Bencana (anak).docx

  • Uploaded by: Rio Riyadi
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bencana (anak).docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,010
  • Pages: 10
Karakteristik anak-anak dan bencana Sifat pokok anak-anak adalah mereka terus tumbuh dan berkembang dari hari ke hari. Anak berusia 1 tahun diperkirakan berat badannya menjadi 3 kali lipat dari berat badan pada saat ia lahir, dan tingginya 1,5 kali lipat dari tinggi badan saat dilahirkan. Pada usia itulah mereka mulai berjalan kaki, makan pun berubah dari susu ke makanan padat, dan berbicara beberapa kata, dan fungsi emosional dan hubungan manusia pun berkembang secara pesat. Oleh karena itu, konsep “perkembangan anak” meliputi setiap cakupan umur yang berhubungan dengan tahap-tahap perkembangan; yang berbeda dari masa bayi sampai masa remaja dan kemampuan anak-anak juga berbeda sesuai tiap tahap perkembangannya. Tubuh anak tidak hanya lebih kecil dari pada orang dewasa, tetapi fungsi itu sendiri memiliki sifat yang belum matang. Terutama, fungsi fisiologis bayi seperti pernapasan, pengaturan suhu tubuh, kekebalan, dan fungsi ginjal belum sempurna dan masih rentan. Sebagai contoh, jika melihat presentase kebutuhan air per berat badan, presentase kebutuhan anak-anak sekitar 3kali lipat daripada orang dewasa. Oleh karena itu, anak-anak mudah terkena dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh ketika terputus Life-Line termasuk pasokan air bersih atau terkena gejala diare, demam, dan muntah-muntah yang disebabkan oleh penyakit infeksi, sehingga mereka cepat mengalami kondisi kritis jika perawat profesional tidak dapat mengambil tindakan yang tepat terhadap kondisi anak yang bersangkutan. Lebih dari itu, karena fungsi kekebalan anak belum sempurna, mereka mudah terserang penyakit infeksi ketika mereka tinggal dalam kondisi kehidupan yang lebih buruk dan hidup berkelompok di pengungsian. Kondisi penyakitnya cepat memburuk dan tingkat dampak juga bisa parah karena kemampuan pertahanan fisiknya lemah. Lagipula, anak-anak tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata secara menyeluruh tentang kondisi buruk dari fisik mereka, maka sering menyebabkan keterlambatan mulainya perawatan medis dan kondisi sakitnya memburuk. Walaupun anak-anak kelihatan semangat hidupnya kuat dan perkembangan pun pesat sehingga tampak tidak ada masalah dalam pertumbuhan yang sehat, namun membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berpikir secara logis, seperti yang dilakukan oleh orang dewasa misalnya bergerak dengan bebas untul minum air, makan dan menghindari bahaya. Supaya hidupnya di pertahankan dan keamanannya tetap terjaga, harus ada perhatian atau care yang hangat dan penuh kasih sayang serta tepat dari pengasuh di lingkungan keluarga sebagai lingkungan yang paling dekat bagi anak-anak. Kita dapat menyimpulkan bahwa anak-anak mempunyai

karakteristik kepekaan yang dipengaruhi oleh ancaman lingkungan karena mereka masih berada pada proses pertumbuhan dan perkembangan serta semua fungsinya belum matang. Oleh karena itu anak-anak digolongkan ke dalam “kelompok rentan terhadap bencana”. Anakanak mempunyai kekuatan untuk bertahan dari kejadian sekalipun mereka berada di lingkungan yang memprihatinkan seperti bencana. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa anakanak dapat terus tumbuh dan berkembang asal mereka dilengkapi dengan bantuan dan dukungan yang tepat. Dampak bencana pada anak Bencana terjadi secara tiba-tiba tanpa tahu sebelumnya, anak-anak mengalami ketakutan dan trauma karena melihat yang mengerikan dan hal tersebut membuat anak-anak benar-benar terancam kesakitan pada fisik. Ketakutan anak juga berasal dari imajinasinya bahwa mereka mungkin akan meninggal. Banyak anak-anak mengalami kehilangan orang tua, anggota keluarga, teman, air bersih dan makanan, mainan kesayangan, barang yang memiliki memori, rumah yang nyaman, kegiatan bersekolah, dan rasa aman. Anak-anak yang mengalami bencana merasakan kesakitan yang mendalam pada rohani dan jasmani. Rasa takut, rasa sakit dan kesedihan mereka itu bukanlah hal yang mudah dibayangkan. Tidak hanya “masa sekarang” bagi anak, bencana juga mempengaruhi kehidupan “masa depan” bagi anak-anak dari berbagai sisi. Reaksi stress pada anak Pawatan sikologis pada anak-anak yang menerima pukulan hebat karena ketakutan dan mengalami rasa kehilangan saat bencana adalah tantangan utama yang harus di tangani dengan serius. Sebab perkembangan gangguan stres akut (ASD : acut stress disorder) dan gangguan stress pasca koma ( PTSD : Post traumatic stress disorder) yang mengarah pada gangguan yang lebih serius dapat di tanggulangi dengan mengenali reaksi stress dan menguranginya secara tepat. Stres pada anak yang disebabkan oleh bencana tidak hanya dipengaruhi oleh skala bencana serta tingkat kerusakan atau kehilangan, tetapi juga dipengaruhi oleh usia anak itu sendiri, orang-orang yang berada di samping mereka ketika bencana, tingkah laku dan respon dari orang tua serta anggota keluarganya.

