Bagaimana Cara Mendeskripsikan Batuan Alterasi.docx

  • Uploaded by: Aldinu Akbar
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bagaimana Cara Mendeskripsikan Batuan Alterasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,396
  • Pages: 5
Bagaimana cara mendeskripsikan batuan alterasi? Cara mendeskripsikan batuan alterasi ini saya peroleh dan saya pelajari dari senior saya di Perusahaan (Reza Al furqan). Sebenarnya tidak ada format khusus untuk mendeskripsi sebuah batuan alterasi, baik secara makroskopis ataupun mikrospkopis. Tetapi ada beberapa karakter penting yang harus kita rekam dari sebuah batuan alterasi, yaitu: 1. warna warna menjadi parameter yang sangat penting karena beberapa tipe alterasi tercermin lewat warna, akibat melimpahnya mineral alterasi yang menggantikan (replacement )mineral asli. Tetapi ini bukan berarti warna adalah satu-satunya karakter penting dalam mendeskripsikan batuan alterasi, karena terkadang sebuah mineral alterasi memiliki beberapa variasi warna. 2. Kekerasan (hardness) Kekerasan menjadi faktor yang penting karena adanya proses alterasi pada batuan dapat merubah kekerasan batuan tersebut, bisa saja menjadi semakin keras, contoh pada alterasi silika, atau malah sebaliknya menjadi lembut, contoh pada alterasi lempung. 3. tekstur Tekstur pada batuan yang sudah teralterasi biasanya akan menjadi tidak terlihat, atau samar-samar terlihat pada alterasi lemah sampai sedang. 4. komposisi Jika batuan asal nya andesit, berarti mineral aslinya adalah feldspar-piroksen, sedangkan kalau sudah teralterasi, berarti komposisinya menjadi feldspar atau piroksen teralterasi, kalau sudah mahir, bisa menyebutkan e.g. komposisi andesit didominasi oleh klorit yg merupakan ubahan (alterasi) dari feldspar). 5. jenis alterasi Setiap asosiasi mineral alterasi tertentu akan menunjukkan jenis alterasi tertentu, misalnya alterasi potasik, argilik dll, tetapi lebih baik menyebut alterasi clay-silicapyrit (menyebutkan asosiasi mineral alterasinya) daripada langsung menyimpulkan alterasi argillic. 6. Persentase sulphide (mineral logam) Biasanya yang paling mudah diamati adalah pirit, terkadang kalkopirit juga muncul. 7. Persentase urat (kuarsa/ kalsit) untuk melihat jenis2 mineral alterasi bisa melihat berbagai macam literatur mineral alterasi, misalnya ATLAS ALTERATION.

Kelompok Mineral Alterasi Berdasarkan Lingkungan Pembentukannya dan Faktorfaktor yang Mempengaruhi Alterasi Hidrotermal 11 Januari 2018 Geologi, Geologi Sumber Daya Mineral

Tentuknya teman-teman sudah tahu kan apa itu alterasi hidrotermal, kalo belum tahu, bisa baca di artikel ini dahulu “Jenis-JenisAlterasi Batuan dan Macam-macam Reaksi Kimia pada Alterasi Hidrotermal”. White (2006) mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam alterasi hidrothermal menjadi tiga faktor utama antara lain bagaimana batuan berinteraksi dengan fluida hidrothermal, rasio perbandingan air dan batu, dan komposisi fluida hidrothermal. Dalam bidang eksplorasi mineral ekonomis, alterasi sangat bermanfaat dalam memahami berbagai aspek pembentukan mineral bijih dan genesanya.

Stabilitas suhu dari mineral-mineral hidrothermal di lingkungan epithermal (Reyes dan Gigenbach, 1992). KONDISI PEMBENTUKAN ALTERASI HIDROTHERMAL 1. PERBANDINGAN RASIO FLUIDA DAN BATUAN

