Bazkara Skripsi Bab I-v

  • Uploaded by: Patrick R
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bazkara Skripsi Bab I-v as PDF for free.

More details

  • Words: 16,092
  • Pages: 116
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kelayakan Dengan adanya perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang cepat seperti pada saat sekarang ini, mengakibatkan manusia berlomba-lomba dalam mempertahankan hidup mereka. Mulai dari makan, minum, mencari pendidikan yang lebih baik, mencari status sosial yang tinggi, kelayakan yang mapan dalam hidup dan masih banyak yang lainnnya. Beberapa contoh ini, tidak jarang menimbulkan sisi negatif di dalam hidup manusia. Manusia seakan-akan melupakan nilai-nilai moral yang sudah ada lama terkandung di dalam masyarakat kita. Banyak cara yang dapat dilakukan sebagai pemecahan masalah tersebut, salah satunya adalah dengan adanya fasilitas atau tempat yang berfungsi untuk menaungi serta memenuhi kebutuhan rohani kita. Fasilitas tersebut antara lain adalah gereja. Gereja merupakan tempat berkumpulnya orang-orang beriman yang biasanya digunakan bagi umat Kristen dan Katolik untuk beribadah dan berkomunikasi dengan Tuhan mereka yaitu Yesus Kristus. Selain berfungsi sebagai wadah dalam pencapaian rohani mereka, gereja juga memiliki fungsi lain seperti: pemberkatan nikah, sakramen baptis, penunjang fasilitas pendidikan (sekolah minggu, perpustakaan, pelatihan-pelatihan), sosial (klinik, bimbingan konseling), kantor, taman doa dan lain-lain. Sekarang ini perkembangan gereja di Indonesia sangat pesat dan menyebar keseluruh daerah-daerah. Salah satu daerah yang memiliki tingkat penyebaran yang tinggi adalah Yogyakarta. Hal ini ditandai dengan meningkatnya jumlah jemaat yang berakibat pada terdapatnya beberapa jam kebaktian di suatu gereja. Jam kebaktian tersebut diadakan pagi, siang, sore bahkan malam. Mulanya masalah ini dapat diatasi dengan baik, namun lama-kelamaan gereja semakin sulit menampung keseluruhan jemaat yang jumlahnya terus bertambah. Sehingga harus

1

menggunakan atau menyewa tempat pada sebuah hotel atau gedung-gedung yang ada. Disadari atau tidak, cepat atau lambat gereja tersebut harus membutuhkan tempat yang lebih nyaman dan bersifat permanen, hal ini terlihat dari data jumlah pendatang yang ada di Yogyakarta ataupun jumlah jemaat yang ada pada gereja tersebut. Tidak berlebihan rasanya kalau gereja tersebut harus menambah gedung baru dengan kapasitas yang memadai agar para jemaat yang menggunakan dapat merasa nyaman dan tidak was-was karena takut tidak mendapatkan tempat saat hendak beribadah. Perancangan gereja ini menggunakan pemanfaatan cahaya alami sebagai dasar perancangan. Hal ini didasarkan pada alasan psikologis, spiritual dan fisiologis. Pencahayaan alami memiliki konsekuensi estetis, baik pada interior maupun pada eksterior bangunan.1 Dengan pencahayaan alami, kita bisa menghemat energi untuk masa depan yang berkelanjutan dan dapat mengurangi penggunaan listrik, sehingga sedikit pula polusi yang dibuang ke lingkungan. Jadi, sebagai usulan desain untuk gereja, diharapkan pencahayaan alami bisa mendukung kegiatan yang ada di dalam gereja sehingga dapat berlangsung dengan baik. 1.1.2. Tinjauan Pustaka Gereja adalah rumah, tempat ibadah/persekutuan atau tempat berdoa dan untuk melakukan upacara yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (Katolik, Protestan, dan sebagainya).2 Hal-hal spesifik pada gereja Kristen adalah seperti pada bangunan ibadah, yaitu: akustik, letak mimbar, tempat duduk Elemen-elemen praktis dan komponen-komponen ruang yang dibutuhkan dalam sebuah gereja adalah sebagai berikut: area ruang gereja (pusat liturgis), ruang administrasi, sekolah minggu dan fasilitas pendidikan gerejawi, dapur, kamar mandi, pertamanan, dan pelataran parkir.

1

Norbert Lechner, ed., Heating, Cooling, Lighting (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 457, mengutip Louis Kahn. 2 J. S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994), hal. 272.

2

Pemanfaatan cahaya alami adalah pemanfaatan sinar atau terang (dari sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, lampu) yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di langit dan di bumi.3 Penggunaan cahaya alami di siang hari harus mempertimbangkan berbagai faktor perancangan, meliputi: distribusi cahaya dari langit cerah, variasi dalam intensitas dan arah cahaya matahari, efek dari cahaya yang tersedia pada area lokal, pertamanan, dan bangunan sekitar. Jenis/tipe pencahayaan alami: penyaluran cahaya dari jendela samping, penyaluran cahaya dari jendela atas, kombinasi pengaturan jendela samping dan jendela atas, pengaturan maju mundur jendela atas dari dinding samping, jarak ke dinding belakang, ketinggian dari jendela atas, dan kemiringan jendela atas. Material yang digunakan untuk pemanfaatan cahaya alami dibagi menjadi 2 yaitu yang memantulkan dan yang meneruskan. Yang memantulkan terdiri dari: spekular (kaca cermin, kromium, plastik yang menyerupai logam, aluminium yang halus, besi yang tahan karat, kaca gelap, aluminium proses), menyebarkan (aluminium proses, kromium satin, cat aluminium, aluminium etched, aluminium brushed), penyebaran (plesteran putih, lapisan porselen, kaca putih, terakota putih, batu kapur, cat putih. Yang meneruskan terdiri dari: kaca (kaca bening, kaca pasir, kaca baur, batu pualam yang putih, kaca padat buram), plastik (warna-warni, putih, lensa prismatik bening), marmer, batu pualam putih. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana merancang Gereja Kristen Indonesia di Yogyakarta dengan memanfaatkan cahaya alami sebagai dasar perancangan. 1.3. Tujuan Merancang Gereja Kristen Indonesia di Yogyakarta dengan memanfaatkan cahaya alami sebagai dasar perancangan.

3

Ibid., hal. 145.

3

1.4. Sasaran 1. Melakukan studi tentang gereja. 2. Melakukan studi tentang Gereja Kristen Indonesia. 3. Melakukan studi tentang Yogyakarta. 4. Melakukan studi tentang cahaya alami sebagai dasar perancangan. 5. Melakukan studi tentang manfaat cahaya. 1.5. Lingkup Pembahasan 1. Gereja meliputi/dibatasi pada bangunan gereja dan fasilitasnya. 2. Gereja Kristen Indonesia dibatasi untuk kebaktian atau ibadah. 3. Yogyakarta dibatasi pada hal yang berhubungan dengan pemilihan site untuk bangunan tersebut. 4. Prinsip-prinsip cahaya alami dibatasi pada bukaan-bukaan dinding, bukaan-bukaan pada langit-langit dan bukaan-bukaan pada atap gereja. 1.6. Metode Pengumpulan Data A. Metode Mencari Data 1. Observasi Pengamatan langsung pada Gereja Kristen Indonesia. 2. Studi Pustaka/Literatur Mempelajari buku-buku tentang gereja, ruang mimbar dan pemanfaatan cahaya alami. 3. Studi Banding Melihat langsung bangunan sejenis yang ada di Yogyakarta yaitu Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gejayan serta dari pustaka. B. Metode Menganalisis Data 1. Kuantatif: # Dari data jumlah pemeluk agama. # Dari data jumlah jemaat di GKI Gejayan. 2. Kualitatif: Dari analisis data pada GKI Gejayan terlihat bahwa sebagian besar dari jemaat tersebut adalah para mahasiswa.

4

C. Metode Perancangan Metode yang digunakan dalam merancang Gereja Kristen Indonesia di Yogyakarta yaitu dengan memanfaatkan cahaya alami yang ada, sehingga dapat menunjang aktifitas yang terjadi di dalam gereja tersebut. D. Metode Penataan Metode penataan gedung gereja secara cluster dimana kelompok massa mengacu pada ruang-ruang yang memiliki kedekatan hubungan atau bersamasama memanfaatkan satu ciri atau hubungan tertentu. Seperti: gedung gereja dikelompokkan pada zona utama; ruang peralatan, ruang konsistori, ruang administrasi, ruang kantor pendeta, ruang koster gereja, ruang kelas, perpustakaan, toko buku, dan studio musik dikelompokkan pada zona penunjang; sedangkan dapur, gudang, pos satpam, WC pria, WC wanita, parkir mobil, dan parkir motor dikelompokkan pada zona servis. 1.7. Sistematika Penulisan Bab 1. PENDAHULUAN Mengungkapkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, sasaran, lingkup pembahasan, metode dan sistematika penulisan. Bab 2. TINJAUAN GEREJA KRISTEN INDONESIA DI YOGYAKARTA Mengungkapkan potensi dan jenis Gereja Kristen di Yogyakarta beserta segala fasilitas yang menyertai/yang ada. Bab 3. TINJAUAN TEORITIS GEREJA KRISTEN Mengungkapkan design requirement Gereja Kristen. Bab 4. TINJAUAN TEORITIS BANGUNAN YANG MEMANFAATKAN CAHAYA ALAMI Mengungkapkan teori pemanfaatan cahaya alami, terutama pemanfaatan yang dapat diterapkan pada ruang mimbar atau ruang kotbah.

5

Bab 5. ANALISIS MENUJU KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEREJA KRISTEN INDONESIA Mengungkapkan proses untuk menemukan ide-ide konsep perencanaan dan perancangan melalui metode-metode tertentu yang diaplikasikan pada lokasi atau site tersebut. Bab 6. KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEREJA KRISTEN INDONESIA Mengungkapkan konsep-konsep yang akan ditransformasikan ke dalam rancangan fisik arsitektural.

6

BAB 2 TINJAUAN GEREJA KRISTEN INDONESIA DI YOGYAKARTA

2.1. Profil Wilayah 2.1.1. Sejarah Yogyakarta Kota Yogyakarta didirikan pada tahun 1756 Masehi atau bertepatan dengan tahun jawa 1682. Pendirian Keraton ini ditandai dengan Condrosengkolo Memet “Dwi Naga Rasa Tunggal“. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh R.M. Soejono, yang kemudian bergelar Pangeran Mangkubumi. Setelah mendirikan Keraton di Yogyakarta, Pangeran Mangkubumi “Jumeneng Nata” dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I. Gelar Sultan diambil dari bahasa Arab yang dikenal sebagai negara Ngerum, untuk memberikan makna bahwa raja yang berada di Yogyakarta tidak saja menekankan pada aspek Ke-Tuhanan saja, tetapi juga aspek kerakyatan atau keduniaan.4 Pada saat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa daerah Kasultanan Yogyakarta dan daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Kasultanan Yogyakarta sekarang ini terletak di pusat Kota Yogyakarta. Kepala pemerintahan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (D.I.Y) adalah gubernur. Sedangkan untuk kepala daerah di D.I.Y adalah walikota.

4

Khairudin H, Filasafat Kota Yogyakarta (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta), hal. 1.

7

2.1.2. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 7o 33’ LS 8o 15’ dan 110o 5’ BT – 110o 48’ BT. Daerah Istimewa Yogyakarta wilayahnya meliputi wilayah eks daerah Swapraja Kasultanan Yogyakarta dan eks Swapraja Pakualaman serta eks Kapanewon Ngawen di Gunung Kidul; Kawedanan Imogiri dan Kapanewon Kotagede di Bantul, dimana ketiga daerah tersebut semula termasuk wilayah Propinsi Jawa Tengah, yang keseluruhannya 3.180,80 km2.5

Gambar 2.1. Peta Yogyakarta Sumber: http://www.unosat.web.cern/chunosat/freeproduct/indonesia.htm, tahun 2007.6

Propinsi D.I.Y memiliki curah hujan berkisar antara 1.88mm-39.85mm perhari dan dipengaruhi musim kemarau dan penghujan. Suhu maksimum Kota Yogyakarta sebesar 33.8°C dan suhu minimum sebesar 21.5°C, dengan 5 6

Keistimewaan Yogyakarta. www.pemda-diy.go.id http://www.unosat.web.cern/chunosat/freeproduct/indonesia.htm

8

kelembaban udara sebesar 49.2% hingga 95.1%, tekanan udara 1.008,5mb1.013,4mb dengan arah angin 180° - 240° Batas-batas administrasi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah:7 -

Sebelah Timur dan Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Klaten dan Wonogiri.

-

Sebelah Barat dan Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan Magelang.

-

Sebelah Utara berbatasan dengan Gunung Merapi.

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Lautan Hindia (Lautan Indonesia) atau dikenal masyarakat sebagai Segara Kidul.

2.2. Gambaran Umum Propinsi D.I.Y Yogyakarta adalah daerah yang kaya akan budaya yang tak ternilai. Salah satu sejarah dan budaya yang masih berdiri adalah Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Kraton Yogyakarta dianggap sebagai pusat kebudayaan Jawa. Selain sebagai kota budaya Yogyakarta adalah salah satu tujuan wisatawan terpenting di Indonesia setelah Bali. Penilaian ini didasarkan pada beberapa faktor yang menjadi kekuatan kepariwisataan propinsi D.I.Y. Salah satunya adalah keunikan karakter obyek wisata seperti Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Ratu Boko, Candi Prambanan, Pantai Parangtristis dan lain-lain. Citra sebagai kota wisata juga didukung oleh keberadaan pusat-pusat industri kerajinan tangan yang jarang ditemui pada daerah lainnya di Indonesia. Mulai dari gerabah dan keramik, kerajinan batik, kerajinan perak di Kota Gede dan masih banyak kerajinan yang lain yang memperkuat Yogyakarta sebagai tujuan wisata, belum lagi ditambah dengan tersedianya aneka masakan khas yang menjadi ciri khas daerah ini. Selain memiliki semboyan Yogyakarta Berhati Nyaman, Yogyakarta juga memiliki faktor pendukung yang cukup baik pada aspek sarana transportasi dan akomodasi. Hal ini, tentu saja memudahkan wisatawan lokal maupun luar negeri 7

Khairudin H, Op. Cit., hal. 4 et seq.

9

untuk berlibur dan datang untuk menikmati keindahan alam di Yogyakarta. Selain sebagai tujuan wisata, Yogyakarta juga menjadi kota pelajar dan merupakan salah satu tempat tujuan hidup bagi para penduduk urban untuk menetap di kota ini. Dengan adanya kemajuan dan tingkat pertumbuhan yang tinggi, masyarakata kota Yogyakarta tentu membutuhkan fasilitas atau bangunan publik yang bisa mencukupi kebutuhan mereka juga. Salah satunya adalah tempat ibadah. Tempat ibadah menjadi elemen terpenting mengingat negara kita adalah negara Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun, fasilitas ini semakin lama semakin kurang mendukung. Hal ini dikarenakan karena setiap tahun pertumbuhan penduduk semakin cepat tetapi kurang disertai dengan sarana dan prasarana yang mencukupi untuk ibadah. Berikut ini adalah tabel jumlah penduduk di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta:8 Tabel 2.1. Jumlah Pemeluk Agama Menurut Golongan dan Kabupaten/Kota di Propinsi D.I.Y

Kabupaten/Kota Islam Kristen Katolik Hindu Budha Lainnya Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Kulonprogo 420.408 5.720 21.382 7 670 448.187 Bantul 768.511 11.996 23.192 837 618 12 805.155 Gunungkidul 719.152 14.792 16.659 1.962 443 753.008 Sleman 808.154 27.834 59.224 1.025 551 868 897.656 Yogyakarta 402.602 37.958 63.008 2.133 3.218 227 509.146 D.I.Y 3.118.827 98.300 183.48 5.964 5.500 1.107 3.413.183 3.114.444

100.02

5 168.91

6.141

4.858

153 3.394.535

2002

3.084.99

5 92.097

4 162.80

5.798

5.387

117 3.351.195

2001

0 3.059.95

89.924

6 158.96

6.209

5.728

103 3.320.913

2000

7 3.034.80

89.259

2 157.96

6.077

5.460

153 3.293.714

1999

5 3.000.23

86.654

0 162.64

5.727

6.384

298 3.261.941

1998

4 3.006.17

92.674

4 159.44

5.637

5.154

708 3.269.785

2003

8

D.I Yogyakarta Dalam Angka 2004 (Yogyakarta: Kanwil Departemen Agama Propinsi D.I.Y)

10

1

1

Sumber: Kanwil Departemen Agama Propinsi D.I.Y, tahun 2004

Berikut ini adalah tabel jumlah tempat ibadah yang terdapat di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta:9 Tabel 2.2. Jumlah Tempat Peribadatan Menurut Jenisnya di Kabupaten/Kota dalam Propinsi D.I.Y

Tempat Peribadatan Kulon (1) Islam/Moslem 1. Masjid/Mosque 2. Mushola/Private Mosque 3. Langgar/Other Kristen/Christian 1. Gereja/Chruch 2. Rumah Kebaktian/Other Katolik/Catholic 1. Gereja/Chruch 2. Kapel/Capel Hindu/Hindu 1. Pura/Temple 2. Sanggar/Other Budha/Buddist 1. Wihara/Temple 2. Cetya/Other Jumlah/Total 2003 2002 2001 2000 Tempat Peribadatan

-progo (2) 1.871 976 439 457 36 24 12 22 13 12 0 7 7 1.936 1.990 1.974 1.942 1.921 Kulon

(1) 1999

-progo (2) 1.970

Kabupaten atau Kota Bantul Gunung Sleman Kidul (3) (4) (5) 3.042 2.603 3.294 1.354 1.542 1.790 444 459 348 1.244 602 1.156 30 56 54 30 53 52 3 2 23 34 49 15 3 28 3 2 4 14 4 3 14 3 1 1 0 8 4 8 4 3.099 2.715 3.405 3.055 2.704 3.248 2.897 2.471 3.166 2.872 2.224 3.164 2.871 2.224 3.147 Kabupaten atau Kota Bantul Gunung Sleman (3) 2.788

Kidul (4) 2.220

(5) 3.052

Jumlah Yogyakarta (6) 759 392 238 129 42 36 6 11 8 6 0 5 5 817 728 833 819 817

(7) 11.569 6.053 1.928 3.588 218 195 23 139 67 23 22 72 2 24 24 11.972 11.725 11.341 11.021 10.980 Jumlah

Yogyakarta (6) 721

(7) 10.751

Sumber: Kanwil Departemen Agama Propinsi D.I.Y, tahun 2004

2.3. Sejarah Singkat Gereja Kristen Indonesia Di Yogyakarta 9

Ibid.

