Bahan Depresi Lansia.docx

  • Uploaded by: 1a Hebat
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Depresi Lansia.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,084
  • Pages: 6
1. Tanda Dan Gejala Depresi Frank J.Bruno dalam Bukunya Mengatasi Depresi (1997) mengemukan bahwa ada beberapa tanda dan gejala depresi, yakni: 1. Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak memberikan kesenangan. 2. Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat sedang cenderung untuk makan secara berlebihan, namun berbeda jika kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah makan. 3. Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak tidur. 4. Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya. Ya,kan? saya tidak mengalami depresi?.dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan gampang letih dan lemah. 5. Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk mengatakan atau merasa,saya selalu merasah lelah atau saya capai. Ada anggapan bahwa gejala itu disebabkan oleh faktor-faktor emosional, bukan faktor biologis. 6. Keyakinan bahwa seseorang mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, saya menyia-nyiakan hidup saya, atau saya tidak bisa mencapai banyak kemajuan, seringkali terjadi. 7. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan jernih dan untuk memecahkan masalah secara efektif. Orang yang mengalami depresi merasa kesulitan untuk menfokuskan perhatiannya pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang sering terjadi adalah, saya tidak bisa berkonsentrasi.. 8. Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan alkohol/narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya. makan berlebihan, terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri secara tidak langsung. 9. Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri. (tentu saja, bunuh diri yang sebenarnya, merupakan perilaku merusak diri sendiri secara langsung. Frank menambahkan bahwa tidak ada aturan yang pasti untuk setiap orang. tetapi merupakan konvensi untuk menyatakan bahwa kalau lima atau lebih dari tanda-tanda atau gejala itu ada dan selalu terjadi, maka sangat mungkin seseorang mengalami depresi. Lain halnya jika seseorang mnegalami gejala pada nomor 9, yakni punya keinginan untuk bunuh diri, maka Frank menganjurkan seseorang untuk segera mencari bantuan profesional secepat mungkin.

Penyebab Depresi Pada Lanjut Usia Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental health) yang serius dan kompleks, tidak hanya dikarenakanaging process tetapi juga faktor lain yang saling terkait. Sehingga dalam mencari penyebab depresi pada lansia harus dengan multiple approach. Menurut Samiun (2006) ada 5 pendekatan yang dapat menjelaskan terjadinya depresi pada lansia yaitu : 1. Pendekatan Psikodinamik

Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan mencintai dan dicintai, rasa aman dan terlindung, keinginan untuk dihargai, dihormati dan lain-lain. Menurut Hawari (1996), seseorang yang kehilangan akan kebutuhan afeksional tersebut (loss of love object) dapat jatuh dari kesedihan yang dalam. Sebagai contoh seorang kehilangan orang yang dicintai (terhadap suami atau istri yang meninggal), kehilangan pekerjaan/jabatan dan sejenisnya akan dan menyebabkan orang itu mengalami kesedihan yang mendalam, kekecewaan yang diikuti oleh rasa sesal, bersalah dan seterusnya, yang pada gilirannya orang akan jatuh dalam depresi. Freud mengemukakan bahwa depresi terjadi sebagai reaksi terhadap kehilangan. Perasaan sedih dan duka cita sesudah kehilangan objek yang dicintai (loss of love object), tetapi seringkali mengalami perasaan ambivalensi terhadap objek tersebut (mencintai tetapi marah dan benci karena telah meninggalkan). Orang yang mengalami depresi percaya bahwa intropeksi merupakan satu-satunya cara ego untuk melepaskan suatu objek, sehingga sering mengritik, marah dan menyalahkan diri karena kehilangan objek tadi (Kaplan et all, 1997). Depresi yang terjadi pada lanjut usia adalah dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh dan perubahan yang terjadi terutama perubahan psikososial. Perubahan-perubahan tersebut diatas seringkali menjadi stresor bagi lanjut usia yang membutuhkan adaptasi biologis dan biologis. Menurut Maramis (1995), pada lanjut usia permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan dan stres lingkungan sering menyebabkan depresi. Strategi adaptasi yang seringkali digunakan lansia yang mengalami depresi adalah strategi pasif (defence mcanism) seperti menghindar, menolak, impian, displacement dan lain-lain (Coyne ett all, 1981 ; Samiun, 2006). Hubungan stress dan kejadian depresi seringkali melibatkan dukungan sosial (social support) yang tersedia dan digunakan lansia dalam menghadapi stresor. Ada bukti bahwa individu yang memiliki teman akrab dan dukungan emosional yang cukup, kurang mengalami depresi bila berhadapan dengan stres (Billings, et all, 1983 ; Samiun , 2006). 2.

