REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kebutuhan dasar makhluk hidup di dunia ini termasuk manusia yang paling utama adalah makan dan minum. Pada mulanya makanan yang dikonsumsi oleh manusia adalah hewan dan buah-buahan. Hewan sebagai sumber protein didapat dengan cara berburu yang merupakan peradaban tertua manusia, baik yang ada di hutan maupun di sungai. Sedang buah-buahan didapat dari pepohonan hutan yang tumbuh secara liar. Dengan bertambahnya manusia dan makhluk lain baik dari segi jumlah maupun
pola pikirnya
di muka bumi ini, maka berdampak pada kebutuhan
makan dan minum serta lahan untuk pemukiman yang meningkat tajam. Hal ini berakibat
merusak
habitat
hewan
dan
tumbuhan
yang
ada,
sehingga
menyebabkan jumlah buruan makin sedikit, jumlah tanaman makin sedikit pula. Dampak dari hal tersebut adalah kebutuhan hidup manusia makin lama makin berkurang dan tidak tercukupi. Sehingga timbul usaha-usaha untuk melakukan kegiatan guna mencukupi kebutuhan hidup manusia tersebut. Usaha ini antara lain dengan memelihara dan membudidayakan hewan yang disebut dengan peternakan atau perikanan. Untuk mencukupi kebutuhan buah-buahan, pertama kali adalah mengumpulkan tanaman yang tersebar, kemudian dipelihara dan dibudidayakan yang sekarang disebut dengan pertanian. Pertanian tersebut berarti penggarapan dan penanaman baik itu yang berada di sawah, ladang maupun hutan. Yang dulunya disebut dengan perusahaan tanah (Bodem Cultur) Perusahaan tanah ini akan berkembang bersama teknik dan sistem pertanian. Kemajuan perusahaan tanah berkembang cepat seiring dengan kemajuan teknik peralatan, bangunan dsb. Salamun , IR. MT
1
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kesimpulannya bidang teknik sipil akan bekerja erat dengan perusahaan tanah. Sampai saat ini Penduduk Indonesia per kapita membutuhkan beras sekitar 140 Kg pertahun. Sehingga jumlah beras yang dibutuhkan seluruh penduduk Indonesia bisa dihitung demikian besar. Pertanian Pertanian sangat membutuhkan air, karena air merupakan mineral yang sangat penting untuk memberi makanan cair bagi tanaman, air ini mengisi ruang-ruang dalam tanaman, karena air yang berada dalam tanaman (baik akar, batang tubuh dan daun serta buahnya) berkisar antara 75 % sampai dengan 95%. Jadi ahli irigasi akan memperhatikan dalam bidang pengairan yang dibutuhkan guna pertanian. 1.1. Arti irigasi. Arti irigasi pada umumnya adalah usaha mendatangkan air dengan membuat bangunan dan saluran yang berguna untuk mengalirkan air untuk keperluan pertanian, membagi air ke sawah atau ladang dengan cara yang teratur dan membuang air yang tidak diperlukan lagi setelah air itu dipergunakan. Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk tanaman. Jadi irigasi merupakan faktor yang amat penting untuk pertanian. Irigasi telah dikenal dari jaman dulu. Catatan sejarah yang ditemukan, bahwa pada tahun 4000 sebelum Masehi telah ada bangunan dan saluran pengairan yang lengkap. Misalnya di Mesopotamia, Mesir, Tiongkok dll. Kontribusi irigasi terhadap negara Irigasi sangat mempengaruhi kemakmuran suatu negara dan rakyatnya misalnya: - Mesopotamia Terutama di Babilonia dan Niniveh antara sungai Euphrat dan Tigris. Sejak 30 sampai dengan 40 abad sebelum Masehi mempunyai irigasi yang lengkap dan terkenal kemakmurannya. Salamun , IR. MT
2
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
- Mesir Irigasi
dimulai
sejak
20
@ 30
abad
sebelum
Masehi.
Dengan
memanfaatkan sungai Nil, tanah disekitar sungai Nil menjadi subur. Waktu itu Mesir dikenal sebagai gudang makanan Irigasi di kedua negara tersebut sekarang telah rusak akibat pemeliharaan kurang
memadai,
sehingga
tingkat
kesuburan
tanah
menurun,
kemakmuranpun menurun. Irigasi di Indonesia Di Indonesia, irigasi telah ada sejak beberapa abad yang lalu sebelum peradaban Hindu datang. Secara garis besar sejarah irigasi di Indonesia dimulai sejak jaman Hindu. Jaman Hindu Raja-raja Hindu mendorong-memaksa rakyat untuk membuat bangunan irigasi yang besar-besar guna pertanian. Dengan runtuhnya kerajaan Hindu dan datangnya bangsa Eropa timbul perang sehingga irigasi tidak terpelihara atau terabaikan. Pendudukan Belanda. Sampai abad 19 pertengahan, irigasi tidak mendapat perhatian, baru setelah adanya kerja Rodi th 1830 dengan peraturan HERENDIENST (tak dibayar) irigasi mulai diperhatikan. Tahun 1854 dibentuk departemen BOW ( Bevloeiings Overziht en
Wayerkerings Werken) yang kemudian menjadi bagian Pengairan dan Assaineering. Setelah itu baru dibuat beberapa pekerjaan irigasi
Salamun , IR. MT
3
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Irigasi pada tahun 1984 mencapai hasil yang baik karena pada saat itu hasil dari proyek irigasi khususnya beras dapat mencukupi kebutuhan bangsa atau Indonesia mencapai Swasembada Pangan. Namun demikian karena beras sekarang menjadi makanan pokok bangsa dan pertumbuhan penduduk yang rata-rata 2,00% pertahun dan kurang terimbangi dengan pertumbuhan tanaman padi yang hanya 1,50% pertahun maka kondisi ini tidak bertahan lama sehingga Indonesia mengimport beras lagi. Namun demikian sejak tahun 2009 Indonesia sudah mengexport beras lagi. Hal ini sebenarnya dikarenakan negara kita adalah negara agraris seharusnya telah dapat memenuhi kebutuhan pangan, bangsa sendiri. 1.2. Maksud dan tujuan irigasi. Mencukupi kebutuhan air guna kebutuhan pertanian. Sedang tujuan irigasi tergantung dari untuk apa irigasi itu diperlukan. Maksud irigasi dapat dikelompokan menjadi 7 sasaran yang utama al: I.
Membasahi tanah 1. Merabuk tanah 2. Mengatur suhu 3. Menghindarkan gangguan dalam tanah 4. Kolmatase 5. Membersihkan air dari kotoran 6. Mempertinggi air tanah
Membasahi Tanah Membasahi tanah adalah memberi air pada waktu tidakada/kurang hujan supaya tanaman tetap mendapat air yang dibutuhkan. Pada musim penghujan seringkali diselingi beberapa pekan tidak hujan, sedangkan tanaman jika dua pekan atau lebih tidak mendapat air bisa rusak bahkan mati. Merabuk Merabuk disini adalah mengalirkan air yang mengandung zat-zat dan lumpur yang baik untuk tanaman
Salamun , IR. MT
4
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Mengatur suhu Tanaman tidak tumbuh pada suhu yang terlalu panas atau dingin. Orang kalau menyiram tanaman bukan diwaktu siang hari (udara terlalu panas). Biasanya dilakukan pada sore atau pagi hari, hal ini bertujuan agar perubahan suhu tidak terlalu drastis yang dapat membuat tanaman layu.
Menghindarkan gangguan dalam tanah. Maksud dari menghindarkan gangguan dalam tanah diatas al : -
Membasmi hama yang ada di dalam tanah, misalnya tikus, ulat dsb. Pada musim hama tikus, semua areal sawah digenangi. Tikus-tikus akan mencari tempat yang tidak tergenang yang biasanya adalah pematang sawah. Baru kemudian diadakan pembasmian hama tikus tersebut.
-
Menghilangkan zat-zat yang mengganggu dalam tanah. Sawah tepi pantai sebelum ditanami perlu digenangi beberapa saat kemudian airnya dibuang. Hal ini untuk mengurangi kadar garam yang terkandung didalam tanah.
Kolmatase Kolmatase adalah mengalirkan air yang mengandung lumpur ke areal yang lebih rendah
agar supaya lumpur tersebut mengendap sehingga areal
tersebut menjadi lebih tinggi. Adapun caranya, air yang mengandung lumpur dialirkan sebanyak mungkin ke tanah-tanah yang rendah, kemudian air tersebut didiamkan atau dialirkan dengan kecepatan rendah agar lumpurnya mengendap. Kolmatase ini biasanya untuk mengisi rawa-rawa yang bertujuan untuk menambah areal dan membrantas nyamuk. Membersihkan kotoran Maksud membersihkan kotoran adalah membersihkan air dari gangguan atau buangan kotoran, air irigasi digenangkan supaya kotoran tercampur dengan air dan dapat dibersihkan secara alami. Agar tidak membahayakan.
Salamun , IR. MT
5
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Mempertinggi air tanah Disini pertanian tidak merupakan prioritas utama, kebanyakan maksud ini hanya untuk memperoleh air minum dan guna kebutuhan rumah tangga dari sumur-sumur yang menjadi kering karena letak muka air tanah terlalu dalam.
Salamun , IR. MT
6
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2.1. Umum Nomenklatur adalah membuat sebutan atau nama dari jenis, tempat dari obyek irigasi. Nama suatu jaringan irigasi beserta bangunannya sangat penting dalam penyelenggaraan Irigasi. Hal ini sangat erat sekali dengan inventarisasi jaringan irigasi dan kemudahan pembedaan antara daerah irigasi yang satu dengan lainnya. Selain itu dalam satu daerah irigasi sering ditemui bangunan maupun saluran yang sejenis dalam jumlah yang lebih dari satu. Sebagai contoh dalam satu daerah irigasi terdiri dari 10 bangunan sadap, 26 bangunan penunjang dan 2 saluran suplesi serta 120 petak tersier. Sehingga untuk memberikan perbedaan di antaranya perlu memberikan sebutan ataupun nama atas bangunan, petak maupun saluran tersebut. Di samping itu untuk memudahkan penyelenggaraan irigasi maupun lainnya seperti penulisan laporan tentang obyek irigasi Guna memberikan suatu gambaran yang umum dan mudah dipahami perlu membuat suatu pedoman dalam penulisan maupun pembuatan singkatan. Sehingga dalam pemberian nama suatu daerah irigasi beserta bangunan dan saluran harus jelas dengan ketentuan seperti dibawah ini. -
Nama harus menunjukkan nama daerah/desa, pemberian nama ini sebaiknya yang telah terkenal di daerah tersebut
atau sungai yang
diambil airnya untuk kepentingan irigasi -
Nama harus menunjukkan bangunan/saluran irigasi, saluran pembuang, areal persawahan.
-
Singkatan harus betul-betul singkat.
-
Sedapat mungkin sebutan terdiri satu huruf. Jika perlu ditambah dengan angka untuk dapat menunjukkan letak obyek bagi saluran dan arahnya.
Salamun , IR. MT
7
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
-
Harus dimungkinkan untuk menambah bangunan tambahan tanpa banyak merubah singkatan dari sistem yang ada.
-
Dapat menyatakan jenis saluran atau bangunan terutama perbedaan fungsi.
-
Dapat menyatakan jenis dan letak petak. (Jangan memakai arah angin). Petak – petak yang ada diberi nama kanan atau kiri sesuai dengan arah dari aliran air irigasi.
-
Satu huruf sebutan dalam satu daerah irigasi tidak boleh sama, misalnya Jr untuk Jragung dan Jr untuk Jrakah. Sebaiknya dibedakan misalnya Jg untuk Jragung dan Jk untuk Jrakah dsb.
2.2. Notasi Irigasi Untuk memudahkan penggambaran jaringan, maka dibuat suatu simbol atau notasi/legenda dari berbagai macam bangunan seperti berikut ini. A. Saluran 1. Saluran Primer 2. Saluran Sekunder 3. Saluran Tersier 4. Saluran Pembuang B. Bangunan Irigasi 1. Bangunan penangkap air
2. Bangunan Sadap
Salamun , IR. MT
8
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3. Bangunan Bagi
4. Bangunan Bagi Sadap
4. Bangunan terjun
5. Bangunan Got Miring
6. Bangunan Gorong-gorong
7. Bangunan Jembatan
8. Bangunan Talang Air
9. Bangunan Syphon
Salamun , IR. MT
9
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
10. Bangunan Pintu Bilas
11. Bangunan Pelimpah (Spill Way)
c. Petak Irigasi Nama petak
Luas Areal Irigasi
Kebutuhan air Irigasi
2.3 Jaringan Irigasi. Di dalam daerah irigasi terdapat dua jaringan yaitu Jaringan Irigasi
dan
Jaringan Bangunan Irigasi. Jaringan Irigasi menunjukkan jumlah petak tersier beserta luasannya
BD0
BD2
BD1
BD 2 Ki 100
120 l/s
BD 2Ka BD.1Ka
100
120 l/s
100
120 l/s
Gambar 2.1 Sket Jaringan irigasi Dari sket tersebut dapat dijelaskan bahwa: Bangunan sadap BD1 melayani satu petak tersier yang terletak di sebelah kanan dengan luas areal 100 Ha dan kebutuhan dipetak tersier 120 l/detik.
Salamun , IR. MT
10
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bangunan sadap BD2 melayani dua areal irigasi yang terletak di sebelah kiri dan kanan dari bangunan tersebut dengan luas areal masing-masing 100 Ha dengan kebutuhan air masing-masing petak 120 l/detik. Jaringan Bangunan menunjukkan letak dan posisi bangunan baik bangunan utama maupun bangunan pelengkapnya.
BD0
BD1
BD 1a
BD 1b
BD2
BD 2b
Gambar 2.2. Sket Skema Bangunan irigasi Dari sket pada gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa : Bangunan pengambilan BD.0 mengalirkan air ke bangunan sadap ataupun bagi di hilirnya. Sebelum sampai pada bangunan sadap BD.1 saluran irigasi melewati dua bangunan terjun BD.1a dan BD.1b, huruf a adalah bangunan pelengkap yang paling awal sebelum sampai ke bangunan sadap berikutnya, huruf b urutan bangunan berikutnya. Demikian pula sebelum sampai di sadap BD.2 saluran tersebut melewati bangunan terjun BD.2a 2.4. Saluran Irigasi. Tiap saluran irigasi harus diidentifikasi dengan huruf S untuk saluran pembawa dan D untuk saluran pembuang diikuti dengan angka desimal untuk menunjukkan urutan saluran dari hulu sampai hilir. Saluran Pembawa Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan/membawa air secara langsung dari sumber air ataupun dari saluran penghantar sampai saluran distribusi dan selanjutnya ke petak sawah yang memerlukannya. Saluran ini ada tingkatannya sebagai berikut.
Salamun , IR. MT
11
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
a. Saluran Induk/Primer Saluran Induk atau primer posisinya/letaknya langsung dari bangunan utama sampai bangunan bagi di mana bangunan tersebut merupakan pertemuan dari saluran sekunder. Umumnya saluran induk melayani areal dengan luas lebih besar dari 5000 Ha. Kadangkala dalam saluran irigasi tidak ditemui saluran induk, jadi dari bangunan utama langsung ke saluran sekunder. Hal ini umumnya disebabkan oleh luas areal yang dilayani kecil. Seperti pada Proyek Irigasi Kecil atau Irigasi Pedesaan. BT1
BT2 STI
STII
BT3
BT4
STIII
STIV
Gambar 2.3 Sket saluran Induk Keterangan : STI
= saluran induk ruas 1
STII
= saluran induk ruas 2
STIII = saluran induk ruas 3 STIV = saluran induk ruas 4 Yang disebut ruas adalah bagian panjang saluran yang dibatasi oleh dua bangunan bagi yang letaknya saling berdekatan. Sebetulnya saluran induk dan saluran primer ada sedikit perbedaan, karena saluran induk adalah saluran yang membawa air dari bangunan penangkap air ke saluran penghantar. Saluran ini kemudian membagi air ke saluran-saluran primer, namun karena efisiensi saluran sama sering disamakan. b. Saluran sekunder Saluran ini terletak setelah bangunan bagi sampai dengan cabangcabang di mana saluran tersier akan mengambil air dari saluran ini. Biasanya saluran ini melayani areal 200 Ha s/d 1000 Ha
Salamun , IR. MT
12
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Pada saluran induk/primer dan saluran sekunder tidak diperbolehkan mengambil air secara langsung untuk mengairi sawah.
BTKa1
BTKi1
BT1
STKa1
STKi1
BTKi2
STKi2
Gambar 2.4 Sket Saluran sekunder Keterangan: STKa1 = saluran Tambak kanan ruas 1 STKi1 = saluran Tambak kiri ruas 1 STKi2 = saluran Tambak kiri ruas 2 c. Saluran Tersier Saluran yang keluar dari bangunan sadap di saluran sekunder dan fungsinya membawa air dari saluran sekunder ke sub tersier. Saluran ini biasanya melayani areal 50 Ha s/d 200 Ha T 2kaka
St2kaka
St2katg
BT2
St2kiki
T 2 kiki
T 2katg
St2kikaa T 2 kika St2kaki
T 2kaki
Gambar 2.5 Sket saluran Tersier
Keterangan: St2kiki
= saluran tersier Tambak 2 kiri paling kiri
St2kika = saluran tersier Tambak 2 kiri paling kanan St2kaki = saluran tersier Tambak 2 kanan yang paling kiri St2kaka = saluran tersier Tambak 2 kanan yang paling kanan Salamun , IR. MT
13
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
St2katg = saluran tersier Tambak 3 kanan yang paling tengah d. Saluran Sub Tersier Saluran ini letaknya setelah saluran tersier yang berfungsi untuk melepas air ke petak sawah yang mempunyai areal 20 Ha sampai dengan 40 Ha Saluran sekunder, tersier, kuarter disebut saluran distribusi, hal ini karena fungsi dari saluran tersebut adalah mendistribusikan kebutuhan air ke areal secara langsung. e. Saluran Suplesi (Link Canal) Saluran suplesi adalah saluran yang membawa air dari sumber air yang lain, selain sumber utama dari sistem irigasi yang ada. Misalnya air dari mata air f.
Saluran Penghantar (feeder canal) Saluran penghantar berasal dari bangunan yang mana bangunan tersebut letaknya dengan areal sawah terlalu jauh, bahkan kadang – kadang beda daerah irigasinya (suplesi). Saluran ini dalam membawa air tidak melayani penyadapan. BJ2 SJ3
SJ2
Saluran penghantar STI
Gambar 2.6 Sket saluran penghantar Keterangan: SJ2
= saluran sekunder Jrakah ruas2
STI
= saluran induk Tambak 1
Saluran sekunder Jrakah 2 (SJ2) yang mengambil air dari penangkap Jrakah memberi air pada DI Tambak lewat saluran penghantar dari bangunan BJ2 Salamun , IR. MT
14
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Saluran Pembuang Saluran ini berfungsi membuang kelebihan yang ada di petak baik saat musim hujan maupun air kelebihan yang tidak digunakan setelah penyiangan. Saluran ini susunannya terbalik bila dibandingkan dengan saluran irigasi. 2.5. Bangunan Irigasi Untuk pemberian nama bangunan irigasi ada dua macam. a. Bangunan Utama Bangunan utama dalam system irigasi ada 2 macam yaitu Bangunan Pengambilan dan bangunan Bagi. Untuk bangunan pengambilan, misalnya Bendung disingkat Bd., Waduk disingkat Wd. diikuti angka Arab atau angka 0. Bangunan bagi. Huruf awal diikuti angka arab berurutan 1, 2, 3 …… dst. BT1
BT2
Saluran Induk/Primer
BT3
BT4
Saluran Sekunder
Gambar 2.7 Sket Bangunan Bagi Keterangan : BT1
= bangunan Bagi Tambak 1
BT3
= bangunan Bagi Tambak 2
BT3
= bangunan Bagi Tambak 3
BT4
= bangunan Bagi Tambak 4
Bangunan sadap. Huruf awal diikuti angka arab berurutan 1, 2, 3 …… dst. Saluran Sekunder
Salamun , IR. MT
BT1
BT2
BT3
BT4
15
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 2.8 Sket Bangunan sadap Keterangan : BT1
= bangunan sadap Tambak 1
BT3
= bangunan sadap Tambak 2
BT3
= bangunan sadap Tambak 3
BT4
= bangunan sadap Tambak 4
b. Bangunan Pelengkap Bangunan Pelengkap merupakan bangunan yang tidak langsung mengoncori
sawah.
Hal
ini
untuk
memudahkan
operasi
dan
pemeliharaan saluran pada umumnya. Misalnya Terjun, Syphon, Jembatan, Spillway, Got Miring dll Penulisan bangunan ini dengan angka arab yang sesuai dengan bangunan yang akan dituju menurut arah alirannya dan diikuti dengan indek huruf kecil a, b , c , ……………… dst. BT1
BT2
BT2b
BT2a
BT2c
Gambar 2.8 Sket Bangunan pelengkap Petak Tersier Petak tersier nomenklaturnya mengikuti nama dari bangunan utama atau sadap di mana air itu diambil. Arah aliran merupakan petunjuk tentang letak areal tersebut baik di kanan, kiri atau tengah bila kita menghadap arah aliran tersebut. lihat sket diatas
Salamun , IR. MT
16
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3.1 Umum . Petak sawah adalah bagian dari tanah – tanah di daerah irigasi yang akan diairi dari suatu sumber air. Hal ini mempunyai maksud untuk memudahkan penyelenggaraan irigasi. Dengan membuat petak-petak/bagian-bagian dari daerah irigasi akan memudahkan pemberian air lewat saluran dan bangunan irigasi. Serta pembuangan air yang sudah tidak dipergunakan lagi ke sungai atau affur yang terdekat.
Gambar 3.1 Petak sawah yang baru diolah Guna memenuhi tujuan tersebut maka harus disusun bidang-bidang tanah yang akan diairinya. Bidang-bidang tanah ini harus dapat diairi dari suatu bangunan pengambilan dengan mudah dan murah. Petak tersier ideal apabila pemilik sawah di dalam petak tersebut langsung mendapat air dengan pengambilan sendiri dan dapat membuang kelebihan air secara langsung ke jaringan pembuang serta dapat mengangkut langsung hasil dan peralatan pertanian keluar masuk areal sawah melalui jalan petani yang ada.
Salamun , IR. MT
17
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sal tersier Jalan Petani
Sal Kuarter
Pembuang Tersier
Pembuang Kuarter
Gambar 3.2. Petak tersier ideal Namun untuk mendapatkan hal tersebut tidak mudah kecuali perencanaan baru baik areal irigasi maupun penduduk penggarap/petani seperti areal irigasi di lokasi Transmigrasi atau perkebunan. Oleh karena itu dalam perencanaan jaringan petak tersier, mengandung maksud 1. Agar pembagian air irigasi dapat lebih adil dan merata, sehingga sawah yang berada jauh dari pintu penyadap dapat menerima air irigasi seperti halnya sawah yang terletak dekat dengan pintu penyadap. Untuk hal ini dalam jaringan irigasi tersier diperlukan adanya Box Tersier dan Box Kwarter permanen, yang berfungsi sebagai kunci – kunci pembagian air.
Salamun , IR. MT
18
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2. Apabila keadaan air irigasi berkurang
(tidak mencukupi), masih dapat
dibagi dengan merata dan efisien keseluruh petak – petak tersier, hal ini dipecahkan dengan mengadakan rotasi (giliran) antar sub-sub tersier. Dan untuk mendapatkan sistem rotasi yang baik maka diperlukan pula perencanaan tersier yang baik. 3. Bila terjadi kelebihan air (khususnya pada musim hujan), maka air kelebihan tersebut agar tidak mengganggu tanaman, maka untuk ini dibutuhkan saluran pembuang tersier dan kwarter. Saluran pembuang tersebut akan bermuara pada saluran pembuang utama. Untuk memperlancar pengelolaan jaringan tersier perlu dibentuk suatu organesasi pengelolaan tersier pada tiap petak tersier misalnya P3A. Pada umumnya air yang diambil untuk kebutuhan bidang tanah tersebut berasal dari sungai, mata air, danau ataupun air tanah. Bila air tersebut diambil dari sungai pada umumnya melalui suatu bangunan pengambilan berupa bendung atau waduk. Air yang diambil dari sungai lewat bendung lebih baik dari pada waduk hal ini disebabkan air dari sungai melalui bendung membawa lumpur yang berguna untuk pertumbuhan tanaman. Selain dari pada itu sumber air yang diambil dari bendung maupun waduk pada umumnya dalam penyelenggaraan sistem irigasi dengan memakai sistem gravitasi. Hal ini sangat terkait dengan biaya penyelenggaraan irigasi yang mudah dan murah. Pompa umumnya dipakai apabila muka air sumber lebih rendah dari pada muka tanah, baik itu berupa airtanah, air danau dan lain lain. Sistem irigasi dengan
pompa
ini
selain
dengan
gaya
gravitasi
adapula
dengan
pancaran/springkle. Beberapa bidang tanah yang dapat diairi dari suatu sungai atau waduk pada umumnya disebut dengan “ Daerah Irigasi” 3.2. Kreteria Daerah Irigasi Menurut kesempurnaan penyelenggaraan pengairan di daerah irigasi dapat dibedakan menjadi 3 kreteria sebagai berikut : Salamun , IR. MT
19
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
a. Daerah Irigasi Sederhana, jika penyaluran air dalam penyelenggaraan irigasi ke petak sawah tidak teratur dan tidak terukur, hal ini karena belum
adanya
bangunan-bangunan
tetap
untuk
mengatur
dan
mengukur penyaluran air tersebut. b. Daerah
Irigasi
Setengah
Teknis,
jika
penyaluran
air
dalam
penyelenggaraan irigasi ke petak sawah dapat diatur tetapi banyaknya aliran tidak dapat diukur. Hal ini berarti di daerah irigasi tersebut sudah ada bangunan-bangunan pengatur air namun belum dilengkapi dengan alat ukur. c. Daerah Irigasi Teknis. Jika penyaluran air dalam penyelenggaraan pengairan di daerah irigasi tersebut sudah dilengkapi dengan bangunan pengatur dan pengukur. Hal ini berarti penyelenggaraan irigasi tersebut sudah teratur dan terukur. Pada umumnya untuk daerah irigasi teknis dalam penyelenggaraan irigasi, semua sawah yang terdapat dalam daerah irigasi tersebut sudah dapat diatur dan diukur dari saluran induk, disamping itu kelebihan air yang sudah tidak dibutuhkan mudah dibuang ke saluran pembuang atau sungai.
Gambar 3.3. Petak sawah dengan Irigasi Teknis Salamun , IR. MT
20
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3.3. Petak Tersier. Petak sawah yang paling bawah dari suatu daerah irigasi dinamakan Petak Tersier. Dalam perencanaan jaringan petak tersier, kegiatan yang dilakukan al: Pengumpulan data. Data-data yang diperlukan dalam perencanaan petak tersier. a. Peta Siituasi dengan ketentuan. -
Daerah sangat datar (pantai) diperlukan peta situasi skala 1 : 5000 dengan interval kontour 0,25 m.
-
Daerah datar diperlukan peta situasi skala 1 : 5000 dengan interval kontour 0,50 m.
-
Daerah bergelombang dengan rata-rata kemiringan 1 – 2 % peta situasi skala 1 : 5000 dengan interval kontour 1,00 m.
-
Daerah pegunungan terjal (kemiringan >2%) peta situasi skala
1:
2000 dengan interval kontour 1,00 m. b. Skema Jaringan Irigasi , luas areal, batas daerah irigasi. c. Data
ketinggian,
muka
air
pada
bangunan
pengambilan
serta
ketinggian dekzerk bangunan bagi/sadap. d. Kebutuhan air. A. Pembuatan Peta Situasi. Peta situasi harus menggambarkan petak tersier dan jaringannya. Batas Petak, Batas Desa, Batas Pengairan, Tegalan, Kuburan, Rawa, Saluran Induk, Sekunder, Tersier, Kali/Pembuang. Bangunan irigasi, Box Tersier, Kwarter, Terjun, Gorong-gorong, Syphon, Jembatan Jalan dll. Apabila peta dasar yang ada berupa foto udara, maka foto udara tersebut harus dicek dengan cara, Film negatif hasil foto udara harus dicocokkan dengan titik-titik kontrol polygon hasil pengukuran (Ground Control) Petak Tersier luasannya tergantung dari bentuk dan lokasi dari petak tersebut.
Petak
tersier
sebaiknya
tidak terlalu
luas
agar
dalam
penyelenggaraan irigasi/pembagian airnya tidak menyulitkan. Salamun , IR. MT
21
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Di dalam pengukuran luas petak tersier dari suatu peta Daerah Irigasi dengan alat planimeter sebaiknya dikurangi kurang lebih 5% dari seluruh luas areal. Hal ini dikarenakan adanya jalan, pematang sawah. Di samping itu dalam areal irigasi dikenal: Daerah/areal mati yaitu areal yang tidak dapat diairi dan terletak diluar batas proyek irigasi. Daerah/areal Bruto yaitu areal yang termasuk dalam satu proyek irigasi termasuk yang tidak dapat diairi. Daerah/areal Netto yang termasuk dalam satu proyek irigasi yang dapat diairi.
Lokasi Bendung
Gambar 3.4 Peta Situasi Luasan petak tersier menurut majalah Ing in NI 1030 No 1 disebutkan -
Daerah datar
200 – 300 Ha
-
Tanah agak miring
100 – 200 Ha
-
Tanah pegunungan
50 – 100 Ha
Petak tersier masih dibagi lagi menjadi 2,3 bahkan 4 petak sub tersier. Petak sub tersier ini masih dibagi lagi menjadi beberapa petak kwarter dengan luasan tidak lebih dari 10 Ha. Petak tersier untuk pengairan teknis disyaratkan: Salamun , IR. MT
22
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Luasan antara petak satu dan lainnya tidak terlalu besar
-
perbedaannya. Batas petak harus jelas dan pemberian airnya diusahakan
-
terletak di perbatasan petak tersier tersebut. Petak tersier diusahakan terletak dalam satu desa.
-
3.4. Sistem Irigasi Sistem irigasi adalah cara atau usaha yang diwujudkan dalam bentuk penyediaan prasarana dan sarana untuk pemberian air irigasi dalam penyelenggaraan irigasi di lahan sawah. 3.4.1. Menurut jumlah bangunan sadap ada dua sistem : 1. Sistem Irigasi Tunggal (independent irrigation system) yaitu sistem irigasi dengan sumber air yang berasal dari satu bangunan sadap utama berupa waduk, bendung ataupun rumah pompa yang masih dalam areal irigasi itu sendiri 2. Sistem Irigasi Majemuk (dependent irrigation system) adalah suatu sistem irigasi dengan pemberian air lebih dari satu bangunan sadap utama dan semuanya terletak di dalam areal yang dapat diairi atau juga bangunan sadap utama terletak di suatu jaringan irigasi di sampingnya. 3.4.2. Berdasarkan cara pemberian air dibedakan menjadi 2 1. Sistem pemberian secara langsung (direct irrigation system) yaitu sistem irigasi yang tidak memerlukan saluran penghantar 2. Sistem pemberian air tak langsung ( indirect Irrigation system) yaitu sistem
irigasi
yang
mempunyai/mendapatkan
air
dari
saluran
penghantar. 3.4.3. Menurut cara penyaluran air ada dua cara. 1. Sistem Irigasi Gravitasi yaitu aliran air berlangsung tanpa adanya alat bantu penaikkan tekanan.
Salamun , IR. MT
23
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2. Sistem Irigasi Springkle yaitu pemberian air irigasi secara pancaran/ disemprotkan. 3.4.4. Menurut cara pembagian air Ada tiga cara.sistem irigasi yang umum dipakai di Indonesia yaitu: -
Terus Menerus/Kontinoues
-
Penggelontoran/Intermitten
-
Giliran/Rotasi
Kotinues/terus-menerus Cara ini dipakai apabila debit air yang tersedia dalam penyelenggaraan irigasi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air pada lahan yang tersedia. Pengelontoran/Intermitten Cara ini dipakai apabila debit air yang tersedia dalam penyelenggaraan irigasi kurang mencukupi dan tanah sawah dapat menahan air atau perkolasinya rendah. Atau air irigasi diambil dari air tanah dengan pompa sehingga apabila dalam penyelenggaraan irigasi secara terus-menerus membutuhkan biaya yang sangat mahal. Rotasi. Debit air yang tersedia dalam penyelenggaraan irigasi khususnya bila air tersebut diambil dari sungai, akan bervariasi. Guna mengatasi kekurangan debit yang dibutuhkan di areal sub tersier akibat variasi debit khususnya pada musim kemarau maka diatasi dengan pemberian air secara bergilir. Dalam pemberian air petak sub tersier, kwarter dibuat suatu bangunan Box Tersier dan Box Kwarter. Bangunan ini sebagai kunci untuk pembagian air. Bila air yang tersedia kurang mencukupi kebutuhan air di petak tersebut, diadakan pembagian secara Rotasi, diusahakan petak daerah hilir mendapatkan giliran pertama. Formula yang sudah dikenal untuk pembagian air secara rotasi untuk petak sub tersier adalah sebagai berikut:
Salamun , IR. MT
24
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
T
nx 336 x jam n n 1
------------------------------- 3.1
di mana : n
= Jumlah petak sub tersier
nx = Jumlah petak sub tersier yang diairi. Formula tersebut berlaku bila a. Petak tersier dengan 4 petak sub tersier bila debit andalan <75 % b. Petak tersier dengan 2 petak sub tersier bila debit andalan <65 % Sebagai contoh : Petak tersier mempunyai 4 petak sub tersier A, B, C dan D Pereode I yang tidak diairi adalah petak D Lama pemberian air untuk A,B dan C adalah T
A B C 336 x jam A B C D 3
Pereode II yang tidak diairi adalah petak C Lama pemberian air untuk A,B dan D adalah T
A B D 336 x jam A B C D 3
Pereode III yang tidak diairi adalah petak B Lama pemberian air untuk A,C dan D adalah T
AC D 336 x jam A B C D 3
Pereode IV yang tidak diairi adalah petak A Lama pemberian air untuk B,C dan D adalah T
BC D 336 x jam A B C D 3
dan seterusnya.
Petak tersier mempunyai 3 petak sub tersier A, B, dan C Pereode I yang tidak diairi adalah petak C
Salamun , IR. MT
25
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Lama pemberian air untuk A dan B adalah T
A B 336 x jam A B C 2
Pereode II yang tidak diairi adalah petak B Lama pemberian air untuk A dan C adalah T
AC 336 x jam A B C 2
Pereode III yang tidak diairi adalah petak A Lama pemberian air untuk B dan C adalah T
BC 336 x jam dan seterusnya A B C 2
Formula selain tersebut di atas adalah T
nx x168 jam n
----------------------------------- 3.2
Formula ini berlaku apabila debir air yang tersedia < 50 % baik petak tersier dengan 4 sub tersier maupun dengan 2 sub tersier. Karena debit yang ada < 50% maka petak sawah yang dapat diairi maksimal adalah setengahnya. Sebagai contoh - Petak dengan 4 subtersier A,B,C dan D, A dan B tidak diairi T
BD x168 jam A B C D
- Petak dengan 2 subtersier A dan B, petak A tidak diairi T
B x168 jam A B
Di lapangan pada umumnya untuk mengatur rotasi, di papan eksploitasi diberi tabel rotasi.
Salamun , IR. MT
26
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sebagai contoh Petak tersier dengan 4 petak subtersier/kwarter
Sistem
Kontinous Flow
Q ( %)
75% - 100% Qmax
Hari
Jam
Senin
06.00
Rotasi subtersier I
Rotasi Subtersier II
50 % - 75 % Qmax
25 % - 50 % Qmax
Petak yg diairi Jam
Petak yg diairi Jam
06.00
Selasa
S
Rabu
E
Kamis
M
Jum’at
U
Sabtu
A
Petak yg diairi
06.00 A+B+C
---X
A+B
---X
A+B+D
C+D
Minggu Senin
D
Selasa
I
Rabu
A
Kamis
I
Jum’at
R
Sabtu
I
Minggu Senin
---X ---X A+C+D
A+B
---X ---X B+C+D
C+D
06.00
Salamun , IR. MT
27
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Catatan ---x ditentukan dari hasil perhitungan
Secara Skematik BD 2 KI 100 Ha BD 2KA BD.1Ka
100
100
Petak Sekunder Petak sekunder biasanya gabungan dari beberapa petak tersier yang dilayani oleh satu saluran sekunder. Petak sekunder mendapatkan air dari bangunan bagi. Kalau di petak tersier diperkenalkan dengan adanya rotasi, di petak sekunder dikenal adanya sistem golongan. Prinsipnya sama adalah untuk mendapatkan pembagian yang baik dan pengelolaannya mudah. Namun dalam sistem golongan ini banyak manfaat yang dapat diambil antara lain: -
Dengan adanya sistem golongan ini debit kebutuhan sudah dapat ditentukan sebelumnya sehingga dimensi saluran maupun bangunan akan lebih efisien.
-
Waktu tanam tidak bersamaan.
Petak Primer Petak Primer adalah gabungan dari beberapa petak sekunder yang dilayani oleh satu saluran primer. Petak Primer pengelolaannya diserahkan ke P3A.
Salamun , IR. MT
28
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kebutuhan air irigasi sangat tergantung kebutuhan air untuk tanaman. Kebutuhan air untuk tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh secara optimal. Kebutuhan air irigasi jumlah kebutuhan seluruh areal yang akan diairi. Secara skema kebutuhan air irigasi seperti berikut: LUAS AREAL
POLA TANAM
KOEF TANAMAN
EVAPORASI EVAPOTRANSPIRASI HUJAN EFEKTIF FARMS WASTE
SATUAN KEBUTUHAN AIR PEREODE TANAM KEBUTUHAN AIR IRIGASI CONVEYANCE LOSSES KEBUTUHAN AIR PENGAMBILAN IMBANGAN AIR
ALIRAN MASUK
KAPASITAS PENAMPUNGAN
Banyak pakar telah mengadakan penelitian kebutuhan air tanaman ini al: Blaney – Criddle, Penman, Thornthwaite dll
Salamun , IR. MT
29
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kebutuhan air untuk tanaman berguna/mengandung maksud dan tujuan sebagai berikut: - Menentukan pola tanam, rencana tata tanam dan intensitas tanaman. - Menentukan dimensi saluran dan bangunan irigasi - Menentukan areal yang dapat diairi - Perencanaan waduk untuk menentukan “Optimum Storage” - Untuk irigasi air tanah, menentukan jumlah dan jarak pompa. - Dapat digunakan untuk pembuatan Pedoman Eksploitasi Kebutuhan air untuk tanaman dapat dibedakan menjadi 3 bagian pokok : 1. Kebutuhan
air bagi tanaman adalah tebal/banyaknya air yang dibutuhkan
tanaman untuk membuat jaringan tanaman (batang, daun), untuk diuapkan yang dikenal dengan “Evapotranspirasi” atau sering disebut dengan “ Nilai
Consumptiv Use” (Et) 2.Kebutuhan air untuk
suatu areal pertanian
yaitu jumlah air untuk
Evapotranspirasi, Perkolasi dan Peresapan ke samping. 3.Kebutuhan air untuk irigasi yaitu jumlah air untuk evapotranspirasi, perkolasi dan kehilangan selama penyaluran. Hujan (Re) Transpirasi (T) Evaporasi (Eo)
Bocoran/ Rembesan (B)
Perkolasi (P)
Gambar 4.1 Sket kebutuhan air irigasi Dari sket diatas didapat persamaan IR = Eo+T+(P+B)+W-Re Di mana : Eo = Evaporasi T = Transpirasi P = Perkolasi Salamun , IR. MT
30
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
B = Bocoran/rembesan kesamping W = Tinggi genangan Re = Hujan efektif 4.1. Evaporasi Evaporasi adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap. Jika yang menguap dari tanaman disebut transpirasi. Penguapan berlangsung terus menerus sampai kondisi udara menjadi jenuh dengan uap. Jadi penguapan ini dapat disimpulkan yaitu kejadian pada tiap keadaan suhu udara asal belum menjadi jenuh dengan uap. Kecepatan penguapan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : -
Suhu, Kelembaban, Tekanan Udara.
