Blok 3 - Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 2.docx

  • Uploaded by: jilan afanin
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blok 3 - Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,026
  • Pages: 10
PERILAKU ANAK USIA 2-5 TAHUN DALAM KLINIK GIGI BERDASARKAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANNYA (2-5 Years Children’s Behavior in Dental Clinic Based On Growth And Development) Jilan Afanin Azipua 180600129 Program Studi Pendidikan Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155 E-mail : [email protected] PENDAHULUAN Ketika seorang anak lahir, ada dua proses penting yang beroperasi bersamaan secara kontinu, yakni pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan sering dipakai bersamaan dalam menjelaskan tahap anak menuju dewasa, karena baik pertumbuhan maupun perkembangan adalah dua aspek yang saling mengisi dan tidak dapat dipisahkan. Pertumbuhan dan perkembangan ini berlangsung secara interdependensi, artinya saling bergantung satu sama lain. Pertumbuhan dan perkembangan pada tahap awal juga menentukan tahap berikutnya, maksudnya baik pertumbuhan maupun perkembangan memiliki tahap yang berurutan yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.1 Banyak

orang

yang

menggunakan

istilah

“pertumbuhan”

dan

“perkembangan” secara bersamaan karena memang kedua proses ini tidak dapat dipisahkan dalam bentuk pilah yang berdiri sendiri, akan tetapi dapat dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya. Pertumbuhan dan perkembangan anak memiliki kaitan dengan perilakunya dalam menerima perawatan gigi. Tingkah laku yang berbeda dalam klinik gigi disebabkan oleh perbedaan lingkungan, asupan serta perbedaan kecepatan

1

pertumbuhan dan perkembangan yang keseluruhannya dapat mempengaruhi emosi / mental anak. Perbedaan tingkah laku dalam klinik adalah hal penting yang harus diketahui dokter gigi agar tidak terjadi kesalahan dalam penanganan perilakunya. Dalam makalah ini penulis akan memparkan mengenai pengertian, prinsip, faktor dan tahap pertumbuhan dan perkembangan serta tingkah laku anak ketika menerima perawatan gigi. PENGERTIAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pertumbuhan adalah perubahan fisik, pertambahan jumlah dan ukuran sel secara kuantitatif, dimana sel-sel tersebut mensintetis protein baru yang nantinya akan menunjukkan pertambahan seperti umur, tinggi badan, berat badan dan pertumbuhan gigi. Sementara perkembangan adalah kompleksitas fungsi dan keahlian (kualitas) dan merupakan aspek tingkah laku pertumbuhan.2 Dalam perjalanannya, pertumbuhan dapat diukur dengan satuan panjang dan berat sementara perkembangan dapat dilihat dari kematangan emosi yang penting dalam kehidupan manusia yang utuh.5 Prinsip Tumbuh Kembang 1. Pola yang terarah (directional) -

Pola sefalokaudal/head to line direction (pertumbuhan anak dimulai dari kepala, selanjutnya kearah anggota gerak).2

-

Pola proksimal distal / near to far direction (dari yang paling dekat ke sumbu tengah (bayi berguling dulu sebelum dapat memegang objek dengan jari-jari tangannya.2

2. Pola dari umum ke khusus Dimulai dari menggerakkan anggota badan yang paling umum, dilanjutkan ke yang khusus/lebih kompleks.2 Factor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Heredokonstusionil/genetic; faktor yang dapat diturunkan sebagai dasar dalam pencapaian hasil akhir proses tumbuh kembang anak:3,4 -

faktor

bawaan

normal/patologis

kelainan

yang

kromosom,

kelainan kranio-fasial,dll)

(ex: -

jenis kelamin 2

2.

-

keluarga

-

bangsa

-

ras

-

umur

Lingkungan

a. Lingkungan Prenatal2,3,4,5 -

b. Lingkungan Postnatal2,3,5,6 lingkungan

c. Faktor internal2

- Ibu kurang gizi sewaktu hamil

- Pengaruh budaya

- Kecerdasan IQ

- Infeksi

- Status sosial ekonomi keluarga

- Pengaruh hormonal

- Imunitas

- Nutrisi

- Pengaruh emosi

- Gangguan endokrin pada ibu

- Penyakit (penyakit kronis,dll)

- Mekanis (posisi fetus abnormal,dll)

- Iklim dan cuaca

- Toksin/zat kimia

- Musim

- Radiasi (Sinar rontgen,dll)