Masa kanak-kanak berada pada tahap perkembangan berpikir secara logis dan pandangan dunia mereka adalah egosentrik. Oleh karena itu, beberapa anak-anak dapat memahami bahwa “bencana terjadi karena aku adalah anak yang tidak baik”. Dengan demikian, pemahaman anak-anak terhadap penyebab dan kondisi bencana akan berbeda menurut tahap perkembangannya. Selain itu, dalam kondisi dimana anak-anak harus berada sendirian saat bencana, perasaan ketakutan mereka dapat meningkat dan cenderung menyisakan luka yang mendalam pada batin mereka. Stres anak-anak berhubungan dengan stres pengasuh mereka, maka anak-anak merasa terancam dan ketakutan baik secara langsung ataupun tidak langsung dengan melihat dan merespon pada reaksi stres orang tua/pengasuh. Reaksi stress pada anak muncul dalam 3 aspek yaitu fisiologis, emosi, dan tingkah laku. emual, sakit perut, diare, sakit kepala, konsumsi susu yang buruk, panik karena ketakutan pada pemandangan atau bunyi sepele yang mengingatkan pada peristiwa yang menakutkan, menangis pada malam hari, susah tidur, bermimpi buruk berkali-kali, tidak bisa berkonsenterasi untuk belajar, melamun tanpa ekspresi wajah , melakukan tindakan yang tidak realistis, memperlihatkan tingkah laku yang menakutkan seolah-olah mereka berada dalam situasi bencana, tidak tenang dan gelisah, perilaku seperti bayi sebagai contoh minta digendong, menghisap ibu jari, tidak mau pisah dari orang tua. Tabel 1 : Reaksi Stress Anak-anak Gejala Somatik (badan)

Gejala mental (pikiran)

Reaksi stress (tindakan)

Sakit kepala

Reaksinya lambat

Mengamuk

Sakit perut

Kembalinya rasa takut

Perselisihan

Kelelahan

Gangguan tidur

Menangis

Muntah

Gelisahperasaan kesepian

Tindakan yang berlebihan

Diare

Merasa tersisihkan

Menarik diri

Batuk

Depresi

Isolasi sosial

Rambut rontok

Marah

Anoreksia

Rambut putih/uban

Perasaan bersalah

Makan berlebihan

Atopi

Kelumpuhan daya pikir

Kembali menjadi anak-anak

Menggigil

Kebingungan

Tic (gerakan otot-otot wajah

Kepanasan

Tidak ada semangat

yang tidak terkendali)