-
Sinar matahari. Kecepatan Angin.
4.1.1. Suhu, baik suhu Air, Udara dan tanah Suhu atau temperatur sangat penting dalam perubahan bentuk baik pemuaian, penyusutan, lebih – lebih pada penguapan sehingga suhu yang tinggi dapat dipastikan penguapanpun besar. Suhu dikatakan panas apabila suhu rerata harian > 30 o C. Suhu dikatakan dingin apabila suhu rerata harian < 15 o C. 4.1.2. Kelembaban Kelembaban adalah kondisi di mana jumlah uap air yang dikandung oleh udara dalam besaran 1 m3. Suhu makin tinggi kandungan uap air makin besar. Kelembaban relatif adalah perbandingan antara massa uap dalam suatu satuan volume dan massa uap yang jenuh dalam satuan volume itu pada suhu yang sama. Kelembaban relatif dinyatakan dalam % dengan formula H = e/E x 100 Dengan
H = Kelembaban relative. e = Tekanan uap pada waktu pengukuran (mb atau mmHg).
Salamun , IR. MT
31
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
E = Tekanan uap jenuh (mb atau mmHg). Tabel 4.1. Tekanan uap jenuh berbagai keadaan suhu
Suhu (toC ) 0 5 10 15 20
Salamun , IR. MT
Tekanan Uap jenuh (mmHg) 4,56 6,54 9,21 12,79 17,54
Suhu (toC ) 25 30 35 40
Tekanan Uap jenuh (mmHg) 23,76 31,82 42,18 55,32
32
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Klasifikasi Kelembaban Rendah
< 20%.
Menengah 20 - 50%. Tinggi
> 50%.
Kering
< 20%.
Lembab
> 50%.
4.1.3. Tekanan Udara Tekanan udara adalah gaya 1,00 dyne di bidang seluas 1 cm 2 dan sering disebut 1 milibar (mb). Mengingat kerapatan air raksa pada O o C adalah 13,5952 g/cm2 dan percepatan gravitasi bumi adalah 980,665 cm/dt2 maka: 1 atmosfir = 760 mmHg = 76 x 13,5951 x 980,665 = 1.013,250 dyne/cm2. = 1,013 mb. Makin tinggi suatu tempat makin berkurang tekanan udaranya. Hubungan antara tekanan udara dan elevasi suatu tempat diperoleh dari rumus Laplace sebagai berikut. H = 18.400 (1 + t) log(o/) Di mana H = Selisih elevasi. = Tekanan udara pada elevasi H (m) dalam mmHg. o = Tekanan udara pada elevasi mula-mula (mmHg). = Koefisien pengembangan udara = 0,00367. t
= Suhu rata-rata sampai H (m) dalam oC.
4.1.4. Sinar Matahari
Salamun , IR. MT
33
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Matahari adalah merupakan sumber panas yang utama dalam kehidupan ini. Matahari merupakan sumber energi yang utama dalam memenuhi kebutuhan hidup baik manusia maupun tumbuh-tumbuhan. Sinar matahari yang diperhitungan dalam proses evaporasi adalah waktu penyinaran, karena setiap saat matahari dalam menyinari bumi terkadang terhalang oleh awan dsb. Lama penyinaran matahari diukur dengan alat ukur sinar matahari Jordan. Lama penyinaran matahari dapat diketahui, dengan mencatat sinar yang masuk ke mulut alat pencatat. Jumlah jam selama matahari bersinar disebut jam penyinaran matahari. Jumlah jam penyinaran yang dapat terjadi dalam satu hari adalah tetap tergantung pada musim dan jarak lintang ke kutub. Perbandingan antara jumlah jam penyinaran yang terjadi dan jumlah jam penyinaran yang dapat terjadi ini disebut laju radiasi Matahari. Makin besar harga perbandingan ini makin baik keadaan cuaca. Klasifikasi Penyinaran Matahari berdasar laju radiasi dalam %. Low (rendah) Sedang
< 60. 60 – 80.
Tinggi
> 80.
4.1.5. Kecepatan Angin Angin sangat berpengaruh dalam evaporasi, dikarenakan angin dapat membawa kandungan uap dan selanjutnya akan merubah kandungan tersebut. Apalagi kalau udara yang dibawa oleh angin tersebut berasal dari daerah yang lebih panas. Kecepatan angin diukur dengan alat Anemometer. Klasifikasi kecepatan angin. Ringan
< 2 m/dt.
Umum (moderat) 2 – 5 m/dt. Kuat(kencang)
5 – 8 m/dt.
Amat kencang
> 8 m/dt.
HUBUNGAN ANTAR FAKTOR Salamun , IR. MT
34
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Faktor tersebut di atas satu dan lainnya saling berhubungan dan faktor – faktor tersebut dipengaruhi oleh lingkungan serta kondisinya tidak sama di semua daerah. a. Hubungan Evaporasi dengan Kelembaban Hubungan antara evaporasi/penguapan diteliti oleh Mitcherlich, sehingga menghasilkan rumus sbb: D= (12,3 + 0,1 ) V Di mana : D = Saturation Difference (selisih kejenuhan). = Selisih berat antara jumlah uap yang jenuh dalam satuan isi (g) dengan jumlah uap pada saat itu. V = Jumlah penguapan dalam 24 jam. b. Hubungan Evaporasi dengan Kecepatan angin Trabert mengemukakan bahwa kecepatan penguapan berbanding lurus dengan akar dari kecepatan angin. V = C(1 + t) v(Pw – p) Di mana V
= Kecepatan penguapan.
C
= Sebuah tetapan yang ditentukan oleh alat ukur penguapan, ditempat yang disinari matahari = 0,237.
= Koefisien pengembangan volume = 1/271. t
= Suhu.
v
= Kecepatan angin.
Pw = Tekanan maksimum uap di permukaan air pada suhu t o C. P = Tekanan uap pada saat pengamatan pada suhu t o C. Untuk besar Evaporasi, Penman mengadakan percobaan dan menemukan rumusan sebagai berikut: E = 0,35(ea – ed) (1+V/100) Di mana : E
= Evaporasi.
ea = Tekanan uap jenuh pada suhu rerata harian.
Salamun , IR. MT
35
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
ed = Tekanan uap sebenarnya. V = Kecepatan angin pada ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah (mile/hari). Sebagai contoh : Suhu bola kering 30o C, suhu bola basah 26o C. Kecepatan angin 1 m/dt. Berapa Evaporasinya. Dalam penyelesaian persoalan tersebut harus memperhatikan tabel tekanan uap jenuh seperti dibawah ini. Tabel 4.2 Tekanan uap jenuh
Suhu Co
6
0
4
0
2
0
P(mmHg)
Suhu Co
P(mmHg)
Suhu Co
P(mmHg)
0.0008 0.096 0.783 1.964 4.580
10 20 30 40 50 60
9.210 17.55 31.860 55.400 92.600 149.600
80 100 110 125 200 250
355,4 760(1atm) 1076 1740 11650 29770
1
0 0
Salamun , IR. MT
36
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dari tabel tersebut didapat : ea = 31,86 mmHg, Kelembaban relatif 68% (Tabel kelembaban). ed = 31,86 x 68% = 21,65 mmHg. Kecepatan angin 1 m/dt = (1 x 24 x 60 x60)/1600 = 54 mile/ hari. E = 0,35 (31,86 – 21,65) (1 + 54/100) = 5 mm/hari. 4.2. Pengukuran Evaporasi Paling akurat dalam menentukan besar evaporasi apabila diadakan penelitian di lapangan. Penelitian di lapangan menggunakan peralatan Pan Evaporation dan Class a Pan Evaporation. Pan Evaporation. Pan evaporation adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur penguapan air yang terjadi di permukaan air. Di Jepang dibuat menurut Japan Weather Bureau. Bentuk peralatan ini bulat yang dibuat dari besi dan didalamnya dilapisi dengan timah. Diameter alat ini 20 Cm, tinggi 10 Cm. Cara penelitian dengan alat ini. Pertama – tama pan diisi dengan air jernih sampai penuh setinggi 20 Cm (628 Cm3 ), kemudian dibiarkan selama 1 hari. Pengukuran diadakan kesokan harinya dan selisihnya adalah merupakan jumlah penguapan yang terjadi. Banyaknya evaporasi/penguapan = Air yang dituangkan + Curah hujan (bila ada) – sisa air yang terdapat di pan evaporation. Class A Pan Evaporation bentuknya hampir sama hanya diameternya lebih besar yaitu 120 Cm dan tingginya 25 Cm. Peralatan digunakan di Amirika. 20 Cm
120 Cm 10 Cm
Salamun , IR. MT
Gambar 4.2 Alat Ukur Evaporasi
25 Cm
37
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Angka-angka yang didapat dari pengukuran digunakan untuk perhitungan pendekatan (estimation) banyaknya air yang diperlukan untuk tanaman. 4.2.1. Pengukuran evaporasi di lapangan Alat yang dipakai berbeda dengan alat tersebut diatas, alat ini didalamnya harus ada lubang untuk tanaman padi. Bentuk dari alat ini adalah persegi dasarnya diberi lubang dengan sisinya 100 Cm.
4Cm 100 cm
100 cm
Salamun , IR. MT
Tanaman Padi
20 cm
38
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2-3 cm
Gambar 4.3 Pengukuran Evapotranspirasi Alat ini dipasang dengan alas masuk kedalam tanah sedalam 2 – 3 cm. Tiap luas lahan dengan luas 1000 Ha – 2000 Ha satu Pan Evaporation. 4.2.2. Perhitungan Evaporasi dengan data-data klimatologi Data-data penguapan seringkali sulit didapatkan di lapangan. Yang ada adalah data-data Klimatologi baik yang dibuat Departemen Perhubungan cq Badan Meteorologi dan Geofisika maupun Departemen Pertanian dsb. Data-data klimatologi diambil dari stasiun terdekat, namun harus diingat elevasi dari stasiun tersebut. Perbedaan elevasi akan menimbulkan perbedaan yang sangat mencolok khususnya kelembaban, suhu dll. Data-data yang tercatat dan dibutuhkan di Badan Meteorologi dan Geofisika meliputi: - Temperatur rata-rata bulanan (o C). - Kelembaban Relatif (%). - Kecepatan angin rata-rata bulanan dalam m/dt pada ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah. Untuk data kecepatan yang pencatatannya bukan pada ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah perlu dikonversi ke ketinggian 2 meter diatas permukaan tanah, dengan memakai Formula f(z) = (2/z) 1/7. Dimana Z adalah elevasi alat ukur kecepatan angin. - Lama penyinaran matahari Q1 (%) selama 12 jam. Bila data yang ada tidak menunjukkan penyinaran matahari selama 12 jam perlu dikonversi ke 12 jam dengan formula Q = 0,786 Q 1 + 3,46. - Letak lintang dari lokasi (utara atau selatan). Sebagai contoh data dari stasiunklimatologi Data penyinaran matahari Salamun , IR. MT
39
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun Jan
Feb
Mar
Rata -rata Penyinaran Matahari (%) Apr Mei Juni Juli Ags Sept
Okt
Nop
Des
2009
53.00
59.00
59.00
57.00 52.00
87.00
87.00
89.00
92.00
73.00
48.00
18.00
2010
37.00
43.00
43.00
59.00 67.00
79.00
84.00
75.00
70.00
76.00
71.00
42.00
Bulan
2011
59.00
46.00
46.00
54.00 81.00
77.00
79.00
91.00
78.00
71.00
64.00
44.00
2012
21.00
47.00
49.00
61.00 83.00
63.00
74.00
74.00
73.00
67.00
52.00
70.00
2013
21.00
28.00
51.00
76.00 84.00
79.00
76.00
75.00
74.00
75.00
50.00
45.00
38.20
44.60
49.60
61.40 73.40
77.00
80.00
80.80
77.40
72.40
57.00
43.80
Rerata
Data kecepatan angin Tahun 2009 2010 2011 2012 2013 Rerata Rerata Elevasi
Rata - rata Kecepatan Angin ( km/jam) elevasi 0,50 m Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des 0.7 0.7 0.6 0.7 0.5 0.8 1.0 0.9 1.1 0.7 0.5 0.5 0.3 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.4 0.7 0.4 0.4 0.5 0.6 0.3 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.4 0.7 0.4 0.4 0.5 0.6 0.3 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.4 0.7 0.4 0.4 0.5 0.6 0.3 0.1 0.1 0.1 0.3 0.1 0.4 0.7 0.4 0.4 0.5 0.6 km/jam 0.4 0.2 0.2 0.2 0.3 0.2 0.5 0.7 0.5 0.5 0.5 0.5 m/dt 0.11 0.06 0.06 0.06 0.09 0.07 0.14 0.21 0.15 0.13 0.14 0.15 2m 0.13 0.07 0.07 0.07 0.12 0.08 0.18 0.25 0.18 0.16 0.17 0.18
Suhu udara Rata - rata Suhu Maximum ( 0 C) Apr Mei Jun Jul Ags Sept 30.3 30.7 32.0 32.6 33.1 34.6 31.1 31.4 31.8 31.8 32.5 31.1 30.6 32.2 31.8 31.2 32.7 33.0 31.2 32.4 31.2 31.4 32.1 32.3 32.5 32.1 32.0 31.0 32.0 32.0 31.1 31.8 31.8 31.6 32.5 32.6
Tahun Bulan 2009 2010 2011 2012 2013 Rerata
Jan 30.4 28.6 29.8 28.7 28.7 29.2
Feb 31.0 29.0 30.6 29.5 28.7 29.8
Mar 31.1 29.9 30.1 30.2 30.9 30.4
Okt 33.6 32.3 32.4 32.5 32.0 32.6
Nop 31.2 31.9 31.4 32.1 31.0 31.5
Des 30.4 29.3 30.0 31.4 30.0 30.2
Kelembaban relatif Jan 21.0 18.7 19.7 19.0 21.1 19.9
Feb 20.8 18.9 19.9 19.3 21.2 20.0
Mar 21.2 19.0 19.7 19.0 21.5 20.1
Rata - rata Suhu Minimum ( 0 C) Apr Mei Juni Juli Agt Sept 21.9 21.8 20.1 19.1 18.9 19.7 19.8 20.8 19.7 20.1 19.3 19.7 19.8 20.1 19.5 18.5 18.1 18.4 19.0 20.0 19.8 19.0 19.2 20.8 21.7 20.6 20.0 19.0 19.0 19.0 20.4 20.7 19.8 19.1 18.9 19.5
Bulanan 24.6
24.9
25.3
25.8
Tahun Bulan 2009 2010 2011 2012 2013 Rerata Rerata
Okt 19.8 20.2 18.8 20.8 20.0 19.9
Nop 20.6 20.5 19.2 20.8 20.0 20.2
Des 20.0 20.0 18.8 20.9 20.0 19.9
26.2
25.9
25.1
Rata - rata Kelembaban Relatif (%) Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt 83 83 75 72 72 71 77
Nop 83
Des 82
26.2
25.8
25.4
25.7
26.1
Kelembaban relatif Tahun Bulan 2009 Salamun , IR. MT
Jan 83
Feb 82
Mar 84
40
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2010 2011 2012 2013 Rerata
Salamun , IR. MT
86 91 94 96 90
87 93 93 96 90
84 93 92 91 89
83 91 90 88 87
80 87 84 87 84
80 87 90 85 83
83 85 83 83 81
80 81 79 79 78
87 81 83 83 81
84 86 85 85 83
86 89 89 89 87
92 92 89 89 89
41
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Formula yang digunakan Penman : Ep 0,8 1,18
T .Q.Sin 100
di mana : Ep = Evaporasi harian rata-rata bulanan (mm/hari). T
= Temperatur rata-rata bulanan.
Q
= Penyinaran Matahari.
= Sudut penyinaran matahari (arah lintang). Disamping itu Hargreaves membuat rumus empiris sebagai berikut : Ep = 17,4 . D . Tc. (Fh . Fw . Fs . Fe) Di mana : Ep
= Evaporasi (mm/bulan).
D
= Koefisien jumlah siang hari bulanan.
Tc
= Temperatur rata-rata bulanan.
Fh
= 0,59 – 0,55 Hn2.
Fw
= 0,75 + 0,0255Wkd.
Fs
= 0,478 + o,48 S.
Fe
= 0,950 + 0,0001 E.
Hn
= 0,40 Hm + 0,69 Hm2.
Hn
= Kelembaban relatif rata-rata pada siang hari (%).
E
= Elevasi tempat dari muka laut (m).
Wkd = Kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m dari permukaan tanah (km/hari). S
= Jam penyinaran matahari (%).
Hm
= Kelembaban relatif harian rata-rata.
Masih banyak methode-metode yang lain, namun yang umum dan sering dipakai di Indonesia adalah Formula diatas.
4.3. Evapotranpirasi Salamun , IR. MT
42
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Air di dalam tanah juga dapat naik melalui tumbuh-tumbuhan dan diuapkan ke udara yang disebut transpirasi. Proses Evaporasi dan Transpirasi terjadi secara bersamaan dan disebut dengan Evapotranspirasi. Besarnya bervariasi tergantung dari kelembaban tanah dan jenis tumbuhan atau tanaman yang ada. Pengukuran
Evapotranspirasi
di
lapangan
memakai
Lysimeter.
Cara
pengukuran Evapotranspirasi dengan alat ini seperti berikut ini. (lihat gambar 4.5 ) Pipa drain
Tanaman padi
Skala Pengukur
60 Cm
10 Cm
Tanah 10 Cm
Pasir 10 Cm
Kerikil
A
B
C
Gambar 4.5 Pengukuran Evapotranspirasi di lapangan Tiga buah Lysimeter A, B dan C diletakkan di sawah. Lysimeter A tanpa alas. Lysimeter ini diukur Evapotranspirasi (ET) sekaligus perkolasi (P). Lysimeter B diletakkan disampingnya tanpa tanaman, Lysimeter ini diukur Evaporasinya (Eo) dan Perkolasi (P). Lysimeter C dengan alas diletakkan disamping B tanpa tanaman, Lysimeter C diukur evaporasi (Eo) Dari gambar tersebut didapat persamaan ET = A – (B + C) = (Eo + T) Di mana Salamun , IR. MT
43
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
ET = Evapotranspirasi. Eo = Evaporasi. T = Transpirasi. P = Perkolasi. Selain evapotranspirasi yang didapat dengan pengukuran di lapangan, Evapotranspirasi dapat dihitung dengan cara Empiris. 4.2.4 Perhitungan Evapotranspirasi Dengan keseimbangan hidrologi (outflow - inflow) Untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi suatu petak sawah keseimbangan air akan tercapai menurut rumus I s + R + I g = S + E + P v + Ph + O s Di mana Is = Debit air yang masuk ke petak sawah. R = Curah hujan. Ig = Air yang masuk ke petak sawah lewat rembesan dari samping. S = Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah atau di dalam tanah. E = Evapotranspirasi. Pv = Perkolasi vertikal. Ph = Perkolasi horizontal. Os = Air yang keluar dari petak sawah. P = Pv + Ph = Jumlah perkolasi.
Perhitungan Evapotranspirasi Dengan menggunakan data Klimatologi Sebagaimana telah disinggung di atas, evapotranspirasi selain ditentukan dengan mengadakan pengukuran di lapangan, dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus empiris yang memanfaatkan data kilmatologi. Evapotranspirasi tergantung dari Evaporasi (Ep), kandungan air tanah selama pertumbuhan tanaman (m), sifat tanah dan tingkat kesuburannya (s), jenis tanaman ( c ), produksi bahan organik (y) dan panas (Qh) Salamun , IR. MT
44
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Et = f(Ep,m,s,C,y,Qh) Padi sistem irigasi yang baik faktor m, s, c, y dapat dianggap konstan Et = f(Ep,Qh) Beberapa methoda yang berhubungan dengan persamaan di atas al. 1. Methode Blaney – Cridle U = k.f Di mana U
= Evapotranspirasi bulanan (mm/bulan).
k
= Koefisien yang tergantung dari jenis tanaman.
f
= (t+p)/100.
Cara ini baik untuk digunakan dalam perkiraan evapotranspirasi jangka panjang. Cara tersebut disempurnakan seperti dibawah ini U
K .P (45,7t 813) 100
di mana K
= Kt x Ke.
Kt = 0,0311 t + 0,240. T = Suhu udara. Ke = Koefisien tanaman. P = Prosentase jam siang dalam setahun. 2. Hargreaves Perhitungan evapotranspirasi ini berdasar pada pemakaian Class A pan evaporation. Namun demikian karena alat ini tidak selalu ada di semua daerah maka beliau menggunakan suatu rumus empiris dengan faktor klimatologi yang sama dengan Class A pan evaporation. Ev = 0,38 D(1 - Hn)(T-32) Di mana Ev = Class A pan evaportaion. Salamun , IR. MT
45
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
D = Monthly day time coefisien. Hn = Kelembaban relatif bulanan rata-rata pada tengah hari (at noon). T
= Temperatur bulanan ratar-rata.
Dalam satuan metrik, persamaan diatas dapat ditulis ; Ev = 17,4 D Tc (1 - Hn) Di mana Ev = Class A pan evaportaion dalam mm/bulan. D = Monthly day time coefisien. Tc = Temperatur bulanan rata-rata dalam 0 C. Hn = Kelembaban relatif. Faktor kelembaban rekatif (1 – Hn) dapat dimodifikasi dalam faktorfaktor angin (kecepatan angin), Penyinaran Matahari (shunshine), elevasi. Sehingga persamaan tersebut akan menjadi: Ev
= 17,4.D.Tc.FH.FW.Fs.FE.
FH.
= 0,95 – 0,55 Hn.
FW. = 0,75 + 0,0255 x Wkd. FW. = 0,75 + 0,125 x Wkh. Fs.
= 0,478 + 0,59 S.
FE
= 0,95 + 0,0001 E.
Di mana Ev D
= Class A pan evaportaion. = Monthly day time coefisien.
Hn = Kelembaban relatif bulanan rata-rata pada tengah hari (at noon). Wkd = kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (km/hari) Wkh = Kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (m/jam). S
= Penyinaran matahari bulanan rata-rata dalam persen.
E
= Elevasi dalam m.
Salamun , IR. MT
46
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Pencatatan data kelembaban relatif tengah hari biasanya tidak ada, akan tetapi data kelembaban relatif yang ada adalah kelembaban relatif rata-rata, kelembaban relatif maksimum dan kelembaban relatif minimum. Maka untuk harga Hn dapat dicari dengan rumus : Hn = 0,40 Hm + 0,60 Hm2 atau Hn = 0,40 Hi + 0,10 Hx + 0,18 Hm + 0,32 Hm2 Untuk mencari Hm lihat tabel berikut Tabel 4.4. Konversi Kelembaban relatif
Hn tengah hari (%) 20 30 40 50 60 70 80 85 90
Hm rata-rata harian (%) 34 45 55 65 73 82 87 91 94
FH 0.568 0.540 0.500 0.432 0.392 0.320 0.238 0.193 0.145
Tabel 4.5. Konversi angin
Wkd (Km/day) 20 40 60 80 100 125 150 175 200
Salamun , IR. MT
Fw 0.864 0.911 0.948 0.978 1.005 1.035 1.062 4.087 1.111
Wkh (Km/jam) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fw 0.875 0.927 0.966 1.000 1.030 1.056 1.081 1.104 1.125
47
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Tabel 4.6. Konversi penyinaran matahari S (%) 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Fs 0.594 0.652 0.710 0.768 0.826 0.884 0.942 1.000 1.058
Tabel 4.7. Konversi elevasi
E (m) 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Salamun , IR. MT
FE 0.950 1.000 1.050 1.100 1.150 1.200 1.250 1.300 1.350
48
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3. Cara Thornthwaite Cara ini berdasar penelitian di Amirika Serikat dengan pengukuran di lapangan memakai alat Lysimeter. Banyaknya Evapotranspirasi berdasar pada suhu udara rerata bulanan, standar bulan 30 hari. E = c x Ia. Di mana E
= Evapotranspirasi potensial bulanan (cm/bulan).
C dan a = Koefisien yang tergantung dari tempat. T
= Suhu udara rata-rata bulanan.
a
= 0,000000675 I3 – 0,000771 I2 + 0,01792 I + 0,49239 1, 514
t I = t 1 5 12
= indek panas .
4. Penman Modifikasi Dari Kreteria Perencanaan Irigasi KP 01 direkomendasikan bahwa Evapotranspirasi
memakai Evaporasi Modifikasi Penman dikalikan
dengan faktor tanaman, diperoleh dari Nedeco/Prosida atau FAO. Et = Kc. Ep Di mana Et = Evapotranspirasi. Kc = Koefisien tanaman. Ep = Evaporasi potensial. Koefisien Tanaman Penelitian mengenai koefisien tanaman padi di beberapa daerah oleh Prosida pada tahun 1876. Hasilnya adalah seperti tabel 4.8 Tabel 4.8. Koefisien tanaman
Salamun , IR. MT
49
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bulan ke Bulan pertama Bulan kedua Bulan ketiga Bulan keempat
Bulanan 1.10 1.35 1.30 1.05
Setengah bulanan 1.2 1.20 1.32 1.40 1.35 1.24 1.12 0.95 0
Pada tahun 1984 Prosida/Nedeco dengan FAO merekomendasikan koefisien tanaman untuk padi sebagai berikut: Tabel 4.9. Koefisien tanaman untuk Padi
Bulan 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Salamun , IR. MT
Nedeco/Prosida Tradisional HYV 1.20 1.20 1.20 1.27 1.32 1.33 1.40 1.30 1.35 1.15 1.24 0 1.12 0
FAO Tradisional 1.10 1.10 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0
HYV 1.10 1.10 1.05 1.05 0.95 0
50
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Catatan: -
Angka - angka koefisien tersebut digunakan dengan methode Modifikasi Penman
-
HYV = high yielding variety of paddy = padi umur pendek
-
Tradisional = padi umur panjang
-
Kofisien tersebut digunakan pada waktu pertumbuhan tanaman, penyemaian sudah termasuk dalam pengolahan lahan
Selain tanaman untuk padi juga disediakan koefisien tanaman untuk non padi atau Palawija sbb: Tabel 4.10 Koefisien Tanaman Palawija
Pereode ½ bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Salamun , IR. MT
Kacang panjang 0.5 0.75 1.0 1.0 0.82 0.45
Jagung 0.5 0.59 0.96 1.05 1.02 0.95
Kacang tanah 0.5 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.55 0.55
Bawang 0.5 0.51 0.69 0.90 0.95
Kacang hijau 0.5 0.64 0.89 0.95 0.88
Kapas 0.5 0.5 0.58 0.75 0.91 1.04 1.05 1.05 1.05 0.78 0.65 0.65 0.65
51
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
4.4. Kebutuhan air irigasi Selain kebutuhan air untuk pertumbuhan tanaman yang sangat dibutuhkan dalam
penyelenggaraan
irigasi,
beberapa
faktor
perlu
mendapatkan
perhatian seperti, pengolahan tanah yang berkaitan dengan penyiapan lahan, perkolasi yang berkaitan dengan jenis tanah, curah hujan serta pola dan tata tanam yang berkaitan dengan jenis tanaman dan waktu tanam. 4.4.1. Perkolasi Perkolasi adalah kehilangan air di petak sawah baik yang ke arah samping maupun ke arah bawah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi besar Perkolasi diantaranya -
Tekstur tanah Tanah yang mempunyai tekstur halus/berat (clay) mempunyai perkolasi yang rendah, sedang tanah yang mempunyai tekstur ringan (pasir) perkolasinya besar.
-
Permeabilitas tanah Permeabilitas tanah sangat erat hubungannya dengan perkolasi, permeabilitas tanah besar perkolasi besar demikian pula sebaliknya.
-
Tebal lapisan tanah bagian atas (Top Soil) Tebal top soil terhadap lapisan permeabel di bawahnya, makin tipis lapisan top soil makin kecil/rendah perkolasinya.
-
Letak permukaan air tanah Makin dalam letak muka air tanah makin tinggi perkolasinya. Demikian pula sebaliknya.
Seperti disebutkan di atas bahwa perkolasi dibedakan menjadi dua, yaitu perkolasi ke arah samping dan ke arah bawah. Menurut hasil dari beberapa penelitian dinyatakan bahwa perkolasi ke arah horizontal besarnya 3 s/d 10 kali perkolasi ke arah vertikal. Hal ini terutama terjadi di tanah yang kemiringan besar atau sawah dengan terasering.
Salamun , IR. MT
52
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Namun demikian perkolasi arah horizontal ini masih dapat dipergunakan lagi untuk sawah di bagian bawahnya, sehingga dalam praktek perkolasi arah horizontal ini diambil 2 – 5 kali perkolasi arah vertikal. Penelitian di Jepang mengenai perkolasi ini untuk berbagai jenis tanah sawah dengan tebal top soil 50 cm dan hasilnya sbb Tabel 4.11. Perkolasi vertikal
Macan Tanah Sandy Loam Loam Clay Loam
Salamun , IR. MT
Perkolasi (mm/hari) 3–6 2–3 1–2
53
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Sumber : Rice Irrigation in Japan , OTCA 1973
Di Indonesia beberapa proyek-proyek besar juga diadakan penelitian : -
Proyek Irigasi Sempor perkolasinya 0,65 mm/hari
-
Proyek Irigasi Kali Progo perkolasinya 2 - 5 mm/hari
-
Proyek Irigasi Way Seputih perkolasinya 0,70 mm/hari
-
Proyek Irigasi Sadang perkolasinya 0,90 mm/hari
Besaran Perkolasi sebaiknya diadakan pengukuran di lapangan sehingga mendapatkan hasil yang tepat. Untuk itu dalam pengukuran perkolasi dibutuhkan beberapa data pendukung seperti. - Peta Topografi, peta ini berguna untuk mengetahui batas dari dari daerah penelitian. Peta yang ada sekarang adalah skala 1 : 25.000 dan 1:50.000 dan peta daerah Irigasi dengan skala 1 : 5.000. - Peta Air Tanah, peta yang menunjukkan kedudukan muka air tanah terhadap muka tanah. - Soil Profil Map, peta yang di dalamnya terdapat petunjuk mengenai tebal lapisan top soil. Serta tekstur tanah dari sub soil. Menurut RIJ. OTCA 1973 banyaknya tempat penelitian tergantung dengan luas lahan yang akan ditinjau. Tabel 4.12 Banyak sample pengukuran perkolasi
Daerah Irigasi (Ha) 0 - 20 20 - 40 42 - 60 60 - 80 80 - 100 100 - 150 150 - 200 200 - 250
Salamun , IR. MT
Banyaknya sample 3 4 5 6 7 8 9 10
54
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Alat ukur perkolasi Pengukuran perkolasi di lapangan sampai saat ini masih menggunakan dua macam peralatan yaitu : Cylinder Methode. Alat ini berbentuk cylinder yang dibuat dari besi atau plastik, diameter bagian dalam 10 s/d 15 cm dan panjangnya 50 cm. Pipa silinder dimasukkan ke dalam tanah dengan bagian atasnya diberi tutup untuk menghindari terjadinya penguapan air yang terdapat di dalam pipa silinder. Pengukuran perkolasi dilakukan dengan pengukuran penurunan muka air di dalam pipa silinder.
Quick Methode Alat ini berupa silinder dari bahan logam seperti alat cylinder methode namun panjangnya 60 cm dan dimasukkan ke dalam tanah 40 cm, dilengkapi dengan tandon air (tank) dan alat pembacaan yang berupa gelas dengan garis-garis ukur. Air dari bejana dialirkan dengan slang ke dalam silinder logam sampai penuh dan air dalam gelas naik sampai ketinggian yang paling tinggi. Selanjutnya hentikan pemberiam air dari tank ke dalam silinder dan ukur penurunan air di gelas ukur tersebut. Formula yang disediakan adalah sbb : P
h L a 2 x3L .86400 . . log 1 A t2 t1 h2 L
------------------- 4.17
tanki
di mana P
= Perkolasi cm/hari.
a
= Luas penampang gelas Cm2.
A
= Luas penampang silinder Cm2.
12 Lcm
50 cm
40 cm
H1 H2
= Panjang silinder yang masuk ke dalam tanah.
hn = Hydro-static head (cm) di dalam gelas pada satuan waktu t n. 60 cm
Alat Cylinder Methode
Salamun , IR. MT Gambar
12 cm
4.5 . Alat ukur Perkolasi
55
Alat Quick Methode
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bila data Perkolasi sudah ada dari hasil penelitian selayaknya data tersebut dipakai dalam perhitungan kebutuhan air. Namun bila data belum ada dapat digunakan Pedoman PSA 010 sebagai berikut: -
Untuk lahan datar (dataran rendah) digunakan 1 mm/hari.
-
Untuk lahan yang miring dengan kemiringan >5% perkolasinya 2-5 mm/hari.
-
Bila didasarkan pada tekstur tanah, hasil pengamatan di lapangan menurut Fukuda dan Tsutsui 1969 sebagai berikut : Tanah bertekstur berat (lempung)
1 – 2 mm/hari.
Tanah bertekstur sedang (lempung pasiran)
2 – 3 mm/hari.
Tanah bertekstur ringan (pasiran)
3 – 6 mm/hari.
Perkolasi dapat berkurang sejalan dengan pengolahan dan penanaman suatu tanaman. Pada tanah yang sudah mendapat air irigasi secara baik, pada kedalaman antara 30 – 50 cm terjadi suatu lapisan semi permeabel yang akan memperkecil perkolasi. Namun demikian perkolasi dapat diperbesar dengan adanya retakan-retakan tanah, lubang-lubang yang dibuat oleh hewan (tikus) atau tanaman itu sendiri. 4.4.2. Pengolahan tanah (Puddling Requirement)
Salamun , IR. MT
56
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 4.6. Petak sawah saat pengolahan tanah Sebelum penanaman tanaman baik padi maupun palawija, tanah perlu diolah dahulu, pengolahan tanah ini memerlukan air agar tanahnya menjadi gembur atau lembek. Besarnya air untuk pengolahan tanah sangat tergantung dari penjenuhan tanah, lama pengolahan tanah dan lamanya pereode pengolahan tanah, umumnya berkisar 150–250 mm. Banyaknya air irigasi yang paling banyak adalah saat pengolahan tanah, apalagi pada waktu pengolahan tanah tidak terjadi hujan dan waktu pengolahan tanah sempit. Banyak air untuk pengolahan tanah dapat dicari dengan rumus : Wp = {A s + 0,5 A d (n-1)}.10 m3
------------------ 4.18
Di mana Wp = Banyak air yang diperlukan saat pengolahan tanah A
= Luas daerah yang diolah
s
= Tinggi air untuk pengolahan
d
= Unit water requirement (mm) = evapotranspirasi + perkolasi
n
= Jumlah hari pengolahan tanah
Jumlah air untuk pengolahan tanah pada sesuatu hari (x day) dapat dihitung sebagai berikut Wpx = A s/n + (x-1) d 10 m3
--------------------- 4.19
Contoh n = 7 hari ,
s = 200 mm,
d = 15 mm,
A = 2100 Ha
Maka akan didapat Wp = 5.145.000 m3.
Salamun , IR. MT
57
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Jumlah air yang dibutuhkan untuk pengolahan tanah pada hari ke 7 akan didapatkan
Wpx = 870 000 m3.
Menurut pedoman PSA 010 yang mengacu pada VD Goor Zyltra, kebutuhan air untuk pengolahan tanah dirumuskan sebagai berikut : IR = M ek / e^(k-1)
----------------------------- 4.20
Di mana IR = Kebutuhan air saat pengolahan tanah. M
= Eo + P.
Eo = Evaporasi. P
= Perkolasi.
K
= MT/S.
T
= jangka waktu penyiapan lahan.
S
= air yang dibutuhkan untuk penjenuhan tanah ditambah 50 mm = 200 – 250 mm.
Untuk tanaman palawija, besarnya pengolahan tanah 50 mm selama 15 hari (3,33 mm/hari). Untuk tanaman tebu 100 mm selama 30 hari. 4.4.3. Curah hujan Efektif Curah hujan efektif adalah curah hujan dari keseluruhan hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman untuk tumbuh secara normal. Exces rainfall berguna untuk menghitung debit (banjir). Berbagai ahli hidrologi telah mencoba menghitung besar hujan efektif ini. Curah hujan efektif yang berpengaruh di daerah irigasi sebaiknya data dari stasiun yang terletak di daerah irigasi, namun demikian bila tidak ada kita dapat menggunakan kaidah hidrologi pada umumnya seperti rata-rata aljabar, polygon Thyesen dsb. Sebaiknya data yang dipakai dalam perhitungan curah hujan efektif adalah data curah hujan harian. Dari data tersebut dijumlah tiap 2 mingguan sesuai pereode tanaman.
Salamun , IR. MT
58
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Harsa Engineering Comp. Int untuk proyek irigasi Pekalen Sampean di Propinsi Jawa Timur di dalam laporan: Feasibility Report Pekalen Sampean Rehabilitasi Project, East Java, March 1971. Menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan pada R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 year out of 10 year. Bila dinyatakan dengan rumusan statistik adalah sebagai berikut. Dengan merangking data curah hujan dari kecil ke besar maka akan didapat curah hujan efektif pada rangking ke n/5 + 1 atau sebagai berikut: R80 = n/5 +1
------------------------------------ 4.21
Di mana R80 = Hujan efektif (1 in 5 dry). n
= Jumlah data curah hujan.
Dengan pendekatan distribusi Normal maka curah hujan efektif (1 in 5 dry) didapatkan rumus :
R80 = R .k
---------------------------------- 4.22
Di mana R80 = Curah hujan efektif (1 in 5 dry).
