KARAKTERISTIK BIOFISIK PERAIRAN DAN PERMASALAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR DI KECAMATAN PADANG CERMIN DAN PUNDUH PIDADA, KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
Oleh: Indra Gumay Yudha ABSTRAK Karakteristik biofisik wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada merupakan daerah unik yang memiliki potensi pengembangan sektor perikanan, pariwisata bahari, dan sektor kelautan lainnya. Beberapa permasalahan yang ada perlu diketahui sebagai dasar untuk pengembangan wilayah pesisir. Terdapat sedikitnya 9 isu pokok yang menjadi permasalahan di kawasan tersebut. Masalah utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penaatan dan penegakan hukum, degradasi habitat, pencemaran wilayah pesisir, dan berkurangnya lahan akibat pengembangan Lantama TNI AL. Di samping itu, potensi perikanan dan pariwisata bahari belum dikembangkan secara optimal. Kata kunci: biofisik Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, isu pokok pengelolaan wilayah pesisir 1.
PENDAHULUAN Propinsi Lampung memiliki panjang pantai 1.105 km2 dan luas wilayah pesisir sekitar
16.625,3 km2, merupakan salah satu propinsi dengan keragaman potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup besar. Keragaman potensi tersebut meliputi sumberdaya ikan, rumput laut, teripang, ubur-ubur, udang, kerang hijau, kepiting, dan sumberdaya perikanan lainnya yang tersebar di sepanjang perairan Pantai Barat, Pantai Timur, Teluk Lampung dan Teluk Semangka. Salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang memiliki wilayah pesisir yang cukup luas dan potensial adalah Kabupaten Lampung Selatan, meliputi pantai barat dan timur Teluk Lampung. Kabupaten ini memiliki wilayah pesisir seluas 1.997 km2 (Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, 1999) dengan berbagai varisi geomorfologis pesisir yang besar, mulai dari kawasan perbukitan hingga pantai yang landai. Di sejumlah pulau-pulau kecil terdapat pantai yang landai, berpasir putih dan berhamparan terumbu karang. Dengan kondisi geografis dan geomorfologis tersebut Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi sumber daya pesisir dan laut maupun jasa-jasa kelautan yang cukup potensial untuk dapat didayagunakan secara optimal dan berkelanjutan. Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
1
Wilayah pantai barat Teluk Lampung termasuk dalam zona pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada, yang terdiri dari beberapa teluk dan pulau-pulau kecil. Teluk Hurun, Teluk Ratai, Teluk Punduh dan Teluk Pidada merupakan rangkaian teluk-teluk kecil yang terletak di pesisir Padang Cermin dan Punduh Pidada. Beberapa pulau kecil yang berada di perairan tersebut, antara lain: Pulau Kelagian, Pulau Maitem, Pulau Tegal, Pulau Kubur, Pulau Tangkil, Pulau Lahu, Pulau Puhawang, Pulau Legundi, Pulau Balak, Pulau Seserot, Pulau Siuncal, dan Pulau Tanjung Putus. Pulau-pulau kecil dan beberapa teluk yang ada di wilayah pesisir telah diketahui dapat dikembangkan sebagai kawasan yang potensial untuk pengembangan budidaya laut (marine culture). Untuk itu, perlu diketahui beberapa parameter dan karakteristik wilayah tersebut, sehingga dapat mempercepat pengembangannya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa karakteristik perairan wilayah pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada yang berpotensi untuk pengembangan budidaya laut. Diharapkan dari studi ini dapat bermanfaat sebagai informasi dan pertimbangan yang berguna untuk pengembangan wilayah pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada. 2.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan pada Agustus-Desember 2004 di wilayah pesisir Kecamatan Padang
Cermin dan Punduh Pidada. Metode yang digunakan adalah observasi secara langsung melalui pengukuran beberapa parameter fisik, kimia dan biologi, serta wawancara dengan masyarakat setempat untuk mendapatkan gambaran sosial, ekonomi dan budaya. Beberapa literatur dan hasil penelitian sebelumnya juga digunakan sebagai sumber data sekunder untuk melengkapi studi ini. Pengukuran fisik kimia perairan yang dilakukan meliputi: DO, pH, N-NO3, ortho phosphat, suhu, salinitas, kuat arus, gelombang, pasang surut, dan kecerahan. Pengukuran beberapa parameter biologi perairan meliputi beberapa aspek yang merupakan habitat unik yang terdapat di perairan pesisir. Beberapa parameter tersebut antara lain terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan neuston (ikan). Pengukuran yang dilakukan dapat meliputi kelimpahan jenis, dominansi, dan indeks keanekaragaman. Permasalahan yang menjadi isu pokok di sekitar wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada juga perlu diketahui, sehingga dapat menjadi informasi yang
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
2