Gemetar

Gagap

Pusing/puyeng

Kehilangan

Kesemutan

sementara

daya

ingat

Tidak dapat memutuskan Sebagai tambahan, fenomana karakteristik anak-anak dapat dilihat dalam permainannya setelah bencana. Seperti “bercerita kembali (retelling)” dengan menceritakan pengalaman bencana mereka secara berulang;bermain”gempa bumi” dan “menguburnya hidup-hidup” dalam tema bencana dan menggam,barkannya. Hal ini bukan untuk kesenangan mereka dalam bermain, tetapi dianggap sebagai reaksi stres setelah bencana. Dapat diterangkan bahwa reaksi seperti itu adalah tanda bahwa mereka perlu dukungan seseorang. Ada kemungkinan anak-anak itu menderita ASD atau PTSD ketika gejala mereka kuat dan berlanjut lebih dari 1 bulan. Jika demikian, perlu konsultasi dengan spesialis. 3.2 Solusi terhadap reaksi stres Reaksi stres pada anak-anak adalah perwujudan usaha mereka untuk mencoba berasimilasi dan berintegrasi dengan luka mental yang di sebabkan oleh bencana sedikit demi sedikit, dan ini merupakan reaksi normal. Oleh karena itu, penting bagi orang dewasa yang ada di sekitarnya adalah mendukung anak-anak dengan pengetahuan yang benar sehingga mereka dapat memahami ketakutan dan kegelisahan yang dialami oleh anak-anak 1. Mengenali reaksi stres pada anak. Agar dapat mengenali reaksi stres anak-anak, hal yang efektif adalah dengan mendengarkan orang tua mereka, orang dewasa dan anak / teman yang mengetahui keadaan normal anak-anak yang bersangkutan. Ini juga efektif untuk mengamati bagaimana cara mereka menghabiskan waktu, bermain, bertindak sesuai dengan usia mereka, dan berhubungan dengan lingkungan orang-orang disekitarnya.

2. Mendukung keluarga/pengasuh dan orang dewasa di sekitarnya. Perawat harus mendukung dengan menyampaikan hal-hal penting berikut ini kepada keluarga/pengasuh dan orang dewasa di sekitarnya yang memberikan dukungan pada anak: pertama menghabiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak dan tidak membiarkan mereka sendirian; kedua mendengarkan ungkapan ketakutan mereka; ketiga berusaha untuk menerima rasa sedih dari anak-anak, bukan memaksakan mereka untuk tidak bersedih; keempat memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang dan kesabaran karena reaksi stres adalah sebuah tanda dari anak-anak yang membutuhkan

perlindungan; kelima memperhatikan sehingga anak-anak dapat diikut sertakan dalam proses untuk memutuskan pada masalah dan solusi yang berkaitan dengan anak-anak serta menghargai pendapat anak-anak.

3. Menjelaskan fakta bencana kepada anak-anak. Jika anak-anak tidak mengetahui bagaimana bencana dapat terjadi dan seperti apa bencana itu, maka akan memperkuat rasa ketakutan anak-anak. Oleh karena itu, perawat perlu menjelaskan tentang bencana yang sebenarnya sesuai dengan usia anak-anak sehingga mereka dapat memahami apa yang terjadi. Bukan cerita/dongeng rekaan yang dibutuhkan oleh anak-anak, tetapi menjelaskan sesuai dengan fakta bencana. Penting juga untuk menjawab apa yang ingin diketahui oleh anak-anak, menjelaskan seperti apa tipe bencana itu, bagaimana dan kapan bisa terjadi, bagaimana kita bereaksi terhadap bencana, apa yang akan terjadi setelah bencana, termasuk resiko bencana yang kedua. Penanganan dan penjelasan seperti ini dapat mengurangi rasa ketakutan anak-anak. 4. Berbagi perasaan dan pengalaman. Mendiskusikan perasaan dan pengalaman anak-anak dan memberi kesempatan untuk berbagi rasa akan bermanfaat untuk mengurangi kegelisahannya. Walaupun demikian, perawat tidak seharusnya memaksakan anak-anak untuk bercerita tentang perasaan dan pengalaman mereka karena terkadang ada saat saat mereka tidak ingin bercerita. Beberapa anak yang memiliki kesulitan untuk mengungkapkan perasaan dan pengalaman mereka dengan kata-kata, namun dapat menyatakan dengan jelas melalui gambar-gambar. Bila ada orang dewasa yang dapat dipercaya selalu berada di samping anak yang sedang menggambar atau dapat berbagi perasaan dan pengalaman dengannya, maka ketakutan dan perasaan tidak berdaya akan dapat diatasi sedikit demi sedikit. Lebih dari itu, ungkapan perasaan melalui aktifitas bercerita kembali atau menggambar dapat memberikan rasa aman bahwa mereka tidak sendiri. 5. Mendukung anak sehingga mereka dapat melanjutkan kegiatan rutin. Langkah pertama membuat anak nyaman adalah melakukan kembali rutinitasnya, seperti mencuci muka ketika bangun pagi, menggosok gigi setelah makan, pergi ke sekolah dan belajar, serta bermain dengan teman. Sekolah, TK, dan play group menjadi tempat dimana memberikan kenyamanan kepada anak-anak maka sarana tersebut diharapkan aktif kembali secepatnya. 6. Menyediakan lingkungan bermain dan beraktivitas.

