan organisasi, Kantor Kesehatan Pelabuhan dapat bersandar pada aspek legal adanya pemberlakuan ISPS Code (International Ship and Port Security) dan IHR (International Health Regulation). Pada tahun 2006 ini Kantor Kesehatan Pelabuhan seluruh Indonesia berubah wajah dengan adanya Keputusan Menteri Kesehatan tentang Pakaian Dinas Harian dan Tanda Pengenal bagi Pegawai Negeri Sipil Kantor Kesehatan Pelabuhan. Oleh karena itu, dengan penampilan baru maka secara otomatis kinerja seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan juga harus meningkat dan semakin professional dalam pelaksanaan tugasnya.

Mungkinkah kinerja Kantor Kesehatan Pelabuhan melejit naik keatas apabila kerangka dan payung programnya masih belum jelas? Merujuk Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 265 tahun : 2004, secara otomatis tugas pokok dan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan semakin meluas namun pedoman – pedoman ataupun petunjuk – petunjuk kerangka program untuk penyelenggaraan fungsi tersebut masih belum tersedia sampai saat ini. Disamping itu, sampai saat ini payung hukum untuk penyelenggaraan fungsi tersebut, juga masih memakai Undang – Undang Karantina nomor ; 1 dan 2 tahun 1962. Pembangunan kesehatan di wilayah Pelabuhan merupakan bagian dari pembangunan kesehatan nasional. Pada saat ini pelabuhan tidak hanya berfungsi sebagai pintu keluar masuknya barang, jasa dan manusia, akan tetapi sudah berkembang lebih jauh menjadi sentrasentra industri yang menyerap banyak tenaga kerja, pusat perdagangan, tempat wisata yang mampu mendatangkan turis baik domestik maupun luar negeri. Sejalan dengan upaya dan kondisi tersebut diatas, pembangunan kesehatan di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok diharapkan dapat dilaksanakan secara bertahap terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.

Dalam menunjang kemajuan ekonomi saat ini, kelancaran dan kualitas jasa kepelabuhan telah menjadi tuntutan utama. Kelancaran jasa kepelabuhan akan menyebabkan adanya mobilisasi penduduk menjadi tinggi, penyebaran penyakit semakin cepat dan beragam yang apabila tidak dilakukan pengawasan secara optimal, terencana dan berkelanjutan, akan berpotensi menghasilkan dampak yang merugikan bagi pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional. Untuk mewujudkan Pelabuhan yang bebas dari penularan penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, Kantor Kesehatan Pelabuhan melakukan berbagai upaya di bidang Karantina dan

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

5

surveilans, bidang pengendalian resiko lingkungan, dan bidang upaya kesehatan pelabuhan. Perubahan iklim global yang secara langsung atau tidak akan berpengaruh terhadap bermunculnya penyakit baru (emerging diseases) dan/atau penyakit yang selama ini sudah bukan masalah kesehatan ( re-emerging diseases), serta kondisi rawan dalam negeri dan luar negeri yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan. Disamping hal tersebut muncul pula tuntutan dari pengguna jasa akan percepatan dan mutu pelayanan yang sangat tinggi, sehingga menyebabkan tidak optimalnya proses pengawasan, yang dikhawatirkan akan menyebabkan tidak terditeksinya penyakit karantina dan penyakit menular berpotensi wabah lainnya. Berdasarkan gambaran tersebut diatas, maka Kantor Kesehatan Pelabuhan harus mampu mengidentifikasi faktor – faktor resiko penyakit di wilayah pelabuhan.

secara jelas mengupas tentang tugas pokok dan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan. Untuk lebih jelasnya mari kita simak cuplikan Kepmenkes 265 / 2004 mulai pasal 1 – 22 sebagai berikut:

ASPEK LEGAL

KKP mempunyai tugas melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, kekarantinaan, pelayanan kesehatan

Aspek legal pelaksanaan identifikasi factor resiko penyakit di pelabuhan ini yakni Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 265 tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, yang

BAB I Pasal 1 : KEDUDUKAN KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Kantor kesehatan Pelabuhan yang selanjutnya dalam keputusan ini disebut KKP adalah unit Pelaksana Teknis dilingkungan Departemen kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. KKP dipimpin oleh seorang kepala.

BAB I Pasal 2 : TUGAS KANTOR KESEHATAN PELABUHAN

Bersambung ke hal 7.......

!Pertanyaan nomor 2. PROFESIONALKAH ANDA? Quis berikut terdiri atas 4 pertanyaan untuk menguji apakah anda qualified menjadi seorang professional. Untuk mempertahankan konsistensi jawaban anda, ambilah sehelai kertas dan pensil untuk menulis jawaban anda. Pertanyaan 1. Bagaimanakah caranya memasukkan seekor Jerapah kedalam Kulkas?

Bagaimana caranya kedalam Kulkas?

memasukkan

Gajah

Pertanyaan nomor 3.

Singa Si Raja Hutan menjadi tuan rumah Konferensi para binatang. Semua binatang bisa hadir dalam konferensi tersebut, tapi siapa yang tidak hadir?

Pertanyaan nomor 4.

Anda harus berenang menyeberangi kali yang dihuni oleh buaya. Bagaimana caranya?

Tulis jawaban anda no 1,2,3 dan 4 pada kertas yang telah anda siapkan Bersambung ke hal 27..........

6

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

terbatas di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas, serta pengendalian dampak kesehatan lingkungan.

BAB I Pasal 3 : FUNGSI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal 2, KKP menyelenggarakan fungsi: 1. Pelaksanaan kekarantinaan 2. Pelaksanaan pengamatan penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah 3. Pelaksanaan sentral/simpul jejaring surveilans epidemiologi regional, nasional sesuai penyakit yang berkaitan dengan lalulintas internasional. 4. Pelaksanaan fasilitas dan advokasi kesiapsiagaan dan penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dan bencana bidang kesehatan, serta kesehatan matra termasuk penyelenggaraan kesehatan haji. 5. Pelaksanaan fasilitas dan advokasi kesehatan kerja di lingkungan pelabuhan/bandara dan Lintas batas Darat 6. Pelaksanaan pemberian sertifikat kesehatan obat,makanan,kosmetika dan alat kesehatan (OMKA) ekspor dan mengawasi persyaratan dokumen kesehatan OMKA impor 7. Pelaksanaan pengawasan kesehatan alat angkut 8. Pelaksanaan pemberian pelayanan kesehatan terbatas di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan Lintas Batas Darat 9. Pelaksanaan pengendalian risiko lingkungan Pelabuhan/Bandara dan lintas Batas darat 10. Pelaksanaan jaringan informasi dan teknologi bidang kesehatan Pelabuhan/Bandara dan lintas darat. 11. Pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kesehatan Pelabuhan/Bandara dan Lintas Batas Darat

12. Pelaksanaan pelatihan teknis bidang kesehatan Pelabuhan/Bandara dan Lintas Batas Darat 13. Pelaksanaan ketatausahaan dan kerumahtanggaan KKP

BAB I Pasal 4 : KLASIFIKASI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Klasifikasi KKP : KKP Kelas I, KKP Kelas II dan KKP Kelas III

BAB I Pasal 7 : TUGAS BAGIAN TATA USAHA – KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Bagian Tata usaha pada mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program,pengelolaan informasi, evaluasi dan laporan, urusan tata usaha, euangan, kepegawaian, perlengkapan dan rumahtangga.

BAB I Pasal 8 : FUNGSI BAGIAN TATA USAHA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Dalam melaksanakan tugasnya, Bagian Tata Usaha menyelenggarakan fungsi : 1. Pelaksanaan penyusunan program dan pelaporan 2. Pelaksanaan urusan keuangan 3. Pelaksanaan urusan kepegawaian dan umum

BAB I Pasal 11 : TUGAS BIDANG KARSE – KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Bidang Karantina dan surveilans Epidemilogi (KARSE) mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi di bidang kekarantinaan,surveilans epidemiologi penyakit karantina dan penyakit menular potensil wabah,pengawasan alat angkut, lalu lintas OMKA, jejaring kerja, kemitraan, kajian, serta pengembangan teknologi, pendidikan dan latihan bidang kekarantinaan di wilayah kerja Pelabuhan /bandara dan lintas batas darat. 7

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

BAB I Pasal 12 : FUNGSI BIDANG KARSE – KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Dalam pelaksaanan tugasnya, bidang Karantina dan Surveilans Epidemiologi menyelenggarakan fungsi: 1. kekarantinaan, surveilans epidemiologi penyakit karantina dan potensial wabah 2. kesiapsiagaan dan penanggulangan KLB dan bencana/pasca bencana bidang kesehatan 3. pengawasan lalu lintas OMKA ekspor dan impor,serta alat angkut 4. kajian dan diseminasi informasi kekarantinaan di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat 5. pendidikan dan pelatihan bidang kekarantinaan 6. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan bidang kekarantinaan 7. pelaksanaan pengembangan teknologi bidang kekarantinaan di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat

BAB I Pasal 15 : TUGAS BIDANG PRL KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan (PRL) mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi di bidang pengendalian vektor dan binatang penular penyakit, pembinaan sanitasi lingkungan, jejaring kerja,kemitraan,kajian dan pengembangan teknologi serta pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian resiko lingkungan di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.

BAB I Pasal 16 : FUNGSI BIDANG PRL KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Pengendalian Risiko Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

1. pengawasan penyediaan air bersih,serta pengamanan makanan dan minuman; 2. hygiene dan sanitasi lingkungan gedung/bangunan,perusahaan; 3. pengawasan pencemaran udara,air dan tanah; 4. pemeriksaan dan pengawasan hygiene dan sanitasi kapal/pesawat di lingkungan pelabuhan/bandara dan lintas batas darat 5. pemberantasan serangga penular penyakit tikus dan pinjal di lingkungan pelabuhan/bandara dan lintas batas darat; 6. kajian dan pengembangan teknologi di bidang pengendalian risiko lingkungan pelabuhan/bandara dan lintas batas darat 7. pendidikan dan pelatihan bidang pengendalian risiko lingkungan pelabuhan/bandara dan lintas batas darat; 8. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di bidang pengendalian risiko lingkungan di pelabuhan/bandara dan lintas batas darat;

BAB I Pasal 19 : TUGAS BIDANG UKP KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Bidang Upaya Kesehatan Pelabuhan (UKP) mempunyai tugas melaksanakan perencanaan dan evaluasi di bidang pelayanan kesehatan terbatas, kesehatan haji, kesehatan kerja,kesehatan matra,vaksinasi internasional, pengembangan jejaring kerja, kemitraan, kajian dan teknologi,serta pendidikan dan pelatihan bidang upaya kesehatan pelabuhan di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat.

BAB I Pasal 20 : FUNGSI BIDANG UKP KANTOR KESEHATAN PELABUHAN Dalam melaksanakan tugasnya, Bidang Upaya Kesehatan Pelabuhan menyelenggarakan fungsi :

8

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

1. pelayanan kesehatan terbatas, rujukan dan gawat darurat medik di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas; 2. pemeriksaan kesehatan haji, kesehatan kerja,kesehatan matra diwilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat; 3. pengujian kesehatan nahkoda/pilot, dan anak buah kapal/pesawat udara serta penjamah makanan; 4. vaksinasi dan penerbitan sertifikat vaksinasi internasional 5. pelaksanaan jejaring kerja dan kemitraan di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat; 6. pengawasan pengangkutan orang sakit dan jenazah di wilayah kerja pelabuhan/bandara dan lintas batas darat, serta ketersediaan obatobatan/peralatan P3K di kapal/pesawat udara. 7. Kajian dan pengembangan teknologi bidang upaya kesehatan pelabuhan 8. Pendidikan dan pelatihan di bidang pelayanan kesehatan pelabuhan/bandara dan lintas batas darat. Dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Kantor Kesehatan Pelabuhan tersebut, payung hukum yang dipakai masih menggunakan aturan perundangan ”produk lama” , antara lain Undang – Undang nomor 1 dan 2 tahun 1960. Yang lebih memprihatinkan, sampai saat ini juga belum tersedia pedoman – pedoman ataupun petunjuk – petunjuk pelaksanaan yang dipakai sebagai kerangka penyelenggaraan TUPOKSI tersebut. Pemberlakuan ISPS Code (International Ship and Port Security) dan IHR (International Health Regulation) hanyalah aspek legal yang mendukung penyelenggaraan TUPOKSI pada Kantor Kesehatan Pelabuhan

FAKTOR RESIKO yang

Identifikasi faktor resiko penyakit kemungkinan muncul di wilayah

pelabuhan harus dilaksanakan secara lebih profesional. Nah . . . agar lebih profesional, instrumen yang dipakai dalam identifikasi faktor resiko ini perlu didukung oleh sarana yang memadai, baik berupa format isian maupun peralatan yang canggih. Pada saat ini sudah tersedia format isian identifikasi faktor resiko, namun tampaknya dalam pelaksanaannya antar Kantor Kesehatan Pelabuhan berbeda. Identifikasi faktor resiko ini merupakan langkah awal suatu tindakan pencegahan ataupun pemberantasan. Identifikasi faktor resiko ini dapat dikatakan sebagai salah satu komponen dalam sistem pengamatan penyakit secara runtut yang lazim disebut surveilens. Dilain pihak, sistem surveilens antar Kantor Kesehatan Pelabuhan berbeda walaupun sudah berjalan. Kenyataan menunjukkan juga bahwa penyelenggaraan manajement program dan kegiatan, juga berbeda antar Kantor Kesehatan Pelabuhan. Kita masih boleh berbangga apabila ada keragaman dalam mencapai satu tujuan, namun masih banyak berbeda dalam arti ada Kantor Kesehatan Pelabuhan yang belum melaksanakan kegiatan. Salah satu contoh, adakah Kantor Kesehatan Pelabuhan yang telah melaksanakan kegiatan Inspeksi Sanitasi GBP (Gedung / Bangunan dan Perusahaan)? Apabila sudah, bagaimana bentuknya instrumennya? Memakai acuan apa? Oleh karena itu faktor penting yang harus menjadi prioritas penganganan management program adalah standarisasi seluruh sumberdaya pada Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai dengan kelas atau sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban. Marilah kita lihat bentuk bangunan kantor cabang BRI (Bank Rakyat Indonesia), semuanya tampak sama sehingga segala lapisan masyarakat tahu dan tidak ragu – ragu bahwa bangunan tersebut adalah bangunan kantor cabang BRI. Demikian juga bangunan Kantor Kesehatan Pelabuhan seharusnya sudah ada standar bangunan menurut kelas Kantor Kesehatan Pelabuhan dan jangan

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

9

sampai ada gedung KKP kelas III yang lebih mewah dari gedung KKP kelas II. Standar bangunan gedung ini sangat penting sekali dan patut diwujudkan karena penetapan kelas ini seimbang dengan TUPOKSI yang diembannya. Standar tenaga, dana, instrumen ataupun peralatan pendukungpun harus distandarisasi sesuai kelas yang telah ditetapkan. Marilah kita tengok sejenak tentang kenyataan keberadaan Kantor Kesehatan Pelabuhan, adakah Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II yang jumlah tenaganya lebih banyak dari Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I ??? Bahkan bukan hanya berhenti sampai pada jumlah tenaga secara keseluruhan, namun harus lebih detail lagi tentang jumlah tenaga sesuai spesialisasinya. Berapakah jumlah dokter yang dibutuhkan pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I atau berapakah jumlah jenis tenaga lain yang dibutuhkan Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai kelasnya? Berapakah standar alokasi dana isian proyek untuk masing – masing kelas ??? Bagaimanakah standar instrumen ataupun berbagai jenis peralatan yang dibutuhkan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai kelas??? Sumber daya (Sarana, tenaga dan dana) ini merupakan faktor pendukung penyelenggaraan identifikasi faktor resiko

di pelabuhan yang harus perhatian serius dan detail.

menjadi

KONKLUSI DAN HARAPAN Pemikiran – pemikiran tentang kondisi diatas merupakan upaya dalam menyambut era globalisasi pasar bebas, yang mana wilayah pelabuhan merupakan obyek bisnis segala bidang ekonomi. Secara otomatis, perubahan juga telah terjadi dalam jenis dan pola penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. Untuk menyambut era globalisasi pasar bebas, seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan berharap adanya pemenuhan standarisasi sumberdaya sesuai kelas kantor secara datail. Manajement program pada Kantor Kesehatan Pelabuhan seluruh Indonesia harus segera disinkronkan melalui penyediaan pedoman – pedoman ataupun petunjuk pelaksanaan program sesuai TUPOKSI yang baru sehingga seluruh kegiatannya dapat dilaksanakansecara profesional. Langkah lebih lanjut yang perlu segera disiapkan adalah penyiapan payung hukum ”produk baru”, antara lain finalisasi penggodogan undang – undang karantina yang telah memakan waktu bertahun – tahun. Pemberlakuan ISPS Code (International Ship and Port Security) dan IHR (International Health Regulation) merupakan aspek legal yang mendukung penyelenggaraan Standarisasi STD (Sarana, Tenaga dan Dana) pada Kantor Kesehatan Pelabuhan.

Daftar pustaka 1. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 265 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 264 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Kriteria Klasifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1614 / MENKES / SK / XI / 2005 tentang Pakaian Dinas Harian dan Tanda Pengenal bagi Pegawai Negeri Sipil Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2005

Rattus norvegicus

Tinja Rattus norvegicus

Xenopsylla cheopis

10

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – VOLUME 1 TAHUN 2006

SAFE COMMUNITY MENUJU KELUARGA SIAGA (Safe community toward readiness family) Oleh : RBA. WIDJONARKO Kondisi aman merupakan hak setiap manusia Indonesia sejak manusia tersebut berada dalam kandungan sampai menghembuskan nafasnya yang terakhir. Konsep masyarakat aman pada hakekatnya merupakan upaya dari, oleh dan untuk masyarakat, sedangkan pemerintah dan jajarannya bertugas memberikan iklim yang baik sebagai fasilitator dalam upaya ini. Kenyataan menunjukkan bahwa komitmen dari semua pihak masih perlu adanya pembenahan yang sifatnya segera. Kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, kecelakaan, teroris bahkan kesiapsiagaan kemungkinan timbulnya kerugian keuangan negara, semuanya ini masih belum dikelola secara professional. Harapan dapat diselenggarakannya kebersamaan dalam pengelolaan dan pembenahan semua pihak dalam menciptakan masyarakat aman merupakan harapan kita bersama. Secara otomatis, membudayanya komunitas aman akan mendorong terciptanya keluarga yang siaga. Marilah kita bahas beberapa model komunitas yang tampak dalam kehidupan kita sehari – hari.

KOMUNITAS PEMAKAI JALAN RAYA Apabila konsep Safe community ini sudah tertanam dalam kehidupan bangsa Indonesia maka dampak buruk akibat bencana dapat ditekan serendah mungkin. Kejadian tahun 2003, kematian siswa seisi bus dalam perjalanan pulang setelah menyelesaikan tugas karya wisata sekolah, sebenarnya tidak perlu terjadi apabila setiap bus ataupun kendaraan telah dilengkapi peralatan keselamatan, seperti martil dan pemadam kebakaran ataupun peralatan keamanan lain. Demikian pula sebaliknya bahwa penumpang harus mengurungkan niatnya untuk memakai jasa angkutan umum yang tidak memiliki sarana penyelamat walau dengan alasan apapun. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak masyarakat kita yang memakai jasa angkutan tanpa pandang bulu, asal naik kendaraan umum, tanpa mempertimbangkan resiko kecelakaan. Mereka hanya punya tujuan tiba ditempat tujuan dengan cepat,

menghemat waktu, hemat biaya, dll. Padahal harga sebuah kecelakaan sangat mahal bahkan tidak ternilai harganya, baik di pihak penumpang, pihak swasta pemilik jasa angkutan maupun pihak pemerintah. Contoh nyata : Adanya tempat duduk tambahan pada mikrolet dapat mengakibatkan kecelakaan bagi penumpang. Apabila penumpang jatuh, semua pihak akan dirugikan. Kerugian di pihak swasta (pemilik mikrolet) : Waktu operasi mikrolet tersebut akan terhambat karena harus berurusan dengan pihak kepolisian dan pembiayaan pengobatan korban. Pihak kepolisian juga akan rugi tenaga, waktu dan kertas untuk urusan penyidikan peristiwa kecelakaan. Resiko kecelakaan pemakai jasa angkutan akan dapat ditekan serendah mungkin apabila konsep masyarakat aman tertanam pada komponen, masyarakat, swasta pemilik usaha jasa angkutan dan pemerintah. Pihak Pemerintah dan jajarannya bertugas menyiapkan perangkat berupa peraturan,

11

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

kontrol, sampai pemberian sangsi yang tegas terhadap setiap jenis pelanggaran. Bahkan pemakaian sabuk pengaman yang sudah mulai dilaksanakan, harus ditindaklanjuti secara intensif dan tegas. Tidak perlu dipungkiri bahwa seringkali pemberian sangsi pemakai jalan raya yang melanggar lalu lintas hanyalah digantikan oleh uang receh yang akhirnya masuk saku petugas pengaman jalan raya. Tanpa disadari akhirnya para pelanggar tersebut akan berfikir bahwa pelanggarannya dapat ditebus dengan uang Rp 50.000,Sektor yang berwenang dalam melaksanakan kontrol kelengkapan alat keselamatan kendaraan umum harus lebih intensif dan tegas sejak awal kendaraan tersebut menjalani uji (KIR) hingga saat kendaraan tersebut beroperasi di jalan raya.

