POTENSI EKONOMI WILAYAH PESISIR KABUPATEN TULANG BAWANG Oleh: Indra Gumay Yudha, M.Si (Staf Pengajar PS Budidaya Perairan, Fak. Pertanian, Univ. Lampung) Email:
[email protected]
1. PROFIL WILAYAH PESISIR TULANG BAWANG 1.1 Gambaran Umum Wilayah pesisir didefinisikan sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, ke arah darat adalah daerah daratan yang masih dipengaruhi oleh fenomena yang terjadi di lautan seperti pasang surut, abrasi, intrusi air laut, dan lain-lain; sedangkan ke arah laut adalah wilayah laut yang masih dipengaruhi oleh aktivitas yang terjadi di daratan. Wilayah pesisir dan lautan di masa lalu kurang mendapat perhatian oleh pemerintah.
Pemerintah pada saat itu lebih menitikberatkan
pembangunan di sektor pertanian yang mengarah pada terciptanya swasembada pangan. Hal ini dapat dilihat dari minimnya sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh pemerintah di wilayah pesisir bila dibandingan dengan kawasan ataupun sektor lainnya, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan menjadikan masyarakat pesisir hidup dalam kondisi yang memprihatinkan. Akibat minimnya perhatian pemerintah saat itu terhadap pembangunan pesisir dan laut menyebabkan pengelolaan wilayah tersebut menjadi semakin tidak menentu. Menurut Dahuri (2000), gambaran atau potret pembangunan pesisir dan laut di masa lalu adalah sebagai berikut: •
Pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan pada umumnya bersifat ekstraktif, tidak berkelanjutan dan hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk.
•
Menciptakan ekonomi dualistik dimana terjadi kesenjangan yang lebar antara kelompok pengusaha kecil (tradisional) dengan pengusaha besar.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
1
•
Kawasan pesisir dan laut dianggap sebagai “keranjang sampah” dari berbagai jenis limbah dan sedimen yang berasal dari kegiatan di darat.
•
Konflik (egoisme) sektoral, dimana sektor-sektor yang dapat menghasilkan cash money jangka pendek dan tidak memerlukan kualitas lingkungan yang tinggi.
•
Terjadi ketidakseimbangan tingkat pemanfaatan dan kerusakan lingkungan antar wilayah.
Wilayah pesisir di Kabupaten Tulang Bawang merupakan bagian dari pantai timur Lampung yang saat ini kondisinya memprihatinkan. Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pengembangan tambak udang terjadi di hampir seluruh wilayah tersebut. Alih fungsi lahan yang pada mulanya berupa hutan mangrove menjadi tambak udang secara tidak terkontrol telah menimbulkan peningkatan abrasi pantai, penurunan produksi perikanan akibat hilangnya fungsi mangrove sebagai habitat, tempat mencari makan, dan tempat pembesaran ikan dan biota laut lainnya, serta masalah-masalah lingkungan lainnya. Gambaran ini dapat dilihat di wilayah pesisir Kabupaten Tulang Bawang yang berada di sekitar Kecamatan Dente Teladas dan Rawajitu Timur. Sebagian besar penduduk desa yang berada di wilayah pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan dan petambak.
Kondisi hutan mangrove yang
terdapat di desa-desa tersebut pada umumnya sudah rusak karena telah dialihfungsikan menjadi areal pertambakan. Ketebalan hutan mangrove dari tepi pantai rata-rata paling jauh hanya 25 meter, mulai dari muara Way Seputih hingga muara sungai Tulang Bawang. Hanya sebagian kecil hutan mangrove, lebih kurang 1 km, yang terletak di bagian utara muara sungai Tulang Bawang yang masih mempunyai ketebalan hingga 100 m. Itupun sudah mulai terancam keberadaannya karena di bagian belakangnya sudah rusak digunakan sebagai tambak. Tambak-tambak tersebut mulai batas tanaman mangrove hingga beberapa kilometer ke dalam. Sistem tambak yang ada di wilayah tersebut umumnya menggunakan sistem tambak yang diadopsi dari Pati (Jawa Tengah), yaitu dengan membersihkan areal tambak dari pohon-pohon mangrove, sehingga sistem ini dianggap sebagai sistem 2 Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
yang mengancam keberadaan hutan mangrove. Para petambak yang mengadopsi sistem ini mengganggap hutan mangrove mengganggu
tambak, karena:
menghalangi angin yang digunakan untuk sirkulasi udara alami, menyusahkan pada waktu panen karena terganggu akar-akar tanaman mangrove, luasan tambak menjadi berkurang, udang tidak dapat ke tengah atau menyebar, dan menjadi tempat berkumpulnya hama tambak, seperti biawak, ular, dan lingsang/berang-berang. Pentingnya keberadaan hutan mangrove sebenarnya sudah diketahui oleh masyarakat petambak. Hal ini karena penyuluhan dan sosialisasi tentang hutan mangrove sering dilakukan oleh aparat instansi terkait, baik dari kabupaten maupun dari provinsi. Mereka umumnya sudah mengetahui bahwa hutan mangrove tidak boleh ditebang sepanjang 200m sebagai jalur hijau di tepi pantai. Meskipun demikian selalu saja ada orang yang melanggar ketentuan tersebut untuk membuat tambak. Dari hasil pengamatan di sekitar Sungai Burung (Kecamatan Dente Teladas) diperoleh data berupa Kerapatan Relatif, Frekuensi Relatif, Dominansi Relatif, dan Indeks Nilai Penting (INP) untuk fase pohon dan fase pancang, sedangkan vegetasi pada fase tiang tidak ditemukan pada petak contoh. Pada fase pohon, jenis pohon yang menyusun hutan mangrove yang ditemui hanya 3 jenis dengan INP terttinggi dimiliki oleh pohon Avicennia marina sebesar 205, 54 %, disusul oleh Rhizopora apiculata sebesar 75,84 %, sedangkan yang terkecil adalah jenis Sonneratia alba sebesar 18,62 %.