R = Curah hujan rerata.
. = Ctandar deviasi. = Coefisien /faktor frekwensi untuk 1 in 5 dry = - 0,842.
k
Contoh perhitungan Tahun
Rata - rata Setengah Bulanan (mm ) Jan I
II
Feb I
April
Mei
Juni
I
I
I
I
II
Oktob
Nop I
I
I
II
I
II
I
II
0
2
55
0
62 115 256 107 241
1998 166 206 180 226
81
208 151 14 106 135 30
0
9
0
91 136 1
20 103 125 191 234 284 72
1999 122 94 140 169
95
292 77
79 211 75
5
0
0
0
10
0
0
10
20
30
55
67
2000 60 150 116 125 152 100 65
69 152 100
8
3
0
9
0
0
9
0
15
23
55
98 100 124
2001 146 198 110 189 219 154 103 145 282 19
12
35
9
25
7
34 136 23
87 167 63 158 57 119
2002 152 160 135
88
291
21 121 141 28
10
0
4
7
0
6
9
0
45
86 115 86 100 63 158
2003 96 100 59
89
95
111
0
2
1
11
0
0
3
0
0
37
57
56 182 130
2004 143 206 193
95
131 314 147 94
60 229 168 49
0
0
0
0
2
2
1
3
15
2005 393 116 192 115 204 194 102 39 373 69 144 131 154 16 152 34 90
34
79
75 227 32
88 203
2006 308 195 274 164
54
61
95 135 56
95 185
7
15
0
9
0
13
II
Des
0 237 0
135 315 291 129 209 49
II
Septe
6
86 101 42
II
Agust
II
88
II
Juli
1997 63 144 121 161 340 152 158 190 94 141 20
Salamun , IR. MT
II
Maret
I
II
89 150
6
50 196 87
59
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2007 158 94
10 27 16
9
14
2008 207 100 138 122 202 280 58 197 132 91 58 57 78 14
0
73 56 144 85 60 220 86 99 159
2009 266 25 182 185 271 198 197 62 32 85 113 0
0
0
9
0
0
2
0
2010 300 31 288 251 218 169 111 33 90 79
0
26
0
0
0
0
0 105 95 84 53 124
45 15 46
0
69 193 84 124
2011
0
13
0
83
0
117 214 153 100 12 59
195 1688 81 304 41
4
3
0
42 103 54
2012 67 104 160
96
241 208 55 160 22
41
2013 121 134 146
58
88
26 226
112 106 87
9
19 108 12 22 19 18 2
0
55 15
0
0
2
32 136 102 181 291 93 0 8
31
7
97 121
79 155 89 111
0
31
30 145 73 114 146 186
5
11
56
69
89 145 123 184
Rrerata 162 121 143. 141 265 173 135 108 106 86 53 26 19 27 19 23 29 30 48. 75 99 117 123 136 Stadev 103 63.
76 55.5 375 78. 76.1 71 101 64. 68 40 39 56 40 37 57 38 40 52 61 69 70
56
R1/5
80
89
76 68
95 -50 107
72 48 22 32
-4
-7 -13 -20 -15
-9 -18
-2 14 31 47 59 65
Dengan rangking data hujan R80 = n/5 +1, n = 17 = 17/5 + 1 = 4 R80 pada rangking keempat Rang
Rata - rata Setengah Bulanan (mm ) Jan
Feb
Maret
April I
I
II
I
II
I
1
0
0
0
58
81
21 55
II
2
60
25
13
83
88
81 58 33
3
63
31
59
88
88 100 65
4
67
94 110 89
95 111 77
5
96
94 116 95
Mei
Juni
Juli
Agust
Septe
Oktob
Nop
Des
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
II
I
14
9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
15
7
53
II 6
12
10
2
0
0
0
0
0
0
0
0
3
31
32
57
72
39
22
19
3
0
0
0
0
0
0
0
0
8
55
50
63
87
41
28
26
4
0
0
0
0
0
0
2
1
23
55
56
88
93
95 112 86 62
32
41
5
1
0
0
0
0
0
2
15
30
56
67
89 111
6
121 100 121 96 117 135 102 69
42
59
8
2
0
0
0
0
0
2
20
57
63
84
89 119
7
122 100 135 115 131 152 103 79
42
69
12
3
0
0
0
0
0
10
30
60
73
86
95 121
8
143 104 138 122 152 154 106 87
60
75
19
4
7
9
6
0
1
11
32
62
79
98
97 124
9
146 116 140 125 202 169 111 94
90
79
20
6
9
14
7
3
2
20
37
69
86
100
99 124
10
152 134 146 161 204 194 121 100 94
85
30
7
9
16
9
9
2
23
56
75
89
114
100 150
95
95
145 107 158
11
158 144 160 164 218 198 147 101 106 91
49 10 11
16
9
14
5
31
61
12
166 150 180 169 219 208 151 141 129 100 54 35 12
22
9
18
9
34
79 105 102 155 123 159
13
207 160 182 185 241 208 153 145 132 103 58 45 15
25
10
34
13
45
85 115 115
14
266 195 192 189 271 214 158 160 152 135 113 49 15
26
15
34
56
54
86 125 135 181 146 185
15
300 198 193 195 291 280 197 190 211 141 144 57 27
46
19
69
90
55
87 136 191 182 196 186
16
308 206 274 226 340 292 304 197 282 209 168 108 78
55
91
73 136 84 103 145 220 234 284 203
17
393 206 288 251 1688 314 315 291 373 229 226 131 154 237 152 136 193 144 124 167 227 256 291 241
R1/5
67
94 110
Salamun , IR. MT
89
95 111 77
41
28
26
4
0
0
0
0
0
0
2
1
23
55
158 130 184
56
88
93
60
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Selain rumus di atas hujan efektif yang mempengaruhi tanaman, menurut para pakar masih ada perbedaan pendapat mengingat sangat kompleksnya permasalahan ini, khususnya sehubungan dengan cara/metode pemberian air antara lain : -
Cara pemberian air irigasi, rotasi, continue, penggenangan atau intermitten.
-
Laju pengurangan genangan di persawahan.
-
Sifat hujan itu sendiri.
-
Kedalaman lapisan air yang harus dipertahankan.
-
Pemberian air ke petak apakah setiap sadap hanya melayani satu petak atau lebih, letak sawah bagian atas dapat secara langsung memberi air pada petak di bawahnya.
-
Jenis tanaman dan tingkat ketahanan terhadap kekurangan air.
4.4.3.1. Hujan efektif untuk tanaman padi Dari pedoman PSA 010 untuk tanaman padi
satu golongan sangat
tergantung dari sumber air yang didapat : a. Untuk pengambilan dari bendung atau intake. -
70 % hujan tengah bulanan 20% kering (1 in 5 dry) selama pengolahan tanah.
-
40 % hujan tengah bulanan 20% kering (1 in 5 dry) selama pertumbuhan.
b. Untuk Irigasi dengan waduk. -
70 % hujan tengah bulanan 20% kering (1 in 5 dry) selama pengolahan tanah.
-
60 % hujan tengah bulanan 20% kering (1 in 5 dry) selama pertumbuhan.
c. Untuk Irigasi air tanah. -
70 % hujan tengah bulanan 20% kering (1 in 5 dry) selama pengolahan tanah maupun pertumbuhan.
Untuk irigasi sistem golongan koefisien/faktor pengali sebagai berikut : Salamun , IR. MT
61
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tabel 4.13 Efektif rainfall factor for Rice
½ bulanan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Salamun , IR. MT
2 gol 0.18 0.53 0.55 0.40 0.40 0.40 0.40 0.20
3 gol 0.12 0.36 0.48 0.50 0.40 0.40 0.40 0.27 0.13
4 gol 0.09 0.26 0.36 0.46 0.48 0.40 0.40 0.40 0.20 0.10
5 gol 0.07 0.21 0.29 0.37 0.45 0.46 0.40 0.32 0.24 0.16 0.08
6 gol 0.06 0.18 0.24 0.31 0.37 0.44 0.45 0.33 0.27 0.20 0.13 0.07
62
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 4.7. Tanaman Padi saat pertumbuhan
Hujan efektif untuk palawija Dari data hujan setengah bulanan 20% kering dikalikan dengan koefisien seperti tabel 4.14 .
Tabel 4.14 Efektif rainfall factor for non Rice (palawija) Rerata hujan mm 12.5 25 37.5 50 62.5 75 87.5 100 112.5 125 137.5 150 162.5 175 162.5187.5 bulanan 25 50 75 100 Rerata Et 125 150 175 200 225 250
Salamun , IR. MT
8 8 9 9 10 10 11 11 12 13
16 17 18 19 20 21 23 24 25 25
24 25 27 28 30 31 32 33 35 38
32 34 35 31 39 42 44 47 50
39 41 43 46 49 52 54 59 61
46 48 52 54 57 61 64 68 72
56 59 62 66 69 73 78 84
62 66 70 74 78 82 87 92
69 73 80 87 94 76 85 92 98 81 89 97 104 86 95 103 111 91 100 109 117 96 106 115 124 102 112 121 132
100 107 112 118 125 132 140
116 119 126 134 141 150
120 120 127 127 134 134 142 142 150 144.5 158 158
63
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Contoh Hujan rata-rata bulanan
=100 mm
Et
= 150 mm
Efektif Rain fall
= 74 mm
Untuk kedalaman air yang dapat mempengaruhi pertumbuhan
>75 mm,
faktor koreksi kandungan air tanah seperti tabel 4.15. berikut; Tabel 4.15 Faktor Koreksi kedalaman air Efektif Storage Storage Faktor
Salamun , IR. MT
20 25 37.5 50 62.5 75 100 125 150 175 200 0.73 0.77 0.86 0.93 0.97 1 1.02 1.04 1.06 1.07 1.08
64
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Contoh Hujan rerata bulanan
= 100 mm
Et
= 100 mmm
Efektif Storage
= 100 mm
Efektif Rainfall =1.07 x 66 = 70.6 mm Tinggi Genangan (w) Penggantian air genangan diperlukan untuk penyiangan, pemberian pupuk pada tanaman. Besarnya adalah 50 mm selama setengah bulan atau 3,33 mm/hari pada bulan ke – 1 dan bulan ke – 2. Dari berbagai penelitian Pengaruh Tinggi genangan terhadap hasil panen menyebutkan bahwa, tinggi genangan 2,5 cm akan menghasilkan 55% lebih tinggi daripada yang digenangi 10 Cm (IRRI,Philipina) bahkan tinggi genangan melebihi 10 Cm akan mengurangi hasil padi. Di Indonesia dari laporan penelitian bahwa tinggi genangan 22,5 Cm dan 27,5 Cm untuk padi Si Gadis tumbuh lebih tinggi dan pertumbuhan anakan tertahan, sedangkan hasil jerami lebih berat dan gabah kurang. Padi Si Gadis ternyata memberikan hasil optimal pada tinggi genangan 2,5 Cm. ( Yusuf, 1969). 4.4.4. Efisiensi Irigasi Efisiensi irigasi adalah prosentase banyaknya air yang hilang selama penyaluran dari bangunan penangkap air sampai petak yang paling bawah. Efisensi irigasi menurut pedoman PSA 010 adalah sbb: -
Untuk daerah irigasi yang luas, seluruh jaringan dipakai 60 – 65%
-
Untuk daerah irigasi yang kecil dan pemberian airnya diatur dengan baik atau air irigasi diambil dari waduk atau air keluar (buangan) dapat dipakai lagi dalam jaringan tersebut, besar efisiensi dapat ditetapkan sedikit lebih besar namun tidak melebihi 75%
-
Bila suatu derah irigasi sudah diadakan penelitian mengenai efisiensi irigasi maka harus dipakai angka hasil penelitian tersebut.
-
Untuk daerah irigasi yang umum digunakan 60 - 65%. Hal ini didasarkan pada kehilangan air ditingkat saluran sbb: o
Salamun , IR. MT
Kehilangan dari pintu sadap sampai ke petak 20-25% 65
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
o
Kehilangan di saluran sekunder 10-15%
o
Kehilangan di saluran induk 5-10%
Angka ini tidak mengikat tergantung dari hasil penelitian masing-masing daerah irigasi yang sudah ada. 4.4.5. Pola Tanam dan Tata Tanam Pola tanam Pola tanam adalah jenis atau rangkaian penanaman tanaman selama satu tahun. Yang umum sampai ini saat ini yang didasarkan pada ketersediaan air adalah sebagai berikut: Padi - padi - palawija bila air mencukupi. Padi - padi – bero bila air pada musim kemarau tidak ada. Padi - palawija - palawija bila air cukup pada musim penghujan saja. Padi – palawija – bero bila air kurang pada musim tanam ke dua dan kemarau tida ada air. Sebaiknya penanaman padi pada areal irigasi dalam satu tahun tidak secara terus–menerus walaupun airnya cukup melimpah. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hama tanaman padi. Bila dimungkinkan untuk menyingkat atau menyiasati curah hujan yang pereodenya pendek, misalnya musim hujan kurang dari 6 bulan dapat dimungkinkan pada musim tanam kedua tanpa olah tanah (TOT). Hal ini bisa dilakukan apabila jenis tanahnya memenuhi syarat/lunak. Tata tanam. Sehubungan curah hujan sebagai sumber air dalam penyelenggaraan irigasi tidak serentak. Hal ini disebabkan oleh sifat hujan itu sendiri maka dimungkinkan satu daerah irigasi dengan daerah irigasi lainnya tidak sama saat mulai tanam. 4.5. Debit Pembuang Kelebihan air di areal irigasi disebabkan: - Hujan lebat. - Melimpahnya air irigasi atau buangan. Salamun , IR. MT
66
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
- Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi didalam petak tersier. Kelebihan air ini akan menyebabkan terkumpulnya genangan di areal yang lebih rendah. Modulus Pembuang tergantung dari : 1. Curah Hujan 2. Pemberian air irigasi 3. Perkolasi Tanah 4. Tampungan sawah 5. Luas daerah dan sumber air lainnya. Untuk sawah yang ditanami padi. Modulus pembuang ditentukan dengan curah hujan 3 harian pereode 5 tahunan R(3)5. Dm
D3 3 x8,64
dimana
Dm = Drainase modul/modulus pembuang, l/dt/ha. D3 = Limpasan pembuang permukaan selama 3 hari, dalam mm Dimana 1 mm/hari =1/8,64 l/dt/ha Kalau dengan grafik. Curah hujan mm/hr
Dengan menganggap harga-harga R, ET, I dan S diketahui, modulus pembuang dapat dihitung, lihat garfik dibawah ini.
139
komulatif (mm)
Curah hujan
120
33
60 30
210
150
90 Salamun , IR. MT 30 0
26 Curah hujan R(3)5
Waktu dalam hari
198
nET=18mm 67 nDm=130 mm
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
S=50mm S max Pembuang
Salamun , IR. MT
68
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
1
2
3
waktu dalam hari
Gambar 4.8 Neraca Air di sawah Dari grafik diatas untuk kondisi curah hujan tersebut dapat ditentukan besarnya modulus pembuang. Dm = 130/(3 x 8,64) = 5 l/dt/ha Debit rencana yang berasal dari sawah dengan tanaman padi dihitung dengan rumus berikut: QD = f Dm A Dimana : QD = Debit rencana. f
= Faktor reduksi (lihat KP-03 Gambar 6.2).
Dm = Modulus pembuang. A
= Luas daerah yang dibuang airnya.
Untuk daerah irigasi < 400 ha pembuang air per petak diambil konstan. Untuk areal > 400 ha, debit pembuang sbb QD = 1,62 Dm A0,92
Untuk pembuang sawah non padi Untuk sawah yang ditanami selain padi, yang perlu diperhatikan yakni: 1. Daerah aliran sungai berhutan. 2. Daerah dengan tanaman ladang. 3. Daerah permukiman.
4.5.1. Debit Puncak Debit puncak daerah-daerah yang akan dibuang airnya sampai seluas 100 km2 dihitung dengan rumus “Der Weduwen”, atau yang didasarkan pada pengalaman mengenai sungai-sungai di Jawa seperti FSR Jawa Sumatra atau HSS Gama I yang telah diterbitkannya SNI nya. 4.5.2. Debit Pembuang areal non padi Salamun , IR. MT
69
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Debit rencana adalah debit/volume limpasan air dalam waktu sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya. Debit ini berasal dari curah hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu satu hari, diandaikan mengalir satu hari itu juga. Ini mendapatkan debit pembuang yang konstan. Menurut USBR 1973 besar debit Pembuang tersebut sebagai berikut: QD = 0,116 R(1)5.A0,92 Dimana
= Koefisien limpasan air hujan.
R(1)5. = Hujan harian pereode 5 tahunan.
Tabel 4.16 Koefisien limpasan air hujan
Penutup Tanah Hutan lebat Hutan Tidak Lebat Tanaman Ladang
Salamun , IR. MT
Kelompok hidrologis tanah C D 0,60 0,70 0,65 0,75 0,75 0,80
70
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kelompok C = tanah infiltrasi rendah, dapat menahan gerak turun air atau dengan tekstur halus. Kelompok D = tanah infiltrasi amat rendah, potensi limpasan tinggi 4.5.2. Debit Rencana saluran Tersier Saluran pembawa/irigasi tersier adalah saluran yang mengambil air dari bangunan sadap melalui petak tersier sampai ke box terakhir. Sebaiknya muka air rencana saluran tersier lebih rendah dari pada muka tanah sekitarnya. Hal ini mengandung maksud agar pengambilan air ke petak sawah melalui saluran kuarter. Pada tanah terjal saluran akan mengikuti kemiringan medan, sedangkan medan yang bergelombang atau datar, saluran mengikuti kaki bukit atau tempat-tempat tinggi. Box tersier akan membagi ke saluran tersier atau kuarter berikutnya. Box kuarter akan memberikan air ke saluran-saluran kuarter. Saluran-saluran kuarter adalah saluran-saluran bagi, umumnya dimulai dari box
bagi sampai ke saluran pembuang kuarter. Dianjurkan panjang
maksimum saluran ini 500 m, kecuali jika ada hal-hal istimewa (pembuatan saluran pendek terlalu mahal). Didaerah bukit saluran kuarter difungsikan pula sebagai saluran pembuang. Debit yang lewat saluran ini tergantung kebutuhan air di areal rencana dan luas petak rencana. Sebagai dasar perhitungan saluran dipakai kapasitas rencana 100% (Q = 100% Q maximum). Sebaiknya saluran irigasi dan pembuang tidak sejajar, karena saluran pembuang dapat mengikis dan merusak saluran irigasi. Jika hal ini tidak mungkin, kemiringan hidrolis antara saluran irigasi dan pembuang terlalu curam, maka saluran irigasi akan banyak mengalami kehilangan air akibat rembesan dan tanggul cepat runtuh. Jarak antara saluran irigasi dan pembuang hendaknya cukup jauh agar kemiringan hidrolis minimal 1:4. Saluran Pembawa
Kemiringan maksimum yang dijinkan 1:4
Saluran Pembuang Salamun , IR. MT
71
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 4.9. Sket saluran pembuang dan pembawa Untuk menentukan trace saluran dianjurkan : - Sedapat mungkin mengikuti batas - batas sawah. - Saluran irigasi letakan dipunggung medan, saluran pembuang di daerah lembah/depresi. - Hindari persilangan dengan pembuang. - Saluran irigasi hendaknya mengikuti kemiringan medan dan tidak melewati petak-petak tersier yang lain. - Hindari pekerjaan tanah yang besar dan batasi jumlah bangunan. 4.5.3. Debit Rencana Saluran Fungsi Ganda Sering dijumpai di lapangan saluran-saluran pembawa/irigasi berfungsi pula sebagai saluran pembuang. Sepanjang perjalanan saluran mendapat tambahan air baik dari alur-alur pembuang
maupun dari petak sebelah
atasnya sehingga mendapat tambahan debit dari alur-alur pembuang tersebut. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan debit yang masuk dari alur pembuang tersebut. Debit rencana untuk saluran fungsi ganda didasarkan pada : 1. Kebutuhan air irigasi pada musim kemarau (QP) 2. Debit puncak pembuang (QD) Formula yang disyaratkan dari hasil lokakarya yang diselenggarakan PIJT adalah sbb : QT = 0,7 QP + QD
Salamun , IR. MT
72
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sumber air untuk irigasi sangat penting dan mutlak. Karena air merupakan hal yang paling utama untuk pertumbuhan tanaman. Di Indonesia sumber air untuk irigasi ini pada umumnya diambil/ terdiri dari : 1.
Air Permukaan.
2.
Air Tanah.
5.1. Air Permukaan. Air permukaan adalah aliran sungai yang tergantung dari berbagai faktor. Faktor tersebut dibagi menjadi 2 bagian pokok antara lain. -
Elemen Meteorologi seperti curah hujan.
-
Elemen daerah pengaliran yang menyatakan sifat-sifat fisik DPS.
5.1.1 Elemen Meteorologi. 1. Jenis presipitasi Pengaruhnya terhadap limpasan sangat berbeda, tergantung pada jenis presipitasinya yaitu hujan atau salju. Jika hujan maka pengaruhnya langsung terhadap daerah pengalirannya dan debit yang akan lewat. 2. Intensitas Curah Hujan Besar dan derasnya curah hujan sangat berpengaruh dalam penentuan limpasan. Daerah dengan jumlah presipitasi (curah hujan) tahunan lebih dari 450 mm dapat diandalkan untuk pertanian tanpa tambahan air lainnya. Namun bila kurang dari 300 mm pertahun perlu mendapatkan air dari sungai atau air tanah. Distribusi Hujan dan Frekwensi Hujan Curah hujan sebagai faktor utama dalam rancangan irigasi khususnya penyediaan air irigasi adalah curah hujan yang dicatat dari stasiun curah Salamun , IR. MT
73
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
hujan didaerah pengaliran sungai. Curah hujan ini sering disebut curah hujan wilayah.
Pengaruh dari stasiun curah wilayah dapat dicari rata-
ratanya dengan beberapa methode . 1. Cara rata-rata aljabar Perhitungan cara ini adalah dengan meratakan data curah hujan yang tercatat dibeberapa stasiun curah hujan dalam waktu yang sama.
R
1 ( R1 R2 R3 .... Rn ) n
------------ 5.1.
Di mana
R
= Curah hujan rerata wilayah.
n
= Jumlah stasiun (pos) penakar curah hujan.
( R1 R2 R3 .... Rn ) = Besar curah hujan di setiap stasiun curah
hujan. Hasil dari cara ini lebih obyektif, jika stasiun curah hujannya banyak dan merata di daerah penelitian. 2. Cara Thiessen Jika stasiun curah hujan yang terdapat di daerah pengamatan tidak merata penyebarannya, perhitungan hujan rerata harus melihat pengaruh dari stasiun tersebut.
R
A1 .R1 A2 R2 A3 R3 .... An Rn A1 A2 A3 .... An
------------ 5.2.
A1 .R1 A2 R 2 A3 R3 .... An R n A
= W1R1 +W2R2+W3R3+ ……+WnRn Di mana
R
= Curah hujan rerata wilayah.
R1 R2 R3 ... Rn = Besar curah hujan di setiap stasiun curah.
Salamun , IR. MT
74
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
n
= Jumlah stasiun (pos) penakar curah hujan.
A1,A2,A3,…..An = Luas bagian yang mewakili stasiun pengamatan. A
= Luas total wilayah.
W1,W2,W3,…Wn = Bobot luas bagian yang mewakili stasiun pengamatan. Cara ini lebih teliti daripada cara rata-rata aljabar 3. Cara Isohyeit Cara ini adalah dengan menghubungkan besar curah hujan yang sama dari masing-masing stasiun. Sehingga dari cara ini didapat garis kontour curah hujan. Cara ini lebih subyektif dari cara-cara di atas, hal ini dikarenakan setiap penarikan garis kontour perlu interpretasi dari penarik/pembuat peta Isoheit. Curah hujan 20 % kering. Untuk keperluan perhitungan debit yang tersedia memakai curah hujan dengan kemungkinan 5 tahun sekali tidak terpenuhi. Atau pereode ulang kegagalannya dalam waktu 5 tahun. Yang dirumuskan R (1/5). Pereode Ulang. Jika laju suatu data hidrologi (x) mencapai sesuatu harga tertentu (x I), atau kurang dari (xI), diperkirakan terjadi dalam sekali dalam T tahun. Maka T tahun ini dianggap sebagai pereode ulang dari (x I), (xI) ini disebut data dengan kemungkinan T tahun. Jika data (x I), ini adalah data curah hujan harian, maka disebut curah hujan harian kemungkinan T tahun. Cara-cara untuk mendapatkan curah hujan dengan pereode ulangnya sampai saat ini terus dilakukan. Namun untuk ketersediaan air yang sesuai dengan kreteria irigasi dipakai metode Normal seperti kebutuhan air irigasi. 5.1.2 Sifat-sifat Fisik DPS. Salamun , IR. MT
75
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Debit sungai sebagai sumber air yang diperlukan untuk kebutuhan irigasi sebaiknya didasarkan pada data debit yang ada dengan cara seperti pada analisa data hujan diatas. Namun bila data debit tidak ada kita perlu mengadakan analisa debit dengan dasar data hujan. Selain data hujan sebagai faktor external, faktor internal yaitu keadaan fisik daerah tangkapan air. Ada beberapa faktor antara lain : -
Infiltrasi.
-
Tata guna lahan.
-
Geologi permukaan.
Infiltrasi Infiltrasi adalah proses masuknya air kedalam tanah, proses ini tergantung dari kondisi tanah khususnya permeabilitas tanah. Permeabilitas tanah ini tergantung dari tekstur dan struktur dari butir – butir tanah. Selain itu infiltrasi tergantung pula dari. a. Genangan di atas permukaan tanah dan lapisan air tanah. Air yang menggenang di atas permukaan tanah akan masuk ke dalam tanah yang disebabkan gaya gravitasi. Laju infiltrasi maksimum disebut kapasitas infiltrasi (f), hal ini terjadi apabila lapisan tanah telah jenuh dan air bergerak ke bawah melalui pipa-pipa halus sepanjang lapisan jenuh tersebut. b. Kelembaban Tanah Besar kelembaban tanah permukaan sangat berpengaruh terhadap laju infiltrasi. c.
Pemampatan oleh curah hujan Gaya pukulan oleh air hujan mengurangi kapasitas infiltrasi, pukulan air hujan tersebut akan menyebabkan terpencarnya air permukaan dan akan menutup celah-celah tanah. Sehingga kan mengurangi kapasitas filtrasi.
d.
Penyumbatan oleh bahan-bahan halus.
Salamun , IR. MT
76
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Seperti pada sub c, jika dalam keadaan kering atau kemarau, material halus diendapkan di permukaan tanah. Jika terjadi infiltrasi maka lapisan halus tersebut terbawa oleh infiltrasi dan mengisi celah atau rongga tanah sehingga akan menghambat/mengurangi laju infiltrasi itu sendiri. e. Pemampatan oleh manusia maupun hewan. Pada jalan yang sering dilewati orang maupun kendaraan, permeabilitas akan berkurang dikarenakan pemampatan tanah atau mempersempit ruang dalam tanah. Hewan sebagai kawan petani dalam mengerjakan atau mengolah sawah sangat membantu dalam proses pengawetan air. Dalam arti kerbau atau lembu yang digunakan untuk membajak sawah kakinya akan membentuk lapisan semi permeabel sedalam kaki tersebut terendam. Dampak positif dari ini adalah air yang menggenang di sawah tidak cepat habis. Oleh karena itu sawah yang telah lama diolah dengan bantuan hewan kebutuhan airnya condong berkurang daripada sawah baru maupun pengolahan sawah dengan alat lain. f.
Struktur tanah Lubang dalam tanah digali oleh binatang-binatang kecil dan serangga, akar tanaman yang mati. Proses tersebut mengakibatkan permeabilitas semakin besar. Sehingga laju infiltrasi juga semakin besar.
g.
Tumbuh-tumbuhan Jika permukaan tanah tertutup oleh tetumbuhan dan rumput-rumputan sehingga memperlambat jalannya air (run off) menyebabkan percepatan proses infiltrasi.
Tata Guna lahan Tata guna lahan pada daerah tangkapan air sangat berpengaruh terhadap besaran Run Off. Sehingga dalam penentuan debit suatu sungai kita harus mempertimbangkan secara cermat. Daerah tangkapan air yang telah didirikan suatu bangunan atau perumahan dipastikan akan menjadikan run off besar hal ini dikarenakan air tidak meresap ke dalam tanah namun langsung lari. Geologi Permukaan Salamun , IR. MT
77
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Geologi permukaan sangat penting dalam penentuan debit andalan. Hal ini sehubungan dengan sifat dari struktur geologi itu sendiri. 5.2. Air Tanah. Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang menempati ruang – ruang antara butir-butir tanah. Lapisan tanah yang terletak di bawah muka air tanah disebut daerah jenuh (saturation zone), sedangkan lapisan di atasnya disebut lapisan tidak jenuh di mana rongga-rongganya pada umumnya berisi air dan udara. Karena air tersebut merupakan kelengasan tanah, daerah akar (root zone), oleh karena itu air ini sangat penting untuk pertanian. Air tanah merupakan sumber daya yang amat penting di seluruh dunia. Hal ini disebabkan air tanah lebih bersih dibandingkan dengan air permukaan sehingga PDAM lebih senang memakai air tanah daripada air permukaan. Hal ini disebabkan biaya Treatment nya lebih murah. Pemanfaatan air tanah ini untuk irigasi dengan memakai pompa. Untuk mengetahui keadaan air tanah ini kita harus mengetahui lapisan tanah yang mengandung air. 5.2.1. Asal air tanah Hampir semua air tanah bagian dari daur hidrologi, termasuk air permukaan dan air atmosfeer. Air tanah asalnya dari berbagai macam sumber, seperti air “ Connate” yaitu air yang terperangkap dalam rongga-rongga tanah/batuan sedimen pada saat diendapkan, air ini dapat berasal dari laut maupun air tawar dan pada umumnya bermineral tinggi. Air “Juvenil” adalah air yang berasal dari magma gunung berapi dan biasanya mengandung belerang. Batuan yang mempengaruhi air tanah adalah formasi/susunan batuan yang tembus air (permeabel), apabila rongga-rongga tanah tersebut dapat dimungkinkan adanya gerakan air tanan disebut “Akuifer”.
Salamun , IR. MT
78
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Apabila formasi batuan tersebut dapat mengandung air tapi tidak dapat dimungkinkan adanya gerakan air disebut “Akuiclud”, sebagai contoh adalah tanah liat. Tanah yang dengan formasi kedap air yang tidak mengandung air atau mengalirkan air disebut “Akuifug” sebagai contoh adalah granit yang keras. Rongga-rongga dalam tanah dapat berfungsi sebagai pipa air tanah, sehingga rongga-rongga ini merupakan faktor yang amat penting dalam mempelajari air tanah. Rongga-ronga tanah dapat diklasifikasikan menurut besar rongga. Rongga-rongga kapiler adalah rongga-rongga yang cukup kecil
-
sehingga
menimbulkan
adanya
tegangan
permukaan yang menahan air. Rongga-rongga superkapiler lebih besar daripada kapiler,
-
rongga-rongga ini daya kapilernya lebih kecil. Rongga-rongga
-
suprakapiler
lebih
kecil
daripada
kapiler
sehingga dapat menahan air oleh adanya gayagaya adhesi Porositas batuan/tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di dalamnya. Ini dinyatakan dalam prosentase antara ruang kosong terhadap volume massa. Jika n adalah prositas maka, n
100.W V
-------------------------------- 5.3.
di mana
W : volume air yang dibutuhkan untuk mengisi lubang pori. V
: volume total batuan atau tanah.
Gambar 5.1 Contoh rongga-rongga tanah. Salamun , IR. MT
79
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Batuan sedimen yang berbutir sangat penting dalam hubungannya dengan suply air tanah. Porositas tanah sangat tergantung daripada bentuk dan susunan butir tanah. Distribusi butir tanah dan tingkat sementasi serta pemadatan tanah. Besar porositas terletak antara 0% sampai dengan 15% tergantung dari faktor-faktor tersebut di atas. Harga porositas untuk beberapa bahan sedimen seperti tabel berikut : Tabel 5.1 Porositas tanah
Bahan batuan/tanah Tanah Tanah liat Lanau (silt) Pasir medium sampai kasar Pasir berbutir seragam Pasir halus sampai medium Kerikil Kerikil berpasir Batu Pasir Shale Batu Kapur
Porositas (%) 50-60 45-55 40-50 35-40 30-40 30-35 30-40 20-35 10-20 1-10 1-10
5.2.2. Distribusi Vertikal Air Tanah Distribusi air tanah selain ke arah horisontal yang sering disebut aliran air tanah, juga distribusi ke arah vertikal. Distribusi arah vertikal sangat tergantung dari jenis tanahnya. Oleh karena itu letak dari air yang berada di dalam tanah dibagi menjadi beberapa daerah/zone. Zone Tidak jenuh
-
Zone tidak jenuh terletak di atas zone jenuh dan dibagi menjadi 3 daerah/zone zone air dangkal, zone gravitasi, zone air kapiler. Zone Jenuh
-
Zone jenuh terletak di bawah zone tidak jenuh yang terdiri dari ronggarongga yang terisi oleh air. Kalau tidak ada lapisan kedap air di sebelah atas air tanah, maka lapisan atas zone jenuh merupakan permukaan air tanah atau permukaan freatik.
Salamun , IR. MT
80
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Distribusi air tanah ini ditentukan sebagai permukaan dengan tekanan atmosfir dan dipandang sebagai tinggi pizzometrik di sumur (well) yang menembus akifer. Sebenarnya zone jenuh berada agak di atas permukaan tersebut akibat adanya gaya kapiler namun tekanan air di sini berada di bawah atmosfir. Air di dalam zone jenuh dinamakan air tanah, sedang air yang terletak di daerah zone tidak jenuh disebut air mengambang atau air dangkal
Zone tidak jenuh
Zone air dangkal Zone antara Zone kapiler
Air dangkal Air gravitasi Air kapiler Muka air tanah
Zone jenuh
Air tanah
Gambar 5.2. Pembagian air dalam tanah
5.2.2.1.Zone air tanah dangkal Tanah
yang berada di zone air dangkal ini berada dalam kondisi tidak
jenuh kecuali apabila di atasnya terdapat genangan air, zone tersebut dimulai dari permukaan tanah sampai ke zona akar utama. Tebalnya beragam menurut jenis tanah dan tanaman. Zone ini mempunyai arti yang sangat penting bagi Pertanian Ada 3 katagori pembagian dalam air tanah dangkal ini. -
Air higrokospis yaitu air yang dihisap dari udara sehingga membentuk lapisan tipis di permukaan partikel-partikel tanah. Gaya adhesifnya sangat besar sehingga tidak dapat diserap oleh akar-akar tanaman.
-
Air Kapiler, air ini ditahan oleh tegangan permukaan, digerakan oleh gaya kapiler dan tersedia bagi akar tanaman. Air ini mengelilingi partikel-partikel tanah.
-
Air Gravitasi merupakan kelebihan air dangkal yang mengalir lewat selasela butir tanah di bawah pengaruh gaya gravitasi.
Salamun , IR. MT
81
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Tekanan Uap Nol
Air higros kopis Air kapiler
Koefisien higroskopis Titik Layu Kadar air ekivalen
Air gravitasi
Air Tanah Untuk Tanaman
Kapasitas medan
Kapasitas Maksimum Air
Gambar 5.3. Komposisi Air Tanah Dangkal Keterangan sket diatas adalah sebagai berikut: Koefisien Higroskopis merupakan kadar air maksimum di mana tanah yang kering pertama kali mengisap air dari atmosfer dengan kelembaban relatip 50 % pada suhu 25o C. Titik Layu (witting point) adalah besarnya kadar air di mana terjadi kelayuan tetap pada tanaman. Kapasitas medan adalah jumlah air yang ditahan di dalam tanah setelah kelebihan air gravitasi dialirkan. Kadar Air Ekivalen adalah jumlah air yang disimpan oleh tanah jenuh setelah dikeluarkan dengan gaya sentrifugal 1000 kali gaya gravitasi. Zone Antara Zone antara ini berada di antara batas bawah dari zone air dangkal dan batas atas dari zone kapiler. Zone berguna untuk mengalirkan air ke bawah dari zone dekat permukaan ke muka air tanah. Zone Kapiler Zone Kapiler berada pada permukaan air tanah sampai kenaikkan kapiler dari air
Salamun , IR. MT
82
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
2r
hc
Gambar 5.4 Kenaikkan air Kapiler Rumus kenaikkan kapiler sbb hc
2.r
.
cos
------------------------------- 5.4.
di mana hc = Adalah kenaikkan kapiler.
r
= Jari – jari tabung.
= Sudut kontak antar dinding pipa dengan menictus.
= Berat jenis air.
= Tegangan permukaan.
Jika = 0,074 gram /cm2 pada suhu 10o C dan = 1 gram/cm3, maka tinggi kenaikkan kapiler (dalam cm) adalah hc
15 cos .
Makin tinggi kenaikkan tegangan kapiler di atas permukaan air tanah besar kadar kejenuhan makin menurun. Zone Jenuh Dalam zone jenuh semua rongga-rongga tanah atau pori-pori tanah terisi oleh air. Sehingga porositas di sini merupakan besarnya ukuran air yang dikandung per satuan volume. 5.2.2.2.Sifat Batuan Yang mempengaruhi Air Tanah Untuk mengetahui keadaan dan kedudukan air tanah harus diketahui daerah geologinya. Struktur geologi sangat berpengaruh dalam kemampuan menahan, menampung, mengalirnya air tanah serta besar kapasitas air tanah. Suatu lapisan yang mempunyai susunan sedemikian rupa, sehingga dapat melepaskan air dalam jumlah yang cukup disebut Akuifer. Salamun , IR. MT
83
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Menurut Thomas susunan geologi yang dapat berlaku sebagai akuifer al: -
Kerikil dan pasir.
-
Batu kapur.
-
Batuan gunung berapi.
-
Batu pasir.
-
Tanah liat yang bercampur dengan bahan yang lebih kasar.
-
Konglomerat.
-
Batuan kristalin.
Adapun susunan lapisan tanah ini hubungannya dengan kondisi air tanah dibagi dalam beberapa keadaan yaitu : a.
Lapisan Permeabel dan lapisan impermeabel. Lapisan yang mudah ditempati dan dilalui air adalah lapisan pasir atau kerikil yang sering disebut lapisan permeabel. Lapisan yang sulit ditembus oleh air disebut lapisan impermeable umumnya terdiri dari lapisan lempung atau silt. Lapisan permeabel yang jenuh dengan air disebut akuifer.
b.
Air bebas dan terkekang Air tanah dalam akuifer yang tertutup dengan lapisan impermeabel akan mendapat tekanan dan disebut akuifer tertekan. Akuifer yang tidak tertutup dengan lapisan impermeabel disebut akuifer bebas, air tak terkekang.