11

Saat ini di Yogyakarta memiliki 4 Gereja Kristen Indonesia. Gereja-gereja tersebut adalah GKI Ngupasan, GKI Wongsodirjan, GKI Gondomanan dan yang terakhir adalah GKI Gejayan. Awal mulanya gereja-gereja tersebut muncul karena pada awal abad 20-an, presiden memberi ijin kepada Pdt. J. Zwaan untuk melakukan pemberitaan Injil di daerah Yogyakarta. Sasarannya adalah penduduk asli atau suku jawa. Karena itu dibangunlah sebuah gedung gereja yang dikenal dengan Gereja Kristen Jawa Klitern, yang dilayani dalam bahasa jawa. Pada tahun 1905, dibaptilah orang Tionghoa pertama di GKJ Klitren bahkan beberapa waktu kemudian menjadi majelis jemaat GKJ Klitren.10 Dalam perkembangan berikutnya, para Tionghoa peranakan menumpang beribadah dalam bahasa melayu di Jl. Pajeksan sejak sekitar tahun 1920. Pada tahun 1928 dirasakan perlu untuk menyewa rumah di Jl. Ngabean (KHA Dahlan) dan mengangkat Go Tiang Lioe menjadi Guru Injil yang merangkap kepala sekolah. Kemudian, karena tempat kebaktian di Jl. Ngabean tak cukup lagi, pada tahun 1929 mereka pindah ke Jl. Ngadiwinatan dan disanalah jemaat ini didewasakan pada tanggal 3 Juni 1934 dengan nama Tiong hoa Kie Tok Kauw Hwee. Sekali lagi jemaat tersebut pindah alamat yakni ke Jl. Ngupasan No. 21. Karena perkembangan jemaat bertambah pesat seiring dengan kehadiran Universitas Gajah Mada (UGM) maka pelayanan mahasiswa pun semakin meningkat. Dengan didorong makin bertambahnya jumlah jemaat maka jemaat pun bertekad untuk membangun gedung gereja yang baru di Jl. Ngupasan No. 19. Pembangunan gedung gereja terlaksana dibawah pimpinan arsitek Oei Kang Yan dan diresmikan pada tahun 1961. Ketika GKI Ngupasan menyadari, bahwa jumlah anggotanya telah mencapai angka lebih dari 2000 orang pada tahun 1983, maka dirasakan perlu untuk mengembangkan jemaat ke arah Utara. Untuk keperluan itu, majelis jemaat membeli tanah seluas lebih kurang 1.600 m2 dan mendirikan bangunan di atasnya di Jl. Wongsodirjan No. 2 Yogyakarta. Hal inilah awal mula berdirinya GKI Wongsodirjan

10

Sejarah Jemaat-Jemaat GKI SW Jateng (Indonesia: PT Intan Sejati Klaten, 2007), hal. 227-244.

12

GKI Ngupasan terus mengembangkan pos-pos kebaktian ke berbagai arah. Semula, sama sekali tidak ada rencana untuk memproyeksikan wilayah Gondomanan menjadi sebuah jemaat dewasa. Namun karena seorang anggota jemaat menghibahkan sebidang tanah seluas 175 m2 dan bangunan diatasnya dengan alamat di Jl. Gondomanan No. 1. Setelah pergumulan selama 7 tahun (1987-1994) maka pada tanggal 23 Desember 1985 berdirilah GKI Gondomanan. GKI Gejayan pada awal pembentukannya merupakan bagian dari persekutuan wilayah GKI Ngupasan yang sering meliputi daerah Yogyakarta bagian Utara-Timur. Kemudian, sekitar tahun 1990-an mulai merintis rencana pembangunan gedung gereja di daerah Gejayan. Seiring dengan bertambahnya jumlah anggota jemaat dan pengunjung (tamu dan simpatisan), maka melalui proses pendewasaan pada tanggal 3 Maret 2000 berdirilah GKI Gejayan dengan jumlah anggota 206 anggota sidi. 2.4. Studi Langsung Ke GKI Gejayan Pada tanggal 22 Mei 2001 secara resmi GKI Gejayan memiliki seorang gembala jemaat, yaitu dengan melalui penthabisan pendeta atas diri Pnt. Paulus Lie, yang masih melayani hingga kini. GKI Gejayan mengalami pertumbuhan dan pertambahan anggota jemaat yang begitu pesat, sehingga diperlukan tambahan personalia untuk memperkuat pertumbuhan jemaat GKI Gejayan. Oleh sebab itu, pada tahun 2004, hadirlah Sdr. Hadyan Tanwikara, yang bermula dari mahasiswa STTB Bandung, dan kemudian dilanjutkan dengan bantuan pelayanan sambil beliau meneruskan studi di Master of Divinitas UKDW Yogyakarta. GKI Gejayan adalah salah satu GKI yang memiliki jemaat yang unik, karena 60%-70% jemaatnya adalah kaum muda (mahasiswa), dan setiap kali kebaktian selalu dipenuhi oleh para tamu/simpatisan. Jumlah pengunjung ibadahnya lebih dari 3000 orang, padahal jumlah anggota jemaat hanya 863 orang. Juga begitu heterogennya suku dan latar belakang warganya menjadikan GKI Gejayan makin unik, hampir seluruh suku di Indonesia ada di GKI Gejayan.11

11

Ibid.

13

Berikut adalah jadwal kebaktian yang masing-masing kebaktian memiliki kekhasan suasana ibadah, yaitu: -

Hari Sabtu jam 16.00 WIB merupakan Kebaktian Inovatif.

-

Hari Minggu jam 6.00 WIB merupakan Kebaktian Umum (biasa).

-

Hari Minggu jam 8.00 WIB merupakan Kebaktian Umum (biasa).

-

Hari Minggu jam 10.00 WIB merupakan Kebaktian Umum (biasa).

-

Hari Minggu jam 12.00 WIB merupakan Kebaktian Ekspresif.

-

Hari Minggu jam 16.00 WIB merupakan Kebaktian Impresif.

-

Hari Minggu jam 18.30 WIB merupakan Kebaktian Impresif.

-

Hari Minggu jam 9.30 WIB Kebaktian Umum di Pos Kebaktian Hotel Quality Yogyakarta. Berikut ini adalah tabel jumlah pengunjung (tamu/simpatisan) pada GKI

Gejayan pada tanggal 25/26 Agustus 2007:12 Tabel 2.3. Jumlah Pengunjung GKI Gejayan

Keterangan

Hari Sabtu Hari Minggu JUMLAH

GKI Gejayan

Quality

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Hotel Jam

6.00 296

8.00 696

10.00 578

12.00 302 3.150

16.00 115 426

18.30 652

9.15 85

Sumber: Warta Jemaat No. 20 Tahun VII Sabtu/Minggu, 25/26 Agustus 2007

2.5. Fasilitas Dalam Gereja Hasil survey dan wawancara di GKI Gejayan Yogyakarta bersama pak Yuliato pada tanggal 6 September 2007, yang meliputi besaran ruang, intensitas penggunaan ruang serta fasilitas-fasilitas yang tersedia di gereja tersebut adalah:13 Tabel 2.4. Fasilitas, Besaran Dan Intensitas Pemakaian Ruang Di GKI Gejayan

No. 1. 2. 12 13

Nama Ruang Ruang Yerikho Ruang Zaitun

Intensitas Pemakaaian Per

Besaran

Minggunya 7 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu

Dalam Meter 6 x 7 6 x 7

Warta Jemaat (Yogyakarta: GKI Gejayan, 2007), hal. 10. Yulianto, Berdasarkan Hasil Survei Tanggal 6 September 2007

14

3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Ruang Hermon Ruang Yordan Ruang Siloam Ruang Perpustakaan Studio Musik Ruang Konsistori Ruang Kebaktian Ruang Kebaktian Kecil Ruang Koster Kamar Mandi Pria Kamar Mandi Wanita Dapur

7 X dalam seminggu 5 X dalam seminggu 3 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu 2 X dalam seminggu 2 X dalam seminggu 2 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu 7 X dalam seminggu

4 6 6 3 4 4 19 5 3 2 2 2

x 7 x 10 x 4 x 4 x 7 x 10 x 52 x 6,5 x 4 x 1,5 x 2 x 3

Sumber: Hasil Survey Dan Wawancara Penulis Pada Tanggal 6 September 2007

Keterangan hasil Survey: 1. Ruang Yerikho. Ruang Yerikho biasanya digunakan untuk persiapan mengajar sekolah minggu, school of prayer, dan pada hari minggu digunakan untuk sekolah minggu. 2. Ruang Hermon. Ruang Hermon digunakan untuk aktivitas kerja pendeta. 3. Ruang Yordan. Ruang Yordan biasanya digunakan untuk katekisasi, coffee break, dan pada hari minggu digunakan untuk sekolah minggu. 4. Ruang Siloam. Ruang Siloam biasanya digunakan untuk rapat doa, school of ministry, dan pada hari minggu digunakan untuk sekolah minggu. 5. Ruang Zaitun. Ruang Zaitun pada saat sekarang digunakan untuk kegiatan kantor gereja. Hal ini disebabkan karena ruang yang dulunya dipakai sebagai kantor gereja kini dialih fungsikan menjadi perluasan tempat ibadah. 6. Ruang Konsistori. Ruang yang dipakai oleh pendeta sebelum memasuki mimbar gereja. 7. Ruang Koster. Ruang yang dipakai oleh penjaga gereja.

15

Gambar ruang-ruang di GKI Gejayan:

Gambar 2.2. Ruang Yerikho

Gambar 2.3. Ruang Hermon

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.4. Ruang Yordan

Gambar 2.5. Ruang Siloam

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.6. Ruang Zaitun

Gambar 2.7. Ruang Konsistori

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 2.8. Ruang Koster

Gambar 2.9. Studio Musik

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Sumber: Dokumentasi Pribadi

16

Pada saat survey tersebut terdapat perubahan pada ruang kantor gereja Gejayan. Ruang yang semula menampung kegiatan administrasi ini dialih fungsikan sebagai perluasan tempat ibadah karena ruang tersebut dianggap lebih dibutuhkan untuk tempat beribadah berkaitan dengan letaknya yang strategis. Oleh sebab itu, kegiatan perkantoran dari gereja ini dipindahkan ke ruang Zaitun yang lokasinya berdampingan dengan ruang Yerikho dan ruang Yordan. Pengalih fungsian ruang ini merupakan perluasan jangka pendek yang harus ditempuh pihak gereja dalam mengatasi jumlah jemaat yang sangat banyak pada gereja tersebut. Untuk perluasan jangka panjang pendeta Paulus Lie dalam wawancara pada tanggal 7 September 2007 mengatakan bahwa pihak GKI Gejayan telah berencana memperluas ke bagian Timur (wilayahnya terletak di daerah Hotel Quality) Yogyakarta.14

2.6. Kesimpulan GKI

Gejayan

merupakan

GKI

termuda

di Yogyakarta.

Dalam

perkembangannya, GKI Gejayan ini banyak menarik animo jemaat untuk melakukan ibadah pada gereja tersebut. Hal ini terbukti dari jemaat yang hadir tiap minggunya berjumlah lebih dari 3000 orang, tetapi anggota jemaat tetapnya hanya kurang dari 1000 orang. Pertumbuhan jemaat yang pesat ini menyebabkan pertambahan beberapa jam kebaktian. Namun karena jumlah jemaat yang terus meningkat banyak, GKI Gejayan memaksimalkan ruang-ruang yang ada pada gereja tersebut dengan cara melakukan pengalih fungsiaan ruang (ruang kantor yang semula berada di depan ruang konsistori menjadi ruang ibadah kecil, sehingga ruang kantor sekarang menempati ruang Zaitun yang terletak di dekat taman doa). Sampai pada saat ini, GKI Gejayan terus memaksimalkan pelayanannya kepada Tuhan dan para jemaatnya. Hal itu terbukti dari adanya rencana GKI 14

Pendeta GKI Gejayan Paulus Lie, Berdasarkan Hasil Survei Tanggal 7 September 2007

17

Gejayan untuk memperluas wilayahnya ke bagian Timur Yogyakarta, yang mana wilayahnya terletak di daerah Hotel Quality.

BAB 3 TINJAUAN TEORITIS GEREJA KRISTEN

3.1. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Rumah Ibadah Di Indonesia15 Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 – No. 8 tahun 2006 (atau sering disingkat Perber 2006) yang mulai berlaku pada tanggal ditetapkannya yaitu tanggal 21 Maret 2006. Dalam Bab I Pasal 1 ayat 3 dikatakan bahwa “Rumah Ibadah adalah bangunan yang memiliki ciri-ciri tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadat bagi para pemeluk masing-masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadat keluarga.” Selanjutnya di dalam Bab I Pasal 1 ayat 8 dikatakan bahwa “Ijin Mendirikan Bangunan Rumah Ibadah 15

Peraturan Bersama Menteri Agama dan Meteri Dalam Negeri No. 9 – No. 8 Tahun 2006. www.peraturantempatibadah.com

18

yang selanjutnya disebut IMB Rumah Ibadah adalah ijin yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota untuk pembangunan rumah ibadat.” Dalam Perber 2006, mekanisme pendirian rumah ibadah diatur dalam Bab IV Pasal 13–17. Pasal 14 disebutkan: (1) Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 28 tahun 2002. (2). Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan khusus meliputi: (a). Daftar nama dan kartu tanda penduduk pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); (b). Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh Lurah/Kepala Desa; (c).

Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota;

(d). Rekomendasi tertulis dari forum kerukunan umat beragama kabupaten/kota. Permohonan pendirian rumah ibadah diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada Bupati/Walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadah. Bupati/Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan yang diajukan (Pasal 16). 3.2. Definisi Gereja 3.2.1. Menurut Kamus Gereja Menurut kamus besar bahasa Indonesia, gereja berarti:16 1. Gedung (rumah) tempat berdoa dan melakukan upacara agama Kristen. 2. Badan (organisasi) umat Kristen yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (-Katolik, -Protestan, dan lain-lain). Menurut kamus umum bahasa Indonesia, gereja adalah:17 16 17

J. S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Op Cit., hal. 272. Ibid., hal. 516.

19

1. (Port) rumah tempat beribadah bagi orang Kristen. 2.

Mazhab atau kaum Kristen: persekutuan.

3.

Organisasi umat Kristen yang sama aliran, ajaran dan tata caranya: (-Katolik, -Protestan, dan lain-lain). Jadi, gereja adalah rumah, tempat ibadah/persekutuan atau tempat berdoa

dan tempat untuk melakukan upacara yang sama kepercayaan, ajaran dan tata caranya (Katolik, Protestan, dan lain-lain). Pengertian lain gereja menurut pengamatan gereja-gereja di Yogyakarta adalah tempat atau sarana dan prasana untuk melakukan ibadah, persekutan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus serta tempat melakukan pelayanan kepada jemaat gereja (belajar doa, katekisasi, belajar menyanyi dan lain-lain) dan pelayanan kepada masyarakat di sekitar gereja (pengadaan fasilitas kesehatan, seperti: poliklinik).

