BAB I UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 PEMERINTAHAN DAERAH DALAM TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN
A. Pedoman Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2014 Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah terjadi perubahan beberapa kali, terakhir UU No. 12 Tahun 2008 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku pada saat diberlakukannya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pasal409 UU No. 23 Tahun 2014). Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal 2 Oktober 2014. Penyelengaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi sumberdaya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi (Pasal 14 ayat1). Berikut pedoman pelaksanaan UU No. 23 tahun 2014; 1.
Surat Sekretaris Jenderal ESDM Nomor 2115/30/SDB/2014 tanggal 16 Desember 2014, perihal Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
2.
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 16 Januari 2014 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Setelah Ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3.
Surat Direktur Teknik dan Lingkungan Nomor 1116/37.02/DBT/2015 tanggal 13 April 2015 perihal Pengawasan Kegiatan Pertambangan di Kabupaten/Kota.
4.
Surat Edaran Direktur Jenderal ESDM Nomor 04.E/30/DJB/2015, tanggal 30 April 2015 tentang Penyelengaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada pasal 16 UU No.23 tahun 2014 disebutkan mengenai pedoman penyelenggaraan urusan pemerintah daerah: 1. Pemerintah pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) berwenang untuk:
1
a. Menerapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraaan urusan pemerintahan, dan b. Menyelenggarakan
pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
penyelenggaraan UP yang menjadi kewenangan daerah 2. NSPK (Norma, Standar, Penusun, Kriteria) berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat sebagai pedoman dalam rangka penyelenggaraan UP konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan yang menjadi kewenangan daerah. 3. Kewenangan pemerintah pusat dilaksanakan oleh kementrian dan LPNK (Lembaga Pemerintah Nonkementrian) 4. Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh LPNK dikoordinasikan dengan kementrian terkait. 5. Penetapan NSPK dilakukan paling lama 2 tahun terkait sejak Peraturan Pemerintah
mengenai
pelaksanaan
urusan
pemerintah
konkuren
diundangkan. Berikut pemetaan urusan pemerintahan daerah berdasarkan pasal 24 UU No. 23 tahun 2014.
Sumber: Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah
2
B. Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat diselenggarakan oleh: 1) Sendiri oleh Pemerintah Pusat, 2) Dengan cara melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat atau kepada instansi vertikal yang ada di daerah berdasarkan asas dekonsentrasi, 3) Dengan cara menugasi daerah berdasarkan asas tugas pembantuan. Penugasan oleh pemerintah pusat kepada daerah berdasarkan asas tugas pembantuan ditetapkan dengan peraturan menteri/ kepala lembaga pemerintah non-kementerian (Pasal19). Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah provinsi diselenggarakan oleh: 1) Sendiri oleh daerah provinsi, 2) Dengan cara menugasi daerah kabupaten/kota berdasarkan asas tugas pembantuan, 3) Dengan cara menugasi desa. Penugasan oleh daerah provinsi kepada daerah kabupaten/kotaberdasarkan asas tugas pembantuan ditetapkan dengan peraturan gubernur (Pasal 20). Berikut Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang ESDM Sub-Urusan Mineral dan Batubara:
Pemerintahan Pusat a. Penetapan wilayah pertambangan sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional, yang terdiri atas wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat dan wilayah pencandangan negara serta wilayah usaha pertambangan khusus. b. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara serta wilayah izin usaha pertambangan khusus. c. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan lintas daerah provinsi dan wilayah laut lebih dari12 mil. d. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan batuan pada:
3
1. Wilayah izin usaha pertambangan yang berada pada wilayah lintas daerah provinsi; 2. Wilayah izin usaha pertambangan yang berbatasan langsung dengan negara lain; dan 3. Wilayah laut lebih dari 12 mil. e. Penerbitan izin usaha pertambangan dalam rangka penanaman modal asing. f. Pemberian izin usaha pertambangan khusus mineral dan batubara. g. Pemberian registrasi izin usaha pertambangan dan penetapan jumlah produksi setiap daerah provinsi untuk komoditas mineral logam dan batubara. h. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang komoditas tambangnya yang berasal dari daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau impor serta dalam rangka penanaman modal asing. i. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dans urat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal negeri dan penanaman modal asing yang kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia. j. Penetapan harga patokan mineral logam dan batubara. k. Pengelolaan inspektur tambang dan pejabat pengawas pertambangan. Pemerintah daerah a.
Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam1 (satu) daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan12 mil.
b.
Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan daerah yang berada dalam1 (satu) daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan12 mil laut.
c.
Penerbitan izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan yang berada dalam1 (satu) daerah provinsi termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut.
4
d.
Penerbitan izin pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat.
e.
Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang komoditas tambangnya berasal dari1 (satu) daerah provinsi yang sama.
f.
Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang kegiatan usahanya dalam1 (satu) daerah provinsi.
g.
Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan. Dalam hal pengendalian kekuasaan pemerintahan di daerah disebutkan
dalam pasal 6 UU 23/2014 dimana pemerintah pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, dan pada pasal 7 ayat (1) Pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintah oleh daerah, pasal 7 ayat (2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Dari sinilah muncul NSPK terutama untuk pedoman penyelenggaraan Urusan Pememerintah Daerah, untuk memastikan bahwa NSPK tersebut ditaati oleh daerah maka diperlukan BINWAS (Pembinaan dan Pengawasan). Output dari BINWAS adalah harus dapat memastikan bahwa apa yang menjadi taanggung jawab presiden dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan telah dilaksanakan dengan baik oleh penyelenggara pemerintahan. Dalam pasal 8 UU 23/2014 disebutkan tanggung jawab dari BINWAS di daerah: 1. Pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah provisi dilaksankan oleh Menteri/ Kepala LPNK. 2. Pembinaaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1) terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah
kabupaten/kota
dilaksanakan
pemerintahan pusat.
5
oleh
gubernur
sebagai
wakil
3. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri (Mendagri). Berikut tabel Peubahan Kewenagan Bidang ESDM dalan Hal Pemberian IUP
Sumber: Direktorat Jendral Bina Pembangunan Daerah
C. Kegiatan yang Perlu Dilakukan Daerah Terkait Perubahan Kewenangan 1. Segera melakukan serah terima P3D (Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana, dan Dokumen), Surat Edaran (SE) Meteri Dalam Negeri Nomor 120/253/Sj Berdasarkan dengan UU No.23 tahun 2014 pasal 404 disebutkan “Serah terima personel, pendanaan, sarana, dan prasarana, serta dokumen sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota yang diatur berdasarkan undangundang ini dilakukan paling lama 2 tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan, maka perlu dilakukan serah terima P3D agar tidak terjadi kevakuman pelaksaan pemerintahan dalam pelayanan publik dan urusan pemerintahan lainnya, menghindari stagnasi penyelenggaran pemerintahan
6
daerh yang berakibat terhentinya pelayanan kepada masyarakat luas, yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan P3D, serta memaksudkan agar penyelenggaraan pemerintahan daerah
tetap
dilaksanakan
walau
tanpa
dukungan
P3D
oleh
tingkatan/susunan pemerintahan yang saat ini menyelenggarakan urusan pemerintah konkuren tersebut. 2. Bupati/Walikota segera menyerahkan berkas perizinan kepada Gubernur, Surat Edaran Menteri ESDM No. 04.E/30/DJB/2106 Bupati/Walikota
tidak
lagi
mempunyai
kewenangan
dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang pertambangan minerba terhitung sejak tanggal 2 Oktober 2014, dan dengan diberlakukannya UU No. 23 tahun 2014 maka pasal-pasal dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Batubara beserta peraturan pelaksanaanya yang mengatur kewenangan Bupati/alikota tidak mempunyai kekuatan hukum. Untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) Mineral dan Batubara, Gubernur dan Bupati/Walikota segera melakukan koordinasi terkait dengan penyerahan dokumen IUP. Provinsi juga harus segera berkooridinasi dengan Kabupaten/ Kota untuk melakukan hal-hal berikut: 1. Menginvetarisasi perizinan yang masih berlaku, yang sedang dalm masa proses pengajuan dan yang akan berakhir di Kabupaten/Kota (dilaksanakan oleh tim transisi Provinsi dan Kab/Kota). 2. Menginvetarisasi regulaasi dan kebijakan terkait bidang ESDM 3. Mempersiapkan Sumber Daya Manusia 4. Berkoordinasi teknis dengan Kementrian ESDM Hal- haldiatas dilakukan sebagai tindak lanjut dari pasal 402 UU No. 23/2014 dimana izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap berlku sampai dengan habis berlakunya izin.