berguna untuk pengembangan wilayah tersebut. Permasalahan tersebut dapat diketahui melalui wawancara dan pengamatan langsung pada wilayah studi. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Karakteristik Biofisik A). Pasang Surut (Pasut) Pasang surut didefinisikan sebagai proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur, dibangkitkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari. Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besarnya kisaran pasut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Secara kuantitatif tipe pasut suatu perairan dapat ditentukan oleh nisbah (perbandingan) antara amplitudo (tinggi gelombang) komponen diurnal (K, dan 0,) dengan amplitudo komponen semi diurnal (M2 dan S2), yang dinyatakan dalam bilangan Formzahl (F). Tipe pasut dapat ditentukan sebagai berikut: tipe ganda/semi diurnal (F < 0.25), pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (F= 0.25-1.50), pasut campuran dengan tipe tunggal yang dominan, (F=1.51-3.00), dan tipe pasut tunggal/diurnal (F > 3.00) Tipe pasut perairan pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada tidak terlepas dari kondisi pasut yang terjadi di Teluk Lampung. Untuk mengetahui tipe pasut yang terjadi di perairan Teluk Lampung dapat digunakan data pasang surut dari Dinas HidroOseanografi TNI AL (2003). Pada Tabel 1 berikut ini disajikan data unsur pasut utama di perairan sekitar Teluk Lampung, sehingga dapat diketahui tipe pasutnya berdasarkan nilai F. Tabel 1. Amplitudo Komponen Pasut Utama di Perairan Teluk Lampung (cm) No
Stasiun
01
K1
M2
S2
Nilai F
1 2
Panjang Bakauheni
9 7
17 8
32 20
14 11
0.57 0.48
3
Tarahan
8
16
36
14
0.48
4
Teluk Ratai
9
16
35
14
0.51
5
Pulau Maitem
9
15
35
15
0.48
6
Pulau Kelagian
11
13
34
13
0.51
Sumber : Dishidros TNI AL (2003)
Dari nilai F antara 0.48-0.57 diketahui bahwa tipe pasut di perairan Teluk Lampung adalah pasut campuran dengan tipe ganda yang dominan (mixed tide predominantly semi Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
3
diurnal), artinya terjadi dua kali pasang surut dalam sehari, namun kisaran pasang surut yang satu jauh lebih kecil daripada pasang surut yang lain. Tipe pasut di Teluk Lampung ini tidak berbeda dengan tipe pasut di Selat Sunda, yang keduanya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasut di Samudera Hindia. Berdasarkan kajian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa di perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada terjadi dua kali pasang surut dalam sehari, namun kisaran pasang surut yang satu jauh lebih kecil daripada pasang surut yang lainnya. B). Arus dan Gelombang Arus merupakan perpindahan massa air dari satu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti: gradien tekanan, hembusan angin, perbedaan densitas, atau pasang surut. Di sebagian besar perairan faktor utama yang dapat menimbulkan arus yang relatif kuat adalah angin dan pasang surut. Arus laut juga sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya, seperti sifat air laut, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, distribusi pantai dan gerakan rotasi bumi. Menurut BPPT-PSL UNILA (1989), untuk mengetahui kondisi arus dan gelombang yang terjadi di sekitar perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada dapat diprediksi berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinas Hidrologi dan Oseanografi (Dishidros) TNI AL di perairan Teluk Ratai, Pulau Maitam, dan Pulau Kelagian pada tahun 1987. Di perairan Teluk Ratai dan sekitarnya kekuatan arus pasut pada umumnya lemah, yaitu kurang dari 25 cm/s. Kecepatan arus lebih dari 25 cm/s dapat terjadi di sekitar selat antara Pulau Kelagian dan Pulau Maitem Selanjutnya berdasarkan hasil pengamatan Dishidros TNI AL pada Juni 1987-Mei 1988 diketahui bahwa di sekitar perairan antara Pulau Maitem dan Pulau Kelagian diperoleh kisaran tinggi gelombang maksimum 40-90 cm (Tabel 2). Menurut Dishidros TNI AL (1988) dalam BPPT-PSL UNILA (1989), gelombang di Teluk Ratai merupakan gelombang campuran antara gelombang yang disebabkan oleh angin dan alun yang datang dari Selat Sunda. Gelombang yang merambat masuk Teluk Ratai datang terutama dari arah tenggara. Tinggi gelombang rata-rata berkisar antara 15-40 cm dengan periode antara 4-11 detik.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
4
Tabel 2. Kondisi gelombang di sekitar perairan antara P. Maitem dan P. Kelagian ARAH GELOMBANG BULAN
Dominan
Kisaran
TINGGI MAKS (cm)
TINGGI RATA- PERIODE RATA (detik) (cm)
BULAN
ARAH GELOMBANG Dominan Kisaran
TINGGI MAKS (cm)
TINGGI RATA- PERIODE RATA (detik) (cm))
Januari
T
BD-TL-T
50
15-25
8-9
Juli
TG
T-TG-S
70
20-40
6-7
Februari
TG
T-TG-S
40
20-30
6-7
Agustus
TG
T-TG-S
70
20-50
6-7
Maret
TG
TG-S-BD
52
15-35
8-9
September
STG
T-TG-S
90
30-50
5-7
April
BD
BD-U-TL
60
25-40
8-9
Oktober
STG
TG-S-BD
80
40-60
10-11
Mei
BD
BD-B-BL
56
25-35
10-11
November
SBD
S-BD-B
80
40-65
10-11
Juni
STG
T-TG-S
90
40-65
4-7
Desember
BL
B-BL-U
50
15-25
6-7