3.2.2. Menurut Asal Katanya Kata Gereja berasal dari kata eklesia (bahasa Yunani). Kata eklesia berasal dari kata ex yang artinya keluar dan kaleo yang artinya memanggil.18 Jadi, eklesia artinya persekutuan orang-orang yang dipanggil keluar dari kegelapan datang kepada terang Allah yang ajaib. Pengertian gereja ini kemudian dikembangkan dan dapat dibedakan dari beberapa segi, yaitu: 1. Segi Obyektif Gereja dilihat sebagai tempat manusia dengan keselamatan yang diberikan Allah kepada manusia melalui Yesus Kristus. 2. Segi Subyektif Persekutuan orang-orang yang percaya dan ingin beribadah kepada Allah. Gereja tidak hanya sebagai tempat dimana manusia mendengarkan dan menerima firman Tuhan tetapi juga tempat dimana manusia menjawab dan mengerti panggilan Allah. 18

Majelis Sinode GPIB, Bahan Pelajaran Katekisasi (Jakarta: Majelis Sinode GBIP), hal. 4.

20

3. Segi Apostoler dan segi Ekstravert Gereja tidak hanya sebagai jembatan antara Allah dengan orang-orang percaya tetapi juga jembatan antara Allah dengan manusia. 3.3. Hakekat Gereja Hakekat Gereja didasari oleh Kisah Para Rasul 2 : 1 “Turunnya Roh Kudus”.19 Roh Kudus, ingin sekali menerangi semua orang dengan cahaya Kristus, yang bersinar dalam wajah gereja, dengan mewartakan Injil kepada semua makhluk. Dengan pernyataan ini mau dikatakan kepada kita bahwa gereja dalam Kristus adalah tanda dan sarana, saluran rahmat persatuan mesra manusia dengan Allah yang menyelamatkan. Pada saat sekarang ini gereja harus menunaikan tugas perutusan itu yakni supaya semua orang tergabung secara lebih erat melalui berbagai cara, hubungan sosial dan budaya memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus. 3.4. Elemen-Elemen Praktis Dan Komponen-Komponen Yang Dibutuhkan Di Dalam Suatu Gereja Elemen-elemen praktis dan komponen-komponen ruang yang dibutuhkan di dalam suatu gereja adalah:20 1. Area ruang gereja (pusat liturgi): -

Ruang depan (entrance).

-

Area mimbar (altar, mimbar)

-

Paduan suara dan fasilitas organ.

-

Fasilitas pembaptisan.

-

Ruang pendeta.

-

Menara Lonceng.

2. Administrasi:

19 20

-

Kantor kesekretariatan.

-

Kantor umum.

-

Ruang-ruang kreatif, penyuratan, percetakan.

-

Kantor Pendeta.

Pendeta GKI Gejayan Paulus Lie, Op Cit. John Hancock Callender, Time-Saver Standars for Building Types (Singapore, 1983), hal. 565.

21

-

Kantor asisten Pendeta.

3. Sekolah minggu dan fasilitas pendidikan gerejawi: -

Kelas taman kanak-kanak.

-

Kelas taman kanak-kanak lanjutan.

-

Kelas junior.

-

Kelas senior.

-

Fasilitas kelompok-kelompok mahasiswa/pemuda.

-

Fasilitas-fasilitas bagi orang dewasa.

-

Fasilitas konseling keluarga.

-

Fasilitas pembelajaran visual.

-

Ruang ketrampilan anak.

-

Ruang-ruang pelatihan gerejawi.

-

Fasilitas perpustakaan.

4. Ruangan sosial/umum: -

Auditorium.

-

Fasilitas dapur umum.

-

Toilet.

-

Ruang-ruang penyimpanan (untuk penyimpanan kursi, alat-alat, dan peralatan).

-

Lobi.

5. Rumah Gereja. 6. Dapur. 7. Pelataran parkir. 8. Pertamanan. 3.5. Pencapaian Antar Ruang

Pertamanan Untuk Skema Kawasan

Tuntutan arsitektural untuk ruang-ruang Area di dalam gereja Kristen maupun untuk bangunan gereja Kristen, misalnya: pencapaian antar ruang.21 Gereja

21

Ibid.

Pendidikan

Adminsitrasi

Hubungan Rencana Kawasan

Menara Sosial

22

Diagram 3.1. Pencapaian Antar Ruang Sumber: Time-Saver Standars For Building Types, tahun 1983

3.6. Hal-Hal Spesifik Pada Gereja Hal-hal spesifik pada gereja Kristen adalah seperti pada bangunan ibadah, yaitu: 1. Akustik. Auditorium gereja biasanya terdiri dari beberapa ruang bergandengan (bagian tengah ruang gereja, mimbar, tempat membaptis, loteng tempat organ dan paduan suara, dll). Karena itu dalam rancangan akustik, perhatian harus diberikan pada persyaratan/kebutuhan akustik masing-masing ruang ini:22 a. Daerah mimbar harus cukup dinaikkan dan dikelilingi oleh pagar pemantul supaya tersedia keadaan yang baik untuk memproyeksi pembicara ke arah jemaat. b. Organ dan paduan suara harus berada dalam daerah yang menyediakan lingkungan akustik yang disukai untuk musik, dan mereka harus dikeliingi oleh permukaan-permukaan pemantul tanpa menimbulkan gema, gaung atau pemusatan bunyi. Hubungan letak antara pemain organ, organ, 22

Leslie L. Doelle, Akustik Lingkungan ( Jakarta: Penerbit Erlangga, 1985), hal. 115.

23

pemimpin paduan suara dan paduan suara harus dipertimbangkan dengan teliti. c. Tiap sektor jemaat harus menikmati kondisi mendengar yang baik selama tiap acara kebaktian. Karena ruang dalam auditorium gereja selalu lebih banyak dari pada yang dibutuhkan secara akustik, pengendalian ruang dengung akan membutuhkan sejumlah lapisan akustik. d. Ruang-ruang gandeng membutuhkan pengendalian dengung tersendiri supaya kondisi dengung di dalamnya tidak bertentangan dengan kondisi dengung yang berlaku dalam bagian utama auditorium gereja. e. Perhatian yang luar biasa harus diberikan untuk mengeliminasi bising sebagian kebutuhan awal untuk meditasi dan berdoa. Masalah akustik akan menjadi semakin rumit apabila volume auditorium gereja bertambah. Untuk pembangunan sebuah gereja disarankan untuk tidak memiliki lantai yang denahnya membentuk lingkaran atau melengkung. Lantai ini biasanya mempunyai atap kubah, dengan demikian menimbulkan cacat akustik yang serius karena gema, pemusatan bunyi, pemantulan yang sangat lama dan distribusi bunyi yang tidak merata. Dalam rancangan akustik gereja-gereja, perlu juga diperhatikan hakekat pelayanan keagamaan dalam agama-agama yang berbeda. Karena waktu dengung reverberation time (RT) optimum akan tergantung pada apakah kotbah ataukah musik yang dianggap penting dalam suatu kebaktian. Pilihan harus diberikan pada elemen yang lebih penting karena jarang dimungkinkan untuk menyediakan kondisi mendengar dengan baik sekali untuk kotbah maupun untuk musik pada saat yang sama. 2. Letak Mimbar. Jenis-jenis peletakan mimbar pada beberapa gereja:23

23

Ernst Neufert, Data Arsitek, terj. Sjamsu Amril (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1990), hal. 184.

24

Gambar 3.1. Denah Gereja Hanweiler, Jerman Sumber: Data Arsitek, tahun 1990

Gambar 3.2. Denah Gereja Planneg, Jerman Sumber: Data Arsitek, tahun 1990

Gambar 3.3. Salah Satu Denah Gereja Di Swedia

Gambar 3.4. Denah Gereja Cologne-Riehl, Jerman

Sumber: Dasar-Dasar Arsitektur, tahun 1990

Sumber: Dasar-Dasar Arsitektur, tahun 1990

Gambar 3.5. Denah Gereja Corpus Christi, Jerman24 Sumber: Dasar-Dasar Arsitektur, tahun 1990

3. Tempat Duduk Jemaat.25

24

Calysvie Yapri dan Sofyan M. Nasir, ed., dasar-Dasar Arsitektur (Bandung: Penerbit M2S, 1990), hal. 139. 25 Ernst Neufert, Op. Cit., hal. 185.

25

Gambar 3.6. Tempat Duduk Jemaat Sumber: Data Arsitek, tahun 1990

Kebutuhan Ruang tiap bangku, tanpa papan untuk berlutut 0,4-0,5m2 Besaran kebutuhan tempat duduk untuk perorangan adalah : - Lebar antar bangku

: 80-90 cm

- Panjang kursi

: 35 cm

- Tinggi lantai ke bangku : 46 cm

- Lebar kursi

: 50-55 cm

- Tumpuan kaki

: 16 cm

- Tinggi kursi

: 85 cm

- Tinggi tempat duduk

: 46 cm

4. Ukuran Lebar Gang.26 A B

C D

Gambar 3.7. Ukuran Lebar Tiap Gang Sumber: Data Arsitek, tahun 1990

Keterangan Gambar: A. Untuk penggunaan satu 26

bangku

dengan

panjang

sekitar 5 meter

Ibid.

26

menggunakan satu sirkulasi sebesar 1 meter. B. Untuk penggunaan

satu

bangku

dengan

panjang sekitar 9 meter

menggunakan dua sirkulasi masing-masing sebesar 1 meter. C. Untuk penggunaan dua bangku dengan panjang masing-masing sekitar 5 meter menggunakan satu sirkulasi sebesar 1,6 meter. D. Untuk penggunaan dua bangku dengan panjang masing-masing sekitar 9 meter menggunakan tiga sirkulasi, dua sirkulasi sebesar 1,2 meter pada tepi-tepi bangku dan satu sirkulasi sebesar 1,8 meter berada di tengahtengah. Gang pinggir kurang menguntungkan karena ada pancaran udara dingin dari dinding bagian dalam. Pada gereja besar gang tengah sangat bermanfaat untuk iring-iringan upacara, pada saat masuk maupun keluar. Di Inggris tiap bangku berisi 8-9 orang harus disediakan 1 gang. Bangku yang dapat memuat lebih dari 10 orang harus diapit yang di kedua ujungnya. Kebutuhan tiap orang 0,63-1,0 m2/tiap orang termasuk ruang gang, kebutuhan ruang pada posisi berdiri 0,25-0,35 m2. 3.7. Ruang-Ruang Yang Ditawarkan Pada Gereja Ruang-ruang yang ditawarkan di dalam bangunan gereja adalah: 27 1. Perkantoran. Sama halnya dengan kegiatan industri dan pelayanan jasa, kebutuhan ruang berkembang secara mengejutkan. Kegiatan administrasi dapat dianggap mempunyai dua komponen, yakni yang mengolah informasi dan yang lain justru memanfaatkannya. Faktor manusia juga berpengaruh dalam membentuk ketentuan perancangan yang utama; seperti pekerja-pekerja administrasi umumnya sepanjang hari berada di tempatnya, sehingga untuk hal tersebut perlu lingkungan yang menyenangkan dan ruang yang nyaman. 2. Gedung Sekolah Minggu.

27

Ernst Neufert, Data Arsitek, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 1989), hal. 190.

27

Ruang yang dibutuhkan dalam hubungan program dan ukuran sekolah minggu, adalah:28 Tabel 3.1. Ruang Yang Dibutuhkan Dalam Hubungan Program Dan Ukuran Sekolah Minggu

Umur

Sekolah

Sekolah

Minggu,

Minggu,

1-99

100-299

murid

murid

Sekolah

Sekolah

Sekolah

Minggu, 300- Minggu, 500- Minggu, 499 murid

899 murid

lebih dari 900 murid

Kamar 1,

Dihilangkan

Dihilangkan

Mungkin

Terpisah dari

Sama

bayi dan

– kecuali

– kecuali

disediakan 1

tempat tidur dan

dengan

anak

ruang yang

ruang yang

ruang untuk anak

tempat bermain.

sekolah

kecil

pantas

pantas

yang baru belajar

Terpisah dari

minggu

yang

terpisah dari

terpisah dari

berjalan, dengan

anak kecil yang

dengan

baru

ruang yang

ruang yang

mempertim-

baru belajar

ukuran yang

belajar

ada.

ada.

bangkan dengan

berjalan.

besar.

berjalan

tempat tidur dan

Kamar 2,

tempat bermain,

umur 1 ½

dan lain-lain.

tahun dan

Semuanya di

2 tahun.

bawah 18 bulan.

Kamar 3,

Mungkin

Pendaftara-an

Pendaftaran

Pendaftaran

Hal ini

umur 3

perlu

untuk 8-18

untuk 8-18

untuk 32-52

biasanya

tahun.

beberapa

murid. 1

murid. 2 ruang.

murid. 3 ruang

mengguna-

rumah sama

ruang hanya

Ini boleh

yang digunakan

kan dua

seperi taman

terdiri dari

digunakan

hanya oleh anak

sesi.

kanak-kanan.

anak usia 3

selama seminggu

usia 3 tahun, atau

Coba untuk

tahun setiap

oleh orang tua

1 ruang yang

memisah-kan

kelompoknya.

murid dan lain-

digunakan setiap

bagian ruang,

Jika gereja

lain, terutama

2-3 sesi.

dan

mendukung

sekali jika ada

mengguna-

kamar

suatu alasan

kan seorang

sekolah setiap

yang

28

John Hancock Callender, Op. Cit., hal. 594.

28

pengajar.

minggunya,

memisahkan

ruang ini dan

mereka.

taman kanakkanak boleh Taman

Pendaftaran

digunakan. Pendaftaran

Pendaftaraan

Pendaftaraan

3 sesi akan

kanak-

untuk 12

untuk 16-25

untuk 40-50

64-100 murid.

menye-

kanak 1,

murid. Ruang

murid. 1

murid. 2 ruang,

4 ruang, 2 ruang

diakan

2, untuk

terpisah.

ruang

1untuk umur 4

untuk murid

ruang yang

usia 4-5

Jangan

digunakan

tahun dan 1 lagi

umur 4 tahun

lebih

tahun.

memasukkan

untuk berdua

untuk 5 tahun.

dan 2 ruang

mencukupi

murid umur 3

selama jam

Ini sangat

untuk murid

setiap

tahun dengan

sekolah

membantu

umur 5 tahun ;

kelompok

mengor-

minggu dan

mendapatkan

atau 2 ruang (1

umur.

bankan murid

jam gereja;

ruang yang

ruang setiap

umur 4-5

batas waktu

bergandengan

umur) digunakan

tahun.

ditentukan

untuk dapat

2-3 sesi.

oleh para

digunakan oleh

pengguna. para anak-anak. Sumber: Time-Saver Standars For Building Types, tahun 1983

3.8. Kesimpulan Mekanisme pendirian rumah ibadat diatur dalam Bab IV Pasal 13–17. Pendirian rumah ibadat khususnya gereja, harus memenuhi persyaratan antara lain: 1. Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 orang. 2. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang. 3. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota. 4. Rekomendasi tertulis dari forum kerukunan umat beragama kabupaten/kota. Gereja Kristen yang direncanakan nantinya adalah gereja Kristen yang bisa menunjang seluruh kegiatan dan aktivitas para jemaat yang berada didalamnya. Perwujudan dari perancangan gereja diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi para jemaat terutama pada waktu mereka datang untuk beribadah.

29

Dalam mewujudkan kenyamanan pada ruang ibadah tersebut, gereja ini harus memperhatikan dari segi akustik ruang, peletakan mimbar, pengaturan jarak bangku yang baik serta memperhatikan lebar gang pada setiap tepi dari pengaturan jarak bangku tersebut. Pemanfaatan ruang yang baik dapat membantu para jemaat lebih nyaman dan lebih fokus kepada ibadah yang akan mereka lakukan serta dapat menampung jumlah pemakai gereja tersebut dengan lebih efisien.

BAB 4 TINJAUAN TEORITIS BANGUNAN YANG MEMANFAATKAN CAHAYA ALAMI

4.1. Sejarah Penggunaan Pencahayaan Alami Hingga pertengahan kedua abad 20 ketika tersedia cahaya lampu pijar dan murahnya listrik, sejarah penggunaan pencahayaan alami dan arsitektur menjadi satu.29 Perubahan utama struktur pada bangunan merefleksikan tujuan untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk. Karena pencahayaan buatan tidak terlalu baik dan mahal, bangunan harus memanfaatkan semaksimal mungkin cahaya alami. Arsitektur Gothic merupakan hasil utama adanya besar jendela maksimum. Besar dan banyaknya jendela menjadi karakter yang dominan pada arsitektur Renaissance. Jendela mendominasi fasad, terutama pada daerah iklim berawan. Sehingga pada abad ke-19, semua bangunan kaca mungkin karena

29

Norbert Lechner, Op. Cit., hal. 410.