Rasio fluida dan batuan sangat penting dalam memahami intensitas alterasi hidrothermal pada batuan. Jika jumlah fluida yang kontak terhadap batuan sedikit maka perubahan kimia yang terjadi pada mineral-mineral penyusun batuan sedikit, penambahan fluida hanya berfungsi untuk membentuk mineral-mineral hidrous (klorit, serisit dan lain sebagainya) serta penambahan CO2 minor untuk membentuk mineralmineral karbonat, tetapi tidak terjadi metasomatisme mayor pada batuan. Hal ini juga dipengaruhi oleh komposisi batuannya. Jika rasio perbandingan fluida dan batuan tinggi, maka mineral-mineral penyusun batuan yang mungkin untuk teralterasi dapat teralterasi, dan komposisi keseluruhan tubuh batuan secara substansial akan terubah, dalam proses ini berasosiasi dengan metasomatisme mayor. Dalam kasus ini faktor yang paling mempengaruhi alterasi batuan berupa komposisi kimia fluida hidrothermal. Pengaruh alterasi hidrothermal terhadap batuan dapat dibagi menjadi tiga (White, 1996) yaitu : 1) Pengaruh yang bekerja pada individual mineral secara selektif, proses ini terjadi dalam dua kondisi dimana batuan yang berinteraksi fluida bersifat tidak reaktif sehingga hanya mineral-mineral yang dapat bereaksi dengan fluida yang dapat menunjukkan pengaruh alterasi. Atau jumlah fluida yang sedikit (rasio fluida:batuan rendah). Proses ini umumnya terjadi pada zona alterasi propilitik. 2) Pengaruh yang terjadi hanya pada urat dan batasnya, pengaruh ini dapat digunakan jika alterasi yang teramati di batuan hanya berhenti di sekitar tubuh urat dan tidak terjadi mineralisasi mayor di sana. Pengaruh jenis ini dapat digunakan untuk menunjukkan posisi pusat sumber fluida hidrothermal dengan memperhatikan densitas dan distribusi persebarannya di batuan. 3) Pengaruh pada keseluruhan batuan secara pervasive, pengaruh ini terjadi disebabkan oleh dua hal yaitu: a.

Terdapat suatu peristiwa struktur utama yang memungkinkan fluida hidrothermal masuk ke dalam seluruh tubuh batuan dan mengalterasi seluruh komponen batuan secara intensif.

b.

Batuan memiliki banyak rekahan yang memungkinkan bagi fluida untuk masuk ke dalamnya dan mengalterasi seluruh batuan tersebut.

2. SUHU DAN TEKANAN Kondisi suhu dan tekanan juga menentukan mineral-mineral alterasi terbentuk, misalnya pada suhu 250°C kehadiran mineral-mineral klorit akan berkurang dan digantikan oleh kehadiran mineral-mineral biotit, sedangkan tekanan berpengaruh terhadap temperatur fluida sehingga pendidihan (boiling) fluida hidrothermal dapat terjadi. Adapun kelompok mineral-mineral ubahan menurut Corbett dan Leach (1996) serta kondisi lingkungan pembentukannya sebagai berikut : a. Kelompok silika yang terbentuk pada pH rendah (<2) yang berasosiasi dengan kandungan besi titanium seperti rutil. Pada suhu <100°C dengan kondisi keasaman