Sumber. Dishidros TNI AL (1989) Keterangan: U=utara, B=barat, TG--tenggara, S=selatan, BD=baratdaya, T=timur, TL=timurlaut, BL=baratlaut, STG=selatan tenggara, SBD=selatan baratdaya
C) Fisik-Kimia Perairan Penelitian mengenai kondisi fisik-kimia perairan Teluk Lampung sudah banyak dilakukan, namun demikian tidak tersedia data yang bersifat time series (runtun waktu). Data kualitas air yang bersifat time series ini lebih bermanfaat dan dapat digunakan untuk kepentingan pengelolaan perairan pesisir jika dibandingkan dengan hasil pengukuran yang bersifat insidentil (sesaat). Pengukuran kualitas air yang dilakukan oleh Balai Budidaya Laut (BBL) sudah menunjukkan data yang bersifat time series, karena pengukuran dilakukan secara rutin setiap bulan. Data tersebut diperoleh berdasarkan pengukuran kualitas perairan Teluk Hurun (Tabel 3). Data ini dapat mewakili kondisi perairan pesisir di Kecamatan Padang Cermin. Berdasarkan data kualitas air pada Tabel 3, diketahui bahwa nilai tersebut masih dalam batas yang wajar untuk mendukung kegiatan budidaya laut. Teluk Hurun hingga saat ini telah dimanfaatkan dengan baik untuk budidaya tiram mutiara oleh PT Hikari dan juga pengembangan budidaya laut oleh BBL dalam skala terbatas sebagai sarana penelitian. Di beberapa tempat, seperti di dekat pemukiman nelayan, tambak, dan PPI Lempasing, kemungkinan nilai pengukuran beberapa parameter kualitas air akan berbeda.
Hasil
pengukuran air limbah yang berasal dari buangan tempat pelelangan ikan di PPI Lempasing pada Oktober 2004. menunjukkan bahwa nilai BOD5 5340 ppm, COD 10600 ppm, dan NH3 4590 ppm. Limbah tersebut langsung dibuang ke laut tanpa adanya pengolah terlebih dahulu, sehingga diduga kuat dapat menimbulkan pencemaran dan menurunkan kualitas air. Demikian Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
5
juga halnya di perairan pantai yang letaknya berdekatan dengan lokasi tambak udang yang membuang limbahnya langsung ke laut akan menunjukkan kandungan bahan organik (BOD) dan nitrat yang tinggi. Tabel 3. Data Kualitas Air di Teluk Hurun 2003 SaliKecenitas rahan (‰) (m) Januari 29.75 31.00 4.01 Februari 30.80 30.25 3.13 Maret 29.50 31.25 4.10 April 29.75 31.25 3.68 Mei 30.40 31.00 2.78 Juni 30.30 31.25 3.68 Juli 29.97 32.50 2.50 Agustus 29.03 32.00 2.80 September 29.40 31.00 3.60 Oktober 29.43 31.50 4.51 November 29.75 31.25 3.96 Desember 29.90 30.50 4.00 Alami Alami >3 Nilai Baku (±10%) Sumber Data: Balai Budidaya Laut (2004) BULAN
Suhu (°C)
pH
Nitrat (ppm)
7.99 7.55 7.53 7.72 7.98 7.66 7.52 7.47 7.77 7.53 7.69 7.40 6.8-8.5
0.0408 0.0338 0.0210 0.0354 0.0350 0.0330 0.0210 0.0310 0.0311 0.0941 0.0575 0.0575 ---
Orto Phosfat (ppm) 0.0242 0.0114 0.0052 0.0271 0.0003 0.0240 0.2210 0.0215 0.0275 0.0549 0.0840 0.0500 ----
Kesadahan (ppm) 13.50 16.00 14.35 12.64 9.67 26.35 27.73 29.10 28.95 27.40 30.80 20.75 ---
DO (ppm) 5.52 4.90 5.46 5.12 4.81 5.12 5.20 5.69 5.11 6.06 6.12 6.15 >4
D) Biologi Perairan Mangrove Penyebaran mangrove di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin terdapat pada kawasan di pinggir pantai sepanjang Desa Sukajaya Lempasing, Hurun, Hanura, Sidodadi, Gebang, Durian, Padang Cermin, dan Sanggi dengan kondisi yang bervariasi. Pada umumnya kondisi mangrove di pesisir Kecamatan Padang Cermin tidak dalam keadaan yang baik, bahkan banyak yang telah dikonversi menjadi areal pertambakan, pemukiman, maupun tempat wisata. Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (2000) diketahui bahwa struktur mangrove di Desa Sukajaya Lempasing (pada koordinat 05°29,06’ LS dan 105°17,59’ BT) terdapat 10 jenis mangrove dengan tinggi antara 4-10 m, diameter batang 2-50 cm, kepadatan 200-400 ind/ha, panjang kawasan 25 ha dengan ketebalan 50 m yang didominasi oleh jenis Avicennia alba . Jenis lainnya yang dijumpai adalah: Avicennia alba, Sonneratia alba, Hibiscus tiliaceus, Acrostochum aureum, Achanthus illiofolius, Achanthus ebracteatus, Lumnitzera racemosa, Bruguiera cylindrica, dan Bruguiera parviflora. Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
6
Struktur mangrove di Pantai Ringgung (Desa Sidodadi) yang diamati pada koordinat 05°34,45’ LS dan 105°15,11’ BT menunjukkan bahwa terdapat 3 jenis mangrove, yaitu: Rhizopora apiculata, Rhizopora mucronata, dan Rhizopora stylosa. Jenis yang dominan adalah Rhizopora apiculata. Panjang kawasan mencapai 100 m dengan ketebalan antara 20-30 m dan kepadatan 300-900 ind/ha. Mangrove yang diamati memiliki tinggi antara 4-6 m dengan diameter batang bervariasi, yaitu antara 2-10 cm. Hasil penelitian CRMP (1998) terhadap mangrove yang terdapat di sepanjang pantai Kecamatan Padang Cermin, yaitu di Desa Durian dan Desa Sidodadi, menunjukkan bahwa mangrove yang mendominasi adalah Rhizopora mucronata. Di Desa Durian pada koordinat 05°36,14’ LS dan 105°35,53’ BT kepadatan mangrove mencapai 363 ind/ha dengan panjang kawasan 3000 m dan lebar antara 1000-1500 m. Kondisi mangrove di Desa Sidodadi masih lebih baik jika dibandingkan dengan Desa Durian.