Air tanah bebas. Permukaan air tanah di sumur penduduk adalah air tanah tak terkekang dan merupakan batas antara daerah jenuh air dan daerah tak jenuh air (Aerasi).
Air bebas sangat rumit di dalam tanah hal ini disebabkan
pengaruh kapilerisasi Air tanah terkekang Sumur artesian
Air hujan
Air tanah ini ditandai bila kita membuat sumur, air yang ada akan naik, Permukaan pizometer bahkan dapat memancar seperti artesis apabila tekanannya cukup besar.
Muka air
84
Salamun , IR. MT Lapisan kedap air
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 5.5 Potongan melintang akuifer terkekang dan bebas Bila akuifer bocor maka akuifer ini disebut akuifer setengah terkekang. Kejadian ini diakibatkan lapisan sebelah atas dari akuifer adalah lapisan semi kedap air dan di atas lapisan tersebut jenuh air dan bagian bawah terdiri dari lapisan kedap air. Muka tanah Muka air tanah
Lapisan semi permebael
Lapisan kedap air Gambar 5.6 Akuifer setengah tertekan c.
Air tanah tumpang Air didaerah aerasi terbentuk lapisan impermeabel, maka air tanah yang terbentuk di atas lapisan ini disebut air tanah tumpang. Muka tanah Muka air tanah tumpang
Muka air tanah (akuifer) bebas
Lapisan kedap air
Gambar 5.7 Akuifer tumpang 5.3. Debit Andalan FJ Mock
Salamun , IR. MT
85
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dalam studi analisa debit Andalan methode Water Balance FJ Mock banyak dipakai selain N’Reka. Beliau mengadakan penelitian di Nusa tenggara Barat. Untuk menaksir tersedianya air disungai dengan cara MOCK ini tergantung; -
Curah hujan dan hari hujan bulanan.
-
Evapotransprasi.
-
Karakteristik hidrologi DAS.
5.3.1. Kreteria perhitungan dan Asumsi Evapotranspirasi terbatas Evapotranspirasi merupakan jumlah dari evaporasi dan transpirasi secara bersama – sama. Evaporasi adalah berubahnya air menjadi uap dari permukaan tanah maupun permukaan air, sedang transpirasi merupakan penguapan melalui tubuh tanaman, yaitu
pada daun melalui stomata
sebagai proses fisiologis. Karena banyaknya faktor yang ikut berperan dalam evapotranspirasi, maka untuk
memperhitungkan
evapotranspirasi
dengan
formula
yang
sesungguhnya sangat sulit. Oleh karena itu banyak para peneliti dalam menghitung evapotranspirasi menggunakan rumus empiris. Dalam perhitungan ini digunakan metode Penman Modifikasi untuk evaporasi. Kemudian evapotranspirasi terbatas dengan memakai data dan formula sbb: a. Curah hujan bulanan ( R ) dan jumlah hari hujan (n) bulanan. b. Eavapotranspirasi
terbatas
adalah
evaporasi
aktual
dengan
mempertimbangkan kondisi vegetasi dan permukaan tanah serta frekuensi curah hujan. E Ep
d .m 30
------------------------------------------------------ 5.5.
dimana E
= Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas.
Ep = Evapotranspirasi potensial. d
Salamun , IR. MT
= Jumlah hari kering tanpa hujan selama 1 bulan.
86
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
m = Prosentase lahan yang tidak tertutup vegetasi, dari peta tata guna lahan. Tabel 5.2 Nilai m No 1
m 0%
Daerah Hutan Primer, sekunder
2
10 % - 40 %
Daerah Tererosi
3
30 % - 50 %
Daerah ladang pertanian
Berdasar frekuensi curah hujan di Indonesia dan sifat infiltrasi dan penguapan dari tanah permukaan didapat hubungan sbb: d = 1,5 (18 – n)
----------------------------------------- 5.6.
n = Jumlah hari hujan Sehingga E/Ep = (m/20)(18 – n)
----------------------------------------- 5.7.
Et = Ep – E. Et = Evapotranspirasi terbatas. c. Soil surplus adalah volume air yang akan masuk ke permukaan tanah Soil surplus = (R – Et) – Soil Storage. 0 jika
= (R – Et ) < Soil Storage.
d. Initial storage yaitu besarnya volume air pada awall perhitungan. Ditaksir sesuai dengan keadaan musim Keseimbangan Air di Permukaan a. Curah hujan yang mencapai permukaan tanah S = R – Et
--------------------------------------------------------- 5.7.
Harga positif air masuk ke dalam tanah Harga negatif sebagian air tanah akan keluar. b. Perubahan kandungan air tanah, soil storage (S ) = selisih antara c. Soil Moinsture Capacity bulan sekarang dan sebelumnya, ditaksir berdasar kondisi porositas lapisan tanah atas dari DAS.
Tabel 5.3 Soil Moisture Capacity Salamun , IR. MT
87
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Type Tanaman Tanaman
Type Tanah Pasir Halus
0,50
Soil Moisture Capacity 50
berakar
Pasir halus dan Loam
0,50
75
pendek
Lanau dan Loam
0,62
125
Lempung dan Loam
0,40
100
Tanaman
Lempung Pasir Halus
0,25 0,75
75 75
berakar
Pasir halus dan Loam
1,00
150
sedang
Lanau dan Loam
1,00
200
Lempung dan Loam
0,60
200
Tanaman
Lempung Pasir Halus
0,55 1,00
150 100
berakar
Pasir halus dan Loam
1,00
150
dalam
Lanau dan Loam
1,25
250
Lempung dan Loam
1,00
250
Tanaman
Lempung Pasir Halus
0,62 1,50
200 150
Palm
Pasir halus dan Loam
1,67
250
Lanau dan Loam
1,50
300
Lempung dan Loam
1,00
250
Tanaman
Lempung Pasir Halus
0,67 2,50
200 250
hutan alam
Pasir halus dan Loam
2,00
300
Lanau dan Loam
2,00
400
Lempung dan Loam
1,60
400
1,17
350
Lempung Sumber : Tjahyadi 1999
Zone Akar
Debit dan Storage Air Tanah a. Koefisien infiltrasi (I) ditaksir berdasar kondisi porositas tanah dan kemiringan lahan. Lahan yang porous maka infiltrasi akan besar, namum
bila lahan yang terjal dimana air tidak sempat infiltrasi ke
dalam tanah, (I) kecil b. Rumus Storage air tanah Vn = k(Vn – 1) + ½ (1 + k).In Salamun , IR. MT
------------------------- 5.8 88
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dimana Vn
= Volume air tanah.
k
= qt/qo = Faktor resesi aliran air tanah.
qt
= Aliran air tanah pada waktu t (bulan ke t).
qo
= Aliran air tanah pada waktu 0 ( bulan ke 0).
Vn
= Volume air tanah bulan ke n.
Vn-1
= Volume air tanah pada bulan ke n-1.
c. Besar Aliran sungai ditentukan berdasar formula sbb: BF
= I – (Vn – Vn-1)
DRO = WS – I
------------------------------------------ 5.9.
------------------------------------------------- 5.10
QRO = (DRO + BF) x A ----------------------------------------- 5.11 Dimana: BF
= Base Flow.
DRO = Aliran Permukaan (Direct Run Off). WS = Water Surplus. QRO = Debit Efektif. A
= Luas Daerah Tangkapan.
Untuk penyederhanaan pemahaman model Mock dapat dijelaskan dengan skema model sebagai berikut. R
Et ER WS
ISM
DRO
I
BF
Gambar 5.8 Sket Perhitungan DR FJ Mock. Contoh Perhitungan Debit andalan dengan FJ Mock Data Evaporasi dari Kebutuhan Air. Data Hujan dan hari Hujan Stasiun No 1 Hujan Bulanan Salamun , IR. MT
89
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Tahun Bulan Jan 1989R 349 HH 6 1990R 509 HH 9 1991R 79 HH 4 1992R 0 HH 0 1993R 0 HH 0 1994R 187 HH 8 1995R 129 HH 7 74 1996R HH 8 125 1997R HH 7 0 1998R HH 0 1999R 202 HH 13
Feb 288 12 307 1 154 4 0 0 84 4 205 6 180 7 115 10 358 15 0 0 431 20
Rata - rata Bulanan (mm ) dan hari hujan Mart April Mei Juni Juli Ags Sept Okto 455 241 289 217 0 0 4 4 10 11 6 10 6 8 6 12 398 141 442 275 170 186 124 154 8 6 6 4 3 3 4 6 140 434 152 211 24 58 56 60 5 10 7 3 1 3 2 3 0 12 52 0 65 88 106 121 0 1 5 0 3 2 4 7 224 222 168 304 70 24 27 75 8 4 8 9 3 2 3 3 175 75 0 0 56 124 6 167 9 7 0 0 4 6 1 7 305 319 292 238 233 299 235 282 9 7 7 9 11 10 11 13 86 107 75 98 71 118 373 514 7 8 9 11 7 9 18 22 92 86 92 40 43 0 46 62 7 7 7 4 3 0 4 4 0 56 65 294 324 225 350 436 0 2 4 17 20 13 15 17 400 299 438 150 268 226 176 178 16 15 18 14 13 14 14 16
Nop 65 10 259 12 59 6 51 2 150 7 66 3 387 12 520 19 32 3 569 22 197 20
Des 282 9 269 7 194 6 180 8 202 12 231 3 94 10 476 18 128 7 506 23 142 18
Stasiun No 2 Tahun Bulan Jan 96 1989R HH 6 188 1990R HH 9 79 1991R HH 4 65 1992R HH 5 16 1993R HH 2 1994R 71 HH 6 1995R 63 HH 6 247 1996R HH 17 172 1997R HH 24 24 1998R HH 1 1999R 116 HH 13
Feb 345 12 8 1 154 4 55 5 84 4 196 18 132 14 196 18 150 12 0 0 165 13
Rata - rata Bulanan (mm ) dan hari hujan Mar Apri Mei Juni Juli Ags Sep Okto 474 234 87 253 172 234 182 223 10 11 6 10 6 8 6 12 133 129 166 125 183 91 174 159 8 6 6 4 3 3 4 6 140 434 152 211 24 58 56 60 5 10 7 3 1 3 2 3 10 12 52 0 65 88 106 121 2 1 5 0 3 2 4 7 224 222 168 304 70 24 27 75 8 4 8 9 3 2 3 3 67 165 141 90 97 190 2 150 23 18 13 11 9 18 1 11 220 149 87 231 104 235 115 1 13 13 9 19 15 24 14 1 82 152 77 88 136 55 39 213 12 17 10 15 14 18 9 19 205 78 180 98 88 0 0 68 14 10 14 7 6 0 0 10 0 16 61 163 185 147 106 158 0 2 11 15 16 14 9 12 171 255 158 92 132 126 176 178 16 13 14 14 13 14 14 16
Nop 211 10 217 12 59 6 51 2 150 7 157 5 179 19 200 20 34 8 191 16 197 20
Des 244 9 232 7 194 6 180 8 202 12 128 11 1 1 247 25 111 7 446 24 142 18
Hujan dan Hari hujan Bulanan Rata-rata Wilayah Tahun Bulan Jan 1989R 223 20 HH
Salamun , IR. MT
Rata - rata Bulanan (mm ) dan hari hujan Feb Maret April Mei Juni Juli Agus Septe Oktb 317 465 238 188 235 86 117 93 114 20 21 21 6 10 4 8 6 12
Nop 138 10
Des 263 11
90
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 1990R HH 1991R HH 1992R HH 1993R HH 1994R HH 1995R HH 1996R HH 1997R HH 1998R HH 1999R HH
349 9 79 4 33 3 8 1 129 7 96 7 161 13 149 16 12 1 159 13
158 1 154 4 28 3 84 4 201 12 156 11 156 14 254 14 0 0 298 17
266 8 140 5 5 1 224 8 121 16 263 11 84 10 149 11 0 0 286 16
135 6 434 10 12 1 222 4 120 13 234 10 130 13 82 9 36 2 277 14
304 6 152 7 52 5 168 8 71 7 190 8 76 10 136 11 63 8 298 16
200 10 211 3 0 0 304 9 45 6 235 14 93 13 69 6 229 16 121 14
177 9 24 1 65 3 70 3 77 7 169 13 104 11 66 5 255 18 200 13
139 8 58 3 88 2 24 2 157 12 267 17 87 14 0 0 186 14 176 14
149 8 56 2 106 4 27 3 4 1 175 13 206 14 23 2 228 12 176 14
157 8 60 3 121 7 75 3 159 9 142 7 364 21 65 7 297 15 178 16
238 12 59 6 51 2 150 7 112 4 283 16 360 20 33 6 380 19 197 20
251 11 194 6 180 8 202 12 180 7 48 6 362 22 120 7 476 24 142 18
Mei
Juni
Juli Agus Sept Okto Nop
PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN FJ MOCK Tahun 1 Dasar
Unit
1 Curah Hujan
(R)
2 Hari Hujan
(n)
Jan
Feb
Maret April
Des
mm 222.50 316.50 464.50 237.50 188.00 235.00 86.00 117.00 93.00 113.50 138.00 263.00 %
20.00
20.00
21.00
21.00
mm/hr 20.88
6.00
10.00
4.00
8.00
6.00 12.00 10.00 11.00
Limited Transpiration 3 Evapotranspiration
(Ep)
4 Expose Surface
(m)
%
23.93
26.88
32.71 39.73
37.54 48.76 74.41 58.20 56.03 40.08 30.01
20.00
20.00
20.00
20.00 30.00
20.00 20.00 20.00 20.00 20.00 20.00 20.00
-2.00
-2.00
-3.00
-3.00 18.00
5 (m/20)x(18-n) 6E
(3)X(5)
7 ET= Ep - E
(3) - (6)
%
-0.42
-0.48
-0.81
-0.98
21.30
24.41
27.69
33.69 32.58
7.15
8.00 14.00 10.00 12.00
6.00
8.00
7.00
3.00
3.36
3.21
2.10
6.83
7.44
6.98
34.54 41.93 66.97 51.21 52.67 36.87 27.91
Water Balance 8 S = R - Et
(1) - (7)
201.20 292.09 436.81 203.81 155.42 200.46 44.07 50.03 41.79 60.83 101.13 235.09
9 Soil Storage 10 Soil Moinsture 11 Water Surplus
0.00
0.00
0.00
mmHg 50.00
50.00
50.00
(8) - (9)
0.00
0.00
50.00 50.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00
201.20 292.09 436.81 203.81 155.42 200.46 44.07 50.03 41.79 60.83 101.13 235.09
Run Of dan Ground water Storage 12 Infiltrasi
(11) X I
mmHg 40.24
58.42
87.36
40.76 31.08
40.09
8.81 10.01
8.36 12.17 20.23 47.02
23.14
33.59
50.23
23.44 17.87
23.05
5.07
5.75
4.81
7.00 11.63 27.04
mmHg 10.00
4.97
5.78
4.78
3.40
3.97
1.36
1.07
0.88
33.14
38.56
56.02
31.84 22.65
26.45
9.04
7.11
5.87
7.88 12.81 28.96
0.00
5.42
40.24
53.00
13 0.5 x I ( 1 + k) 14 k x V ( n - 1) 15 Storage Vol Vn
(13)+(14)
16 Vn - V(n-1)
8.40
17.46 -24.18 -9.19
4.93 16.15
18 Direct Run Of
(11)-(12)
160.96 233.67 349.45 163.05 124.34 160.37 35.26 40.02 33.43 48.66 80.90 188.07
19 Run Off
(17)+(18)
201.20 286.67 419.36 227.98 164.61 196.66 61.48 51.95 43.02 58.83 96.19 218.94 24.21
Debit (l/dt)
24.21
24.21
24.21 24.21
36.29 26.23 11.93
2.00
(12)-(16)
21
64.94 40.28
1.92
17 Base Flow
20 Luas CA
69.91
3.80 -17.41 -1.93 -1.24
1.18
9.59 10.16 15.29 30.87
24.21 24.21 24.21 24.21 24.21 24.21 24.21
43,648 66,477. 90,973. 51,106. 35,709 44,084 13,338 11,270 9,644. 12,761 21,563 47,496
Tahun 2 Dasar 1 Curah Hujan
Salamun , IR. MT
Unit
(R)
mm
Jan
Feb Maret April
Mei
Juni
Juli
Agus Sept Okto Nop
Des
348.50 157.50 265.50 135.00 304.00 200.00 176.50 138.50 149.0156.50 238.00 250.50
91
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 2 Hari Hujan Limited Transpiration 3 Evapotranspiration 4 Expose Surface
(n)
%
(Ep) (m)
mm/hr
20.88 23.93 26.88 32.71 39.73 37.54 48.76
74.41 58.20 56.03 40.08 30.01
%
20.00 30.00 25.00 20.00 20.00 25.00 20.00
30.00 20.00 20.00 20.00 20.00
9.00
5 (m/20)x(18-n) 6E
(3) X (5)
7 ET= Ep - E
(3) - (6)
%
1.00
8.00
6.00
6.00 10.00
9.00
8.00 8.00 8.00 12.00
11.00
9.00 25.50 12.50 12.00 12.00 10.00
9.00
15.00 10.00 10.00
6.00
7.00
1.88
4.39
11.16 5.82 5.60
2.40
2.10
6.10
3.36
3.93
4.77
3.75
19.00 17.83 23.52 28.79 34.96 33.79 44.37
63.25 52.38 50.43 37.67 27.91
Water Balance 8 S = R - Et
(1) - (7)
329.50 139.67 241.98 106.21 269.04 166.21 132.13
9 Soil Storage
0.00
10 Soil Moinsture
mmHg
11 Water Surplus
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00 50.00
(8) - (9)
329.50
75.25 96.62106.07 200.33 222.59
0.00
0.00
0.00
50.00 50.00 50.00 50.00
0.00 0.00 0.00
50.00
0.00 241.98 298.19 517.23 633.44 715.57 740.82787.44843.52 200.33 222.59
Run Of dan Ground water Storage 12 Infiltrasi
(11) X I
mmHg
13 0.5 x I ( 1 + k) 14 k x V ( n - 1)
mmHg
15 Storage Vol Vn
65.90
0.00 48.40 59.64 103.45 126.69 143.11 148.16157.49168.70 40.07
44.52
37.89
0.00 27.83 34.29 59.48 72.85 82.29
85.19 90.56 97.00 23.04
25.60
6.34
9.79 12.40
14.20 14.91 15.82 16.92
5.99
6.34 28.78 38.61 65.27 82.64 94.69
99.40105.47112.82 39.96
31.59
4.34
(13)+(14)
42.24
16 Vn - V(n-1)
0.95
13.28 -35.90 22.44
4.32
5.79
4.71 6.07 7.36 -72.86
-8.37
52.62 35.90 25.95 49.81 76.78 109.32 131.06 143.45151.42161.34 112.93
9.83 26.66 17.36 12.05
52.89
17 Base Flow
(12)-(16)
18 Direct Run Of
(11)-(12)
263.60
19 Run Off
(17)+(18)
316.22 35.90 219.54 288.36 490.57 616.08 703.52 736.11781.38836.16 273.19 230.96
0.00 193.58 238.55 413.78 506.75 572.46 592.66629.96674.81 160.26 178.07
20 Luas CA
24.21 24.21 24.21 24.21 24.21 24.21 24.21
24.21 24.21 24.21 24.21
24.21
21 Debit (l/dt)
68,60
8,32 47,62 64,64 106,42 138,10 152,61 159,68175,15181,39 61,24
50,10
Dan seterusnya kemudian dicari debit efektif Q1/5 Rangk Unit 1.00 l/dt 2.00 l/dt 3.00 l/dt 4.00 l/dt 5.00 l/dt 6.00 l/dt 7.00 l/dt 8.00 l/dt 9.00 l/dt 10.00 l/dt 11.00 l/dt Q1/5
lt/dt
Jan 68,600
Feb Maret April
Mei
Juni
Juli
Agust Septe Oktob Nop
8,325 47,625 64,641 106,421 138,104 152,619 159,688
61,240
50,103
31,397
39,480
26,789
16,013
7,682
896
139
32,195
12
2
0
0
0
11,908
14,929
1,756
29,627
3,028 14,533 40,138 43,104
30,174
57,172
6,250
938
145
21 22,685
35,790
22,682 39,423 22,353 20,396
2,284
354
51
17,149
1,958
21,893
18,349
31,391
16,274 29,560 48,729 46,402
35,457
44,077
29,268
40,828
29,877
22,153
51,157
5,570
20,928 25,607 15,863 12,887
63,325
71,295
7,900
1,185
184
27
4
1
24,601 50,343 29,046 14,235
20,997
2,464
358
54
8
1
0
17,814
10,738 28,584 25,386 83,150 3,537
567
2,315
0
0
38,107
43,573
27,040
37,669
50,792
73,324
93,373
39,074 59,614 56,037 55,376
55,911
23,489
32,269
23,748
26,693
26,594
34,129
25,269
16,274 29,560 48,729 46,402
35,457
44,077
29,268
40,828
29,877
22,153
51,157
5,570
2,284
2,464
358
938
184
27
139
5,570
3,537
0
80
0
175,158 181,392
Des
8,325 15,863 12,887
5.4 Model Aliran Di beberapa sungai telah diadakan penelitian dengan model Test Aliran selain FJ Mock diatas, untuk itu hasil penelitian ini seyogyanya dipakai dalam perhitungan debit andalan. Sebagai contoh Hasil Test Model Aliran sbb: Qn = {C1(S,1) + C2(S,2) Rn + C3(S,3)Rn-1 + C4(S,4) Rn-2 } A
-------- 5.12
Di mana Qn
= Debit pada bulan ke n.
Salamun , IR. MT
92
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
C1,2,3,4 = Koefisien. S
= Faktor Musim
= 1 musim penghujan. = 2 musim kemarau.
Rn
= Curah hujan pada bulan ke n.
Rn-1
= Curah hujan pada bulan ke n – 1.
Rn-2
= Curah hujan pada bulan ke n – 2.
A
= Luas daerah tangkapan air
Qn = {C1(1,1) + C2(1,2) Rn + C3(1,3)Rn-1 + C4(1,4) Rn-2 } A musim penghujan. Qn = {C1(2,1) + C2(2,2) Rn + C3(2,3)Rn-1 + C4(2,4) Rn-2 } A musim kemarau. Adapun sungai yang telah diadakan test ini dan koefisiennya sbb: Nama Sungai Tangsi Progo Elo Bodri Borong Gelis Bogowonto
C1(1,1) 102,00 125.40 89.213 -30.172 -50.00 -40.00 145.00
Tabel 5.2. Koefisien model Aliran Musim Hujan Musim Kemarau C2(1,2) C3(1,3) C4(1,4) C1(2,1) C2(2,2) C3(2,3) C4(2,4) 0.343 0.021 0 87.00 0.495 0.273 0.125 0.356 0.306 0.201 190.00 0.170 0.050 0.210 0.490 0.032 0.080 63.056 0.573 0.188 0.045 0.350 0.106 0.346 12.757 0.320 0.170 0.052 0.420 0.293 0.201 35.00 0.187 0.117 0.149 0.890 0.210 0.090 15.00 0.230 0.110 0.080 0.400 0.070 0.110 103.00 0.480 0.090 0.030
5.5. Neraca Air. Membandingkan antara debit yang tersedia dan kebuthan air akan didapat suatu besaran dimana besaran tersebut akan menunjukkan berapa kemampuan debit yang tersedia dapat melayani kebutuhan airnya. Neraca Air Awal Tanam Sep II Bulan
Januari I Januari II Februari I Februari II Maret I Maret II April I April II Mei I Mei II Juni I Juni II Juli I Juli II Agustus I Salamun , IR. MT
Debit Tersedia
1,768.34 1,768.34 4,162.61 4,162.61 7,931.39 7,931.39 6,443.62 6,443.62 1,142.15 1,142.15 1,232.10 1,232.10 178.85 178.85 468.77
Kebutuhan Air irigasi
0.25 0.62 1.18 0.54 0.54 1.09 1.10 0.62 0.34 0.19 0.43 0.19 0.32 0.48 0.64
Padi I
Padi II
Palawija
Areal Terairi Ha
7,034 2,865 Max 3,526 7,685 14,752 7,254 5,844 10,439 3,369 5,958 2,867 6,489 562 376 Max 733 93
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Agustus II September I September II Oktober I Oktober II Nopember I Nopember II Desmeber I Desmeber II
468.77 91.83 91.83 13.33 13.33 69.44 69.44 2,785.10 2,785.10
0.62 0.25 0.75 1.48 1.27 0.98 1.17 1.19 0.62
757 361 122 9 10 Max 71 60 2,346 4,517
Padi I
Neraca Air Awal Tanam Nop I Bulan
Debit Tersedia
Januari I Januari II Februari I Februari II Maret I Maret II April I April II Mei I Mei II Juni I Juni II Juli I Juli II Agustus I Agustus II September I September II Oktober I Oktober II Nopember I Nopember II Desmeber I Desmeber II
1,768.34 1,768.34 4,162.61 4,162.61 7,931.39 7,931.39 6,443.62 6,443.62 1,142.15 1,142.15 1,232.10 1,232.10 178.85 178.85 468.77 468.77 91.83 91.83 13.33 13.33 69.44 69.44 2,785.10 2,785.10
Kebutuhan Air irigasi
0.80 0.89 Padi I 0.47 0.24 0.64 0.64 0.79 0.66 0.91 Padi II 0.84 0.48 0.24 0.38 0.37 0.26 0.35 Palawija 0.42 0.42 0.31 0.15 0.54 0.95 0.70 0.53
Areal Terairi Ha
Max
Max
Max
2,212 1,994 8,947 17,478 12,375 12,323 8,140 9,776 1,255 1,363 2,543 5,197 467 482 1,788 1,356 220 218 43 89 129 73 3,987 5,245
Bangunan yang terdapat di daerah irigasi ada dua katagori yaitu Bangunan Utama dan Bangunan pelengkap. 6.1. Bangunan Utama
Salamun , IR. MT
94
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Yang dimaksud bangunan utama adalah semua bangunan yang berguna sebagai
sarana dimana air untuk irigasi diambil. Yang termasuk bangunan
utama antara lain: 1. Waduk Dari sisi irigasi berfungsi untuk menyimpan air berlebih (musim hujan) untuk dikeluarkan pada waktu diperlukan (musim kemarau). Jadi fungsi utama waduk adalah pengatur debit. 2. Bangunan pengelak/Bendung Bangunan
ini
melintang
dipalung
sungai,
untuk
menaikkan
dan
membelokkan air sungai ke jaringan irigasi.Type bangunan ini ada dua 1. Bangunan Bendung Pelimpah. 2. Bangunan Bendung Gerak/Karet. Bangunan Pelengkap bendung : a. Bangunan Pengelak Selain bangunan pengelak ini berfungsi untuk menaikkan muka air dan membelokan aliran sungai ke jaringan irigasi. Ada juga yang berfungsi hanya membelokan air saja, bangunan ini disebut Bottom Rack Weir (Bendung saringan bawah).
b. Bangunan Pengambilan Pengambilan merupakan bangunan yang berupa pintu air. Air sungai dibelokkan ke Jaringan irigasi lewat pintu ini. c. Bangunan Pembilas Pembilas pada tubuh bendung tepat di hilir pengambilan, dibuat bangunan pembilas ini guna mencegah masuknya bahan sedimen dasar ke jaringan irigasi
Salamun , IR. MT
95
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
d. Kantong Lumpur Kantong lumpur berfungsi untuk pengendapan lumpur yang terbawa oleh air sungai. Hal ini berguna apabila air sungai mengandung lumpur dengan diameter d > 0,06 mm. e. Pengaman Sungai Pekerjaan pengaman sungai ini khusus di sekitar bendung guna menjaga bendung tersebut dari penggerusan. 3.
Bangunan Pengambilan Bebas
Bangunan pengambilan merupakan bangunan disisi sungai yang berfungsi membelokkan air sungai kejaringan irigasi tanpa menaikkan muka air sungai. 4.
Station Pompa
Bangunan ini apabila pengambilan air sungai tidak mungkin membangun bendung, maka untuk menaikan muka air sungai kejaringan irigasi digunakan pompa. Station Pompa ini juga dapat digunakan apabila sumber air irigasi diambil dari air tanah. Bangunan-bangunan
tersebut
selain
bangunan
pengelak
sebenarnya
merupakan bangunan pelengkap bendung.
6.2. Bangunan Pelengkap 6.2.1. Bangunan pengatur aliran Di setiap areal perlu bangunan Pengatur aliran untuk mendapatkan air yang proporsional.
Salamun , IR. MT
96
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
II. Fleksibilitas Dalam perencanaan bangunan pengatur aliran (bagi, sadap, boks tersier, boks kuarter) harus mempertimbangkan Fleksibilitas. Fleksibilitas yaitu perbandingan antara besarnya perubahan debit satu bukaan dengan besarnya perubahan debit bukaan lainnya.
dQ1 Q F 1 dQ2 Q2 dimana F
= Fleksibilitas
Q1
= Debit yang lewat bukaan 1
Q2
= Debit yang lewat bukaan 2
Rumus umum untuk menghitung debit (head discharge) melalui ambang; Q = C b hn Dimana Q = Debit. b
= Lebar mercu.
h
= Kedalaman air diatas mercu.
n
= Koefisien.
Koefisien debit C tergantung pada tipe dan bentuk sisi ambang. Dalam batas-batas penerapan, koefisien ini dipakai untuk ambang lebar yang tidak dipengaruhi oleh kedalaman air diatas ambang. Tetapi untuk ambang tajam dan pendek, koefisien tersebut merupakan fungsi kedalaman air h. Pada umumnya rumus yang dipakai juga Q = C b hn . Rumus tersebut diturunkan dQ/dh=n.C b hn-1, dan pembagian dengan Q dan Cbhn-1
menghasilkan :
dQ/Q = n dh/h
Subtitusi ke persamaan diatas mendapatkan : F
Salamun , IR. MT
n1dh1 .h2 n2 dh2 h1
97
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Perubahan muka air dihulu ambang otomatis merubah muka air hilir ambang sehingga dh1/dh2 = 1 F
n1 .h2 n2 .h1
Agar diperoleh nilai fleksibilitas =1, maka n1/h1 hendaknya sama dengan n2/h2. Supaya persyaratan ini terpenuhi untuk semua kedalaman air, maka ambang di kedua bukaan sebaiknya mempunyai tipe dan elevasi yang sama.Dari ketentuan tersebut lebar pintu sebanding dengan luas areal yang akan diairi. Dan lebar bukaan pintu minimal 0,20 Cm.
Bagi
a. Bangunan Bagi Bangunan mengatur aliran dari saluran induk ke saluran sekunder. Ke saluran sekunder
Sal induk
Ke Saluran Sekunder//primer
Ke saluran Sekunder
Gambar 6.1 Denah Bangunan Bagi b. Bangunan Sadap. Bangunan mengatur aliran dari saluran sekunder ke saluran tersier. c. Bangunan Bagi Sadap Bangunan ini selain mengatur aliran dari saluran induk ke saluran sekunder juga disadap untuk sawah didekatnya. Sebetulnya hal ini tidak
Salamun , IR. MT
98
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
boleh namun demi keamanan dan menjaga kerusakan yang lebih parah, maka bangunan ini difungsikan juga sebagai bangunan sadap. d. Bangunan Sadap Corongan Sal Sekunder
Stop kran
Sawah A < 10 Ha
Pipa pralon 10 cm
Gambar 6.2. Sadap corongan Bangunan ini mengatur aliran dari saluran induk maupun sekunder ke areal irigasi yang akan diairi luasnya kurang dari 10 Ha. Hal ini hampir sama dengan Bangunan Bagi Sadap, namun lokasi bangunan ini di saluran baik di saluran induk maupun sekunder. 6.2.2. Pengukur debit dan muka air Pengukur debit. Setiap bangunan bagi, sadap, box tertier maupun box kuarter seharusnya dilengkapi dengan bangunan ukur debit. Hal ini agar pengelolaan air irigasi menjadi efektif Dalam perencanaan bangunan ukur debit harus mempertimbangkan : -
Kecocokkan bangunan untuk mengukur debit.
-
Ketelitian pengukuran di lapangan.
-
Kokoh, sederhana dan teliti.
-
Exploitasi dan pembacaan papan duga/mistar ukur mudah.
-
Pemeliharaan sederhana dan murah.
-
Cocok dengan kondisi setempat dan dapat diterima petani.
Pengukur debit yang umum dipakai di Irigasi al: a.Ambang lebar Ambang Lebar merupakan alat ukur yang memerlukan alat pengatur, alat pengatur ini berupa pintu sorong. Sebetulnya pintu sorong juga Salamun , IR. MT
99
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
dapat digunakan sebagai alat ukur, namun bukaan pintu ini dibawah sehingga sering tertutup oleh sampah atau kotoran sehingga menjadi tidak akurat ukurannya. Bila alat ini terpaksa dipakai sebagai alat ukur karena sesuatu hal maka formulanya sebagai berikut; Rumus umum pintu sorong sbb; Q = B H (2g.Z) Dimana Q
= Debit
(m3/dt)
= Koefisien debit
H
= Tinggi bukaan pintu (m)
g
= Gravitasi bumi
B
= Lebar alat ukur (m)
Z
= Beda tinggi air hulu dan hilir pintu (m)
Jika digunakan ambang lebar, maka pintu sorong tersebut digunakan sebagai pengatur bukaan saja. Alat ukur ambang lebar ini sangat baik untuk mengukur debit dan dianjurkan untuk dipakai karena konstruksinya kokoh dan mudah dibuat. Pintu Sorong Mistar Ukur
Z h1 H
p L
> H1
2 - 3H1
Gambar 6.3. Sket alat ukur ambang lebar
Perencanaan hidrolis Ambang lebar Q = Cd.Cv. 2/32/3g.b.h3/2 Dimana Q = Debit
Salamun , IR. MT
(m3/dt). 100
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Cd = Koefisien debit . = 0,93 + 0,10 H1/L ; untuk 0,1 < H1 /L < 1,0 Cv = Koefisien kecepatan datang. H1 = Tinggi energi hulu (m) = h1 + v2/2g. L = Panjang mercu ( m) > 1,75 H1. g = Gravitasi bumi. b = Lebar alat ukur (m). h1 = Kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur (m). Untuk mendapatkan tinggi h1 disebelah hulu dilengkapi dengan pintu sorong. b. Pintu Romijn Romijn sama dengan ambang lebar, perbedaannya hanya pada meja ambang yang dapat digerakkan naik turun. Kegunaan meja ini untuk mengatur debit.
h
Koefisien Kecepatan Cv
p
Gambar 6.4. Sket alat ukur Romijn Perencanaan hidrolis Q = Cd.Cv. 2/32/3g.b.h3/2 Dimana Q
= Debit yang lewat pintu.
Cd
= Koefisien debit.
Cv
= Koefisien kecepatan datang.
.g
= Percepatan gravitasi.
.b
= Lebar pintu.
.h
= Tinggi air diatas meja Romijn.
101
Salamun , IR. MT
Perbandingan luas Cd. Ax/A1
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
1,20 1,15 1,10 1,05 1,00 0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
1,8
Gambar 6.5. Grafik Koefisien Cv Keterangan Pengontrol segiempat = 1,50. Pengontrol parabolic/Trapesium = 2,00. Pengontrol segiempat = 1,50. Untuk dilapangan pada umumnya debit yang lewat diatas ambang baik di pintu Romijn maupun Ambang Lebar memakai rumus. Q = 1,71 B.h3/2 Dimana Q = Debit yang lewat pintu. B = Lebar pintu. h = Tinggi air diatas pisau Cypolety. c. Cipoletty Alat ukur ini sangat baik apabila digunakan di daerah pegunungan. Hal ini dikarenakan membutuhkan peluapan yang sempurna.
h
B > 3h L > 2h Salamun , IR. MT
102
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR >3 H
.h<60 Cm .t < 0,1 h
Lubang penguras
> 5 cm
.p >3h
Gambar 6.6. Sket alat ukur Cipoletty Perencanaan Hidrolis Q = 1,86 B . h3/2 Dimana
Q = Debit yang lewat pintu. B = Lebar pintu. h = Tinggi air diatas pisau Cypolety.
d. Crump de gruyer dll Pengatur muka air. Elevasi muka air irigasi sangat mutlak diperlukan, hal ini terkait dengan elvasi sawah yang akan diairi. Pada bangunan yang mengalami fluktuasi muka air yang menyebabkan perbedaan tinggi muka air dengan elevasi sawah perlu pengatur muka air. Dengan adanya pengatur muka air kebutuhan air di sawah akan terjamin volumenya. Termasuk disini bangunan-bangunan karena keadaan medan seperti terjun, got miring, pelimpah dll. a. Skotbalk Dari segi konstruksi skotbalk merupakan peralatan yang sederhana. Balok-balok profil segiempat disusun disesuaikan dengan kebutuhan muka air. Sehingga Skotbalk ini merupakan mercu yang tidak tetap dan dapat diatur.
Salamun , IR. MT
103
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
1,30
L
H1
h1
1,20 Koefisien debit Cd
b h1
p
1,10 Jika h1/(h1+p)<3,5 H1 h1
1,00
20 cm
0,90 15 cm
0
0.5
1.0
2.0
2.5
3.0
Gambar 6.7. Grafik Nilai banding H1/L Perencanaan hidrolis Q =2/3 Cd. Cv. b. h1,5.2/3g Dimana Q = Debit m3/dtk. Cd = Koefisien debit (lihat grafik). Cv = Koefisien kecepatan datang (untuk segiempat Cv = 1). b
= Lebar normal.
h
= Tinggi air diatas skotbalk.
b. Gorong-gorong
Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat aliran nya bebas dan bertekanan ( pressure flow). Untuk aliran bebas hidroliknya seperti pada saluran.
Hf1
Hf2
Hf3
L
Salamun , IR. MT
104
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 6.8. Sket Gorong-gorong Perhitungan
hidrolis
untuk
gorong-gorong
yang
sifat
alirannya
bertekanan berdasar pada kehilangan energi.
Hf = Hf1 + Hf2 + Hf3 = 0,5
V2 L.V 2 V2 + f + 2g 2 g .d 2g
Hf
V 2g
1,5 f .
L d
Q=AxV Dimana
Hf = Beda tinggi (m). V
= Kecepatan aliran dalam gorong-gorong (m/dtk).
A = Luas penampang gorong-gorong (m2). Q = Debit yang lewat gorong-gorong (m3/dtk). f
= Kekasaran dinding gorong-gorong.
c. Talang Bangunan ini melintas diatas bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat aliran nya bebas.