Pada fase pancang, jenis Avicennia marina
juga memiliki nilai INP tertinggi yaitu sebesar 201,05 %, disusul jenis Rhizopora apiculata sebesar 82,44 %, dan yang terkecil adalah Sonneratia alba sebesar 16,52 %. Pada fase semai, jenis Avicennia marina tetap mendominasi dengan jumlah sebanyak 6 buah, disusul Rhizopora apiculata sebanyak 4 buah, dan yang paling sedikit adalah jenis Sonneratia alba sebanyak 1. Dari hasil analisis vegetasi dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove yang ada di plot sampel dan sekitarnya terdiri dari 3 jenis saja. Ini berarti bahwa jenis vegetasi yang menyusun hutan mangrove tersebut sangat sedikit jenisnya. Upaya pangkayaan jenis yang disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada harus segera dilakukan. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
3
1.2 Penggunaan dan Produktifitas Lahan di Wilayah Pesisir Penggunaan dan pemanfaatan sumberdaya lahan yang optimal sesuai dengan daya dukungnya akan dapat dilakukan apabila tersedia informasi yang cukup mengenai data karakteristik dan kualitas lahan di masing-masing wilayah yang bersangkutan.
Untuk melakukan evaluasi lahan mutlak diperlukan data yang
berhubungan dengan sifat-sifat lahan yang ada (land characteristics/land qualities) serta persyaratan penggunaan lahan tertentu (land use requirements). Vegetasi dan penggunaan lahan utama di daerah pantai timur berupa hutan mangrove, tambak rakyat, kebun kelapa dan pemukiman. mangrove di sepanjang pantai
Kondisi hutan
timur secara umum telah rusak dan sangat
memprihatinkan, hal ini disebabkan oleh alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Berdasarkan Peta Satuan Lahan dan Tanah Lembar Menggala dan Lembar Tanjungkarang (LREPP, 1989), tanah-tanah di sepanjang Pantai Timur dapat dikelompokkan ke dalam grup marin. Tanah-tanah marin ini terdapat di daerah dataran rendah yang memanjang dari utara ke selatan yang sebagian besar daerahnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut. ketinggian
Daerah ini mempunyai
0-25 m dari permukaan laut, yang berupa dataran pasang surut
berlumpur yang diselingi oleh beting-beting pasir pantai (beach ridges) dan cekungan-cekungan antar beting (swales). Jenis tanah utama di daerah ini adalah hydraquents, sulfaquents dan fluvaquents yang merupakan tanah-tanah belum berkembang di daerah cekungan sepanjang pantai dan selalu tergenang air.
Sulfaquents merupakan jenis tanah yang
mengandung sulfat tinggi, yang bila muncul di permukaan dalam jumlah diatas ambang toleransi tanaman akan sangat membahayakan. Ketiga jenis tanah ini umumnya mempunyai tekstur yang halus
bercampur bahan organik, dengan
drainase yang sangat terhambat karena sepanjang tahun tergenang air. Daerah ini mempunyai potensi untuk pertambakan, dengan tetap menjaga kelestarian hutan mangrove. Kemudian untuk tanaman pertanian, dapat Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
4
diusahakan untuk tanaman-tanaman tertentu yang toleran terhadap salinitas tanah yang tinggi seperti tanaman kelapa.
Sedangkan untuk tanaman-tanaman
budidaya lainnya baik tanaman pangan, hortikultura maupun tanaman perkebunan lainnya yang pada umumnya rentan terhadap kadar salinitas tanah yang tinggi, tidak cocok ditanam. Tanaman yang rentan terhadap salinitas tidak akan dapat tumbuh dengan baik pada daerah-daerah yang tanahnya masih dipengaruhi oleh jangkauan air laut.
Selain salinitas yang tinggi, potensi adanya sulfat masam
dalam tanah juga merupakan faktor penghambat yang potensial bagi tanaman, karena apabila lapisan ini teroksidasi maka akan terdapat kandungan sulfat yang tinggi di dalam tanah, yang akan menyebabkan kemasaman tanah. Nilai kemasaman tanah yang tinggi dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, karena ada unsur-unsur tertentu yang tersedia cukup tinggi sehingga bersifat racun bagi tanaman.
Penghambat utama lainnya untuk pertumbuhan tanaman berupa
drainase yang sangat terhambat, sehingga terjadi genangan air yang berakibat akar tanaman tidak dapat berkembang dengan sempurna, kecuali untuk tanamantanaman yang tumbuh di air. 2. GAMBARAN SUMBERDAYA PESISIR 2.1 Kecamatan Rawajitu Timur Kecamatan Rawajitu Timur merupakan pemekaran dari wilayah Kecamatan Rawajitu pada tahun 2004. Sebagian besar wilayah kecamatan ini merupakan areal industri tambak udang modern PT Dipasena Citra Darmaja (PT DCD) yang memiliki luas wilayah sekitar 16.250 ha yang terletak di antara Muara Way Mesuji dan Muara Way Tulang Bawang di Kecamatan Rawajitu Utara.
Kampung-
kampung yang terdapat di kecamatan ini adalah: Kampung Bumi Dipasena Sentosa, Bumi Dipasena Utama, Bumi Dipasena Agung, Bumi Dipasena Jaya, Bumi Dipasena Mulia, Bumi Dipasena Sejahtera, dan Bumi Dipasena Abadi. Letak masing-masing kampung dapat dilihat pada Gambar 1.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
5
Gambar 1. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Rawajitu Timur
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
6
Alokasi lahan seluas 16.250 ha adalah sebagai berikut: •
Lahan untuk tambak plasma
•
Infrastruktur
: 6.524,74 ha
o Kanal inlet dan outlet
: 4.091,75 ha
o Fasilitas umum
: 2.133,51 ha
o Green belt
: 3.500 ha
Gambar 2. Salah satu tambak plasma di Kampung Bumi Dipasena Makmur Berbeda dengan kampung-kampung pada umumnya, wilayah kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur sebagian besar adalah areal pertambakan yang sudah tertata rapi yang dipisahkan oleh saluran air (kanal), baik inlet maupun outlet.