7
D. Implikasi Kebijakan UU No. 23 tahun 2014 Berikut ada beberapa bentuk implikasi yang terjadi dari diterapkannya UU No. 23/2014 di Bangka Belitung (sumber data dari penyampaian Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah dalam Sosialisasi Dan Seminar EITI Indonesia, Surabaya, 8 Oktober 2015) 1. Terganggunya agenda koordinasi dan supervisi tata kelola pertambangan. 2. Tidak tercapainya sasaran kerja lembaga dan sasaran kerja Pegawai Negeri Sipil di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten / Kota (Pasca UU No. 23 Tahun 2014 – 2016). 3. Bagi pemerintah daerah kabupaten, pengembangan dan peningkatan manfaat kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilakukan secara optimal. 4. Hilangnya kegiatan pengawasan di bidang tambang sebagai kendali/ antisipasi
permasalahan
dalam
melaksanakan
kewenangan
daerah
menyangkut produksi (pendapatan daerah) dalam melindungi tenaga kerja dan kelestarian lingkungan serta mengatasi masalah sosial. 5. Tidak ada Dinas Pertambangan dan Energi di Kabupaten / Kota, penghapusan paling lambat 2 Oktober2016. 6. Terbentuknya UPT Provinsi di Kabupaten / Kota dan lembaga vertikal pusat di daerah untuk urusan sumberdaya mineral. 7. Penetapan harga patokan mineral bukan logam dan batuan yang menjadi kewenangan daerah provinsi akan menjadi kendala dalam peningkatan target PAD pada masing-masing daerah Kabupaten. 8. Pada masa lampau, alasan klasik yang diutarakan belum maksimalnya “koordinasi” atau sulitnya “koordinasi”. 9. Belum tentu sama kewenangan yang dimiliki dinas kabupaten/kota dengan UPT daerah provinsi atau lembaga vertikal dalam hal pelayanan kemasyarakat sehingga keputusan sifatnya menunggu disposisi atau arahan kewenangan yang lebih tinggi.
8
BAB II REGULASI PENANAMAN MODAL ASING
A. Pengertian Pemanaman Modal dan Penanaman Modal Asing Pendirian suatu perusahaan di Indonesia dilakukan melalui investasi asing dan tunduk pada persyaratan khusus pendirian perusahaan. Invetasi asing oleh Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal) diartikan sebagai kegiatan investasi yang dilakukan oleh investor asing untuk menjalankan bisnis di Indonesia (termasuk pendirian perusahaan). Investasi asing tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan modal asing 100% (yang tunduk pada beberapa pembatasan) atau sebagian modal dalam negeri. Investor asing dapat berupa warga negara asing, perusahaan asing atau instansi pemerintah asing. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal baik oleh investor dalam negeri ataupun investor asing untuk melakukan usaha diwilayah Negera Republik Indonesia. UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal dalam Pasal 1 angka (1) menguraikan: Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik indonesia Dari difinisi di atas maka pada dasarnya dapat disimpulan bahwa investasi atau penanaman modal merupakan kegiatan penanaman modal baik berupa uang atau aset-aset lainnya dengan tujuan utama adalah untuk memperoleh keuntungan. Dalam ketentuan UU No 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, menyatakan bahwa pengertian penanaman modal asing di dalam undang-undang ini adalah penanaman modal untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam artian penanam modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut dengan keluarnya UU No 25 tahun 2007.