- Sanitasi lingkungan

- Stress pada ibu

- Olahraga/latihan fisik

- Janin kekurangan oksigen

- Posisi anak dalam keluarga - Stimulasi - Obat- obatan

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 2-5 TAHUN Pertumbuhan Dalam mengukur dan memantau pertumbuhan anak, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010) mengeluarkan standar acuan pertumbuhan anak, yakni Standar Antropometri yang menggolongkan status gizi anak berdasarkan umur, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat badan anak.7 Kategori Status Gizi Sangat Kurus INDEKS MASSA TUBUH Kurus Menurut Umur (IMT/U) Normal Anak Usia 0 - 60 Bulan Gemuk INDEKS

Ambang Batas (z-score) <-3SD -3SD sampai dengan 2SD -2SD sampai dengan 2SD >2SD

Tabel 1. Kategori dan ambang batas status gizi anak

3

Perkembangan Anak Usia 2-3 Tahun2,5,10 1. Berdiri sendiri tanpa bantuan selama 30 detik

7. Mempergunakan kata-kata saya, bertanya, mengerti kata-

2. Melambai-lambaikan tangan 3. Memungut benda dengan ibu jari dan jari telunjuk

kata yang ditujukan padanya 8. Menggambar lingkaran 9. Bermain sendiri

4. Membuat jembatan dengan 3 kotak

10. Malu bertemu orang baru (termasuk dokter gigi)

5. Menggelindingkan bola

11. Tidak mendengarkan

kearah sasaran

nasihat/perintah kecuali dari

6. Egosentris

orangtua 12. Pembendaharaan kata yang minim

Anak Usia 3-4 Tahun2,5,10 1. Berjalan, naik tangga

8. Menyebut

2. Berjalan pada jari kaki 3. Belajar

dan

membuka pakaian sendiri

9. Banyak bertanya 10. Mengenal sisi atas, bawah,

4. Menggambar garis silang orang

jenis

kelamin dan umurnya

berpakaian

5. Menggambar

nama,

depan, belakang

hanya

kepala dan badan

11. Bermain dengan anak lain 12. Menunjukkan

6. Mengenal 2 atau 3 warna

rasa

sayang

kepada saudara

7. Bicara dengan baik Anak Usia 4-5 Tahun2,5,10 1. Melompat dan menari 2. Menggambar

segitiga

5. Dapat dan

segiempat 3. Pandai bicara 4. Dapat menghitung jari-jarinya

menyebutkan

nama

hari 6. Minat terhadap kata baru serta maknanya 7. Mengenal empat warna

4

8. Menaruh minat pada aktivitas orang dewasa

10. Menumpuk 8 buah kubus 11. Berpartisipasi dalam

9. Memprotes bila dilarang mengenai hal yang

kelompok sosial 12. Suka membangga-banggakan

diinginkannya

segala yang dimilikinya

KLASIFIKASI PERILAKU ANAK DALAM MENERIMA PERAWATAN GIGI Frankle (1962) membagi perilaku anak dalam klinik gigi pada The Frankl Rating Scale, dimana ia membagi menjadi 4;8,9 1. Jelas negatif (- -) Penolakan terhadap pengobatan, menangis dengan paksa, ketakutan, atau bukti nyata lainnya dari negativisme yang ekstrem. Bahkan untuk mempertahankan

ketidak-inginannya

bisa

sampai

melawan

orang

disekelilingnya, termasuk dokter gigi. 2. Negatif (-) Keengganan untuk menerima perlakuan, perilaku tidak kooperatif, beberapa bukti sikap negatif tetapi tidak diucapkan (yaitu, cemberut, ditarik). Namun apabila diberikan penanganan yang tepat, dapat berubah menjadi kooperatif. 3. Positif (+) Menerimaan pengobatan walau kadang dengan perasaan hati-hati. Memiliki kesediaan dan kesanggupan untuk mematuhi dokter gigi, kadang-kadang dengan reservasi tetapi mengikuti arahan dokter gigi secara kooperatif. 4. Jelas positif (+ +) Hubungan baik dengan dokter gigi, tertarik dan penasaran dengan prosedur gigi, tertawa dan menikmati situasi selama perawatan. Wright (1975) membagi perilaku anak dalam menerima perawatan gigi menjadi 2:8,9