Saluran air tersebut merupakan sarana transportasi yang utama yang
menghubungkan antar kampung, karena sarana trasportasi darat sangat terbatas. Pemukiman penduduk di kampung-kampung tersebut juga sangat berbeda dengan pemukiman penduduk pada umumnya. Pemukiman penduduk tidak
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
7
mengelompok pada satu wilayah, tetapi tersebar dengan jarak antar rumah penduduk cukup jauh, yaitu sekitar 0.5 km. Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK masing-masing kampung di Kecamatan Rawajitu Timur pada tahun 2005 tertera pada Tabel 1. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kecamatan Rawajitu Timur adalah 34.283 jiwa. Kampungkampung yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kampung Bumi Dipasena Agung dan Bumi Dipasena Mulya. Tabel 1.
Luas wilayah, jumlah penduduk dan jumlah KK di Kecamatan Rawajitu Timur tahun 2005
Nama Kampung Bumi Dipasena Sentosa Bumi Dipasena Utama Bumi Dipasena Agung Bumi Dipasena Jaya Bumi Dipasena Mulya Bumi Dipasena Makmur Bumi Dipasena Sejahtera Bumi Dipasena Abadi Jumlah
Jumlah RT 27 55 69 63 81 63 65 62 485
Luas Wilayah (ha) 614,55 1.231,25 1.332,80 1.494,16 1.494,20 1.494,20 1.494,20 1.494,20 10.649,56
Jumlah Penduduk (Jiwa) 1.360 3.346 8.859 2.441 7.724 3.060 3.712 3.781 34.283
Jumlah KK 476 339 1.466 781 1.614 913 1.003 1.105 7.697
Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006) Oleh karena kampung-kampung yang terdapat di Kecamatan Rawajitu Timur merupakan kampung yang berada di dalam areal pertambakan PT DCD, maka sebagian besar penduduknya merupakan petambak udang. Umumnya mereka adalah petambak plasma yang menempati aeal yang telah ditentukan oleh perusahaan. Seluruh petambak plasma ini terikat aturan perusahaan, sehingga dalam aktivitas ekonomi sehari-hari tidak terlepas dari aturan yang ada. Akibat mismanajemen perusahaan budidaya udang terbesar di dunia ini mengalami kredit macet pada tahun 1998 dan masuk ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Sebelum mengalami kredit macet, komoditas udang yang diproduksi semuanya diekspor. Sebelum tahun 1997, perolehan devisanya rata-rata 400 juta dollar AS per tahun. Dipasena merupakan perusahaan inti yang melibatkan 11.000 petambak plasma, dan sekitar 600.000 orang hidup dari usaha Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
8
tersebut.
Saat ini tengah dilakukan pemulihan (recovery) agar aktivitas
perusahaan tersebut dapat berlangsung normal kembali. Aktivitas industri pertambakan PT DCD di wilayah Kecamatan Rawajitu Timur telah
menumbuhkembangkan
berbagai
sentra-sentra
ekonomi
di
wilayah
sekitarnya. Perekonomian di daerah sekitarnya turut berkembang dengan pesat, seperti yang dapat diamati pada aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu (Gambar 3). Pasar Rawajitu sudah cukup maju dengan komoditas perdagangan yang bermacam-macam.
Selain menjual kebutuhan sehari-hari dan hasil-hasil
pertanian, di pasar ini juga terdapat pedagang yang menjual barang-barang elektronik, sepeda motor, bahan bangunan, jasa komunikasi, dan lain-lain.
Gambar 3. Aktivitas ekonomi di Pasar Rawajitu. Walaupun sebagian besar penduduk yang tinggal di Kecamatan Rawajitu Timur adalah petambak plasma PT DCD, namun beberapa di antaranya memiliki profesi selain petambak. Masyarakat yang berprofesi bukan sebagai petambak terdiri dari PNS dan pedagang. Anggota masyarakat yang berprofesi sebagai PNS antara lain adalah guru-guru dan pegawai kecamatan.
Sebaran jumlah penduduk
berdasarkan mata pencaharian utamanya terera pada Tabel 2. Pada masa krisis, beberapa KK yang sebenarnya adalah petambak plasma berinisiatif mengembangkan usaha-usaha ekonomi sebagai alternatif mata pencaharian di samping membudidayakan udang.
Sebelumnya, usaha-usaha
sampingan tersebut tidak diperkenankan karena dikhawatirkan akan mengganggu 9 Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
kegiatan utama mereka, yaitu budidaya udang.
Usaha-usaha ekonomi yang
banyak dijumpai di setiap kampung antara lain adalah: pertanian, pengolahan ikan, penangkapan ikan, industri makanan, dan peternakan. Tabel 2. Sebaran jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian Nama Kampung Bumi Dipasena Sentosa Bumi Dipasena Utama Bumi Dipasena Agung Bumi Dipasena Jaya Bumi Dipasena Mulya Bumi Dipasena Makmur Bumi Dipasena Sejahtera Bumi Dipasena Abadi
Petambak 425 912 826 1011 1036 1036 1030 1081
Mata pencaharian PNS Pedagang --17 3 15 ----7 20 ----5 103 14 62 4 70
Lainnya --10 --4 ---------
Sumber: Kecamatan Rawajitu Timur (2006) A. Pertanian Walaupun memiliki keterbatasan lahan pertanian karena sebagian besar areal yang ada berupa tambak udang, namun aktivitas pertanian masih dapat berjalan dengan baik di lahan-lahan yang tersisa.
Beberapa petambak memanfaatkan
lahan-lahan kosong yang terdapat di sepanjang kanal maupun inlet utama untuk menanam jagung hibrida, sayur-sayuran, ubi kayu, pisang, jeruk BW, dan padi ladang.
Sebenarnya lahan kosong ini berfungsi sebagai penampung sedimen
(lumpur) yang berasal dari aktivitas pengerukkan kanal. Oleh karena di masamasa krisis ini tidak ada aktivitas maintenance kanal yang berupa pengerukkan, maka kegiatan pertanian tersebut dapat dilaksanakan. Sebaliknya, jika PT DCD sudah kembali beroperasi penuh, maka kegiatan pertanian di lahan-lahan tempat penampungan sedimen lumpur tersebut tidak dapat dilakukan lagi. Hasil pertanian ini umumnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan selebihnya dijual.