Gambar 6.9. Sket Talang Sistem hidraulikanya sama dengan seperti aliran dalam saluran. d. Syphon Bangunan ini melintas dibawah bangunan lain (jalan, saluran lain) dengan sifat alirannya tertekan. Perencanaan hidrolis bangunan syphon Salamun , IR. MT
105
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
ini
harus
mempertimbangkan
kecepatan
aliran,
kehilangan
pada
peralihan masuk, kehilangan akibat gesekan, kehilangan pada bagian siku syphon serta kehilangan pada peralihan keluar. Disamping itu perlu mempertimbangkan pemeliharaan syphon dengan diameter sipon minimal 0,60 m. Bangunan syphon tidak baik dipakai untuk saluran pembuang. Untuk menghindari sampah yang masuk kedalam syphon dihulu syphon diberi saringan dengan memasang kisikisi penyaring (trash rack). Syphon yang panjangnya lebih 100 m harus diberi manhole untuk memelihara/pemeriksaan dan pintu pembuang. Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan syphon adalah kecepatan didalam syphon minimal 1,5 – 2,5 m/dtk. Hal ini untuk menghindari terjadinya pengendapan sedimen didasar syphon. Perencanaan Hidrolis Syphon adalah aliran bertekanan, sehingga perhitungan dengan memperhitungkan kehilangan energi yaitu : 1. Kehilangan energi pada kisi-kisi Hf C
V2 2g
s dan c b
4/3
sin
dimana Hf = Kehilangan tinggi energi. V
= Kecepatan melalui kisi-kisi.
c
= Koefisien.
= Faktor bentuk (1,8 untuk bulat 2,4 untuk persegi).
s
= Tebal jeruji.
b
= Jarak jeruji.
= Sudut kemiringan dengan bidang horizontal.
g
= Gravitasi bumi.
Misal tebal jeruji s = 10 mm dan jarak jeruji kisi-kisi b =100 mm dan sudut kemiringan dengan bidang horizontal = 750 serta bentuk jeruji bulat =1,8. kecepatan dalam syphon V = 2 m/dtk maka Salamun , IR. MT
106
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
C = 1,8 (0,1)4/3 sin 750 = 0,081. Hf = 0,081 x 22/(2x9,81) = 0,016 m. Disamping itu kedalaman (D) syphon untuk mendapatkan keamanan konstruksi al: Dengan jalan minimal 0,60 m. Dengan Saluran pasangan minimun 0,30 m. Dengan Saluran tanah minimum 0,60 m. Dengan Sungai minimum 1,0 m Q = 1,44 m3/dtk
Jalan /bangunan lain
V = 0,56 m/dtk Q = 1,44 m3/dtk V = 0,56 m/dtk
L 1 =19,40 m D
L3 = 22,25 m
L2 = 17,40 m
Gambar 6.10. Sket Syphon 2. Kehilangan energy akibat gesekan Untuk mencari kehilangan energy akibat gesekan dapat dipakai rumus aliran dalam pipa sbb; Hf
V 2L K 2R4/3
dimana
Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m. V
= Kecepatan aliran dalam syphon, m/dtk.
L
= Panjang syphon, m.
K
= Koefisien kekasaran Stirckler, m1/2.dtk.
R
= Jari-jari hidraulik, m
Untuk syphon dengan panjang (L 1 + L2 + L3) =59,05 m dari beton dengan K = 70 m1/3/dtk, penampang seluas A = 0,72 m 2 dan berbentuk seperti gambar dengan H=B = 0,90 m.
Salamun , IR. MT
107
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
0,25H
H=B
A = 0,90 x 0,90 – 4(0,5 x 0,25 x 0,25) = 1,44 m2 . O = 4 x (H – 2 x 0,25 H) + 8 x (0,25 H)2 = 2 H + 1,4 H = 2 x 0,90 +1,4 x 0,90 = 3.06 m.
R = A/O = 1,44/3.06 = 0,23 m. Hf
22 x50,05 0.34 m 7020.234 / 3
3. Kehilangan energy belokan Hf Kb.
V2 2g
dimana
Hf = Kehilangan energy akibat gesekan, m. V
= Kecepatan aliran dalam syphon, m/dtk.
Kb
= Koefisien akibat belokan.
g
= Gravitasi bumi, m2/dtk.
Untuk talang seperti gambar belokan pertama sudutnya 16,50 0 dan kedua 15o. Dari daftar belokan untuk sudut 16,500 Kb = 0,042 dan sudut 15o Kb = 0,04. Hf (0,042 0,04).
22 0,017 m. 2 x9,81
4. Kehilangan energy akibat peralihan Kehialangan enrgy akibat peralihan dimaksudkan peralihan dari aliran bebas (free flow) pada saat masuk dan keluar dari Syphon. Pada saat masuk Syphon
Hmasuk = masuk(Va – V1)2/2g
Pada saat keluar Syphon
Hkeluar = keluar(V2 – Va)2/2g
dimana
Salamun , IR. MT
Va
= Kecepatan didalam syphon.
V2
= Kecepatan setelah syphon.
V1
= Kecepatan sebelum masuk syphon. 108
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
masuk = 0,20; keluar = 0,40 Pad saat masuk Hmasuk = 0,20x(2– 0,56)2/(2x9,81)= 0,024 m. Pada saat keluar Hkeluar = 0,40x(0,56 - 2)2/(2x9,81)=0,048 m. Total kehilangan energy pada syphon
Hf = 0,016 + 0,34 + 0,017 + 0,024 + 0,048 = 0,45 m. E. Jembatan Bangunan ini melintang diatas saluran/sungai yang berfungsi untuk melancarkan aliran air, sehingga debit rencana dapat berjalan dengan baik. Perencanaan Jembatan sesuai dengan peraturan Bina marga mengenai klas jembatannya. Perencanaan hidrolis seperti saluran. F. Bangunan Terjun Bangunan terjun atau got miring diperlukan apabila kemiringan tanah lebih curam daripada kemiringan maksimum saluran. Bangunan ini ada 4 bagian yang perlu mendapat perhatian antara lain: 1.
Bagian hulu pengontrol, dimana aliran masuk menjadi super kritis.
2.
Bagian dimana aliran air dialirkan ke yang lebih rendah.
3.
Bagian tepat disebelah hilir potongan U, dimana energi diredam.
4.
Bagian
peralihan
saluran
memerlukan
lindungan untuk mencegah erosi. 1. Bagian pengontrol Bagian pengontrol ini merupakan bagian pertama yaitu untuk mengontrol aliran diatas ambang. Hubungan tinggi energi yang Pengontrol Aliran
Pembawa
Peredam
memakai ambang sebagai acuan.
.y1
H1
h1
tirai luapan
Peralihan
penurunan grs energi
.p Z Hd Yd
Salamun , IR. MT
.y2
109
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Lp
Lj
Panjang kolam LB
Gambar 6.11. Sket Bangunan Terjun Keuntungan dari gabungan bangunan ini yaitu pada bagian bangunan pengontrol tidak menyebabkan kurve pengempangan yang menyebabkan terjadinya sedimentasi atau menurunnya muka
Y1=kedalaman
H1=tinggi energi
air (erosi) disaluran hulu.
p
Harga antara aliran operasional
0
20
100
120%
Gambar 6.12. Grafik Kurva Q - h Pada waktu menentukan bagian pengontrol, kurve Q - h dapat diplot pada grafik diatas.
Terjun ada dua yaitu terjun tegak dan terjun miring Salamun , IR. MT
110
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
1. Terjun tegak Bangunan terjun tegak dipakai apabila tinggi terjun < 1,50 m. Diharapkan dengan terjun tegak ini luapan yang jatuh bebas akan mengenai lantai terjun. Perencanaan Hidrolis Z = (H + Hd) - H1 Hd = 1,67 H1 Vu = Fr
2 gz
;
Yu = q/vu
vu gy u
Dimana H1
= Tinggi energi dimuka ambang.
H = Perubahan tinggi energi pada bangunan. Hd = Tinggi energi dihilir pada kolam olak. q
= Debit persatuan lebar ambang.
n
= Tinggi ambang pada ujung kolam olak.
2. Terjun Miring Terjun miring apabila tinggi terjun > 1,50 m. Hal ini untuk menghilangkan pemisahan aliran pada sudut miring.
H1
Yc H
Loncat air Hu Z Yu Panjang kemiringan
H2
Y2 n
Potongan U Lj
Gambar 6.13. Terjun Miring Kemiringan terjun minimal 1:2.
Kolam olak disesuaikan dengan
harga Yu dan Hu. G. Got Miring Salamun , IR. MT
111
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bangunan ini untuk mengatasi perbedaan elevasi seperti pada terjun namun panjang salurannya cukup panjang. Permasalahan yang timbul adalah aliran dalam got miring adalah superkritis dan bagian peralihannya harus licin dan berangsur agar tidak terjadi gelombang. Perencanaan hidrolis Dalam perncanaan hidrolis got miring dibagi dalam 4 kondisi yaitu: 1.
Bagian peralihan masuk.
2.
Bagian Normal.
3.
Bagian peralihan keluar.
4.
Bagian kolam olak.
Bagian peralihan masuk
L
peralihan masuk
Bagian normal
Gambar 6.14. Peralihan Masuk Menurut USBR (1978) perencanaan geometri mengikuti aturan sbb: 1. Kotangen sudut lentur muka air tidak boleh lebih kecil dari 3,375 kali bilangan Froud (Fr). Sebaiknya sudut pelenturan maksimum peralihan masuk 30o, sudut peralihan keluar 25o. Cot < 3,375 .Fr Dimana
Salamun , IR. MT
112
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Fr
V (1 K ) g .d .Cot
Fr = Bilangan Froude di pangkal & ujung peralihan luas potongan. D = Luas potongan/lebar atas potongan (m). K = Faktor kecepatan. V = Kecepatan aliran pada titik yang bersangkutan.
= Sudut kemiringan lantai yang bersangkutan.
Faktor kecepatan K sangat tergantung pada lengkung lantai K = 0 untuk lantai peralihan sebidang (tdk ada peralihan horizontal) K
V2 g .r , Cos
lantai peralihan pada kurve bulat.
(Tg L Tg 0 )2hv.Cos 2 0 K lantai peralihan kurva parabola L
dimana hv = Tinggi kecepatan pada pangkal/permulaan kurve, (m). r
= Jari-jari lengkung lantai (m).
V
= Kecepatan pada titik yang bersangkutan (m/dtk).
= Kemiringan sudut lantai.
L = Kemiringan sudut lantai diujung/diakhir kurve. 0 = Kemiringan sudut lantai pada pangkal kurve. = Panjang peralihan.
L
USBR membatasi harga K < 0,50
hal ini untuk menjamin tekanan
positif pada lantai tetap ada. 2. Peralihan masuk non simetris dan perubahan pada trace tepat didepan bangunan harus dihindari, hal ini akan menyebabkan terjadinya gelombang silang dalam got miring. Bagian masuk ini dapat dianggap mercu ambang lebar sehingga rumus ambang lebar dapat dipakai pada bagian masuk ini. Bagian normal Bagian ini diperoleh aliran yang seragam. Namun karena adanya penyerapan udara. Formula pada saluran tidak dapat dipakai disini. V Salamun , IR. MT
= kt Rb2/3 sin1/2 113
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Q = n.hb2 kt Rb2/3 sin1/2 n
= b/hb
Rb = Fb/Ob Fb = n.hb2 Ob = (n+2).hb kt = k0(1-sin) Dimana n
= Perbandingan kedalaman dan lebar.
b
= Lebar dasar got miring.
hb
= Kedalaman total air.
Fb
= Luas penampang basah total.
Rb
= Jari-jari hidraulik total.
Ob
= Keliling basah total.
Ko
= Koefisien kekasaran Strickler.
kt
= Koefisien yang telah disesuaikan.
= Kemiringan got miring.
Tinggi maksimum got miring ditentukan dari tinggi air (h o) ditambah tinggi jagaan atau 0,4 kali kedalaman kritis ditambah tinggi jagaan, dipilih dimana yang lebih besar. Tabel 6.1. Tinggi Jagaan (w) minimum Got Miring
Kapasitas (m3/dtk) Q< 3,50 3,50 < Q < 17,00 Q > 17,00
Tinggi Jagaan (m) 0,30 0,40 0,50
Bila kecepatan aliran di got miring > 9 m/dtk kemungkinan terjadi penambahan volume air akibat adanya penghisapan udara. Bila got miring panjangnya lebih 30 meter kemungkinan bahaya ketidak stabilan aliran akan timbul, sering disebut dengan aliran getar (slug/pulsating). Maka harus dicek dengan cara menghitung bilangan “Vedernikov” ( V ) dan “Montouri” (M) sbb; V
2bv 3P gdCos
M
v2 gILCos
dimana Salamun , IR. MT
114
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
V
= Bilangan Vedernikov.
M
= Bilangan Montouri.
.b
= Lebar dasar ptongan got miring (m).
.v
= Kecepatan di got miring (m/dtk).
P
= Keliling basah got miring (m).
d
= Kedalaman air rata-rata di got miring (m).
I
= Kemiringan rata-rata, gradien energy = tan
L
= Panjang got miring (m)
9 8
Daerah dengan aliran getar
Bilangan Verdenikiv (V)
7 6 5 4 3
Daerah tanpa aliran getar
2 1 0
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0,7
0,8
0,9
Bilangan Montouri (M2)
d/P
Gambar 6.15. Grafik V terhadap M2 0.2
0.1
0
0
0.1
0.2
Daerah tanpa aliran getar
0.3
0.4
Kemiringan x tan
Gambar 6.16. Faktor bentuk Bagian Peralihan keluar Daerah dengan aliran getar
Bagian peralihan
Salamun , IR. MT
Bagian normal
lengkungan
115
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 6.17. Sket Peralihan keluar Panjang peralihan dihitung dengan rumus berikut: v 2 v1 m 2 gH
dimana v1
= Kecepatan aliran di bagian pemasukkan
v2
= Kecepatan aliran di bagian got miring
m = 0,80 – 0,90 Panjang Bagian peralihan L = H/I Bagian Kolam Olak Yang terpenting disini adalah peredam gelombang yang dapat dihitung dengan rumus
Q .F
2 gz
Didalam kolam olak ini ditentukan dengan besarnya nilai bilangan Froude yaitu 1. Bila Fr < 1,7 tidak diperlukan kolam olak 2. Bila 1,7 < Fr < 2,5 kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif. 3. Bila 2,5 < Fr < 4,5 ini menyebabkan beberapa kondisi baik loncatan air dsb. Kalau dapat Fr dikurangi dengan merubah geometrinya. Kalau tidak dapat diubah memakai type USBR IV. 4. Bila Fr > 4,5 mendapatkan kolam olak yang paling ekonomis.
Kolam olak yang ada dilapangan untuk got miring
Dasar saluran
Kolam II 116
Salamun , IR. MT Kolam I
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 6.18. Kolam dengan kecepatan air besar
Kolam II
Saluran setelah got miring
Kolam I
Gambar 6.19. Kolam dengan kecepatan air kecil H. Pelimpah Samping Bangunan
ini
terletak
ditanggul
saluran
untuk
mengurangi
debit/elevasi air akibat adanya debit pembuang yang masuk ke saluran di sebelah hulunya. Sering disebut dengan bangunan lindung karena untuk melindungi saluran dan bangunan dari debit yang berlebihan. Sebetulnya bangunan lindung ini ada 4 macam al: 1. Saluran Pelimpah. 2. Syphon Pelimpah. 3. Pintu Otomatis. 4. Cross drain. Bangunan tersebut berguna untuk membuang kelebihan air
yang
terjadi akibat adanya debit yang masuk ke saluran selain debit kebutuhan Irigasi, seperti pembuangan air berlebih dari sawah diatasnya atau lahan lainnya. Debit yang dijinkan untuk dimensi saluran setelah pelimpah sebesar 120% debit rencana. Sehingga kapasitas bangunan pelimpah ini harus memenuhi elevasi dari mercu pelimpah, dimana mercu ini sanggup melimpahkan air kelebihan tersebut.
Salamun , IR. MT
117
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sifat aliran yang lewat pelimpah samping ini tidak seragam yaitu “Gradually
varied flow” atau aliran tetap berubah beraturan.
Tergantung dari debit yang lewat diatas mercu. Menurut Smitch ada 4 aliran sbb:
a)
d1
h1
d2 C
Ic>Ikr
Aliran Super kritis b)
d1
h2 h1
Sub Kritis
C
Ic < Ikr
Kritis h1
c) Sub Kritis
Sub Kritis
C
Ic
Super Kritis h1
d) Sub Kritis
C Ic
Super Kritis
h2
Sub Kritis h2
Sub Kritis
Dimana: Ic
= Kemiringan dasar saluran.
Ikr = Kemiringan kritis. C
= Kinggi mercu pelimpah.
.h1
= Kinggi air dekat ujung hulu pelimpah.
.h2
= Tinggi air dekat ujung hilir pelimpah.
.d1
= Kedalaman air diatas mercu hulu.
.d2
= Kedalaman air diatas mercu hilir.
Methode Perhitungan Salamun , IR. MT
118
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
a. Methode Analitis Garis energy 2
Vo 2g
V2 2g
H
Ho .h
.hx
Potongan memanjang
Potongan melintang
.ho
C
X
O
.h C
Gambar 6.20. Pelimpah Samping Vo 2
2 1. Tinggi energy saluran sebelah hilir pelimpah Ho h 2 g
2. Jarak X dari ujung pelimpah tinggi energy juga Ho Hx h 2
Qx =Q0 + qx
Vx 2 2g
Qx = debit lewat pelimpah sepanjang x 2
Qx Hx h 2 gX 2
qx =.x.2g. {(ho – C)3/2 +(hx – C)3/2}/2 qx =.x.2g. (ho – C)3/2
Jika h0 = hx maka Qx =Q0 + qx 2
hx H x
Qx 2 gX
Qx diketahui hx dapat dihitung
Perhitungan dilanjutkan sampai Qnx sama dengan debit yang di sebelah hulu bangunan pelimpah. Sehingga debit lewat pelimpah q = Qnx - Qo . Koefisien diambil lebih kecil 5% dari mercu tegak lurus arah aliran. b. Methode Grafis Methode grafis ini menggabungkan dua grafik yaitu: Salamun , IR. MT
119
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
a.
Grafik debit yang lewat diatas mercu pelimpah sebagai fungsi dari h Q = (h) = A {(2g (H-h)} Dimana H
= Tinggi energi diujung pelimpah.
A
= Luas potongan penampang basah saluran dengan kedalaman air h.
b. Grafik debit saluran Q = (h) = C (RI) atau k.R2*6 I1/2 Q = (h)
Q =(h)
.h
Q= (h-c)2/3 (2g)
Qo Q2 Q1
.h0
H
.q
.h2 .hc
.h1
C
Q
Gambar 6.21. Grafik Pelimpah samping Dimana q = Debit persatuan panjang. c = Tinggi mercu. h = Kedalaman air di saluran. g = Gravitasi bumi. = Koefisien debit (95% dari koefisien debit pelimpah tegak). Contoh Perhitungan Data-data saluran Ruas
K mKi m Ka Lbar b Saluran (Q100) 35 0 0.50 1.00 Saluran (QT) 35 0 0.50 1.00 Saluran (Q1.2) 35 0 0.50 1.00
Tnggi K bsh Kmrgn Pn Bsh Kec Debit Db renc h p I A v Q Qr 0.490 2.038 0.0057 0.551 1.105 0.609 0.598 0.640 2.356 0.0057 0.720 1.224 0.881 0.850 0.560 2.186 0.0057 0.630 1.153 0.726 0.718
Debit Drainase/Pembuang Salamun , IR. MT
120
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Debit Drain 0.50
Qsal 0.609
1,2 Qren 0.731
hren 0.560
ho 0.640
Tgg mercu 0.560
Perhitungan pelimpah Delta X 2 2 2 2 1 0.5 0.3 0.2 Jumlah
Qo 0.609 0.685 0.807 0.920 1.019 0.920 0.945 0.959
Ho 0.716 0.716 0.716 0.716 0.716 0.716 0.716 0.716
ho 0.640 0.669 0.664 0.656 0.648 0.656 0.653 0.652
ho-c 0.080 0.109 0.104 0.096 0.088 0.096 0.093 0.092
qx Qo+qx Px 0.076 0.685 2.712 0.122 0.807 3.016 0.112 0.920 3.297 0.100 1.019 3.546 0.044 1.064 3.656 0.025 0.945 3.359 0.014 0.959 3.395 0.009 0.968 3.418 0.503 >0.50 OK
Ax 0.742 0.781 0.774 0.763 0.753 0.763 0.760 0.758
Vx 1.114 1.074 1.006 0.949 0.922 0.984 0.974 0.968
hx delta X 0.669 2 0.664 2 0.656 2 0.648 2 0.644 1 0.653 0.5 0.652 0.3 0.651 0.2 10.00
Lebar pelimpah 10 m dengan tinggi mercu 0.560 m, debit yang dapat dilimpahkan 0,503 m3/dt > 0.50 m3/dt OK 6.3. Bangunan Pembawa Bangunan pembawa sangat penting dalam pengelolaan irigasi. Adapun bangunan pembawa disini yang utama adalah saluran. Pada umumnya saluran yang ada berupa saluran terbuka. Tidak selamanya saluran terbuka terletak didaerah datar. Untuk menyesuaikan elevasi muka air. Maka diperlukan suatu bangunan pembawa air. Ada dua kelompok bangunan ini yaitu: -
Bangunan dengan aliran sub kritis. Bangunan termasuk aliran sub kritis : Gorong-gorong, Talang, Flum dan Syphon.
-
Bangunan dengan aliran superkritis. Bangunan termasuk superkritis : Pengukur Debit, Terjun, Got Miring dll
Aliran dinamakan subkritis apabila nilai bilangan Froude kurang dari 1 (Fr<1). Pada umumnya aliran pada bangunan ini dibuat lebih cepat daripada sebelah hulu dan sebelah hilir dari bangunan. Untuk menghindari terjadinya gelombang tegak lurus permukaan air dan mencegah agar aliran tidak menjadi kritis, disarankan bilangan Froude untuk aliran yang dipercepat tidak boleh lebih dari 0,50.
Salamun , IR. MT
121
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
VA
Fr
g. A
0,50 B
dimana Fr = Bilangan froude. VA = Kecepatan rerata di bangunan. A
= Luas penampang aliran.
B
= Lebar permukaan.
Kehilangan akibat gesekan Hf
V 2 L 2 gL V 2 C 2 R C 2 R 2g
dimana Hf = Kehilangan akibat gesekan.
V
= Kecepatan di bangunan.
L
= Panjang bangunan.
R
= Jari-jari hidraulik.
C
= Koefisien kekasaran Chezy ( = k R1/6).
6.3.1. Saluran Irigasi Adapun di daerah irigasi dibagi tiga macam saluran antara lain : Saluran Pembawa. Saluran Pembuang. Saluran Fungsi Ganda. 1.
Saluran Pembawa/Saluran Irigasi Saluran ini berfungsi membawa air dari bangunan utama sampai ke tempat dimana yang memerlukan.
Perencanaan saluran irigasi harus mempertimbangkan : Segi Biaya : Saluran irigasi harus dapat mengalirkan air secara efisien, dengan penampang optimum (trapesium) dan O & P harus mudah dan murah.
Salamun , IR. MT
122
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sedimen : Dalam pengangkutan sedimen, saluran harus seimbang dalam arti erosi dan sedimentasi tiap potongan melintang harus seminimal mungkin/ berimbang sepanjang tahun. Sedimen disaluran irigasi jenisnya sedimen clay/lempung yang melayang (d<0,06 mm). Untuk partikel d>0,06 mm harus dibuat kantong lumpur (clay) atau kantong pasir/sand trap. Perencanaan hidrolis Disamping kedua pertimbangan segi biaya dan sedimen diatas. Yang paling utama dalam perencanaan saluran pembawa adalah kecepatan alirannya. Formula aliran di saluran Irigasi dianggap “Steady”. Ada beberapa Rumus aliran antara lain 1.
Kennedy untuk Pengontrolan V0 = C.d0,64 atau .d = 2,54 V1,56 Dimana V0 = Kecepatan aliran. C
= Bilangankonstanta tergantung bahan saluran.
.d
= Kedalaman air di saluran.
0,64 = Dari percobaan. 2.
Harringhuizen untuk Pengontrolan V0 = 0,42.Q0,182 untuk daerah dataran. V0 = 0,42.Q0,162 untuk daerah pegunungan.
DimaDimana V0 Q
3.
= Kevepatan aliran. = Debit Rencana.
Chezy untuk Pengontrolan V = C RI Dimana
Salamun , IR. MT
V
= Kevepatan aliran.
R
= Jari-jari hidraulik saluran. 123
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
4.
C
= Koeisien Chezy.
I
= Kemiringan dasar saluran.
Manning atau Strickler untuk Desain V = 1/n. R2/3. I1/2 Manning V = K. R2/3. I1/2
Strickler
Dimana V
= Kecepatan aliran.
K
= Koefisien Strickler = 1/n.
n
= Koefisien Manning.
R
= A/P= jari-jari hidraulik.
I
= Kemiringan dasar saluran.
Rumus Strickler dengan menganggap aliran steady. V = K. R2/3. I1/2 A = (B + mH)H P = B + 2H(m2 + 1)
W
Q= V.A
H
Dimana V = Kecepatan aliran. K
B
= Koefisien Strickler.
R = A/P= Jari-jari hidraulik. I
= Kemiringan dasar saluran.
P
= Keliling basah penampang saluran.
B
= Lebar dasar saluran.
m = Perbandingan 1 vertikal : m horisontal ( kemiringan talud). w = Tinggi jagaan. Koefisien Kekasaran dinding saluran Koefisien Kekasaran sangat tergantung jenis bahan yang akan dilewati/direncanakan untuk saluran dan sejumlah faktor antara lain; 1. Kekasaran dasar dan dinding saluran. 2. Ketidak teraturan permukaan saluran. Salamun , IR. MT
124
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3. Trace saluran. 4. Tetumbuhan. 5. Sedimen. Pada saluran irigasi Ketidak teraturan permukaan saluran sebagai penyebab perubahan keliling basah lebih penting dari pada perubahan kekasaran saluran. Perubahan mendadak pada permukaan saluran akan membesarkan koefisien kekasaran. Perubahan dapat disebabkan oleh erosi tebing saluran dan konstruksi saluran yang jelek. Pengaruh vegetasi juga merubah penampang saluran, sehingga merubah pula permukaan saluran. Tabel 6.2 Harga K(koesien Strickler) Jenis saluran
K(m1/3/dt)
A. Saluran tanah Saluran Pembuang Saluran Tersier Saluran Primer & Sekunder Qp < 1 m3/dt 1 m3/dt 10 m3/dt
33 35 35 40 42,5 45
B. Saluran Pasangan Pasangan Batu Satu Sisi Pasangan Batu dua Sisi Pasangan Batu seluruhnya Pasangan Slab Beton Satu Sisi Pasangan Slab Beton Dua Sisi Pasangan Slab Beton Seluruhnya Saluran segiempat diplester
42 45 50 45 50 70 75
Sumber KP 03
Untuk penampang saluran dengan komposisi majemuk, koefisien kekasaran dihitung dengan formula sbb: KP
2/3
n Pi 1,5 1 Ki
2 / 3
dimana Pi = Keliling basah bagian I dari potongan melintang. Ki = Koefisien kekasaran bagian I dari potongan melintang. Perbandingan lebar dasar dan kedalaman air Salamun , IR. MT
125
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Perbandingan antara lebar dasar dan kedalaman air untuk saluran irigasi yang terbuat dari tanah untuk perencanaan dengan lebar dasar minimum 0,30 m. Untuk b/h dapat dilihat pada KP – 03 sebagai berikut : Tabel 6.3. Perbandingan lebar dasar dan kedalaman air Debit (Q) m3/dt 0.15 – 0.30 0.30 – 0.50 0.50 – 0.75 0.75 – 1,00 1.00 - 1,50 1.50 – 3.00 3.00 – 4.50 4.50 – 5.00 5.00 – 6.00 6.00 –7.50 7.50 – 9.00 9.00 – 10.0 10.0 – 11.0 11.0 – 15.0 15.00 – 25.0 25.00 – 40.0
Kemiringan talud Perbandingan 1:m b/h (n) 1.0 1.0 1.0 1.0 - 1.2 1.0 1.2 - 1.3 1.0 1.3 - 1.5 1.0 1.5 - 1.8 1.5 1.8 - 2.3 1.5 2.3 - 2.7 1.5 2.7 - 2.9 1.5 2.9 - 3.1 1.5 3.1 - 3.5 1.5 3.5 - 3.5 1.5 3.5 - 3.9 2.0 3.9 - 4.2 2.0 4.2 - 49 2.0 4.9 - 6.5 2.0 6.5 - 9.0 3.0
Nilai K 35 35 35 35 40 40 40 40 42.5 42.5 42.5 45 45 45 45 45
Kemiringan dasar Saluran (I) Kemiringan dasar Saluran sangat berpengaruh pada kevepatan, hal ini disebabkan kemiringan dasar dianggap sejajar dengan kemiringan muka air di saluran, sehingga untuk mendapatkan kecepatan yang disyaratkan. Kemiringan dasar saluran ini sangat dipengaruhi oleh kondisi topografi, sifat tanah dan debit rencana yang akan lewat saluran. Kemiringan yang kecil menyebabkan kecepatan rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sedimentasi, sebaliknya kemiringan besar akan menyebabkan kecepatan tinggi dan menyebabkan erosi dasar saluran. Para pakar menemukan hubungan antar kecepatan dengan Tractive Force. T=C W R I Dimana T
= Tractive Force< Tijin seperti tabel 6.3.
C
= Koefisien. = 1 untuk dasar saluran. = 0,76 untuk sisi-sisinya.
Salamun , IR. MT
126
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
W = Terat jenis air. R
= Jari-jari hidraulik.
I
= Kemiringan dasar saluran. Tabel 6.4. Tractive Force ijin
Bahan Pasir halus non koloidal Geluh Pasir Geluh Lanau Lanau Alluvial Geluh Mantap Biasa Abu Vulkanik Kerikil Halus Lempung Kaku Lempung Alluvial Geluh Gradas Brangkal Lanau Gradas Brangkal Kerikil Kasar Brangkal Serpih & Hardpan
Tractive Force (kg/m2) Air Bersih Air berlanau koloidal 0.13 0.37 0.18 0.37 0.23 0.54 0.23 0.74 0.37 0.73 0.37 0.73 0.37 0.73 1.27 2.25 1.27 2.25 1.86 3.23 2.10 3.91 1.47 3.28 4.45 5.39 3.28 3.28
Kemiringan talud/sisi saluran (m) Kemiringan talud harus mempertimbangkan jenis tanah yang akan dilalui saluran tersebut. Tabel 6.5 Kemiringan talud Jenis Tanah m Batuan Batuan lunak Lempung Geluh, D< 1,0 mm Geluh, D> 1,0 mm Geluh Pasiran Pasir lepas
0,25 0,50-0,70 0,50-1,10 1 1,50 1,50 2
Catatan: Geluh adalah campuran pasir, lempung dan lumpur dengan perbandingan hampir sama Selain ditentukan dari jenis tanah untuk saluran timbunan tanah dipadatkan dengan baik sbb : Tabel 6.6. Tabel (H+W) VS m Kedalaman air + tinggi jagaan H< 1,00 m 1,00 m < H < 2,00 m H > 2,00 m
Salamun , IR. MT
m 1 1,5 2
127
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Debit Q(m3/dt) < 0,50 0,50 – 1,50 1,50 – 5,00 5,00 – 10,00 10,00 – 15,00 > 15,00
Tabel 6.7 Tinggi Jagaan (W) Saluran Tanah (m) Saluran Pasangan (m) 0,40 0,20 0,50 0,20 0,60 0,25 0,75 0,30 0,85 0,40 1,00 0,50
Untuk saluran tersier dan kuarter ada batas kecepatan yang diijinkan karena umumnya saluran ini tanpa pasangan. Selain tsb diatas. Tabel 6.8 Kreteria dimensi saluran tersier (KP-05) Karakteristik
Perencanaan Kec. Maks Kecepatan Min Harga Lebar Dasar min Kemiringan talud Lebar mercu min Tinggi jagaan Min
Notasi Vmaks Vmin K Bmin m Lm Wmin
Satuan m/dt M/dt m1/3/dt m m m
Saluran Pembawa Pembuang Tersier Kuarter Tersier Kuarter 0,60 0,60 0,75 0,50 0,20 0,20 0,45 0,45 35 30 30 25 0,30 0,30 0,50 0,30 1:1 1:1 1:1 1:1 0,50 0,40 0,30 0,20
Jika saluran kuarter juga dipakai sebagai saluran pembuang, sebaiknya saluran tersebut direncana sebagai saluran kuarter, dengan menambah tinggi jagaan minimum 15 cm. Dalam KP-05 disebutkan kreteria lain yang juga dianjurkan yaitu: 1. Kemiringan minimum saluran 0,0001. 2. Kemiringan minimum medan 2%. 3. Lebar tanggul 1,00 – 1,50 m. 4. Kecepatan aliran rencana 0,50 m/dtk. 5. Harga koefisien Strickler = 30 m1/3/dtk. 6. Kemiringan talud 1:1 Elevasi Rencana muka air di saluran Elevasi Muka Air di saluran sangat penting hal ini didasarkan pada fungsi Irigasi. Muka air di saluran ditentukan dari muka sawah rencana yang akan diairi dan tinggi genangan. Untuk pendimensian saluran pembawa berdasar debit rencana 100%. Penentuan muka air di bangunan sadap untuk dibagikan ke bangunan tersier sebaiknya dengan debit 70%, Salamun , IR. MT
128
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
z H
g
f
H100
e
d
c
b
H70
.a A
Gambar 6.22. Elevasi muka air Elevasi muka air rencana ditarik dari bangunan sadap sampai ke petak sawah dengan rumus berikut: P = A +a +b +n.c + d + me + f + g +H +z Dimana P
= Muka air yang dibutuhkan di jaringan utama di hulu sadap tersier.
A
= Elevasi sawah yang menentukan di petak tersier.
a
= Kedalaman air di sawah (10 – 15 cm).
b
= Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter sampai sawah.
c
= Kehilangan tinggi energi di boks kuarter.
n
= Jumlah boks bagi kuarter.
d
= Kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier dan kuarter.
m = Jumlah boks tersier pada saluran yang direncana. e
= Kehilangan tinggi energi di boks tersier. = Kehilangan tinggi energi selama pengaliran di saluran tersier.
g
= Kehilangan tinggi energi di gorong-gorong.
z
= Kehilangan energi di pintu ukur debit.
h = Variasi tinggi muka air di jaringan utama di hulu bangunan sadap tersier (0,18 H100). H100= Kedalaman air rencana di saluran primer atau sekunder pada bangunan sadap.
Salamun , IR. MT
129
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Muka air di saluran kuarter hendaknya 0,15 cm lebih tinggi dari muka/elevasi sawah. Hal ini mengandung maksud agar pembagian air ke sawah dapat dilakukan dengan baik. Kehilangan tinggi energi dari saluran kuarter ke petak sawah tidak boleh diabaikan. Disini diberikan rumus Q A 2 gz
Dimana Q = Debir yang dibutuhkan di petak.
= Koefisien debit (0,6 –0,7).
z = Kehilangan tinggi energi. Saluran Tersier Untuk kemiringan yang cukup terjal, saluran tidak diperkenankan terjunan tanpa bangunan. Untuk terjunan < 0.40 m dapat dipakai bangunan sederhana dari kayu atau sejenisnya. Lining/pasangan di saluran jika kondisi saluran tersier sbb: -
Kecepatan terlalu besar.
-
Saluran melewati tanah yang porous.
-
Saluran yang melewati kampung dan berbelok-belok.
-
Saluran lewat timbunan.
-
Saluran yang melewati petak tersier lain(saluran muka).
-
Saluran yang berdekatan dengan saluran lain.
Saluran Kuarter Saluran kuarter diperkenankan ada terjunan tanpa bangunan dengan maximum terjunan 30 cm. Saluran diusahakan berada ditengah petak kuarter. 6.3.2 Saluran Drainase/Pembuang Bangunan ini berfungsi untuk mengalirkan air kelebihan yang sudah tidak dibutuhkan lagi di areal irigasi. Analisa hidruliknya sama dengan saluran pembawa. Salamun , IR. MT
130
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Saluran Fungsi Ganda Saluran disamping sebagai saluran pembawa atau saluran irigasi juga sebagai saluran pembuang. Hal ini disebabkan adanya tambahan air dari areal diatasnya baik areal sawah maupun non sawah. Debit pembuang
Debit Irigasi
Sawah
Gambar 6.23. Sket saluran fungsi ganda 6.3.3. Saluran Kantong Lumpur Tela dijelaskan didepan bila diameter sedimen > 0,60 mm, maka sebelum masuk saluran irigasi perlu dibuatkan saluran pengendap. V
A
w w
V
H
C
H
Lumpur
L
B
Gambar 6.24. Sket Kantong Lumpur Partikel yang masuk ke kantong lumpur pada titik A dengan kecepatan endap partikel (W) dan kecepatan air (V) harus mencapai dasar pada titik C. Ini berarti bahwa partikel tersebut mencapai dasar (kedalaman H) selama waktu
(H/W), akan berjalan (berpindah) secara horisontal
sepanjang L selama (L/V). Jadi H/W = L/V dengan V = Q/HB. Dimana H
= Kedalaman aliran di saluran, m.
W = Kedepatan endap partikel sedimen, m/dtk. L Salamun , IR. MT
= Panjang kantong lumpur, m. 131
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
B
= Lebar kantong lumpur, m.
V
= Kecepatan aliran, m/dtk.
Q = Debit kebutuhan, m3/dtk. Sebaiknya dimensi kantong lumpur memenuhi kaidah L > 8 x B, hal ini untuk menghindari aliran tidak “meander” di dalam kantong disamping untuk memudahkan pengurasan. Bila kaidah ini tidak terpenuhi akibat kondisi topografi dapat dibuat dengan dinding pemisah ( devider wall) sehingga kaidah L dan B terpenuhi. Yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kantong lumpur al: a. Volume kantong lumpur Volume kantong lumpur ditentukan dari lama waktu pengurasan, dan kandungan lumpur yang terbawa oleh air 0,5%, maka;
V = 0.0005 Qn T Dimana
V = Volume kantong lumpur. Qn = Debit kebutuhan. T = Jangka waktu pengurasan. Jika debit rencana kebutuhan air irigasi Qn = 10,90 m3/dtk, pengurasan seminggu sekali maka volume kantong lumpur dapat dihitung sbb;
V = 0,0005 x 10,90 x 7 x 24 x 3600 = 3290 m3. b. Panjang dan lebar kantong lumpur Dengan diketahui partikel yang terbawa oleh air sungai ke saluran dan waktu pengurasan dapat ditentukan besar volume kantong lumpur. L.B
Qn W
dimana L
= Panjang kantong lumpur.
B
= Lebar rerata kantong lumpur.