Pada koordinat 05°32,36’ LS dan
105°14,47’ BT diketahui bahwa kepadatan mangrove mencapai 900 ind/ha pada kawasan sepanjang 800 m dengan lebar mencapai 4000 m. Menurut CRMP (1998), penurunan kawasan mangrove di sekitar Teluk Lampung, termasuk di pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada, terjadi secara besar-besaran sejak tahun 1990-an yang diakibatkan karena kawasan tersebut dikonversi menjadi lahan tambak dan tempat wisata; sedangkan batang mangrove yang ditebang digunakan sebagai kayu bakar, dibiarkan membusuk serta dibuat pagar. Terumbu Karang Kondisi terumbu karang di perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin, seperti halnya di perairan lainnya di Lampung, didominasi oleh jenis fringing reef. Menurut Nontji (1987) tipe fringing reef merupakan tipe terumbu karang tepi yang terdapat di sepanjang perairan pantai dan hampir tidak dijumpai pada daerah pesisir yang banyak sungai besarnya. Berdasarkan publikasi Pemerintah Propinsi Lampung (2002), diketahui bahwa terumbu karang di Lampung dengan tipe fringing reef memiliki luasan relatif 20-60 meter. Pertumbuhan karang terhenti pada kedalaman 10-17 meter. Di bawah kedalaman itu terdapat lumpur atau hamparan pasir. Dari hasil survei CRMP (1998) diketahui pula bahwa di Kawasan Teluk Lampung penutupan karang batu cukup besar, yaitu mencapai 75%.
Di sepanjang pantai pesisir
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
7
Kecamatan Padang Cermin juga ditemukan penutupan karang batu yang cukup luas. Hal ini terlihat di beberapa pantai, seperti di Pantai Lempasing, Hanura, Pantai Ringgung, Pantai Ketapang, Pantai Sabu, Padang Cermin dan Pantai Sanggi. Di sekitar pulau-pulau kecil di Kecamatan Padang Cermin tingkat penutupan terumbu karang menunjukkan adanya perbedaan jenis dan pesentase penutupan yang bervariasi. Hasil penelitian CRMP (1998) berdasarkan metode line intercept transect (LIT), diketahui bahwa di beberapa pulau kecil di Kecamatan Padang Cermin persentase penutupan dan jenis terumbu karang adalah sebagai berikut: • Pulau Tegal: Keadaan terumbu karang yang terdapat pada kedalaman 3 meter tergolong baik dengan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral sebesar 63.3%; sedangkan pada kedalaman 10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral mencapai 51.77% (tergolong sedang). • Pulau Kelagian: Pada kedalaman 3 meter keadaan terumbu karang tergolong baik dengan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral mencapai 60.74%; sedangkan pada kedalaman 10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral tergolong sedang dengan persentase penutupan 51.77%. • Pulau Tangkil: Keadaan terumbu karang yang dijumpai pada kedalaman 3 meter tergolong sangat baik dengan persentase penutupan karang hidup hard coral dan soft coral mencapai 76.39%. Demikian juga pada kedalaman 10 meter keadaan penutupan karang hidup hard coral dan soft coral tergolong sangat baik dengan persentase penutupan 76.61%. Padang Lamun Padang lamun yang terdapat di perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin sangat beragam jenisnya dengan kondisi penutupan lamun yang bervariasi tergantung pada letak, tipe dan substrat perairannya.