30

meningkatnya perkembangan kombinasi kaca dengan cara baru pemakaian besi pada sistem struktur. Para pakar arsitektur abad ke-20 meneruskan penggunaan cahaya alami sebagai kebutuhan fungsional dan dramatisasi. Pada museum Guggenheim di New York, Frank Lloyd Wright menggunakan cahaya alami untuk pencahayaan karya seni dengan cahaya tidak langsung dari jendela dan atrium yang tertutup kubah kaca. Pada Johnson Wax Building di Racine, Wisconsin, ia menciptakan ruang tanpa kelihatan adanya batas dengan membiarkan cahaya alami masuk terusmenerus melalui dinding dan tepi atap. Cahaya alami juga masuk melalui skylight yang mengelilingi kolom berbentuk jamur. Sejarah singkat ini menggambarkan bagaimana pentingnya peran cahaya alami pada dunia arsitektur pada masa sekarang dan masa yang akan datang nantinya. 4.2. Definisi Cahaya Alami Menurut kamus besar bahasa Indonesia, cahaya adalah:30 1. Sinar atau terang (dari sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, lampu) yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di sekitarnya. 2. Kilau gemerlap (dari emas, berlian): - nya berkilau bagai intan 3. Kejernihan yang terpancar dari muka : - mukanya berseri-seri 4. Bentuk gelombang elektromagnetik dikurun frekuensi getar tertentu yang dapat ditangkap dengan mata manusia. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, alami adalah bersifat alam. Alam adalah:31 1. Dunia 2. Kerajaan ; daerah ; negeri ; - Minangkabau 3. Segala yang ada di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang-bintang, kekuatan-kekuatan) - sekeliling 30 31

J. S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Op Cit., hal. 145. Ibid., hal. 19.

31

4. Lingkungan kehidupan : - akhirat 5. Segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan : tumbuh-tumbuhan : pikiran 6. Segala daya yang menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini : hukum - ; ilmu 7. Yang bukan buatan manusia : karet – Jadi, pemanfaatan cahaya alami adalah pemanfaatan sinar atau terang (dari sesuatu yang bersinar seperti matahari, bulan, dan benda-benda langit lainnya) yang memungkinkan mata menangkap bayangan benda-benda di langit dan di bumi.

4.3. Tujuan Pencahayaan Alami Tujuan umum pencahayaan alami sama seperti cahaya buatan, yaitu menghasilkan cahaya berkualitas dan efisien serta meminimalkan silau langsung, lapisan pemantul, dan berlebihnya rasio tingkat terang. Inti tujuan pencahayaan alami adalah:32 1. Mendapatkan cahaya yang masuk lebih dalam ke dalam bangunan dengan menaikkan tingkat iluminasi dan menurunkan gradien ruang iluminasi yang melewati ruang.

Gambar 4.1. Cahaya Menimbulkan Gradien Iluminasi Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Keterangan gambar 4.1.

32

Norbert Lechner, Op. Cit., hal. 422.

32

Cahaya dari jendela menimbulkan gradien iluminasi yang berlebihan dalam ruang ini (area dekat dinding belakang terlalu gelap dibandingkan dengan yang dekat jendela).

Gambar 4.2. Cahaya Menciptakan Gradasi Iluminasi Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Keterangan gambar 4.2. Terciptanya penerimaan gradien iluminasi yang lebih banyak. 2. Mengurangi atau mencegah silau langsung yang kurang baik dari jendela tak terlindungi skylight. Silau ini bertambah buruk jika dinding dekat jendela tidak teriluminasi.

Gambar 4.3. Silau Dari Sebuah Jendela Yang Posisinya Berdekatan Dengan Dinding Samping Akan Lebih Sedikit Dibanding Jendela Di Tengah Dinding Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

3. Mencegah berlebihnya rasio tingkat terang (terang utama yang disebabkan oleh sinar matahari langsung)

33

Gambar 4.4. Kelebihan Rasio Terang Yang Berlebihan Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4. Mencegah atau meminimalkan selubung pemantul (khususnya dari skylight dan jendela clerestory)

Gambar 4.5. Cahaya Yang Berlebih Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Keterangan gambar 4.5. Pemantulan terselubung (veiling) merupakan masalah yang sering ditemukan pada pencahayaan yang berasal dari atas. 4.4. Strategi Dasar Pencahayaan Alami Berikut ini cara mengumpulkan dan menyiapkan desain pencahayaan alami, antara lain adalah:33 1. Orientasi. Karena banyaknya kegunaan sinar matahari langsung, orientasi ke arah Utara biasanya merupakan yang terbaik dalam pencahayaan alami. Sisi Utara sebuah bangunan mendapatkan sinar matahari yang paling konsisten sepanjang tahun. Orientasi terbaik kedua adalah Selatan karena cahayanya yang konstan. Walaupun jumlahnya sedikit, kualitasnya tetap baik. Orientasi yang lain adalah Timur dan Barat. Alasan tidak hanya karena kedua orientasi ini menerima sinar matahari hanya setengah setiap harinya, tetapi juga karena sinar matahari berada pada titik maksimal pada saat panas. Masalah terburuk adalah matahari Timur dan Barat berada sampai posisi rendah langit sehingga menimbulkan masalah silau dan bayangan. Aturan Orientasi : 33

Ibid., hal. 423.

34

a. Untuk pencahayaan alami ketika panas diharapkan, gunakan jendela menghadap ke Utara. b. Untuk pencahayaan alami ketika panas tidak diharapkan, gunakan jendela yang menghadap Selatan. c. Untuk pencahayaan alami tanpa harus terjadi silau dan panas berlebih pada musim panas, kontrolah jendela yang menghadap Timur atau Barat. 2. Pencahayaan melalui atap. Hanya satu lantai atau lantai teratas dari bangunan bertingkat banyak yang dapat mengunakan bukaan dari atas. Saat diaplikasikan, bukaan horizontal menawarkan dua keuntungan penting, yaitu : a.

Mereka membiarkan iluminasi tidak seragam secara adil pada area interior yang sangat luas, sementara cahaya alami dari jendela terbatas pada kedalaman 4,5 meter.

Gambar 4.6. Pencahayaan Alami Terbatas Pada Area Sekitar 4,5 Meter Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

b. Bukaan horizontal juga menerima lebih banyak cahaya dari pada bukaan vertikal. Sayangnya, beberapa masalah penting menyertai orientasi ini. Intensitas cahaya lebih besar pada saat panas. Membuat bayangan pada bukaan horizontal merupakan hal sulit. Untuk alasan-alasan ini, sering disarankan untuk menggunakan bukaan vertikal pada atap dalam bentuk jendela, clerestory, monitor, atau pengaturan seperti gigi gergaji.

35

Gambar 4.7. Kemungkinan Bukaan Pada Atap Untuk Pencahayaan Alami Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

3. Bentuk. Bentuk bangunan tidak hanya ditentukan oleh kombinasi bukaan horizontal dan vertikal, tetapi juga oleh berapa banyak area lantai yang memiliki akses terhadap pencahayaan alami. Umumnya, pada bangunan bertingkat banyak, 4,5 meter zona perimeter sepenuhnya mendapat cahaya alami, dan 4,5 meter di atasnya secara parsial. 4. Perencanaan Ruang. Perencanaan ruang terbuka sangat menguntungkan untuk membawa cahaya ke dalam interior. Partisi kaca dapat diberi penyelesaian akustik untuk memperoleh privasi tanpa menghalangi cahaya. Jika atau ketika privasi visual juga diperlukan, tirai atau kerai yang dapat menutup kaca atau material tembus cahaya dapat digunakan. Alternarifnya, partisi dapat terbuat dari kaca pada ketinggian di atas mata.

Gambar 4.8. Partisi Kaca Penuh Atau Sebagian Memungkinkan Pinjaman Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

5. Warna. Gunakan warna ringan untuk ruang luar dan ruang dalam guna memantulkan lebih banyak cahaya pada bangunan dan lebih jauh lagi ke dalam interior, seperti dalam penyebaran cahaya. Atap dengan warna ringan dapat meningkatkan cahaya

36

yang dikumpulkan clerestory. Jendela yang berdekatan atau berlawanan dengan dinding eksterior berwarna ringan akan menerima lebih banyak cahaya alami. Fasade berwarna ringan penting dalam area urban untuk meningkatkan kemampuan pencahayaan alami pada lantai. Interior berwarna terang tidak hanya dapat memantulkan cahaya lebih jauh ke dalam ruang, tetapi juga menyebarkannya untuk mengurangi bayangan gelap, silau, dan rasio tingkat terang berlebih. Plafon harus memiliki faktor pemantulan semaksimal mungkin. Lantai dan beberapa mebel kecil merupakan faktor pemantul terkecil dan mungkin hanya memiliki sedikit pantulan (lapisan penutup). 6. Bahan Terpisah. Gunakan bahan terpisah untuk pemandangan dan pencahayaan alami. Gunakan jendela tinggi, clerestory, atau skylight untuk pencahayaan alami yang baik, dan gunakan jendela rendah untuk pemandangan. Glazing tinggi harus bening atau selektif terhadap spektrum yang masuk, sedangkan glazing rendah harus terlapisi atau memantulkan untuk mengendalikan silau.

4.5. Bukaan Pada Jendela34 4.5.1. Strategi Dasar Jendela Untuk memahami strategi pencahayaan alami melalui jendela, akan menguntungkan jika pertama kali mempelajari cahaya dari jendela biasa. Iluminasi terbesar ada dalam jendela dan berkurang dramatis sampai pada tingkat yang tidak cukup kegiatan visual. Pandangan ke langit sering menjadi sumber silau dan sinar matahari langsung masuk melalui jendela menimbulkan rasio tingkat terang berlebih, juga menimbulkan panas berlebih selama musim panas. Untuk mengatasi karakter negatif jendela biasa ini, biasanya strategi berikut harus diperhatikan seperti: 1. Jendela dinding harus tinggi, tersebar merata, dan pada area yang optimal. Penetrasi cahaya alami ke dalam ruang akan meningkat seiring dengan tingginya jendela. 34

Ibid., hal. 426.

37

Gambar 4.9. Penetrasi Pencahayaan Alami Meningkat Sesuai Dengan Ketinggian Jendela Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Kedalaman yang berguna untuk cahaya alami terbatas 1,5 kali tinggi atas jendela. Jika memungkinkan, ketinggian plafon harus dapat dinaikkan supaya jendela dapat lebih tinggi. Area jendela harus sedikitnya 20 persen dari besaran lantai karena adanya kelebihan panas pada saat panas dan kehilangan panas pada saat tidak panas. Dengan penggunaan reflektor dan penyebaran cahaya, area jendela kecil dapat mengumpulkan jumlah cahaya alami yang besar. 2. Jika mungkin, tempatkan jendela pada lebih dari satu dinding. Hindari pencahayaan unilateral (jendela hanya pada satu sisi dinding), dan gunakan pencahayaan bilateral (jendela pada dua sisi dinding) untuk penyebaran cahaya yang jauh lebih baik dan mengurangi silau.

Gambar 4.10. Pencahayaan Unilateral dan Bilateral Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Jendela pada dinding terdekat sangat efektif untuk mengurangi silau. Jendela pada dinding akan memberi cahaya ke dinding terdekat, oleh karena itu, akan mengurangi kontras antara setiap jendela dan dinding yang mengelilinginya. 3. Tempatkan jendela dekat dinding interior. Di sini dinding interior yang dekat jendela akan berfungsi sebagai pemantul terang cahaya untuk mengurangi cahaya alami langsung yang terlalu kuat.

38

Gambar 4.11. Distribusi Cahaya Dapat Ditingkatkan Oleh Dinding Samping Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Silau pada jendela juga dikurangi karena berkurangnya rasio tingkat terang antara jendela dan dinding karena pantulan balik dari dinding di sampingnya.

Gambar 4.12. Silau Dari Sebuah Jendela Yang Posisinya Berdekatan Dengan Dinding Samping Akan Lebih Sedikit Dibanding Jendela Di Tengah Dinding Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.

Perbesar dinding untuk mengurangi kekontrasan antara jendela dan dinding. Jendela menghasilkan silau lebih sedikit ketika dinding terdekat tidak terlalu

gelap dibandingkan dengan jendela tersebut. Tepi bulat menghasilkan transisi tingkat terang yang lebih nyaman bagi mata.

Gambar 4.13. Kontras Dikurangi Dengan Cara Menonjolkan Atau Membentuk Lengkung Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

5. Saring cahaya alami. Sinar matahari dapat disaring dan diperlembut dengan pohon atau beberapa benda lain seperti teralis dan pembatas tembus pandang. Bukaan tembus pandang atau penutup yang sangat ringan dapat membuat masalah silau bertambah buruk.

39

Walaupun mereka menyebarkan sinar matahari langsung, mereka lebih sering menjadi sumber terang berlebih dalam prosesnya.

Gambar 4.14. Glazing Yang Tembus Cahaya Bisa Menjadi Sumber Silau Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

6. Lindungi jendela dari sinar matahari berlebih pada saat panas. Idealnya, hanya sejumlah kecil sinar matahari yang diperbolehkan masuk melalui jendela pada saat panas, tetapi dalam jumlah maksimum pada saat dingin. Pada

setiap

waktu,

bagaimanapun

cahaya

seharusnya

disebar

dengan

memantulkan ke plafon. Jika hal tersebut tidak memungkinkan, cahaya harus terlebih dahulu dilindungi sebelum masuk. Overhang pada jendela Selatan dapat memberikan kita kendali musimam yang ideal. Mereka juga dapat menghilangkan kelompok sinar matahari, mengurangi silau, dan bahkan mengeluarkan gradien cahaya yang melewati ruang. Jika sebuah overhang besar digunakan, maka bagian bawahnya harus berwarna putih untuk memantulkan cahaya permukaan.

Gambar 4.15. Overhang Horizontal Yang Besar Dapat Menghalangi Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Kisi-kisi horizontal yang dicat warna terang (berwarna cerah) akan menguntungkan karena mereka mengahalangi sinar matahari langsung, tetapi masih memantulkan penyebaran sinar.

40

Gambar 4.16. Kisi-Kisi Horizontal Yang Memancarkan Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Panel vertikal di depan jendela dapat menghalangi sinar matahari langsung sambil menyebarkan pantulan skylight ke jendela.

Gambar 4.17. Bidang Vertikal Yang Menghalangi Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

7. Gunakan peneduh yang bergerak. Lingkungan yang dinamis memerlukan tanggapan dinamis. Variasi pencahayaan alami khususnya diperlukan terutama pada bagian Timur dan Barat, dimana bagian tersebut menerima penyebaran cahaya selama setengah hari dan sinar matahari langsung pada setengah hari lainnya. Peneduh bergerak atau garden dapat menanggapi kondisi ekstrim ini. Untuk mengurangi panas, pelindung interior atau tirai harus memiliki sifat pemantul yang tinggi, di mana warna lebih gelap dapat diterima pada ruang luar. Selain itu, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pelindung akan lebih efektif ketika diletakkan di bagian luar glazing.

41

Gambar 4.18. Peneduh Otomatis Pada Fasad Barat Dan Timur Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.5.2. Strategi Jendela Lanjutan35 Untuk mendapatkan cahaya alami, agar masuk lebih jauh ke dalam bangunan melalui jendela sementara kualitas cahaya tetap terjaga, dapat dilakukan dengan memantulkan cahaya alami ke plafon. Bangunan satu lantai, trotoar, jalan, dan patio dengan warna terang dapat memantulkan cahaya dalam jumlah yang signifikan ke plafon.

Gambar 4.19. Lantai Beton Yang Berwarna Terang Dapat Memantulkan Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Pada bangunan bertingkat banyak, bagian struktur dapat digunakan untuk memantulkan cahaya dalam ruang. Penutup di bagian bawah dari jendela dapat efektif, tetapi juga bisa berpotensi menjadi sumber silau

Gambar 4.20. Bibir Jendela Yang Lebar Bisa Digunakan Sebgai Pemantul Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Light shelf mencegah masalah silau ketika ditempatkan di atas tingkat mata. Light shelf ini berfungsi sebagai overhang untuk glazing yang lebih banyak 35

Ibid., hal. 430.

42

untuk mencegah masuknya sinar matahari langsung yang menghasilkan kumpulan cahaya matahari. Overhang ini juga dapat meredam silau dengan menghalangi pandangan dari langit terang pada jendela yang lebih rendah. Silau dari jendela atas dapat dikendalikan kisi-kisi atau dengan menambahkan Light shelf di dalamnya.

Gambar 4.21. Light Shelf Yang Ditempatkan Di Atas Pandangan Manusia Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Adanya light shelf ini bukan hanya memperbaiki kualitas pencahayaan alami, tetapi juga meningkatkan kedalaman zona pencahayaannya.

Gambar 4.22. Light Shelf Yang Meningkatkan Zona Pencahayaan Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.5.3. Material Glazing Jendela Memilih material glazing yang tepat merupakan hal penting agar desain pencahayaan alami menjadi sukses. Bahan/material yang digunakan untuk pemanfaatan cahaya alami di bagi menjadi 2 yaitu yang memantulkan dan yang meneruskan. Yang Memantulkan terdiri dari:36 36

Ibid., hal. 434.

43

1. Spekular: - Kaca cermin.

- Besi yang tahan karat.

- Kromium.

- Kaca gelap

- Plastik yang menyerupai logam.

- Aluminium proses.

- Aluminium yang halus (polished). 2. Menyebarkan: - Aluminium proses (processed).

- Cat aluminium.

- Aluminium (etched).

- Kromium satin.