Pendekatan Perilaku Belajar Salah satu hipotesis untuk menjelaskan depresi pada lansia adalah individu yang kurang menerima hadiah (reward) atau penghargaan dan hukuman (punishment) yang lebih banyak dibandingkan individu yang idak depresi (Lewinsohn, 1974 ; Libet & Lewinsohn, 1997 ; Samiun, 2006). Dampak dari kurangnya hadiah dan hukuman yang lebih banyak ini mengakibatkan lansia merasakan kehidupan yang kurang menyenangkan, kecenderungan memiliki self-esteem yang kurang dan mengembangkan self-concept yang rendah. Hadiah dan hukuman bersumber dari lingkungan (orang-orang dan peristiwa sekitar) dan dari diri sendiri. Situasi akan bertambah buruk jika seseorang menilai hadiah yang diterima terlalu rendah dan hukuman yang diterima terlalu tinggi terutama untuk tingkah laku mereka sendiri, sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan antara nilai reward dan punishment itu. Peran hadiah dan hukuman terhadap diri sendiri yang tidak tepat dapat menimbulkan depresi (Rehm, 1997 ; Wicoxon, et all, 1997 ; Samiun 2006). Faktor lain dari lingkungan yang berkenaan dari hadiah dan hukuman adalah seseorang jika pindah ke tempat lain yang dapat mengakibatkan kehilangan sumber-sumber hadiah dan perubahan dari tingkah laku yang mendapat hadiah sehingga aktifitas yang sebelumnya dihadiahi menjadi tidak berguna. Standar untuk hadiah dan hukuman yang meningkat menyebabkan performansi yang

diperlukan untuk mendapat hadiah lebih tinggi. Kehilangan hadiah yang sebelumnya diterima dapat menyebabkan depresi apabila sumber alternatif untuk mendapat hadiah tidak ditemukan. 3.

Pendekatan Kognitif Menurut Beck (1967 ; 1976), Samiun (2006), seseorang yang mengalami depresikarena memiliki kemapanan kognitif yang negatif (negative cognitive sets) untuk menginterpretasikan diri sendiri, dunia dan masa depan mereka. Misalnya, seseorang yang berhasil mendapatkan pekerjaan akan mengabaikan keberhasilan tersebut dan menginterpretasikan sebagai suatu yang kebetulan dan tetap memikirkan kegagalannya. Akibat dari persepsi yang negatif itu, individu akan memiliki self-concept sebagai seorang yang gagal, menyalahkan diri, merasa masa depannya suram dan penuh dengan kegagalan. Masalah utam pada lansia yang depresi adalah kurangnya rasa percaya diri (self-confidence) akibat persepsi diri yang negatif (Townsend, 1998). Negative cognitive sets digunakan individu secara otomatis dan tidak menyadari adanya distorsi pemikiran dan adanya interpretasi alternative yang lebih positif, sehingga menyebabkan tingkat aktifitas berkurang karena merasa tidak ada alasan berusaha. Individu menjadi tidak dapat mengontrol aspek-aspek negative dari kehidupannya dan merasa tidak berdaya (helplessness). Perasaan ketidakberdayaan ini yang menyebabkan depresi (Abramson, 1978; Peterson, 1984; Samiun, 2006). Menurut Kaplan et all (1997), Interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negative pengalaman hidup, penilaian diri yang negative, pesimistis dan keputusasaan. Pandangan negative dan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Pengalaman awal memberikan dasar pemikiran diri yang negative dan ketidakberdayaan ini, sepertio pola asuh orang tua, kritik yang terus menerus tanpa diimbangi dengan pujian, dan kegagalan-kegagalan yang sering dialami individu (Beck, et al., 1979; Samiun, 2006). Pendekatan Humanistik – Eksitensial Teori humanistic dan eksistensial berpendapat bahwa depresi terjadi karena adanya ketidakcocokan antara reality self dan ideal self. Individu yang menyadari jurang yang dalam antara reality self dan ideal self dan tidak dapat dijangkau, sehingga menyerah dalam kesedihan dan tidak berusaha mencapai aktualisasi diri. Menyerah merupakan factor yang penting terjadinya depresi. Individu merasa tidak ada lagi pilihan dan berhenti hidup sebagai seeorang yang real. Pada lansia yang gagal untuk bereksistensi diri menyadari bahwa mereka tidak mau berada pada kondisinya sekarang yang mengalami perubahan dan kurang mampu menyesuaikan diri, sehingga kehidupan fisik mereka segera berakhir. Kegagalan bereksistensi ini merupakan suatu kematian simbolis sebagai seseorang yang real. 4.