Anak-anak dapat terlepas dari kegelisahan sehari-hari dan dapat disegarkan kembali dengan menyibukkan diri pada permainan yang menyenangkan kegiatan olahraga atau menggerakkan badan secara aktif. Olahraga atau menggerakkan badan dapat membantu metabolisme produksi stres, dan mengendalikan reaksi stres yang berlebihan selama sibuk dalam aktifitas yang menyenangkan. Keperawatan berdasarkan siklus bencana 1. Anak pada fase akut segera setelah terjadi bencana Hal-hal yang seharusnya di prioritaskan segera setelah terjadi bencana adalah pengobatan darurat. Dan pertolongan pertama untuk menjamin kelangungan hidup dan keselamatan. Anak-anak yang mendapatkan perawatan pediatrik tidak dapat mengeluhkan rasa sakitnya, sehingga keterangan mereka sering tidak jelas, maka perawat sering mengalami kesulitan dam mengkaji level darurat dari anak-anak. Beberapa anak terlihat serius, tetapi sebenarnya mereka berada dalam kondisi ringan. Sedangkan yang lainnya kelihatan ringan, tetapi mereka sebenarnya dalam kondisi yang serius. Anak dalam keadaan darurat mempunyai ciri khas yang sulit di nilai dalam keadaan desak atau darurat. Oleh karena itu, pada fase akut segera setelah bencana dibutuhkan triage yang cepat dan tepat terhadap anak dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya keadaan yang buruk. Jika anak dan orang tua dipisahkan dalam kondisi luar biasa seperti bencana, dapat menyebabkan PSTD pada anak-anak maupun orang tua. Oleh karena itu, perawat harus segera merespon dan menyediakan pengobatan dan psikoterapi di samping tindakan bedah, dan harus memperhatikan masalah kesehatan mental anak dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua. Penting bagi perawat untuk menentukan keadaan anak-anak di tempat penampungan atau lokasi pengungsian melalui pengecekan kesehatan keselamatan korban. Membuat peta keberadaan anak-anak dan keluarganya pada kondisi darurat sangat bermanfaat. Karena peta tersebut menunjukan sejumlah data, seperti usia anak, keberadaan anak, seperti apa mereka, dengan siapa anak-anak berada, kondisi anak yang prematur, bayi yang baru di lahirkan, penyandang cacat, dan pengidap penyakit kronis, anak yang menggunakan perawatan medis seperti alat pernapasan, tabung oksigen, dan alat penyedot untuk mempertahankan hidupnya. 2. Anak pada fase kronis dalam siklus bencana Dalam fase ini di bagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok anak-anak yang pindah dari area bencana dimana alat penunjang kehidupannya terputus ketempat yang lebih