9
Penanaman modal asing dapat di diartikan sebagai suatu kegiatan penanaman modal yang di dalamnya terdapat unsur asing, yang dapat ditentukan oleh adanya kewarganegaraan yang berbeda, asal modal dan sebagainya Undang-Undang No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal melalui ketentuan umum telah merumuskan apa yang dimaksud dengan penanaman modal asing, dengan terlebih dahulu memberikan pengertian tentang penanaman modal. Pasal 1 angka (3) dirumuskan bahwa penanaman modal asing adalah kegiatan menanamkan modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Menurut Prof M Sornarajah penanaman modal asing adalah transfer modal baik nyata maupun tidak nyata dari suatu negara ke negara lain, tujuannnya untuk digunakan di negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total maupun sebagian “
Dari beberapa definisi diatas dapat diketahui Penanaman Modal Asing (PMA) dikontruksikan sebagai upaya pemindahan modal dari satu negara ke negara lainnya yang tujuan utamanya memperoleh keuntungan. Menurut Penanaman Modal Asing dan UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terdapat istilah modal asing. Istilah modal asing berasal dari bahasa inggris, yaitu foreign capital, modal asing menurut UU No 25 tahun 2007 adalah : 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kakayaan devisa Indonesia dan dengan pembiayaan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan indonesia. 2. Alat-alat untuk perusahaan, termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukan dari luar negeri kedalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dari kekayaan devisa Indonesia.
10
3. Bagaian dari hasil perusahaan yang di dasarkan undang-undang ini diperkirakan di transfer, tetapi dipergunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 dalam Pasal 1 angka (8) dan angka (9) jenis-jenis investasi yaitu sebagai berikut : a. Pasal 1 angka (8), modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. b. Pasal 1 angka (9), modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum. B. Manfaat Investasi Investasi, khususnya investasi asing dibutuhkan oleh negara-negara berkembang, terutama untuk kebutuhan modal dan teknologi yang tinggi. John W Head mengemukakan tujuh keuntungan investasi asing sebagai berikut : 1. Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat memperoleh dan peningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka. memenuhi hal tersebut investasi tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Masuknya modal asing pada suatu negara
mengakibatkan perluasan lapangan kerja, alih teknologi, pengembangan teknologi
subditusi
berkembangnya
import
industri
untuk
menghemat
barang-barang
eksport
devisi, non
mendorong
migas
untuk
mendatangkan devisa, pembangunan sarana dan prasarana, serta dapat membangun daerah tertinggal. Manfaat keberadaan perusahaan asing dapat dilihat dari segi masalah gaji, terserapnya tenaga kerja yang luas bagi negara penerima investasi, pendidikan serta pelatihan bagi tenaga kerja lokal, mendorong
berkembangnya
industri
barang-barang
dan
dapat
membangundaerah tertinggal di semua negara. Dampak positif tersebut menjadikan investasi sebagai faktor penentu dalam perekonomian suatu
11
negara, dengan meningkatnya investasi maka total pengeluaran negara akan ikut meningkat atau dengan kata lain daya beli dan daya saing nasional mengalami peningkatan pula. 2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendatan perusahaan-perusahaan baru. 3. Meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya. 4. Menghasilkan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industri lain. 5. Memperluas potensi kewaspadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat untuk menggantikan barang impor. 6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk tuan rumah. 7. Membuat sumberdaya negara tuan rumah, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik manfaatnya dari pada semula. Dari pendapat diatas dapat dikatakan keberadaan investor asing di suatu negara mempunyai manfaat yang luas (multiplier effect) manfaat yang dimaksud yakni, kehadiran investor asing dapat menyerap tenaga kerja dinegara penerima modal, dapat menciptakan permintaan bagi produk dalam negeri sebagai bahan baku, menambah devisi apalagi investor asing yang berorientasi ekspor. Dapat menambah penghasilan negara dari sektor pajak, adanya alih teknologi maupun alih ilmu pengetahuan ( transfer of technology and knowlage). Dalam UU No. 25 tahun 2014 dijelaskan juga mengenai manfaat penanaman modal, diantaranya; a) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. b) Menciptakan lapangan kerja c) Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan. d) Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional. e) Meningkatkan kepasitas dan kemampuan teknologi nasional.
