Mendulang ‘Emas Hitam’ di Bumi Etam (1)
Sumber Batubara 51 Ton, Kaltim Apa?
Daya Milyar Dapat
Semangat otonomi daerah yang dibingkai Undang-Undang perimbangan keuangan pusat dan daerah serta pelimpahan kewenangan dari pusat ke daerah, ternyata belum cukup bagi pemerintah daerah (baik propinsi/kabupaten/kotamadya) di Kaltim, kecuali Tarakan untuk benarbenar mengambil sikap tegas terhadap ketidakmampuan PLN memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Kaltim. Masyarakat Jawa, Bali dan sekitarnya yang pasokan bahan baku listrik berasal dari Kaltim tidak pernah mengeluh, bahkan ‘byar pet’ menjadi barang langka. Sementara kondisi masyarakat Kaltim dengan kekayaan sumber daya alam baik migas maupun hasil tambang, seperti emas, batubara dan lain-lainnya justru merana. Lebih dari 40 persen devisa Negara berasal dari Kaltim (migas), kontribusi batubara terhadap pemerintah pusat tidak bisa dibilang kecil, tapi kenapa sekedar menikmati listrik saja tidak bisa. Bahkan lebih tidak masuk akal lagi, rakyat kecil (miskin) tidak mungkin bisa disambungi aliran listrik dengan alasan overload. Gubernur, bupati, walikota tentu tidak bisa diam saja melihat kesengsaraan masyarakatnya. Harus berani melakukan terobosan demi masyarakat luas. Toh masyarakat sudah memberikan dana berlebih pada anggaran pembangunan daerah (APBD). Dan bumi etam telah memberikan sumber daya mineral dan migas untuk kepentingan nasional. Kedepanpun devisa Negara dan pendapatan nasional masih akan sangat bergantung pada Kaltim. Jadi kenapa takut?
Dari hasil menyelidikan geologis kementeriaan ESDM yang dituangkan dalam ‘Key Indicator Of Indonesia Energy and Mineral Resources 2008’ total sumber daya batubara nasional adalah 104,76 milyar ton. Jumlah tersebut
tersebar di 6 propinsi yakni, Kalimantan, Sumatra, Papua, Jawa, Maluku dan Sulawesi. Propinsi terbesar yang memiliki sumber daya batubara adalah Sumatra yang mencapai 50,1 persen dari total sumber daya batubara dan Kalimantan tercatat memiliki 51,96 milyar ton Atau 49,6 persen dari total sumber daya batubara nasional. Lihat table dibawah ini:
Tabel sumber daya batubara Indonesia pulau
Sumber daya batubara
Cadangan terukur Dalam milyar ton
Jawa
14.21
Na
Sumatra
52,436.56
11,549.25
Kalimantan
51,917.41
7,230.56
233.10
0.12
Sulawesi Maluku Papua Total
2.13 153.42 104,756.83
Na Na 18,779.93
Dari data-data diatas sangat jelas, era migas yang diperkirakan akan mulai berkurang paralel dengan semakin menipisnya cadangan migas Indonesia akan berganti dengan era energy batubara, ketergantungan nasional pada Kaltim, seperti yang terjadi juga migas sangat besar akan kembali terjadi. Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur nampaknya memang ‘ditakdirkan’ untuk terus menjadi contributor utama pembangunan bangsa Indonesia. Kondisi ini tentu sangat membanggakan, hanya saja karena setiap aktivitas pembangunan/ekploitasi sumber daya batubara pasti akan berdampak pada lingkungan hidup yang secara langsung akan dirasakan oleh masyarakat Kaltim saja maka sudah sepantasnya masyarakat Kaltim mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah pusat. Setidaknya sumber daya alam yang melimpah merupakan daya tawar yang tinggi bagi gubernur/walikota/bupati untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat Kaltim.
Sungguh sulit diterima akal, ketika sumber daya energy terpusat di Kaltim, masyarakat Kaltim justru terkena krisis energy (listrik). Lebih tragis lagi, aparat berwenang tidak bisa berbuat apa-apa, ketika PLN terus melakukan aliran listrik ‘byar pet’. Lantas apa gunanya, kekayaan SDA Kaltim buat masyarakat Kaltim? Terlepas dari masalah diatas, harus diakui dalam satu decade belakangan ini, usaha ekplorasi dan ekploitasi batubara di Kalimantan (termasuk di Kaltim) mengalami peningkatan yang signifikan baik dari sisi jumlah perusahaan yang melakukan ekploitasi maupun peningkatan ekspor batubara keluar negeri. Terlepas dari adanya ekses negative dari usaha penambangan batubara, sesungguhnya penambangan batubara berperan penting terhadap perekonomian nasional, apalagi terhadap perekonomian daerah dimana perusahaan itu berada. Terlebih lagi ketika investasi di sector-sektor lain sulit dikembangkan. Ditengah harga minyak yang terus menggelembung, konversi terhadap penggunaan bahan bakar minyak (BBM) ke batubara menjadi solusi yang tepat. Selain lebih efisien dari sisi biaya, cadangan batubara yang dimiliki Indonesia-pun tak perlu dikhawatirkan. Sumber daya batubara Indonesia bisa jadi akan terus mengalami peningkatan seiiring dengan dilakukannnya sejumlah penelitian-penelitian geologis. Terlebih lagi letak Indonesia pada 3 tumbukan (konvergensi) lempeng kerak bumi, yakni lempeng Benua Eurasia, lempeng Benua IndiaAustralia dan lempeng samudra Pasifik memiliki potensi pertambangan (termasuk batubara) yang diakui dunia. Listrik merupakan "komoditas" strategis bagi hajat hidup orang banyak. Karena itu, pemerintah menaruh perhatian besar terhadap masalah listrik. Industri kelistrikan nasional sedang menghadapi permasalahan krusial, karena pasokan dan permintaan listrik tidak seimbang. Hal ini dapat terlihat dengan adanya pemadaman listrik di beberapa daerah di Indonesia dan adanya imbauan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) kepada pemakai untuk mengurangi penggunaan listrik, terutama di malam hari. Tak terkecuali di Kaltim. Ya……. meskipun Kaltim merupakan salah satu pemasok utama devisa Negara dan penyumbang penting terhadap Produk Domistik Bruto (PDB) namun tetap saja listrik masih menjadi barang langka. Tengok saja,