Qn = Kebutuhan air rencana. Salamun , IR. MT
132
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
W = Kecepatan endap partikel. Di Indonesia suhu air 20o C dan diameter lumpur 0,007 m, kecepatan endap W = 0,04 m/dt. Panjang kantong 8 kali lebar (L > 8 x B). L.B
Qn 10,90 2725 W 0,04
m2.
Ambil B = 18,50 m maka L = 2725/18,50 = 147,30 m (minimum) c. Menentukan Kemiringan/energy kantong saat operasional (In) Besarnya kecepatan di kantong lumpur sangat menentukan keberhasilan pengendapan lumpur. Kecepatan yang terlalu tinggi menyebabkan lumpur yang mengendap berkurang oleh karena itu kecepatan aliran (Vn) di kantong lumpur seyogyanya diambil < 0,40 m/dtk. Dengan diketahui debit yang lewat Qn dan kecepatan Vn maka penampang basah (An) dapat diketahui. Dengan rumus Manning atau Strikler dapat dicari In. Qn
10,90
Ambil Vn = 0,40 m, maka An Vn 0,40 27,75 m2. An
27,75
Dengan B rerata 18,50 m, maka hn B 18,50 1,47 m.
hn =1,47 m
1:2
.hs = 0,56 m
15,56 m 18,50 m
Gambar 6.25 Potongan melintang Kantong Lumpur Keliling basah On menjadi
On = 15,56 + 2 x 1,47(1+22) = 22,13 m. Rn
In
Salamun , IR. MT
An 27,75 1,23 m. On 22,13
Vn 2 0,40 2 0,00006 ( Rn 2 / 3 xK ) 2 (1,232 45) 2
133
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sebenarnya In ini kurang tepat untuk seluruh penampang kantong lumpur luasnya akan bertambah ke arah hilir. Namun perbedaan elevasi sangat kecil maka boleh diabaikan. d. Menentukan Kemiringan energy kantong saat pengurasan (Is). Kecepatan bilas (Vs) harus dapat menggelontor sedimen yang diendapkan di kantong lumpur. Namun demikian kecepatan ini harus lebih kecil dari kecepatan kritis, hal ini dikarenakan kecepatan kritis atau super kritis akan mengurangi efektifitas pembilasan. Dari KP – 02 disarankan Untuk sedimen pasir halus Vs = 1,00 m/dtk. Untuk sedimen pasir kasar Vs = 1,50 m/dtk. Untuk sedimen pasir kasar dan kerikil Vs = 2,00 m/dtk. Debit penguras diambil Qs = 1,2 x Qn = 1,2 x 10,90 = 13,10 m3/dtk. As
Qs 13,10 8,75 m2. Vs 1,50
Lebar dasar kantong lumpur b = 15,56 m.
As = b x hs As 8,75 0,56 m (lihat gambar 6.25). b 15,56 As 87,75 Rs 0,52 m. Os 15,56 2 x 0,56
hs
Untuk pembilasan koefisien kekasaran Ks diambil 40 m1/3/dtk. Is
Vs 2 1,502 0,0336 2 ( Rs xKs ) (0,522 40) 2 2/3
Cek bilangan Froude agar pembilasan dapat berjalan dengan baik maka Fr <1 atau aliran sub kritis. Fr
Salamun , IR. MT
Vs gd
1,50 0,64 1 ok. 9,8 x0,56
134
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 6.26 Diagram Shield Diameter yang dapat terbilas.
= g hs Is = 1 x 9,80 x 0,56 x 0,0336 = 18,86 mm. Diameter < 18,86 mm dapat terbilas. e. Panjang Kantong Lumpur Volume Kantong lumpur yang diperlukan adalah 3.300 m3 In=0.00006 0,50 m
Is = 0.0336
0,78 m L =240 m
Gambar 6.27. Sket Panjang kantong lumpur V
= 0,50 x h x L + 0,50 x( Is - In) x L2 x h
3300 = 7,78 L + 0,025 L2 L = 240 m > 147 m Ok. f. Menentukan elevasi saluran penguras di sungai. Salamun , IR. MT
135
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Untuk menjamin terjaminnya pengurasan dan agar air sungai tidak masuk ke kantong lumpur menurut KP – 02 disyaratkan elevasi dasar saluran pembilas di pertemuan dengan sungai harus lebih tinggi dari elevasi air banjir sungai dengan debit rencana lima tahunan (Q 5)
H untuk Q5
Gambar 6.28. Sket Pertemuan sungai dengan saluran Bilas
Salamun , IR. MT
136
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Bendung adalah bangunan pengelak yang berfungsi sebagai pengarah aliran dan meninggikan muka air sungai sehingga dapat dialirkan ke petak sawah.
Gambar 7.1. Bendung dari Hulu (Bendung Gerak) 7.1 Hidrologi Bendung Air sungai yang digunakan untuk mengairi areal irigasi merupakan bagian dari siklus hidrologi. Menurut Volker 1989 daur hidrologi dapat dirumuskan dalam persamaan imbangan air sbb: P= E + RS
--------------------------------------------------- 7.1.
Di mana : P = Presipitasi. E = Evaporasi. R = Run off. S = Perubahan tampungan. Yang sangat berkaitan dengan bendung pada umumnya adalah Run Off. Salamun , IR. MT
137
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.1.1. Curah Hujan Telah dimaklumi bahwa debit banjir merupakan kejadian yang saling terkait dengan fenomena yang terjadi di Daerah Aliran Sungai (DAS). Faktor yang dominan di DAS adalah kejadian hujan, oleh karena itu kejadian hujan perlu mendapatkan perhatian yang utama dalam memperkirakan debit banjir. Untuk itu perlu adanya analisa curah hujan. Hujan Maximum 24 jam Hujan maximum 24 jam dapat diperoleh dari peta isohyet (khususnya Jawa dan Sumatra). Dari peta tersebut dapat ditemukan besaran hujan (terpusat) rerata tahunan maximum 24 jam. ( Mean Annual Maximum
Point 1–day Rainfall) yang diberi notasi PBAR, dinyatakan dalam milimeter. Sedang besaran hujan maximum 24 jam rerata tahunan yang mewakili di Daerah Aliran Sungai ( Mean Annual Maximum Areal 1-day
Rainfall) yang diberi notasi APBAR dinyatakan dalam milimeter. Besar APBAR adalah sbb: APBAR = PBAR x ARF. Dimana ARF adalah Areal Reduksi Faktor Tabel 7.1 ARF 2
Luas DAS (Km ) 1 – 10 10 – 30 30 – 30.000
ARF 0.99 0.97 1.152-0.1233 Log10(Area)
Distribusi Hujan Besar hujan yang terjadi tiap jam hanya dapat diketahui apabila data hujan tersebut dari grafik pluviograph di stasiun penakar hujan otomatis. Tidak semua stasiun penakar hujan otomatis bahkan yang paling banyak. Oleh karena itu apabila tidak terdapat stasiun hujan otomatis, maka besarnya hujan yang terjadi tiap-tiap jam dihitung berdasar data hujan maximum harian dikalikan dengan prosentase distribusi. Tabel 7.2. Prosentase Distribusi Waktu(Mnt) 5 10 15 30 60 120 180 240 300 % Dist 7 4 3 5 5 27 20 7 9 Dist Kuml 7 11 14 19 24 51 71 78 86 Sumber : Revised and enlarged edition of the Rainfall analysis in Java Salamun , IR. MT
360 6 92
420 4 96
480 3 99
138
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.1.2. Analisa statistik curah hujan. Hujan yang terjadi di muka bumi ini mempunyai sifat yang berbeda-beda baik penyebarannya, intensitasnya, durasinya dan lain sebagainya. Menurut terjadinya hujan, tipe hujan dibagi 3 tipe yaitu: 1. Hujan Orografis Hujan jenis ini disebabkan oleh naiknya udara yang membawa uap air, di pegunungan yang tinggi kemudian diikuti pemuaian, pendinginan dan kemudian terjadilah hujan. Hujan ini terjadi pada suatu ketinggian di mana kondensasi telah terjadi dan sebagian titik-titik hujan jatuh pada lereng yang menghadap arah angin. Jumlah hujan yang jatuh pada lereng yang menghadap arah datangnya angin akan lebih besar daripada lereng yang membelakangi arah datangnya angin. Daerah lereng yang membelakangi arah datang angin merupakan daerah bayangan hujan. 2. Hujan Konvectif. Jenis hujan ini pada umumnya terjadi di daerah tropis. Ini dikarenakan naiknya udara akibat panasnya terik matahari yang mengenai permukaan bumi. Udara yang naik ini akan memuai dan menjadi dingin yang menyebabkan terjadinya kondensasi yang merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya hujan. 3. Hujan Siklonik dan Frontal. Hujan jenis ini terjadi bilamana ada daerah bertekanan rendah, udara yang ada di sekelilingnya bergerak ke arah daerah yang bertekanan rendah ini yang kemudian menyebabkan naiknya udara yang bertekanan rendah tersebut, kemudian menjadi dingin dan menimbulkan hujan. Hujan Frontal berkaitan dengan batas antara massa udara dimana disatu pihak lebih dingin daripada lainnya dan kemudian massa udara dingin ini menaikkan udara yang suhunya lebih tinggi sehingga menyebabkan terbentuknya awan dan akhirnya terjadi hujan. Kemiringan dari batas tersebut bisa sangat landai sehingga daerah hujan jenis ini bisa sangat luas. Hujan jenis ini terjadi di daerah yang mempunyai empat musim. Salamun , IR. MT
139
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.1.3. Konsistensi data hujan. Dalam analisa hujan yang terjadi dengan menggunakan data hujan yang ada. Untuk tes data hujan terhadap konsistensinya dilakukan dengan analisis kurva massa ganda. Analisis ini adalah suatu metode grafis untuk menemukan atau menyesuaikan ketidakharmonisan yang ada pada data di suatu
stasiun
penakar
hujan
dengan
membandingkan
dengan
kecenderungan dari waktu ke waktu (WHO). Teknik ini digunakan untuk memeriksa kemungkinan adanya ketidakkonsistensinan dalam data hujan atau debit atau data seri lainnya. Dalam analisis ini salah satu variabel sudah harus diyakini konsistensinya. Tes dilakukan dengan data hujan stasiun yang lain. Data yang akan diperiksa diplot pada sumbu vertikal. Bila tidak ada garis patah maka data tersebut adalah konsisten. Apabila terjadi/ditemukan garis patah, harus dilakukan penyesuaian dengan membandingkan tangen sudut penyimpangan terhadap horizontal (), dengan tangen sudut sebelum ada penyimpangan (),dirumuskan sbb tan
Faktor penyesuaian = tan
------------------------------------------ 7.2
Dengan faktor penyesuaian ini data seri yang terletak di sebelah kanan titik belok harus dikalikan faktor penyesuaian sebelum dilakukan analisis selanjutnya. Curah hujan stasiun B
Curah hujan rerata stasiun A, C, D
Gambar 7.2. Analisis kurva ganda.
Salamun , IR. MT
140
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kerapatan Sation Curah Hujan Kerapatan station curah hujan yang memadai untuk dapat memberikan informasi yang benar dan cukup mengenai intensitas dan waktu berlangsungnya (duration). Menurut WMO kerapatan Sation lihat tabel. Tabel 7.3 Jumlah stasiun Penakar Hujan
Luas DAS 0-75 75-150 150-300 300-550 550-800 800-1200
Jumlah Station Hujan 1 2 3 4 5 6
1. Melengkapi Data Data hujan kadang-kadang tidak lengkap. Untuk analisis data sebaiknya data harus lengkap. Kelengkapan suatu data sangat penting dalam perencanaan suatu bangunan. Namun demikian sering terdapat datadata yang kurang yang diakibatkan oleh beberapa hal antara lain, peralatan rusak dan faktor manusia pencatat data sehingga keakuratan data meragukan. Adapun cara melengkapi data di sini ada dua cara yaitu : a. Kalau selisih antara hujan-hujan tahunan normal dari tempat pengamatan yang datanya tidak lengkap kurang dari 10% maka perkiraan data yang kurang diambil hanya rata-rata dihitung dari tempat yang berdekatan. b. Jika selisihnya lebih 10% maka digunakan cara perbandingan normal r = 1/n (R/R1 x r1+R/R2 x r2 + R/Rn x rn) ------------------- 7.3 Di mana : r
= curah hujan yang dihitung.
r1,r2
= curah hujan di tempat yang berdekatan.
R
= Curah hujan rerata tahunan di tempat r.
R1,R2 = Curah hujan rerata tahunan di tempat yang berdekatan. 7.1.4. Analisa Frekuensi Salamun , IR. MT
141
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Analisa frekuensi dilakukan untuk mendapatkan lengkung kekerapan curah hujan ataupun debit di suatu tempat. Lengkung ini menunjukkan besarnya curah hujan/debit yang kemungkinan/probabilitas disamai atau dilampaui dalam pereode tertentu. Analisa Probabilitas Hujan Untuk
menyatakan kemungkinan atau
terjadinya
suatu peristiwa
digunakan istilah probabilitas (kemungkinan) dan dinyatakan dalam %. Sedangkan pereode ulang terjadinya hujan/debit dinyatakan dalam besaran tahun. Probabilitas terjadinya suatu peristiwa ditentukan oleh perbandingan antara banyaknya kejadian hujan/debit terhadap jumlah kejadian hujan/debit yang mungkin dan yang tidak mungkin. Dalam statistik, kejadian suatu peristiwa biasanya dinamakan keberhasilan, dirumuskan sebagai P(X x), sedang kejadian yang tidak mungkin disebut sebagai kegagalan yang dapat dirumuskan sebagai P(X < x). Istilah pereode ulang, Tr adalah waktu antara dua peristiwa atau kejadian yang sama atau melampaui suatu level tertentu. Dengan kata lain, kejadian N tahun, adalah kejadian yang diharapkan disamai atau dilampaui rerata setiap N tahun, mempunyai pereode ulang Tr= N tahun. Sebagai contoh, probabilitas P(X < x), merupakan probabilitas bahwa X tidak akan disamai atau dilampaui dalam peristiwa tertentu. Dengan demikian berlaku rumus: P(X < x)n
= ( P(X x)n = {1,P(>-x)}n
P(X x)n + P(x x) = 1 P(X x)n
= 1 - P(x x)
Tr
= 1/ P(X x)
P(X x)n
= 1 –(1 – 1/Tr)n
Sebagai contoh Probabilitas X x, di mana x adalah besarnya banjir dengan pereode 20 tahun, terjadi dalam pereode 3 tahun maka, P(X banjir 20 tahun)3 = 1 – (1+ P(x x) = 1-(1-1/20)3 = 1 – (0,95)3 = 1 – 0,857 = 0,143 atau 14,3 % Salamun , IR. MT
142
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Probabilitas banjir N tahun yang terjadi dalam kurun waktu tertentu dapat dilihat pada tabel 7.4. berikut : Tabel 7.4 Probabilitas N tahun yang terjadi dalam pereode tertentu
Kurun Waktu 1 2 3 5 10 20 30 50 100 200 500 1000
5 20 36 49 67 89 99 99.9 -
Pereode Ulang Tr (tahun) 20 50 100 200 5 2 1 0.5 10 4 2 1 14 6 3 1.5 23 10 5 2 40 18 10 5 64 33 18 10 78 45 26 14 95 70 43 28 99.4 87 63 39 98.2 87 63 99.3 92 -99.3
10 10 19 27 41 65 88 99 99.9 -
500 0.2 0.4 0.6 1 2 4 6 11 18 33 63 86
1000 0.1 0.2 0.3 0.5 1 2 3 6 10 18 39 63
Catatan : (-) menunjukkan prosentase > 99,9 % Bila kemungkinan yang terjadi dan pereode ulang diketahui maka n dapat dihitung P(X x)n
= 1 – (1 – 1/Tr)n
1- P(X x)n
= (1 – 1/Tr)n = {(Tr – 1)/Tr)}n
log {1- P(X x)n} = log {(Tr – 1)/Tr)}n sehingga
n=
log{1 P ( X x) n } log{(Tr 1) / Tr }
Sebagai contoh Berapa lama suatu bendung dapat bertahan di sungai dengan kemungkinan terjadi pelimpahan 50 %, bila dirancang dapat menahan banjir 10 tahunan. P(X x)n = 0,50 Tr n=
= 10 tahun log{1 P ( X x) n } log{(Tr 1) / Tr } log{1 0,50}
log{0,50}
n = log{(10 1) / 10} = log{0,90} = 6,6 tahun 7.1.5. Jenis Sebaran/distribusi
Salamun , IR. MT
143
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dalam analisis frekuensi terhadap sebaran suatu data seri dikenal beberapa jenis sebaran/distribusi. Sebaran yang dikenal dan sering digunakan dalam perhitungan curah hujan atau debit maksimum al : a. Sebaran Normal. b. Sebaran log Normal. c. Sebaran log Pearson III. d. Sebaran Gumbell dll. Untuk memilih jenis sebaran yang cocok terhadap suatu data seri perlu menyelidiki dengan bantuan parameter – parameter statistik. Dari data hujan yang didapat kemudian diadakan plotting data hujan mengikuti cara Weibull dan Gumbel dengan terlebih dahulu data diurutkan dari kecil kebesar. P ( Xi X) =
m n 1
Di mana : P = Probabilitas. m = nomor urut. n = jumlah data. Selanjutnya dihitung besaran statistik dari data hujan yang ada yaitu : Harga rerata n
x
xi
i 1
n
Penyimpangan Standart
S=
1 n ( X i X )2 n 1 i 1
Koefisien Variasi Cv =
S X
Koefisien Kemiringan/Skewness
Salamun , IR. MT
144
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Koefisien Kemiringan ini merupakan ukuran dari asimetri/kemiringan/ skewness atau penyimpangan dari simetri distribusi. n
n ( xi x )3
Cs =
i 1
(n 1)(n 2)(n 3).S 3 Koefisien Kurtosis Kurtosis adalah runcing datarnya bentuk kurva yang ditentukan relatif terhadap sebaran normal. Ada tiga jenis bentuk kurva distribusi yaitu 1. Distribusi simetris yang mempunyai koefisien kurtosis (Ck) kurang (<) dari 3 disebut Platikurtik/puncak tumpul. 2. Distribusi Leptokurtik/puncak lengkung lancip bila koefisien kurtosis (Ck) lebih besar (>) 3. 3. Distribusi disebut Mesokurtik bila koefisien kurtosis (Ck) sama dengan (=) 3. Besarnya Koefisien Kurtosis dapat dihitung dengan rumus berikut.
Ck =
n
2
n
(x x)
4
i
i 1
(n 1)(n 2)(n 3).S 4
Leptokurtik
Mesokurtik Platikurtik
Gambar 7.3. Kurva distribusi
Salamun , IR. MT
145
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Setelah besaran - besaran statistik tersebut di atas didapat, diadakan pemilihan sebaran yang sesuai dengan persyaratan seperti tabel 6.5.
Tabel 7.5 Persyaratan Sebaran No 1 2 3 4 5
Jenis Sebaran
Syarat
Normal Log Normal Person III Log Pearson III Gumbell
Ck3 , Cs 0 Cs 0, Ck0 Cs>0. Cv = 1,5 Cs 3 + 3 Cs>0 , Ck1,5 Cs 3 + 3 Cs 1,1396 dan Ck 5,4002
Sumber : Sutiono VSTC Perencanaan Sabo
Pada prinsipnya data seri yang ada tidak dapat memenuhi persis seperti yang disyaratkan untuk masing-masing sebaran sehingga diambil yang paling mendekati. Penggambaran/Plotting sebaran teoritik data hujan sesuai sebaran yang memenuhi persyaratan: 1. Sebaran/distribusi Normal Penggambaran sebaran normal ini memakai kertas probabilitas Normal. Dan untuk dapat memprediksikan sebaran yang sesuai dapat dilakukan dengan menggunakan faktor frekuensi. Lengkung kekerapan (garis teoritik) dapat dinyatakan dengan rumus ; X T X K .S
--------------------------------------------------- 7.4
Di mana XT
Besar curah hujan yang disamai atau dilampaui dengan pereode ulang T
X Curah hujan rata-rata
K Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari probabilitas terlampaui. S Simpangan baku
Dengan
mensubtitusikan
nilai
XT , X , K, S
didapatkan
lengkung
kekerapan curah hujan dan dapat digambarkan dengan memplot X T pada sumbu tegak dan P ( Xi X) pada sumbu datar.
Salamun , IR. MT
146
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Tabel 7.6. Faktor frekuensi sebaran normal
Prosentase(%) kemungkinan 0.1 0.5 1.0 2.5 5 10 15 20 25 30 35 30 45 50
K 3.09 2.58 2.33 1.96 1.64 1.28 1.04 0.84 0.67 0.52 0.38 0.25 0.13 0.00
Prosentase(%) kemungkinan 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 97.5 99 99.5 99.9
K 0.00 -0.13 -0.25 -0.38 -0.52 -0.67 -0.84 -1.04 -1.28 -1.64 -1.96 -2.33 -2.58 -3.09
2. Sebaran Log Normal Sebagaimana sebaran normal, penggambaran sebaran teoritik jenis ini dapat dilakukan dengan dua cara. Dengan menggunakan rumus sebaran Normal di atas dan menggunakan tabel faktor frekuensi yang berlaku pada sebaran log normal. Tabel 7.7 Faktor Frekuensi Log Normal Cv 0.050 0.100 0.150 0.200 0.250 0.300 0.350 0.400 0.450 0.500 0.550 0.600 0.650 0.700 0.750 0.800 0.850 0.900 0.950 Salamun , IR. MT
2 -0.250 -0.0496 -0.0738 -0.0971 -0.1194 -0.1406 -0.1604 -0.1788 -0.1957 -0.2111 -0.2251 -0.2375 -0.2485 -0.2582 -0.2667 -0.2739 -0.2801 -0.2852 -0.2895
5 0.8334 0.8222 0.8085 0.7926 0.7748 0.7547 0.7333 0.7100 0.6870 0.6626 0.6129 0.5879 0.5879 0.5631 0.5387 0.5148 0.4914 0.4886 0.4466
Pereode Ulang T tahun 10 20 1.2965 1.6863 1.3078 1.7247 1.3156 1.7598 1.3200 1.7911 1.3209 1.8183 1.3183 1.8414 1.3126 1.8602 1.3037 1.8746 1.2920 1.8848 1.2778 1.8909 1.2513 1.8931 1.2428 1.8916 1.2226 1.8866 1.2011 1.8786 1.1784 1.8577 1.1548 1.8543 1.1306 1.8388 1.1060 1.8212 1.0810 1.8021
50 2.1341 2.2130 2.2899 2.3640 2.4348 2.5316 2.5638 2.6212 2.6734 2.7202 2.7615 2.7974 2.8279 2.8532 2.8735 2.8891 2.9002 2.9071 2.9102
100 2.4370 2.5489 2.6607 2.7716 2.8805 2.9866 3.0890 3.1870 3.2109 3.3673 3.4488 3.5241 3.5930 3.6568 3.7118 3.7617 3.8056 3.8437 3.8762 147
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 1.000
-0.2929
0.4254
1.0560
1.7815
2.9098
3.9036
3. Sebaran Log Pearson III Untuk menghitung banjir rencana, the Hidrologi Committee of the Water
Resources
Council,
USA
menganjurkan,
pertama
kali
mentransformasikan data ke harga-harga logaritmanya, kemudian menghitung parameter-parameter statistiknya. Rumus Umum yang dipakai adalah LnXT = LnXr + K. S.lnX
--------------------------------------- 7.5
Di mana LnXT
= Logaritma natural dari curah hujan dalam kala ulang T tahun n
LnXr = Harga rata-rata = K
ln x
i
i 1
n = Faktor frekuensi untuk sebaran log Pearson III n
S.lnX = Standart deviasi =
(ln X
i
ln X r )3
i 1
n 1 Tabel 7.8. Faktor K untuk Cs>0 Asime tri 3.0 2.9 2.8 2.7 2.6 2.5 2.4 2.3 2.2 2.1 2.0 1.9 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
Pereode Ulang 1.0101 -0.667 -0.690 -0.714 -0.769 -0.799 -0.812 -0.867 -0.905 -0.946 -0.990 -1.037 -1.037 -1.087 -1.140 -1.197 -1.256 -1.318 -1.383 -1.449 -1.518 -1.588 -1.660 -1.733 -1.806 -1.880 -1.955 -2.029 -2.104 -2.176
Salamun , IR. MT
1.0526 -0.665 -0.688 -0.711 -0.736 -0.762 -0.790 -0.819 -0.850 -0.882 -0.914 -0.949 -0.984 -1.020 -1.056 -1.093 -1.131 -1.163 -1.206 -1.243 -1.280 -1.317 -1.353 -1.388 -1.423 -1.455 -1.491 -1.524 -1.555 -1.586
1.1111 -0.666 -0.681 -0.702 -0.725 -0.747 -0.771 -0.798 -0.819 -0.844 -0.869 -0.895 -0.920 -0.945 -0.970 -0.994 -1.018 -1.041 -1.064 -1.086 -1.107 -1.128 -1.147 -1.166 -1.183 -1.209 -1.216 -1.231 -1.245 -1.258
1.250 -0.636 -0.651 -0.666 -0.681 -0.696 -0.711 -0.725 -0.739 -0.752 -0.785 -0.777 -0.788 -0.799 -0.808 -0.817 -0.825 -0.832 -0.838 -0.844 -0.848 -0.852 -0.854 -0.856 -0.857 -0.857 -0.856 -0.855 -0.853 -0.850
2 -0.396 -0.390 -0.384 -0.376 -0.368 -0.360 -0.351 -0.341 -0.330 -0.319 -0.307 -0.294 -0.282 -0.268 -0.254 -0.240 -0.225 -0.210 -0.195 -0.180 -0.164 -0.148 -0.132 -0.116 -0.099 -0.083 -0.066 -0.050 -0.033
5 0.420 0.440 0.460 0.479 0.499 0.518 0.537 0.555 0.574 0.592 0.609 0.627 0.643 0.660 0.675 0.690 0.705 0.719 0.732 0.745 0.758 0.769 0.780 0.790 0.800 0.808 0.816 0.824 0.830
10 1.180 1.195 1.210 1.224 1.236 1.250 1.262 1.274 1.284 1.294 1.302 1.310 1.318 1.324 1.329 1.333 1.337 1.339 1.340 1.341 1.340 1.339 1.336 1.333 1.328 1.323 1.317 1.309 1.301
25 2.278 2.277 2.275 2.272 2.267 2.262 2.256 2.248 2.240 2.230 2.219 2.207 2.193 2.179 2.163 2.146 2.128 2.108 2.087 20.66 2.043 2.019 1.993 1.967 1.939 1.910 1.880 1.849 1.818
50 3.152 3.134 3.114 3.093 3.072 3.048 3.029 2.997 2.970 2.942 2.912 2.881 2.848 2.815 2.780 2.745 2.706 2.666 2.626 2.585 2.542 2.498 2.453 2.407 2.359 2.311 2.261 2.211 2.159
100 4.054 4.012 3.973 3.932 3.889 3.845 3.800 3.753 3.705 3.656 3.605 3.553 3.499 3.444 3.386 3.330 3.271 3.211 3.149 3.087 3.022 2.957 2.891 2.874 2.755 2.686 2.615 2.544 2.472
200
148
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR 0.1 0
-2.252 -2.326
-1.616 -1.645
-1.270 -1.282
-0.846 -0.852
-0.017 0
0.836 0.842
1.292 1.282
1.785 1.751
2.107 2.054
2.400 2.326
Tabel 7.9. Faktor K untuk Cs<0 Asime tri 0 -0.1 -0.2 -0.3 -0.4 -0.5 -0.6 -0.7 -0.8 -0.9 -1.0 -1.1 -1.2 -1.3 -1.4 -1.5 -1.6 -1.7 -1.8 -1.9 -2.0 -2.1 -2.2 -2.3 -2.4 -2.5 -2.6 -2.7 -2.8 -2.9 -3.0
Pereode Ulang 10 2 5
1.0101 1.0526 1.1111 1.250 -2.326 -2.400 -2.472 -2.544 -2.615 -2.686 -2.755 -2.824 -2.891 -2.957 -3.022 -3.087 -3.149 -3.211 -3.271 -3.330 -3.388 -3.444 -3.499 -3.553 -3.605 -3.656 -3.705 -3.753 -3.800 -3.845 -3.889 -3.932 -3.973 -4.013 -4.051
-1.645 -1.673 -1.700 -1.726 -1.750 -1.774 -1.797 -1.819 -1.839 -1.858 -1.877 -1.894 -1.910 -1.925 -1.938 -1.951 -1.962 -1.972 -1.981 -1.989 -1.996 -2.001 -2.006 -2.009 -2.011 -2.012 -2.013 -2.012 -2.010 -2.007 -2.003
-1.282 -1.292 -1.301 -1.309 -1.317 -1.323 -1.328 -1.333 -1.336 -1.339 -1.340 -1.341 -1.340 -1.339 -1.337 -1.333 -1.329 -1.324 -1.318 -1.310 -1.302 -1.294 -1.284 -1.274 -1.262 -1.250 -1.238 -1.224 -1.210 -1.195 -1.180
-0.852 -0.836 -0.830 -0.824 -0.816 -0.808 -0.800 -0.790 -0.780 -0.769 -0.738 -0.745 -0.732 -0.719 -0.705 -0.690 -0.675 -0.660 -0.643 -0.621 -0.609 -0.592 -0.574 -0.555 -0.537 -0.518 -0.499 -0.479 -0.460 -0.440 -0.440
0 0.017 0.033 0.050 0.066 0.083 0.099 0.116 0.132 0.148 0.164 0.180 0.195 0.210 0.225 0.240 0.254 0.268 0.282 0.294 0.307 0.319 0.330 0.341 0.351 0.360 0.368 0.375 0.384 0.330 0.390
0.842 0.846 0.850 0.853 0.855 0.856 0.857 0.857 0.856 0.854 0.852 0.848 0.844 0.838 0.832 0.825 0.817 0.808 0.799 0.788 0.777 0.765 0.752 0.739 0.723 0.711 0.696 0.681 0.666 0.651 0.636
1.282 1.270 1.258 1.245 1.231 1.216 1.200 1.183 1.166 1.147 1.128 1.107 1.086 1.064 1.041 1.018 0.994 0.970 0.945 0.920 0.895 0.869 0.844 0.819 0.795 0.771 0.747 0.724 0.702 0.681 0.666
25
50
1.751 1.716 1.680 1.643 1.606 1.567 1.528 1.488 1.448 1.407 1.366 1.324 1.282 1.240 1.198 1.157 1.116 1.075 1.035 0.996 0.959 0.923 0.888 0.855 0.823 0.793 0.764 0.738 0.712 0.683 0.666
2.054 2.000 1.945 1.890 1.814 1.777 1.720 1.663 1.606 1.549 1.492 1.435 1.379 1.324 1.282 1.240 1.166 1.116 1.069 1.023 0.980 0.939 0.900 0.864 0.830 0.798 0.768 0.740 0.714 0.689 0.666
100 2.326 2.252 2.178 2.104 2.029 1.955 1.880 1.806 1.733 1.660 1.588 1.518 1.449 1.383 1.318 1.256 1.197 1.140 1.087 1.037 0.990 0.924 0.905 0.867 0.832 0.799 0.768 0.740 0.714 0.690 0.667
200 2.576 2.482 2.388 2.294 2.201 2.108 2.016 1.926 1.837 1.748 1.664 1.586 1.501 1.484 1.351 1.282 1.216 1.166 1.096 1.044 0.993 0.949 0.907 0.869 0.833 0.800 0.769 0.741 0.714 0.690 0.667
7.1.6. Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan diartikan sebagai tebal curah hujan per satuan waktu, dinyatakan dalam mm/jam. Makin lama hujannya makin kecil intensitasnya. Hubungan antara curah hujan dengan lamanya hujan dinyatakan dalam suatu persamaan eksponensial. Ada tiga macam perumusan yang umum dipakai : i. Menurut Dr. Mononobe R I 24 24
24 t
0.667
------------------------------------------------ 7.6
dimana :
Salamun , IR. MT
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam).
t
= Lamanya hujan (jam). 149
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
ii. Menurut Talbot (1881)
Ia
t b
--------------------------------------- 7.7
dimana :
I
= Intensitas curah hujan (mm/jam).
t
= Lamanya hujan (jam).
a,b = konstanta yg tergantung pada lama curah hujan di DAS.
a
I I I
I N ( I ).( I ).( I ) 2 1 2
1
2 1
I I1 N I12
b
N ( I 2 ).( I ).( I )
iii. Menurut Ishiguro (1953) I
a
1 b --------------------------------------- 7.8
dimana:
I = Intensita hujan (mm/jam). t = Lamanya hujan. a,b = Konstanta yg tergantung pada lama curah hujan di DAS. a
I t I I t I 2
2
N I 2 I I
I I t I 2 t b N I 2 I I 7.2. Debit Rancangan
Untuk mendapat besaran debit rancangan yang didasarkan dengan data hujan, ada beberapa formula/metode yang umum dipakai di Indonesia al,
Salamun , IR. MT
150
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Melchior, Der Weduwen, Hasper, Rasional, Jawa Sumatra, Tri Angle Unit Hidrograf, HSS Gama I yang diuraikan seperti dibawah ini.
1.
Methode Rational Modifikasi. Metode ini disarankan apabila luas daerah tangkapan < 10 Km 2 Q = 0,000278. Cs . C. I. A------------------------------------- 7.8 Di mana : Q
= Debit maksimum (m3/dtk).
Cs
= Koefisien penampungan.
C
= Koefisien Run Off.
I
= Intensitas Hujan (mm/jam).
A
= Luas Daerah Tangkapan.
Koefisien Tampungan Setiap saluran mempunyai daya tampung yang perlu diperhitungkan. Sebelum air disalurkan dan mengalir ke suatu titik yang ditinjau maka air akan memenuhi saluran tersebut: Cs
2tc 2tc to
di mana :
tc = Waktu konsentrasi l
= Panjang saluran.
S
= Kemiringan saluran.
0,0195 l = 60 S
0.77
to = Waktu yang diperlukan oleh titik air yang terjauh mencapai ujung saluran. =
5,94 x (1,1 C ) D S
Koefisien Pengaliran ( C )
Salamun , IR. MT
151
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Run off koefisien ( C ) didasarkan pada tata guna lahan yang terdapat didaerah perencanaan.
Tabel 7.10. Koefisien Pengaliran No I
-
II 2.
Daerah Perkotaan - Pusat Perdagangan - Industri Pemukiman *Kepadatan Rendah, 20 rumah/Ha *Kepadatan Sedang, 40 rumah/Ha *Kepadatan Tinggi, 60 rumah/Ha - Wilayah taman & rekreasi Pedesaan (Rural) Kemiringan Tajam Bergelombang Bertingkat Persawahan/irigasi
C 0,90 –0,95 0,80 –0,90 0,25 0,40 0,70 0,20
– – – –
0,40 0,70 0,80 0,30
0,50 0,40 0,25 0,45
– – – –
0,60 0,50 0,35 0,55
Metode Der Weduwen Metode Weduwen ini disarankan untuk perhitungan debit banjir di sungai dimana luas daerah tangkapan air sungai tersebut < 100 Km 2. Metode ini adalah modifikasi dari metode Rasional. QT = . . q. f.
RT 240
-------------------------------------- 7.9
4.1
= 1 - q7 t 1 .f t 9 = 120 f 67,5 q = t 1,45 120
t=
0,476. f 0.375 ( . .q ) 0.125 .I 0.25
Dimana QT = Debit rancangan.
= Koefisien run of. = Koefisien Reduksi. q = Debit banjir tiap satua luas (m3/dtk/km2 ). f
= Luas DAS ( km2 ).
t
= Waktu konsentrasi.
Salamun , IR. MT
152
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
I
= Kemiringan sungai.
RT = Curah hujan maximum 24 jam dg pereode ulang T tahun (mm). 3. Melchior Metode Melchior ini disarankan luas daerah tangkapan air sungai tersebut > 100 Km2. Metode ini juga modifikasi dari metode Rasional dan berdasarkan pada curah hujan Jakarta sebesar 200 mm. Maka untuk menghitung debit maximum di luar Jakarta seperti rumus berikut: QT = . B. q. f.
RT 200
------------------------------------------ 7.10
B = B1 + B2 B2 lihat tabel 7.11 1.970
F = B 0.12 - 3.960 + 1.720.B1 1 F = 0.25 x x a x b
= 0,52 q= t =
10 xBxRT 36.t 10 L 36V
V = 1.31(Q1 x I2)0.2 Q1 = B1 x q0 x F Dimana; QT
= Debit rancangan.
= Koefisien run of.
= Koefisien Reduksi.
q
= Debit banjir tiap satuan luas (m3/dtk/km2 ).
f
= Luas DAS ( km2 ).
t
= Waktu konsentrasi.
I
= Kemiringan sungai.
RT
= Curah hujan maximum 24 jam pereode ulang T tahun (mm).
L
= Panjang sungai (km).
V
= Kecepatan aliran.
A
= Sumbu panjang ellips.
Salamun , IR. MT
153
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
B
= Sumbu pendek ellips.
F
= Luas ellips. Tabel 7.11. Besaran B2
F Km2
1
2
3
0 10 50 300 >300
44 37 29 20 12
64 57 45 33 23
80 72 57 43 32
3.
4
Lama hujan (jam) 5 6 8 10 12
16
20
24
82 82 72 57 50
89 80 66 52 42
96 95 94 93 92
98 97 96 95 94
100 100 100 100 100
92 84 74 61 54
93 87 79 69 66
94 90 88 85 83
95 91 88 85 63
Methode Haspers Rumus Umum QT = . B. q. f.
---------------------------------- 7.11
1 t 3,7.100.4t f 0.75 1 x t 2 15 12 1 0.012. f = 1 0.075. f
q=
0.7 0.7
3.6t
t = 0.1.L0.8.f-0.3 syphon untuk t < 2 jam
t.RT t 1 0.0008( 260 R )(2 t ) 2
untuk 2 jam < t < 14 jam
t.RT t 1
Dimana QT
= Debit rancangan.
= Koefisien run of.
= Koefisien Reduksi.
q
= Debit banjir tiap satuan luas (m3/dtk/km2 ).
f
= Luas DAS ( km2 ).
t
= Waktu konsentrasi.
I
= Kemiringan sungai.
Salamun , IR. MT
154
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
RT
= Curah hujan max 24 jam dg pereode ulang T tahun (mm).
4. Methode FSR Jawa Sumatra Rumus umum QT
= GF.(T.AREA) x MAF MAF
..................... 7.12 =
8 ( AREA)V x ( APBAR) 2.445 xSIMS 0.117 x (1 LAKE ) 0.85 . 6 10
V
= 1.02 - 0.0275. log(AREA)
SIMS
=
H MSL
APBAR = PBAR x ARF ARF
= 1.152 - 0.1233 log (AREA)
Dimana
AREA = Luas DAS. PBAR = Hujan terpusat rerata maximum tahunan selama 24 jam. (mm), dicari dari peta ispohyet.