KOMUNITAS RAWAN TZUNAMI Bangsa Indonesia menangis saat terjadinya bencana nasional tzunami di Aceh yang menelan banyak korban nyawa dan harta benda. Kita telah memiliki sekian banyak organisasi kepanitian penanganan bencana ataupun tim gerak cepat, namun kita juga kecolongan bencana yang tidak pernah kita prediksi sebelumnya. Kalau saja sudah ada identifikasi daerah rawan tzunami yang akurat dan sekaligus ada lembaga pemerintah yang secara akurat mampu dan berani mengumumkan prakiraan akan terjadinya bencana tzunami, maka korban nyawa dapat ditekan sekecil mungkin. Kita telah memiliki sekian banyak organisasi kepanitian penanganan bencana ataupun tim gerak cepat atau apapun namanya, bahkan memiliki nomor telepon khusus emergency (kegawatan) yang sangat banyak, seperti : 113, 110, 118, 119, dll. Kepemilikan nomor telepon panggilan emergency (kegawatan) yang terlalu banyak ini dapat menimbulkan miss koordinasi di lapangan. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak ketimpangan penanganan

pasca bencana yang harus segera kita benahi. Bencana tzunami di Aceh telah terjadi, selanjutnya timbul pertanyaan yang harus bisa kita jawab yakni sudah solidkah penanganan korban pada masa

paska bencana? Sudah siapkah kita apabila timbul ”Out – break” demam berdarah atau penyakit lain di Aceh pada masa paska bencana? Semoga ”Out – break” demam berdarah di Jakarta ini tidak pindah ke Aceh. Kita harus berdoa bersama.

KOMUNITAS SEHAT, HIDUP SEHAT TANPA OBAT ”Out – break” demam berdarah terjadi di ibukota negara kita, bahkan malaria yang lazim disebut Re – emerging disease ternyata sudah lama bercokol di propinsi Nusa Tenggara Timur, dan juga masih sering terjadi Out – break diare di seantero Nusantara ini. Sebenarnya mudah sekali mencegah terjadinya penyakit – penyakit ini karena Tukang Becak sudah pasti tahu cara penularannya. Pertanyaan yang harus kita jawab secara bersama yakni apakah konsep ”safe community” terhadap penyakit tersebut sudah membudaya di seluruh lapisan masyarakat kita? Sudahkah kita membudayakan hidup sehat tanpa obat? Misalnya, dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Apabila kita kembangkan konsep ”Safe Community” yang sederhana ini niscaya faktor resiko penyakit akan dapat ditekan sehingga masyarakat akan aman. Ledakan kasus penyakit polio yang meledak tahun lalu sudah mulai tenggelam oleh munculnya kasus Avian Influenza. Apakah kasus polio ini sudah benar – benar hilang dari seantero Nusantara ini atau hilang dari pemberitaan mass media??? Kita tidak perlu malu untuk mengakui bahwa Indonesia ini belum benar – benar bebas Polio. Sebenarnya sederhana saja bahwa virus tersebut ditularkan melalui tinja. Nah… marilah kita tengok sebentar, tinggal dimanakah sebagian besar penderita polio tersebut?? Apakah mereka tinggal di sekitar pinggiran kali yang sebagian besar penduduknya buang tinja, mandi, dll di kali tersebut?? Apabila benar, marilah kita budayakan buang tinja di kakus atau WC?? Berfikir sederhana

12

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

menengok faktor resiko, itulah yang harus menempati urutan pertama dalam penanggulangan penyakit. Apabila kita kembangkan konsep ”Safe Community” yang sederhana ini niscaya faktor resiko penyakit akan dapat ditekan sehingga masyarakat akan aman. Kasus Avian Influenza saat ini semakin meningkat, bahkan kita pernah menduduki peringkat pertama dunia. Langkah tegas harus segera diambil berdasarkan faktor resiko penyakit tersebut. Nah, . . kita semua tahu bahwa reseptor virus tersebut adalah unggas dan babi. Beranikah kita segera bertindak tegas, misalnya seperti Philipina yang dengan penuh perhitungan mengambil tindakan depopulasi terhadap reseptor. Marilah kita tengok jaman dahulu kala bahwa kita bisa makan tempe yang kaya akan protein, namun menghasilkan pemimpin bangsa yang hebat seperti Soekarno, Soeharto, dan yang lainnya. Protein bangsa ini masih banyak substitusinya. Nah, . . . setelah betul – betul aman, reseptor Avian Influenza tersebut perlu dikembangbiakkan lagi. Mungkin yang perlu dipikirkan adalah ganti rugi atas tindakan depopulasi. Apabila tidak demikian, kita harus memilih depopulasi ataukah Pandemi yang dimulai dari nusantara tercinta ini. Selanjutnya, marilah kita budayakan lingkungan hidup yang bersih. Kalau belum, mari kita ciptakan. Sengaja saya mengutip kalimat ”SBY” bahwa bersama kita bisa. Terjadinya contoh kasus penyakit – penyakit tersebut diatas, siapa yang mau disalahkan? Kita tidak perlu saling menyalahkan, marilah kita benahi bersama dengan semboyan bahwa bersama kita bisa.

KOMUNITAS KAMPUNG AMAN Konsep Safe Community tanpa disadari sudah ada yang diterapkan di masyarakat, contohnya penjagaan keamanan kampung yang masih berjalan di beberapa wilayah. Namun penerapan konsep ini belum berstruktur dan tanpa

pendampingan fasilitator yang memadai. Penjagaan keamanan kampung saat ini seringkali justru menyeramkan dan membuat takut sebagian lapisan masyarakat, bahkan oleh keberhasilan mereka menemukan pelaku kejahatan membuat bulu kuduk jadi merinding. Di wilayah negara kita yang dulu terkenal berbudaya luhur ini, sering kita dengar kejadian pencuri ayam di pukuli sampai babak belur ataupun mati berlumuran darah, bahkan ada yang dibakar hidup – hidup. Para penjaga keamanan kampung yang sedang piket tampak disana sini membawa perlengkapan layaknya maju ke medan perang di jaman purbakala, seperti parang, clurit, panah, pentungan dan lain – lain benda yang menurut mereka cocok untuk menjaga keamanan kampung. Munculnya peralatan keamanan yang mematikan ini justru mengakibatkan kengerian dan ketakutan sebagian lapisan masyarakat setempat, bahkan merasa terusik oleh ulah para penjaga kampung tersebut namun mereka tetap membayar iuran untuk keamanan kampung karena terpaksa dan tidak berdaya. Keamanan swakarsa ini akan berjalan bagus apabila didukung oleh fasilitator yang memadai.

KOMUNITAS AMAN KORUPTOR Berita pagi pada media masa RCTI tampak pakar hukum perbankan mengungkapkan bahwa saat ini merupakan kesempatan akhir yang merupakan peluang emas bagi Kejaksaan Agung untuk membangkitkan kepercayaan masyarakat atas kasus perbankan dalam tubuh Bank Mandiri, dengan harapan punahnya budaya Kongkalikong. Tidak perlu kita pungkiri bahwa kongkalikong ini tumbuh subur di seluruh jajaran intitusi pemerintah, swasta bahkan masyarakat. Bahkan kongkalikong ini berkembang sejak perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya. Bahkan banyak dibentuk lembaga pengawasan, baik pengawasan oleh intern institusi maupun oleh lembaga pengawasan khusus yang dibentuk oleh pemerintah

13

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

ataupun masyarakat secara umum dan independent. Kongkalikong telah terjadi dimana – mana bahkan merupakan suatu sistem yang kuat dan komponen – komponennya berada di tiap institusi pemerintahan, swasta dan masyarakat pada umumnya. Mungkinkah kongkalikong dijalankan oleh satu orang? Mungkinkah hanya satu orang yang dinyatakan sebagai koruptor? Kalau hanya satu orang, disebut koruptor atau kambing hitam? Saat yang lalu berita yang santer di Televisi yakni kasus korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum, tampak juga di Televisi Pegawai Negeri Sipil golongan tiga memiliki rumah bagus sekali. Mungkinkah itu? Marilah kita jujur, Pegewai Negeri Sipil manakah yang bisa memiliki rumah sebagus yang ditayangkan pada Televisi tersebut? Marilah kita audit kekayaan setiap Pegewai Negeri Sipil golongan satu sampai empat. Mampukah memiliki rumah yang tergolong mewah tanpa warisan Orang Tua? Namun kita tidak perlu berkecil hati karena pemerintahan manakah yang bersih dari korupsi? Swasta mana yang bersih dari korupsi? Nah, . . . selama ini sudah ada sistem pengawasan melekat yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi swasta ataupun pemerintahan. Sudahkah hal ini dilaksanakan secara bertanggungjawab?? Sebenarnya mudah saja, tanggungjawab institusi berada pada pimpinan. Marilah kita budayakan pengawasan melekat yang sangat sederhana ini namun pasti dapat diperoleh hasil yang optimal. Siapa yang harus disalahkan? Kita tidak perlu saling menyalahkan, marilah kita benahi bersama dengan semboyan bahwa bersama kita bisa.

METODOLOGI Penulisan naskah ini menggunakan metode pemikiran heuristik yang dituangkan dalam bentuk tulisan umum.

KONSEP SAFE COMMUNITY Semangat reformasi telah mulai mewarnai mental model bangsa kita, dengan tuntutan untuk mewujudkan kesejahteraan. Pihak masyarakat dan swasta berlaga untuk bersuara, namun kedua domain tersebut tidak dapat terlepas dari penyeleggaraan pemerintahan dalam penyediaan public goods and services. Dalam hal ini dibutuhkan adanya komitmen dari semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat untuk berinteraksi dan menjalankan fungsinya masing – masing. Pihak swasta berfungsi menciptakan pekerjaan dan pendapatan, pihak masyarakat berperan positif untuk berpartisipasi dalam aktifitas ekonomi, social dan politik, sedangkan pihak pemerintah berfungsi menciptakan iklim politik dan hukum yang kondusif. Kenyataan menunjukkan bahwa komitmen dari semua pihak masih perlu adanya pembenahan yang sifatnya segera. Kesiapsiagaan menghadapi bencana alam, kecelakaan, teroris bahkan kesiapsiagaan kemungkinan timbulnya kerugian keuangan negara, semuanya ini masih belum dikelola secara professional. Kondisi tidak menguntungkan yang berjalan secara terus menerus ini akan dianggap sebagai budaya bahkan akan merusak mental model bangsa kita. Na, . . . Siapakah yang mampu menyelamatkan masyarakat? Siapakah yang bertanggungjawab? Pemerintah? Masyarakat? LSM yang memiliki suara lantang? Kita tidak perlu mencari kambing hitam. Upaya membentuk mental model bangsa yang bagus merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah dan jajarannya maupun masyarakat itu sendiri. Mental model yang bagaimanakah harapan masyarakat? Yang dangkal sajalah, yang penting masyarakat aman. Kondisi masyarakat aman dalam kehidupan sehari – hari, merupakan impian yang harus kita ciptakan. Siapakah yang mampu menyelamatkan masyarakat? Siapakah yang

14

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

bertanggungjawab? Tanggungjawab pihak Pemerintah? Tanggungjawab masyarakat pada umumnya ? Kita tidak perlu mencari kambing hitam. Upaya untuk mencapai masyarakat aman ini merupakan tanggungjawab semua pihak, baik pemerintah dan jajarannya maupun masyarakat itu sendiri. Namun jangan terlalu pesimis, mari kita lihat pada siaran – siaran televisi bahwa bencana tzunami di Aceh sudah mulai melibatkan semua pihak walaupun bayangan menuju masyarakat aman masih jauh dari yang diharapkan.

Parameter yang dapat dipergunakan dalam safe community adalah kesiapan masyarakat, pemerintah dan jajarannya dalam mengatasi masalah keamanan dalam kehidupan sehari – hari maupun dalam kedaan bencana secara cepat, tepat dan mengutamakan hak – hak azasi manusia. Kunci utama konsep Safe Community ini yakni pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, sedang pihak pemerintah dan jajarannya dituntut sebagai fasilitator yang mampu menciptakan iklim yang baik dalam pemberdayaan kemandirian mereka.

RINGKASAN Masyarakat berkeinginan makan jajan yang sederhana yakni jajan pasar, walaupun disekelilingnya berkecamuk, hiruk pikuk dan hilir – mudik namun masyarakat hanya berkeinginan aman Masyarakat aman dapat tercipta apabila seluruh jajaran pemerintahan, swasta dan masyarakat secara bersama – sama saling membenahi diri dalam iklim sejuk yang difasilitasi pemerintah. Masyarakat aman atau komunitas aman secara otomatis akan membentuk keluarga siaga, sehingga mereka mampu siaga secara mandiri dalam segala permasalahan yang akan dan sedang dihadapi. KEPUSTAKAAN Mangemba, ”Filsafat dasar”, Ujung Pandang, 1986

ACARA PEMBUKAAN PERTEMUAN PENGELOLA TPM DALAM RANGKA PENGEMBANGAN KEMITRAAN DI PELABUHAN TANJUNG PRIOK

15

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

ANALISIS KURSUS PENJAMAH MAKANAN PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK

Oleh : Maman Sudirman, ST, MKes ABSTRAK Adanya perubahan – perubahan kesibukan bisnis segala bidang ekonomi yang semakin padat di wilayah, secara otomatis perubahan juga pasti akan terjadi dalam jenis dan pola penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. Semakin padatnya manusia yang keluar masuk pelabuhan berdampak terhadap tingginya kebutuhan makanan dan minuman siap saji di wilayah pelabuhan. Untuk melindungi masyarakat pelabuhan dari ancaman penyakit yang dapat ditularkan melalui makanan maka Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok menyelenggarakan kursus penyehatan bagi para penjamah makanan yang beroperasi di wilayah Pelabuhan Tanjung Priok. Menggunakan uji t test before – after pada alpha 0,05 menunjukan bahwa pengetahuan dan kemampuan peserta kursus sebanyak 25 orang meningkat secara signifikan setelah mengikuti kursus tersebut. Penyelenggaraan kursus pada periode berikutnya sebaiknya juga perlu ditujukan bagi para pengelola atau pemilik Tempat Pengelolaan Makanan.

LATAR BELAKANG Menyongsong era globalisasi pasar bebas, seluruh sektor yang berkepentingan dengan pelabuhan harus siap mengantisipasi seluruh kemungkinan permasalahan yang akan timbul. Tindakan antisipatif tersebut tidak perlu melebar dan merambah ke segala penjuru, namun harus sesuai dengan fungsi yang diembannya. Pelabuhan pada era globalisasi akan menjadi obyek bisnis segala bidang ekonomi, dan saat inipun kita sudah mulai merasakan adanya perubahan – perubahan kesibukan yang semakin padat. Secara otomatis, perubahan juga pasti akan terjadi dalam jenis dan pola penyakit dan masalah-masalah kesehatan lain. Kenyataan sederhana yang bisa kita lihat bahwa semakin padatnya manusia yang keluar masuk pelabuhan akan berdampak terhadap tingginya kebutuhan makanan dan minuman siap saji di wilayah pelabuhan. Nah, sejauhmanakah nilai kesehatan makanan dan minuman siap saji yang menjadi santapan mereka untuk melepas lapar dan dahaga? Dan sejauhmanakah tindakan pengawasan terhadap makanan siap saji tersebut? Tempat penjualan makanan minuman mulai bermunculan, timbul tenggelam

tanpa ijin sehingga sulit diawasi dan yang pasti menyulitkan instansi yang memiliki fungsi pengamanan terhadap makanan minuman. Anehnya??? Makanan minuman yang mereka sajikan, selalu habis terjual karena harganya yang relatif murah meriah. Melihat perkembangan fakta bahwa situasi kesehatan pelabuhan berada dalam situasi yang rawan maka langkah antisipatif perlu segera dilaksanakan. Apabila tidak segera ditangani, maka ketahanan daya dukung wilayah ini, tidak akan mampu menerima beban permasalahan yang akan muncul. Langkah antisipatif yang perlu segera dilakukan yakni peningkatan upaya kesehatan di wilayah pelabuhan seiring dengan perkembangan pola penyakit dan permasalahan yang muncul. Masyarakat pelabuhan harus dapat terlindungi dari ancaman masuk keluarnya penyakit yang dapat ditularkan melalui pelabuhan antar negara dan antar pulau dalam negeri. Oleh karena itu, seluruh sektor yang yang berkecimpung di pelabuhan harus secara serentak bersama – sama berkehendak untuk menciptakan pelabuhan yang dapat memberikan

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

16

kenyamanan dan kesehatan dalam berbisnis. Daratan pelabuhan merupakan obyek wilayah yang perlu diprioritaskan peningkatan upaya kesehatan, sedangkan penyakit diare merupakan obyek penyakit yang harus ditekan sekecil mungkin karena kasus diare menduduki urutan ketiga kasus penyakit terbesar secara nasional. Dengan merampingkan permasalahan yang dapat muncul di pelabuhan maka pengamanan makanan minuman di pelabuhan harus memperoleh perhatian extra dari seluruh sektor di wilayah pelabuhan, khususnya KKP Kelas I Tanjung Priok. Disamping membenahi manajement program pengamanan makanan dan memperkuat petugas lapangan, KKP Kelas I Tanjung Priok menyelenggarakan kursus terhadap para penjamah makanan pada Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang secara resmi beroperasi di wilayah pelabuhan Tanjung Priok. Yang menjadi dasar penyelenggaraan kursus ini yakni mereka secara langsung sangat berkaitan dengan pengolahan sampai penyajian makanan, bahkan mereka secara otomatis menjamah makanan minuman tersebut. Oleh karena itu, mereka harus memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya mentaati azas kesehatan, kebersihan, dan azas keamanan dalam menangani makanan.

ACUAN KURSUS Pelaksanaan pelatihan yang diselenggarakan oleh instansi dibawah jajaran sektor kesehatan mengacu pada petunjukan Pusdiklat kesehatan yang selanjutnya telah dijabarkan menjadi petunjuk operasional pada masing – masing instansi penyelenggara sesuai fungsi yang diembannya. Petunjuk operasional pelatihan pada Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok telah disusun dan dipedomani sejak tahun 2005. Pelaksanaan pelatihan harus terstruktur dan runtut sejak tahap persiapan, pelaksanaan sampai tahap evaluasi, baik evaluasi selama pelatihan maupun evaluasi pasca pelatihan.