5

1. Anak Kooperatif (Cooperative) Anak dapat mengikuti segala arahan yang diberikan oleh dokter. Ketika menerima perawatan, anak tidak banyak mengeluh dan mudah diajak kerjasama. Mereka dapat diperlakukan dengan pendekatan langsung (tell, show, do), dan biasanya tidak memerlukan tambahan farmakologis/obat-obatan untuk membantu menyelesaikan perawatan. 2. Anak Tidak Kooperatif a. Anak tidak mampu menjadi kooperatif Biasanya terjadi pada anak yang memiliki keterbelakangan mental/keterampilan sehingga kemampuannya pun sangat terbatas untuk menjadi pasien yang kooperatif. b. Anak

belum

mampu

menjadi

kooperatif

(Lacking

cooperative ability) Perilaku ini dipengaruhi oleh usia. Kata “belum mampu” digunakan dengan harapan semakin bertambah usia anak, maka ia menjadi lebih kooperatif dalam menerima perawatan gigi. Tingkah laku anak sering kurang baik pada kunjungan awal ke dokter gigi namun dengan pengalaman yang makin bertambah, anak menjadi semakin terbiasa dengan perawatan gigi dan tingkah laku anak juga semakin beradaptasi (Venham, 1977).11 c. Anak mempunyai potensi menjadi kooperatif (Potentially cooperative) Anak mempunyai potensi menjadi koopertif, maksudnya adalah anak tersebut mula-mula tidak kooperatif, mungkin dari pengaruh lingkungan atau rasa takut yang berlebihan pada anak. Namun dengan dilakukan pendekatan yang baik, maka tingkah lakunya perlahan berubah menjadi lebih kooperatif sehingga dapat dirawat. Tingkah laku dalam perawatan gigi Berbagai penampilan anak pada kelompok yang berpotensi menjadi kooperatif:8,9

6

a. Tingkah Laku Histerik (Tidak terkontrol) Umumnya ditemukan pada kunjungan pertama anak ke klinik dokter gigi. Pasien biasanya berumur 3-6 tahun. Mereka akan mengeluarkan berbagai macam reaksi, dan bahkan ada yang mulai menampakkan reaksi ketika baru sampai di klinik gigi, sebelum memasuki ruang praktik. Reaksi dapat berupa tangisan yang nyaring, teriakan, dan tabiat pemarah. Perilaku ini timbul akibat tingkat kecemasan dan ketakutan yang tinggi. Hal ini dapat diatasi dengan mengevaluasi kecemasannya di ruang tunggu dan sebelum masuk keruang kerja. b. Tingkah Laku Keras Kepala Pasien dengan tipe keras kepala seringkali menyebabkan kerusakan. Mereka akan melawan orang dewasa, termasuk dokter gigi. Tipe ini dapat dialami oleh seluruh anak, terutama anak pada rentang umur 6-12. Pasien keras kepala seringkali menolak perawatan, salah satunya berupa menutup mulut dengan tangan ketika akan dilakukan pemeriksaan. Sikap keras kepala ini biasanya bawaan dari rumah, dan terbentuk karena orangtua tidak mampu tegas, juga selalu menuruti kehendak anaknya. c. Tingkah Laku Pemalu Pemalu adalah tingkah laku yang paling ringan dan sangat mudah untuk dibentuk menjadi kooperatif. Karena itu seorang dokter gigi harus mampu menanganinya dengan baik. Sikap pemalu biasanya ditunjukkan dengan mencari ibu, bersembunyi dibalik ibunya ataupun menarik-narik baju ibunya. Terkadang mereka terlihat raguragu dan menangis walaupun tangisannya tidak keras. Pemalu biasanya tecipta karena orangtua yang berlebihan dalam memproteksi anaknya sehingga anak menjadi ketergantungan terhadap kehadiran orangtua. Anak pemalu biasanya perlu diberikan sugesti berupa instruksi yang diberi secara rutin. d. Tingkah Laku Kooperatif Tegang Tingkah laku kooperatif tegang sangat mudah dikenali karena dapat dilihat dari gerakan anggota tubuh; Matanya selalu mengikuti setiap gerak gerik dokter gigi maupun asistennya; suara bergetar; badan gemetar; dahi dan telapak tangannya berkeringat; namun baiknya mereka dapat mengelola emosi dalam dirinya. Ketika 7