APBAR = Hujan rerata maximum tahunan yang mewakili DAS selama 24 jam.
ARF
= Faktor reduksi.
MSL
= Jarak terjauh dari tempat pengamatan sampai hulu sungai.
SIMS
= Indek kemiringan.
LAKE
= Index danau ( 0 s/d 0.25).
MAF
= Debit rerata maximum tahunan.
GF
= Growth faktor (lihat tabel).
QT
= Debit rancangan. Tabel 7.12 Growth faktor
Pereode Ulang 5 10 20 50 100 200 500 1000 Salamun , IR. MT
<160 1.26 1.26 1.88 2.35 2.75 3.27 4.01 4.68
300 1.27 1.54 1.88 2.30 2.72 3.20 3.92 4.58
Luas DAS (Km2) 600 900 1200 1.24 1.22 1.19 1.48 1.44 1.41 1.75 1.70 1.64 2.18 2.10 2.03 2.57 2.47 2.67 3.01 2.89 2.78 3.70 3.56 3.41 4.32 4.16 4.01
>1500 1.17 1.37 1.59 1.95 2.27 2.66 3.27 3.85 155
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
5.
Methode Hidrograf Satuan Sintetis (HSS)
Aliran Permukaan Hujan yang jatuh ke tanah tidak semuanya menjadi aliran permukaan yang akan berpengaruh pada debit banjir sungai. Sebagian hujan ada yang meresap ke dalam tanah. Guna menghitung besarnya aliran permukaan, Departemen Pertanian Amerika Serikat mengembangkan metode yang dikenal dengan Metode SCS (Soil Conservation Service). Rumus umum sbb : 1000 S 10 x 2,54 cm CN
dan
Q
P 0,2.S 2 P 0,6.S
Dimana :
S
= Infiltrasi maximum yang mungkin terjadi dinyatakan ( cm ).
P
= Hujan yang merupakan potensi aliran maximum.
Q
= Aliran permukaan
Kelompok A : Potensi pengaliran rendah, daya infiltrasi dan daya drainasi tinggi. Terutama untuk tanah pasir dan krikil. Kelompok B : Daya infiltrasi dan drainase sedang. Untuk tanah berbutir sedang. Kelompok C : Daya infiltrasi lambat untuk tanah berbutir sedang sampai halus.
CN = Curve Number yang besarnya bisa dilakukan dengan plotting hasil pengamatan hujan dan debit yang bersangkutan. Didalam Viessman 1977, jenis tanah dan penutupan tanah dapat dibagi dalam empat kelompok seperti berikut. Kelompok D : Potensi pengaliran tinggi, daya infiltrasi sangat lambat. Untuk tanah liat dengan daya kembang susut tinggi dan tanah dengan muka air tanah permanen tinggi. Yang
dimaksud
dengan
penutupan
tanah
adalah
penutupan permukaan tanah dari berbagai material Salamun , IR. MT
156
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
(terutama tumbuh-tumbuhan), sehingga melindungi muka tanah akibat hempasan/ benturan air hujan. Secara umum informasi kondisi penutupan tanah ini berupa kerapatan dan tinggi tumbuhan, kedalaman dan kerapatan akar. Oleh karena itu dalam Analisa Hidrologi suatu DAS diperlukan data tata guna lahan. Penutupan tanah yang mempunyai kondisi hidrologi yang jelek adalah penutupan tanaman dengan tumbuhan kecil dan luas lahan yang tertutup hanya sekitar 50 % luas lahan. Untuk kondisi hidrologi sedang yaitu tanah/daerah yang ditanami dengan tumbuh-tumbuhan sekitar 50 % sampai 75 % dari luas lahan. Untuk daerah dengan kondisi hidrologi yang baik yaitu bila tanah/daerah tersebut ditanami dengan tumbuhan yang menutupi sekitar 75 % atau lebih dari luas lahan. Besarnya harga CN tidak hanya ditentukan oleh jenis tanah, tata guna lahan, kondisi hidrologi tetapi juga dipengaruhi oleh cara pekerjaan tanah. TABEL 7.13. HARGA CN UNTUK DAERAH PERTANIAN, SUB URBAN DAN URBAN, DENGAN TINGKAT KELENGASAN AWAL II, Ia = 0,2 S (Ven Te Chow, 1988).
TATA GUNA LAHAN
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Lahan yang ditanami : 1. Tanpa konservasi 2. Dengan konservasi Padang Rumput : 1. Kondisi buruk 2. Kondisi baik Hutan : 1. Kurus, lindungan kurang 2. Kondisi baik Lahan terbuka, lapangan rumput, dll 1.Kondisi lahan 75%> tertutupi 2.Kondisi lahan 50%-75% tertutupi 3.Daerah perdagangan 85% kedap air 4.Daerah Industri 72% kedap air Daerah perumahan : 65% kedap air 38% kedap air 30% kedap air 20% kedap air 10% kedap air Taman parkir, dll Jalan perkerasan kedap air dan saluran
Salamun , IR. MT
KELOMPOK JENIS TANAH A B C D 72 62
81 71
88 78
91 81
68 39
79 61
86 74
89 91
45 25
66 55
77 70
83 77
39 49 189 181
61 59 192 188
74 79 194 191
80 94 195 193
77 61 57 54 51 198 98
85 75 72 70 68 198 98
90 83 81 80 79 198 98
92 87 86 85 84 198 98 157
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
6. Methode Hidrograf Satuan Sintetis Gama I Qt=Qp x e(-t/K)
Qp
TB
TR t
KETERANGAN DAN NOTASI Waktu Puncak: TR =0,43 x (L/100SF)3 +1,0665 x SIM +1,2775 Debit Puncak : Qp =0,1836 x DAS0,5886 x JN0,2381 x TR-0,4008 Waktu Dasar : TB =27,4132 x TR0,1457 x S-0,0956 x SN0,7344 x RUA0.2574 Koef Tampungan K =0.5617 x DAS0.1798 x S-0.1446 x SF-1.0897 x D0.0452
Hujan Effektif Perhitungan Hujan effektif dengan methode Qindex: Qindeks = 10,4903 - 3,859 x 10-6 x DAS2 + 1,6985 x10-13 x (DAS/SN)4 Aliran Dasar : QB =0,4751 x DAS
0,6444
x D0,9430
Dimana L
= Panjang sungai diukur dari titik kontrol.
WU = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,75 L dari titik kontrol. WL = Lebar DAS diukur di titik sungai berjarak 0,25 L dari titik kontrol. DAS = Luas Daerah Aliran Sungai. AU
= Luas DAS di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara titik kontrol dengan titik di sungai dekat titik berat DAS.
H
= Beda tinggi antar titik terjauh sungai dengan titik kontrol.
S
= Kemiringan Rata-rata sungai diukur dari titik kontrol.
WF = WU/ WL. RUA = AU /DAS. Salamun , IR. MT
158
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
SF
= Jml L1/L. = Nilai banding antara panjang sungai tingkat satu & semua tingkat
SN
= Jml L1/L. = Nilai banding antara panjang sungai tingkat satu & semua tingkat
D
= Jml L/DAS = Kerapatan jaringan. = Nilai banding panjang sungai dan luas DAS.
JN
= Jml n1-1 = Jumlah pertemuan anak sungai didalam DAS.
7. Passing Capacity Dengan mengamati bekas banjir yang pernah terjadi, kemudian diadakan perhitungan dengan memakai formula Manning atau Strickler akan didapat besaran debit yang lewat. 7.3. Konstruksi Bendung Pemilihan lokasi dan konstruksi tergantung dari fungsi bendung itu sendiri. Bendung Irigasi sebaiknya dicarikan dimana pintu intake terletak ditikungan luar, hal ini mengandung maksud agar arah aliran sungai langsung menuju pintu intake tanpa membuat pengarah aliran. Untuk konstruksi tergantung pola aliran sungai dan ketersediaan material lokasi. Konstruksi bendung ada dua yaitu : 1. Bendung tetap Konstruksi bendung tetap dipakai apabila lokasi yang ada bila dibangun bendung tidak menimbulkan genangan disebelah hulunya. 2. Bendung Gerak Bendung gerak ini umumnya didaerah rendah atau dataran sehingga bila terjadi banjir bendung ini dapat diatur debit yang lewat diatas mercu. Sehingga tidak terjadi genangan di hulu bendung ini. Disamping itu apabila bendung ini terletak didekat pantai dapat difungsikan pula untuk mencegah instrusi air laut lewat sungai itu sendiri.
Salamun , IR. MT
159
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.3.1. Bendung Tetap Bendung tetap pada prinsipnya ada 3 bagian, yaitu a. Pelimpah, baik dengan pintu maupun bebas. b. Saluran atau pipa pembawa dan c. Bangunan peredam enerji.
Gambar 7.4 Denah Bendung
Yang utama dalam perencanaan konstruksi bendung adalah tinggi mercu (p) dan lebar bendung. Tinggi mercu ditentukan dengan mempertimbangkan ketinggian/elevasi lahan yang dibutuhkan dan kehilangan saat penyaluran.
Salamun , IR. MT
160
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.3.1.1 Lokasi dan Tinggi Mercu Bendung
Gambar 7.5. Bendung dengan Mercu bulat Tinggi untuk bangunan bendung (p) irigasi dapat dihitung sbb: 1. Elveasi sawah
(Lihat gambar 7.6) misal
+ 15,00 m.
2. Tinggi genangan
0,15 m.
3. Kehilangan tekanan dibangunan Box Tersier
0,10 m.
Ketinggian air di saluran tersier 4. Kehilangan tekanan di sal tersier ( L x i
+ 15,25 m. )
0,10 m.
ters
5. Kehilangan tekanan di bangunan Sadap
0,10 m.
Ketinggian air di saluran Sekunder 6. Kehilangan tekanan di sal sekunder( L x i
+ 15,45 m. sek
)
0,10 m.
7. Kehilangan tekanan di bangunan Bagi
0,10 m.
Ketinggian air di saluran Induk 8. Kehilangan tekanan di saluran induk( L x i
+ 15,65 m. induk
)
0,10 m.
9. Kehilangan tekanan dipintu pengambilan
0,10 m.
10. Keamanan
0,10 m.
Tinggi mercu bendung
Salamun , IR. MT
+ 15,95 m.
161
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 7.6 Lokasi Bendung 7.3.1.2. Lebar Bendung Lebar bendung adalah jarak antar pangkal bendung (abutment), sebaiknya sama dengan lebar rata-rata sungai pada bagian yang stabil. Lebar maksimum bendung < 1,2 kali lebar rata-rata sungai. Bila dimungkinkan aliran tiap satuan lebar bendung antara 12-14 m 3/dt.m Lebar efektif bendung (Be) dirumuskan sbb;
Be = B0 – 2 (N.Kp + Ka).He
--------------------------7.13
Di mana :
Be = Lebar efektif mercu bendung. B0 = Lebar ambang sebenarnya. N = Jumlah pilar. Kp = Koefisien konstraksi pilar. Ka = Koefisien konstraksi pangkal ambang. He = Tinggi energi di atas ambang.
Salamun , IR. MT
162
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
A
B
Tampak A
H1
B1
Tampak B
B1e
B2
B3 B2e
Bs
H1
Bs = 0,80 B3 Ka H1
KpH1
Gambar 7.7 Lebar efektif mercu bendung Tabel 7.14 Koefisien Konstraksi Pilar
Jenis dan bentuk pilar Pilar berujung segiempat dg sudut dibulatkan dengan jari-jari 0,10 tebal pilar Pilar berujung bulat Pilar berujung runcing
Harga Kp 0,02 0,01 0
Tabel 7.15 Koefisien Konstraksi Pangkal tembok/abutment
Jenis dan bentuk abutment Pangkal tembok segiempat, tembok hulu 90o ke arah aliran Pangkal tembok bulat, tembok hulu 90 o ke arah aliran dg 0,5H1 > r > 0,15 H1 Pangkal tembok bulat dengan r > 0,5H 1 o tembok hulu < 45 ke arah aliran
Harga Ks 0,20 0,10 0
7.3.2. Tinggi Banjir Rencana Q Cd *
Salamun , IR. MT
2 2 1.5 * g * b * H1 3 3
163
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Q H1 2 2 Cd * * g *b 3 3
2
3
------------------------.7.14
dimana :
Q
= Debit (m3/dtk).
Cd
= Koefisien Debit (Cd = C0.C1.C2).
g
= Percepatan gravitasi (9.81 m/dtk2).
b
= Panjang Mercu (m).
H1
= Tinggi Energi diatas mecu (m).
Koefisien debit (Cd) adalah hasil dari : H1 ( lihat gambar 7.7) r
C0 yang merupakan fungsi
C1 yang merupakan fungsi H ( lihat gambar 7.8) 1
C2 yang merupakan fungsi H dan kemiringan muka hulu bendung 1
p p
( lihat gambar 7.9)
Gambar 7.7. Harga-harga koefisien C0 untuk bendung ambang bulat sebagai fungsi H1/r
Salamun , IR. MT
164
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 7.8. Koefisien C1 sebagai fungsi p/H1
Gambar 7.9. Harga-harga koefisien C2 untuk bendung mercu Ogee dengan muka hulu melengkung (menurut USBR, 1960) 7.3.3 Kecepatan Aliran Va
Q Q A b( H 1 p )
-------------------------- 7.15
dimana :
Q = Debit (m3/dtk). A = Luas Penampang basah (m2). b = Panjang Mercu (m). H1 = Tinggi Energi diatas mecu (m). p = Tinggi muka air dari dasar saluran sampai mercu (m).
Salamun , IR. MT
165
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Apabila ketinggian bendung lebih besar dari 1,33 kali tinggi rencana, maka efek kecepatan masuk diabaikan atau
h < 1,33. Hd
Sedangkan apabila ketinggian bendung lebih kecil dari 1.33 kali tinggi rencana, maka efek kecepatan masuk tidak dapat diabaikan. Kondisi ini biasanya terjadi pada bendung-bendung rendah dengan
h > 1,33. Hd
Jenis Aliran Sebelah Hilir Sungai 1. Mencari Tinggi Kedalaman Kritis (Yc) Kedalaman kritis dihitung dengan menggunakan rumus dibawah : Yc 3
q2 g
--------------------------7.16
dimana :
Yc = Kedalaman kritis (m). q = Debit per satuan lebar (
Q , m2). b
g = Percepatan gravitasi (9.81 m/dtk2). 2. Mencari Angka Froud (Fr). Angka Froud untuk menentukan jenis aliran didasarkan pada pengaruh gravitasi pada gaya inersia aliran yang didifinisikan sbb : Fr
V gD
---------------------
7.17
dimana :
Fr
= Bilangan Froud.
V
= Kecepatan karakteristik aliran (m/dtk).
g
= Percepatan gravitasi (m/dtk2).
D
= Panjang karakteristik/ kedalaman hidrolik. D
A h((b 2my ) mh) T (b 2my ) 2mh
A
= Luas penampang basah.
T
= Lebar permukaan basah.
----------------------- 7.18
Dari nilai Fr dapat ditentukan sifat aliran yang terjadi.
Salamun , IR. MT
166
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
o Fr = 1.0 maka aliran merupakan aliran kritik dimana gaya inersia dan gravitasi dalam keadaan setimbang. o Fr < 1.0 maka aliran merupakan aliran Sub Kritik dimana gaya gravitasi lebih dominan. o Fr > 1.0 maka aliran merupakan aliran Super Kritik dimana gaya inersia dominan. 7.3.3. Perencanaan Mercu Pelimpah Bentuk mercu yang banyak dipakai adalah tipe mercu bulat dan tipe Ogee. Profil mercu ini direncanakan sedemikian rupa agar sesuai dengan tirai luapan (flow nappe) bawah dari suatu ambang-tajam. Bentuk tirai luapan diatas ambang-tajam dapat diketahui berdasarkan prinsip lemparan peluru, yaitu komponen kecepatan aliran horizontal adalah konstan sehingga gaya yang bekerja pada tirai luapan adalah hanya gaya berat. Dengan tebal tirai luapan vertikal (T) dianggap konstan, maka persamaan umum untuk permukaan tirai luapan adalah : 2
y x x A B C D H H H
---------------------- 7.19
Persamaan tirai luapan tersebut merupakan persamaan pangkat dua, sehingga permukaan tirai luapan secara teoritis berbentuk parabola. Dari berbagai penelitian yang dilakukan antara lain oleh U.S. Bureau of Recalamation (USBR) Creager, Justin, Ippen, konstanta-konstanta dalam persamaan umum tirai luapan didapat dari persamaan-persamaan berikut: hv A 0.425 0.25 H
-------------------------- 7.20 2
hv hv hv B 0.411 1.603 0.127 ......7.21 1.568 0.892 H H H
hv C 0.150 0.45 H
-----------------7.22
D 0.57 0.02110m exp10m 2
-------------- 7.23
dimana : m
hv 0.208 dan hv = Tinggi kecepatan aliran masuk. H
Salamun , IR. MT
167
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Profil mercu yang dibuat berdasarkan penyelidikan Bazin (1886-1888) adalah berimpit dengan permukaan bawah tirai luapan melalui ambang tajam dan dikenal sebagai profil Bazin. Secara teoritis seharusnya tidak akan menyebabkan tekanan negatif pada mercu. Akan tetapi pada kenyataannya tejadi gesekan oleh kekasaran permukaan bendung atau pelimpah, sehingga timbul tekanan negatif. Adanya tekanan negatif dapat menimbulkan kavitasi (cavitation) dan dapat mengakibatkan kerusakan. Berbagai percobaan dilakukan untuk menghidari kavitasi ini, sebagai acuan dalam perencanaan mercu bendung/pelimpah adalah hasil percobaan bentuk tirai luapan melalui ambang-tajam yang dilakukan oleh U.S. Bureau fo Reclamation (USBR). Bedasarkan data USBR, U.S. Army Corps of Engineers menyusun bentuk baku profil mercu bendung/pelimpah di Waterway Experiment Station (WES), yang juga dikenal dengan mercu Ogee sebagai berikut : X n K * Hd ( n 1)Y
--------------------------7.24
Dengan X dan Y adalah koordinat dari profil mercu dengan pusat koordinat titik tertinggi mercu. Hd adalah tinggi tekan rencana dari aliran yang melalui mercu bendung sedangkan K dan n adalah parameter-parameter yang besarnya tergantung dengan faktor kemiringan permukaan bendung bagian hulu. Nilai K dan n ditentukan seperti tabel berikut : Tabel. 7.16. Harga-harga K dan n Kemiringan Permukaan Hulu Tegak Lurus 3:1 3:2 3:3
Salamun , IR. MT
K 2.000 1.936 1.939 1.873
n 1.850 1.836 1.810 1.776
168
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Sumber :U.S. Army Corp of Engineers Watarways Experimental Station
Gambar 7.11. Bentuk-bentuk bendung mercu Ogee 7.3.4. Profil Muka Air Perhitungan profil muka air ada beberapa macam untuk aliran permanen tidak beraturan. Seperti metode integrasi grafis, metode Bresse, metode Deret, metode Flamant, metode Tahapan Langsung dan metode Tahapan Standart. Metode yang sering dipakai dalam penyelesaian perubahan profil muka air adalah metode tahapan langsung dan metode tahapan standart. Sebagai contoh, Metode tahapan langsung, cara ini mudah dan simpel untuk menghitung profil muka air pada aliran tidak permanen. Metode ini dikembangkan dari persamaan energi, yaitu : 2
2
v v z1 y1 1 z 2 y 2 2 hf 2g 2g
------------------------- 7.26
dimana :
z
= Ketinggian dasar saluran dari garis referensi.
y = Kedalaman air dari dasar saluran. V = Kecepatan rata-rata. g = Percepatan gravitasi. Salamun , IR. MT
169
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
hf = Kehilangan energi karena gesekan dasar saluran. dari gambar 7.10 didapat : 2
z y1
2
v1 v y 2 2 hf ------------------- 7.27 2g 2g
E1
E2
E1 + S0 X = E2 + Sf X atau X
E 2 E1 S0 S f
---------------------7.28
dimana : Sf
Sf
Sf 2 Sf 1 2
Q 2n2 A2 R
4 3
-------------------------- 7.29
(manning )
--------------------------- 7.30
Q2 Sf 2 2 (chezy ) C A R
V12/2g
---------------------------7.31
So
hf – Sf.x V22/2g
H1
H2
Z=So.X X
Gambar 7.10. Defenisi profil muka air metode tahapan langsung Prosedur perhitungan dimulai dengan kedalaman yang diketahui y 1, yang diperoleh dari hubungan kedalaman-debit (discharge rating curve), kemudian ambil (asumsikan) kedalaman berikutnya H 2, baik dihulu atau dihilirnya tergantung pada jenis aliran subkritis atau superktritis, hitung jarak X antara kedua kedalaman tersebut. Untuk hasil yang lebih akurat direkomendasikan untuk mengambil harga y2 sedekat mungkin dengan y1, sehingga harga X yang diperoleh tidak terlalu besar/jauh.
Salamun , IR. MT
170
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
7.3.5. Perencanaan Kolam Olak Tipe Kolam Olak Terlepas dari kondisi hidrolis, yang dapat dijelaskan dengan bilangan froude dan kedalaman air hilir, kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan peranan penting dalam pemilihan tipe kolam olak. Bendung di sungai yang mengangkut bongkah atau batu-batu besar dengan dasar yang relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olah tipe bak tenggelam/submerged bucket atau Tyroll seperti Danawarih. Jika bendung di sungai tidak mengangkut batu-batu besar, tetapi sungai itu mengandung aluvial dan dasar tahan gerusan dapat digunakan kolam loncat air tanpa blok-blok halang atau tipe bak tenggelam/peredam energi. Sedangkan bendung di sungai yang hanya mengangkut bahan-bahan sedimen halus dapat direncanakan dengan menggunakan blok-blok halang. Untuk tipe ini daya gerus sedimen yang terangkut harus dipertimbangkan dengan mengingat bahan yang harus dipakai untuk membuat blok. Perilaku
hidrolis peredam energi tipe ini terutama tergantung kepada
terjadinya kedua pusaran. Satu pusaran permukaan bergerak kearah berlawanan dengan arah jarum jam diatas bak dan sebuah pusaran permukaan bergerak ke arah putaran jarum jam dan terletak di belakang ambang ujung. Dimensi bak yang berjari-jari besar diperlihatkan sebagai berikut :
Gambar. 7.11. Peredam Energi Tipe Bak Tenggelam Kolam olak tipe bak tenggelam telah digunakan sejak lama dengan sangat berhasil pada bendung rendah untuk bilangan-bilangan Froude rendah. Salamun , IR. MT
171
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) Jari-jari minimum (Rmin) diberikan pada gambar 7.13 dimana garis menerus adalah garis asli dari kriteria USBR. Di bawah H/hc = 2.5 USBR tidak memberikan hasil-hasil percobaan. Sejauh ini penyelidikan dengan model yang dilkukan oleh IHE menunjukkan untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunan-bangunan dengan tinggi energi rendah ini. 1. Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) Batas minimum tinggi air hilir diberikan pada Gambar 7.12. Untuk H/hc diatas 2.4 garis tersebut merupakan “ envelope” batas tinggi air hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimim tinggi air hilir (bak bercelah), “sweep-out”, batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak dan batas tinggi air hilir untuk bak tetap. Dibawah H/hc = 2.4, garis tersebut menggambarkan kedalaman konjugasi suatu loncatan air. Dengan pertimbangan bahwa kisaran harga H/hc yang kurang dari 2.4 berada di luar jangkauan percobaan USBR, maka diputuskan untuk mengambil kedalaman air minimum hilir dari bak untuk harga H/hc yang lebih kecil dari 2.4.
Gambar 7.12. Jari-jari minimum bak Pengalaman telah menunjukkan bahwa banyak bendung rusak akibat gerusan lokal yang terjadi tepat di sebelah hilirnya dan kadang-kadang kerusakan ini diperparah lagi oleh degradasi dasar sungai. Oleh karena itu, dianjurkan untuk menentukan kedalaman air hilir berdasarkan degradasi sungai yang akan terjadi dimasa datang. Salamun , IR. MT
172
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Gambar 7.13. Batas minimum tinggi air hilir Dari penyelidikan model terhadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa pengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam energi, ditentukan oleh perbandingan h 2/h1 (lihat gambar 7.15). Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam ke dalam bak dan tidak ada efek perdam yang bisa diharapkan.
Gambar. 7.14. Batas maksimum tinggi air hilir Tinjauan Terhadap Scouring (Gerusan) Panjang lindungan dari pasangan batu kosong ini diambil 4 kali kedalaman gerusan lokal dihitung secara empiris dengan rumus Lacey. Q R 0.47 * f
1
3
-------------------------- 7.33
dimana :
Salamun , IR. MT
173
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
R = Kedalaman gerusan dibawah permukaan air banjir (m). Q = Debit (m3/dtk). F = Faktor Lumpur Lacey. --------------------------. 7.34
f 1.76 * Dm 0.5
Dm
= Diameter tengah untuk bahan jelek, mm.
Untuk menghitung turbelensi dan aliran yang tidak stabil, R ditambah 1.5-nya lagi (data empiris). Tebal lapisan pasangan batu kosong diambil 2 sampai 3 kali d 40, dicari dari kecepatan rata-rata aliran dengan bantuan gambar 7.15. Gambar 7.16. dapat dipakai untuk menentukan d 40 dari campuran pasangan batu kosong dari kecepatan rata-rata selama terjadi debit rencana diatas ambang bangunan. d40 dari campuran berarti bahwa 60 % dari campuran ini sama diameternya atau lebih besar. Ukuran batu hendaknya hampir sama ke semua arah.
Gambar 7.15. Grafik untuk perencanaan ukuran pasangan batu kosong 7.3.6 Rembesan dan Tekanan Air Tanah Angka rembesan menurut Lane dirumuskan sebagai berikut :
Lv 1 Hv 3 Cw Hw
--------------------------. 7.35
Cw = Koefisien Lane tergantung jenis tanah atau : Salamun , IR. MT
174
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Cw
Lv Hw
--------------------------7.36
Sedangkan tekanan air Px harus dihitung dengan rumus : Px Hx H Hx Ix *
Hw L
--------------------------7.37
dimana :
Px = Tekanan air pada titik X (kN/m2). Lw = Jarak jalur rembesan pada titik X (m). L = Panjang Total jalur rembesan (m). Hw = Beda Tinggi Energi (m).
Gambar. 7.16. Gaya angkat pada pondasi bendung/ pelimpah 7.3.7. Stabilitas Bendung Konstruksi bendung harus kuat menahan gaya-gaya yang bekerja, baik dari berat konstruksi itu sendiri maupun gaya-gaya dari luar. Dalam analisis stabilitas bendung ini juga ditinjau apakah daya dukung tanah dasar memenuhi syarat atau tidak. Gaya-gaya yang diperhitungkan dalam perencanaan ini adalah gaya : a. Berat sendiri konstruksi. b. Gaya Gempa. c. Gaya angkat (Up Lift Pressure). Salamun , IR. MT
175
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
d. Tekanan hidrostatis. e. Tekanan tanah aktif dan pasif. f. Tekanan lumpur. Setelah mendapatkan gaya-gaya yang bekerja pada bendung, kemudian direkapitulasi untuk menganalisa stabilitas pelimpah. Analisa stabilitas bendung di lakukan terhadap : a. Bahaya Guling. b. Bahaya Geser. c. Eksentrisitas. d. Erosi Bawah tanah (piping). e. Daya dukung tanah. 7.3.7.1 Gaya-gaya yang bekerja pada Bangunan Bendung Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan adalah sebagai berikut : 1. Tekanan Air. 2. Beban Mati Bangunan Struktur. Tekanan Tanah terhadap Konstruksi Bendung Garis tangkap (line of action) resultan dari gaya yang bekerja pada bangunan yang di tinjau terhadap titik O adalah : h
Mh Rh
v
--------------------------- 7.38
Mv Rv
--------------------------7.39
dimana :
h = Garis tangkap searah horizontal (m). v = Garis tangkap searah vertikal (m). Mv = Momen guling vertikal (kNm). Mh = Momen guling horizontal (kNm). Rv = Jumlah gaya searah vertikal (kN). Rh = Jumlah gaya searah horizontal (kN). Eksentrisitas :
Salamun , IR. MT
e
L M < 1/6 L ---------------- -7.40 2 Rv
176
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Tekanan Tanah :
Rv 6e 1 L L
------------------ -7.41
Daya dukung yang diijinkan tergantung dari jenis tanah dasar. Keamanan terhadap gelincir meliputi bagian tekanan tanah pasif di ujung hilir konstruksi. Karena perkembangan tekanan pasif memerlukan gerak, maka hanya separuh dari tekanan yang dihitung. Juga dengan mempertimbangkan gerusan yang akan terjadi sampai setengah kedalaman pondasi, tekanan tanah pasif ep1 menjadi : ep1 0.5 s w.x.g .x.0.5h.x.tg 2 450 ------------7.42 2
sehingga tekanan tanah pasif menjadi : Ep1
= 0.5 x 0.5h x ep1
-------------- -7.43
7.3.7.2. Stabilitas Terhadap Bahaya Guling Kontrol stabilitas terhadap pengaruh guling di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. S f
Mv Mh
-------------------7.44
dimana :
S = Angka keamanan terhadap guling > 2. f
= Koefisien gesekan.
Mv = Kumulatif momen vertikal. Mh = Kumulatif momen horizontal. Nilai f merupakan nilai koefisien gesekan yang diperoleh dari tabel berikut. Tabel. 7.17. Harga – harga perkiraan Koefisien gesekan Bahan Pasangan batu pada pasangan batu Batu keras berkualitas baik Kerikil Pasir Lempung 7.3.7.4. Stabilitas Terhadap Bahaya Geser
Salamun , IR. MT
f 0.60 – 0.75 0.75 0.50 0.40 0.30
177
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Kestabilan kontruksi terhadap bahaya geser yang akan terjadi dihitung dengan rumus : S f
Rv Rh
---------------------------7.45
dimana :
S
= Angka keamanan terhadap geser > 1,5.
f
= Koefisien gesekan.
Rv = Kumulatif gaya vertikal. Rh = Kumulatif gaya horizontal. 7.3.7.5. Stabilitas Terhadap Keamanan Erosi Bawah Tanah (piping) Untuk mencegah pecahnya bagian hilir bangunan, harga keamanan terhadap erosi tanah harus sekurang-kurangnya 2. Nilai keamanan dihitung dengan rumusan berikut. S
s 1 a s hs
------------------------ -7.46
dimana :
S = Factor tekanan. s = Kedalaman tanah. a = Tebal lapisan lindung. hs = Tekanan air pada titik pada titik O.
Salamun , IR. MT
178
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Konservasi Lahan dengan Bangunan Sarana Konservasi termasuk
Pengendali
erosi,
pengendali
sedimen dan
peningkatan peresapan dimaksudkan untuk mengurangi laju erosi, sedimentasi dan penambahan air yang masuk ke dalam tanah, karena tidak mungkin menghilangkan proses erosi sama sekali sehubungan proses geologi. Adapun macam pengendali erosi dapat bermacam-macam seperti: 8.1. Cara Vegetatif Yaitu cara/usaha konservasi air dan tanah dengan substansi vegetasi misalnya, Reboisasi, penghijauan serta pengaturan penanaman Pengaturan penanaman ini meliputi. a. Contour Cropping yaitu menanam secara urut menurut kontour sehingga dapat memperkecil erosi saat musim hujan. b. Strip Cropping yaitu menanam secara jalur sejajar kontour sehingga bagian ini dapat menahan erosi diantaranya. c. Multiple Cropping yaitu menanam secara terus menerus dengan tumpang sari sehingga memperkecil lahan gundul. d. Crop Rotation yang menanam secara tumpang gilir dengan maksud terjadi
pembentukan
unsur
hara
secara
baik,
sehingga
dapat
menyuburkan tanah. 8.2 Teknik Mekanis Usaha konservasi secara teknik sipil antara lain berupa: Teras, Hill Side Ditch, Saluran pembunag air, Dam Pengendali/penahan erosi, rorak (parit buntu) gully drop dan gully plug. Yaitu suatu cara untuk menahan laju larian (run of) dengan membuat suatu bangunan permanen maupun sementara. Pembuatan teras dimaksud untuk mengurangi kemiringan lahan. Sehingga memperlambat larian. Adapun macam teras seperti berikut:
Salamun , IR. MT
179
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
a.
Teras Gulud Teras gulud adalah teras yang berbentuk pematang, dibuat melintang lereng lahan, sejajar dari atas ke bawah dengan kemiringan 0,1% kearah saluran pembuang alam. Sasaran teras guludan adalah tanah yang mempunyai kemiringan 10 – 45% dan ditujukan untuk mencegah hilangnya tanah serta menahan laju run off. Teras guludan ini sebaiknya bersifat sementara saja, artinya tidak selamanya berupa teras gulud, akan tetapi secara bertahap diarahkan menjadi teras bangku.
Guludan Guludan
2-3 m
Gambar 8.1 Teras Gulud
b. Teras Bangku Teras bangku adalah teras yang merupakan bidang datar atau hampir datar dan bidang kemiringan ke sebelah dalam + 3%. Bidang tersebut dibatasi oleh bidang tegak/talud dengan kemiringan 2:1. Pada tepi teras dibuat pematang dengan lebar + 15 cm, tinggi + 20 cm. Bidang olah kearah saluran dibuat miring 0,1 % Tanah galian Tanah timbunan
Gambar. 8.2 Teras Bangku
c. Teras Saluran Teras ini berbentuk saluran untuk mengalirkan air permukaan dan dibuat dengan dimensi standart + 30 cm dengan jarak antara + 5-10 meter. d. Teras Kridit
Salamun , IR. MT
180
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Teras kridit merupakan gabungan antara teras gulud dan teras saluran. e. Teras Datar Teras datar pada prinsipnya sama dengan teras bangku dengan bidang tanam datar dan tanpa teras saluran. Teras ini dibuat dengan cara cut and fill yang seimbang dan pada umumnya untuk daerah dengan curah hujan tidak terlalu besar. Keuntungan teras ini adalah memungkinkan air yang meresap kedalam tanah lebih besar. Misal luas teras A, Intensitas curah hujan I T dengan methode Rational dapat dituliskan sbb Q = ..A.IT Dimana Q = Debit aliran. = Koefisien
pengaliran
harganya
1
(satu)
karena
teras
merupakan bidang resapan/ = Koefisien distribusi hujan harganya 1 (satu) karena setiap teras merupakan bangunan terpisah. Hukum Darcy
Q = K. i. A
Dimana Q = Debit yang meresap kedalam tanah K = Koefisien permeabilitas i
= Gradien hidraulik
A = Luas teras. Hukum Lane dan Muntz Muntz dan Lane dalam Kovacs (1961), membuat percobaan pengukuran permeabilitas tanah dengan double ring infiltrometer dan menyimpulkan bahwa hydraulik gradien sama dengan satu.
Ho Muka Tanah H
H1 Muka Air Tanah
Salamun , IR. MT
Gambar 8.3 Pengukuran Permeabilitas
181
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa Jarak lintasan = H1 Tinggi tekanan = Ho Hidraulik gradien = tinggi tekanan dibagi jarak = H/H1, maka Q = K. i. A V = K. I = K.H/H1 = K(Ho + H1)/H1 Ho sangat kecil dibanding H maka harga (Ho) diabaikan sehingga V = K Pada umumnya teras dibuat secara bertingkat sehingga debit yang masuk kedalam tanah sangat mungkin ditambah dari teras diatasnya. Teras menampung air dari luasan sendiri Debit Air masuk Qi = ..A.IT
= A IT
Volume air masuk Vi = A IT T Debit air keluar
Qo = K. i. A = K.A
Volume Air keluar Vo = K.A.T Dengan mendasarkan pada hukum keseimbangan air, volume air tergenang di teras adalah volume air masuk dikurangi volume air keluar (meresap) maka : A.H = A.IT.T – K.A.T H = IT.T – k.T Dimana H adalah tinggi air dalam teras atau tinggi efektif guludan.
Untuk teras bagian bawah Disamping menampung dari luasan teras itu sendiri juga menampung kelebihan air dari teras diatasnya. f.
Saluran Pembuang Air Saluran pembuang air diletakkan pada saluran pembuang alam dengan maksud untuk mengalirkan air permukaan, saluran ini merupakan pelengkap teras. Untuk mengurangi kikisan dari aliran permukaan maka
Salamun , IR. MT
182
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
¼ dari permukaan diperkuat dengan gebalan rumput. Kecepatan aliran diatur dengan mengubah kemiringan dasar saluran. Kecepatan aliran dapat diatur dengan membuat drop dari trucuk bambu dan bangunan terjun lainnya. g. Gully flug/Gully drop Gully flug atau gully drop sebetulnya adalah pengendali sungai yang terbuat dari batu, kayu atau bambu dan dibangun pada alur-alur sungai curam. h. Hill Side Ditches Hill Side Ditches (pengendali tebing) adalah bangunan konservasi tanah yang dibuat pada lereng/tebing yang curam seperti pada teras dan memotong tebing sehingga terjadi saluran air. Saluran tersebut menahan aliran permukaan dan selanjutnya mengalirkan secara aman ke saluran alam/buatan yang telah ada. Untuk mengurangi erosi pada alur buatan, maka perlu ditanami rumputrumputan dan cover crop.
Gambar.8.4 Pengendali tebing
8.3. Pengendali Sedimen Bangunan pengendali sedimen ini yang paling banyak dan dibuat di alur sungai al : -
Chek Dam
-
Dam
Salamun , IR. MT
183
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
-
Kanalisasi dsb
8.3.1. Chek Dam Chek Dam adalah bangunan yang ditujukan untuk pengendali sedimen secara terbatas. Adapun fungsi chek dam antara lain: - Menampung
sebagian
angkutan
sedimen
dalam
suatu
kolam
penampung - Mengatur jumlah sedimen yang bergerak secara fluvial dalam kepekaan yang tinggi, sehingga jumlah sedimen yang meluap kehilir tidak berlebihan. Dengan demikian besarnya sedimen yang masuk akan seimbang dengan daya angkut aliran air sungainya. Sehingga sedimentasi pada lepas pengendapan terhindarkan. - Membentuk suatu kemiringan dasar alur sungai baru pada alur sungai hulu. Chek Dam baru akan nampak manfaatnya jika dibangun dalam jumlah yang banyak di alur sungai yang sama. Check Dam hanya dapat menangkap sebagian sedimen yang bergerak didasar (bed load). Sedimen yang lolos masih banyak. Meskipun demikian dengan membangun dengan jumlah banyak, usaha untuk memperlandai kemiringan dasar sungai baru akan ikut mengurangi lolosnya sedimen akibat kecepatan aliran air diperlambat. Lokasi bangunan Check Dam memerlukan pemilihan secara khusus tidak sembarang tempat bisa dipakai untuk rencana bangunan ini. Urutan Perencanaan Chek Dam Perencanaan Peluap, letak arah, lebar dan dalam Perencanaan Main Dam. Tebal mercu, Tinggi, Penampang Melintang dan Stabilitas Perencanaan Fondasi. Daya dukung, geser, piping, rembesan Perencanaan Sayap, Tebal, Tinggi dan pondasi Perencanaan Sub Dam dan Lantai, Jarak dan tinggi, tebal lantai, ruang olakan Perencanaan Bangunan pelengkap lainnya seperti kanalisasi.