Penjualan hasil pertanian tersebut dilakukan di pasar
kampung ataupun ke Tata Kota (areal non pertambakan PT DCD); bahkan ada pula yang dijual hingga ke Pasar Rawajitu dan Gedung Aji.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
10
Di Kampung Bumi Dipasena Sejahtera terdapat areal perkebunan jeruk BW yang diusahakan oleh salah seorang petambak dengan jumlah sekitar 1.000 batang. Penanaman dilakukan di lahan kosong yang masih tersisa yang tidak dijadikan tambak. Hasil panen dijual ke pedagang jeruk yang berasal dari luar wilayah Rawajitu Timur dengan harga Rp 4.000,00 per kg. Hasil panen sebagian ada yang dijual di Tata Kota.
Gambar 4. Aktivitas pertanian di lahan-lahan sekitar kanal B. Peternakan Kegiatan peternakan yang cukup menonjol di kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur adalah ternak kambing. Komoditas ini cukup banyak diusahakan oleh sebagian besar penduduk kampung. Umumnya setiap KK rata-rata memiliki antara 10-20 ekor kambing, bahkan di Kampung B.D. Makmur rata-rata 30 ekor kambing/KK.
Jenis kambing yang diternakkan umumnya adalah kambing PE.
Kegiatan ini sangat didukung oleh ketersediaan pakan yang melimpah, yaitu vegetasi lamtoro yang banyak ditanam di sekitar pematang tambak. Tanaman lamtoro tumbuh subur dan mampu hidup pada kondisi tanah di sekitar tambak yang mengandung kadar garam cukup tinggi. Kambing yang telah cukup umur akan dijual kepada pedagang kambing yang berasal dari luar kampung. Beberapa penduduk ada juga yang memelihara sapi, namun jumlahnya tidak banyak dan tidak berkembang pesat seperti halnya ternak kambing. Keterbatasan
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
11
pakan dan lahan diduga menjadi penyebab tidak berkembangnya peternakan sapi ini. Selain kambing dan sapi, banyak penduduk yang memelihara unggas, yaitu itik dan ayam. Pemeliharaan unggas ini sifatnya hanya sambilan dan hasilnya hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keberadaan ternak besar dan unggas ini di dalam areal pertambakan udang sebenarnya dilarang karena dikhawatirkan akan membawa resiko penyakit dan menyebabkan kegagalan budidaya udang.
Dalam sistem pertambakan udang
modern diberlakukan biosecurity yang ketat untuk mencegah penyebaran dan penularan penyakit ke tambak udang. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melarang keberadaan ternak besar dan unggas di sekitar pertambakan. Dengan demikian, jika PT DCD telah memulai kembali usaha budidaya udang secara penuh maka kegiatan peternakan penduduk akan dilarang. C. Perikanan Tangkap Perikanan tangkap banyak dilakukan di sekitar kanal-kanal air.
Masyarakat
melakukan usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap yang sederhana, seperti pancing, jala lempar, bubu, ataupun jaring togog (stow net). Jenis-jenis ikan yang tertangkap cukup beragam dan umumnya merupakan ikan-ikan laut ataupun ikan air tawar. Beberapa di antaranya ada yang bernilai ekonomis tinggi, seperti udang jerbung, udang api-api, baung, kakap putih, bandeng, sembilang, ikan nila, dan kepiting.
Jenis lainnya adalah udang rebon yang banyak digunakan sebagai
bahan terasi.
Musim penangkapan ikan sangat tergantung oleh musim.
Adakalanya hasil melimpah, terutama pada saat musim ruap (gelap bulan); sedangkan hari-hari lainnya belum tentu diperoleh hasil yang memuaskan. Udang jerbung dijual dengan harga Rp 25.000,-
hingga Rp 30.000,- per kg,
tergantung dari ukurannya, udang api-api dijual dengan harga Rp 8.000,- per kg; sedangkan udang rebon sekitar Rp. 3.000,- per kg. Harga ikan kakap putih cukup mahal, yaitu antara Rp 20.000,- hingga 30.000,- per kg; ikan sembilang Rp 15.000,00, dan ikan nila sekitar Rp 6.000,- per kg. Harga kepiting bakau ukuran super dapat mencapai Rp 30.000,- hingga Rp 35.000,- ; sedangkan yang berukuran sedang dapat mencapai Rp.25.000,-. Umumnya hasil perikanan tersebut dijual kepada penampung yang datang ke kampung-kampung setempat. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
12
Beberapa penduduk ada juga yang memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapannya untuk diolah menjadi berbagai produk pangan, seperti kerupuk ikan, dendeng ikan, ikan asin, dan ikan asap. Pengoperasian alat tangkap jaring togog (stow net) di sekitar kanal-kanal sangat mengganggu jalannya perahu karena pemasangannya seringkali hingga ke tengah kanal. Bahkan di bagian kiri dan kanan kanal pun seringkali dipasang jaring ini, sehingga tonggak-tonggak kayu jaring ini mempersempit alur yang digunakan untuk olah gerak perahu. Keberadaan jaring togog ini pun juga akan ditertibkan dan dibongkar oleh PT DCD dengan alasan dapat mengganggu lalu lintas kapal dan menyebabkan pendangkalan.
Gambar 5. Jaring togog (stow net) yang banyak terdapat di kanal-kanal D. Pengolahan Ikan Pengolahan ikan yang terdapat di kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur pada umumnya belum diupayakan secara optimal karena keterbatasan bahan baku, teknologi, dan modal usaha.
Selain itu, usaha ini pun juga
merupakan usaha sampingan sekedar untuk menambah pendapatan keluarga. Jenis-jenis ikan olahan yang terdapat di kampung-kampung tersebut antara kerupuk ikan, ikan asin, ikan asap, dan dendeng ikan. Pengolahan ikan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat di kampungkampung di Kecamatan Rawajitu Timur pada umumnya belum memenuhi standar hieginis dan masih dikerjakan dengan cara tradisional. Ikan asin, misalnya, hanya Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
13
diberi garam dan dijemur dengan mengandalkan panas matahari. Jika matahari bersinar cerah, maka dalam waktu 3-4 hari proses pengasinan ikan sudah selesai. Beberapa pengolah ikan ada juga yang membuat ikan asin dengan cara perebusan sebelum dikeringkan dengan cara penjemuran. Hasil pengolahan ikan jika tidak terlalu banyak akan dijual di pasar kampung setempat. Namun ada juga beberapa pengolah ikan yang secara rutin memasok ke pedagang ikan olahan di Pasar Rawajitu.