Jenis-jenis lamun yang tumbuh di pesisir tersebut antara lain:
Enhalus acoroides, Halodule pinifolia, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan Cyamodocea rotundata.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
8
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi (2000), di ketahui bahwa kondisi padang lamun di Pulau Tangkil dan Pulau Tegal (Kecamatan Padang Cermin) adalah sebagai berikut: • Pulau Tangkil: Padang lamun tumbuh pada perairan pantai barat dan pantai timur Pulau Tangkil. Di pantai barat padang lamun mulai tumbuh sekitar 8 m dari garis pantai dengan jenis yang dominan adalah Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia,
dengan persentase
penutupan masing-masing sebesar 25% dan 15%. Pada jarak 16 m dari garis pantai jenis yang dominan adalah Thalassia hemprichii, Cyamodocea rotundata dan Enhalus acoroides dengan persentase penutupan masing-masing sebesar 10%, 10%, dan 20%. Pada jarak 40 m dan 75 m Enhalus acoroides semakin padat dengan persentase penutupan sebesar 40%. Di pantai timur Pulau Tangkil padang lamun mulai tampak pada jarak 3 m dari pantai dengan jenis yang dominan Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia dengan persentase penutupan mencapai 60%. Pada jarak 15 m sampai 50 m dari pantai, jenis yang dominan adalah
Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, dan Cyamodocea
rotundata. • Pulau Tegal: Padang lamun tumbuh di pantai barat dan pantai timur Pulau Tegal. Di pantai barat padang lamun yang mulai tumbuh sekitar 30 m dari garis pantai dengan jenis yang dominan adalah Enhalus acoroides Halodule pinifolia, dan Halophila ovalis dengan persentase penutupan sebesar 30%. Pada jarak 60 m dari garis pantai jenis yang dominan adalah Enhalus acoroides dengan persentase penutupan masing-masing sebesar 60%. Di pantai timur Pulau Tegal padang lamun hanya tampak pada pada luasan yang sempit dan jarang dengan jenis yang dominan Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii. Penurunan penutupan persentase padang lamun menurut kedalaman ini disebabkan substrat yang bertipe karbonat dengan sedimen agak tebal yang terdiri dari pasir putih kasar bercampur dengan lumpur dan karang mati berbentuk rubble.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan Punduh Pidada, Lampung Selatan
9
Ikan dan Biota Laut Lainnya Perairan pesisir di sekitar Kecamatan Padang Cermin memiliki sumberdaya ikan yang cukup besar. Hal ini dimungkinkan karena secara fisik perairan tersebut memiliki arus yang tidak terlalu kuat dan batimetri perairan yang relatif dangkal (<30 m). Di beberapa tempat, terutama di pulau-pulau kecil, kondisi terumbu karang, mangrove dan padang lamun masih cukup terjaga, sehingga ekosistem tersebut dapat menunjang keberlangsungan sumberdaya ikan yang ada. Berdasarkan hasil survei BPPT-PSL UNILA (1989), diketahui bahwa di sekitar perairan laut di Kecamatan Padang Cermin, terutama di kawasan perairan kawasan Lantama TNI AL, dijumpai banyak jenis ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi di pasar, seperti: teri (Stolephorus commersonii), kakap merah (Lates calcarifer), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus commersonii), tenggiri papan (Scomberomorus guttatus), kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), kembung perempuan (Rastrelliger neglectus), kerapu (Epinephelus merra), kerapu lumpur (Epinephelus tauvina), selar (Selaroides leptolepis), bawal putih (Pampus argenteus), bawal hitam (Formio niger), tongkol (Auxis thazard), dan tongkol (Euthynus affinis). 3.2 Nilai Strategis Lokasi Studi Beberapa desa di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada memiliki nilai yang strategis dan penting dalam hal pengelolaan wilayah pesisir dan pengembangan mina bahari, antara lain dapat dilihat dari berbagai kegiatan yang ada, yaitu:. •
Terdapat Balai Budidaya Laut (BBL) di Desa Hanura yang merupakan sentra pengembangan budidaya laut di bawah Departemen Perikanan dan Kelautan. Saat ini BBL telah berhasil mengembangkan berbagai jenis komoditas perikanan ekonomis penting, seperti: kerapu macan, kerapu bebek, kakap putih, tiram mutiara, teripang pasir, kuda laut, rumput laut, dan lain-lain.
•
Terdapat areal pengembangan pertambakan untuk budidaya udang di sepanjang pantai Desa Hurun, Hanura, Sidodadi, Gebang, Sanggi, Bawang,
•
Terdapat areal budidaya kerang mutiara yang dilakukan oleh PMA Jepang, PT Hikari, yang terletak di Teluk Hurun dan merupakan wilayah Desa Hurun, serta PT Kyoko Shinju di Tanjung Putus dan perairan Pulau Legundi.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 10 Punduh Pidada, Lampung Selatan
•
Di Ketapang (Desa Gebang) terdapat dermaga penyeberangan yang dapat digunakan untuk jalur transportasi laut menuju ke Pulau Puhawang dan Tanjung Putus yang saat ini sedang dikembangkan sebagai sentra budidaya ikan kerapu sistem KJA.
•
Terdapat beberapa lokasi yang dikembangkan untuk sarana pariwisata bahari, seperti di Pantai Ringgung (Desa Sidodadi), Ketapang (Desa Gebang), Sabu, Sanggi, Tanjung Putus, Pulau Puhawang, dan Pulau Tegal.