Salamun , IR. MT
184
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Debris flow h3 E H
Main Dam
Deposit Sand/sediment
Sub Dam
1/3 H
L=(1,5-2)E Gambar 8.5 Penampang memanjang Chek Dam/Sabo Dam
Perencanaan Peluap Q = 2m2. 2/15 . C
2g
.(3 B1 + 2 B 2 )h3
3/2
Dimana Q
= Debit rencana
C
= Koefisien debit (0,60 – 0,68)
g
= Gravitasi bumi
B1
= Lebar bagian bawah
B2
= Lebar bagian atas
h3
= Tinggi air diatas peluap
m2
= Kemiringan tepi peluap
Jika
m2 = 0,50 C = 0,60
Q = (0,71 h3 +1,77 B 1 ) h33/2 B2
h3
B1 Gambar 8.6 . Penampang Mercu Checkdam
Salamun , IR. MT
185
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Main Dam Perbedaan dengan bendung biasa bahwa Chek Dam disini adanya gaya akibat tumbukan aliran Debris Formula
F = 0,153 H. V2 P = 48,2 Vs1,2.R2 D-1
Dimana F = Gaya tekanan H = Tinggi aliran debris P = Gaya tumbukan oleh batu-batuan Vs = Kecepatan aliran debris R = Jari-jari hidraulik D = Berat volume Dam
Lebar Peluap Lebar peluap diharapkan kandungan
sedimen
yang
mampu mengalirkan debit mengalir
melaluinya.
air
ditambah
Berdasarkan
teori
Regim Sungai: B1 = α * Q1/2
Dimana : B1 = Lebar peluap bagian bawah (m) = Koefisien DAS (lihat tabel) Q = Debit rencana (m3/det) Tabel 8.1. Daftar nilai Luas daerah aliran (A) km2 A≤1 2 1 < A ≤ 10 2 10 < A ≤ 100 3 A > 100 3 Sumber : Desain Sabo VSTC 1983
– – – –
3 4 5 6
Perencanaan Tubuh Pelimpah /Main Dam Penampang Main Dam Kemiringan badan Main Dam dihulu 1: m digunakan rumus: Salamun , IR. MT
186
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Untuk H < 15 m (1 ).m 2 [2(0,2 ) 0,2(4. )].m (1 3 ) . (4.n ) (3n 2 n 2 ) 0
Dimana ;
h3 H
b1 H
= c/w c = Berat volume bahan Chekdam w = Berat volume Air ( 1 s/d 1,2 ton/m3) b1 = Tebal/lebar mercu Untuk H > 15 m
1 1 2 m 2 n 1 1 n( ) 2 m 2
2
2
2
(1 3 ) (1 )(n ) 2 Ce 2 (4n ) (3n 2 n 2 ) ( n) 2 0
Dimana
c = Berat volume bahan Dam n = kemiringan hilir Dam
= c/w
= s/w
=hc/H
=h2/H
s =Berat volume sedimen dalam air w =Berat volume air (1,0 ton/m3) untuk H > 15 m selalu diambil 1,0 Muka Air Banjir H3 H H1
1:m
1:n H2
H2
Gambar 8.7 Penampang Pelimpah type Drop Weir/Checkdam Salamun , IR. MT
187
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Tebal/lebar Mercu Mercu Checkdam harus cukup kuat terhadap pukulan sedimen yang melewatinya. Jadi harus kuat menahan benturan dan abrasi. Lebar/tebal mercu dapat dihitung dengan rumus yang dipakai Dr. Hauska : Bm = 1/2,4 n [ 0,06 x V2 + h3 x 1/2 d ] Dimana : b
= Lebar mercu main dam.
n
= Faktor keamanan ( diambil = 2 )
V
= Kecepatan air diatas peluap
h3 = Tinggi air diatas peluap d
= Tinggi air + tinggi energi diatas mercu (m) = h + v2/2g
( g = 9,8 )
Dari hasil Penelitian VSTC didapat hubungan antara material yang lewat dan lebar mercu sbb. Tabel 8.2. Lebar Mercu Checkdam Lebar Mercu Bm = 1,5 ~ 2,5 m Material Pasir dan kerikil atau kerikil dan batu Hidrologis Kandungan sedimen sedikit sampai banyak Sumber : Desain Sabo VSTC 1983
Bm = 3 ~ 4 m Batu – batu besar Debris flow kecil sampai besar
Stabilitas Stabilkitas Main Dam dihitung dengan berbagai gabungan beban-beban rencana. Tinggi Dam H < 15 m H > 15 m
Tabel 8.3. Tinggi Dam VS H Keadaan Biasa Banjir (termasuk gempa) (keadaan air tinggi) W, P W, P, Pe, I, U, Pd W, P, Pe, U
Sumber : Desain Sabo VSTC 1983 Dimana W = Berat sendiri P = Tekanan air statik Pe = Tekanan Sedimen U = Gaya angkat I Salamun , IR. MT
= Gaya enersi 188
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Perencanaan Pondasi Yang utama dalam perncanaan pondasi adalah daya dukung tanah terhadap gaya yang bekerja pada Dam dan gaya geser. Tabel 8.4. Jenis Tanah /Batuan Qu (t/m2) Klasifikasi Pondasi
F
Catatan
Daya Dukung Koefisen Uji Desak Tanah Geser
Batuan Batuan keras sedikit 100 retak dasar Batuan keras banyak 60 retak Batuan lunak Mudstone 30 Lapis Kompak 60 kerikil Tidak kompak 30 Lapis Kompak 30 Pasir Tidak kompak 20 Lapis Keras 10 Tanah Kurang keras 5 Liat Sangat keras 20 Sumber : Desain Sabo VSTC 1983
Nilai N
0,70
>1000 t/m2
-
0,70
>1000 t/m2
-
0,70 0,60 0,60 0,60 0,50 0,45 0,50
>100 t/m2 30-50 15-30 2 10-20 t/m 8-15 5-10 t/m2 4-8 2 20-40 t/m 15-30
Perencanaan Sub Dam Pada umumnya sub dam dan lantai dapat dipakai bersama-sama atau sendiri-sendiri tergantung dari a. Sub Dam dengan Lantai. Kontruksi ini disarankan bila: -
Dam yang tinggi.
-
Debit agak kasar.
b. Sub Dam tanpa Lantai. Konstruksi ini disarankan untuk. -
Debit tidak terlalu besar.
-
Dam tidak terlalu tinggi.
-
Tanah pondasi terdiri dari batuan keras.
c. Lantai dan Tembok sayap Konstruksi ini disarankan bila: - Dam rendah. - Debit kecil. Salamun , IR. MT
189
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
- Tanah pondasi terdiri dari pasir dan kerikil. Selain tersebut diatas perlu hati-hati dalam perencanaan pengendalian untuk melindungi lantai Dam bila : a. Tempat dam dimana debit besar. Pada kasus ini tinggi air diatas peluap akan besar dan tenaga terjunan air besar pula, waktu banjir lama. b. Endapan dalam Dam sangat tebal. Pada kasus ini, bagian hilir dari sub dam atau tembok tegak dikhawatirkan akan tergerus dan terjadi piping. c. Dam busur atau Dam tinggi. Pada dam busur, air yang jatuh dari peluap mempunyai kecenderungan terpusat pada bagian tengah. Letak dan tinggi sub Dam Jarak antara Main Dam dan Sub Dam ditentukan dengan formula empiris L = (1,5 – 2,0 ) (H1 + h3) Dimana L
= Jarak antara main Dam dan sub Dam
H1 = Tinggi dari muka lantai permukaan batuan dasar sampai mercu main Dam h3
= Tinggi muka air diatas peluap.
Perencanaan Lantai Tebal lantai (T) tergantung dari besar gaya tumbukan yang terjadi akibat adanya Main Dam. Bila tidak ada kolam olak T = 0,2 (0,60.H1 + 3 H3-1) Bila ada kolam olak T = 0,1 (0,60.H1 + 3.H3-1) Kanalisasi Kanalisasi adalah saluran dengan tebing dan groundsill yang bertujuan untuk mencegah erosi yang disebabkan oleh aliran air deras. Salamun , IR. MT
190
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Lokasi yang dipilih adalah pada daerah yang banyak menghanyutkan sedimen dalam bentuk fluvial. Bangunan ini dibangun berderet-deret dihulu daerah kipas pengendapan untuk sungai-sungai yang berpotensi banjir lahar. Lokasi bangunan ini hendaknya diletakkan disebelah hilir dari sumber sedimen yang labil, yaitu pada alur sungai yang dalam agar dasar sungai naik dengan adanya bangunan tersebut.
Dam Dam adalah bangunan yang sangat baik dalam usaha konservasi air. Karena disamping dapat menampung sedimen juga dapat menampung air dan pengendali ban
Salamun , IR. MT
191
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Salah satu dari masalah yang ada di daerah pantai adalah erosi pantai. Erosi pantai dapat menimbulkan kerugian sangat besar dengan rusaknya kawasan permukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di darat pada daerah tersebut. Pengamanan
terhadap
kestabilan
pantai
dapat
dilakukan
dengan
usaha
penghijauan/penanaman kayu bakau disepanjang garis pantai dan secara teknik dapat juga dilakukan dengan membangun suatu bangunan pantai agar dapat melindungi pantai terhadap kerusakan karena serangan gelombang dan arus. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk melindungi pantai yaitu : 1. Memperkuat
/melindungi
pantai
agar
mampu
menahan
serangan
gelombang. 2. Mengubah lajur transport sedimen sepanjang pantai. 3. Reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai. Sesuai dengan fungsinya bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok : 1. Dinding Pantai (revetment). Bangunan konstruksi yang dibangun di pantai, sejajar dengan garis pantai atau di daratan yang digunakan untuk melindungi pantai bagian darat langsung di belakang kontruksi terhadap erosi akibat dari serangan gelombang dan arus. Juga berfungsi sebagai penahan tanah di belakang kontruksi. 2. Pemecah Gelombang (breakwater). Bangunan konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Bangunan ini banyak digunakan sebagai pelindung pantai terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai, bahkan berkemukinan besar akan terjadi penambahan luas daratan di belakang bangunan.
Salamun , IR. MT
192
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
3. Groin/Jetty. Groin adalah Bangunan konstruksi yang dibangun di pantai kira-kira tegak lurus pantai dan sambung ke pantai. Groin adalah bangunan yang menjorok dari pantai ke arah laut, yang berfungsi untuk menangkap/menahan gerak sedimen sepanjang pantai, sehingga transpor sedimen sepanjang pantai berkurang/ berhenti. Jetty adalah bangunan tegak lurus garis pantai yang di tempatkan disisi muara sungai. Fungsinya adalah untuk menahan sedimen/pasir yang bergerak sepanjang pantai sehingga tidak masuk dan mengendap di muara sungai. 9.1 Dinding Pantai (revetment) Yang dimaksud dengan dinding pantai ( revetment) adalah suatu bangunan yang memisahkan daratan dan perairan pantai, yang terutama berfungsi sebagai
pelindung
pantai
terhadap
erosi
dan
limpasan
gelombang
(overtopping) ke darat. Dinding pantai biasanya hampir berbentuk dinding vertikal dan merupakan kontruksi yang masif, direncanakan untuk dapat menahan gaya gelombang yang relatif tinggi secara keseluruhan. Bahan konstruksi yang lazim dipergunakan pasangan batu dan beton, tumpukan pipa (buis) beton. Sedangkan revetment yang mempunyai sisi miring merupakan konstruksi yang tidak masif. Bahan kontruksinya yang lazim dipergunakan antara lain susunan tumpukan batu. Susunan tumpukan batu atau blok-blok beton/tetrapot dengan kemiringan tertentu disebut konstruksi
type rubble mound atau armor, dan nama lainnya rip-rap. Kontruksi ini juga dilindungi lapisan filter yang berfungsi mencegah hanyutnya material halus (pasir) pantai, bangunan ini ditempatkan sejajar dengan garis pantai. 1.
Fungsi Bangunan Dinding Pantai. Fungsi utama dinding pantai adalah untuk menahan bagian darat di belakang kontruksi terhadap erosi akibat limpasan gelombang dan arus, serta sebagai penahan tanah di belakang kontruksi. Dengan adanya konstruksi ini maka gelombang tidak mampu lagi menggempur daratan secara langsung, sehingga garis pantai dapat stabil pada posisinya yang terakhir. Namun harus juga diperhatikan air yang melimpas dibelakang bangunan akan terinfiltrasi melalui permukaan tanah dan mengalir
Salamun , IR. MT
193
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
kembali ke laut. Apalagi bila perbedaan elevasi muka air di belakang dan didepan bangunan cukup besar dapat menimbulkan kecepatan
aliran
yang dapat menarik butiran tanah di belakang dan pada pondasi bangunan (piping). Keadaan ini dapat merusak atau meruntuhkan bangunan yang ada dekat garis pantai di lokasi tersebut. Adapun langkah penanggulangan dari keadaan tersebut dapat dilakukan dengan - Membuat konstruksi yang dapat menahan terangkutnya butiran tanah / pasir, misalnya dengan menggunakan geotekstil. - Membuat puncak bangunan cukup tinggi, sehingga tidak terjadi limpasan. -
Dibelakang bangunan dilindungi dengan lantai beton atau aspal dan dilengkapi dengan saluran drainase.
2.
Bentuk dan Jenis Bangunan Dinding Pantai. Setiap bentuk jenis dinding pantai mempunyai fungsi masing-masing, dan alasan pemilihan
bentuk dari dinding
pantai
itu sendiri.
Dalam
perencanaan dinding pantai atau revetmen perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi, panjang, tinggi, stabilitas bangunan dan tanah pondasi, elevasi muka air baik di depan maupun dibelakang bangunan, ketersediaan bahan bangunan dan sebagainya. Dibawah ini diberikan beberapa contoh dinding pantai diantaranya : Bangunan dinding pantai dengan sisi tegak ini terbuat dari tembok beton yang didukung dengan tiang-tiang di bawah pondasi terbuat dari kayu pancang atau turap baja. Bangunan ini berfungsi disamping untuk menahan erosi akibat gelombang besar/arus, juga dapat dimanfaatkan sebagai dermaga untuk merapat/bertambatnya perahu-perahu/kapal kecil pada saat laut tenang. Untuk menahan tanah di belakang dan penurunan
diperkuat
dengan
tiang-tiang
pancang
dan
untuk
menghindari gaya guling kaki bangunan ini harus dilindungi dengan batu pelindung.
Salamun , IR. MT
194
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
8.20
6.10
4.90 Timbunan Tanah
1,80 5.50
Muka Tanah Asli
TurapBaja
Pondasi Tiang
Gambar 9.1 Dinding Pantai dari Beton (Tembok Pantai)
Dinding pantai terbuat dari susunan blok beton dan pasangan batu ini dibangun pada tanah dasar yang relatif kuat (terdapat batu karang) dan berfungsi disamping untuk menahan gelombang besar juga dapat untuk melindungi bangunan (jalan raya) yang berada sangat dekat dengan garis pantai.
1,00 0,70 0,60
Reklamasi
0,40
Beton Pracetak
Pasangan batu 1,00
Geotextile
Gambar 9.2 Dinding Pantai dari Pasangan Batu & Blok Beton Pracetak. Bangunan dinding pantai ini didukung oleh pondasi tiang dan dilengkapi dengan turap baja yang berfungsi untuk mencegah erosi tanah fondasi oleh serangan gelombang dan piping oleh air tanah serta untuk menahan terjadinya tanah longsor. Selain itu kaki bangunan juga dilindungi dengan batu pelindung.
Salamun , IR. MT
195
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Timbunan Pasir Muka Tanah Asli Kabel Baja / Angker Turap Baja
Tiang Kayu / Beton
Batu pelindung kaki
Gambar 9.3 Dinding Pantai dari Turap Baja ( Bulkhead ) Bangunan pelindung pantai ini terbuat dari susunan pipa beton telah banyak digunakan di Indonesia. Bangunan tumpukan pipa buis beton ini berbentuk bulat, yang banyak dijumpai digunakan untuk membuat gorong-gorong dan sumur gali. Pipa tersebut di susun secara sejajar dan didalamnya dapat diisi batu atau beton siklop dan ikatan antara pipa dilakukan dengan memberi angker dari besi tulangan. Kelebihan kontruksi ini mudah didapat bahannya dan cepat pelaksanaannya.
Denah Pot. Melintang Gambar 9.4 : Revetment dari Pipa ( buis ) Beton.
Bangunan ini sering di sebut bangunan dinding pantai revetment yang terbuat dari tumpukan batu yang terdiri dari beberapa lapis. Lapis terluar merupakan lapis pelindung terbuat dari batu dengan ukuran besar yang direncanakan mampu menahan serangan gelombang. Lapis dibawahnya terdiri dari tumpukan batu yang ukurannya lebih kecil. Bangunan ini merupakan konstruksi fleksibel yang dapat mengikuti penurunan atau konsolidasi tanah dasar, kerusakan yang terjadi seperti longsornya batu pelindung, mudah diperbaiki dengan menambah batu.
Salamun , IR. MT
196
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Elevasi puncak
Blok beton
Tumpukan batu pelindung
2 1
Dasar Laut
Gambar 9.5 : Dinding Pantai Revetment.
Bangunan dinding pantai ini terbuat dari tumpukan bronjong, bangunan ini
biasanya
dibangun
pada
lokasi
elevasinya
yang
hampir
mendatar/landai dan tinggi gelombang yang relatif kecil. Bronjong adalah anyaman kawat berbentuk kotak yang didalamnya di isi batu. Bangunan ini berfungsi untuk bisa menyerap energi gelombang, sehingga elavasi puncak bangunan bisa rendah karena run-up nya rendah. Kelemahan bronjong ini adalah korosi dari kawat anyaman, yang merupakan faktor pembatas dari umur bangunan. Supaya bisa lebih awet, kawat anyaman harus dilapisi plastik (PVC). 1,50
1,00
Bronjong
0,50
Batu
Muka Tanah Asli
Gambar 9.6 : Dinding Pantai dari Tumpukan Bronjong. 9.2 Jetty. Jetty mempunyai dua pengertian yang berbeda, yaitu: Di Amerika : Jetty (training jetty) adalah struktur yang dibangun menjorok ke laut untuk mengarahkan dan membatasi arus yang berasal dari sungai atau yang disebabkan oleh arus pasut sehingga kecepatan Salamun , IR. MT
arus
tersebut
masih
cukup
kuat
untuk 197
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
menggelontorkan
sedimen
ke
laut
guna
mencegah
pendangkalan. Supaya pemakaian jetty sebagai bangunan pengarah aliran dapat efektif, maka ujung jetty harus mencapai gelombang pecah (breaker zone) Di Inggris : Jetty (= Pier) adalah struktur dermaga yang dibuat menjorok ke laut sehingga ketiga sisinya dapat dimanfaatkan sebagai fasilitas untuk bongkar muat dan berlabuh kapal. a. Bangunan Jetty dan Fungsinya. Jetty adalah bangunan tegak lurus pantai yang diletakkan pada kedua sisi muara sungai yang berfungsi untuk mengurangi pendangkalan alur oleh sedimen pantai, sedimentasi yang terjadi berasal dari transpor sepanjang pantai (longshore transport) maupun transport tegak lurus pantai (onshore-offshore transport), dan untuk menjaga supaya mulut sungai selalu terbuka di perlukan dua jetty kiri-kanan untuk menghindari sedimentasi di dalam alur dan pembentukan sand bar. Pada muara sungai yang berfungsi untuk pelayaran, pengendapan di muara dapat menggangu lalu lintas kapal, sehingga jetty dibuat cukup panjang menjorok ke laut sampai ujungnya berada pada kedalaman dimana tidak ada lagi gerakan sedimen, dan berada diluar gelombang pecah. Sebaliknya untuk sungai-sungai yang bermuara pada pantai berpasir dengan gelombang cukup besar sering terjadi penyumbatan muara oleh endapan pasir dan apabila hanya difungsikan sebagai pengedalian banjir, tidak diharuskan memasang jetty terlalu panjang namun disesuaikan dengan kebutuhan. Konstruksi bangunan ini hampir sama dengan groin, jetty dapat dibuat dari tumpukan batu, beton dan sebagainya. b. Tipe Jetty.
Jetty Panjang. Tipe jetty panjang ini sangat efektif untuk menghalangi masuknya sedimen ke muara, tetapi biaya konstruksi sangat mahal; sehingga kalau fungsinya hanya untuk penanggulangan banjir pembangunan
Salamun , IR. MT
198
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
jetty tersebut tidak ekonomis. Kecuali apabila daerah yang harus dilindungi terhadap banjir sangat penting, atau penggunaan muara sungai untuk pelayaran kapal.
Jetty Sedang. Tipe jetty sedang, dimana ujungnya berada antara muka air surut dan lokasi gelombang pecah, dan hanya dapat menahan sebagian transport sedimen sepanjang pantai.
Jetty Pendek. Pada jetty pendek, ujung bangunan berada pada muka air surut. Fungsi utama bangunan ini adalah menahan berbeloknya muara sungai dan mengkonsentrasikan aliran pada alur yang telah ditetapkan untuk untuk bisa mengerosi endapan; sehingga pada awal musim penghujan dimana debit besar (banjir) terjadi, muara sungai telah terbuka.
Gelombang Dominan
Qs
Garis Gelombang Pecah Garis Air Surut Qs
JETTY PANJANG
JETTY SEDANG
Garis Gelombang Pecah
Garis Air Surut Qs
JETTY PENDEK
Gambar 9.7 : Tipe-Tipe Jetty
Salamun , IR. MT
199
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
9.3 Groin. Yang dimaksud dengan groin adalah bangunan pelindung pantai yang dibuat tegak lurus garis pantai, dan berfungsi untuk menahan transport sedimen sepanjang garis pantai, sehingga bisa mengurangi erosi yang terjadi. Bangunan ini juga dapat dimanfaatkan untuk menahan masuknya transpor sedimen (pasir) pantai ke pelabuhan atau muara sungai. a.
Jenis-jenis bentuk groin. Groin dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk / tipe yaitu; tipe lurus, tipe T dan tipe L. Menurut konstruksinya groin dapat berupa tumpukan batu, caisson beton, turap, tiang yang dipancang sejajar, atau tumpukan buis beton. Gambar dibawah ini menunjukkan beberapa bentuk / tipe groin.
TIPE LURUS
TIPE T
TIPE L
Gambar 9.8 : Beberapa Bentuk / TipeGroin. b.
Alasan pemilihan
bentuk groin untuk perlindungan
pantai. - Menghindari erosi yang besar pada daerah menurun/terjal ( down
drift). - Untuk mengubah laju angkutan sedimen sejajar pantai. - Untuk mengurangi energi gelombang datang oleh pengaruh angin. - Daerah dibelakang bagian groin yang sejajar pantai di harapkan dapat tenang sehingga dapat mencegah hilangnya pasir sejajar pantai. - Groin tersebut dapat digunakan untuk inspeksi dan turis. c.
Dasar-dasar Perencanaan Groin. Perlindungan pantai dengan mengunakan satu buah groin tidak akan efektif seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Biasanya perlindungan pantai dengan konstruksi groin dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu.
Salamun , IR. MT
200
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Transpor sedimen sepanjang pantai terjadi di surf zone (daerah yang terbentang antara bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naikturunnya gelombang di pantai), maka groin akan efektif menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup seluruh lebar surf zone. Tetapi bangunan seperti ini dapat mengakibatkan suplai sedimen ke hilir terhenti sehingga mengakibatkan erosi di garis pantai. Oleh sebab itu sebaiknya masih dimungkinkan terjadinya suplai sedimen ke daerah hilir, yaitu dengan membuat groin yang tidak terlalu panjang dan tinggi. Pada umumnya panjang groin adalah 40 sampai 60 persen dari lebar rata-rata
surf zone, dan jarak antara groin tiga kali panjang groin Nilai-nilai tersebut dapat dipergunakan untuk pedoman dasar dalam perencanaan groin. Gelombang Dominan
Garis Gelombang Pecah
Erosi
Garis Pantai Asli Gambar 9.9 : Groin Tunggal.
Sedimenasi
Setelah ada Groin
Groin
Gambar 9.10 : Groin Seri.
Garis Pantai setelah ada groin
Ditinjau dari profil pantai gambar 9.11, daerah ke arah pantai dari garis gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah, yaitu inshore, foreshore dan backshore, perbatasan antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka air rendah dan permukaan pantai. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering menyebabkan terbentuknya Salamun , IR. MT
201
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi, profil pantai di daerah ini mempunyai kemiringan yang lebih curam daripada profil di daerah inshore dan backshore,
backshore adalah daerah yang dibatasi oleh foreshore dan garis pantai yang terbentuk pada saat terjadi gelombang badai bersamaan dengan muka air tinggi.
Nearshore zone
breaker zone
surf zone
breaker
berms
dune
LWL
beach face
long shore bar
off shore
wash zone
inshore
foreshore
backshore
Gambar 9.11 : Profil Pantai. 9.4 Pemecah Gelombang (break water) Bangunan pemecah gelombang dibedakan menjadi dua macam yaitu pemecah gelombang sambung pantai dan lepas pantai. Tipe pertama banyak digunakan pada perlindungan perairan pelabuhan, sedangkan tipe kedua untuk perlindungan pantai terhadap erosi. Secara umum dalam perencanaan kedua tipe sama. Namun untuk penanggulangan abrasi maka bangunan pemecah gelombang yang paling sesuai adalah bangunan lepas pantai. Pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai. Bangunan ini untuk melindungi pantai yang terletak dibelakangnya dari serangan gelombang dan arus. 1. Pemecah Gelombang Sambung Pantai Pemecah
gelombang
sambung
pantai
sering
digunakan
untuk
melindungi daerah pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah pelabuhan dari laut bebas, sehingga perairan Salamun , IR. MT
202
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah perairan pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa melakukan bongkar muat kapal dengan mudah. Pengaturan tata letak pemecah gelombang pada prinsipnya dibuat sedemikian rupa sehingga mulut pelabuhan tidak menghadap ke arah gelombang dan arus dominan yang terjadi di lokasi pelabuhan. Gelombang yang datang dengan membentuk sudut terhadap garis pantai dapat menimbulkan arus sepanjang pantai. Kecepatan arus yang besar mampu mengangkut sedimen dasar dan membawanya searah dengan arus tersebut. Mulut pelabuhan yang menghadap arus memungkinkan masuknya sedimen ke dalam perairan pelabuhan yang berakibat terjadinya pendangkalan. A A
Sisi Luar
Lay Out
Sisi Dalam
Tampang A-A
Gambar 9.12 : Pemecah Gelombang Sambung Pantai 2.
Pemecah Gelombang Lepas Pantai. Bangunan ini juga berfungsi untuk menahan atau mengurangi besarnya angkutan pasir/sedimen sejajar pantai maupun tegak lurus pantai, sehingga membentuk perairan yang tenang di belakang bangunan. Bangunan pemecah gelombang lepas pantai ini juga berfungsi untuk mereduksi energi gelombang dan merubah arah gelombang. Dengan tereduksinya
energi
gelombang,
maka
tereduksi
pula
kapasitas
angkutan pasir, sehingga terjadi formasi salient. Bangunan pemecah gelombang lepas pantai ini tergantung pada panjang pantai yang dilindungi, dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisakan oleh celah. Apabila bangunan ini relatif kecil terhadap jaraknya dari garis pantai dapat menyebabkan terbentuknya tonjolan daratan dari garis pantai ke arah laut ( salient), dan bila cukup panjang Salamun , IR. MT
203
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
terhadap garis pantai, maka akan terbentuk tombolo dibelakangnya. Gambar dibawah ini menunjukan pengaruh terhadap perubahan garis pantai. Pemecah Gelombang Pendek
Pemecah Gelombang Panjang
Salient Garis Pantai Asli (a)
Tombolo (b)
Pemecah Gelombang Seri
(c)
Perubahan Garis Pantai
Gambar 9.13 : Pengaruh Pemecah Gelombang Lepas Pantai. Berdasarkan kemiringan struktur, pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi : a.
Pemecah gelombang sisi miring. Pemecah gelombang ini terdiri dari tumpukan batu di bagian dalamnya ukuran sedang, dan lapis luarnya dapat berupa batu dengan ukuran besar atau beton dengan bentuk tertentu. Lapis luar (pelindung) ini harus mampu menahan serangan gelombang. Keuntungan tipe pemecah gelombang sisi miring adalah : -
Elevasi puncak bangunan rendah.
-
Gelombang refleksi kecil.
-
Dapat meredam energi gelombang.
-
Kerusakan beransur-angsur.
-
Perbaikan mudah dan murah.
Kerugian tipe pemecah gelombang sisi miring adalah :
Salamun , IR. MT
-
Dibutuhkan ukuran/jumlah material yang besar.
-
Pelaksanaan pekerjaan lama.
-
Kemukinan terjadi kerusakan pada waktu pelaksanaan besar.
-
Lebar dasar besar/luas. 204
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR Lapis Pelindung
Mercu
Lapis II Pelindung Kaki
Gambar 9.14 : Pemecah Gelombang Sisi Miring dari Tumpukan batu. b.
Pemecah gelombang sisi tegak. Pemecah gelombang dari kaison beton. Tanah dasar laut dikeruk dan diganti dengan batu yang dapat berfungsi sebagai pondasi. Untuk
menanggulangi
gerusan
pada
pondasi,
maka
dibuat
perlindungan kaki yang terbuat dari beton. Bagian dalam kaison diisi dengan pasir. Tipe pemecah gelombang sisi tegak ini biasanya dibangun untuk pelabuhan. Keuntungan tipe pemecah gelombang sisi tegak dari kaison adalah : -
Pelaksanaan pekerjaan cepat, biaya perawatan kecil.
-
Kemukinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil.
-
Luas perairan pelabuhan lebih besar.
-
Sisi dalamnya dapat digunakan sebagai dermaga / tambatan kapal.
Kerugian tipe pemecah gelombang sisi tegak dari kaison adalah :
Salamun , IR. MT
-
Mahal dan diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas.
-
Elevasi puncak bangunan tinggi,
-
Tekanan gelombang besar.
-
Kalau rusak sulit diperbaiki,
-
Erosi kaki pondasi.
-
Diperlukan peralatan berat.
205
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Puncak Beton
Sisi Laut
HHWL
Beton
Kaison diisi Pasir Blok Beton Pelindung Kaki
Blok Beton
Gambar 9.15 : Pemecah Gelombang Sisi Tegak dari Kaison c.
Pemecah gelombang sisi campuran. Pemecah gelombang campuran, bagian bawah terdiri dari tumpukan batu sedangkan bagian atas terbuat dari kaison beton yang didalamnya diisi pasir. Tipe ini bisa juga disebutkan kombinasi dari pemecah gelombang tipe miring dan pemecah gelombang tipe tegak. Keuntungan tipe pemecah gelombang campuran adalah : -
Pelaksanaan pekerjaan cepat.
-
Kemukinan kerusakan pada waktu pelaksanaan kecil.
-
Luas perairan pelabuhan besar
Kerugian tipe pemecah gelombang campuran adalah :
9.4.1.
-
Mahal dan diperlukan tempat pembuatan kaison yang luas.
-
Diperlukan peralatan berat yang sesuai.
Perencanaan Struktur Pemecah Gelombang (breakwater) Pada tahapan awal perencanaan detail, pemilihan tipe bangunan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Kondisi hidro-oseanografi Kondisi tanah pondasi Bahan bangunan yang tersedia dan akses ke lokasi pekerjaan.
Salamun , IR. MT
206
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Untuk memperhitungkan dimensi dan elevasi dari struktur bangunan tersebut perlu dihitung berdasarkan elemen berikut : Tinggi Break Water Tinggi Pemecah gelombang ditentukan dari sifat gelombang pecah. Proses terjadinya Gelombang Pecah (Breaking Wave) - Deep Water (laut dalam) Tinggi maksimum gelombang yang menjalar di air dibatasi oleh suatu keadaan dimana kecepatan partikel air dipuncak gelombang = kecepatan jalar gelombang (C). Bila keadaan tersebut terlampau gelombang akan pecah. Menurut Miche (1944) menentukan kondisi batas berdasar “Wave Steepnes” H 2d 17 Tanh L max L
Deep Water/Laut dalam 1 H L max 7 L0 H0
0
120
- Shallow Water/Laut dangkal H 2d 17 Tanh L max L
2d kecil L
maka
Tanh
2d 2d = L L
1 2d H L max 7 L
H 1 2d H/d = 0,90 dari SPM d/H = 1/0,9 =1,11 L 7 L
diambil 1,28 Gelombang pecah terjadi bila d < 1,28 H
Salamun , IR. MT
207
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Dari persamaan tersebut tinggi Break Water (pemecah gelombang) harus mempertimbangkan ketinggian gelombang di lokasi. Seperti sket berikut.
y
L = Panjang gelombang
Puncak Gelombang
C
x
A H
A
d Lembah Gelombang
D P
Dasar laut
Keterangan : D = Kedalaman laut ( P + d) P = Tinggi Break Water (pemecah gelombang) A = Amplitudo gelombang H = Tinggi gelombang
C = Kecepatan gelombang d = Kedalaman perairan diatas pemecah gelombang
Gambar 5.16. Break Water Tenggelam (submerged/reef Breakwater) Di lapangan pada umumnya pemecah gelombang tingginya sampai permukaan air ditambah run up. Namun demikian di Pura Tanah Lot telah dibangun pemecah gelombang tenggelam (submerged/reef Breakwater) dengan konstruksi Tetrapod dengan tinggi 6,0 m dan berat perbuah sampai 17 ton. Hal ini karena tinggi gelombang disana > 3,00 m. Berat batu (W) yang digunakan untuk konstruksi Berat batu lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson, 1978 sbb: W
r.H 3 K D . Sr 1.Cot
.................................. ( 9.1)
dimana :
r =Berat jenis batu ( = 2,65 ton/m3). a =Berat jenis air laut ( = 1,03 ton/m3). Salamun , IR. MT
=Sudut kemiringan sisi pemecah gelombang. 208
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
H =Tinggi gelombang rencana (m). KD =Koefisien stabilitas bentuk/jenis batu pelindung. Sr =r/a (perbandingan antara berat jenis batu dan air laut). Lebar puncak (B) pemecah gelombang Lebar puncak pemecah gelombang (breakwater) dapat dihitung dengan rumus berikut ini : 1
W 3 B nK r
............................. ( 9.2)
dimana : r
= Berat jenis batu pelindung ( = 2,65 ton/m3).
n
= Jumlah butir batu (nminimum = 3).
K
= Koefisien lapis.
(Tabel 5.1 Koefisien lapis)
Tebal lapis lindung (t). Tebal lapis lindung (t) ditentukan dengan rumus berikut : 1
W 3 t nK r
........................... ( 9.3)
dimana :
n
= Jumlah lapis batu dalam lapis lindung.
K
= Koefisien lapis (Tabel 5.1 Koefisien lapis).
r
= Berat jenis batu ( = 2,65 ton/m3).
W
= Berat butir batu.
Jumlah butir batu tiap satuan luasan (N) diberikan dengan rumus : 2
P r 3 N Ank 1 100 W
........................... ( 9.4)
dimana :
Batu Salamun , IR. MT
N
=
Jumlah butir batu untuk satuan luas permukaan A.
n
= Jumlah lapis batu dalam lapis lindung .
K
= Koefisien lapis.
A
= Luas permukaan.
P
= Porositas rerata.
(Tabel 5.1 Koefisien lapis) (Tabel 9.1 Koefisien lapis)
Tabel 9.1. Koefisien Lapis. n Penempatan Koefisien
Porositas
KD 209
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Batu alam (halus)
2
random (acak)
lapis ( K ) 1,02
Batu alam (kasar)
2
random (acak)
1,15
37
Batu alam (kasar)
>3 random (acak)
1,10
40
Kubus
2
random (acak)
1,10
47
Tetrapod
2
random (acak)
1,04
50
Quadripod
2
random (acak)
0,95
49
8,3 –19,2
Hexapod
2
random (acak)
1,15
47
22 – 25
Tribard
2
random (acak)
1,02
54
10,4–
Dolos
2
random (acak)
1,00
63
35,2
Tribard
1
seragam
1,13
47
22 – 25
Pelindung
Batu alam
(%) 38 4,0 - 10 3,5 – 14
random (acak)
Stabilitas pondasi tumpukan batu. Stabilitas bangunan tergantung pada kemampuan pondasi terhadap erosi yang ditimbulkan oleh gerusan akibat serangan gelombanggelombang besar. Untuk menghitung berat batu pondasi dan pelindung kaki bangunan sama dengan yang digunakan untuk perencanaan bangunan. Berat butir batu untuk pondasi dan pelindung kaki bangunan diberikan persamaannya yaitu :
r .H 3 W 3 3 N S . Sr 1
..................... (9.5)
dimana :
NS = Angka stabilitas rencana (Grafik)
Salamun , IR. MT
210
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
Salamun , IR. MT
211
REKAYASA IRIGASI DAN BANGUNAN AIR
1.
Aliran Air Tanah, Mohamad Bisri , Unibra 1991.
2.
Crop Water Requirement, FAO United Nations 1984.
3.
Hidrologi Pertanian, M Yusuf Gayo, PT Pradnya Paramita Jakarta 1985.
4.
Hidrologi Untuk Pengairan, Ir. Suyono Sosrodarsono dan Kensaku Takeda, PT Pradnya Paramita Jakarta 1987.
5.
Hidrologi Pertanian, Sadeli Wiramiharja, 1976.
6.
Hydraulik Structure, Novak G dkk, Published Unwin Hyman, Ltd London 1990.
7.
Kreteria Perencanaan Irigasi (KP 01 s/d 07), Ditjen Pengairan, Galang Persada Bandung 1986.
8.
Keputusan Menteri PU No 458/PTS/1986 tentang Ketentuan Pengamanan Sungai.
9.
Keputusan
Direktur
Jendral
Pengairan
No
127/KPTS/1987
tentang
Pengamanan Sungai. 10.
Perencanaan Teknis (PT 01 s/d
03) Ditjen Pengairan, Galang Persada
Bandung 1986. 11.
Sabo Work, Sabo Technical Centre Yogyakarta 2003.
12.
UU RI No 7 Tahun 2004 tentang SUMBER DAYA AIR.
Salamun , IR. MT
212