Bahkan beberapa pedagang
pengumpul yang berasal dari Pringsewu (Kabupaten Tanggamus) dan Kecamatan Gedung Aji secara rutin membeli produk ikan olahan mereka.
Gambar 6. Produk ikan olahan yang dijual di Pasar Rawajitu 2.2 Kecamatan Dente Teladas Kecamatan Dente Teladas merupakan kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Gedung Meneng pada tahun 2007. Kampung-kampung yang terletak di wilayah kecamatan ini sebagian besar merupakan kampung-kampung pesisir dan terdapat tambak udang dalam jumlah yang cukup luas. Di wilayah ini pula terdapat industri budidaya udang modern milik PT Centralpertiwi Bahari (PT CPB). Setidaknya terdapat delapan kampung di wilayah Kecamatan Dente Teladas, yaitu: Teladas, Kekatung, Kuala Teladas, Mahabang, Sungai Nibung, Pasiran Jaya, Bratasena Adiwarna, dan Bratasena Mandiri (Gambar 7). Luas wilayah dan jumlah penduduk pada masing-masing kampung disajikan pada Tabel 3.
Dari tabel tersebut diketahui bahwa luas wilayah Kecamatan Dente
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
14
Teladas adalah 23.790,44 ha dengan jumlah penduduk sekitar 52.028 jiwa. Kepadatan penduduk di kecamatan ini termasuk rendah, yaitu 2,19 jiwa/ha. Kampung Bratasena Adiwarna merupakan kampung dengan wilayah yang terluas; sedangkan Kampung Kuala Teladas memiliki wilayah yang paling kecil. Jika dilihat dari penggunaan lahan yang ada, maka sebagian besar wilayah Kecamatan Dente Teladas banyak dimanfaatkan untuk tambak udang, baik yang dikelola secara modern oleh PT CPB maupun tambak rakyat. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), luas tambak di kecamatan ini kira-kira 12.272,62 ha atau 51,6% dari luas lahan di kecamatan tersebut. Tambak di Kampung Kuala Teladas diprediksi seluas 25 ha, di Kekatung 175 ha, di Mahabang 700 ha, dan tambak PT CPB masing-masing 9.862,62 ha di Kampung Bratasena Adiwarna dan 1.510 ha di Kampung Bratasena Mandiri. Tabel 3. Luas wilayah dan jumlah penduduk di Kecamatan Dente Teladas * No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Nama Kampung
Teladas Bratasena Adiwarna Brataseba Mandiri Sungai Nibung Kekatung Mahabang Pasiran Jaya Kuala Teladas Jumlah Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Luas (ha) 1.208,57 10.162,62 1.969,46 4.169,28 1.449,35 1.118,41 3.182,73 530,02 23.790,44
Jumlah Penduduk (jiwa) 7.553 10.442 6.136 10.047 3.156 2.470 10.208 2.016 52.028
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
15
Gambar 7. Kampung-kampung pesisir di Kecamatan Dente Teladas
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
16
Tabel 4. Alokasi penggunaan lahan di Kecamatan Dente Teladas (ha) * No.
Nama Kampung
Sawah non irigasi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Teladas --Bratasena Adiwarna --Brataseba Mandiri --Sungai Nibung 75 Kekatung 138 Mahabang --Pasiran Jaya 1.150 Kuala Teladas --Jumlah 1.363 Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
Peladangan 679 ----2.816 1.202 400 195 --5.292
Perumahan 1.305 1.800 607 1.225,5 1.471 151 599 1.026 8.184,5
Lain-lain (termasuk tambak) 314 7.700 3.172 814 60 2.000 1.929 45 16.034
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.
Lahan yang digunakan untuk aktivitas pertanian, baik yang berupa sawah nonirigasi maupun peladangan, hanya berkisar 28%, sedangkan lahan yang dialokasikan untuk pemukiman adalah 34,4%. Sawah non irigasi hanya terdapat di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya. Berbeda dengan kampung-kampung di Kecamatan Rawajitu Timur yang seluruhnya termasuk wilayah kerja PT DCD, kampung-kampung di Kecamatan Dente Teladas tidak seluruhnya masuk dalam wilayah kerja PT CPB. Hanya ada 2 kampung di wilayah kerja PT CPB, yaitu Kampung Bratasena Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri.
Di kedua kampung tersebut penduduknya
merupakan petambak plasma yang kesehariannya melakukan aktivitas budidaya udang sesuai dengan aturan yang diberlakukan oleh PT CPB. PT. CPB merupakan salah satu pihak swasta yang telah berpartisipasi untuk turut membangun di Popinsi Lampung. Latar belakang yang mendasari partisipasi PT. CPB dalam membangun Propinsi Lampung tertuang dalam proposal yang diajukan, yaitu : (1) Keberadaan 91.000 Kepala Keluarga (KK) petambak hutan yang telah menimbulkan kerusakan hutan mencapai 75%; (2) Menipisnya keberadaan hutan mangrove di sepanjang pantal timur Lampung sebagai akibat adanya tambak-tambak tradisional yang dibuat oleh petambak; (3) Pertumbuhan penduduk
tidak
sejalan
dengan
penyediaan
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
lapangan
kerja,
sehingga 17
menciptakan kantong-kantong kemiskinan; (4) Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi diperlukan dana besar yang diharapkan dan partisipasi sektor swasta. Berdasarkan latar belakang tersebut dan permohonan yang disampaikan oleh PT. CPB untuk memperoleh konsesi lahan, maka keluarlah Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Utara Nomor PLU 13/460/LL/94 yang secara resmi memberi izin lokasi untuk keperluan tambak udang pola TIR terpadu seluas ± 23.900 hektar terletak di Desa Teladas Kecamatan Menggala Kabupaten Lampung Utara dengan perincian kawasan hutan (Register 47) seluas 17.400 hektar dan tanah marga seluas 6.500 hektar. Berdasarkan revisi surat izin lokasi dari BPN Lampung Utara tahun 1995, setelah dilakukan pengukuran kadasteral, peruntukan lahan berubah dan 23.900 hektar menjadi 22.721,04 hektar yang dialokasikan untuk: enclave desa marga ± 3.081 ha, green belt
± 2.819 ha, tambak dan rumah petambak
± 15.300 ha, Inti
(infrastruktur) ± 1.521,04 ha. Selanjutnya PT. CPB mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan kepada Menhut melalui surat No. 001/IX/1994 tanggal 1 Oktober 1994 kepada Menteri Kehutanan
dengan
melampirkan
Rekomendasi
Gubernur
Lampung
No.