12
f) Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan. g) Mengolah ekonomi pontensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negari maupun dari luar negeri. h) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Sisi politik, sisi ekonomi dan sisi hukum merupakan aspek yang menjadi dasar pertimbangan bagi calon investor sebelum menanamkan modalnya disuatu negara. Ketiga faktor tersebut merupakan aspek penting bagi calon investor untuk melihat apakah investasi disuatu negara akan mendatangkan keamanan, kenyamanan dan keuntungan bagi investor. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi di Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Faktor kestabilan politik Merupakan aspek yang sangat diperhitungkan bagi investor asing sebelum datang ke suatu negara. Investor asing akan mencermati ke stabilan politik suatu negara sebagi iklim yang kondusif untuk usaha-usaha penanaman modal asing. Konflik vertikal ( antar elite politik) maupun konflik horizontal (konflik antar kelompok masyarakat) harus tidak ada atau tidak terjadi dalam usaha-usaha penanaman modal asing di sebuah negara. Faktor-faktor politik pada dasarnya menyangkut tujuan masyarakat bukan tujuan pribadi 2. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi sangat menentukan bagi keinginan investor ke suatu negara untuk menanamkan modalnya, kesempatan ekonomi bagi investor seperti ketersediaan sumber daya alam30 merupakan daya tarik ekonomi yang kuat untuk menarik investor asing datang ke suatu nagera. Namun daya tarik ekonomi juga berkaitan dengan faktor politik, karena apabila keadaan politik nasional kondusif maka kinerja perekonomian suatu negara juga kondusif, karenanya faktor ekonomi dan politik saling mempengaruhi 3. Faktor hukum Faktor hukum atau aspek yuridis juga merupakan faktor yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan investor asing yang ingin menanamkan
13
modalnya pada suatu negara. Barbagai ketentuan hukum yang dirasakan terkait dengan investasi perlu diwujudkan dan disesuaikan dengan kebutuhan iklim investasi. Permasalahan hukum yang utama dibutuhkan adalah: a. Prosedur perijinan yang tidak berbelit belit yang dapat mengakibatkan biaya yang tinggi b. Jaminan terhadap investasi dan proteksi hukum mengenai hak atas kekayaan investor c. Sarana dan perasarana yang dapat menunjang terlaksanakannya investasi mereka dengan baik. Dalam Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi penanaman modal asing yang terdapat dalam pasal 12 angka (1), (2), dan (3) yaitu sebagai berikut : a. Pasal 12 angka (1), semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidan usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan. b. Pasal 12 angka (2), bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing adalah: produksi senjata, mesiu, alat peledak c. Peralatan perang, dan bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang. d. Pasal 12 angka (3), pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional, serta kepentingan nasional lainnya. D. Penanaman Modal Asing Secara Langsung, Penanaman Modal Asing Secara Tidak Langsung dan Portofolio 1. Penanaman Modal Asing Secara Langsung Penanaman modal asing secara langsung merupakan investasi yang nyata atau riil adalah investasi yang langsung menanamkan modalnya di
14
industri atau disektor bidang usaha tertentu seperti telekomunikasi, pertambangan,pertanian,
kehutanan
dan
lainya32.
Manfaat
utama
penanaman modal asing secara langsung dapat dilihat secara nyata misalnya penyerapan
tenaga
kerja
yang
besar,
pengurangan
kemiskinan,
pertumbauhan industri, penggarapan berbagai sumber daya ekonomi. Transfer teknologi dan pengetahuan serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Penanaman modal secara langsung memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan bisnis di era globalisasi ini, Penanaman modal asing secara langsung dapat menyediakan keuntungan bagi negara penerima baik dalam bentuk fasilitas produksi yang murah, akses menggunakan teknologi terbaru, produksi, keahlian dan keuangan. Bagi negara penerima, penaman modal asing langsung dapat menyediakan sumber baru dalam teknologi, modal, prose, barang dan menejemen yang lebih baik. Penanaman modal asing secara langsung juga memiliki pengertian bahwa bagi pemodal asing yang