5.

Pendekatan Fisiologis Teori fisiologis menerangkan bahwa depresi terjadi karena aktivitas neurologis yang rendah (neurotransmiter norepinefrin dan serotonin) pada sinaps-sinaps otak yang berfungsi mengatur kesenangan. Neurotransmitter ini memainkan peranan penting dalam fungsi hypothalamus, seperti mengontrol tidur, selera makan, seks dan tingkah laku motor (Sachar, 1982;

Samiun, 2006), sehingga seringkali seseorang yang mengalami depresi disertai dengan keluhankeluhan tersebut. Pendekatan genetic terhadap kejadian depresi dengan penelitian saudara kembar. Monozogotik Twins (MZ) berisiko mengalami depresi 4,5 kali lebih besar (65%) daripada kembar bersaudara (Dizigotik Twins/DZ) yang 14% (Nurberger & Gershon, 1982; Samiun, 2006). Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa secara genetic depresi itu diturunkan. Menurut Mangoenprasodjo (2004), depresi pada lansia merupakan perpaduan interaksi yang unik dari berkurangnya interaksi social, kesepian, masalah social ekonomi, perasaan rendah diri karena penurunan kemampuan rendah diri, kemandirian, dan penurunan fungsi tubuh, serta kesedihan ditinggal orang yang dicintai, factor kepribadian, genetic, dan factor biologis penurunan neuronneuron dan neurotransmitter di otak. Perpaduan ini sebagai factor terjadinya depresi pada lansia. Kompleksitasnya perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia, sehingga depresi pada lansia dianggap sebagai hal yang wajar terjadi.

1. Ciri-Ciri Depresi Ciri-ciri tiga macam depresi (Tumlahaye,1998). Kehilangan semangat (ringan) ™ Ragu-ragu ™ Kemurkaan Mental ™ Kasihan diri sendiri ™ Kehilangan nafsu makan ™ Tidak dapat tidur Fisik ™ Penampilan yang tidak teratur

Patah semangat (serius) ™ Kritik diri sendiri ™ Kemarahan ™ Kasihan diri sendiri ™ Kelesuan ™ Kecemasan ™ Menangis

™ Ketidakpatuhan ™ Kesedihan ™ Mudah tersinggung emosional™ Ragu-ragu akan tuhan ™ Tidak senang akan tuhan ™ Tidak berterima kasih dan tidak Spiritual percaya

™ Keadaan yang sulit ™ Penderita kesepian ™ Menolak akan tuhan ™ Mengeluh terhadap tuhan

Putus asa (berat) ™ Penolakan diri sendiri ™ Kepahitan Kasihan diri sendiri

™ Pengungsian diri ™ Kepasifan ™ Tiada harapan ™ Skizophegenia ™ Keadaan tertinggal ™ Kemarahan akan sabda-sabda tuhan