522/237/Bappeda/Sek/94 tanggal 6 September 1994, Surat Kanwil Dephut No. 2352/KwI-6/1994 tanggal 3 September 1994, dan berita acara kesepakatan lokasi antara PT. Indo Lampung Buana Makmur (PT. ILBM) dengan PT. CPB. Surat Menteri
Kehutanan
No.
1510/Menhut-Vll/1994
tanggal
5
Oktober
1994
menyatakan permohonan pelepasan dapat disetujui dicadangkan dari areal PT. ILBM seluas 10.000 hektar. Menteri Kehutanan melalul surat No.137/Menhut-VlI/1995 tanggal 27 Januari 1995 menyetujui permohonan PT. CPB seluas 17.400 hektar tanpa ada kewajiban mengganti kawasan hutan. Namun dan hasil tata batas, luasnya hanya 16.221,04 hektar. Dengan demikian, Menteri Kehutanan melalui surat No.78/Kpts-II/1996 tanggal 4 Maret 1996 melepaskan kawasan hutan seluas 16.221,04 hektar atas nama PT. CPB untuk usaha budidaya tambak udang dengan pola Tambak Intl Rakyat (TIR). Dari luasan tersebut, 5.930,73 hektar (termasuk green belt seluas 2.819,83 hektar) telah digarap oleh masyarakat. Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
18
Pada tahun 1994 PT. CPB mulai mengembangkan TIR terpadu dan pemukiman kembali petambak hutan di Lampung. Target rencana pengembangan tambak PT. CPB tercetak 15.000 unit tambak dalam kurun waktu 5 tahun. Target tersebut hingga saat ini belum dapat terealisir. Hingga saat ini baru dikembangkan 3.200 unit tambak. Keterlambatan pencapaian target ini karena pada saat tanah konsensi diserahkan, di lahan tersebut sudah ada kegiatan tambak rakyat seluas 6.444 hektar, sedangkan sisanya masih merupakan hutan gelam, belukar, mangrove, dan semak-semak. Jumlah keluarga yang mendiami areal tersebut 3.544 KK petambak. Di lokasi tersebut tata letak tambak tidak teratur dan tidak tertata sesuai dengan kaidah budidaya udang. Keinginan mereka untuk membuka tambak baru tetap tinggi, bahkan pembukaan tambak terus mendekati pantai dan alur sungai. Aktivitas mereka untuk membuka tambak menyebabkan kerusakan green belt mencapai 70%, suatu kondisi yang mengkhawatirkan (Gambar 9).
Gambar 8. Skema tambak udang modern PT CPB
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
19
Gambar 9. Tambak tradisional di sekitar green belt PT CPB
Di Kampung Bratasena Adiwarna dan Kampung Bratasena Mandiri yang merupakan wilayah kerja PT CPB tidak diperkenankan aktivitas penduduk yang dalam kegiatan peternakan, seperti memelihara ternak kambing, sapi ataupun unggas. Hal ini terkait dengan kebijakan biosecurity yang ketat dari perusahaan terkait keamanan dalam budidaya udang. Dikhawatirkan ternak ataupun unggas yang dipelihara dapat menjadi carrier dalam penyebaran penyakit dan sanitasi udang yang dibudidayakan. Namun demikian, untuk kegiatan pertanian masih ada beberapa penduduk yang menanam jagung, pisang, dan sayur-sayuran, di antara lahan-lahan kosong di sekitar pematang tambak. Hasil ini umumnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari keluarga para petambak. Kampung-kampung terdekat yang berada di sekitar PT CPB adalah Kampung Pasiran Jaya, Dusun Sungai Burung, dan Kampung Kekatung. Di antara ketiga kampung tersebut, Kampung Pasiran Jaya merupakan kampung yang cepat perkembangannya. Sebagian besar penduduk Kampung Pasiran Jaya bekerja
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
20
sebagai petani, nelayan dan pedagang dan banyak karyawan PT CPB yang tinggal dengan cara menyewa kamar-kamar yang disediakan oleh penduduk. Di Kampung Pasiran Jaya terdapat pasar, warung dan toko sebanyak 180 buah, serta Puskesmas (induk). Dengan kondisi tersebut, aktivitas ekonomi di Kampung Pasiran Jaya cukup tinggi dibandingkan dengan kampung-kampung lainnya. Aktivitas ekonomi masyarakat pesisir di Kampung Teladas, Kuala Teladas, Sungai Nibung, Pasiran Jaya, Mahabang dan Kekatung yang utama antara lain adalah kegiatan pertanian, perkebunan, peternakan, pengolahan ikan, penangkapan ikan (nelayan), budidaya udang windu (tambak), industri genteng, jual beli, dan lainlain. Gambaran beberapa jenis aktivitas masyarakat pesisir di kampung-kampung tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: A. Pertanian Seperti telah dijelaskan pada Tabel 4, pada umumnya sistem pertanian di Kecamatan Dente Teladas adalah sawah non irigasi dan peladangan. Sawah non irigasi terdapat di Kampung Sungai Nibung, Kekatung, dan Pasiran Jaya; sedangkan peladangan terdapat di hampir semua kampung, kecuali di Bratasena Adiwarna, Bratasena Mandiri, dan Kuala Teladas. Di ketiga kampung tersebut banyak lahan yang digunakan untuk tambak udang. Pertanian padi sawah yang berkembang di wilayah ini umumnya tidak berbeda dengan daerah lainnya di Provinsi Lampung. Dimulai dengan tahap penyiapan lahan (pembabatan dan pembajakan lahan), penanaman, penyiangan, dan pemupukan. Pola tanam yang dilakukan petani adalah dua kali penanaman dalam satu tahun, yaitu sekitar bulan April dan Agustus. Pemupukan hanya dilakukan 1 kali dalam setahun dengan komposisi pupuk urea 50 kg dan pupuk TSP 25 kg pada saat bibit berumur 30 hari dengan cara ditabur. Untuk luas lahan sekitar 2 ha yang ditanami jenis padi Kromojoyo akan menghasilkan gabah lebih kurang 2.500 kg. Hasil panen ini sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti hama, kekeringan, kebanjiran, dan lain-lain.