larutan hidrothermal yang ekstrim akan terbentuk silika opal, kristobalit dan tridymit. Sedangkan pada suhu 100°C-200°C akan terbentuk kalsedon, dan pada suhu yang tinggi (>200°C) akan terbentuk mineral silika amorf. b. Kelompok mineral alunit, ketika kandungan pH dari larutan hidrothermal >2 akan terbentuk asosiasi mineral silika dengan mineral andalusit, ketika suhu larutan memiliki kisaran yang besar (>300°C-350°C) mineral andalusit akan terbentuk bersamaan dengan mineral korundum. Terdapat empat lingkungan pembentukan alunit yang berbeda yaitu steam heated alunite yang terbentuk di bawah permukaan dengan kedalam berkisar 1-1,5 km yang dipengaruhi oleh kandungan asam yang tinggi yang dibawa oleh gas H2S yang terjadi akibat pendidihan pada sistem hidrothermal. Mineral-mineral yang terbentuk berupa kristal-kristal halus dan kristalkristal yang menjarum. Supergene alunite yaitu hasil dari asam sulfurik oleh pelapukan dari endapan sulfida yang masif, dengan bentuk kristal menjarum yang serupa dengan produk steam heated alunite, kelompok alunit jenis ini dapat dibedakan dengan jenis sebelumnya berdasarkan tatatan geologinya dan juga dijumpai adanya kandungan oksida besi sebagai salah satu hasil lapukan. Magmatic alunite, terendapkan dari volatil yang berasal dari intrusi dan umumnya terjadi pada zona urat-urat dan breksi, dengan bentukan kristal radier prismatik, pada lingkungan yang dekat dengan sistem porfiri terbentuk mineral-mineral alunit yang memiliki kristal yang tidak beraturan bertekstur poikilitik dan kontak dengan mineral kuarsa, liquid alunite terbentuk dari larutan yang berasal dari magma dengan kristal yang dihasilkan kasar dengan bentuk tabular atau seperti berbilah-bilah. c. Kelompok kaolin, terbentuk dari lingkungan dengan fluida berkadar pH lebih tinggi (berkisar 4) dengan mineral yang terbentuk berupa kaolin dengan suhu yang berkisar <150°C-200°C dan propilitik pada suhu <200°C-250°C. dimana dickit dapat dijumpai pada daerah transisi diantara kisaran suhu kedua tingkatan sebelumnya. d. Kelompok Illit, terbentuk pada kondisi dengan kandungan pH larutan hidrothermal tinggi (berkisar 4-6). Pada daerah transisi pH 4-5 akan dijumpai mineral-mineral kaolin yang mendominasi. Pada suhu <150°C-200°C akan dijumpai mineral smektit yang terbentuk, sedangkan pada suhu 100°C-200°C akan dijumpai keterdapan mineral illite-smektit yang inter-layering, mineral illit akan ditemukan pada kisaran suhu 200°C250°C, kemudian mineral-mineral mika berbutir halus pada suhu >200°C-250°C. dan kristal-kristal kasar mika putih terjadi pada suhu >250°C-300°C e. Kelompok mineral klorit, terbentuk pada kondisi larutan hidrothermal memiliki pH netral klorit-karbonat, dengan terjadi adanya transisi dari kelompok illit, berupa asosiasi antara mineral klorit dan smektit pada suhu yang rendah, dan didominasi oleh klorit pada suhu yang lebih tinggi. f. Kelompok kalksilikat, kelompok ini ditandai dengan hadirnya asosiasi zeolit-kloritkarbonat pada suhu yang rendah dengan kondisi pH larutan hidrothermal bersifat alkali netral. Dan pada suhu yang tinggi akan terbentuk mineral-mineral amfibol sekunder (aktinolit). Zeolit merupakan jenis mineral yang sensitif terhadap perubahan suhu, pada suhu <150°C-200°C akan terbentuk mineral-mineral hydrous zeolit (natrolit, kabazit, mordenit, stilbit, dan heulandit), pada suhu 150°C-200°C muncul mineral berupa laumontit, pada suhu 200°C-300°C muncul mineral Wairakit yang

terbentuk pada kondisi lebih dalam dan lebih panas dalam sistem hidrothermal. Pada beberapa sistem hidrothermal lain juga muncul mineral prehnit dan pumpellite menggantikan epidot (Elders et al.,1982). Epidot terbentuk pada suhu 180°C-220°C dengan bentuk butiran yang buruk, dan pada suhu >220°C-250°C akan membentuk butir mineral yang baik. Amfibol sekunder (utamanya aktinolit) terbentuk pada sistem hidrothermal aktif yang stabil pada suhu berkisar >280°C-300°C (Leach et al.,1983). Biotit dapat ditemukan pada zona bersuhu >300°C-325°C dan juga lingkungan porfiri. Lingkungan sistem porfiri aktif ditandai dengan hadirnya mineral-mineral seperti klinopiroksen (>300°C) dan garnet (>325°C-350°C). g. Fase mineral-mineral lain, kelompok ini terdiri dari kehadiran mineral-mineral karbonat yang terbentuk pada wilayah pH dan temperatur yang luas (pH >4). Mineralmineral ini berasosiasi dengan mineral illit, kaolin, klorit dan fase kalk-silikat. Mineralmineral Feldspar yang berasosiasi dengan mineral klorit dan fase mineral kalk-silikat. Mineral-mineral feldspar sekunder seperti albit dapat terbentuk pada kondisi pH alkali netral dengan kandungan aNa+/aK+ tinggi sedangkan potasium feldspar terbentuk jika kandungan rasio aNa+/aK+ rendah. Mineral-mineral sulfida terbentuk hampir pada semua kisaran suhu dan pH. Dimana alunit akan terbentuk pada pH rendah (<3-4) dan anhydrit pada pH yang lebih tinggi, dan suhu lebih tinggi dari 100-150°C dan gypsum terbentuk pada suhu yang lebih rendah.

Related Documents


More Documents from ""