- Aluminium (brushed). 3. Penyebaran: - Plesteran putih.

- Kaca putih.

- Lapisan porselen.

- Terakota putih.

- Batu Kapur.

- Cat Putih.

Yang bersifat meneruskan terdiri dari: 1. Kaca: - Bening.

- Kaca pasir.

- Kaca padat buram.

- Kaca kabur,

- Kaca gores. 2. Plastik: - Warna-warni.

- Putih.

- Lensa prismatik bening (clear prismatic lens). 3. Marmer. 4. Batu pualam putih. Glazing transparan memiliki beberapa tipe: bening, berwarna, menyerap panas, dan spectrally selective (glazing yang memantulkan dapat menghalangi radiasi inframerah matahari sekaligus dapat menyebarkan radiasi yang dapat terlihat). Tipe glazing berwarna, menyerap panas, dan memantulkan jarang diperlukan untuk mengumpulkan cahaya alami karena mereka mengurangi transmisi cahaya. Dalam pencahayaan alami, mereka kadang-kadang digunakan untuk mengendalikan silau dengan cara mengurangi perbedaan rasio terang antara jendela dan dinding. Ketiga tipe glazing ini tidak otomatis menyelesaikan masalah

44

karena kemungkinan mereka mengurangi terang ruang dalam, sebanyak mengurangi terang pandangan. Jadi, rasio tingkat terang berkurang sama, seperti juga silau. Glazing berwarna atau memantulkan dapat meredam silau meskipun ruang dalam juga diiluminasi oleh sumber lainnya, seperti skylight atau jendela clerestory, bukan oleh jendela biasa. Dalam beberapa kasus, pengurangan transmisi pemandangan memperbaiki masalah silau karena mengurangi terang jendela menjadi lebih dekat terang ruang dalam. Tentu saja cahaya buatan juga dapat meningkatkan terang dalam, tetapi menggunakannya untuk meredam silau mengalahkan seluruh ide pencahayaan alami.

Gambar 4.23. Glazing Berwarna Yang Mengurangi Silau Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Bagian cahaya alami yang sejuk, harus digunakan glazing spectrally selective apabila yang dibutuhkan banyak cahaya dan sedikit panas.

Gambar 4.24. Glazing Spectrally Selective Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Pada material glazing jendela kita juga menemukan material glass block. Glass block tidak berguna dalam pencahayaan alami karena mereka menyediakan sedikit kendali atas arah dan kualitas cahaya. Namun, ada satu tipe glass block telah dibuat khusus untuk itu. Ia disebut light directing (mengarahkan cahaya) karena diberi prisma yang merefraksi cahaya menuju plafon untuk penetrasi cahaya yang dalam dan merata ke dalam ruang.

45

Gambar 4.25. Glass Block Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.6. Pencahayaan Atas37 Skylight, monitor, dan clerestory merupakan metode pencahayaan atas. Keuntungan utama pencahayaan atas ini adalah kemungkinan keseragaman dan iluminasi tinggi. Sayangnya, pencahayaan ini juga memiliki kerugian. Ini bukan merupakan strategi yang berhasil pada bangunan yang bertingkat banyak. Karena tidak dapat memenuhi kepuasan akan kebutuhan pemandangan dan orientasi, ia harus

digunakan

sebagai

elemen

tambahan,

bukan

pengganti

jendela.

Pencahayaan atas juga merepresentasikan beberapa potensi masalah silau. Seluruh sumber tersebut berpotensi menjadi sumber pemantul.

Gambar 4.26. Pemantulan Terselubung Bisa Dihindari Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Gambar sebelah kiri di atas adalah pemantulan terselubung yang bisa dihindari dengan cara menempatkan skylight di luar zona terbuka, sedangkan gambar sebelah kanan adalah cara menghindari dengan memberikan sistem penghalang yang dapat mengendalikan silau langsung dalam batas tertentu. 4.6.1. Strategi Skylight 37

Ibid., hal. 435.

46

Skylight adalah bukaan berlapis kaca horizontal atau miring pada atap. Dari bukaan tersebut dapat terlihat bagian langit yang tidak terbatas, dan akibatnya, memancarkan iluminasi yang sangat tinggi. Karena pancaran sinar matahari tidak diinginkan pada beberapa objek visual, masuknya sinar matahari harus disebar dalam berbagai cara. Berikut ini beberapa strategi umum untuk skylight : 1. Skylight untuk keseragaman cahaya.

Gambar 4.27. Jarak Yang Disarankan Pada Skylight Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

2. Gunakan penyebaran bukaan untuk meningkatkan ukuran skylight.

Gambar 4.28. Bukaan Melengkung Lebih Baik Dalam Mendistribusikan Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

3. Tempatkan skylight tinggi dalam ruang.

47

Gambar 4.29. Pada Ruang Yang Tinggi Silau Lebih Sedikit Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4. Tempatkan skylight di dekat dinding.

Gambar 4.30. Skylight Pada Dinding Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

5. Gunakan pemantul interior untuk menyebarkan sinar matahari.

Gambar 4.31. Penggunaan Pemantul Interior Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

6. Gunakan

skylight

dengan

kemiringan

curam

untuk

memperbaiki

keseimbangan musim, baik saat panas maupun saat dingin.

48

Gambar 4.32. Skylight Dengan Kemiringan Curam Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.6.2. Clerestory, Monitor, Dan Penangkap Cahaya Clerestory, monitor, dan penangkap cahaya merupakan bagian besar yang diangkat ke atas atap utama untuk memasukkan cahaya ke pusat ruang. Clerestory adalah bukaan atas yang mirip jendela. Monitor adalah bukaan atas yang menghadap ke lebih dari satu arah dan dapat dioperasikan. Sedangkan penangkap cahaya adalah bukaan atas yang biasanya digunakan jika jendela menghadap hanya ke satu arah dan berlawanan dengan sisi melengkung untuk merefleksikan cahaya ke bawah.

Gambar 4.33. Clerestory Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Gambar 4.34. Monitor Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

49

Gambar 4.35. penangkap Cahaya Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Keuntungan lain dari tipe pencahayaan atas ini adalah peyebaran cahaya alami yang dihasilkan karena banyak cahaya yang masuk plafon. Karena cahaya dengan mudah dapat disebarkan saat di dalam, glazing dapat bersifat transparan. Beberapa strategi umum untuk clerestory, monitor, dan penangkap cahaya adalah:38 1. Orientasi. Bukaan yang menghadap Utara untuk mendapatkan cahaya paling konstan sepanjang tahun. Pada iklim panas yang ekstrem, clerestory menghadap Selatan disarankan, sementara pada daerah iklim panas sebaiknya menggunakan kombinasi glazing Utara dan Selatan. 2. Pembentukan ruang.

Gambar 4.36. Tipe Jarak Clerestory Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

3. Atap yang memantul.

38

Ibid., hal. 442.

50

Gambar 4.37. Keuntungan Pencahayaan Atas Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4. Penghalang penangkap sinar matahari.

Gambar 4.38. Penghalang Pengumpul Sinar Matahari Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

5. Pantulan cahaya ke dinding interior.

Gambar 4.39. Dinding Sebagai Pemantul Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

4.7. Alat Peneduh 4.7.1. Jenis Alat Peneduh Peneduh merupakaan strategi kunci dalam mencapai kenyamanan suhu pada musim panas. Walaupun pemakaian peneduh pada keseluruhan bangunan sangat menguntungkan, pemakaian peneduh pada jendela-jendela sangatlah penting. Berikut ini adalah berbagai macam alat peneduh.39 Tabel 4.1. Berbagai Macam Alat Peneduh

No.

Gambar Peneduh

39

Keterangan Nama

Orientasi

Komentar

Terbaik

John R. Hoke, ed. Wiley, Architectural Grapic Standar (1998)

51

1.

Overhang

Selatan,

Menangkap udara

Panel horizontal

Barat, dan

panas

Timur 2.

Overhang

Selatan,

Pergerakan udara

Louvers horizontal

Barat, dan

bebas

pada bidang

Timur

horizontal 3.

Overhang

Selatan,

Memperkecil panjang

Louvers horizontal

Barat, dan

pandangan

pada bidang

Timur

vertikal No.

Gambar

Keterangan Nama

Peneduh 4.

5.

Orientasi

Komentar

Overhang

Terbaik Selatan,

Pergerakan udara

Panel vertikal

Barat, dan

bebas dan pandangan

Timur

terbatasi

Sirip

Barat, Timur,

Menghalangi

Vertikal

dan Utara

pandangan Hanya untuk fasad bagian utara pada iklim panas

6.

Sirip

Barat, dan

Miring ke arah Utara

Vertikal miring

Timur

sangat membatasi pandangan

7.

Eggcrate

Barat, dan

Untuk iklim yang

52

(tempat telur)

Timur

sangat panas Pemandangan sangat terbatas Menangkap udara panas

8.

Eggcrate dengan

Barat, dan

Pemandangan sangat

sirip mirip

Timur

terbatas Menangkap udara panas Untuk iklim sangat panas

Sumber: Architectural Grapic Standars, 1998

4.7.2. Orientasi Perangkat Peneduh40 Jendela yang menghadap ke Barat dan Timur menghadapi masalah yang sulit karena sudut matahari yang rendah pada pagi dan sore hari. Solusi terbaik sejauh ini adalah dengan pengontrolan pada jendela di bagian Timur dan Barat, salah satu contohnya dengan menggunakan teritisan horizontal atau sirip vertikal pada fasad Timur dan Barat.

Gambar 4.40. Denah Lantai Strategi Peneduhan Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

40

Norbert Lechner, Op. Cit., hal. 243.

53

Karena pemandangan merupakan prioritas utama untuk semua jendela maka untuk alasan ini overhang horizontal merupakan pilihan terbaik.

Gambar 4.41. Elemen Kecil Yang Dapat Menghasilkan Naungan Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Skylight (glazing horizontal), menciptakan masalah peneduh yang sulit karena mereka menghadap matahari langsung hampir selama siang.

Gambar 4.42. GlazingYang Sebaiknya Dihindari Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Glazing vertikal pada jendela clerestory bisa dilindungi, salah satunya dengan menggunakan teknik seperti gambar di bawah ini:

Gambar 4.43. Jendela Clerestory Lebih Baik Dari Pada Skylight Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

54

4.8. Contoh-Contoh Bangunan Yang Memanfaatkan Cahaya Alami 4.8.1. M.I.T Chapel oleh Eero Saarinen41

Gambar 4.44. M.I.T Chapel Sumber: http://www.galinsky.com/buildings/mitchapel, tahun 2007

Gambar 4.45. Detail M.I.T Chapel Sumber: http://www.galinsky.com/ building/mitchapel, tahun 2007

Gambar 4.46. M.I.T Chapel Sumber: http://www.galinsky.com/buildings/mitchapel, tahun 2007

M.I.T Chapel menggunakan skylight pada bukaan di atas altar. Eero Saarinen menggunakan bentuk dengan cahaya alami yang menarik karena skylight di atas altar disesuaikan dengan eggcrates (seperti tempat telur) hitam sehingga hanya cahaya vertikal yang dapat masuk ke dalam kapel. Cahaya vertikal ini kemudian dipantulkan ke dalam ruang melalui sculpture yang terbuat dari reflektor kuningan seperti daun (pada gambar 4.43 di atas). 4.8.2. Church Of The Light oleh Tadao Ando42

41 42

http://www.galinsky.com/buildings/mitchapel http://www.flaregroup.com/html/imagesarch/ando.jpg

55

Gambar 4.47. Church Of The Light Sumber: http://www.flaregroup.com/html/imagesarch/ando.jpg, tahun 2007

Pada Church Of The Light, menggunakan bukaan vertikal pada dinding di belakang altar. Bukaan dinding ini memberi kesan sakral terhadap gereja tersebut, namun untuk segi fungsional bukaan tersebut sering menyebabkan silau apabila cahaya yang masuk ke dalam ruangan gereja terlalu berlebih, khususnya pada siang hari. 4.8.2. Riola Parish Church oleh Alvar Aalto43

Gambar 4.48. Potongan Parochial44 Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

Gambar 4.49. Interior Gereja Parochial Sumber: http://www.greatbuildings.com/buildings/Riola_Parish_Church.html, tahun 2007

Pada Gereja Parochial di Riola Italia, menggunakan clerestory

pada

bagian atap yang juga dapat digunakan sebagai penangkap cahaya dari luar bangunan. Gereja ini menggunakan bentangan rangka semen sebagai penopang atap dan untuk menghalangi silau dari serokan silau dari serokan cahaya. 43 44

http://www.greatbuildings.com/buildings/Riola_Parish_Church.html Norbert Lechner, Op. Cit., hal. 446.

56

Serokan Cahaya

Gambar 4.50. Eksterior Gereja Parochial45 Sumber: http://www.greatbuildings.com/cgi-bin/gbi.cgi/Riola_Parish_Church.html, tahun 2007

Evaluasi bangunan yang memanfaatkan cahaya alami: No. 1.

Bangunan

Arsitek

Sumber

Jenis

M.I.T

Eero

Cahaya Bukaan

Bukaan Skylight

Chapel

Saarinen

Atap

Kesimpulan

Bukaan ini akan digunakan pada desain gereja nantinya. Agar terkesan sakral maka bukaan ini akan ditempatkan di atas altar dan menggunakan glazing spectrally selective (glazing yang memantulkan dan menghalangi radiasi inframerah matahari sekaligus menyebarkan radiasi yang

2.

Church Of Tadao

Bukaan

The Light

Dinding

Ando

Vertikal

dapat terlihat). Bukaan vertikal juga memberikan kesan yang sakral. Karena segi fungsional juga harus diperhatikan, maka

45

http://www.greatbuildings.com/cgi-bin/gbi.cgi/Riola_Parish_Church.html

57

bukaan tersebut tidak cocok untuk diterapkan sebab akan membuat efek silau terhadap pemakai bangunan gereja 3.

nantinya. Bukaan ini juga akan diguna-

Gereja

Alvar

Bukaan

Clerestory

Parochial

Aalto

Atap

yang juga kan pada gereja Kristen. bisa digu- Alasan penggunaan bukaan ini nakan

karena bukaan ini dapat

sebagai

memasukan cahaya ke dalam

serokan

ruangan tanpa menyebabkan

cahaya.

silau.

4.9. Kesimpulan Dari teori diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa: 1. Pencahayaan alami masih dibutuhkan karena: a.

Manusia memerlukan dan menikmati kualitas dari cahaya alami.

b. Pencahayaan alami menghemat energi dan dapat mengurangi pemakaian listrik. 2. Cahaya alami merupakan sumber yang sangat banyak. Pada hari berawan, iluminasinya di atas 30 kali dari yang dibutuhkan di dalam ruang, dan pada hari cerah, sekitar 160 kali lebih besar. 3. Pencahayaan Utara adalah yang terbaik karena hangat, banyak, mudah dikendalikan. Pencahayaan Selatan adalah yang terbaik kedua karena sejuk dan konstan, namun tidak sebanyak dan sehangat cahaya Utara. 4. Strategi desain pencahayaan alami: a. Gunakan bentuk bangunan yang dapat memanfaatkan area pencahayaan alami (misalnya persegi panjang atau atrium). b. Gunakan bukaan terencana. c. Letakkan Jendela tinggi pada dinding. d. Saring cahaya alami untuk mengurangi silau. e. Gunakan clerestory selatan dengan penghalang cahaya sehingga bebas silau dan dapat mengumpulkan sinar matahari.

58

f. Gunakan skylight dengan perlindungan saat panas.

BAB 5 ANALISIS MENUJU KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEREJA KRISTEN INDONESIA DI YOGYAKARTA

5.1. Lokasi Dalam perencanan dan perancangan Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Yogyakarta, untuk menghasilkan suatu desain yang baik dan benar maka diperlukan beberapa pendekatan-pendekatan yang memiliki keterkaitan dengan site dan lokasi terpilih. Hal tersebut dimaksudkan agar adanya pengertian yang mendasar dalam ide, bentuk dan gagasan yang akan diterapkan dalam perencanaan tersebut. 5.1.1.Kriteria Pemilihan Lokasi Dalam pemilihan lokasi ada beberapa kriteria yang harus dijadikan pertimbangan, antara lain: 1. Tata guna lahan yang cukup luas untuk menampung seluruh kegiatan yang akan ada nantinya.

59

2. Memperhatikan arah perkembangan permukiman dan kebutuhan fasilitas publik di suatu wilayah. 3. Lokasi merupakan tempat yang mudah dijangkau atau tidak jauh dari pusat kota. Hal ini bermaksud agar, lokasi dapat ditempuh dan diakses dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum. 4. Terletak di daerah yang mempunyai jaringan infrastruktur yang baik sehingga memudahkan dalam perencanaan dan perancangan bangunan nantinya. 5. Dalam penyediaan faslitas baru ini hendaknya didukung dengan peraturanperaturan pemerintah mengenai ijin penyelenggaraan, pembangunan dan sebagainya sehingga penyediaan fasilitas baru ini diharapkan menguntungkan semua pihak dan tidak merugikan penduduk sekitar. Dari beberapa analisis diatas maka beberapa alternatif lokasi yang memenuhi syarat diatas antara lain: jalan Nologaten, jalan Seturan, jalan Babarsari.