Pelaksanaan pelatihan secara runtut, diuraikan sebagai berikut : 1. Kepanitiaan Penyusunan dan penerbitan surat keputusan (SK) kepanitiaan dianjurkan 2 (dua) bulan sebelum tanggal pelaksanaan agar panitia dapat bekerja seoptimal mungkin. Kepanitiaan terdiri atas pelindung / penasehat serta panitia pengarah dan panitia pelaksana dengan susunan ketua, sekretaris dan anggota. 2. Kerangka acuan Kerangka acuan pelatihan harus segera disusun oleh panitia pelatihan setelah SK diterbitkan, dengan garis besar : Latar belakang, Tujuan (umum dan khusus), Peserta, Pelatih / fasilitator / narasumber, Struktur program, Materi (Materi dasar, Materi inti, Materi penunjang), Metode pembelajaran, Waktu dan tempat pelaksanaan, Biaya. 3. Garis – garis besar program pelatihan GBPP dapat ditulis dalam bentuk matriks dengan mengandung komponen-komponen : Materi pembelajaran, Alokasi waktu, Tujuan pembelajaran, Pokok Bahasan dan atau Sub Pokok Bahasan, Metode pembelajaran, media pembelajaran, Alat Bantu pembelajaran serta Referensi. 4. Pelaksanaan pelatihan Pelaksanaan pelatihan dimulai sejak pembukaan pelatihan, perkenalan dan harapan, kegiatan dalam sesi, praktek ataupun pleno sampai penutupan. Dalam pelaksanaan pelatihan dilakukan evaluasi pelatihan, baik evaluasi terhadap peserta, materi, proses pembelajaran, proses penyelenggaraan dan evaluasi terhadap fasilitator. 5. Evaluasi pasca pelatihan. Evaluasi paska pelatihan dilaksanakan dalam kurun waktu 6 (enam) setelah pelaksanaan pelatihan. Evaluasi tersebut meliputi aspek pengetahuan, sikap dan praktis peserta dalam melaksanakan tugas pokoknya sesuai

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

17

prinsip – prinsip yang diperoleh selama pelatihan. 6. Kebutuhan pelatihan Pelatihan dibutuhkan oleh suatu instansi untuk mendukung program yang akan dilaksanakan oleh instansi tersebut, namun bertambahnya program tidak selalu diikuti dengan bertambahnya program pelatihan. Oleh karena itu, sebelum pelatihan dilaksanakan perlu adanya kajian tentang kebutuhan pelatihan yang seharusnya diselenggarakan instansi tersebut untuk mendukung pelaksanaan kegiatan pokoknya. Dengan pengertian bahwa kajian kebutuhan pelatihan merupakan kegiatan awal suatu pelatihan yang harus dilaksanakan oleh suatu instansi. Disamping itu, suatu program pelatihan harus dikaji efisiensinya terlebih dahulu apakah diperlukan atau tidak dan program pelatihan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pengkajian kebutuhan pelatihan berhubungan dengan penyusunan kurikulum sehingga pelatihan yang akan dilaksanakan diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh instansi tersebut. Pengkajian kebutuhan pelatihan ini juga merupakan salah satu proses pemecahan masalah yang dihadapi organisasi, program yang diselenggarakan suatu instansi ataupun individu dala organisasi sehingga hasil kajian tersebut memiliki hasil ganda yakni dapat berupa suatu pelatihan atau berupa tindakan operasional lainnya yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan pada organisasi, program dan individu tersebut.

METODOLOGI

Keberhasilan Kantor Kesehatan Pelabuhan sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang profesional. Oleh karena itu harus diselenggarakan pelatihan untuk menghasilkan dan meningkatkan sumber daya manusia. Agar peserta latih dan fasilitator dapat berperan aktif, maka metode pelatihan Kursus

Penjamah Makanan ini menggunakan metode Pelatihan yang Berorientasi Pembelajaran. GAMBARAN PELAKSANAAN KURSUS 1. Jalannya Kursus Kursus penjamah makanan telah dapat dilaksanakan dengan baik, lancar, dan tertib sesuai jadwal waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 3 hari mulai tanggal 28 s/d 30 Desember 2005. Pembukaan kursus dilaksanakan pada hari Rabu, 28 Desember 2005 jam 09.30 WIB di Operation Room Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok, sedang penutupan dilaksanakan pada hari Jumat, 30 Desember 2005 jam 13.30 WIB di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok 2. Peserta Jumlah peserta sebanyak 25 orang yang bekerja pada Tempat Pengelolaan Makanan yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok. 3. Nara Sumber dan Fasilitator Kursus Penjamah Makanan ini didukung oleh nara sumber dan fasilitator dari : Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok dan Sub Dit. HSMM Dit. PAS Ditjen PP & PL DepKes RI. 4. Materi pelatihan a. Materi Dasar : Mengenal Tupoksi KKP dan Perundang – undangan Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman b. Materi Inti : Prinsip – prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman, hygiene Perorangan, Kebersihan peralatan dan bahan, Proses hygiene masak – memasak, Tempat penyimpanan, Pembuangan limbah, Serangga dan tikus serta cara – cara pengendaliannya. c. Materi penunjang : Persyaratan Kesehatan TPM dan Pencemaran makanan 5. M e t o d e Metode yang dipakai dalam kursus ini yakni ceramah, tanyajawab (diskusi) dan simulasi.

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

18

ANALISIS HASIL KURSUS 1. Penilaian terhadap Peserta melalui pretest - posttest : Nilai Pre Test sebagian besar peserta tergolong dalam kategori “Kurang”, uraian kategorinya : baik dengan nilai 71 - 80 sebanyak 7 orang (28%), cukup dengan nilai 61 - 70 sebanyak 5 orang (20%) dan kurang dengan nilai < 60 sebanyak 13 orang (52%). Nilai Post Test sebagian besar peserta tergolong dalam kategori amat baik, uraian kategorinya : amat baik dengan nilai lebih dari 80 sebanyak 19 orang (76%), baik dengan nilai 71 - 80 sebanyak 4 orang (16%) dan cukup dengan nilai 61 - 70 sebanyak 2 orang (8%). Dari hasil pretest dan posttest tersebut, tampak jelas sekali bahwa terjadi peningkatan pada nilai posttest, terutama adanya peningkatan kearah nilai kategori amat baik sebesar 76% yang sebelumnya (pada pretest) tidak ada peserta yang memperoleh nilai amat baik. Guna mendukung pembuktian adanya peningkatan pengetahuan dan kemampuan peserta kursus penjamah makanan ini, uji analitik yang paling tepat menggunakan uji statistik t Test before – after. Pada alpha = 0,05 dan dF = 24, diperoleh hitungan t hitung = 13.675, sedang t tabel sebesar 2,06 yang berarti t hitung lebih besar dari t tabel yang berarti Ho ditolak (perhitungan terlampir). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest. Berdasarkan kedua pembuktian perbedaan nilai pre – test dan post test tersebut diatas maka kesimpulan sementara bahwa pengetahuan dan kemampuan penjamah makanan meningkat semakin setelah memperoleh kursus yang diselenggarakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok. 2.

Penilaian terhadap Proses Pembelajaran Peserta diberikan kesempatan untuk menilai dirinya sendiri dalam proses

pembelajaran selama kursus dengan memakai format evaluasi pada saat akhir kursus. Hasil evaluasi tersebut menunjukan bahwa: a. Pengalaman belajar selama kursus ini bermanfaat bagi sebagian besar peserta dalam pengembangan dalam pelaksanaan pekerjaan. Hal ini berarti peserta kursus merasa bahwa melalui kursus ini mereka memperoleh pengalaman belajar yang sangat bermanfaat bagi pengembangan dalam pelaksanaan pekerjaannya sehari – hari karena isian format pengalaman belajar para peserta kursus tergolong dalam kategori baik sebanyak 10 peserta (40%) dan yang tergolong dalam kategori amat baik sebanyak 15 peserta (60%). b. Kepuasan terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran pada umumnya juga menunjukkan hasil yang sama. Yang tergolong pada kategori amat baik sebesar 60 %, dan yang tergolong kategori baik sebesar 40%. Hal ini berarti peserta latih merasa puas dengan proses pembelajaran pelatihan karena sebagian besar kepuasan peserta terhadap penyelenggaraan proses pembelajaran pada umumnya tergolong dalam kategori amat baik. 3. Penilaian terhadap Penyelenggara an Akomodasi Peserta diberikan kesempatan untuk menilai penyelenggaraan akomodasii dengan cara mengisi format evaluasi pada saat akhir pelatihan. Hasil evaluasi tersebut menunjukan bahwa : a. Yang menyatakan ruang kelas tergolong dalam kategori amat baik sebesar 44%, dan yang tergolong pada kategori baik sebesar 56 % . Hal ini berarti sebagian besar peserta menyatakan bahwa akomodasi ruang kelas cukup menunjang dalam pemahaman materi yang diberikan.

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

b. Yang menyatakan makanan / 2. Keberhasilan kursus ini didukung oleh minuman tergolong dalam kategori bagusnya penyelenggaraan proses amat baik sebesar 52%, dan yang19 pembelajaran dan penyelenggaraan tergolong pada kategori baik akomodasi yang disiapkan oleh panitia. sebesar 48 % . Hal ini berarti sebagian besar peserta SARAN menyatakan bahwa akomodasi makanan/minuman cukup 1. Penyelenggaraan pelatihan ataupun menunjang dalam pelaksanaan kursus yang lain, hendaknya tetap pelatihan. mengacu pada pedoman yang telah ditetapkan. 2. Selain para penjamah makanan, yang KESIMPULAN perlu memperoleh pelatihan atau kursus pada periode berikutnya adalah para 1. Kursus penjamah makanan yang pengelola atau pemilik Tempat dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pengelolaan Makanan. Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok selama 3 3. Penyelengaaraan pelatihan pada hari pada tanggal 28 – 30 Desember periode berikutnya perlu diawali oleh 2005 dapat berjalan dengan baik, penyelenggaraan kajian kebutuhan lancar dan dapat meningkatkan pelatihan agar lebih efisien. pengetahuan dan kemampuan peserta secara signifikan. DAFTAR PUSTAKA

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hardjana, Agus M, “Training SDM yang Efektif”, Penerbit Kanisius, 2001 Hermansyah, SH, “Identifikasi Kebutuhan Diklat”, Bahan Ajar Diklat Kewidyaiswaraan Berjenjang Tingkat Pertama, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta, 2002 Lembaga Admi9nistrasi Negara RI, “Rencana Tindak Lanjut (Action Plan)” , Bahan Diklat Bagi Pengelola Diklat, Jakarta, 2003 Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Departemen Kesehatan RI, “Buku Pedoman Pengkajian Kebutuhan Pelatihan”, Jakarta 1996. Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Badan Pengembangan dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Departemen Kesehatan RI, “Kumpulan Instrumen Diklat (Pegangan Fasilitator)”, Jakarta, 2002. Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Badan Pengembangan dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Departemen Kesehatan RI, “Akreditasi dan Sertifikasi Pelatihan Kesehatan”, Jakarta, 2003. Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Badan Pengembangan dan Pendayagunaan Sumber Daya Manusia, Departemen Kesehatan RI, “Pedoman Penyusunan Kurikulum Modul Pelatihan Berorientasi Pembelajaran”, Jakarta, 2004.

20

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

DESINFEKSI PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK Merupakan Tindaklanjut Upaya Pengawasan Kualitas Air Oleh : Nana Mulyana, SKM PENGERTIAN Upaya pengawasan kualitas air merupakan suatu sistem pengawasan terhadap Sarana Air Bersih yang bertujuan agar kualitas air yang diproduksi oleh sarana tersebut tetap terawasi sehingga aman dan sehat. Sedangkan yang dimaksud dengan desinfeksi (disinfection) adalah penyucihamaan yang memiliki tujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang penyebarannya melalui alat / bahan yang akan di didesinfeksi.

BEBERAPA CONTOH PELAKSANAAN DISINFEKSI A. DESINFEKSI AIR Desinfeksi air bertujuan untuk membunuh bakteri pathogen yang penyebarannya melalui air seperti penyakit tipus, kolera dan disentri. Faktor – faktor yang harus di pertimbangkan dalam menentukan cara untuk mendesinfeksi air : - Daya / kekuatan dalam membunuh mikro organisme pathogen, yang berjenis bakteri, virus protozoa dan cacing. Tingkat kemudahan dalam memantau konsentrasinya di dalam air Kemampuan dalam memproduksi residu yang akan berfungsi sebagai pelindung kualitas air pada sistem distribusi. Teknologi pengadaan dan penggunaan yang tersedia Faktor ekonomi / anggaran yang tersedia. Aspek desinfeksi air : Kecepatan dan keampuhan desinfektan sangat tergantung beberapa faktor : a. Jenis Jenis mikro organisme, yaitu : bakteri, virus dan protozoa mempunyai kepekaan tertentu terhadap desinfektan yang berlainan. Resistensi protozoa > enterovirus > enteric bacteria.

b. Jumlah mikro organisme yang besar akan memerlukan dosis desinfektan yang lebih besar pula. c. Umur Umur mikro organisme akan mempengaruhi pula efektifitas desinfektan. Waktu Kontak desinfeksi air : Konsentrtasi desinfektan erat kaitannya dengan waktu kontak. Agar dapat berfungsi dengan optimal, desinfektan harus mempunyai waktu kontak yang cukup dengan air yang diproses. Efektifitas desinfektan dapat ditunjukkan dengan suatu konstanta yang merupakan hasil kali konsentrasi dengan waktu kontak. Konstanta = konsentrasi x waktu kontak Makin rendah konsentrasi desinfektan makin tinggi efektifitasnya. Faktor Lingkungan a. Suhu Makin tinggi suhu air, makin tinggi pula efektifitas desinfektan. b. PH Pada desinfektan Chlor daya basminya berkurang apabila PH naik. c. Kualitas air Air yang mengandung zat organik diperlukan konsentrasi Chlorin yang makin tinggi. Cara mendesinfeksi air Beberapa cara untuk bakteri pathogen :

mendesinfeksi

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

a. Cara kimia Desinfeksi secara kimia dapat dilakukan dengan menambahkan bahan kimia 21 seperti unsur halogen (Cl2 / senyawa Chlor, B2I, ozon). Bahan kimia yang paling banyak digunakan untuk desinfeksi adalah senyawa Chlor yang disebut Chlorinasi, di Indonesia kebanyakan digunakan kaporit (Ca (OCl)2) karena murah, mudah didapat dan mudah penangananya. Kaporit yang dimasukan kedalam air mula-mula akan bereaksi dengan unsur/senyawa pereduksi yang terkandung didalam air selanjutnya akan efektif untuk membunuh kuman, hal ini disebut daya sergap chlor. Jadi daya sergap chlor adalah selisih antara jumlah Cl2 yang diberikan kedalam air dengan sisa chlor bebas pada waktu akhir kontak. Waktu kontak biasanya 30 – 60 menit. Syarat untuk keamanan air minum harus ada sisa chlor dalam air minum 0,2 – 0,5 ppm. Selain kaporit dipakai juga bahan lain yang mengandung chlor seperti NaDCC (Natrium Dichloro-Chlorine), dengan kadar chlor aktif lebih kurang 60 %. Dalam perdagangan NaDCC ini dikemas dalam bentuk tablet. Keuntungan dari tablet NaDCC ini adalah masa kontak dengan kuman hanya 10 menit. Cara menentukan daya serap chlor * Peralatan : - Botol coklat volume 1 liter - Komparator - Pipet chlor * Bahan : - Larutan aporit 0,2% - Indikator orthotolidin * Cara Kerja : Siapkan botol dengan volume 1 liter Diisi air sampel yang akan diperiksa sebanyak 1 liter Ditambah larutan kaporit 1- 4 ml Dicampur dengan direbus sampai merata Segera diambil secukupnya untuk periksa sisa chlornya (sisa chlor segera) 10 menit kemudian diperiksa lagi sisa chlornya dan seterusnya setiap 10

menit sampai diperoleh sisa chlor konstan. Perhitungan kebutuhan kaporit Misal dari hasil pengamatan diperoleh : Sisa chlor segera = 0,6 mg/l 10 menit I = 0,5 mg/l 10 menit II = 0,4 mg/l 10 menit III = 0,35 mg/l 10 menit IV = 0,3 mg/l 10 menit V = 0,3 mg/l 10 menit VI = 0,3 mg/l Daya sergap chlor = sisa chlor segera – sisa chlor tetap = 0,6 mg/l – 0,3 mg/l = 0,3 mg/l Angka keamanan = ½ x (daya sergap chlor + sisa chlor tetap) = 0,3 mg/l Kebutuhan chlor = daya sergap chlor + angka keamanan = 0,6 mg/l Jika bahan kimia yang digunakan adalah kaporit 60 %, maka banyaknya kaporit = 100/60 x 0,6 mg/l = 1,0 mg/l. b. Cara fisika Cara fisika yakni pemanasan air dan sinar ultraviolet. Desinfeksi secara fisika dapat dilakukan dengan pemanasan/perebusan air sampai mendidih, sedangkan dengan sinar ultra violet sementara ini masih belum banyak digunakan. c. Cara mekanis Yakni pengendapan / sedimentasi (bakteri berkurang 23 % – 75 %), saringan pasir lambat (bakteri berkurang 90 % - 99%). * Sedimentasi Sedimentasi adalah proses pengendapan partikel – partikel yang tersuspensi dalam cairan/zat karena pengaruh gravitasi Sedimentasi dapat berlangsung sempurna pada danau yang airnya tenang atau suatu wadah yang dibuat sehingga air didalamnya dalam keadaan tenang. Biaya pengolahan air dengan proses sedimentasi relatir murah karena

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

tidak membutuhkan peralatan mekanik maupun penambahan bahan kimia. Namun demikian membutuhkan waktu paling sedikit 24 jam. Manfaat sedimentasi : untuk mereduksi bahan – bahan tersuspensi (kekeruhan) dari dalam air dan dapat22 juga mereduksi kandungan mikroorganisme. Proses sedimentasi : Partikel – partikel padat akan mengendap bila gaya gravitasi lebih besar dari pada kekentalan dan gaya kelembaban (enersia) dalam cairan. Proses sedimentasi dibedakan menjadi 2 , yaitu: - Sedimentasi alamiah Partikel padat tersuspensi mengendap karena gaya beratnya sendiri dan tanpa penambahan bahan kimia. Sedimen ini dapat terjadi didanau, waduk dan sungai yang kecepatan alirannya lambat sekali. - Sedimentasi non alamiah Partikel padat tersuspensi akan mengendap setelah peambahan bahan, karena penambahan tersebut partikel menjadi lebih besar, lebih berat dan lebih stabil sehingga pengendapan lebih cepat. * Saringan pasir lambat Melalui proses absorbsi bakteria dapat dihilangkan dari air dan ditahan pada permukaan butiran pasir, proses ini akan menghasilkan air yang memenuhi syarat bakteriologis karena tidak mengandung Escherichia coli, Entamoeba histolytica dan cacing seperti Ascaris lumbricoides. Cara pembuatan : Prinsip kerjanya yaitu dengan melewatkan air baku melalui lapisan sebagai media penyaringnya secara gravitasi. Bahan : - Pasir : dengan ketebalan 70–100cm - Kerikil : dengan ketebalan 25–30cm - Tinggi air baku diatas saringan: 100–120 cm - Bak penampung air yang terolah, tinggi 25-40 cm - Bak penampung air baku tinggi 3 m. Proses : Masukkan air baku keruangan paling atas, kemudian air mengalir sendiri melalui saringan, air yang telah tersaring akan

mengalir secara gravitasi kedalam bak penampungan. Untuk menghindari kontaminasi bak – bak tersebut ditutup, tetapi diberi lubang agar kontak dengan udara luar.