Produksi rendah dapat
mencapai 1.000 kg; sedangkan produksi tinggi mencapai 4.000 kg. Hasil panen ini digunakan untuk konsumsi sendiri dan separuhnya dijual. Harga jual per kg saat ini adalah berkisar antara Rp 800,- (harga terendah) hingga Rp 2000,- (harga Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
21
tertinggi). Usaha pertanian lainnya yang juga berkembang adalah pertanian ubi kayu (singkong).
Budidaya ubi kayu memang sangat populer di Provinsi Lampung.
Selain karena mudah dibudidayakan, juga cukup banyak industri tapioka yang akan menampung hasil panen komoditas pertanian tersebut. Di Kecamatan Dente Teladas usaha budidaya ubi kayu juga berkembang pesat, terutama di lahanlahan peladangan dengan sistem tadah hujan.
Jenis ubi kayu yang banyak
dibudidayakan adalah kasesa. Persiapan lahan dilakukan oleh petani singkong seperti
bajak,
pembabatan,
penyiangan,
dan
penyemprotan
herbisida.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit berumur 2 bulan dan setelah ubi kayu berumur 4 bulan. Pada saat pemupukan pertama digunakan pupuk urea dan TSP masing-masing 100 kg; sedangkan saat pemupukan kedua digunakan pupuk urea dan KCl masing-masing sebanyak 100 kg. Hasil panen pada lahan seluas 3 ha akan diperoleh 30 ton ubi kayu yang seluruhnya dijual kepada pabrik/industri tapioka. Harga jual ubi kayu sangat bervariasi, harga terendah dapat mencapai Rp 230,-/kg dan harga tertinggi mencapai Rp 405,- /kg. Memang masalah utama yang dihadapi petani dalam usaha tani ubi kayu adalah kurangnya insentif karena harga selalu berfluktuatif dan merugikan petani. Kendati demikian, tanaman ubi kayu relatif terus berkembang mengingat komoditas ini sangat adaptif pada kondisi lahan yang marginal dan resikonya paling rendah dibandingkan dengan komoditas palawija lainnya. Di Kampung Kekatung terdapat perkebunan sawit dengan luas sekitar 3 ha milik Bpk. Sarkawi yang ditanami dengan jenis polong merah. Sistem pertanian ini dilakukan di lahan tadah hujan (ladang). Pemupukan dilakukan setiap 6 bulan sekali dengan pupuk urea 200 kg, TSP 200 kg, KCl 200 kg, dan NPK 100 kg. Hasil panen sawit cukup bervariasi,
yaitu 300-1.500 kg.
Kegagalan panen
disebabkan adanya trek batang yang mnyebabkan buah sawit menjadi jarang. Hasil panen seluruhnya dijual dengan harga per kg antara Rp 350,- (terendah) hingga Rp 800,- (tertinggi). Di Kampung Kekatung juga terdapat perkebunan karet. Salah satunya adalah milik Bpk. Edi dengan luas sekitar 2 ha. Usaha tani ini dilakukan pada lahan tadah Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
22
hujan. Jenis tanaman karet yang dikembangkan adalah jenis PB.
Dalam satu
tahun dilakukan pemupukan sebanyak dua kali. Pemupukan tahap pertama dilakukan di awal musim hujan. Pupuk yang digunakan pada pemupukan tahap I adalah urea sebanyak 240 kg, TSP 240 kg, dan KCl 240 kg.
Pemupukan pada
tahap kedua dilakukan saat akhir musim penghujan dengan jenis pupuk dan jumlah yang sama. Hambatan yang sering dihadapi dalam usaha tani ini adalah penyakit mati kulit yang menyebabkan produksi menurun.
Hasil panen dapat
mencapai 1.200 kg. Harga jual komoditas ini per kg bervariasi antara Rp 3.500,(terendah) hingga Rp 7.200,- (tertinggi).
Gambar 10. Lahan pertanian dan perkebunan di Kampung Kekatung B. Peternakan Usaha peternakan berkembang dengan baik di beberapa kampung di Kecamatan Dente Teladas. Jenis komoditas yang dikembangkan antara lain sapi, kerbau, kambing/domba, babi, itik dan ayam.
Di kampung Bratasena Adiwarna dan
Bratasena Mandiri usaha peternakan tidak diperkenankan, sehingga populasi ternak tidak banyak. Beberapa petambak plasma PT CPB di kampung tersebut ada juga yang memelihara ayam untuk dikonsumsi sendiri. Komposisi jenis dan Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
23
jumlah ternak yang terdapat di Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2005 tertera pada Tabel 5. Populasi unggas yang dominan dipelihara adalah ayam, sedangkan kambing merupakan ternak yang juga banyak dipelihara oleh masyarakat di Kecamatan Dente Teladas.
Ternak babi banyak dipelihara di Kampung Sungai Nibung.
Peternakan itik petelur yang berkembang di Kampung Sungai Nibung dan beberapa tahun terakhir di Kampung Pasiran Jaya merupakan komoditas unggulan yang patut dikembangkan. Alasannya adalah jenis telur yang dihasilkan mempunyai kekhasan tersendiri yang berbeda dengan telur itik dari daerah lain. Itik-itik yang dipelihara diberi pakan dengan campuran limbah kepala udang yang diperoleh dari PT CPB, sehingga telur yang dihasilkan memiliki warna kuning telur yang kemerahan dengan aroma yang khas. Tabel 5. Jumlah ternak di Kecamatan Dente Teladas * No. 1.