ingin menanamkan secara langsung, maka secara fisik modal asing hadir dalam menentukan usahanya, dengan hadirnya atau tepatnya dengan berdirinya badan usaha yang berstatus sebagai penanaman modal asing, maka badan hukum tersebut haruslah tunduk pada ketentuan hukum Indonesia. Dalam UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman modal disebutkan dalam pasal 2 sebagai berikut: “Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di wilayah negara Republik Indonesia”. Hal ini menandakan bahwa pengertian penanaman modal asing secara langsung adalah penanaman modal yang tunduk pada ketentuan UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. 2. Penanaman Modal Asing Secara Tidak Langsung Penanaman modal asing secara tidak langsung merupakan satu jenis penanaman modal asing yang dilakukan dalam sektor keuangan, biasanya penanaman modal asing tidak langsung dilakukan melalui pasar modal dengan menempatkan modal di intrumen surat berharga seperti saham
15
korporasi, surat obligasi, sertifikat Bank Indonesia dan lainnya Dalam perkembangannya istilah penanaman modal asing tidak langsung telah diperluas karena adanya perubahan pola investasi global. Bahwa pengambilalihan perusahaan (akuisisi) termasuk dalam penanaman modal asing secara tidak langsung 3. Portofolio Dalam dunia investasi unsur ketidak pastian atau resiko pasti akan dihadapi bagi setiap pemodal, yang diharapkan oleh pemodal adalah memperkirakan berapa keuntungan dari investasinya dan seberapa jauh kemungkinan hasil yang sebenarnya nanti menyimpang dari hasil yang diharapkan. Tentunya tidak ada satupun pemodal yang ingin merugi, oleh karenanya maka akan dilakukan berbagai cara agar terhindar dari resiko kerugian . Istilah portofolio di pasar modal juga banyak berhubungan dengan reksa dana. Reksadana adalah suatu perusahaan yang berfungsi melakukan investasi dari hasil dana yang diperoleh dari para investor. Dilakukan biasanya bukan pada satu instrumen pasar modal, tetapi kombinasi dengan instrumen modal yang lain, Tujuan utama dari kombinasi ini adalah mencari investasi yang paling aman dengan keuntungan yang maksimal dan resiko yang minimal. Semakain banyak jenis instrumen yang diambil, maka resiko kerugian dapat di netaralisir atau ditutupi oleh keuntungan yang diperoleh dari jenis instrumen yang lain. Dalam portofolio ada dua resiko investasi yaitu resiko tidak sistematik dan resiko yang sistematik. Resiko sistematik adalah resiko yang tidak dapat di hindari, biasanya berkaitan dengan pasar, bersifat umum, terkait langsung dan berlaku bagi semua saham dalam pasar modal yang bersangkutan sedangkan resiko tidak sistematik merupakan resiko yang dapat dikurangi atau dihindari terkait dengan suatu saham tertentu. Pola investasi dalam portofolio tidak dapat diartikan sebagai penanaman modal secara langsung jika jumlah dari saham yang dikuasai tidak dapat mempengaruhi kepentingan pengambilan suara (voting)
16
diantara pemegang saham lainnya. Bagaimanapun juga, investasi dengan pola portofolio juga dapat menimbulkan kepentingan berkelanjutan dalam penggunaan kekuatan untuk mengontrol menejemen perusahaan. Hal ini merupakan bentu dari aliansi strategis terkadang disebut sebagai “aliansi bayangan”. Investasi portofolio dapat diartikan sebagai tindakan membagi modal yang tersedia pada jenis-jenis investasi tertentu agar diperoleh risiko yang paling minimal. Keputusan pengalokasian modal ke dalam usulanusulan investasi yang manfaatnya akan direalisasikan dimasa yang akan datang harus dipertimbangkan dengan cermat dan investasi portofolio meliputi investasi pada asset berupa saham dan utang jangka panjang yang dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, tingkat inflasi dan iklim politik di suatu negara. Jadi walaupun kebanyakan perusahaan yang melakukan investasi portofolio tidak memenuhi kualifikasi sebagai penanaman modal asing secara tidak langsung. E. Peraturan Penting Terkait Dengan Pendirian Perusahaan PMA Peraturan berikut ini harus diperhatikan oleh investor asing yang akan melakukan investasi di Indonesia (pendirian PT PMA): 1. Daftar Negatif Investasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 39 tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal (“Daftar Negatif Investasi”), yang mengatur : a. Daftar bidang usaha yang tertutup untuk invetasi (baik untuk investor domestik maupun asing); dan b. Daftar bidang usaha yang terbuka bagi investor asing, dimana bidang usaha tersebut tunduk pada beberapa pembatasan. Bidang usaha dalam Daftar Negatif Investasi berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI), yang lebih lanjut dijelaskan dalam butir berikut dimana Bidang usaha yang tidak termasuk dalam Daftar Negatif