B. DESINFEKSI TANGKI AIR Bila tangki air minum maupun sistemnya atau bagian-bagian suku cadang dalam penggunaan, diperbaiki atau diganti, atau telah terkontaminasi, hendaknya dibersihkan, didesinfeksi, dan dibilas sebelum dikembalikan dalam pengoperasian. Bila penyuling air munum atau sistemnya, pipa dan perlengkapan antara penyuling dan tangki air layak minum atau sistemnya hendaknya didesinfeksi. Perawatan hendaknya cukup efektif untuik menghancurkan kista Entamuba dan Virus Hepatitis. Pada tingkat desinfeksi tersebut segala jenis organisme penyebab penyakit kemungkinan besar turut hancur, pendidihan sebuah cara efektif desinfeksi, tidak biasa digunakan dikapal, kecuali untuk sebagian kecil air untuk keperluan air minum, memasak atau pengobatan yang memerlukan penanganan segera.Cara lain desifeksi, selain cara khlorinasi, membutuhkan peralatan yang pada saat ini terlalu besar untuk dipasang dan digunakan di kapal. Campuran Khlorin yang digunakan untuk desinfeksi hendaknya memiliki kekuatan tidak kurang dari campuran 50 ppm (50 mg/liter). Waktu hubung tidak boleh kurang dari 24 jam, kecuali bila ada keperluan mendesak dapat dikurangi 1 jam, konsentrasi kh;lorine yang hendaknya disediakan pada saat tersebut adalah 100 ppm (100 mg/liter). Air yang merupakan campuran khlorin pekat hendaknya disingkirkan dan system dibilas dengan air layak minum sebelum digunakan kembali.Khlorin sebaiknya digunakan dalam bentuk campuran Hipokhlorit, menggunakan Hypokhlorinator komersial yang didesain khusus untuk keperluan tersebut. Hala yang penting untuk menggunakan khlorin sesuai dengan

23

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

keperluanair yang akan dirawat. Oleh karena itu, sebuah alat otomatis, Hypochlorinator yang dapat diatur sesuai dengan keperluan hendaknya digunakan. Kapasitas hendaknya dapat ditentukan untuk lingkup maksimum rata-rata air dan perawatan diperlukan untuk menghasilkan residu khlorin yang baik (tidak kurang dari 0,2 ppm (0,2 mg/liter) dari khlorin murni atau 1,0 ppm (1mg/liter) khloriamine. Bila air dirawat dengan teratur dengan cara khlorinasi, ketentuan mengenai tangki penyimpanan sementara yang berkapasitas culup bagi keperluan periode kontak air dan khlorin. Waktu kontak ini berakhir pada saat sejumlah air dikirim ke unit perawatan berikutnya , dihitung berdasarkan rata-rata maximum aliran melalui tangki kontak. Bila digunakan dosis normal khlorin, waktu kontak tidak bolah lebih dari 20 menbit dengan residu khlorin 0,2 ppm (0,2 mg/liter). Bila superkhlorinasi dilakukan, sangat baik apabila waktu kontak dipersingkat.Penggunaan khlorin cair yang menimbulkan resiko keluarnya gas dan ruangan yang dibutuhkan keperluan pemasanga dan penggunaan peralatan dan penyimpanan silinder cadangan hendaknya menjadi perhatian. Prosedur desinfeksi dengan khlorin :l Campuran chlorine yang dapat digunakan untuk mendisenfeksii sistem air adalah kapor khlorin, hipokhlorit atau cairan sodium hipokhlorit. Kapur khlorin dan cairan sodium khlorin bersifat mudah menguap, maka setelah digunakan hendaknya ditutup rapat kembali. Semua produk tersebut hendaknya disimpan dalam tempat yang kering gelap dan sejuk. Urutan kerja : a. sikat tangki-tangki penyimpanan air dan bilas dengan air minum. b. Tentukan volume kebutuhan air untuk mengisi tangki kemudian tentukan dosis kebutuhan desinfektan sesuai rumus dan table dibawah ini :

Untuk bubuk

=

70 x dosis 70% dalam kolom Persentase khlorin dalam campuran

Untuk cair

=

5 x dosis 5% dalam kolom Persentase khlorin dalam cairan Jumlah Chlor Yang Diperlukan Untuk Memperoleh Kadar 50 mg/liter

Jumlah Chlor Yang Diperlukan Chlorinated HighCairan Lime 25 % testCalcium Sodium Hypokhlorit hypokhlorit 70 % 5% 10 % Kg Kg Liter Liter 0,75 0,3 3,8 1,9 1,5 0,6 7,5 3,8 3,75 1,5 19,0 9,5 7,5 3,0 38,0 19,0

c. Siapkan larutan khlorin Tempatkan jumlah yang cukup campuran khlorin dalam tempat yang bersih dan kering. Tambahkan sedikit air dan campur menjadi pasta kental. Cairkan pasta tersebut dengan mencampur air perlahan-lahan dan aduk secara konstan menjadi satu atau dua US gallon (4-8 liter) cairan didapat (air hangat lebih baik dari air dingin untuk tujuan ini). Biarkan cairan selama 30 menit, sehingga partikel-partikel yang tidak terlarut akan turun kebawah. Tuangkan cairan bersih (larutan khlorin) dan jika perlu, sering dengan menggunakan kain kasa atau kain katun tipis. d. Masukkan cairan khlorin ke dalam tangki air layak pakai. e. Dengan cepat, setelah memasukkan cairan khlorin, tangki hendaknya sudah diisi dengan air minum. f. Air yang telah tercampur dengan khlorin didiamkan selama 4 jam. Apabila waktu dipersingkat 1 jam maka dosis khlorin dinaikkan menjadi 100 mg/l.

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

g.

Setelah periode kontak, tangki penampungan air dibilas dengan air minum sampai bau khlorin hilang sama sekali. h. Isi tangki penampungan dengan air minum.

C. DESINFEKSI ALAT KEDOKTERAN

Tabel Zat Desinfektan, Konsentrasi dan Tingkat Aktivitasnya

24

Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial karena penggunaan alat medis yang tidak steril maka peralatan yang akan digunakan harus dilakukan desinfeksi. Proses desinfeksi harus didahului dengan proses pencucian yang memadai, karena proses itu akan menghilangkan sebagian besar kuman yang terdapat pada permukaan benda dan sisa kuman yang sedikit akan lebih mudah dibunuh dengan bahan

Metode

Proses desinfeksi dibagi menjadi tiga tingkat aktivitas : a. Desinfeksi tingkat tinggi Adalah proses desinfeksi yang mampu membunuh spora, kuman Mycobacterium tuberculosis varian bovis, bakteri, jamur, virus non lipid, virus kecil, virus lipid dan virus ukuran sedang. b. Desinfeksi tingkat menengah Adalah proses desinfeksi yang tidak perlu membunuh spora, tetapi mamu membunuh Mycobacterium tuberculosis varian bovis yang lebih resisten terhadap zat desinfektan dibanding kuman – kuman yang lain, bakteri, jaur, virus non lip c. Desinfeksi tingkat rendah Adalah proses desinfeksi yang hanya mampu membunuh bakteri saja. Bahan – bahan yang termasuk zat desinfektan, konsentrasi dan tingkat aktivitas desinfeksi yang dicapai dapat dilihat pada tabel berikut. Cara memilih tingkat desinfeksi yang dibutuhkan Pemilihan tingkat desinfeksi umumnya ditentukan oleh fungsi alat kedokteran dan permukaan benda yang didesinfeksi.

a. Panas basah b. Cairan 1.Glutaraldehida 2.Hidrogen peroksida 3. Formaldehida 4. Chlorinodiok sida 5. Asam peracetic 6. Senyawa Chlorin 7. Alkohol 8. Senyawa phenol 9. Senyawa yodium 10. Senyawa amonium

Konsentrasi

Aktifitas

75 – 1000 C

Desinfektan Tingkat tinggi

variabel 3–6% 1–8% variabel

Tinggi - menengah Tinggi - menengah Tinggi - rendah Tinggi

variabel 500–5.000mg/l 70 % 0,5 – 3 % 30 – 50 mg/l

Tinggi Menengah menengah Menengah-rendah Menengah-rendah

0,1 – 0,2 %

Rendah

Alat kedokteran yang dibutuhkan pasien dibagi menjadi : d. Alat – alat yang sifatnya kritis Adalah alat kedokteran yang dimasukkan kedalam tubuh manusia yang sifatnya steril, misalnya : alat laparoskope (untuk meneropong rongga tubuh manusia), arthroskope (alat untuk meneropong rongga sendi), haemodialisis (alat untuk mencuci darah). e. Alat – alat yang sifatnya semi kritis Adalah alat kedokteran yang dalam penggunaanya akan menempel pada membran mukosa tubuh manusia tetapi tidak sampai menembus pembuluh darah. Contohnya : spekulum vagina, alat pernapasan buatan pada anastesia, alat kedokteran gigi dan termometer. f.

Alat – alat yang sifatnya tidak kritis Adalah alat kedokteran yang hanya berhubungan dengan kulit manusia. Contohnya : alat pengukur tekanan darah.

D. DESINFEKSI ALAT KESEHATAN DAN LABORATORIUM

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

Dapat digunakan pada benda yang tahan panas tetapi tidak tahan pemijaran Suhu yang dan waktu yang digunakan - 1500C : 60 – 150 menit 0 Dimasak degan air mendidih - 160 C : 45 – 120 menit mikroorganisme hidup pada bahan atau 0 Caranya : 170 C : 20 – 60 menit barang tersebut. 0 Alat dan bahan dimasukkan kedalam 180 C : 20 – 30 menit Desinfeksi dapat dilakukan dengan cara wadah yang berisi air, kemudian didihkan. panas basah, panas kering, bahan kimia, Waktu dihitung setelah temperatur yang penyinaran dan penyaringan berikut diinginkan tercapai/mendidih. Hasil proses uraiannya : ini kurang memuaskan karena sesudah mendidih 2 sampai 4 jam spora belum a. Desinfeksi dengan pemanasan mati. Efektifitas kematian mikroorganisme karena panas dipengaruhi oleh derajat e. Menggunakan uap air pada suhu 1000C panas, waktu pemanasan dan kadar Dilakukan dengan menggunakan alat uap air. Proses kematian yang bentuknya seperti dandang. mikroorganisme disebabkan oleh Caranya : karena terjadinya koagulasi dan oksidasi Alat dan bahan dimasukkan kedalam dari protein mikroorganisme. tempat desinfeksi pada saat suhu air Koagulasidapat terjadi pada suhu 1000C tertentu dengan adanya ua air. Cara ini mempunyai beberapa Sedangkan oksidasi akan terjadi keuntungan : apabila uap air sedikit atau tidak ada - Uap air mempunyai daya bakterisida sama sekali. lebih kuat dibandingkan dengan udara kering. Sehingga waktunya lebih singkat. b. Pemijaran Uap air dapat menempati seluruh Alat yang digunakan : ruangan alat dengan merata sehingga - Api bunsen diperoleh pemanasan yang merata. - Api spiritus

Desinfeksi alat kesehatan dan laboratorium adalah proses perlakuan terhadap barang atau bahan kesehatan dan laboratorium sehingga pada akhir proses tidak ditemukan adanya25

Syarat : - Seluruh permukaan benda berhubungan langsung dengan api. - Lama pemijaran tidak kurang dari 2 detik. Keuntungan : - Pelaksanaan cepat dan sederhana. -Hasil yang diperoleh terjamin sterilitasnya. Kerugian :  Hanya dapat diguakan pada benda berbahan logam dan porselin.  Benda yang telah steril harus segera digunakan. c. Menggunakan udara kering Alat yang digunakan : OVEN Keuntungan  Hasil yang diperoleh kering.



f.

Menggunakan uap air jenuh pada tekanan tinggi Cara ini memberikan jaminan desinfeksi yang paling baik, karena dapat mencapai sterilitas bahan dengan baik. Disini pemusnahan mikroorganisme berdasarkan penggumpalan zat putih telurnya (protein). Alat ini dilengkapi dengan alat penghisap uap air yang bekerja pada waktu proses sudah selesai. Dengan demikian alat dan bahan menjadi kering. g. Desinfeksi dengan penyinaran Pada cara penyinaran kemampuan membunuh dari sinar ultra violet, sinar gama, sinar beta dan ultra vibrasi disebakan oleh karena adanya pengaruh sinar terhadap mikroorganisme. - Sinar Ultra Violet Sinar UV dengan panjang gelombang

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

200 A – 296 A dapat membunuh mikroorganisme patogen, spora, virus dan jamur. - Sinar gama Isotop radioaktif yang digunakan adlah Cobalt-60 - Sinar X dan Sinar katoda Sinar X dan elektron-elektron dengan intensitas tinggi mempunyai sifat mematikan mikroba. h. Desinfeksi dengan penyaringan Mikroorganisme tidak hanya dapat dibunuh tetapi dapat dipisahkan yaitu

melalui penyaringan dengan saringan26 yang mempunyai diameter lubang berukuran lebih kecil dari pada diameter mikrorganisme. Bahan yang digunakan antara lain : - Polimer selulosa (MF Milipore, Poli hidrokarbon Teflon) Cara ini diguakan untuk bahan, larutan yang tidak tahan panas dan tidak tahan bahan kimia. - High efficiency particular air (Hepa) Udara untuk ruangan aseptic juga didesinfeksi dengan cara ini.

Daftar Pustaka 1. 2. 3.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 265 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 264 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Kriteria Klasifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 Dirjen PPM dan PL – Departemen Kesehatan RI, “Materi Pelatihan Penyehatan Air” , Jakarta, 1995

Lanjutan dari hal 6……………..

untuk membuktikan kemampuan anda.

Nah, . . . .test ini juga menguji apakah anda Jawaban yang benar : merespon hal yang sederhana dengan Berenang saja. cara yang kompleks. Karena seluruh buaya sedang pergi ke Konferensi para binatang. Jawaban no1 yang benar : Buka Kulkas dan masukkan Jerapahnya dan Ini menguji apakah anda belajar dari selanjutnya tutup kembali Kulkasnya. kesalahan anda sebelumnya. (Bisa atau tidak bisa, yaa terserah, yang penting masukkan saja) Menurut Anderson Consulting Worldwide, Jawaban yang salah : sekitar 90% profesional yang mereka test Buka Kulkas, masukkan Gajah dan tutup memberi jawaban salah atas semua kembali pintu Kulkasnya. pertanyaan. Namun demikian, anak – anak Jawaban no : 2 yang benar : pra sekolah (Play Group) menjawab Buka Kulkas, keluarkan Jerapahnya, pertanyaan dengan benar. masukkan Gajah dan tutup kembali pintu Menurut Anderson Consulting, hal ini Kulkasnya. mendukung teori yang menyatakan Nah, . . . . kan sebelumnya sudah ada kebanyakan profesional mempunyai otak Jerapah di dalam Kulkas. yang sama dengan otak anak – anak usia 4 Jawaban no : 3 yang benar : (empat) tahun. Si Gajah (Itupun kalau bisa menjawab pertanyaan – (Kan Si Gajah masih beada dalam Kulkas. pertanyaan tersebut, kalau tidak . . . yaaaah Ingat !!!) lebih jelek lagi) Nah, . . . . ini menguji ingatan anda. Okey, jika anda menemui kegagalan dalam 3 (tiga) pertanyaan tersebut diatas, Bejana yang berisi angin lebih anda masih memiliki 1 (satu) kesempatan baik dari pada diisi air yang keruh ( Mr Q )

27

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

DISINSEKSI (PEMBASMIAN SERANGGA) DI KAPAL Oleh : Agus Sudarman, SKM

P

elaksanaan pengawasan hygiene sanitasi kapal, merupakan tugas pokok Kantor Kesehatan Pelabuhan, Selanjutnya : Jika ditemukan bukti adanya resiko kesehatan umum diatas kendaraan, pejabat kesehatan pada titik kedatangan akan menggangap kendaraan tersebut sebagai terjangkit dan tindak lanjutnya, sebagai berikut : a. pejabat kesehatan dapat melakukan disinfeksi, dekontaminasi, membasmi hama atau serangga pada kendaraan yang sesuai atau agar tindakan – tindakan tersebut dilaksanakan dibawah petunjuk denqan pengawasannya. b. Pejabat kesehatan dapat memutuskan teknik yang harus diterapkan pada tiaptiap kasus untuk memastikan tingkat pengendalian resiko kesehatan umum yang cukup. Kapal merupakan alat angkut manusia dan bermacam – macam barang dalam jumlah besar sehingga kondisi ini akan menarik berbagai jenis serangga untuk hidup. Beberapa serangga disamping menimbulkan kerusakan dan juga merupakan vektor berbagai penyakit. Pengendalian dan pemberantasan serangga sangat diperlukan untuk menjaga agar kondisi kapal tetap dalam keadaan sehat. Kecoa, nyamuk, pinjal, lalat, caplak dan tungau merupakan serangga atau vektor yang dapat menyebarkan penyakit. Penyebaran vektor atau serangga kekapal dapat melalui berbagai cara baik lewat barang, manusia , tikus, maupun terbang ketika kapal mendarat di pelabuhan. Oleh karena itu nakoda kapal mempunyai kewajiban untuk mengusahakan kapalnya terbebas dari serangga atau menekan tingkat kepadatan vektor sampai serendah

– rendahnya sehingga faktor penularan penyakit dapat terputus.

resiko

Tujuan Membebaskan kapal dari serangga – serangga yang mungkin menjadi vektor penyakit – penyakit tertentu serta mencegah terjadinya penyebaran vector penular. Yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan disinseksi : 1. Alat yang dipakai : - Wettable sparayer ( handsprayer) - Mist sprayer ( machine sprayer) - Swingfog sprayer 2. Insektisida, umpan yang dapat digunakan di kapal terdiri dari golongan organophosphorus dan piretroid. 3. Penyimpanan insektisida perlakuanya dengan : - Disimpan pada ruangan terkunci - Diberikan peringatan dengan tulisan ” Racun berbahaya ” 4. Pelaksanaan spraying a. untuk kecoa, kutu, tungau, caplak, dan lalat, adalah : - Memakai alat wetable sprayer/mist sprayer - Memakai insektisida dari golongan organosphorus - Usahakan tidak menyemprotkan lang.sung pada kawat listrik yang berarus - Semua bahan makanan atau makanan harus dikeluarkan - Semua kipas angin,AC dimatikan - Semua awak kapal harus turun dari kapal minimal untuk selama 2 (dua) jam - Petugas pelaksanan spraying (sprayman) harus : a) Memakai sarung tangan

28

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

b) Memakai pelindung mata dan masker hidung c) Memakai topi kerja/helm kerja d) Tidak makan,minum dan merokok e) Dilarang tangannya memegang anggota tubuh lainnya f) Mandi dan mencuci rmbut dengan air sabun yang bersih setelah selesai spraying g) Setiap 6 (enam) bulan diperiksa darahnya

-

b. Untuk pemberantasan nyamuk A. aegypti di kapal alat yang digunakan adalah swingfog machine dengan memakai insektisida golongan organosphosphorus dan piretroid. Disinseksi pesawat udara Sesuai dengan anjuran WHO dalam ” Recommendations on the disinsection of aircrafts” maka cara-cara yang dipakai untuk disinseksi pesawat udara ialah : 1. ”Blocks away disinsection” sebelum pesawat udara lepas landas. 2. Disinsacting on the ground on arrival” segera setelah pesawat mendarat. Kedua cara ini menggunakan insektisida berbentuk aerosol yang mempunyai knockdown effect dan dilaksanakan di dalam ruang tertutup (space spraying). Tujuan Membebaskan pesawat udara dari serangga-serangga yang mungkin menjadi vektor penyakit – penyakit tertentu dan mencegah terjadinya penyebaran vektor tanpa menimbulkan kerusakan pada pesawat udara, isinya dan tidak menganggu atau tidak merugikan penumpang.