aman, dan kelompok anak-anak yang mulai tinggal di tempat pengungsian. Sedangkan kelompok kedua terpaksa tinggal bersama sejumlah kelompok korban bencana, oleh karena itu, perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan sampah dan tempat tinggal yang aman sudah terjamin. Apabila salah satu dari kebutuhan dasar tersebut yidak tercukupi, maka baik kelangsungan hidup maupun pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak – anak tidak dapat terjamin. Bagi keluarga dan pengasuh yang membawa bayi harus disediakan tempat untuk memberikan ASI dan istirahat tanpa memperdulikan lingkungan sekitar selain kebutuhan sehari-hari seperti susu bubuk, makanan bayi, dan pokok. Untuk anak – anak yang bersekolah maupun yang belum bersekolah yang aktif, harus disiapkan tempat bermain dan belajar, serta mainan seperti mainan balok dan mainan binatang dan alat –alat belajar seperti krayon, pensil warna adlah penting bagi anak – anak kecil dan anak – anak usia sekolah di [pusat pengungsian atau barak karena alat dan mainan seperti itu dapat membantu anak – anak untuk menyatakan perasaan dan ketakuran mereka. Seiring berlalunya waktu, beberapa anak menujukan beberapa tanda stress pasca trauma. Adapula anak – anak yang semakin ketakutan, mengeluh penyakit fifk seperti nyeri kepala dan perut, menjadi lengket dan tidak ingin di tinggalkan oleh orang tua mereka atau kembali kebiasaan seperti menghisap ibu jari dan ngompol. Oleh karena itu, hal yang baik bagi anak –anak adalah menumpahkan perasaan dan ketakutan mereka dengan kata/suatu barang, dengan bermain atau menggambar. Anak remaja sangat penting untuk diberi perhatian dan dilindungi privasi mereka. Tipe perawatn yang diberikan tergantung pada musim dan kondisi pusat evakuasi atau tempat penampungan itu. Anak – anak mungkin menderita infeksi saluran pernapasan dan infeksi radang usus (nterikinfetil) dibawah lingkungan yang buruk. Untuk mencegah masalah kesehatan tersebut dan penyebaran penyakit infeksi, mak perlu dilakukan tindakan tegas seperti ventilasi mencuci tangan, berkumur, dan memakai masker atas pertimbangan kesehatan lingkungan di lokasi evakuasi atau tempat penampungan. Hal ini diperlukan untuk memastikan kondisi vaksinasi dan menjamin persediaan vaksin Selain itu, reaksi stress dari anak –anak bisa meningkatkan stres jasmani dan rohani pada orang tua. Oleh karena itu, yang dibutuhkan adalah menjamin keamanan melalui bantuan pada kehidupan dan pertolongan medis, sehingga ketenangan orang

dewasa pun bisa pulih, supaya pengasuh bisa menghadapi dengan kondisi mental yang stabil. 3. Anak – anak pada fase rehabilitasi dan rekrontuksi dalam siklus bencana Pada fase ini, sistem pertolongan yang terorganisir mulai bubar dan dilaksanakan upaya rekrontruksi kehidupan sehari-hari dan komunitas dalam keadaan yang menghadapi kehilangan fisik dan non fisik yang disebabkan oleh bencana dan perubaha pola hidup. Secara drasttis anmun, kehidupan sehari – hari semakin pulih. Keluarga dan pengasuh sepertinya menjadi kurang memperhatikan anak – anak mereka sebab mereka lebih dilibatkan membangun kembali hidup mereka sendiri dan pemecah permasalahan pribadi mereka, terutama pada fase rehabilitasi dan rekontruksi ini. Dengan demikian, mereka mungkin terlewatkan kondisi anak – anak yang tidak stabil. Orang yang belum ada fisik rekontruksi hidup akan terasa gelisah, dan perasaan dari orang dewasa itu dirasakanoleh anak – anak maka stres anak – anak seperti itu akan memuncak. Penting bagi keluarga dan pengasuh untuk bercerita kepada anak – anak bahwa mereka sedang berupaya secara positif sehingga dapat menjamin keselamatan dan keamanan dengan tepat. Dengan mereka sebagai rasa dengan anak –anak dan menunjukan suatu model prilaku yang tepat, maka hal itu dapat menghilangkan stres anak – anak. Jika reaksi stress anak nampak berlanjut sampai satu bulan atau lebioh setelah bencana, keluarga atau pengasuh harus mencari bantuan dari spesialis kesehatan mental. Ini merupakan sebuah cara untuk menghindari permasalahan yang lebih serius. Keluarga dan pengasuh mengahadapi kesulitan baru saat bencana. Kondisi – kondisi keluarga dan pengasuh yang lebih membutuhkan bantuan, yaitu kondisi sedang membesarkan anak balita; tidak stabil secara ekonomis; tidak/hampir memiliki pekerjaan,

mempunyai

emosi

amarah

yang

besar,

mempunyai

penyesalan/menyalahkan diri yang kuat; kurang memiliki hubungan sosial dengan para teman, keluarga dan lingkungan dalam satu komunitas. 4. Anak – anak pada fase kesiapsiagaan dalam siklus bencana Kesiapsiagaan bukan berarti hanya menyiapkan peralatan dan materi yang diperlukan tetapi memilikim keterampilan dan pengetahuan yang cukup agar dapat bertindak dengan baik ketika terjadi bencana. Persiapan terlebih dahulu sebelum terjadi bencana mampu memperkecil kerugian. Penting juga berbicara dengan anak – anak tentang keselamatan dan mengikutsertakan mereka dalam perencanaan untuk suatu bencana.