•
Di Desa Durian, Sidodadi, dan Pulau Puhawang terdapat sumber bibit dan pembibitan mangrove yang biasa digunakan untuk keperluan penghijauan kawasan pantai. Selain desa-desa pesisir yang telah berkembang dalam hal pengelolaan wilayah laut dan
mina bahari tersebut, terdapat pula desa-desa lainnya yang menghasilkan produk pertanian dan perkebunan, seperti persawahan padi yang cukup luas di sekitar Desa Padang Cermin, Hanauberak, Sanggi, dan Margodadi. Desa-desa di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada juga dikenal dengan hasil perkebunannya, seperti kelapa, tangkil (melinjo), duku, durian, coklat, pisang, dan lain-lain. 3.3 Isu Pengembangan Wilayah Pesisir Berdasarkan hasil survei diketahui terdapat beberapa permasalahan yang terjadi di sekitar desa-desa pesisir di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada. Hasil survei tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil survei yang telah dilakukan oleh Pemda Propinsi Lampung (2002). Beberapa permasalahan tersebut adalah: A) Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) Rendahnya kualitas SDM di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin tidak hanya terjadi pada masyarakat pesisir saja, tapi juga terjadi pada pada SDM desa non pesisir. Rendahnya kualitas SDM tersebut serta hubungannnya dengan rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, baik pendidikan formal maupun informal. Berdasarkan data Statistik Kecamatan Padang Cermin tahun 2003, diketahui bahwa mayoritas penduduk di kecamatan tersebut tidak/belum tamat SD (40.25%); selebihnya adalah tamat SD (27.76%), tamat SLTP (11.15%), tamat SLTA (6.14%). Jumlah penduduk yang menamatkan pendidikan selepas SLTA, baik jenjang DI/II, DIII, ataupun sarjana, sangat sedikit, yaitu sekitar 0.73%.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 11 Punduh Pidada, Lampung Selatan
Gambaran kondisi kualitas SDM di Kecamatan Punduh Pidada juga tidak berbeda jauh dengan Kecamatan Padang Cermin, dimana umumnya penduduk tidak/belum tamat SD dan hanya sebagian kecil yang tamat SLTP dan SLTA. B) Rendahnya Penaatan dan Penegakan Hukum Rendahnya penaatan dan penegakan hukum tidak terlepas dari rendahnya kualitas sumberdaya manusia, baik di kalangan masyarakat maupun aparat penegak hukum. Hal ini antara lain tercermin dari sikap dan pengetahuan masyarakat tentang hukum yang masih rendah, khususnya yang berhubungan langsung UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup. Beberapa kegiatan masyarakat di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada yang masih mencerminkan rendahnya penaatan dan penegakan hukum dapat terlihat dari adanya pencemaran dan perusakan lingkungan, seperti penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan, pengambilan terumbu karang, dan lain-lain (Bagian D dan E). C. Belum Adanya Penataan Ruang Wilayah Pesisir Penyusunan rencana tata ruang yang telah dilakukan selama ini belum mengintegrasikan wilayah pesisir, baik RTRW Propinsi Lampung maupun RTRW Kabupaten Lampung Selatan. Dalam kenyataannya, pelaksanaan pemanfaatan tata ruang di wilayah pesisir telah banyak terjadi pelanggaran, misalnya pendirian bangunan atau pengusahaan tambak di sempadan pantai yang menyebabkan rusaknya hutan mangrove di jalur hijau (green belt ). Kondisi tersebut ditunjang oleh belum adanya peraturan yang mendukung secara tegas upaya penataan ruang wilayah dan merupakan salah satu pemicu terjadinya konflik kepentingan berkepanjangan. D. Degradasi Habitat Wilayah Pesisir Habitat penting di sepanjang pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada meliputi mangrove, terumbu karang, padang lamun, pantai berpasir dan hutan pantai. Degradasi habitat wilayah pesisir disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
rendahnya
penataan dan penegakan hukum, eksploitasi pragmatif dari potensi kekayaan yang terkandung di dalam habitat tersebut, kebutuhan lahan pemukiman, kesalahan prosedur dalam aktivitas Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 12 Punduh Pidada, Lampung Selatan
penangkapan ikan yang merusak. Beberapa kegiatan masyarakat yang dapat dikategorikan sebagai perusakan lingkungan, antara lain terlihat dari berbagai aktivitas, seperti: • Penggunaan bom dan racun sianida untuk menangkap ikan • Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan • Pengambilan anemon untuk dijual sebagai hiasan akuarium laut. • Pengalihan kawasan mangrove untuk tambak udang (Desa Sidodadi, Hurun, Hanura, Gebang, Sukajaya Lempasing, Durian, Bawang). • Konversi kawasan hutan menjadi ladang atau perkebunan pada lahan dengan tingkat kecuraman yang berpotensi menimbulkan longsor dan banjir. • Penggalian tanah daratan (bukit) untuk menimbun tambak udang, sehingga menyebabkan kerusakan pada lahan daratan dan rawan longsor (antara lain terdapat di Desa Sidodadi). E. Pencemaran Wilayah Pesisir Wilayah pesisir merupakan tempat terakumulasinya segala macam limbah yang dibawa melalui aliran air baik limbah cair maupun padat. Sampah sering ditemukan sepanjang pantai dan pemukiman kumuh