Nama Kampung
Sapi
Teladas 5 Bratasena 2. --Adiwarna 3. Brataseba Mandiri --4. Sungai Nibung 12 5. Kekatung 3 6. Mahabang 2 7. Pasiran Jaya 23 8. Kuala Teladas --Jumlah 45 Sumber: BPS Tulang Bawang (2006)
25 ---
Kambing/ domba 55 ---
----8 --15 --48
--30 45 15 165 --310
Kerbau
Babi
Itik
Ayam
-----
-----
351 451
--150 --------150
--150 --------150
357 471 125 75 561 --2391
Keterangan: *) Data tahun 2005 yang diperoleh dari buku “Kecamatan Gedung Meneng dalam Angka 2006” sebelum pemekaran menjadi Kecamatan Dente Teladas pada tahun 2007.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
24
Gambar 11.
Peternakan itik yang banyak berkembang di Kecamatan Dente Teladas
Tenak kambing yang banyak dikembangkan adalah kambing kacang (jenis lokal). Ternak kambing ini dapat berkembang dengan baik karena ketersediaan pakan yang melimpah di sekitar perkampungan.
Harga jual ternak kambing cukup
mahal, yaitu sekitar Rp 450.000,- per ekor, bahkan dapat lebih mahal jika bobotnya
lebih
besar.
Umumnya
para
peternak
kambing
ini
sangat
mengharapkan bantuan pemerintah dalam hal penyediaan bibit kambing yang unggul, seperti jenis etawa ataupun PE. C. Perikanan Kegiatan budidaya perikanan, terutama tambak udang, merupakan kegiatan utama yang banyak terdapat di sebagian wilayah kampung-kampung pesisir di Kecamatan Dente Teladas. Selain tambak udang intensif pola TIR milik PT CPB yang berjumlah 3.200 petak tambak, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pesisir juga mengembangkan tambak udang dengan sistem tradisional. Untuk kegiatan aquacultur PT. CPB telah membangun sebanyak 3.419 petak tambak yang teridiri dari 3.119 tambak milik petambak (plasma) dan 300 tambak milik perusahaan (inti) Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
25
yang seluruhnya telah beroperasi. Setiap petak tambak berukuran 70 m x 70 m atau seluas 4.900 m2 dengan kedalaman 1,5 m. Dengan demikian, luas seluruh tambak adalah 1.655,31 ha.
Dalam proses pembuatan tambak, tanah galian tambak
digunakan menjadi pematang (galengan) tambak sehingga tidak ada tanah yang terbuang atau terbawa aliran air masuk ke perairan umum. Setelah tambak selesai dibangun, tambak dan pematang dilapisi dengan plastik. Dengan kondisi ini air tambak dan udang berada di atas lapisan plastik. digunakan selama 10 – 12 tahun.
Plastik ini diperkirakan dapat
Lapisan plastik tersebut berfungsi untuk
mencegah kehilangan air akibat meresapnya air ke dalam tanah, juga sekaligus mencegah terjadinya erosi tanah selama tambak beroperasi. Saat ini komoditas udang yang dibudidayakan adalah udang putih (L. vannamei) yang memang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan udang windu. Udang putih ini memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya dapat mencapai lebih dari13.600 kg/ha. Di Kabupaten Tulang Bawang, produktivitas udang putih mampu mencapai lebih dari 15.000 kg/hektar/siklus. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : a). Tingkat kelulushidupan tinggi Tingkat kelulusanhidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraiappah et al, 2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. b). Ketersediaan benur yang berkualitas Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu benur
yang
bebas
dari
beberapa
jenis
penyakit
(pathogen),
sehingga
memudahkan petambak dalam proses budidaya. Benur yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan dalam budidaya udang. c). Tahan Penyakit Daya tahan udang putih terhadap penyakit lebih kuat dibandingkan udang jenis Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
26
lainnya. Bintik putih (White spot) telah memorak-porandakan usaha pertambakan udang di Indonesia, karena penyakit ini sangat mematikan dan sampai saat ini belum ada obatnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit yang
disebabkan oleh virus ini, meskipun ditemukan pula
beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Penyakit bakterial jarang ditemukan pada udang putih. Udang lumutan, ekor gripis, insang hitam,kotoran putih (white feces) bukan menjadi masalah yang serius dalam budidya udang putih. d). Kepadatan tebar tinggi Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar (Stocking Density) yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu
memanfaatkan kolom air
sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas, sedangkan udang windu hanya hidup di dasar tambak. Menurut Wyban dan Sweeney (1991), kepadatan 100 ekor/m2 masih layak untuk pertumbuhan udang putih. e). Konversi pakan rendah Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002) artinya untuk mendapatkan 1 kg udang dibutuhkan 1,3-1,4 kg pakan (FCR udang windu = !,8-2,0). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Berbeda dengan PT CPB yang membudidayakan udang putih, masyarakat pada umumnya masih membudidayakan udang windu (P. monodon) karena tidak mampu melakukan budidaya udang putih dengan sistem intensif yang padat modal. Masyarakat umumnya membudidayakan udang windu dengan kepadatan yang relatif rendah, input pakan yang sedikit karena lebih banyak mengandalkan 27 Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
pakan alami, serta biaya operasional (cost) yang tidak terlalu mahal.
Sistem
tradisional umumnya tidak menggunakan bantuan kincir untuk menyuplai oksigen terlarut ke dalam air, tetapi lebih banyak mengandalkan konstruksi tambak yang memudahkan oksigen terdifusi ke dalam air. Ukuran tambak juga dibuat lebih luas, rata-rata satu petak tambak berukuran 2 ha. Padat tebar udang yang dipelihara juga relatif rendah, sehingga tonase hasil panen pun relatif kecil.
Indra Gumay Yudha: Potensi Ekonomi Wilayah Pesisir Kab. Tulang Bawang
28