Alternatif 1 Jln. Nologaten Alternatif 2 Jln. Seturan Alternatif 3 Jln. Babarsari

Gambar 5.1. Alternatif Lokasi

60

Sumber: http://www.googleearth.com, tahun 2007

5.1.2. Lokasi Terpilih Dari 3 alternatif lokasi di atas, alternatif yang paling sesuai sebagai lokasi gereja Kristen adalah alternatif yang ke-3 di sekitar jalan Babarsari. 5.2. Site 5.2.1. Kriteria Pemilihan Site Pendekatan site meliputi: 1. Site terpilih hendaknya memiliki orientasi yang baik dari akses jalan utama agar mudah dicapai oleh semua pengguna dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. 2. Di sekitar site hendaknya dekat dengan sarana pendukung, seperti: pemukiman penduduk, fasilitas perdagangan, fasilitas pendidikan dan lainlain. 3. Site terpilih hendaknya dilalui jaringan infrastruktur yang lengkap, sehingga memudahkan dalam perencanaan dan perancangan bangunan. 4. Kategori site haruslah termasuk dalam lokasi yang didukung oleh peraturan pemerintah mengenai ijin pembangunan sehingga penyediaan fasilitas baru ini tidak menggangu kestabilan kegiatan yang ada di sekitar site serta dapat menguntungkan semua pihak dan tidak merugikan masyarakat sekitar. Berikut ini adalah tabel jumlah anggota GKI Gejayan pada tahun 2006:46 Tabel 5.1. Jumlah Anggota GKI Gejayan

No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 46

Domisili Jemaat Di Sekitar Wilayah Gejayan Di Sekitar Wilayah Condong Catur Di Sekitar Wilayah Jalan Kaliurang Di Sekitar Wilayah Jalan Solo Di Sekitar Wilayah Minomartani dan Gebang Di Sekitar Wilayah Maguwoharjo Di Sekitar Wilayah Sayidan Di Sekitar Wilayah Jetis Di Sekitar Wilayah Kolombo dan Sagan

Jumlah 178 68 84 76 129 28 7 11 33

Data GKI Gejayan (Yogyakarta: GKI Gejayan, 2007)

61

10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.

Di Sekitar Wilayah Babarsari dan Seturan Di Sekitar Wilayah Jalan Magelang Di Sekitar Wilayah Jalan Wonosari Di Sekitar Wilayah Tugu Di Sekitar Wilayah Baciro dan Timoho Di Sekitar Wilayah Bantul Di Sekitar Wilayah Tukangan Di Sekitar Wilayah Pengok Di Sekitar Wilayah Gedung Kuning Dan Lain-Lain

112 28 7 8 29 9 13 17 9 17

Jumlah Pria

863

: 421 orang

Wanita : 442 orang Terbanyak 1

178

(Di sekitar wilayah Gejayan)

Dalam Persen 20,625

Wilayah Terbanyak 2

129

(Di sekitar wilayah Minomartani dan Gebang)

Dalam Persen 14,947

Wilayah Terbanyak 3

112

(Di sekitar wilayah Babarsari dan Seturan)

Dalam Persen 12,977

Sumber: Data GKI Gejayan, 13 September 2007

Keterangan: •

Pada daerah terbanyak 1 yaitu di sekitar wilayah Gejayan sudah diwadahi oleh Gereja Kristen Indonesia (GKI) Gejayan.



Pada daerah terbanyak 2 yaitu di sekitar wilayah Minomartani dan Gebang sudah diwadahi oleh Gereja Kristen Jawa (GKJ) Minomartani dan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Condong Catur. Walaupun GKJ dan GKI berbeda namun mereka memiliki banyak kesaamaan dalam cara kebaktiannya, jadi hal ini yang menyebabkan daerah Minomartani dan Gebang kurang mendukung dalam pendirian gereja Kristen yang baru.



Pada daerah terbanyak 3 yaitu di sekitar wilayah Babarsari sudah ada beberapa gereja Kristen seperti Gereja Kristen Nazarene dan Gereja Baptis Indonesia. Namun karena kedua gereja tersebut memiliki cara ibadah yang berbeda dengan Gereja Kristen Indonesia, jadi tidak ada salahnya apabila

62

site gereja Kristen yang dibangun ini nantinya berada di sekitar daerah Babarsari.

Beberapa pertimbangan di atas ini maka terdapat 3 alternatif site yang sesuai dengan kriteria pemilihan site, antara lain:

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

Gambar 5.2. Alternatif Site Sumber: http://www.googleearth.com, tahun 2007

5.2.2. Site Terpilih Dari analisis di atas site yang sesuai sebagai site Gereja Kristen Indonesia di Yogyakarta adalah site dengan alternatif 3 yaitu di jalan Babarsari tepatnya di depan SMP Negeri 4 Depok, dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut : 5.3. Kondisi Site Terpilih Kondisi site terpilih meliputi keadaan asli yang terdapat pada site meliputi: kondisi site, dimensi site, batas-batas site, utilitas & peraturan pemerintah. 5.3.1. Kondisi Site

63

U

Gambar 5.3. Kondisi Site Sumber: http://www.googleearth.com, tahun 2007

1. Site terpilih memiliki orientasi yang baik dari jalan utama yaitu jalan Babarsari, sehingga memudahkan akses keluar masuk bagi penggunanya. 2. Di sekitar site terdapat beberapa sarana pendukung seperti fasilitas pendidikan (SMP 4 Depok, universitas YKPN, universitas Atmajaya, universitas UPN, dan lain-lain), fasilitas komersil (ruko, warung makan, sport center, dan lainlain), pemukiman penduduk, rumah-rumah kos dan sebagainya. Hal ini bisa menjadi sisi positif dalam peningkatan jemaat gereja Kristen tersebut. 3. Adanya jaringan infrastruktur yang baik dan layak pada daerah sekitar site, sehingga memudahkan dalam perencanaan & perancangan, antara lain: jalan di sekitar site yang sudah diaspal, jaringan air bersih, adanya aliran listrik, saluran telepon, saluran real kota, dan sebagainya. 5.3.2. Dimensi Site Terpilih

U

64

Gambar 5.4. Dimensi Site Sumber: Data Dari Analisis Penulis

Dimensi site: Utara

:

92 m

Barat

:

76 m

Selatan

:

46 m

Timur (a) :

49 m

Timur : 47 m Site Terpilih 5.3.3.(b) Batas-Batas Luas Site Keseluruhan : 6.360 m2 Batas-batas site terpilih: Utara

: Jalan Babarsari

Selatan

: Permukiman penduduk

Barat

: Pemukiman penduduk dan sawah

Timur

: Resto Panggon Ijo

U

Gambar 5.5. Batas Site Terpilih Sumber: Data Dari Analisis Penulis

5.4. Kegiatan Yang Diwadahi Di Dalam Gereja Kristen Seperti telah di bahas dalam bab 2 dan bab 3, Gereja Kristen Indonesia yang memenuhi standar ini akan mewadahi empat kelompok kegiatan yaitu: 1. Kegiatan Utama Kegiatan yang dianggap paling penting karena di dalamnya terdapat kegiatan untuk beribadah kepada Tuhan Yesus Kristus. Kegiatan beribadah ini berhubungan dengan mendengarkan firman, membaca alkitab, membaca kidung pujian, berdoa, bersekutu dll. Kegiatan ini diwadahi oleh bangunan inti yaitu berupa gedung gereja itu sendiri.

65

2. Kegiatan Penunjang Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di dalam gedung gereja sehingga semua kegiatan yang dilakukan di dalam gedung gereja dapat berjalan dengan baik. Kegiatan ini diwadahi oleh beberapa ruang-ruang, seperti: ruang sekolah minggu, ruang rapat, kantor administrasi, perpustakaan kecil, toko buku (merupakan kebutuhan di Yogyakarta dan juga di Indonesia, yang di dalamnya di isi dengan penjualan buku-buku, kaset atau CD rohani, aksesoris Kristen dan lain-lain), ruang studio, ruang konsistori, ruang koster dan lain-lain. 3. Servis Servis merupakan bagian yang bekerja dan bertanggung jawab terhadap pelayanan dan pemeliharaan gedung gereja. Servis ini meliputi: dapur, toilet, dan parkir. 5.5. Besaran Ruang Karena di daerah Babarsari sudah terdapat 2 gereja Kristen yaitu Gereja Kristen Nazarene dan Gereja Baptis Indonesia, maka kapasitas jemaat yang akan diwadahi pada Gereja Kristen Indonesia yang akan dibangun nantinya adalah: •

Gereja Kristen Nazarene memiliki jumlah jemaat sekitar 650 orang



Gereja Baptis Indonesia memiliki jumlah jemaat sekitar 50 orang



Gereja Kristen memiliki keunikan berbeda dibandingkan tempat ibadah lain, maksudnya disini adalah bahwa setiap anggota jemaat pada suatu gereja belum tentu akan melakukan ibadahnya di sekitar tempat tinggalnya. Hal ini dikarenakan bahwa setiap gereja memiliki kekhasan tertentu dalam hal kebaktiaan. Dengan demikian jumlah pemeluk yang berjumlah 2.202 orang di sekitar Babarsari tidak seluruhnya akan melakukan kebaktian di gereja-gereja yang ada pada daerah Babarsari. Jadi 10 persen dari jumlah 2.202 yaitu sekitar 220 orang akan melakukan kebaktian di gereja yang menurut mereka cocok dengan cara ibadah yang mereka inginkan.



Dengan demikian jumlah jemaat yang nantinya akan melakukan kegiatan pada

66

gereja Kristen yang berada di daerah babarsari adalah: - Jumlah keselurah pemeluk agam Kristen

: 2.202 orang

- Jumlah jemaat Gereja Kristen Nazarene

:

650 orang

- Jumlah jemaat Gereja Baptis Indonesia

:

50 orang

- Jumlah jemaat yang akan melakukan kebaktian di tempat lain :

202 orang 1300 orang

Jadi, asumsi jumlah jemaat yang akan melakukan kebaktian di Gereja Kristen Indonesia yang baru sebanyak 1.300 orang. Karena akan diadakan Tiga kali (3X) yaitu pada jam 06.00 WIB, 08.00 WIB dan 10.00 WIB, maka 1.300 orang : 3 = 434 orang tiap kali kebaktiannya. Tabel 5.2. Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan

Jenis Kegiatan Ibadah

Kebutuhan

Kapasitas

Standar 2

Ruang Gereja

(m ) 434 Orang

1,8/Orang

Jumlah

Total

Ruang

Besaran

1

Ruang (m2) 785

Kegiatan Utama

Sirkulasi 30 % Total Kegiatan Utama

235,5 1.020.5

67

Bekerja

Ruang

3 Orang

15

1

15

Ruang

4 Orang

30

1

30

Administrasi Ruang Kantor

4 Orang

36

1

36

Pendeta Ruang Koster

2 Orang

42

1

42

Konsistori

(kamar mandi) Sirkulasi 30 % Belajar Kegiatan

Ruang

36,9

10 Orang

42

3

126

3 Orang

15

1

15

Toko

30 Orang

1,8/Orang

1

48

Buku Studio

8 Orang

30

1

30

Kelas Perpustakaan

Penunjang

Musik Sirkulasi 30 %

65,7

Total Kegiatan Penunjang

444,6

Dapur

2 Orang

6

1

6

Gudang

2 Orang

12

1

12

Ruang

2 Orang

10

1

10

Peralatan Pos

1 Orang

4

2

8

Satpam WC

7 Urinoir,

36

-

36

Pria WC

6 toilet 8 Toilet

30

-

30

Wanita Parkir Mobil

1 Mobil

12,5

26

325

Parkir Motor

1 Motor

3

150

450

Servis

Servis

Sirkulasi 30 %

263,1

Total Servis

1.140,1

Total Keseluruhan Bangunan

2.605,2

68

Pembulatan Total Bangunan Luas Site KDB 70 % ( 70 x 6360 : 100)

2.606 6.360 4.452

Sumber: Data Arsitek Dan Analisis Penulis

Keterangan: Karena total luas bangunan 2.606 m2 dan luas site 6.360 m2, maka sesuai dengan batas KDB (koefisien dasar bangunan) jadi tidak perlu dibangun lebih dari 1 lantai. 5.6. Analisis Penzoningan Pembagian penzoningan di dalam gereja Kristen ini akan dibagi berdasarkan kegiatan/fungsi ruang yang secara garis besar sudah dibahas. Yang terdiri atas zona utama (gereja itu sendiri), zona penunjang (ruang konsistori, ruang administrasi, ruang kantor pendeta, ruang koster gereja, ruang kelas, perpustakaan, toko buku, dan studio musik) dan zona servis (dapur, gudang peralatan, gudang, pos satpam, WC pria, WC wanita, parkir mobil, dan parkir motor).

Gereja Kristen Indonesia

Utama - Gereja -

Penunjang

Servis

Ruang Konsistori Ruang Administrasi Ruang Kantor Pendeta Ruang Koster Ruang Kelas Perpustakaan Toko Buku Studio Musik

- Dapur - Ruang Peralatan - Gudang - Pos Satpam - Toilet - Parkir

Diagram 5.1. Zona Pembagiaan Kegiatan/Fungsi Ruang Sumber: Analisis Penulis

69

Berikut kriteria penzoningan, diantaranya adalah: Zona Utama

: Harus terletak di depan massa bangunan yang lain, karena pada zona ini merupakan pusat segala kegiatan di dalam suatu gereja Kristen. Zona utama ini juga harus memiliki fasad dan desain yang lebih menarik dibandingkan zona-zona lainnya.

Zona Penunjang : Zona penunjang ialah zona yang terdiri atas semua fasilitasfasilitas penunjang pada suatu gereja Kristen. Keseluruhan fasilitas pada zona ini berfungsi untuk menunjang segala kegiatan pada zona utama yaitu gedung gereja. Pada zona penunjang ini umumnya tidak mempunyai batas yang pasti. Hal ini dikarena bahwa fasilitas-fasilitas yang ada pada zona penunjang terletak disekitar zona utama dan fungsi zona penunjang adalah untuk memudah dalam pengaksesan dari zona utama. Servis

: Servis ialah semua kegiatannya yang terdiri atas pemeliharaan, pelayanan, perawatan, dan pengawasan bangunan. Semua fasilitas-fasilitas servis pada gereja Kristen ini berfungsi untuk menunjang segala aktifitas-aktifitas pada zona utama dan pada zona penunjang. Pelaku kegiatan servis ini antara lain, petugas kebersihan, petugas keamanan, petugas parkir, office boy dan bisa juga diambil alih oleh koster gereja. Karena fungsi dari servis ini sebagai pemeliharan, pelayanan, perawatan dan pengawasan bangunan, jadi untuk peletakan zona servis ini diharapkan berada ditempat strategis pada zona utama dan zona Keterangan: penunjang di dalam suatu gereja.

Servis (Pos Satpam) Zona Utama Zona Penunjang Servis (Area Parkir) Servis

70

U

U

Gambar 5.6. Analisis Penzoningan Sumber: Data Dari Analisis Penulis

5.7. Analisis Sirkulasi 5.7.1. Pencapaian Ke Site Pencapaian ke site dapat dilakukan dari arah timur atau dari arah barat. Dari arah timur melalui jalan Babarsari sedangkan dari arah barat bisa di akses melalui jalan Seturan dan jalan Kapas Kledokan. Sirkulasi kendaraan pada jalan ini terdiri dari dua arah, dengan pencapaian ke site yang dapat dilakukan oleh angkutan kota (angkot), becak, ojek, maupun kendaraan pribadi, ataupun dengan berjalan kaki. Entrance dan exit pada site dipisahkan. Hal ini dikarenakan untuk mempermudah jalur sirkulasi kendaraan keluar ataupun masuk site dan untuk meminimalkan kemacetan di sekitar bangunan gereja Kristen. Untuk entrance (jalan masuk ke dalam bangunan), pada gereja Kristen ini menggunakan satu macam, yaitu berdekatan dengan pos satpam (di sebelah Timur). Kemudian untuk exit (jalan keluar dari dalam bangunan) gereja Kristen ini juga menggunakan satu macam yaitu di antara entrance pejalan kaki dan di dekat area parkir mobil.