17
Investasi adalah 100% terbuka untuk investasi asing, kecuali diatur berbeda dalam peraturan lain. 2. Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) diatur oleh Peraturan Kepala Badan Pusat Statistik No. 57 Tahun 2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha. Peraturan ini menjelaskan secara rinci mengenai lingkup masing-masing bidang usaha berdasarkan nomor KBLI mereka. Peraturan ini penting bagi investor asing untuk mengecek apakah pendirian perusahaan PMA mereka di Indonesia tunduk pada pembatasan berdasarkan Daftar Negatif Investasi. 3. Pedoman dan prosedur perizinan dan non perizinan invetasi modal asing di Indonesia diatur oleh peraturan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia (BKPM), No. 5 Tahun 2013 yang telah diubah dengan peraturan BKPM No. 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal (“Perka BKPM”). peraturan ini termasuk seluruh norma, standard, 4. Prosedur dan kriteria terkait dengan bentuk peruahaan PMA di Indonesia, yang diwajibkan oleh BKPM, sebelum perusahaan PMA dapat mulai kegiatannya, perlu memenuhi seluruh persyaratan yang diatur dalam peraturan ini. 5. UU Perseroan Terbatas mengatur persyaratan umum perseroan terbatas dan berlaku juga untuk perusahaan PMA. UU ini mengatur persyaratan pendirian perusahaan PMA yang tidak diatur dalam Perka BKPM. Berukut Perizinan dan Dokumen yang diperlukan bagi investor asing untuk Pendirian perusahaan PMA di Indonesia: 1. Izin Prinsip dari BKPM; 2. Akta Pendirian PT PMA yang dari Notaris; 3. Keputusan Menteri tentang pengesahan status badan hukum PT PMA dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; 4.Domisili dari pemerintah daerah setempat; 5.NPWP dan keterangan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dari kantor pajak; 6.Izin Usaha dari BKPM;
18
7.Tanda Daftar Perusahaan dari instansi untuk pelayanan perizinan terpadu (BPPT); dan 8.Wajib lapor ketenagakerjaan dan laporan kesejahteraan dari sub departemen di Kementerian Ketenagakerjaan.
19
BAB III KOMITE CADANGAN MINERAL INDONESIA ( Kode KCMI )
Peraturan
Direktur
Jenderal
Mineral
dan
Batubara
Nomor
569.K/30/DJB/2015 yang disahkan per tanggal 14 April 2015 mengenai Penerapan Standard Nasional Indonesia dan Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia ( Kode KCMI ) dalam Pelaporan hasil Kegiatan Eksplorasi, Estimasi Sumberdaya dan Estimasi Cadangan. Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia, yang selanjutnya disingkat Kode KCMI adalah suatu panduan minimum yang dibuat oleh suatu komite bersama/gabungan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi yang harus diacu oleh setiap CPI (Competent Person Indonesia) dalam penyusunan laporan hasil kegiatan eksplorasi, estimasi sumberdaya, dan estimasi cadangan mineral dan batubara. Kode KCMI juga merupakan standar minimun yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan publik. Kode ini dapat diterapkan untuk segala mineral padat, termasuk batumulia lainnya, mineral industri dan batubara, dimana laporan publik hasil-hasil eksplorasi, sumberdaya mineral dan cadangan bijih disyaratkan oleh institusi yang memerlukan. Dalam Kode KCMI sumberdaya mineral terukur dapat dikonversikan menjadi cadangan bijih terbukti atau cadangan bijih terkira. Hal ini dikarenakan adanya ketidakpastian beberapa atau semua faktor pengubah yang dipakai sebagai pertimbangan saat digunakan untuk mengkonversi mineral sumberdaya cadangan bijih. Dalam memberikan laporan umum yang berkaitan dengan hasil eksplorasi sumberdaya mineral atau cadangan bijih, perusahaan haruslah
memberikan
informasi yang meliputi penjelasan tentang tipe dan sifat alamiah mineralisasi, keekonomisan nilai, perubahan sumberdaya atau cadangan bijih. Kemudian dalam satu tahun perusahaan harus mengkaji ulang dan memberikan laporan kepada publik setidaknya satu kali berkaitan dengan sumberdaya mineral dan cadangan bijih.