berhadapan dengan pasien kooperatif tegang maka dokter gigi harus dapat megenali adanya kebisingan atau perubahan tekanan suara yang menjadi lebih tinggi. Selain itu dokter gigi harus mampu menghargai sikap dan tingkah laku pasien tersebut. e. Tingkah Laku Pasien Cengeng Tingkah laku cengeng sering dikenal dengan sebutan penangis/pengadu. Tangisan yang dikeluarkan merupakan manifestasi dari rasa takut dan cemas yang dirasakannya. Tangisnya biasanya tidak keras, emosinya konstan, dan jarang mengeluarkan air mata sehingga kadang terlihat mengesalkan. Untuk mengatasi tingkah laku seperti ini maka diperlukan kesabaran yang cukup tinggi. PEMBAHASAN Sebelum menangani pasien anak, seorang dokter gigi perlu memastikan bahwa pasien dapat kooperatif selama perawatan, agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Dalam memastikan perilaku pasien, maka dokter gigi dituntut untuk megetahui penyebab anak tidak kooperatif dalam menerima perawatan. Secara umum, perawatan gigi memang seringkali menimbulkan kecemasan dan rasa takut pada anak. Kecemasan dan ketakutan inilah menyebabkan anak bersikap tidak kooperatif sehingga dapat menghambat proses perawatan gigi. Banyak hal yang dapat menyebabkan timbulnya kecemasan atau rasa takut anak terhadap perawatan gigi, misalnya karena pengalaman negatif di kunjungan sebelumnya, kesan negatif dari perawatan yang didapat teman atau keluarganya, perasaan asing selama melakukan perawatan gigi (misal; ruang tunggu, dokter dan perawat), merasa diejek atau disalahkan karena keadaan kesehatan rongga mulut yang tidak baik, bunyi alat gigi yang membuat ngilu, dan kecemasan-kecemasan lain yang tidak diketahui penyebabnya. Untuk itu dokter gigi harus mampu menciptakan kondisi perawatan menjadi nyaman

dan kondusif. Dokter juga harus memiliki pengetahuan terhadap

penanganan apabila berhadapan dengan anak. Ketika berhadapan dengan anak, maka dokter gigi dapat melakukan metode paling sederhana,TSD, atau modelling. Setelah itu dokter gigi juga dapat menggunakan metode desensitisasi, reinforcement, distraksi, serta hipnosis untuk mengurangi rasa cemas anak. Apabila anak tetap menunjukkan sikap tidak kooperatif, dan perawatan tidak harus segera 8

dilakukan maka dianjurkan untuk mengembalikan anak kepada orangtua. Namun apabila perawatan harus segera dilakukan maka dokter gigi dapat melakukan restraint atau Hand Over Mouth Exercise (HOME) atas persetujuan orangtua. DAFTAR PUSTAKA 1. Rahayu Sunarsih. Pertumbuhan dan Perkembangan Bali di Posyandu Surakarta. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan 2014; 3(1): 88-92. 2. Maryunani Anik. Ilmu Kesehatan Anak Dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info Media, 2010: 39-85. 3. Devi Mazarina. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Status Gizi Balita Di Perdesaan. Jurnal Teknologi Dan Kejuruan 2010; 33(2): 183192. 4. Caprio Sonia, Daniels Stephen R., Drewnowski Adam, et.al. Influence of Race, Etchinity, and Culture on Childhood Obesity: Implications for Prevention and Treatment. Obesity Journal 2008; 16(12): 2566-2577. 5. Kementrian Kesehatan RI. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. 2016: 3-9. 6. Amiruddin Ridwan, Hasmi. Determinan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Trans Info Media, 2014: 123-127. 7. Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia. Standar Antropometri

Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta, 2010: 1-5. 8. Herdiyati Yetty, Sasmita Inne Suherna. Pendekatan Ideal Pada Anak Dalam Perawatan Gigi. Dalam: Pertiwi A.S.P., Amalia, Kasim Alwin, dkk. Temu Ilmiah Dies Forum 55, Bandung, 2014: 327-328. 9. Wright Gerald .Z, Kupietzky Ari. eds. Behaviour Management in

Dentistry for Children ed., India:Wiley Blackwell, 2014: 26-89. 10. Cameron Angus C., Widmer Richard P. Handbook of Pediatric Dentistry. 3. Australia: Mosby Elsevier, 2008: 9-10. 11. Limantara G, Dwimega A, Sjahruddin L. Perbedaan Kecemasan Dental Pada Anak Usia 6 Tahun dan 12 Tahun. in: Trijurnal Gatot, Anto Mardianto, ed. Seminar Nasional Cendekiawan Ke-2. Jakarta, 2016 : 161165.

9

PERILAKU ANAK USIA 2-5 TAHUN DALAM KLINIK GIGI BERDASARKAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANNYA

NAMA : JILAN AFANIN AZIPUA NIM

: 180600129

KELAS : B

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

Related Documents


More Documents from "hilma"