Indikasi Disinfeksi dilakukan bila :  Pesawat udara datang langsung dari daerah dimana terdapat Demam kuning.  Dalam pesawat terdapat banyak serangga, khususnya nyamuk.  Atas permintaan maskapai penerbangan. Insektisida yang digunakan Insektisida yang digunakan hendaknya bersifat :

Tidak merangsang (non-irritant) Tidak menimbulkan bau kurang sedap Tidak menimbulkan residu yang membahayakan Tidak mudah terbakar Tidak mengakibatkan keracunan pada pemberian yang berulang-ulang. Mempunyai ”insecticidal spectrum” yang luas Penyimpanan dan penggunaannya mudah Mudah menyebar ke seluruh ruangan

Anjuran mengenai insektisidanya : 1. Formulasi insektisida 2. Kaleng aerosol (aerosol dispenser): - jenis, bentuk, isi - kecepatan penyemprotan ( rate of discharge from dispenser) - ukuran partikel aerosol yang berbentuk 3. Tidak mudah terbakar 4. Tidak berpengaruh buruk terhadap manusia, pesawat udara. 5. Daya bunuh (acceptable biological performance standard) (Lihat Annex VI IHR 1969). Daya bunuh Insektisida yang digunakan harus seimbang dengan Standard Referance Aerosol yang telah ditetapkan oleh WHO, formulasi Standard Referance aerosol (SRA) adalah sebagai berikut : % berat - Pyrethrum extract (25% pyrethrin) ……… ……………… 1,6 - DDT technical …………..3,0 - Xylene …………….……...7,5 - Odourlene petroleum distil..... 2,9 - Dichloro-fluoro-methane ........42,5 - Trichloro-floro-methane ......... 42,5 Biasanya digunakan kaleng earosol (aerosol dispenser) yang single-use atau multi – use non – refillable type dengan kapasitas maksimal 490 cc. Pada tiap kaleng harus tercantum berat netto dari setiap bahan yang terdapat dalam formulasi aerosol tersebut. Aerosol yang berbentuk harus : - tidak mudah terbakar - tidak beracun untuk manusia

29

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

tidak merusak pesawat udara dan bagian-bagian/peralatannya. Dosis yang dipakai : 35 gram/m3 ruangan atau 10 gram/1000 cubic feet. Contoh : untuk hapus serangga 1 pesawat DC-8 dengan volume cabin 8.000 cf diperlukan aerosol formulation sebanyak 8000/1000 x 10 gram = 80 gram. Ruangan yang disemprot harus dibiarkan tertutup selama sekurang-kurangnya 5 menit setelah penyemprotan selesai. -

Tata cara disinseksi pesawat udara 1. Blocks away disinsection Cara ini dilakukan setelah semua muatan dinaikkan ke pesawat udara, pintu pesawat dikunci dan pesawat siap meninggalkan landasan (penahan roda pesawat atau ” Blocks” telah disingkirkan). Jadi disinfeksi dilakukan oleh awak pesawat, tentunya berdasarkan petunjuk-petunjuk dari Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat. Sedangkan cabin dan lain – lain bagian pesawat (kecuali cockpit) dihapus – seranggakan setelah pintu pesawat dikunci. Aerosol dispenser yang akan digunakan diberi nomor, nomor tersebut oleh petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat dicantumkan dibagian kesehatan dari Laporan Umum pesawat udara (health part of the Aircraft General Declaration). Kaleng aerosol yang telah terpakai disimpan oleh awak pesawat, dan setibanya di pelabuhan udara yang dituju, ditunjukkan kepada petugas kesehatan setempat sebagai bukti bahwa pesawat itu sebelum take – off telah dihapus seranggakan. Semua tempat yang mungkin menjadi tempat persembunyian nyamuk (rak barang, bawah tempat duduk, tirai dll)disemprot. Makanan dan alat-alat makan/minum harus dilindungi dari kemungkinan kontaminasi dengan insektisida. - Cockpit disemprot beberapa saat sebelum pilot dan awak pesawat yang lain naik.

-

-

Selama penyemprotan dan setidaktidaknya 5 menit setelah disemprot, sistim ventilasi harus dimatikan. Semua bagian pesawat yang hanya dapat dicapai dari luar yang mungkin merupakan persembunyian serangga (muatan, tempat roda pesawat dll) didisinfeksi beberapa saat sebelum pesawat lepas landas oleh petugas-petugas kesehatan.

2. Disinsection on the ground on arrival Cara ini dilaksanakan oleh petugas – petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan setempat segera setelah pesawat mendarat dan belum menurunkan muatan. - Begitu petugas kesehatan naik ke pesawat, pintu segera dikunci kembali. Semua tempat yang mungkin dihinggapi nyamuk dan seluruh ruangan disemprot. Perhatikanlah tempat dibawah kursi, dibelakang peti – peti muatan yang sukar dicapai oleh insektisida yang disemprot. - Makanan dan alat-alat makan/minum di pesawat harus dilindungi dari kemungkinan kontaminasi oleh insektisida. - Semua pintu pesawat harus tetap tertutup selama dan sekurangkurangnya 5 menit setelah penyemprotan selesai. Selama waktu itu sistim ventilasi harus dimatikan. - Setelah muatan diturunkan, periksalah hasil penyemprotan: bila ditemukan bangkai-bangkai nyamuk atau lain-lain serangga, kumpulkanlah untuk ditentukan speciesnya.

Disinseksi kapal Seperti halnya di pesawat udara maka disinseksi dikapal adalah tidak kurang pentingnya. Terlebih lagi bila diingat bahwa kapal merupakan alat angkut dari berbagai macam barang dalam jumlah besar yang mempunyai daya tarik dan merupakan makanan bagi banyak macam serangga. Seperti kita ketahui bahwa binatang – binatang ini disamping menimbulkan

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

kerusakan, juga terutama merupakan vektor berbagai penyakit. Telah menjadi kewajiban dari tiap nakhoda untuk mengusahakan kapalnya bebas dari serangga ataupun menekannya sampai ke jumlah yang dapat diabaikan. Yang perlu diperhatikan pada saat30 pelaksanan disinpeksi kapal : 1. Alat yang dipakai : - Wettable sprayer (handsprayer) - Mist sprayer (machine sprayer) - Swingfog sprayer 2. Insectiside, umpamanya yang mudah di kapal : - Malation 3 – 5 % - Propeksur 3 – 5 % 3. Penyimpanan insectiside - Simpan di tempat yang terkunci - Berilah peringatan pada lemari termaksud dengan tanda : ” Racun Berbahaya” 4. Pelaksanaan spraying. a. Untuk cockroach/semut/kutubusuk/lalat - Pakailah alat wettable sprayer/mist sprayer - Pakailah insecticide Malation 3 % atau pakailah Baygon 5 % - Usahakanlah tidak menyemprotankan langsung pada kawat listrik atau yang ber “arus”. - Semua Fan dimatikan. - Semua makanan atau bahan makanan harus dikeluarkan. - Semua api di dapur dimatikan - Semua (awak kapal) kapal harus turun dari kapal untuk selama 2 (dua) jam. - Sprayman harus : a) memakai sarung tangan b) memakai pelindung mata dan masker hidung c) memakai topi d) tidak merokok,minum,makan e) berusaha jangan sampai tangannya menjamah anggota/alat tubuh lainnya f) mandi dan mencuci rambutnya dengan air sabun yang bersih setelah selesai spraying

g) setiap 6 (enam) bulan diperiksa darahnya. b. Khusus untuk nyamuk A. aegypti di kapal pakailah swingfog machine dengan memakai insecticide Malthion 3 %. Pemberantasan lalat Lalat termasuk golongan serangga yang tersebar luas diseluruh dunia. Lalat dari genus Musca, Fannia, Phaenicia, Calliphora, Phormia dan Stomoxys sering disebut sebagai lalat-lalat syanthrophic atau domestik karena mereka hidup di dekat manusia. Yang akan dibahas disini hanya mengenai lalat rumah atau Musca domestica yang merupakan vektor mekanis dari berbagai makanan. Pemberantasan lalat yang paling cocok untuk daerah pelabuhan, termasuk kapal adalah dengan menggunakan bahan kimia atau chemical control dan dilakukan pada periode yang singkat karena menjadi resisten yang cepat. Dapat digunakan insektisida sebagai larvasida, cara umpan (baits), penyemprotan dengan efek residu (residu sparying) dan pengasapan (space spaying). Bionomic lalat Lalat bersarang / berkembang – biak di tempat-tempat dimana terdapat zat-zat organik umpamanya sampah dapur, kotoran manusia / hewan, sisa makanan dll. Telur diletakkan pada bahanbahan organik yang lembab, Lalat betina bertelur setelah ia berumur 3 – 23 hari, tergantung kepada suhu dan makanan yang tersedia. Setiap kali bertelur 100 – 150 butir . Semasa hidupnya seekor lalat bertelur 2 – 4 kali. Setelah 8 – 30 jam telur menetas menjadi larva (maggot atau made), yang akan tumbuh dengan cepat selama 3 – 14 hari. Setelah larva cukup besar, mereka pindah ke tempat – tempat yang kurang lembab dan berubah menjadi kepompong (pupa). Bila sarang sangat lembab / basah, larva akan masuk ke dalam tanah untuk menjadi pupa, atau kebawah papan, daun – daun / rumput – rumput kering, 3 – 10 hari kemudian menjadi lalat dewasa yang segera mencari jalan keluar ke permukaaan

31

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

sarangnya. Waktu minimal untuk penyelesaian metamorphosa ini, dari telur hingga menjadi lalat dewasa, rata-rata 30 hari. Karena daya kembang – biaknya yang hebat, populasi Musca domestica di suatu daerah dalam waktu yang singkat dapat menjadi sangat banyak.

-

Pemberantasan lalat dan cara – cara mengurangi bahaya penularan penyakit melalui lalat Pemberantasan dapat dilakukan dengan cara kombinasi antara perbaikan lingkungan untuk mengurangi potensial breeding places dan chemical control. 1. Mencegah terjadinya sarang-sarang lalat (prevention of breeding) - Hindarkan terjadinya tempat – tempat yang digemari lalat (potensialfly breeding material) - Sampah-sampah ditampung di tempat – tempat sampah yang baik dan tertutup - Pengangkutan / pembuangan sampah dilakukan tiap-tiap hari dengan cara yang baik. - Tempat penampungan sampah (refuse collection point) diberi alas yang kedap air, misalnya disemen. 2. Chemical control terhadap lalat dewasa atau larva Kegiatan ini merupakan kegiatan pelengkap dari usaha-usaha sanitasi. Dapat digunakan insektisida sebagai larvasida, residual spraying,space spraying atau poison bait.

Perhatian : selama penyemprotan hindarkanlah kemungkinan kontaminasi air minum dan atau makanan. Janganlah menyemprot bila sedang ada kegiatan mengolah makanan. Siklus : - DDT 2 g/m2 atau dieldrin 0,5 g/m2 efektif untuk 3 – 6 bulan. - Persenyawaan – persenyawaan Organophosphate lebih pendek daya tahannya, dapat diulang tiap 2 – 4 minggu.

a.

residual treatment Insektisida disemprotkan pada permukaan – permukaan yang menjadi tempat hinggap / istirahat lalat, terutama tempat – tempat hinggap lalat di malam hari hingga waktu kontak antara lalat dengan insektisida cukup lama. Untuk memberantas lalat di sekitar rumah , maka pintu, jendela, tempat sampah dll harus disemprot. Juga kandang-kandang binatang jangan dilupakan. Insektisida yang dapat digunakan :

-

Golongan CHCL, misalnya emulsi atau suspensi DDT 5%, Methosy chloor 5%, Lindane 0,5% atau Chlordane 2,5%. Golongan Organophosphate seperti tertera pada tabel 3.

Tabel 3 : Organophosphorus compounds used as residual traetment in fly control. Toxicant

Diazinon Dimethoate Fenthion Gardona Malathion Naled Ronnel

Strength of finished Formulation (%) 1–2 1 – 2,5 1 - 2,5 1–5 5 1 1.0 – 5.5

Dosage ( g/m2 )

0.4 - 0,8 0.4 – 1,6 0.4 – 1,6 1.0 - 2,0 1.0 - 2,0 0,4 - 0,8 1.0 - 2.0

b. Impregnated cords and strips. Potongan – potongan kertas atau tali – tali yang telah diberi lapisan insektisida dapat digantungkan pada langit –l angit atau pada dinding – dinding ruangan. Umpamanya di rumah – rumah, rumah – rumah makan, kandang-kandang hewan / unggas dll. Insektisida yang digunakan biasanya golongan organophosphate, seperti parathion – diazinon, dimetilan,fention, mereka efektif untuk 1 – 6 bulan.

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

Hasilnya memuaskan di tempat – tempat yang suhunya tidak terlalu tinggi (dibawah 320 C) dan kelembaban udaranya lebih dari 50%. Dosis : 1 meter tali untuk setiap 1 m2 luas lantai.

32

c. Umpan (poison baits) Umpan atau baits dapat ditempatkan di luar rumah, sekitar tempat-tempat pengolahan makanan dll dimana banyak terdapat lalat. Diazinon, dichlorvos, malathion, ronnel, naled. dimethoate, dan trichlorfon dapat dipakai sendirisendiri atau di campur pada umpan kering atau basah. Umpan kering mengandung toxicant 1 – 2%, dicampurkan pada bahan umpan seperti tepung jagung, pasir dll, kadang – kadang dicampur gula. Umpan cair mengandung toxicant 0 – 0,2 % dan gula 10% dalam air. d. Space treatment (penyemprotan ruangan ) Digunakan insektisida dengan efek ” knock down” di tempat-tempat yang banyak lalatnya. Untuk penyemprotan di dalam ruangan digunakan formula yang mengandung pyrethrum 0,1%,diazinon 0,1%,ronnel 2% atau malathion 5% dengan deodorized karosene sebagai bahan perlarut. Untuk penyemprotan di luar rumah seperti timbunan-timbunan sampah, tempat penimbunan barang – barang, sekitar tempat-tempat Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6.

pengolahan makanan, dapat digunakan insektisida: 1) Golongan CHCL :  DDT 5%  Chlordane 2%  Lindane 2% 2) Golongan organo phosphate, misalnya :  Diazinon 336g/ha  Dichlorvos 336/ha  Dimethoate 224  Fenthion 448  Malathion 672 Dalam bentuk thermal aerosol atau mist. e. Larvasida Setiap bahan organik yang lembab dapat menjadi tempat bersarangnya lalat rumah. Insektisida dari golongan CHCL dapat digunakan sebagai larvasida lalat rumah selama mereka masih belum resisten. Umpamanya DDT, Dieldrin, Lindane atau Endrin dalam konsentrasi 0,25% - 2,5% dapat secara langsung di semprotkan ke tempat – tempat yang menjadi sarang lalat. Golongan organophosphate yang dapat digunakan: Diazinon, Malathion, Roneel, Dimethoate, yang paling baik ialah Diazinon. Penyemprotan : Larutan atau emisi larvasida rupa hingga membasahi seluruh bahan/media (28 – 56 liter / 100m2). Diazinon dapat efektif selama 1 – 2 minggu, lain – lain insektisida daya residunya kurang lama.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 265 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 264 / MENKES / SK / III / 2004 tentang Kriteria Klasifikasi Kantor Kesehatan Pelabuhan, Jakarta, 2004 Keputusan Dirjen PPM & PL nomor 423 tahun 1983 tentang “Kewajiban terhadap kapal di Pelabuhan dalam hal pencegahan infestasi tikus”Jakarta, 1983 Keputusan Dirjen PPM & PL nomor 716 tahun 1990 tentang “Bahan kimia yang digunakan untuk fumigasi kapal dalam rangka penerbitan DC”, Jakarta, 1990 Keputusan Dirjen PPM & PL nomor 138 tahun 1992 tentang “Penyelenggaraan hapus tikus di kapal dalam rangka penerbitan DC” Jakarta, 1992 Surat Edaran Kadit Epim nomor 414 – V / EI. 03.03. 03 tahun 1988 tentang ”Penggunaan fumigant / HCn”, Jakarta, 1988

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

NYAMUK AEDES & JENTIKNYA

33

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

KOMUNIKASI PERUBAHAN ORGANISASI Oleh : Rahmat Surbakti, SKM, MHM Diberlakukannya Kepmenkes No. 265 /Menkes/SK/III/2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Organisasi Kantor Kesehatan Pelabuhan, menggantikan Kepmenkes No. 630/Menkes/SK/XII/ 1985, adalah merupakan bukti nyata akan adanya keinginan dan keharusan perubahan di KKP. Perubahan adalah merupakan sesuatu (fenomena) alami yang harus diterima oleh semua orang dunia ini, baik itu perubahan yang terjadi dengan cepat (revolusi) maupun yang terjadi secara perlahan – lahan (evolusi). Seperti diungkapkan oleh orang- orang bijak bahwa “Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang abadi melainkan akan selalu berubah, adapun yang abadi hanyalah perubahan itu sendiri”. Bila kita melihat ke belakang saat mulai diberlakukannya Kepmenkes No. 265 tahun 2004 tersebut diatas, banyak hal yang telah kita saksikan bersama. Berbagai pendapat dan rumor berkembang baik tentang esensi Kepmenkes itu sendiri, maupun tentang bentuk dan cara kerja organisasi KKP di kemudian hari, mulai dari yang sangat setuju dan mendukung, sampai yang merasa bahwa hal tersebut adalah merupakan suatu ancaman, serta tidak sedikit pula yang apatis menunggu dengan harap harapharap cemas pemberlakuannya. Apa yang kemudian terjadi di KKP setelah berjalan 2 (dua) tahun berjalan pemberlakuan Kepmenkes tersebut, adalah apa yang kita lihat sekarang ini. Munculnya berbagai sikap dan pendapat tersebut diatas adalah suatu hal yang wajar, karena sebagai lazimnya suatu perubahan akan selalu mendatangkan pertentangan antara yang setuju dan tidak setuju. Hal tersebut adalah merupakan nature (sunatullah) manusia secara umum, yaitu secara alami manusia selalu takut bila menghadapi suatu perubahan dan umumnya mereka merasa nyaman dengan kondisi dan kebiasaan- kebiasaan, serta

dengan segala apa yang mereka pahami/ mengerti selama ini. Dapat kita pahami pula bahwa untuk melakukan perubahan adalah bukan merupakan sesuatu hal yang mudah, sehingga tidak mengherankan bila kita menemukan adanya upaya perubahan yang berakhir dengan kegagalan. Betapa sulitnya upaya perubahan tersebut, mungkin kita bisa bertanya pada para pimpinan di KKP yang telah merasakan tidak mudahnya untuk memegang dan melaksanakan amanah re-organisasi dan re-vitalisasi KKP. Tulisan ini secara sekilas akan mencoba menguraikan tentang proses, tehnik dan beberapa hal yang bisa menjadi penyebab kegagalan komunikasi pada suatu organisasi yang sedang berubah. Komunikasi Dalam Perubahan Organisasi Banyak upaya perubahan dalam suatu organisasi berakhir dengan kegagal atau kesia- siaan. Bila kita perhatikan lebih dalam, kadang kala kita temukan bahwa yang menjadi penyebab kegagalan tersebut adalah merupakan sesuatu hal yang selama ini dianggap sepele (kecil) saja. Salah satu kunci keberhasilan perubahan oraganisai dan merupakan tahap yang harus dilewati adalah bagaimana agar upaya tersebut dapat dipahami dan diterima oleh semua orang (staf) dalam organisasi tersebut. Maka tidak berlebihan bila untuk itu diperlukan upaya pengkomunikasian perubahan. Bagaimana pentingnya upaya komunikasi perubahan dalam organisasi. Diunkapkan oleh Larry Semeltzer (1991) yang berdasar atas penelitiannya tentang perubahan pada 43 Organisasi, ia menggaris bawahi pentingnya komunikasi dan kerjasama. Ia juga menemukan salah satu alasan yang paling sering menjadi penyebab kegagalan perubahan organisasi34