20
A. Azas-azas Utama Kode KCMI 1. Transparansi. Menyatakan bahwa pembaca laporan publik disuguhi oleh laporan yang cukup, penyajian yang jelas dan tidak mempunyai pengertian yang membingungkan untuk memahami laporan dan tidak menyesatkan. 2. Materiality. Laporan berisikan informasi yang relevan yang diperlukan oleh investor dan penasihat profesionalnya secara wajar, dan sepantasnya dijumpai pada laporan tersebut, untuk keperluan pengambilan keputusan yang tepat dan berimbang mengenai hasil-hasil Eksplorasi, sumberdaya cadangan mineral atau cadangan bijih yang di laporkan. 3. Kompeten. Laporan publik didasarkan oleh hasil kerja yang dipertanggung jawabkan oleh seseorang yang memiliki keahlian dan berpengalaman pada bidangnya serta terikat oleh kode etik dan aturan organisasi yang menaunginya. B. Macam-macam Pelaporan pada kode KCMI 1. Pelaporan Sumberdaya Mineral. Sumberdaya mineral dikelompokkan ke dalam saumberdaya mineral tereka, terunjuk dan terukur. 2. Pelaporan Cadangan Bijih. Cadangan bijih dipisahkan berdasar naiknya tingkat keyakinan menjadi cadangan bijih terkira dan cadangan bijih terbukti. 3. Pelaporan Fill, Remnants dan Pillar. 4. Pelaporan Sumberdaya dan Cadangan Batubara. 5. Pelaporan Eksplorasi, Sumberdaya dan cadangan intan dan batu mulia lainnya. 6. Pelaporan Hasil Eksplorasi, Sumberdaya Mineral dan Cadangan Bijih untuk mineral industri. Masyarakat Geologi Ekonomi Indonesia (MGEI) dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) telah membuat kode pelaporan mengenai hasil eksplorasi, sumber daya dan cadangan yang disebut dengan penjelasan diatas yaitu Kode Komite Cadangan Mineral Indonesia (Kode KCMI). KCMI sangat penting dan memiliki peran strategis, karena banyak institusi yang berkaitan dengan pertambangan memerlukan standard yang tinggi berkaitan
21
dengan data eksplorasi, sumber daya dan cadangan. Misalnya perbankan, bursa efek, valuator, investor dan juga pemerintah. Adanya KCMI diharapkan dapat semakin membangun kepercayaan industri pertambangan dengan stakeholder lainnya. Dengan penerapan Kode KCMI secara konsisten, prospek pertambangan Indonesia ke depan akan sangat baik. Ini, tentu, sepanjang dapat diciptakan kebijakan dan regulasi pembangunan yang kondusif, adil dan transparan, penegakan hukum yang konsisten, serta suasana politik dan bisnis yang positif. Pelaporan tentang hasil perhitungan simbumber daya dan cadangan Mineral dan Batubara harus dilakukan oleh COMPETENT PERSONT INDONESIA ( CPI). Pada umumnya dilakukan oleh pihak ketiga sebagai Konsultan KCMI (KCMI consultant).
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Ari, Yanuar. 2015. Pelaksanaan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. eiti.ekon.go.id/sosialisasi-eitiindonesia-dan-uu-232014-surabaya-8-oktober-2015/ (diakses pada tanggal 1 Maret 2017). 2. Hendrayano, B.E. 2016. Kebijakan Perizinan Pertambangan Mineral dan Batuabara Berdasarkan UU 23/2014 Tentang Pemerintahan Daerah. (diakses pada tanggal 1 Maret 2017). 3. Republik Indonesia. 2014. Undang-uIndang No.23 tahun 2014 Mengenai Pemerintah Daerah.Sekertariat Kabinet RI. Jakarta 4. Repuplik Indonesia. 2007. Undang-Undang No. 25 tahun 2007 Mengenai Penanaman Modal. Sekretariat Kabiner RI. Jakarta
23