kekayaan sumber daya alam Kaltim, seperti Migas, batubara dan emas serta bahan mineral lainnya telah puluhan tahun memberikan kontribusi yang signigfikan pada pembangunan nasional. Kenaikan harga minyak dunia yang sangat tinggi telah memaksa Pertamina menjual bahan bakar minyak (BBM) untuk industri pada harga pasar sejak semester II 2005, termasuk harga pembelian oleh PLN. Hal ini kemudian memberikan tekanan berat kepada PLN karena tahun lalu BBM masih mendominasi konsumsi energi PLN, yaitu sekitar 37 persen, diikuti bahan bakar lain seperti batu bara (34 persen), gas alam (16 persen), air (10) Karenanya, pembangunan pembangkit listrik non-BBM dianggap penting untuk dilaksanakan. Salah satu alternatif yang dilakukan oleh PLN adalah dengan memanfaatkan batu bara sebagai sumber bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), dengan target konsumsi energi batu bara sebesar 43 persen. Dari sisi ini, batubara jelas akan memainkan peran yang sangat strategis kedepan. Setidaknya upaya pemerintah memberikan pasokan energy yang terjangkau masyarakat bisa disegera diwujudkan. Setidaknya, lebih dari 35 pawer plan kini tengah disiapkan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat Indonesia.
Dampak ekonomi Setiap tahun ekspor batubara ke luar negeri mengalami peningkatan yang signifikan. Seperti nampak dalam table diatas, ekspor nasional batubara ke luar negeri sejak tahun 2002 terus meningkat parallel dengan meningkatkannya produksi batubara dalam negeri dan permintaan pasar yang juga cenderung meningkat. Meningkatkannya ekspor batubara ke luar negeri (sebagian besar dari Kaltim) secara langsung berdampak pada penerimaan Negara terutama dari sector fiscal dan devisa Negara pun. Sejak tahun 2000, produksi bahan tambang Indonesia, kecuali emas, bahan tambang seperti tembaga, batubara, nikel, perak dan lain-lain mengalami lonjakan yang cukup signifikan. Meski demikian secara nasional kontribusi sector tambang (non migas) pada Produk Domestik Bruto (PDB) serta ekspor nasional masih relative kecil, dibandingkan sector lain, seperti migas misalnya. Sebagai gambaran pada tahun 2002 dari total PDB Indonesia
sector pertambangan hanya berkontribusi sebesar 2.5 persen saja. Meski secara nasional kontribusi pada PDB relatif kecil namun kontribusi pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sangat signifikan (cukup besar). Kegiatan pertambangan (batubara) sejatinya, berpotensi memberikan mamfaat yang sangat besar bagi perekonomian domestic dan regional. Hasil penelitian (studi) yang dilakukan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM UI) terhadap dampak usaha penambangan PT Kaltim Prima Coal (PT KPC) menyimpulkan PT KPC telah memberikan kontribusi pada Produk Regional Domestik Bruto (PDRB) Kaltim sebesar 4.7 persen. Kemudian, membuka lapangan pekerjaan sebesar 72.000 (multiplier tenaga kerja 6.27), multiplier output 1,878. Sedangkan kontribusi Fiskal (penerimaan dari pajak dan non pajak) pada Kab Kutim pada tahun 2001 telah mencapai 30 persen dari APBD. Kontribusi pada pemerintah propinsi dan daerah-daerah lain (kabupaten) juga cukup signifikan. Sebab dengan system perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterapkan sejak Otoda maka memungkinkan semua daerah di Kaltim menikmati bagi hasil atau pajak-pajak terhadap perusahaan-perusahaan yang mengekploitasi sumber daya alam di Kaltim. Meski demikian, kiprah pemerintah (pusat maupun daerah) sebagai regulator usaha penambangan batubara masih dinilai oleh beberapa kalangan belum dilakukan dengan optimal. Marwan Batubara, dalam makalah presentasinya saat seminar Kisruh Royalti, Pajak dan Pungutan Lain Pada Industri Tambang Batubara, di Gedung DPD, Kamis (11/9/2008). "Pada kenyataannya pengelolaan industri batu bara belum dilakukan pemerintah secara baik untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat sebagaimana telah diamahkan konstitusi. Tercatat, pemasukan negara dari sektor batu bara pada 2007 hanya sebesar Rp5,19 triliun. Sementara 2008 diproyeksikan sebesar Rp6,84 triliun. Artinya, menurut Marwan, jumlah tersebut masih jauh dari potensi pendapatan dari hasil penjualan batu bara yang diperhitungkan dapat mencapai USD15,73 milliar atau setara dengan Rp140 triliun. setia wirawan.