Hal ini membuat anak – anak meras lebih nyaman. Anak-anak harus mengetahui apa saja perlengkapan untuk mempertahankan hidup dan mengapa barang – barng itu diperlukan. Anak – anak juga perlu mengetahui nomor telepon darurat dan mengetahui bagaimana dan kapan meminta bantuan. Anak – anak harus mengetahui bagaimana cara mengkonfirmasikan keselamatan keluarga mereka, dimana tempat penampungan atau lokasi evakuasi, dan bagaimana cara menghubungi anggota keluarga. Maka harus mengetahui segala informasi terpenting tantang keluarganya seperti nama, alamat, nomor telepon keluarga, dan diamana harus bertemu dalam keadaan darurat. Kesiapsiagaan seperti itu untuk menghindari atau mengurangi kebingungan dan dampak terhadap anak –anakpada saat bencana. Hal itu dapat mencegah anak – anak dapatr menderita krisis kesehatan mental yang disebabkan oleh stress bencana, dan untuk belajar bagaimana cara mengahadapinya dengan manajemen stress. Keperawatan anak saat bencana 1. Pertolongan Pertama. Hal-hal yang seharusnya diprioritaskan segera setelah terjadi bencana adalah pengobatan darurat dan pertolongan pertama untuk menjamin kelangsungan hidup dan keselamatan. Pada fase akut segera setelah bencana dibutuhkan triage yang cepat dan tepat terhadap anak dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadinya keadaan yang memburuk. 2. Kesehatan mental. Perawat atau tenaga kesehatan lain harus memperhatikan masalah kesehatan mental fisik anak dan memastikan agar sebisa mungkin anak tidak dipisahkan dari orang tua. 3. Membuat Peta. Membuat peta keberadaan anak dan keluarganya pada kondisi darurat sangat bermanfaat terutama pada waktu perawat lain akan mengambil alih tugas perawat lain. 4. Mengkaji lingkungan. Perawat perlu mengkaji apakah air bersih, makanan sehat, fasilitas sanitasi dasar seperti toilet, pembuangan sampah dan tempat tinggi yang aman sudah terjamin 5. Tempat bermain. Untuk anak-anak yang bersekolah maupun yang belum sekolah yang aktif harus disiapkan tempat bermain dan belajar, serta mainan seperti mainan balok dan mainan binatang dan alat-alat belajar seperti crayon, pensil warna. Keperawatan anak pada fase setelah bencana.

1. Rekontruksi kehidupan. Pada fase ini sistem pertolongan yang terorganisir mulai bubar dan dilaksanakan upaya untuk rekontruksi kehidupan sehari-hari sehingga komunitas dan kehidupan sehari-hari semakin pulih. 2. Bercerita positif. Penting bagi keluarga dan pengasuh untuk bercerita kepada anak-anak bahwa mereka sedang berupaya secara positif sehingga dapat menjamin keselamatan dan keamanan keluarga dan mempertahankan kehidupan keluarga dengan tepat. 3. Bantuan spesialis. Jika reaksi stres anak nampak berlanjut sampai satu bulan atau lebih setelah bencana, keluarga dan pengasuh harus mencari bantuan dari spesialis kesehatan mental. Keperawatan anak sebelum bencana 1. Persiapan. Persiapan terlebih dahulu sebelum bencana, mampu memperkecil kerugian. Penting juga berbicara dengan anak tentang keselamatan dan mengikutsertakan mereka dalam perencanaan untuk suatu bencana. 2. Pengetahuan dasar bencana. Anak-anak harus mengetahui apa saja perlengkapan untuk mempertahankan hidup dan mengapa barang-barang itu diperlukan. Anak-anak juga perlu tahu nomor telepon darurat dan mengetahui bagaimana dan kapan meminta bantuan. 3. Pengetahuan

dasar

bencana.

Anak-anak

harus

mengetahui

bagaimana

cara

mengkonfirmasikan keselamatan keluarga mereka, dimana tempat penampungan atau lokasi evakuasi dan bagaimana cara menghubungi anggota keluarga.

Related Documents

Kesiapan Bencana
June 2020 24
Bencana Alam.docx
November 2019 33
Bencana Alam
May 2020 31
Bencana Penyakit
November 2019 25
Bencana Emy.docx
June 2020 22
Bencana Alam.docx
May 2020 13

More Documents from "Della Nawarita"