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

adalah adanya rumors negatif (dan tidak benar), yang bila disimak lebih lanjut ternyata yang menjadi alasan/ penyebab langsung dari adanya rumors tersebut adalah karena adanya ketidak mampuan manajemen (pimpinan) untuk menyediakan informasi yang benar, akurat dan tepat waktu bagi para stafnya. Dalam praktek organisasi sehari –hari yang selama ini kita saksikan, bahwa pada saat suatu organisasi melakukan perubahan, manajemen organisasi akan melakukan kegiatan sosialisasi kepada lingkungan atau para stake holdernya dan biasanya dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan seremonial tertentu seperti peresmian, lokakarya dlsb. Hal ini pun terjadi saat diberlakukannya Kepmenkes no 265, dimana hampir seluruh KKP di Indonesia melakukan “koor” kegiatan sosialisasi tersebut dengan berbagai ukuran acara (dari yang hanya alakadarnya sampai yang meriah, besar –besaran dengan menghadirkan banyak undangan) dan tentu saja dengan mengerahkan sumber daya (resources) yang tidak sedikit. Pelaksanaan sosialisasi tersebut diatas tentu saja bukan hal yang salah (keliru), namun bila kita mencoba untuk melihat alasan- alasan kegagal perubahan organisasi yang dikemukakan oleh para ahli, nampaknya kita harus berpikir dua kali (atau mungkin lebih) untuk menempatkan kegiatan sosialisasi tersebut sebagai urutan prioritas. Nampak bahwa dibandingkan dengan dengan sosialisai kepada lingkungan dan stakeholder yang merupakan bagian extern organisasi, sosialisasi intern kepada para staf melalui komunikasi personal yang intens lebih mempunyai nilai bagi keberhasilan perubahan organisasi. L. Semeltzer (1991) menemukan bahwa alasan terbesar terjadinya kegagalan perubahan dalam suatu organisasi, adalah karena para staf (anggota organisasi) menerima informasi (belajar) tentang perubahan tersebut dari orang di luar (outsider) organisasinya, sedangkan pihak manajemen lebih suka

(tertarik) untuk melakukan komunikasi tentang perubahan tersebut dengan masyarakat (publik) atau stakeholder di lingkungannya dibanding dengan stafnya sendiri. Alasan lain yang menjadi penyebab kegagalan adalah bila manajemen lebih menyukai untuk melakukan pendekatan secara formal dengan stafnya, antara lain berupa komunikasi dengan menggunakan surat menyurat (memo) dibanding dengan melakukan pertemuan langsung (face to face) untuk mengkomunikasikan perubahan tersebut. Disamping dengan komunikasi yang intens serta tekhnik non-formal dan lebih personal, manajemen juga dituntut untuk kosisten, tidak putus – putus (istikomah) mengupayakan hal tersebut. Seperti diungkap oleh Gleen H. Hinner (1994) bahwa kunci untuk melakukan suatu perubahan dalam suatu perusahaan adalah “konsisten, persisten dan repetitive komunikasi”. Hal ini juga menunjukan bahwa kita tidak boleh berdiam diri melainkan harus proaktif untuk menyampaikan hal tersebut secara berulang kali. Glenn H. Hinner (1994) menegaskan bila hal tersebut telah dilakukan, berarti manajemen telah melakukan setengah dari perubahan tersebut. Dengan komunikasi yang lebih personal, diharapkan manajemen dapat melakukan dialog, membahas dan mendiskusikan secara lebih mendalam tentang arti perubahan organisasi dengan stafnya sehingga diharapkan akan timbul pemahaman yang mendalam dari staf tentang hal tersebut. Hal ini juga berarti manajemen telah mencegah salah satu alasan terbesar terjadinya kegagalan perubahan seperti diungkapkan para peneliti, yaitu karena para staf menerima informasi tentang perubahan tersebut dari orang di luar (outsider) organisasinya. Hal ini dapat juga berarti bahwa manajemen telah berupaya untuk melakukan hubungan, meminimalisir barrier dan membangun kerjasama dengan staf yang notebene merupakan teamnya.

35

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

Seperti telah diungkapkan di atas, secara alami manusia merasa takut (tidak aman) bila menghadapi perubahan apapun bentuknya, atau dengan kata lain “Apa yang tidak kita pahami selalu lebih menakutkan dari pada yang kita pahami”. Manusia umumnya akan merasa nyaman dengan segala kebiasaan dan apa yang telah mereka pahami (ketahui) selama ini. Berkaitan dengan hal tersebut bila seseorang mengalami masa-masa sulit pada saat melewati fase perubahan, maka ia akan tertarik untuk kembali kepada caracara lama. Bila hal ini terjadi maka akan sulit untuk dicegah dan ia batal (gagal) melewati perubahan tersebut. Kondisi ini tidak tergantung pada kondisi sebelum perubahan, hal ini dapat terjadi walaupun kondisi saat itu (sebelum perubahan) bukan merupakan kondisi yang menyenangkan atau bahkan mungkin sangat sulit. Dalam kondisi seperti ini, pimpinan (manajemen) harus mengambil peranan sesuai dengan tanggung jawabnya untuk meyakinkan para bawahan (staf) untuk lebih percaya diri, bahwa apa yang mereka alami adalah sesuatu hal yang wajar, aman dan akan lebih mempunyai harapan untuk perbaikan dimasa yang akan datang baik bagi dirinya maupun bagi organisasi secara keseluruhan. seperti diungkapkan oleh Gonring (1991) bahwa manager harus bertanggung jawab, tidak hanya menjaga agar staf terinformasikan, akan tetapi secara formal aktivitasnya juga dijaga dan dijamin kelangsungannya dan ia juga mengingatkan bahwa jangan pernah berpendapat bahwa staf secara otomatis akan memahami kenapa suatu perubahan perlu dilakukan. Perubahan organisasi dapat terjadi dalam beragam bentuk, salah satunya adalah yang telah kita hadapi dan jalani bersama re-organisasi dan re-vitalisasi KKP. Adapun bentuk perubahan lainnya antara lain restrukturisasi, keterlibatan staf (staf involvenment), merger, akuisisi, modifikasi budaya organisasi, atau kombinasi dari beberapa jenis perubahan tersebut. Dari berbagai jenis perubahan tersebut, ada satu hal yang perlu kita pahami bersama

yaitu bahwa secara umum selalu saja ada ambigu (arti ganda), keraguan, kekhawatiran dan ketakutan berkaitan dengan hal tersebut. Keterlibatan Seluruh Staf. Untuk mengimplementasikan perubahan, ada suatu prinsif sederhana yang cukup penting, yaitu “Tell your people first” dan anggota organisasi (staf) akan belajar dan mencoba untuk memahami perubahan tersebut. Seperti telah diuraikan di atas, bahwa alasan terbesar terjadinya kegagalan adalah dikarenakan staf belajar tentang perubahan tersebut dari orang luar (outsider). Berdasarkan hal tersebut, jelas sekali bahwa yang terpenting dalam melakukan suatu perubahan adalah terdapat pada apa yang kita lakukan, yaitu bagai mana membuat staf (yang merupakan komponen organisasi) tahu dan terlibat didalamnya. Keterbukaan Informasi dalam suatu organisasi kepada stafnya berbeda- beda (tergantung sifat organisasi), ada yang merahasiahkan dengan rapat dan ada pula yang lebih terbuka. Berkaitan dengan perubahan organisasi adalah merupakan hal yang tepat dan bijak untuk menciptakan kondisi dimana setiap anggotanya dapat terinformasikan dengan baik, dapat mengetahui setiap jenis dan arah perubahan yang terjadi, sehingga mereka dapat mengantisipasi, sehingga dapat diharapkan peran dan keikut sertaanya. Adapun informasi yang diperlukan oleh staf antara lain yang berkaitan dengan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan (kompetensi) apa yang dibutuhkan untuk menghadapi perubahan tersebut (Ackerman, 1991). Berkaitan dengan informasi yang perlu diketahui oleh staf, dalam organisasi perlu ditetapkan siapa yang bertanggung jawab untuk mempersiapkan informasi tersebut kepada staf. Berdasarkan pada efektivitas komunikasi, umumnya staf akan lebih lebih menyukai menerima informasi tersebut dari atasan langsung (supervisor) yang paling dekat dengan dirinya, bila36

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

kondis ini dapat diketahui oleh manajemen (pimpinan) maka segera tentukan media yang paling baik untuk menyampaikan pesan tersebut. Untuk itu penting sekali bagi manajemen untuk melatih para supervisornya agar mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan bagai mana menangani feedback sebelum mereka menyampaikan pesan perubahan tersebut kepada stafnya. Atasan yang secara langsung membawahi staf (supervisor) adalah merupakan penghubung, dimana staf akan menerima informasi perubahan, untuk itu manajemen juga dapat meminta para supervisor untuk melakukan lebih banyak komunikasi interpersonal secara face-toface. Perlu pula diwaspadai pula tentang adanya perilaku yang bisa merupakan titik kritis program perubahan organisasi, seperti komunikasi yang terbuka (berbagi perhatian, mendengarkan, tidak egois dan saling memahami) dan kerjasama (team work) adalah merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan. Yang terpenting dan perlu diingat adalah bahwa komunikasi yang nyata adalah datang dari perbuatan yang nyata pula dan bukan dari pesannya, organisasi harus memperlihatkan perubahan tersebut dan bukan hanya dengan menyatakan atau menjelaskannya saja. Dalam hal ini nampaknya berlaku idiom “ Kami perlu bukti dan bukan janji “. Kesimpulan dan Implikasi Komunikasi adalah merupakan hal yang penting dalam perubahan organisasi dan komunikasi yang nyata adalah berupa perbuatan yang nyata pula, bukan dari pesannya. Salah satu bentuk komunikasi tersebut adalah berupa adanya perilaku dari Top Manajemen yang menunjukan dukungan nyata untuk keberhasikan perubahan tersebut. Untuk perubahan organisasi yang dalami KKP dimana perubahan tersebut diharapkan permanent, upaya perubahan ini harus melibatkan seluruh aspek

organisasi. Dalam hal ini perencanaan dan anggaran (budget) organisasi harus menggambarkan adanya perubahan tersebut secara konsisten, persisten dan repetitif. Disamping itu adalah penting untuk disampaikan seperti apakah perubahan yang diharapkan organisasi (bagai mana, seperti apa hasilnya). Untuk keberhasilan perubahan diperlukan lebih banyak upaya komunikasi tatap muka (face-to-face communication). Staf harus mempunyai rasa percaya diri, aman dan mempunyai harapan yang lebih baik terhadap perubahan. Kondisi ini hanya dapat terjadi bila budaya organisasi juga berubah, sehingga untuk itu perlu dibuat model perilaku yang lebih baik dan berkualitas, pembetukan team, adanya kecepatan komunikasi, karena umumnya staf akan lebih percaya pada apa yang mereka lihat dan bukan pada apa yang mereka dengar. Apa yang telah diuraian di atas adalah merupakan upaya yang dapat dilakukan untuk melakukan komunikasi perubahan yang efektif. Mengingat peranan dan keterlibatan serta tanggung jawabnya dalam mengatur dan mengembangan sumber daya manusia, bagian yang menangani kepegawaian (sumber daya manusia) mempunyai relevansi yang besar dalam pelaksanaan upaya komunikasi tersebut. Disamping itu bagian kepegawaian juga dapat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam meyakinkan Top management terhadap hal- hal berikut : 1. Pentingnya dukungan dari seluruh Top management akan adanya perubahan, dimana hal harus diperlihatkan secara nyata. 2. Memberikan informasi sebanyak dan secepat mungkin. 3. Melakukan upaya komunikasi secara berkesinambungan selama dan sesudah terjadinya perubahan, bukan hanya pada awal perubahan saja.

37

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

4. Menggunakan sebanyak mungkin saluran dan media komunikasi, lebih sering tatap muka atau cara interaktif lain. 5. Gunakan atasan lanngsung (supervisor) atau manajer menengah sebagai kunci penghubung komunikasi. Berikan pendidikan dan pelatihan yang memadai, serta jaga agar staf terinformasikan 6. Kenali dan lakukan pendekatan terhadap isu-isu (emosional/ rasional) yang berkembang. Buat persiapan untuk melakukan pendekatan terhadap berbagai kekhawatiran, ketakutan, ketidak jelasan serta ketidak percayaan yang muncul, untuk itu diperlukan

Pojok

adanya keterbukaan dan pertemuan group. 7. Libatkan staf dalam proses dan dalam pembuatan kegiatan yang berkaitan dengan perubahan sebanyak mungkin. 8. Gunakan komunikas menciptakan base komunikasi.

formal untuk line strategi

9. Pastikan bahwa apa yang terjadi, telah sesuai dengan apa yang selama ini nyatakan oleh pimpinan, dalam hal ini perlu disadari bahwa komunikasi simbolis dan prilaku manajemen adalah lebih penting dibandingkan dengan retorika. Sudahkah kita komunikasikan perubahan yang kita inginkan !??

SAJAK

SEBAIT MAKNA SEBUTIR PADI Dari dusun kami pergi kekota berduyun duyun meraih cita Dari kota tertatih tatih menjajaki menyelami ilmu dengan perih T’lah diraih ditangan sebuah tanda ilmu itu tidaklah murah Namun kenapa tuk wujudkan semuanya kami harus kehutan belantara Menapak mengais dan merintih tapi hanya bisa dalam hati yang terdalam Bukan takut dan bukan pula kecut hanya ehmmm...... apakah kami diminta dalam kubur ? Kini semuanya telah sirna hilang bagai kapas ditiup angin dikala siang nan terik Kami bisa bernaung melepas kebimbangan selama ini, terasa tenang Yang lupa dan dilupakan kini datang tanpa dipaksa Kami tenggok kebelakang adakah sang kapas telah basah ? Waktu itu hujan lebat, petir pun bersorak dengan angin seolah tak mau ketinggalan Ternyata tidak semua kapas waktu itu tertiup angin masih banyak tertumpuk diujung lorong Kami t’lah sadar dari ujung mata keujung hati Dimana tanah dipijak tidaklah sama merahnya walau dari jauh tercium harum Kami renung Kami pikir dan Kami timbang smuanya jika kehati tiada guna Lebih baik kini sumbangkan rasa, karsa, cipta dan karya Agar tidak menjadi sia sia di DUNIA FANA, semoga @ MGC

Tajamkan mata batinmu dengan melihat yang baik, makanlah barang yang halal dan berbuat amal (Mr Q)

Harta yang berguna adalah bekerja dengan sunguh-sunguh tanpa keluh kesah dan suatu bukti yang nyata (Mr Q) 38

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

INFORMASI BAGIAN TATA USAHA PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK I.

Acara Pelepasan Pegawai Yang Memasuki Masa Purna Bakti Dan Yang Mendapatkan Promosi. Tanggal 1 Maret 2006 bertempat di Aula Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok telah diadakan acara pelepasan para purna bakti yang telah memasuki masa pensiun sejak tahun 2005 serta pelepasan staf KKP Kelas I Tanjung Priok yang mendapat promosi ke jabatan yang baru. Nama-nama pegawai yang telah memasuki masa pensiun adalah sebagai berikut : 1. Rochmah, pensiun tanggal 1 Juni 2005. 2. Suparno Sandi, pensiun tanggal 1 Oktober 2005. 3. M. Syafri Katutu, pensiun tanggal 1 Januari 2006. 4. Drg. FX. Sugijanto, pensiun tanggal 1 Januari 2006. 5. Jasmin Barantian Pimpin, pensiun tanggal 1 Februari 2006. 6. H. Namat Saputra, pensiun tanggal 1 Maret 2006. Nama-nama pegawai yang mendapatkan promosi jabatan adalah sebagai berikut : 1. Sabar Sinmanjuntak, dipromosikan menjadi Kepala Seksi UKP, Kantor Kesehatan Pelabuhan kelas II, Tanjung Balai Karimun. 2. Priagung Adhi Bawono, SKM, M.MedSc (PH), dipromosikan menjadi Kepala Seksi Standarisasi Subdit Karantina Kesehatan, Ditjen PP&PL. 3. Rahmat Subakti, SKM, MHM, dipromosikan menjadi Kepala Subbidang Hubungan Pers dan Media Masa, Pusat Komunikasi Publik.

Bagi kawan-kawan yang telah menjalankan masa purna bakti, Kepala Kantor beserta staf mengucapkan selamat atas keberhasilannya dalam menjalankan tugas selama masa bakti di KKP Kelas I Tanjung Priok, dan bagi kawan-kawan yang mendapat promosi diucapkan selamat bertugas di tempat yang baru, semoga sukses dalam mengemban amanah yang dipercayakan oleh negara dan bangsa. Amin II.

Sosialisasi Jabatan Fungsional Sejak inpassing 1 April 2002 sebanyak 60 orang tenaga Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Priok diangkat ke dalam jabatan fungsional yang terdiri dari 42 orang sebagai epidemiologi kesehatan , 9 orang sanitarian, dan 5 orang entomologi kesehatan. Dari 60 orang tersebut saat ini yang masih menjabat jabatan fungsioanl sebanyak 50 orang, yang lainnya pindah ke jabatan struktural, pensiun/meninggal dunia dan mengundurkan diri. Sejak bulan April 2004 tenaga fungsional tersebut telah menerima tunjangan jabatan fungsional. Permasalahan yang muncul saat ini adalah beberapa dari tenaga fungsional tersebut mengajukan kenaikan pangkat berdasarkan usulan kenaikan pangkat reguler. Hal ini tidak mungkin dilakukan karena sebagai tenaga fungsional, kenaikan pangkat berdasarkan jumlah angka kredit yang dikumpulkan. Pengumpulan angka kredit merupakan momok bagi tenaga fungsional ini, pada umumnya mereka belum mengetahui cara pengumpulan angka kredit. Berdasarkan ini kami mengundang narasumber dari Bagian Umum dan Kepegawaian, Ditjen PP&PL pada hari Kamis, tanggal 9 Maret 2006, dalam hal ini diwakili oleh Sdr. Drs. Yulikarmen, M.Kes dan Sdri Riri untuk memberikan penjelasan tentang : 1. Arti sebagai pejabat fungsional 2. Memberikan petunjuk cara pengumpulan angka kredit 3. Pemecahan masalah yang dihadapi selama sejak diangkat menjadi pejabat fungsional. 39

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

Pada saat penjelasan pejabat fungsional yang hadir sebanyak 40 orang. Acara dilakukan mulai jam 10.00 sampai sore harinya. Cukup banyak masukan yang diperoleh. Mudah-mudahan dapat menjadi pedoman bagi para pejabat fungsional untuk mulai mengumpulkan angka kredit. Sebagai pejabat fungsional memang harus bertanggungjawab terhadap diri sendiri. Semua yang menjadi nilai untuk mendapatkan angka kredit tergantung dari kemauan masing-masing. Tenaga fungsional merupakan tenaga yang mandiri dan profesional. Dengan adanya penjelasan dari pusat dan sebelumnya pada pertengahan tahun 2005 juga telah melakukan sosialisasi oleh Bagian TU, KKP Kelas I Tanjung Priok, diharapkan para pejabat fungsional dapat tergugah untuk memulai mengumpulkan angka kredit. Jika hal ini tidak dilakukan, maka akan ada sanksi bagi Saudara sebagai berikut : 1. Tahun 2006 para pejabat fungsional sudah menjabat selama 4 tahun, akan diberikan peringatan. 2. Tahun 2007, akan dibebaskan sementara dari jabatan fungsional dan tunjangan langsung diberhentikan. 3. Satu tahun kemudian (tahun 2008), diberi kesempatan untuk mengumpulkan angka kredit. Jika tidak akan diberhentikan sebagai pejabat fungsional. Untuk teman-teman yang menduduki jabatan fungsional, janganlah sampai kita mendapatkan sanksi tersebut. Marilah mulai saat ini mencoba untuk memulai mengumpulkan angka kredit. Kami hanya bisa menfasilitasi dan semua terpulang kembali kemauan Saudara. Selamat menjalankan tugas.......

lapangan di pelabuhan. Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok mendapat kehormatan sebagai tempat penyelenggaraan praktek lapangan tersebut. Pada hari Minggu, tanggal 12 Maret 2006 para peserta pelatihan melakukan praktek lapangan dengan melakukan gladi penanganan terhadap terjadinya kasus penyakit menular di atas kapal. Dalam simulasi diceritakan adanya informasi bahwa salah seorang Crew kapal yang berasal dari Negara terjangkit menderita sakit. Peserta pelatihan dibagi dalam 3 Tim yang terdiri dari : 1. Tim A bertindak sebagai crew kapal dan penumpang. 2. Tim B bertindak sebagai tenaga medis yang ke kapal. 3. Tim C bertindak sebagai tenaga medis yang menunggu di darat. Praktek lapangan dilepas secara resmi Bapak Dr. Indriono T, MPH, Sekretaris Ditjen PP & PL. Dalam kesempatan ini juga hadir menyaksikan lintas sektor dari Pelindo II, Karantina Hewan, Bea Cukai, KPPP dan instansi lainnya, termasuk Tim SAR Pelabuhan yang mendampingi peserta ke kapal. Praktek lapangan dimulai jam 08.00 pagi dan berakhir jam 12.00. Setelah makan siang, kegiatan dilanjutkan dengan diskusi. Pelatihan Karantina Laut ditutup secara resmi oleh Bapak Dr. I Nyoman Kandun, MPH, Direktur Jenderal PP & PL. Acara penutupan dilakukan di ruang rapat Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok pada pukul 15.30. Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah ikut menyukseskan praktek lapangan pelatihan tersebut, dan sekaligus mohon maaf jika didalam penyelenggaraannya terdapat kekurangan atau yang tidak berkenan dihati. ( Nandipinta, SKM,Mepid)

III.