yang bersanitasi buruk. Beberapa aktivitas masyarakat yang berpotensi dan telah menimbulkan pencemaran antara lain: • Terjadinya pencemaran laut yang disebabkan oleh aktivitas tambak udang. Limbah yang berasal dari tambak udang dapat berupa bahan organik yang berasal dari sisa pakan ataupun hasil metabolisme udang mengandung unsur nitrogen yang tinggi, sehingga dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi; sedangkan bahan-bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan budidaya udang (seperti antibiotik, pestisida, kapur, klorin, ataupun saponin) jika dibuang langsung ke perairan pantai, maka dapat menyebabkan keseimbangan ekosistem pantai terganggu. • Pencemaran yang berasal dari limbah domestik (rumah tangga) yang dibuang ke laut dapat meningkatkan kadar bahan organik dan sampah plastik. Hal ini banyak dijumpai di sekitar Desa Sukajaya Lempasing, Ketapang (Desa Durian), dan Sidodadi. • Aktivitas di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Desa Sukajaya Lempasing ataupun Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) di desa-desa lainnya di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada yang telah menimbulkan pencemaran bahan organik dari Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 13 Punduh Pidada, Lampung Selatan
pencucian ikan ataupun pencemaran yang berupa minyak yang berasal dari kapalkapal bermotor yang sandar. F. Potensi dan Obyek Wisata Bahari Belum Dikembangkan Secara Optimal Wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada memiliki banyak objek wisata yang cukup potensial, seperti di Pantai Ringgung (Desa Sidodadi), Desa Sukajaya Lempasing, Teluk Hurun, Ketapang (Desa Durian), Sabu, dan Tanjung Putus. Demikian juga dengan pantai di pulau-pulau kecil, seperti Gugusan Pulau Legundi, Pulau Tegal, dan Pulau Puhawang. Hingga saat ini kawasan wisata tersebut belum dikelola secara optimal dan terkesan dikembangkan apa adanya dengan fasilitas yang minim. Pengembangan wisata bahari tidak hanya tergantung dari faktor sumberdaya alam saja, tetapi perlu memperhitungkan faktor lain yang tidak kalah pentingnya seperti penyediaan fasilitas, aksesibilitas, keamanan dan sikap masyarakat sekitarnya dalam menerima kedatangan pengunjung. G. Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Budidaya Belum Optimal Salah satu permasalahan yang menonjol di perairan Teluk Lampung dalam kegiatan perikanan tangkap adalah semakin berkurangnya areal penangkapan. Hal ini juga terjadi di sekitar perairan pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada
Penyebab
berkurangnya areal penangkapan ikan tersebut antara lain karena adanya alokasi ekslusif perairan untuk usaha budidaya kerang mutiara (di perairan laut sekitar Desa Hurun dan Tanjung Putus) dan adanya kawasan TNI AL. Namun demikian, menurut Pemerintah Propinsi Lampung (2002) pengawasan yang ketat akibat alokasi ekslusif untuk budidaya mutiara dan TNI AL dapat menyelamatkan terumbu karang dari kehancuran akibat pemboman ikan dan penggunaan racun potas. Terumbu Karang yang masih baik ini mendukung pertambahan populasi ikan di perairan tersebut. Usaha budidaya perikanan di wilayah pesisir Kecamatan Padang Cermin yang telah berkembang pesat adalah tambak udang yang dioperasikan dalam skala semi intensif dan tradisional. Umumnya pemilik tambak udang yang dioperasikan secara semi intensif adalah pengusaha yang tinggal di Kota Bandar Lampung, dan bukan masyarakat setempat. Budidaya tiram mutiara telah berkembang dengan baik di Teluk Hurun (Desa Hurun), Tanjung Putus, dan Pulau Legundi. Budidaya tiram mutiara ini dilakukan oleh PMA Jepang, yaitu PT Hikari dan PT Kyoko Shinju, dan banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 14 Punduh Pidada, Lampung Selatan
sekitarnya. Sayangnya, sampai saat ini tidak ada pengusaha lokal yang mengembangkan usaha budidaya tiram mutiara karena keterbatasan tingkat pengetahuan dan teknologi yang belum dikuasai sepenuhnya. Budidaya rumput laut juga telah berkembang dengan baik di sekitar perairan pantai Ringgung (Desa Sidodadi), Ketapang (Desa Durian), Pulau Tegal, Bawang, Tanjung Putus, dan Sukajaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat dengan sistem rakit.
Perkembangan
budidaya rumput laut ini tidak terlepas dari peran Balai Budidaya Laut (BBL).
Namun
demikian, saat ini masyarakat tidak begitu antusias melakukan budidaya rumput laut dikarenakan harga jual yang rendah. Budidaya ikan kerapu sistem keramba jaring apung (KJA) oleh beberapa pengusaha dan masyarakat telah dilakukan sejak tahun 2001 di
perairan pantai Ringgung, Pulau Tegal,
Tanjung Putus, Pulau Puhawang, Pulau Balak, dan Pulau Legundi yang melibatkan BBL, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Universitas Lampung. Beberapa kendala yang dihadapi dalam budidaya ikan kerapu antara lain survival rate (SR) yang rendah akibat serangan penyakit. Diduga menurunnya kualitas air di sekitar lokasi budidaya tersebut akibat limbah yang berasal dari tambak udang turut berperan menyebabkan kematian pada ikan kerapu yang dipelihara. H.