Exit Entrance

71

Gambar 5.7. Analisis Posisi Entrance Dan Exit Sumber: Analisis Penulis

Exit Entrance

Gambar 5.8. Analisis Sirkulasi Kendaraan Dari Arah Barat Sumber: Analisis Penulis

Exit Entrance

Entrance

Gambar 5.9. Analisis Sirkulasi Kendaraan Dari Arah Timur Sumber: Analisis Penulis

72

Pejalan Kaki Exit

Gambar 5.10. Analisis Sirkulasi Pejalan Kaki Sumber: Analisis Penulis

5.8. Penggunaan Vegetasi Vegetasi pada tapak di sekitar bangunan dapat membentuk dan membangun suasana yang mendukung fungsi di dalam bangunan. Selain itu, penataan vegetasi di sekitar site memiliki bermacam-macam fungsi diantaranya: 1. Sebagai Penyaring Udara Dan Penyejuk Bangunan Vegetasi menyerap karbon dioksida dari udara di sekitarnya, lalu karbo dioksida tersebut menghasilkan oksigen, dimana oksigen adalah zat yang dibutuhkan manusia untuk melakukan pernapasan. Air yang secara teratur menguap dari dedaunan akan aktif membersihkan udara kotor akibat polusi dan bahan-bahan kimia. Bayangan yang diakibatkan oleh pohon-pohon besar yang berada di sekitar bangunan dapat juga memberikan rasa peneduh kepada orang yang berada disekitar pohon tersebut sehingga panas dan cahaya matahari yang masuk dapat lebih dicegah dan terkontrol.

73

Keterangan: Sebagai Penyaring Udara

Gambar 5.11. Vegetasi Sebagai Penyaring Udara Sumber: Analisis Penulis

2. Sebagai Pembatas Site Vegetasi juga dapat digunakan untuk mempertegas batasan antara site dengan lingkungan di sekitarnya. Untuk pembatas site, biasanya menggunakan vegetasi yang cenderung memiliki tubuh yang tinggi dan usia yang cukup lama (hal ini dikarenakan untuk mempermudah dalam perawatan). Contoh vegetasinya antara lain: walisongo (schefflera spesies), kerai payung (filicium decipiens), ketapang (terminalia catappa), daun saputangan (maniltoa gemmipara), glodokan (polyalthia longifolia) dan lain-lain.

Keterangan: Sebagai Pembatas Site

74

Gambar 5.12. Vegetasi Sebagai Pembatas Site Sumber: Analisis Penulis

3. Vegetasi Sebagai Pengarah Sirkulasi Vegetasi juga dapat difungsikan sebagai pengarah sirkulasi bagi pengguna kendaraan bermotor ke area parkir. Untuk pengarah sirkulasi ini disarankan agar menggunakan vegetasi yang cenderung lebih kecil, hal ini bertujuan untuk memudahkan mobilitas kendaraan yang ada pada area parkir.

Keterangan: Sebagai Pengarah Sirkulasi Bagi Pengguna Kendaraan Bermotor ke Area Parkir

75

Gambar 5.13. Vegetasi Sebagai Pengarah Sirkulasi Sumber: Analisis Penulis

5.9. Gubahan Massa Pengolahan dan perencanaan gubahan masa di dalam site terdiri dari dua macam jenis, yaitu: 5.9.1. Jumlah Massa 1. Massa bangunan yang digunakan yaitu massa majemuk. Dimana di dalam satu site terdiri lebih dari satu macam massa bangunan dan terdapat beberapa bentuk yang saling berhubungan. 2. Karakter dari massa majemuk yaitu memiliki kualitas yang sama antar bangunan di dalam site. Maksudnya di sini adalah setiap bangunan memiliki hubungan yang erat antar massa yang satu dengan massa yang lain, sehingga satu sama yang lain saling mendukung dan menunjang. 3. Bentukan massa mempertimbangkan kondisi lingkungan di sekitar site, maupun site itu sendiri. Pengolahan gubahan massa dapat dilakukan antara lain dengan menyesuaikan bentuk bangunan terhadap bentuk site. Gubahan massa pada umumnya berasal dari 3 macam bentuk, yaitu segi tiga, segi empat, dan lingkaran.

Gambar 5.14. Bentuk Massa Majemuk Sumber: Analisis Penulis

+

=

76

Gambar 5.15. Proses Gubahan Massa Majemuk 1 Sumber: Analisis Penulis

+

=

Gambar 5.16. Proses Gubahan Massa Majemuk 2 Sumber: Analisis Penulis

+

=

Gambar 5.17. Proses Gubahan Massa Majemuk 3 Sumber: Analisis Penulis

5.9.2. Pola Penataan Metode penataan gedung gereja secara cluster dimana kelompok massa mengacu pada ruang-ruang yang memiliki kedekatan hubungan atau bersamasama memanfaatkan satu ciri atau hubungan tertentu. Seperti: gedung gereja dikelompokkan pada zona utama; ruang peralatan, ruang konsistori, ruang administrasi, ruang kantor pendeta, ruang koster gereja, ruang kelas, perpustakaan, toko buku, dan studio musik dikelompokkan pada zona penunjang; sedangkan dapur, gudang, pos satpam, WC pria, WC wanita, parkir mobil, dan parkir motor dikelompokkan pada zona servis. 5.10. Orientasi Bangunan (View Dari Luar Site) Orientasi bangunan gereja Kristen ini nantinya akan menghadap Utara.

77

Hal ini dikarenakan pencapaian pada site dilalui dari sisi Utara, sehingga sisi Utara dari bangunan gereja Kristen ini diharapkan bisa menjadi nilai positif. Nilai positif di sini bermaksud dapat menarik rasa keingintauan orang yang baru pertama kali melihat bangunan gereja Kristen. Dan mudah-mudahan rasa keingintauan itu menyebabkan mereka beribadah di dalam gereja Kristen tersebut.

Utara

Gambar 5.18. Orientasi Bangunan (View Dari Luar Site) Sumber: Analisis Penulis

5.11. Orientasi Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami Karena banyaknya kegunaan sinar matahari yang dibutuhkan, orientasi ke arah Utara biasanya merupakan yang terbaik dalam pencahayaan alami. Selain itu pada sisi Timur bangunan akan mendapatkan intensitas cahaya yang lebih banyak dikarenakan bentang panjang bangunan yang mengarah ke Selatan dan Utara.

Keterangan: Sisi bagian Timur diharapkan mendapatkan Intensitas cahaya yang lebih banyak.

78

Utara

Gambar 5.19. Orientasi Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami Sumber: Analisis Penulis

5.12. Ide Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami 5.12.1. Bentuk Denah Bangunan Karena jendela yang menghadap ke Barat dan Timur menghadapi masalah yang sulit karena sudut matahari yang rendah pada pagi dan sore hari. Solusi terbaik sejauh ini adalah dengan mengontrol jendela di bagian Timur dan Barat. Untuk tetap mengontrol sinar matahari yang masuk maka bentuk denah bangunan yang digunakan nantinya adalah:

79

Gambar 5.20. Bentuk Denah Bangunan Sumber: Analisis Penulis

Pintu Masuk

Pintu Masuk Utama Pintu Masuk

Gambar 5.21. Perspektif Bentuk Denah Bangunan Sumber: Analisis Penulis

Sirip-sirip vertikal di atas selain untuk mengontrol cahaya sinar matahari yang masuk, bisa juga difungsikan sebagai pintu masuk ke dalam bangunan gedung gereja. 5.12.2. Penggunaan Warna Dan Material Pada Bangunan Utama Untuk memperoleh sinar matahari yang lebih berkualitas pada lantai sebaiknya menggunakan warna yang lebih gelap (karena warna gelap tingkat pemantulannya kecil) dari pada warna interior yang terdapat di dalam gedung gereja tersebut. Selain itu warna gelap juga dapat menyerap suara (hal ini baik bagi gedung gereja, karena secara tidak langsung gedung gereja membutuhkan akustik yang cukup baik). Untuk material sebaiknya menggunakan material yang sifatnya tidak memantulkan cahaya. Biasanya material yang licin dan mengkilap tingkat pemantulannya lebih tinggi jika dibandingkan dengan material yang kasar atau memiliki tekstur. Penggunaan material yang kasar juga membuat kita merasa aman karena nyaman jika diinjak sehingga membuat kita tetap aman dan mengurangi resiko tergelincir (khususnya para wanita yang menggunakan sepatu

80

dengan hak tinggi). Berikut adalah berbagai macam contoh material yang kasar dan yang berwarna agak gelap:

Gambar 5.22. Material (Stucco)

Gambar 5.23. Material (Stone Walk)

Sumber: Sketch Up Components

Sumber: Sketch Up Components

Gambar 5.24. Material (Ashlar Stone) Sumber: Sketch Up Components

Gambar 5.25. Material (Stone ) Sumber: Sketch Up Components

81

Gambar 5.26. Material ( Stone Walk ) Sumber: Sketch Up Components

5.12.3. Penggunaan Pola Lantai Baik Pada Eksterior Maupun Interior 5.12.3.1. Untuk Eksterior

Gambar 5.27. Pola Lantai Eksterior Sumber: Analisis Penulis

5.12.3.2.1. Untuk Interior

Gambar 5.28. Pola Lantai Interior Sumber: Analisis Penulis

82

5.12.3.2.2. Untuk Interior

Gambar 5.29. Pola Lantai Interior Sumber: Analisis Penulis

5.12.4. Ide Bukaan Atap Pada Bangunan Ide bukaan atap pada bangunan gereja merupakan hal yang sangat penting, mengingat gereja ini membutuhkan cahaya yang sangat berkualitas untuk menunjang kegiatan yang ada di dalam gereja. Selain dapat menghemat penggunaan energi khususnya listrik, hal ini dimaksudkan agar cahaya tersebut bisa membantu para penggunan gereja (pendeta, majelis, pemandu nyanyian, para jemaat dll) untuk melakukan kegiatan yang ada di dalam gereja seperti, membaca kitab suci, membaca kidung pujian atau bahkan untuk melihat pendeta pada saat kotbah. Dengan adanya cahaya, jemaat juga diharapkan dapat merasakan kedekatan psikis maupun psikologis pada saat mereka beribadah di dalam gereja tersebut. Berikut adalah jenis bukaan yang akan digunakan pada bagian atap: 5.12.4.1. Jenis Skylight Skylight di atas altar disesuaikan dengan eggcrates (seperti tempat telur) hitam, sehingga hanya cahaya yang vertikal yang dapat masuk.

83

Gambar 5.30. M.I.T Chapel Sumber: http://www.galinsky.com/buildings/mitchapel, tahun 2007

Cahaya kemudian dipantulkan ke dalam ruang melalui sculpture yang

terbuat

dari

reflektor

kuningan seperti daun. Gambar 5.31. Detail M.I.T Chapel Sumber: http://www.galinsky.com/building/mitchapel, tahun 2007

5.12.4.2. Jenis Clerestory Yang Juga Bisa Digunakan Sebagai Penangkap Cahaya Penggunaan clerestory sebagai serokan cahaya pada bukaan atap memiliki tujuan untuk mengontrol sinar matahari yang masuk ke dalam bangunan. Selain itu bukaan dengan jenis ini juga menghalangi silau yang masuk pada bangunan. Gambar 5.32. Potongan Gereja Parochial Sumber: Heating, Cooling, Lighting, tahun 2007

5.12.5. Pengadaan Cahaya Buatan Pada aspek pencahayaan di dalam gedung gereja ini tidak seutuhnya menggunakan sistem pencahayaan alami. Hal ini dikarenakan apabila sewaktuwaktu terjadi kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya pada saat hujan atau matahari masih tertutup oleh awan. Gereja tersebut pasti tidak dapat berfungsi dengan baik Untuk itu, adanya penggunaan pencahayaan buatan di dalam gedung gereja akan sangat membantu segala aktivitas di dalam gedung gereja. Sehingga dalam kondisi cuaca apapun aktivitas ibadah atau yang lainnya bisa dilaksanakan dengan baik tanpa harus bergantung pada cuaca atau suasana apapun.

84

5.13. Analisis Sistem Utilitas 5.13.1. Sistem Penyaluran Air 5.13.1.1. Sistem Penyaluran Air Bersih Penyediaan air bersih bagi bangunan gereja Kristen diperoleh dari dua sumber, yaitu melalui perusahaan daerah air minum (PDAM) dan dari sumur air bersih. Penggunan dua sumber ini beralasan apabila salah satu dari PDAM atau sumur rusak maka gereja Kristen ini masih memiliki cadangan sumber penyediaan air bersih yang lainnya. Secara umum, kedua sumber air bersih ini memiliki fungsi yang sama yaitu dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari (mandi, mencuci, menyiram tanaman, mengisi kolam pada taman dan lain-lain). Pendistribusian air bersih pada bangunan gereja Kristen ini menggunakan bak tampung bawah dan bak penampungan di atas (water tower sebagai tangki-tangki penyimpanan air sampai batas tertentu) untuk selanjutnya dialirkan ke masingmasing ruang yang membutuhkan seperti, kamar mandi, kolam, dapur dan lainlain.

85

Water Tower Wastafel PDAM

Sumur

Bak Penampungan Bawah

Dapur

Water Pump

WC

Kran

Penyemprot

Hydrant

Taman Diagram 5.2. Sistem Penyaluran Air Bersih Sumber: Analisis Penulis PDAM

Hydrant

Sumur Air Bersih

Water Tower

Bak Penampungan Bawah

Gambar 5.33. Sistem Penyaluran Air Bersih Sumber: Analisis Penulis

86

5.13.1.2. Sistem Penyaluran Air Kotor Dan Air Hujan Sistem penyaluran air koor dan air hujan dari beberapa tempat di dalam bangunan, seperti: WC, tempat cuci dan dapur biasanya dialirkan ke riol kota melalui jaringan bak kontrol, septic tank dan sumur peresapan. Sedangkan air hujan dialirkan melalui bak kontrol ke sumur peresapan kemudian langsung ke riol kota.

WC

Wastafel

Bak Kontrol

Bak Kontrol

Dapur

Talang Air

Bak Kontrol

Septic Tank

Sumur Peresapan

Riol Kota

Diagram 5.3. Sistem Penyaluran Air Kotor Dan Air Hujan Sumber: Analisis Penulis Riol Kota

Bak Kontrol Septictank

87

Gambar 5.34. Sistem Penyaluran Air Kotor Dan Air Hujan Sumber: Analisis Penulis

5.13.2. Sistem Jaringan Listrik Sumber aliran listrik diperoleh dari dua sumber, yaitu jaringan listrik PLN (main electric power supplay) dan generator set (genset) sebagai secondary power supplay, dimana semuanya disediakan terintegrasikan dengan fungsi bangunan. Dengan prinsip distribusi menggunakan panel pada setiap bangunan (bangunan majemuk), diharapkan akan mempermudah pemeliharaan dan memperkecil terjadinya gangguan hubungan arus pendek pada gedung gereja Kristen.

PLN Sub Panel Alat Pemindah

Panel Utama

Sub Panel

Listrik Otomatis Sub Panel

Genset

Diagram 5.4. Sistem Jaringan Listrik Sumber: Diktat Kuliah Utilitas

Genset digunakan pada saat terjadi putusnya hubungan listrik pada waktuwaktu yang tidak ditentukan dari sumber listrik PLN. Mengingat genset sebagai sumber lisrik cadangan yang selalu menimbulkan efek bising. Untuk itu peletakkannya juga harus sesuai dengan lahan atau tempat yang memiliki daya serap atau daya gangguan yang sangat kecil terhadap aktivitas di dalam bangunan gereja Kristen. Salah satu tempat yang mungkin menjadi alternatif penyimpanan genset adalah di ruang gudang.

88

PLN Panel Utama Genset

Sub Panel Sub Panel

Sub Panel

Gambar 5.35. Sistem Jaringan Listrik Sumber: Analisis Penulis

5.13.3. Sistem Penaggulangan Bahaya Kebakaran Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya nyala api yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan nyawa manusia maupun harta benda yang berada di dalam bangunan. Bahaya kebakaran bisa disebabkan oleh: api rokok, konsleting listrik, bahan gas, minyak dan sebagainya. Bahaya kebakaran ini perlu segera ditanggulangi dengan cara pemadam, antara lain: 1. Penguraian: memisahkan benda-benda yang mudah terbakar. 2. Pendinginan: penyemprotan air pada benda-benda terbakar. 3. Isolasi: menyemprotkan bahan-bahan kimia. Untuk penanggulangan bahaya kebakaran yang mungkin terjadi pada bangunan gereja Kristen ini, digunakan sistem deteksi awal bahaya (Early

89

Warning Fire Detection), yang secara otomatis memberikan alarm bahaya atau langsung mengaktifkan alat pemadam.

Sistem Semi Otomatis

Sistem Otomatis

Api

Api

Alat Deteksi

Alat Deteksi

Panel Alarm

Panel Alarm

Manusia Sistem Start

Sistem Start

Alat Pemadam Aktif Alat Pemadam Aktif

Diagram 5.5. Sistem Penanggulan Bahaya Kebakaran Sumber: Utilitas Bangunan

Sistem deteksi awal terdiri dari: 47 1. Alat deteksi asap (smoke detector) Mempunyai kepekaan yang tinggi dan akan memberikan alarm bila terjadi asap di ruang tempat alat itu dipasang 2. Alat deteksi nyala api (flame detector) Dapat mendeteksi adanya nyala api tidak terkendali dengan cara menangkap sinar ultra violet yang dipancarkan nyala api tersebut. 3. Alat deteksi panas (heat detector) Dapat membedakan adanya bahaya kebakaran dengan cara membedakan kenaikan temperature (panas) yang terjadi di ruangan. 47

Ir. Hartono Poerbo, M. Arch, Utilitas Bangunan (Jakarta: Djambatan, 1998), hal 72-73.