Praktek Lapangan Pelatihan Karantina Laut Dalam kurikulum Pelatihan Karantina Laut yang diadakan oleh Direktorat EPIM KESMA selain teori juga dilakukan praktek

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

40

INFORMASI BIDANG KARANTINA & SE PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK 1. Pengawasan lalu lintas komoditi OMKA Kegiatan Pengawasan OMKA (Obat, Makanan dan Alat Kesehatan) meliputi pemeriksaan dan sertifikasi terhadap komoditi OMKA eksport dan import. Kegiatan pengawasan OMKA pada tahun 2005 mengalami fluktuasi dengan frekwensi kegiatan tertinggi pada bulan juni 2005 dengan prosentasi sebesar 12,21%, sedangkan yang terendah di bulan februari tahun 2005 sebesar 4,62%. Untuk komoditi terbesar export adalah mentos 51,33%, dengan tujuan negara export tertinggi adalah Turkey sebesar 60 pengiriman (21,78%).

2. Pengawasan

Tindakan karantina Terhadap kapal Pes dikenal sebagai salah satu penyakit karantina yang telah menimbulkan kepanikan dunia dengan wabah yang ditimbulkannya dan dikenal sebagai "Black Death" pada abad ke 18an yang menyebar ke seluruh dunia melalui kapal laut, masih tetap diwaspadai. Karena itu, bidang karantina dan surveilans epidemiologi tetap melakukan pengawasan terhadap penyebaran penyakit pes, dengan melakukan hapus tikus (fumigasi) pada kapal yang ditemukan terinfestasi/diduga. Pengawasan karantina terhadap hapus tikus pembawa penyakit pes dapat dilihat dari diterbitkannya Derratting Certificate (DC). Jika dilihat hasil kegiatan pengawasan hapus tikus yang telah dilakukan, maka tampak kegiatan hapus tikus tertinggi adalah bulan maret, juni dan oktober yaitu masing – masing sebesar 24 kegiatan (11.60%) sedangkan terendah terjadi di bulan november sebesar 6 kegiatan (2,90%). Untuk hapus tikus mayoritas adalah kapal yang berkebangsaan indonesia dengan jumlah ukuran kapal yang bervariasi. 3. Pengawasan pemasangan rat guard Salah satu cara penyebaran hospes perantara penyakit pes (tikus) adalah masuknya tikus ke daratan pelabuhan dari

atas kapal melalui tali temali (tambang) pengikat tambat kapal saat kapal sandar di pelabuhan, atau sebaliknya. Bila ternyata, tikus yang masuk ke pelabuhan dari atas kapal merupakan tikus yang terinfestasi pinjal yang terinfeksi baksil pes (Pasteurela pestis), maka akan merupakan ancaman bagi suatu pelabuhan untuk tertular / menjadi sumber penularan penyakit pes. Untuk mencegah turun/naiknya tikus dari/ke atas kapal adalah dengan pemasangan rat guard. Berdasarkan hasil data sepanjang tahun 2005, maka tampak kelalaian yang cukup besar (> 50%) dari nahkoda atau petugas kapal (kapal dalam negeri maupun kapal dari luar negeri) yang tidak melakukan pemasangan rat guard. Hanya sedikit jumlah kapal yang melakukan pemasangan, bahkan ada yang telah memasang, akan tetapi pemasangannya tidak benar atau hanya pada beberapa tali tambat saja, sehingga fungsi dari rat guard tersebut menjadi hilang. Saran ataupun informasi yang jelas diberikan petugas pengawas terhadap nahkoda atau petugas kapal, sebagai salah satu kewaspadaan dini terhadap penyebaran penyakit karantina. 4. Pengawasan Kapal di Off Shore Selain KKP induk dan 5 wilayah kerja (Sunda kelapa, Muara Baru, Kali Baru, Muara Angke, dan Marunda), Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Tanjung Priok mempunyai Pos Pelayanan yang terdapat di lepas pantai (Offshore) laut jawa yang terdiri dari 3 (tiga) lokasi yakni : Arco Arjuna, Cinta Natomas dan Maxus Terminal. Kapalkapal yang melakukan kegiatan dilokasi ini adalah kapal-kapal Tangker yang mengambil minyak dan kapal-kapal suplay. Pada data di tahun 2005, tampak fluktuasi lebih besar terjadi pada kapal dalam negeri dibandingkan kapal dari luar negri. Dari seluruh kapal di lepas pantai, baik dalam maupun luar negeri tampak jumlah pengawasan kapal terbesar di bulan april sebesar 17 kapal (13,08%), sedangkan jumlah terkecil di bulan Mei sebesar 5 kapal (6,15%).

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

41

5. Pengawasan Penerbitan Dokumen Kesehatan Yang dimaksud dengan dokumen kesehatan kapal adalah Deratting Exemption Certificate (DEC), Deratting Certificate (DC), Free Pratique, Port Health Certificate (PHC), serta Buku kesehatan kapal. DEC/DC adalah sertifikat yang diterbitkan atas dasar terbebasnya kapal dari tikus. Free Pratique adalah pemberian izin terhadap kapal yang akan masuk ke pelabuhan. Free Pratique diberikan kepada kapal yang berasal dari luar negeri, baik dari negara sehat maupun dari negara terjangkit. PHC adalah pemberian izin terhadap kapal yang akan keluar dari pelabuhan. PHC diberikan terhadap seluruh kapal, baik luar negeri maupun dalam negeri. Penerbitan Buku kesehatan diberikan kepada kapal-kapal berbendera Indonesia dan kapal-kapal yang berlayar antar pulau di Indonesia. Buku kesehatan ini bisa digunakan sebagai alat komunikasi antar Kantor Kesehatan Pelabuhan di seluruh Indonesia. PENGAWASAN PENERBITAN DOKUMEN KESEHATAN DI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS 1 TANJUNG PRIOK, TAHUN 2005

JUMLAH

2200 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0

JANUA FEBRU MARET APRIL RI ARI

MEI

JUNI

JULI

AGUST SEPTE OKTOB NOVEM DESEM US MBER ER BER BER

FREE PRATIQUE

341

346

357

365

389

356

458

381

344

365

418

378

PHC

1812

1736

2005

1734

1919

2040

1872

2086

1958

1798

963

1296

DEC

215

234

250

230

276

273

295

301

241

249

79

105

DC

12

15

24

20

18

24

10

20

18

24

6

16

Health Book

105

74

70

83

112

97

155

124

136

127

66

79

Sailing Permit

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

BULAN

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa fluktuasi terjadi disetiap penerbitan dokumen. Di bulan November hampir seluruh Penerbitan Dokumen Kesehatan mengalami penurunan, kecuali free pratique yang mengalami peningkatan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan adanya kebijakan pemerintah untuk menaikan Bahan Bakar minyak (BBM) per 1 oktober di tahun 2005. Kenaikan ini menimbulkan dampak terjadinya penurunan jumlah kapal

yang beroprasi, sehingga jumlah dokumentasi kapal yang diawasi juga mengalami penurunan. Sedangkan sebaliknya terjadi pada kapal asal luar negeri. Jumlah kapal yang beroprasi mengalami peningkatan di bulan November tahun 2005.

6. Surveilans Kedatangan Kapal dan Kapal Penumpang Pengamatan kesehatan kapal merupakan salah satu kegiatan kewaspadaan dini terhadap penyakit karantina dan penyakit potensial wabah yang menjadi perhatian dunia internasional. Pengawasan terhadap potensial wabah dilakukan secara terus-menerus oleh petugas Karantina & Surveilans epidemiologi terhadap kapal dari negara terjangkit penyakit-penyakit yang umum dijadikan objek pengamatan (penyakit pes, cholera, yellow fever, sars dan avian flu). Dengan melihat hasil pengamatan sepanjang tahun 2005, maka jumlah tertinggi adanya kapal dari daerah terjangkit terjadi dibulan april sebesar 29 kapal (11,84%) sedangkan terendah terjadi dibulan november sebesar 13 kapal (5,3%).Dari seluruh kedatangan kapal dari negara terjangkit, sebagian besar datang dari negara china, yang menurut World Health Organization (WHO) negara tersebut terjangkit penyakit cholera. Fluktuasi juga terjadi pada kedatangan jumlah ABK dari negara terjangkit. Yang tertinggi terjadi di bulan desember sebesar 637 (12,24%) dan yang terendah terjadi dibulan november sebesar 279 (5,36%). Berdasarkan Maritime Decleration of Health (MDH) yang disertakan oleh setiap kapal yang melakukan izin karantina, serta serangkaian pemeriksaan yang telah dilakukan oleh petugas bidang karantina dan surveilans epidemiologi; dinyatakan bahwa seluruh Anak Buah Kapal (ABK) dari negara terjangkit yang tiba di pelabuhan tanjung priok dalam keadaan sehat. Tidak ditemukan adanya suspect atau carier penyakit karantina di tubuh mereka. Untuk kedatangan kapal dari pelabuhanpelabuhan dalam negeri terjadi penurunan jumlah kapal yang cukup signifikan di bulan

42

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

November, kenaikan BBM per 1 oktober tahun 2005 disinyalir mempunyai imbas yang tidak langsung terhadap jumlah penumpang yang datang ataupun keluar dari pelabuhan Tanjung Priok. PENGAWASAN KEDATANGAN KAPAL DALAM NEGERI (IC) PENUMPANG & ABK DI KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS 1 TANJUNG PRIOK TAHUN 2005

40000 35000 30000 JUMLAH

25000 20000 15000 10000 5000 0 JANUARI FEBRUARI MARET

SEPTEMBE NOVEMBE DESEMBE OKTOBER R R R

APRIL

MEI

JUNI

JULI

AGUSTUS

P.Turun

28986

22891

9970

29091

18713

15443

36713

19796

20185

23663

23043

P. Naik

7194

7575

2616

7194

5528

5842

8571

6199

4343

11816

3662

6290

P. Lanjut

14606

16663

8516

14733

11540

14868

30058

14856

16923

18798

18649

17395

ABK

17698

17877

18210

17903

17867

16927

20069

18926

18970

19816

14803

19766

11775

BULAN

Jumlah kedatangan penumpang (penumpang turun, penumpang lanjut, penumpang naik) dan ABK dari pelabuhanpelabuhan dalam negeri cukup bervariasi. Dapat dilihat puncak kedatangan dan puncak keberangkatan penumpang di tahun 2005 terjadi di bulan Juli, Jumlah ini dapat disebabkan karena pada bulan juli bertepatan dengan waktu liburan sekolah, sehingga banyak keluarga yang melakukan perjalanan lintas pulau dengan menggunakan transportasi laut. Untuk penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah, kegiatan investigasi wabah oleh bidang karantina dan surveilans epidemiologi tidak dilakukan, mengingat disepanjang tahun 2005 tidak ada kejadian KLB diwilayah pelabuhan Tanjung priok. (SH. Siregar, SKM)

POJOK SAJAK Bunga di Mata – KU Jam digit menunjuk pukul 20.30 namun rasa kantuk tidak pernah tiba jenggot pun telah tercukur habis bahkan elusan tangan di dagu kian melemah kosong, rasa telah tiada dan logika telah sirna aku terlelap oleh angan – angan tiba – tiba mataku terbelalak yang kulihat pertama sekali, paling pertama sekali adalah sehelai daun kering yang terlihat di depan mataku kuraih daun itu aku masih memiliki daun ini kudekap dalam – dalam tidak lama kemudian, daun itu hancur berantakan aku mulai berjalan perlahan dan sedikit lemah aku memandang ke bawah yang kulihat pertama sekali, paling pertama sekali adalah bunga di semak belukar tersenyum melihat tingkahku aku terpaku, aku sadar, aku masih punya bunga bunga yang pernah kulihat di Milikapiti, di berlin, di amsterdam, dan di ujung pulau timor (@ RBA) Luka Yang INDAH Waktu kecil aku menyukai sebuah gitar Karna ia mengeluarkan suara yang tenang & indah, menyejukan hati.. Lalu aku belajar memainkannya Namun, senarnya membuat tanganku terluka.. Kemudian aku terus saja bermain dengannya, hingga bertambah luka dan kapalan… Aku tidak peduli.. Yang ku tahu ketenangan & keindahannya membuatku terkagum dan melupakan luka yang dibuat olehnya Sampai kini ku terus mencoba bermain dengannnya Meski itu membuat tanganku terus menerus terluka… @LS

PENGAMBILAN SAMPEL AIR PANTAI DI TG. PRIOK

43

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

INFORMASI BIDANG UPAYA KESEHATAN PELABUHAN (UKP)

PENGAMANAN & TINDAKAN KESEHATAN SITUASI KHUSUS TAHUN 2005 70000

PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK

60000 50000 40000

1.

Pelayanan Kesehatan Penumpang, ABK Dan Masyarakat Pelabuhan Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh KKP Kelas I Tanjung Priok adalah pelayanan kesehatan terbatas yang mencakup perimeter area dan Wilayah Kerja. Pelayanan kesehatan yang dilakukan selama tahun 2005 terhadap penderita penyakit tidak menular rata-rata perbulan mencapai 3030 penderita dan terhadap penderita penyakit tidak menular sebesar 256 penderita atau sekitar 8,4% dari penderita penyakit tidak menular.

PELAYANAN KESEHATAN KKP KELAS I TANJUNG PRIOK TAHUN 2005 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 ri Janua Pebruari

Maret

April

peny.menular

Mei

Juni

Juli

s ber Agustu September Okto NopemberDesember

peny. Takmenular

penumpang sakit

30000 20000 10000 0 t ri janu a pebruari mare

april

mei

juni

juli

er us r mber agust ptember okto b nopembede se se

3. Pelayanan Vaksinasi Pelayanan Vaksinasi ditujukan kepada masyarakat pelabuhan, ABK, penumpang kapal dan penjamah makanan yang membutuhkan. Adapun pelayanan vaksinasi yang diberikan adalah Yellow Fever, Typhoid, Cholera dan Meningitis. Tahun 2005 KKP Kelas I Tanjung Priok memberikan pelayanan vaksin yellow fever kepada 1956 orang atau 21,8 %, typhoid 5126 orang atau 57,2 %, Cholera 1876 orang atau 20,9 % dan meningitis sebanyak 9 orang atau 0,1 %. PELAYANAN VAKSINASI TAHUN 2005 700 600 500 400

2. Pengamanan Dan Tindakan Kesehatan Pada Situasi Khusus Pengamanan kesehatan pada situasi khusus dilaksanakan pada hari besar (hari raya dan tahun baru) dan hari libur. Dalam tahun 2005 kegiatan ini di perluas dengan penanganan TKI illegal dari Negara Malaysia yang transit di Pelabuhan Tanjung Priok. Dari 69512 orang yang transit di Pelabuhan Tanjung Priok + 2,1 % mengalami sakit dan + 1,4 % dirujuk.

300 200 100 0 ari a ri janu pebru

t mare

yellow fever

april

mei

juni

typhoid

juli

us r mbe septe

agust

cholera

ber okto

r r mbe sembe no pe de

meningitis

4. Promosi Kesehatan Promosi kesehatan dilakukan untuk menyebarluaskan informasi kesehatan dan pelayanan kesehatan yang ada di KKP Kelas I Tanjung priok. Selain itu dengan adanya promosi kesehatan ini diharapkan masyarakat pelabuhan dan sekitarnya mengerti dan memahami bagaimana melakukan pencegahan dan pertolongan pertama jika terjadi kasus kesakitan, baik yang disebabkan oleh kecelakaan akibat

44

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

kerja, akibat hubungan kerja maupun wabah penyakit. Promosi kesehatan yang dilakukan oleh KKP Kelas I Tanjung Priok tahun 2005 meliputi : A. Promosi Kesehatan Kerja Tahun 2005 Promosi kesehatan kerja dilakukan di 2 lokasi yaitu di Wilayah Kerja Muara Baru dan Wilayah Kerja Marunda. Kegiatan berupa Penyuluhan (dengan sasaran Perusahaan swasta, masyarakat sekitar pelabuhan, rumah makan dan instansi terkait), pembagian kaos (diberikan kepada petugas – petugas yang berkecimpung dalam kesehatan kerja) dan pemasangan spanduk kesehatan kerja. B. Promosi Kesehatan Matra dan Lintas Batas Tahun 2005 Promosi kesehatan matra dan lintas batas di 4 lokasi yaitu Wilayah Kerja Muara Angke, Muara Baru, Sunda Kelapa dan Marunda. Kegiatannya meliputi Screening Kesehatan, Penyuluhan. 5. Pengujian Kesehatan Pengujian kesehatan yang dilakukan KKP Kelas I Tanjung Priok tahun 2005 dilaksanakan dengan pihak ke tiga untuk pengujian yang sifatnya lebih khusus.Tahun 2005 pengujian kesehatan dilakukan terhadap 4 orang pelaut, 136 penjamah makanan, 108 masyarakat umum dan 5 orang pekerja lepas pantai (off Shore).

PEMERIKSAAN ABK/PENGAWASAN OBAT P3K KAPAL –TAHUN 2005 160 140 120 100 80 60 40 20 0 januari

ri pebrua

Asing

maret

april

Asing lengkap

mei

juni

asing tak lengkap

juli

s agustu september

RI

r oktobe nopember desember

RI lengkap

RI tak lengkap

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan 100 % kapal asing menyediakan obat P3K kapal dengan lengkap sedang untuk kapal RI dari 1467 kapal yang diperiksa 17,1 % kapal dengan obat P3K tidak lengkap. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran masyarakat kita khususnya pelaut tentang pentingnya obat P3K kapal saat berlayar masih minim. (A. Rizal, SKM, MEpid) PELATIHAN KESEHATAN KERJA 22 S/D 24 MARET 2006

PENGUJIAN KESEHATAN (KEURING) TAHUN 2005 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 i januar pe brua ri

Pelaut

maret

ap ril

mei

juni

penjamah makanan

juli

s ber r ag ustu september okto nopembe desember

umum

off shore

6. Pemeriksaan ABK / Pengawasan Obat P3k Kapal Pemeriksaan ABK/pengawasan obat P3K Kapal ditujukan untuk semua kapal baik 46ocal (RI) maupun international (asing).

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

45

INFORMASI BIDANG PENGENDALIAN RESIKO LINGKUNGAN PADA KANTOR KESEHATAN PELABUHAN KELAS I TANJUNG PRIOK Memakai kurva regresi, index pinjal (Flea Index) pada tahun 2005 menurut bulan di Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan kecenderungan menurun walaupun penurunannya tidak bermakna (P = 0.885), lihat gambar berikut ini :

KECENDERUNGAN INDEX PINJAL (FLEA INDEX) PADA KKP KELAS I TANJUNG PRIOK TAHUN 2005

Memakai kurva regresi, kecenderungan House iIdex (Index jentik Aedes) pada tahun 2001 – 2005 menunjukkan penurunan yang bermakna (P = 0.05), lihat gambar berikut ini :

KECENDERUNGAN HOUSE INDEX HASIL SURVEI TK KEPADATAN JENTIK PADA KKP KELAS I TANJUNG PRIOK TAHUN 2001 - 2005 HINDEX 2.0

1.5

1.0

.5

FLEAINDX

Observed

.6

0.0

Linear

1990

2000

2010

2020

.5

TAHUN

P = 0,05

.4

95% Confidence interval : 681.890 – -0,3400

.3 Observed .2

Linear 0

2

4

6

8

10

12

14

BULAN

p = 0,885

95% Confidence interval : 0,3521 – -0,0012

Sedangkan index pinjal (Flea Index) pada tahun 2001 – 2005 di Pelabuhan Tanjung Priok menunjukkan kecenderungan menurun secara signifikan (memakai kurva regresi, P = 0.006), lihat gambar berikut :

KECENDERUNGAN INDEX PINJAL (FLEA INDEX) PADA KKP KELAS I TANJUNG PRIOK TAHUN 2001 – 2005 FLEAINDX 1.0 .9 .8 .7 .6 .5 .4

Observed

.3

Linear

1990

2000

2010

2020

P

TAHUN

= 0,006

95%

Confidence interval : 323.153 – -0,1610

Pemberantasan nyamuk (melalui fogging) Kegiatan pemberantasan nyamuk memakai cara pengasapan atau fogging dilaksanakan pada bulan Juli dan Oktober 2005, dengan obyek seluas 100 Ha, yakni daerah perimeter 66,5 HA dan daerah buffer 33,5 Ha. Gambar berikut, menunjukkan bahwa setelah diadakan fogging atau pengasapan ternyata House Index menurun yang selanjutnya meningkat lagi.