Rawan Longsor dan Banjir Beberapa desa di Kecamatan Padang Cermin, seperti
Gebang, Durian, Sanggi dan
Padang Cermin rawan banjir dan longsor. Banjir hampir dialami setiap tahun, terutama jika curah hujan cukup tinggi.
Bencana alam ini disebabkan aktivitas penduduk yang telah
mengkonversi daerah hutan dan perbukitan menjadi areal pertanian yang luas. Di beberapa tempat dapat dijumpai lahan pertanian yang berada pada lereng dengan kecuraman yang cukup berbahaya dan potensial untuk menimbulkan tanah longsor. Pada tahun 1986 terjadi banjir yang cukup besar.
Sungai-sungai yang berpotensi
menimbulkan banjir antara lain adalah Way Sabu (Desa Gebang) dan Way Ratai. Akibat rusaknya kawasan hutan di bagian hulu menyebabkan air melimpah pada kedua sungai tersebut saat curah hujan tinggi. Aliran air akan terhambat menuju pelimpasan di muara sungai jika terjadi pasang laut, sehingga terjadi banjir yang menggenangi daerah yang dilalui oleh sungai
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 15 Punduh Pidada, Lampung Selatan
tersebut. Daerah yang mengalami genangan air yang cukup tinggi saat meluapnya air sungai Way Ratai adalah Desa Padang Cermin. I. Berkurangnya Lahan Akibat Pengembangan Lantama TNI AL Rencana pengembangan Lantama TNI AL telah membebaskan sejumlah lahan yang cukup potensial untuk kegiatan pertanian di daerah pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada. Selain itu, di beberapa daerah perairan laut juga terdapat kawasan terbatas yang menyebabkan berkurangnya areal mencari ikan bagi nelayan setempat. Menurut
BPPT-PSL UNILA (1991),
kawasan militer yang terdapat di Kecamatan
Padang Cermin mencapai luas wilayah 22.631 ha, yang terdiri dari kawasan inti sampai dengan buffer zone seluas 7.429 ha dan 14.270 ha berupa kawasan lindung di sepanjang pantai Padang Cermin dari Desa Batu Menyan hingga Desa Pidada.
Koordinat geografis lokasi
pengembangan Lantama TNI AL ini terletak pada posisi 05°34’22’’ LS dan 105°12’10’’ BT. Kawasan ini sebagian besar adalah daerah perbukitan dengan ketinggian antara 150-600 m. Daerah datar pada umumnya terletak di sekitar muara sungai-sungai besar yang melintasi kawasan lantama, yaitu Way Sabu dan Way Ratai. Desa-desa yang termasuk dalam kawasan ini adalah: Desa Puhawang, Hanura, Maja, Penyandingan, Banding Agung, Sukajaya Pedada, Rusaba, Kota Jawa, Baturaja, Paya, Tambangan, Hanau Berak, dan Desa Banjarsari. 4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Karakteristik biofisik perairan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada sangat bervariasi, dan pada umumnya memiliki potensi untuk pengembangan kegiatan perikanan, pariwisata bahari, ataupun sektor kelautan lainnya. Di beberapa lokasi kondisi biofisik perairan masih dalam keadaan baik, sedangkan di tempat lainnya mengalami degradasi. Beberapa permasalahan yang menjadi isu pokok dalam pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada adalah: rendahnya kualitas sumberdaya manusia, rendahnya penaatan dan penegakan hukum, belum adanya penataan ruang wilayah pesisir, degradasi habitat, pencemaran wilayah pesisir, rawan longsor dan banjir, potensi
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 16 Punduh Pidada, Lampung Selatan
perikanan dan pariwisata bahari belum dikembangkan secara optimal, dan berkurangnya lahan akibat pengembangan Lantama TNI AL. 4.2 Saran Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan kawasan pesisir Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pidada sebaiknya pemerintah daerah, terutama Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan, dapat menyusun program pembangunan yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan kondisi biofisik
pesisir setempat serta memprioritaskan penangangan
untuk mengatasi masalah-masalah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA BPPT-PSL UNILA. 1989. Studi Amdal di Kawasan Pangkalan Utama TNI AL Teluk Ratai dan Daerah Sekitarnya. Proyek Perencanaan Lantama TNI AL Teluk Ratai. Jakarta. CRMP. 1998. Status Mangrove dan Terumbu Karang di Lampung. Publication. Tec. Report TE-99/11-I. CRC-URI. Jakarta.
Proyek Pesisir
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan. 1999. Kabupaten Lampung Selatan Dalam Angka Tahun 1999. Kalianda. Pemerintah Propinsi Lampung. 2002. Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Cetakan ke-2. Bekerjasama dengan Proyek Pesisir PKSPL IPB. Bandar Lampung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi. 2000. Hasil Pelaksanaan Pekerjaan Kerjasama Penelitian Terpadu Tentang Ekspedisi Teluk Lampung. P3O LIPI. Jakarta. Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Indra Gumay Yudha: Karakteristik biofisik dan permasalahan pengembangan wilayah pesisir di Kec. Padang Cermin dan 17 Punduh Pidada, Lampung Selatan