90

Jika terdeteksi adanya panas, nyala api, ataupun asap yang terjadi akibat bekerjanya sistem deteksi awal tersebut, maka terdapat sinyal listrik yang dikirimkan ke unit kontrol kemudian mengaktifkan alat pemadam kebakaran otomatis. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran juga dapat disediakan dari dalam dan luar bangunan. Sistem penanggulangan bahaya kebakaran di luar bangunan dilakukan dengan hydrant luar dengan jarak ±50 m. Jika bangunan terdiri dari lantai banyak maka diperlukan sistem penanggulangan bahaya kebakaran di dalam bangunan. Pada sistem pemadaman kebakaran luar bangunan juga menggunakan sistem pemadaman kebakaran dalam bangunan pada unit-unit bangunan tertentu yang terdiri atas Sprinkler system, antara lain: 1. Stand pipe and hose system (pipa saluran dan kran penyemprot) sistem ini menggunakan air sebagai bahan pemadam api. Persediaan air dijadikan satu dengan water tower. Pipa penyemprot dilipat dalam kotak kaca warna merah yang ditempatkan pada lokasi-lokasi strategis pada unit gereja Kristen yang mudah diakses dan dapat menjangkau semua lokasi yang berpotensi terjadinya kebakaran. Apabila terjadi kebakaran kotak ini harus dipecahkan lalu kran air dihidupkan agar air bisa mengalir. 2. Sprinkler and vent system. Umumnya peralatan ini dipasang pada plafon, lengkap dengan peralatan alat pendeteksi. Apabila dalam ruangan terjadi kebakaran maka alat ini akan memutar mengeluarkan air jika adanya deteksi kebakaran yang diterimah oleh masing-masing detector. Kelebihan dari sistem ini karena lebih cepat bekerja dan tidak memerlukan tenaga manusia.

Gambar 5.36. Jenis Springkler Sumber: Utilitas Bangunan

91

5.13.4. Sistem Penangkal Petir Untuk menangani ganguan loncatan listrik pada waktu hujan, maka gereja Kristen ini menggunakan instalasi penangkal petir. Sistem terdiri dari komponenkomponen yang berfungsi untuk menangkap petir dan menyalurkannya ke tanah, sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya terhindar dari bahaya sembaran petir. Sistem penangkal petir umumnya terdiri atas: 1. Penghantar diatas atap, ialah penghantar yang dipasang di atas atap sebagai penangkap petir, berupa elektroda logam yang dipasang tegak dan elektroda logam yang dipasang mendatar. 2. Penghantar pada dinding, sebagai penyalur arus petir ketanah yang terbuat dari tembaga, baja galvanish atau aluminium. 3. Elektroda-elektroda tanah, antara lain :  Elektroda pita (strip), yang ditanam minimum 0,5-1 m dari permukaan tanah.  Elektroda batang, dari pipa atau besi baja profil yang dipancangkan tegak lurus dalam tanah sedalam ±2 m.  Elektroda pelat, ditanam minimum 50 cm dari permukaan tanah.

92

Gambar 5.37. Detail Split Penerima Sumber: Utilitas Bangunan

Gambar 5.38. Detail Arus Ke Bak Kontrol Sumber: Utilitas Bangunan

Gambar 5.39. Detail Arus Ketanah Sumber: Utilitas Bangunan

.

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

93

Gambar 5.40. Sistem Penangkal Petir Sumber: Analisis Penulis

5.13.5. Sistem Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara merupakan faktor yang penting dalam bangunan. Faktor ini menentukan tingkat kenyamanan jemaat yang berada di dalam gereja. Pada sistem tata udara di gereja ini menggunakan pengkondisian udara/penghawaan bantuan berupa air conditioning split selain penghawaan alami yang berasal dari bukaan-bukaan di dalam bangunan. Pemilihan air conditioning split sebagai penghawaan buatan dikarenakan sistem ini lebih mudah dibandingkan dengan air conditioning central dan memiliki tingkat kebisingan yang cukup rendah di dalam bangunan. 5.14. Analisis Sistem Struktur 5.14.1. Struktur Bangunan Struktur bangunan yang dipilih pada gereja Kristen ini menggunakan beton portal yang menggabungkan antara rangka atap dan kolom kemudian disalurkan ke pondasi (strukturnya hampir mirp dengan arc-system). Sedangkan untuk bangunan penunjang menggunakan struktur bangunan rangka, dimana kolom berfungsi sebagai penyangga vertikal yang menerima beban dan menyalurkannya ke pondasi. B. Stuktur Untuk Bangunan Penunjang A. Struktur Untuk Bangunan Utama

94

Gambar 5.41. Struktur Bangunan Sumber: Analisis Penulis

5.14.2. Dinding Struktur bangunan yang digunakan adalah struktur rangka, maka bidang dinding hanya berfungsi sebagai partisi pengisi. Material yang digunakan untuk dinding-dinding pengisi adalah pasangan bata setengah batu.

Gambar 5.42. Dinding Sebagai Partisi Pengisi Kolom Sumber: Analisis Penulis

5.14.3. Pondasi Keadaan daya dukung tanah pada site cukup baik, sehingga pondasi yang dipergunakan dapat berupa pondasi dangkal. Karena tinggi gereja Kristen lebih dari 6 meter dan hampir setara dengan tinggi bangunan untuk 2-3 lantai. Jadi pondasi yang dipilih adalah pondasi beton setempat (foetplat).

95

Gambar 5.43. Pondasi Beton Setempat Sumber: Analisis Penulis

BAB 6 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN GEREJA KRISTEN INDONESIA DI YOGYAKARTA

6.1. Lokasi Terpilih Lokasi terpilih sebagai lokasi gereja Kristen adalah di sekitar jalan Babarsari. Jln. Babarsari

Gambar 6.1. Lokasi Babarsari Sumber: http://www.googleearth.com, tahun 2007

6.2. Site Terpilih

96

Site terpilih terletak di sekitar jalan Babarsari di depan SMP Negeri 4 Depok, dengan potensi yang ada pada site sebagai berikut: 1. Site terpilih memiliki orientasi yang baik dari jalan utama yaitu jalan Babarsari, sehingga memudahkan akses keluar masuk bagi penggunanya. 2. Di sekitar site terdapat beberapa sarana pendukung seperti fasilitas pendidikan (SMP 4 Depok, universitas YKPN, universitas Atmajaya, universitas UPN, dan lain-lain), fasilitas komersil (ruko, warung makan, sport center, dan lainlain), pemukiman penduduk, rumah-rumah kos dan sebagainya. Hal ini bisa menjadi sisi positif dalam peningkatan jemaat gereja Kristen tersebut. 3. Adanya jaringan infrastruktur yang baik dan layak pada daerah sekitar site, sehingga memudahkan dalam perencanaan & perancangan, antara lain: jalan di sekitar site yang sudah diaspal, jaringan air bersih, adanya aliran listrik, saluran telepon, saluran real kota, dan sebagainya. 4. Kategori site haruslah termasuk dalam lokasi yang didukung oleh peraturan pemerintah mengenai ijin pembangunan sehingga penyediaan fasilitas baru ini tidak menggangu kestabilan kegiatan yang ada di sekitar site serta dapat menguntungkan semua pihak dan tidak merugikan masyarakat sekitar. 6.3. Kondisi Site Terpilih Kondisi site terpilih meliputi keadaan asli yang terdapat pada site meliputi: kondisi site, dimensi site, batas-batas site, utilitas & peraturan pemerintah. 6.3.1. Kondisi Site

97

U

Gambar 6.2. Kondisi Site Sumber: http://www.googleearth.com, tahun 2007

6.3.2. Dimensi Site Terpilih Dimensi site: Utara

:

92 m

Barat

:

76 m

Selatan

:

46 m

Timur (a) :

49 m

Timur (b) :

47 m

Luas Site Keseluruhan : 6.360 m2

Gambar 6.3. Dimensi Site Sumber: Data Penulis

6.3.3. Batas-Batas Site Terpilih

Batas-batas site terpilih: Utara

: Jalan Babarsari

Selatan

: Permukiman penduduk

Barat

: Pemukiman penduduk dan sawah

Timur

: Resto Panggon Ijo 98

U

Gambar 6.4. Batas Site Terpilih Sumber: Data Penulis

6.4. Besaran Ruang Tabel 6.1. Kebutuhan Ruang Kelompok Kegiatan

Jenis Kegiatan Ibadah

Kebutuhan

Kapasitas

Standar 2

Ruang Gereja

(m ) 434 Orang

1,8/Orang

Jumlah

Total

Ruang

Besaran

1

Ruang (m2) 785

Kegiatan Utama

Sirkulasi 30 % Total Kegiatan Utama

235,5 1.020.5

99

Bekerja

Ruang

3 Orang

15

1

15

Ruang

4 Orang

30

1

30

Administrasi Ruang Kantor

4 Orang

36

1

36

Pendeta Ruang Koster

2 Orang

42

1

42

Konsistori

(kamar mandi) Sirkulasi 30 % Belajar Kegiatan

Ruang

36,9

10 Orang

42

3

126

3 Orang

15

1

15

Toko

30 Orang

1,8/Orang

1

48

Buku Studio

8 Orang

30

1

30

Kelas Perpustakaan

Penunjang

Musik Sirkulasi 30 %

65,7

Total Kegiatan Penunjang

444,6

Dapur

2 Orang

6

1

6

Gudang

2 Orang

12

1

12

Ruang

2 Orang

10

1

10

Peralatan Pos

1 Orang

4

2

8

Satpam WC

7 Urinoir,

36

-

36

Pria WC

6 toilet 8 Toilet

30

-

30

Wanita Parkir Mobil

1 Mobil

12,5

26

325

Parkir Motor

1 Motor

3

150

450

Servis

Servis

Sirkulasi 30 %

263,1

Total Servis

1.140,1

Total Keseluruhan Bangunan

2.605,2

100

Pembulatan Total Bangunan Luas Site KDB 70 % ( 70 x 6360 : 100)

2.606 6.360 4.452

Sumber: Data Arsitek Dan Hasil Analisis Penulis

Keterangan: Karena total luas bangunan 3158 m2 dan luas site 6360 m2, maka sesuai dengan batas KDB (koefisien dasar bangunan) jadi tidak perlu dibangun lebih dari 1 lantai.

6.5. Penzoningan Gereja Kristen Indonesia

Utama - Gereja -

Penunjang Ruang Konsistori Ruang Administrasi Ruang Kantor Pendeta Ruang Koster Ruang Kelas Perpustakaan Toko Buku Studio Musik

Servis

- Dapur - Gudang Peralatan - Gudang - Pos Satpam - Toilet - Parkir

Diagram 6.1. Zona Pembagiaan Kegiatan/Fungsi Ruang

101

Sumber: Hasil Analisis

Pembagian

penzoningan

dalam

ini

akan

terbagi

berdasarkan

aktifitas/fungsi yang secara garis besar terdiri atas Zona Perkantoran, Zona Pendidikan, dan Zona Penunjang. Keterangan: Servis (Pos Satpam) Zona Utama Zona Penunjang Servis (Area Parkir) Servis

U

U

Gambar 6.5. Penzoningan Sumber: Hasil Analisis

6.6. Sirkulasi

Exit Entrance

102

Gambar 6.6. Posisi Entrance Dan Exit Sumber: Hasil Analisis

Exit Entrance

Gambar 6.7. Sirkulasi Kendaraan Dari Arah Barat Sumber: Hasil Analisis

Exit Entrance

Gambar 6.8. Sirkulasi Kendaraan Dari Arah Timur Sumber: Hasil Analisis

103

Pejalan Kaki Exit Entrance

Gambar 6.9. Sirkulasi Pejalan Kaki Sumber: Hasil Analisis

6.7. Penggunaan Vegetasi

Keterangan: Sebagai Penyaring Udara

104

Gambar 6.10. Vegetasi Sebagai Penyaring Udara Sumber: Hasil Analisis

Keterangan: Sebagai Pembatas Site

Gambar 6.11. Vegetasi Sebagai Pembatas Site Sumber: Hasil Analisis

Keterangan: Sebagai Pengarah Sirkulasi Bagi Pengguna Kendaraan Bermotor ke Area Parkir

105

Gambar 6.12. Vegetasi Sebagai Pengarah Sirkulasi Sumber: Hasil Analisis

6.8. Gubahan Massa Proses gubahan massa terdiri dari 3 macam bentuk, yaitu:

Gambar 6.13. Bentuk Massa Majemuk Sumber: Hasil Analisis

+

=

Gambar 6.14. Proses Gubahan Massa Majemuk 1 Sumber: Hasil Analisis

+

=

Gambar 6.15. Proses Gubahan Massa Majemuk 2 Sumber: Hasil Analisis

+

=

Gambar 6.16. Proses Gubahan Massa Majemuk 3 Sumber: Hasil Analisis

106

6.9. Orientasi Bangunan (View Dari Luar Site)

Utara

Gambar 6.17. Orientasi Bangunan (View Dari Luar Site) Sumber: Hasil Analisis

6.10. Orientasi Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami

Keterangan: Sisi bagian Timur diharapkan mendapatkan Intensitas cahaya yang lebih banyak.

107

Utara

Gambar 6.18. Orientasi Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami Sumber: Hasil Analisis

6.11. Ide Bangunan Dengan Pemanfaatan Cahaya Alami 6.11.1. Bentuk Denah Bangunan

108

Gambar 6.19. Bentuk Denah Bangunan Sumber: Hasil Analisis

Pintu Masuk

Pintu Masuk Utama Pintu Masuk

Gambar 6.20. Perspektif Bentuk Denah Bangunan Sumber: Hasil Analisis

6.11.2. Penggunaan Warna Dan Material Pada Bangunan Utama Berikut adalah berbagai macam contoh material yang kasar dan yang berwarna agak gelap:

109

Gambar 6.21. Material (Stucco)

Gambar 6.22. Material (Stone Walk)

Sumber: Sketch Up Components

Sumber: Sketch Up Components

Gambar 6.23. Material (Ashlar Stone) Sumber: Sketch Up Components

Gambar 6.24. Material (Stone ) Sumber: Sketch Up Components

110

Gambar 6.25. Material ( Stone Walk ) Sumber: Sketch Up Components

6.11.3. Penggunaan Pola Lantai Baik Pada Eksterior Maupun Interior 6.11.3.1. Untuk Eksterior

Gambar 6.26. Pola Lantai Eksterior Sumber: Analisis Penulis

6.11.3.2.1. Untuk Interior

Gambar 6.27. Pola Lantai Interior Sumber: Analisis Penulis

111

6.11.3.2.2. Untuk Interior

Gambar 6.28. Pola Lantai Interior Sumber: Analisis Penulis

6.11.4. Ide Bukaan Atap Pada Bangunan Berikut adalah jenis bukaan yang akan digunakan pada bagian atap:

Bukaan horizontal pada atap di atas. mimbar.

Bukaan yang akan di gunakan pada atap bagian Timur pada bangunan utama yaitu gedung gereja.

Efek dramatis yang didapatkan pada daerah mimbar.

Detail yang terbuat dari reflektor kuningan yang menyerupai daun. Gambar 6.29. Ide Bukaan Atap Pada Bangunan Sumber: Hasil Analisis

112

6.12. Sistem Utilitas 6.12.1. Sistem Penyaluran Air 6.12.1.1. Sistem Penyaluran Air Bersih PDAM

Hydrant

Sumur Air Bersih

Water Tower

Bak Penampungan Bawah

Gambar 6.30. Sistem Penyaluran Air Bersih Sumber: Hasil Analisis

6.12.1.2. Sistem Penyaluran Air Kotor Dan Air Hujan Riol Kota

Bak Kontrol Septictank

113

Gambar 6.31. Sistem Penyaluran Air Kotor Dan Air Hujan Sumber: Hasil Analisis

6.12.2. Sistem Jaringan Listrik

PLN Panel Utama Genset

Sub Panel Sub Panel

Sub Panel

Gambar 6.32. Sistem Jaringan Listrik Sumber: Hasil Analisis

6.12.3. Sistem Penangkal Petir

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

Permukaan Tanah

114

Gambar 6.33. Sistem Penangkal Petir Sumber: Hasil Analisis

6.13. Sistem Struktur Struktur Deskripsi Struktur Bangunan Beton portal yang menggabungkan Utama.

Gambar

antara rangka atap dan kolom kemudian disalurkan ke pondasi.

Struktur

Bangunan Rangka kolom menjadi penerima

Penunjang.

dan penyalur beban ke pondasi.

Dinding.

Pasangan

bata

setengah

batu

sebagai dinding pengisi.

Pondasi.

Pondasi beton setempat (foetplat).

115

116

Related Documents

Bazkara Skripsi Bab I-v
April 2020 13
Yanto Skripsi Bab Iv
April 2020 23
Skripsi-bab Iv
May 2020 15
Bab Iv Skripsi
July 2020 18
Bab Iv Skripsi
December 2019 33

More Documents from "MUCHAMAD MUKHLIS"