HUBUNGAN HOUSE INDEX DGN KEGIATAN FOGGING PADA KKP KELAS I TANJUNG PRIOK TAHUN 2005

Identifikasi sumber pencemar Identifikasi sumber pencemar ini dilakukan dengan cara pengambilan dan pemeriksaan sampel air permukaan / pantai di kolam Pelabuhan Tanjung Priok. Jumlah sampel air pantai sebanyak 10 sampel, dengan parameter pemeriksaan BOD, COD, DO, zat padat terlarut serta minyak dan lemak. Hasil identifikasi tersebut, dipresentasikan terhadap seluruh stakeholder pelabuhan atas undangan dan permintaan Administrator Pelabuhan Tanjung Priok. Setelah menyimak presentasi tersebut, seluruh stakeholder memberikan dukungan positif dan membuahkan rekomendasi rapat : “Agar segera dibentuk Tim Pemantau Lingkungan” yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah lingkungan di pelabuhan Tanjung Priok. Langkah awal yang telah diambil yakni telah terbentuknya Tim yang ditandatangani oleh Administrator Pelabuhan Tanjung Priok, dengan harapan agar Tim dapat segera bekerja. Kajian terhadap sumber pencemar secara detail merupakan langkah berikut untuk mencari pilihan tindakan untuk mengantisipasi dampak negatif akibat sumber pencemar tersebut. Dibawah ini disajikan data hasil pemeriksaan sampel air pantai.

0.8 0.62

House Index

0.6

0.50

0.40 0.43

0.4

0.33 0.20 0.25 0 0 0 0

0.2 0 1

2

3

5

0.50

0.33

0

4

0.60

0.50

0 6

0 7

0.25 0

0 8

9

0

0

0

10

11

12

Bulan Perimeter

Buffer

Fogging

46

Pemberantasan jentik (melalui abatisasi) Kegiatan pemberantasan jentik pada tahun 2005, juga memakai cara abatisasi dilakukan setiap bulan pada saat pelaksanaan pengukuran House Index menghabiskan insektisida sejumlah 55,08 Kg. Interval jumlah insektisida yang terpakai setiap bulannya berkisar antara 2,9 – 6,7 Kg.

Pemberantasan nyamuk (melalui PSN) Kegiatan pemberantasan nyamuk melalui PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dilaksanakan oleh para pengelola bangunan melalui pembinaan yang dilakukan oleh petugas pelaksana lapangan. Secara praktis, luas wilayah yang dilaksanakan PSN pada tahun 2005 seluas 174 Ha yang terinci atas daerah perimeter 128,95 Ha dan daerah buffer 45,05 Ha.

HASIL PEMERIKSAAN SAMPEL AIR PERMUKAAN / AIR PANTAI PADA KKP KELAS I TANJUNG PRIOK – TAHUN 2005

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BOD

COD

DO >4 0.1

Zat Padat Terlarut ( < 80 ) 520

Minyak & Lemak (<5) 0.374

( < 45 ) 24.05

( < 80 ) 74

14.05

74

0.7

662

0.377

10.55 12.55 13.55 9.55 14.05 12.55 10.55

68 74 74 62.16 74 44.4 68.08

4.2 2.7 2.8 4.5 1.7 3.3 4.2

654 630 738 616 594 748 618

0.141 0.771 0.199 0.47 0.521 0.808 0.448

Lokasi Pelabuhan Nusantara Pelabuhan Perahu Kade 100 Kade 103 Kade 105 Kade 200 Kade 113 Kade 203 Kade 300

10

Kade 305

9.55

68.08

4.7

664

0.69

Untuk melaksanakan tugas tersebut secara lebih profesional, sudahkah KKP Kelas I Tanjung Priok memiliki peralatan laboratorium lapangan yang canggih untuk mengidentifikasi sumber – sumber pencemar secara cepat dan akurat? (RBA. Widjonarko,SKM,MKes)

47

DISKUSI TENTANG MERCURY Oleh : Sugeng Retyono, SKM

Mendengar kata “mercury” tanpa didahului oleh kalimat penjelasan, kita akan bertanya – tanya nama makanan apakah itu? Atau nama salah satu bintang dilangit sedang disebut – sebut atau jenis lampu jalanan yang akan dipasang saat malam tahun baru, bahkan nama gadis cantik yang manakah yang disebutkan itu? Bukan ! Bukan nama makanan, bukan nama bintang, bukan jenis lampu jalanan dan bukan nama seorang gadis cantik namun nama jenis logam berat yang lazim disebut ”air raksa”, dengan rumus kimianya Hg yang dapat membuat otak menjadi rusak. Penulisan persoalan ini diambil dari berbagai sumber informasi dan berbagai pustaka. Tahun lalu kita mendengar tentang issue Teluk Buyat yang menghebohkan dan sekaligus membuat merinding . . . . . pencemaran mercury !!! Benarkah ? Tidak perlu kita perbincangkan disini, toh . . . sudah ada institusi yang berwenang menyelesaikannya. Terpampang wajah – wajah kasus kesakitan akibat dampak pencemaran pada media masa Koran ataupun televisi, tampak sangat mengenaskan. Mendengar kasus pencemaran mercury saja kita sudah merinding oleh kasus dahulu kala di teluk Minamata – Jepang, yang terkenal dengan nama “Minamata Disease”, apalagi melihat wajah – wajah yang terpampang pada media massa. Yang jelas bahwa kasus Teluk Buyat mempunyai dua persoalan utama, yaitu pencemaran lingkungan disekitar pertambangan dan gangguan kesehatan penduduk disekitarnya. Berkaitan dengan kasus tersebut, patut disayangkan karena opini publik hanya terarah pada mercurynya saja padahal masih banyak senyawa – senyawa lain yang sama bahayanya terhadap tubuh manusia. Masalah mercury di Teluk Buyat saat ini telah menjadi public concern bahka bisa

menjadi obyek bisnis perorangan. Keluhan masyarakat tentang adanya pencemaran lingkungan tidak cukup hanya dijawab dengan penyampaian hasil pengukuran yang menunjukkan bahwa semua parameter pada media yang dicurigai masih dalam batas yang diperkenankan. Terlepas dari benar atau tidaknya persepsi masyarakat, namun kita harus mempertimbangkan besarnya resiko kesakitan penduduk akibat lamanya keterpaparan bahan pencemar tersebut. Bisa saja keadaan belum tercemar saat ini sebenarnya sudah tercemar karena baku mutu yang ditetapkan terlalu tinggi atau sangat longgar sehingga kurang sensitif. Nah . . . apakah baku mutu tersebut sudah dihitung berdasarkan toksisitas dan antropometri yang benar ? Merupakan estimasi minimal risk berdasarkan pengamatan efek pada manusia sesuai referensi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2001 tentang Bahan – bahan berbahaya dan dampaknya terhadap kesehatan manusia adalah sebesar 0,000032 ppm. Namun yang perlu kita ketahui yakni baku mutu yang ditetapkan oleh institusi yang berwenang dimaksudkan untuk mencegah dampak negative bahan pencemar terhadap manusia dan lingkungan. Baku mutu air minum ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 907 / MENKES / SK / VII / 2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang persyaratan kualitas air minum. Dalam ketentuan tersebut, mercury merupakan salah satu parameter bahan anorganik dalam air minum yang harus diperiksa dan kadar maksimum yang diperbolehkan sebesar 0,001 miligram per liter. Untuk menentukan baku mutu air minum

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

48

Perlu mempertimbangkan contribute variable resiko efek masuknya mercury ke dalam tubuh manusia. Contribute variable tersebut, antara lain adalah berat badan, laju inhalasi, konsumsi air minum, konsumsi berbagai jenis makanan dan pola aktivitas yang mengakibatkan variasi waktu, frekuensi dan durasi pajanan untuk berbagai kelompok umur serta nilai, norma dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Nah, . . . sudahkah sampai sedalam itu ? Keterpaparan dalam jangka panjang oleh mercury dapat mengakibatkan kelainan permanen pada otak, ginjal dan pertumbuhan janin. Cara masuknya mercury melalui pencernaan lebih berbahaya dibandingkan melalui inhalasi, terutama pada ibu hamil karena akan mengakibatkan kelainan pada pertumbuhan janin. Oleh karena itu, kita harus hati – hati terhadap makanan yang kita makan, terutama ikan yang telah terkontaminasi oleh mercury karena methylmercury dapat dibentuk oleh ikan. Mercury di alam Mercury dengan rumus kimia Hg yang lazim disebut air raksa ini dapat berada di lingkungan, baik di air, di tanah maupun di udara. Mercury dapat berada di lingkungan dalam waktu lama dan dapat berubah dari bentuk organik menjadi bentuk inorganik atau sebaliknya. Secara perlahan – lahan mercury dalam tanah atau air dapat berubah oleh reaksi bahan bahan yang diproduksi mocroorganisme dan berbagai reaksi kimia lainnya. Mercury banyak ditemukan di sekitar daerah pertambangan yang pengolahan bahan buangannya tidak sempurna. Sedangkan Mercury di udara, banyak ditemukan di sekitar daerah penambangan atau penyulingan mercury dalam bentuk anorganik Cara masuk mercury dalam tubuh manusia Mercury mudah masuk ke tubuh melalui inhalasi uapnya atau termakan melalui ikan yang tercemar mercury dalam bentuk anorganik atau makanan dan minuman lain yang terkontaminasi oleh mercury. Mercury dalam berbagai bentuk juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kulit. Setelah mercury masuk ke

dalam tubuh manusia, mercury dapat tersimpan sampai beberapa bulan dan akan mempengaruhi organ tubuh manusia, sebelum dikeluarkan melalui kencing atau tinja. Dampak mercury terhadap kesehatan manusia Inhalasi akut mercury yang tinggi menyebabkan ginjal terganggu, mulai dari proteinuria ringan sampai gagal ginjal. Gangguan pernafasan seperti nyeri dada, dispnea, batuk, penurunan fungsi paru dan pneumonitis interstisial juga tercatat sebagai efek akut logam mercury yang terhirup. Efek akut oral senyawaan mercury anorganik juga cukup beragam, mulai dari mulut terasa berlogam, mual, muntah, sampai nyeri perut yang parah Efek kronik mercury yakni eretisma, iritabilitas, rasa malu berlebihan, insomnia, air liur berlebihan, gingivitis dan tremor, kanker termasuk kerusakan ginjal yang berkembang menjadi proteinuria. Pada anak-anak, efek kronik logam mercury yang paling terkenal adalah akrodinia, dengan karakteristik yang khas berupa kejang tungkai yang parah, iritabilitas, kulit mengering, jemari merah muda , nyeri kulit tangan dan kaki serta hidung terkelupas. Menurut referensi yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2001 tentang Bahan – bahan berbahaya dan dampaknya terhadap kesehatan manusia, maka dampak mercury dalam tubuh manusia adalah sebagai berikut : 1. Efek mercury pada manusia sebagai akibat inhalasi Metalik mercury - Kadar mercury di udara 0,13 ppm dengan pemajanan Selma 3 jam dapat menimbulkan efek Nyeri dada; napas pendek; batuk - Kadar mercury di udara 5,4 ppm dengan pemajanan Selma 8 jam dapat menimbulkan efek Iritabel yang persisten; kurang berambisi; nafsu seks menurun - Kadar mercury di udara 0,0032 ppm dengan pemajanan Selma 15 jam dapat menimbulkan efek shakiness 49

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

2. Efek pada manusia sebagai akibat inhalasi organik mercury Pemajanan jangka pendek dan jangka panjang atau lebih dan kurang dari 14 hari, efek yang ditimbulkan masih belum bisa diketahui sampai dengan saat ini. 3. Efek pada manusia sebagai akibat makan atau minum Inorganik mercury Pemajanan jangka pendek dan jangka panjang atau lebih dan kurang dari 14 hari, efek yang ditimbulkan juga masih belum bisa diketahui sampai dengan saat ini. 4. Efek pada manusia sebagai akibat makan atau minum organik mercury Demikian juga pemajanan jangka pendek dan jangka panjang atau lebih dan kurang dari 14 hari, efek yang ditimbulkan juga masih belum bisa diketahui sampai dengan saat ini Hubungan pajanan zat toksik atau bahan berbahaya dengan gangguan kesehatan tidaklah mudah dan sederhana karena toksisitas bukanlah besaran fisis seperti titik didih yang nilainya tetap di mana pun, kapan pun dan sebanyak apa pun jumlahnya. Toksisitas bahan berbahaya, termasuk mercury bergantung pada dosis, lama pajanan dan sensitivitas reseptor sasaran. Kajian toksisitas yang dipakai selama ini, sebagian besar berasal dari uji hayati, di samping dari studi-studi klinis, epidemiologis dan dalam jumlah yang terbatas. Secara praktis, kasus pencemaran mercury di teluk buyat baru mencuat dipermukaan pada tahun lalu dan kemunculannya dikuti oleh berita jatuhnya banyak kurban pencemaran mercury yang mengenaskan. Kenapa baru teridentifikasi??? Padahal pelayanan kesehatan setempat sudah ada. Apakah mereka tidak dapat mendiagnosa kesakitan yang terjadi pada masyarakat di sekitarnya? Ataukah mereka sudah tahu dan melaporkan kasus kesakitan akibat pencemaran mercury namun tidak pernah mendapat tanggapan dari institusi diatasnya? Sejauh manakah pelaksanaan surveylens faktor resiko kesakitan di daerah? Di lain sisi, lembaga – lembaga atau badan – badan atau institusi yang memiliki tugas dan fungsi pengendalian lingkungan sudah semakin banyak. Sejauh manakah kinerja

mereka? Yang jelas, apabila timbul kasus kesakitan penduduk akibat pencemaran lingkungan, terutama pastilah telah terjadi pemajanan bahan pencemar dalam waktu yang lama. Apabila telah terdeteksi bahwa terjadi pencemaran mercury dari pertambangan emas yang mengakibatkan timbulnya kesakitan pada penduduk, pastilah ada bahan – bahan pencemar lain yang memiliki efek negatif terhadap kesehatan manusia. Oleh karena itu diharapkan berbagai institusi yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam pengendalian lingkungan tergugah untuk lebih peka dengan masalah ini sebagai langkah dini dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya akibat buruk yang dapat menimpa masyarakat. Diskusi Akumulasi mercury di dalam spesimen biologis seperti tulang, rambut, kuku, air seni dan darah, dapat dipakai sebagai justifikasi untuk menyatakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pajanan mercury. Namun pemeriksaan terhadap specimen tersebut masih terlalu dangkal dan hanya mengkaji pada permukaannya saja untuk menyatakan adanya gangguan kesehatan oleh lingkungan atau oleh air yang kita minum. Mari kita rinci efek mercury dalam tubuh manusia yang sangat mengerikan ini : • Efek akut mercury : - Ginjal terganggu, mulai dari proteinuria ringan sampai gagal ginjal. - Gangguan pernafasan seperti nyeri dada, dispnea, batuk, penurunan fungsi paru dan pneumonitis interstisial juga tercatat sebagai efek akut logam mercury yang terhirup. - Gangguan saluran pencernaan, mulai dari mulut terasa berlogam, mual, muntah, sampai nyeri perut yang parah • Efek kronik mercury, yakni eretisma, iritabilitas, rasa malu berlebihan, insomnia, air liur berlebihan, gingivitis, dan tremor, kanker termasuk kerusakan ginjal yang berkembang menjadi proteinuria. Pada anak-anak, efek kronik

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

50

logam mercury yang paling terkenal adalah akrodinia, dengan karakteristik yang khas berupa kejang tungkai yang parah, iritabilitas, kulit mengering, jemari merah muda , nyeri kulit tangan dan kaki serta hidung terkelupas. Nah, . . . . mengerikan, bukan?! Sebagai bangsa besar yang terdiri dari banyak suku dengan budaya yang sangat beragam, setiap suku bangsa di tanah air mempunyai karakteristik yang khas. Oleh karena itu, penyusunan baku mutu mercury dalam air minum ataupun standar media yang lain perlu mempertimbangkan antropometri lokal ataupun yang bersifat nasional. Disamping itu, contribute variable yang tidak kalah pentingnya adalah berat badan, laju inhalasi, konsumsi air minum, konsumsi berbagai jenis makanan dan pola aktivitas yang mengakibatkan variasi waktu, frekuensi dan durasi pajanan untuk berbagai kelompok umur serta nilai, norma dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat kita. Kita tidak boleh mengabaikan keluhan masyarakat karena mereka yang justru secara fisual mengetahui kondisi lingkungannya dan sekaligus merasakan dampak negative sebagai akibat terjadinya pencemaran bahan berbahaya, khususnya mercury yang sedang kita bahas ini. Keluhan masyarakat tentang adanya pencemaran lingkungan tidak cukup hanya dijawab dengan penyampaian hasil pengukuran yang menunjukkan bahwa semua parameter pada media yang dicurigai masih dalam batas yang diperkenankan. Terlepas dari benar atau tidaknya persepsi masyarakat, namun kita harus mempertimbangkan besarnya resiko kesakitan penduduk akibat lamanya keterpaparan bahan pencemar tersebut. Persoalan lain yang perlu memperoleh perhatian yakni kemampuan analisis laboratorium yang tersedia sehingga kualitas air minum di lapangan bisa dimonitor. Sektor kesehatan harus melakukan surveilans, khususnya untuk parameter-paramater kualitas air ataupun lingkungan. Dengan demikian, kasus – kasus gangguan kesehatan yang berindikasi bahan berbahaya terutama mercury dapat

diketahui lebih awal. Selanjutnya deteksi dini terhadap adanya pencemaran di lapangan harus tersedia walau peralatan tersebut bersifat sederhana yang hanya mampu mendeteksi secara kualitatif. Daftar pustaka

1. 2. 3. 4.

5.

Undang – Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor. 100, Tambahan Lembaran Tahun 1992 Nomor : 3495) Undang – Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 tanggal 27 Februari 1999 tentang Pengendalian pencemaran dan / atau perusakan laut. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 907 / MENKES / SK / VII / 2002 tanggal 29 Juli 2002 tentang persyaratan kualitas air minum, Jakarta, 2002

6.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor : KEP – 51 / MENLH / 10 / 1995 tanggal 23 Oktober 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri 7. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor : KEP-42/MenLH/11/1994, tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan 8. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor : KEP-54/MenLH/11/1995, tentang Pembentukan Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan terpadu/Multisektor dan Regonal. 9. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor : KEP-57/MenLH/12/1995, tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Usaha dan Kegiatan Terpadu Multisektor 10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Kerjasama WHO – Direktorat Jenderal PPM & PL, “Materi teknis langkah – langkah operasional analisis dampak kesehatan lingkungan”, Jakarta, 2001 11. Direktorat Jenderal PPM & PL, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, : Analisis risiko kuantitatif”, Jakarta, 1997

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

51

Bulletin Info Kesehatan Pelabuhan – EDISI 1 TAHUN 2006

Related Documents


More Documents from "Hilmi Setiawan"