™ Acuh tak acuh akan nasehat ™ Tidak percaya terhadap tuhan

Skala Pengukuran Depresi Pada Lanjut Usia Depresi dapat mempengaruhi perilaku dan aktivitas seseorang terhadap lingkungannya. Gejala depresi pada lansia diukur menurut tingkatan sesuai dengan gejala yang termanifestasi. Jika dicurigai terjadi depresi, harus dilakukan pengkajian dengan alat pengkajian yang terstandarisasi dan dapat dipercayai serta valid dan memang dirancang untuk diujikan kepada lansia. Salah satu yang paling mudah digunakan untuk diinterprestasikan di berbagai tempat, baik oleh peneliti maupun praktisi klinis adalah Geriatric Depression Scale (GDS). Alat ini diperkenalkan oleh Yesavage pada tahun 1983 dengan indikasi utama pada lanjut usia, dan memiliki keunggulan mudah digunakan dan tidak memerlukan keterampilan khusus dari

pengguna. Instrument GDS ini memiliki sensitivitas 84 % dan specificity 95 %. Tes reliabilitas alat ini correlates significantly of 0,85 (Burns, 1999). Alat ini terdiri dari 30 poin pertanyaan dibuat sebagai alat penapisan depresi pada lansia. GDS menggunakan format laporan sederhana yang diisi sendiri dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap pertanyaan, yang memrlukan waktu sekitar 5-10 menit untuk menyelesaikannya. GDS merupakan alat psikomotorik dan tidak mencakup hal-hal somatic yang tidak berhubungan dengan pengukuran mood lainnya. Skor 0-10 menunjukkan tidak ada depresi, nilai 11-20 menunjukkan depresi ringan dan skor 21-30 termasuk depresi sedang/berat yang membutuhkan rujukan guna mendapatkan evaluasi psikiatrik terhadap depresi secara lebih rinci, karena GDS hanya merupakan alat penapisan. Pernyataan Unfavorable, jawaban “tidak” diberi nilai 1 dan jawaban “ya” diberi nilai 0. Assasment Tool geriatric depressions scale (GDS) untuk mengkaji depresi pada lansia sebagai berikut: No. Pernyataan Ya Tidak 1. Apakah bapak/ibu sekarang ini merasa puas dengan kehidupannya? 2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini? 3. Apakah bapak/ibu sering merasa hampa/kosong di dalam hidup ini? 4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan? 5. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai harapan yang baik di masa depan? 6. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai pikiran jelek yang menganggu terus menerus? 7. Apakah bapak/ibu memiliki semangat yang baik setiap saat? 8. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? 9. Apakah bapak/ibu merasa bahagia sebagian besar waktu? 10 Apakah bapak/ibu sering merasa tidak mampu berbuat apa-apa? 11. Apakah bapak/ibu sering merasa resah dan gelisah? 12. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal dirumah daripada keluar dan mengerjakan sesuatu? 13. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa depan? 14. Apakah bapak/ibu akhir0akhir ini sering pelupa? 15. Apakah bapak/ibu piker bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini menyenangkan? 16. Apakah bapak/ibu sering merasa sedih dan putus asa? 17. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga akhir-akhir ini? 18. Apakah bapak/ibu sering merasa khawatir tentang masa lalu? 19. Apakah bapak/ibu merasa hidup ini menggembirakan? 20 Apakah sulit bagi bapak/ibu untuk memulai kegiatan yang baru? 21. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat? 22. Apakah bapak/ibu merasa situasi sekarang ini tidak ada harapan? 23. Apakah bapak/ibu berpikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada bapak/ibu? 24. Apakah bapak/ibu sering marah karena hal-hal yang sepele? 25. Apakah bapak/ibu sering merasa ingin menangis?

26. 27. 28. 29. 30. dulu?

Apakah bapak/ibu sulit berkonsentrasi? Apakah bapak/ibu merasa senang waktu bangun tidur dipagi hari? Apakah bapak/ibu tidak suka berkumpul di pertemuan social? Apakah mudah bagi bapak/ibu membuat sesuatu keputusan? Apakah pikiran bapak/ibu masih tetap mudah dalam memikirkan sesuatu seperti

https://www.pdfcoke.com/document/40447044/Asuhan-Keperawatan-Lansia-Dengan-Depresi https://www.slideshare.net/nslutfi90/gds-lansia http://www.academia.edu/14546510/ASUHAN_KEPERAWATAN_LANSIA_DENGAN_DEP RESI http://askepposnatal.blogspot.com/2015/05/askep-psikologi-pada-lansia_36.html

Related Documents

Depresi
May 2020 24
Depresi Post Partum
July 2020 26
Bahan
October 2019 64

More Documents from "Adityo Mulyono"