26
BAB III ANALISIS KASUS
Pasien laki-laki, usia 3 bulan, datang ke RS Pertamina Bintang Amin, Poli Kulit dan Kelamin pada tanggal 12 Juli 2017, dengan keluhan bercak kemerahan di tubuh anak disertai gatal. Keluhan timbul sejak 5 hari sebelum masuk RS. Kemerahan muncul, awalnya pada tangan dan kemudian muncul dibagian punggung, sebagian dada,perut dan kepala bagian belakang. Pasien tampak terasa sangat tidak nyaman, rewel dan sulit tidur. Pasien sudah pernah mengalami keluhan yang sama sejak umur 1 bulan sebanyak 3 kali
Pada pemeriksaan fisik didapat status dermatologikus plak eritematosa, sirkrumskripta, multiple, lentikular,
disertai erosi pada kepala bagian belakang,
tangan kanan, dada dan perut. Plak eritematosa, sirkrumskripta, multiple, numular, disertai erosi pada punggung pasien.
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap pasien mengarah pada diagnosis dermatitis atopik. Dermatitis atopik (DA), atau eczema atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis dan residif yang gatal yang ditandai dengan eritema dengan batas tidak tegas, edema, vesikel, dan madidans pada stadium akut dan penebalan kuilt (likenifikasi) pada stadium kronik (Sularsito S.A., & Djuanda A., 2005). Dermatitis atopik sering berhubungan dengan peningkatan kadar Ig E dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita. (Roesyanto I.D., & Mahadi., 2009).
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Hanifin dan Rajka, yang dimodifikasi untuk bayi, yaitu Kriteria Mayor: riwayat atopi keluarga, dermatitis dimuka
atau
ekstensor,
pruritus
ditambah
dengan
Kriteria
Minor:
xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris, aksentuasi perifolikular, fisura dibelakang telinga, skuama di skalp kroni (Zulkarnain I., 2009. Pada pasien ini ditemukan 3
27
kriteria mayor yaitu atopi keluarga, dermatitis dimuka atau ekstensor, pruritus ditambah dengan kriteria minor yaitu skuama di skalp.
Diagnosis banding pada pasien ini yaitu dermatitis kontak, yaitu dematitis kontak iritan (DKI) ataupun dermatitis kontak alergi (DKA) karena gejalanya mirip dengan dermatitis atopik. Dermatitis kontak iritan disebabkan bahan yang bersifat iritan misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Suhu dan kelembapan lingkungan juga mempengaruhi. Dermatitis kontak iritan muncul dalam 8-24 jam paska terpapar zat iritan denga lesi awalnya berupa kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit tebal (hiperkratosis) dan likenifikasi. Lesi ini juga dapat ditemukan pada dermatitis atopik.4 Untuk menyingkirkan DKI maka perlu diketahui dari anamnesis ada tidaknya kontak dengan bahan-bahan iritan (Mansjoer A.,dkk., 2001)..
Dermatitis kontak alergi disebabkan oleh bahan kimia sederhana dengan berat molekul rendah <1000 dalton yang mengenai seseorang dengan keadaan kulit yang hipersensitif. Lesi akut pada DKA dapat berbentuk bercak eritematosa berbatas jelas diikuti edema, papulovesikel, vesikel ataupun bula yang jika pecah menimbulkan erosi. Pada kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul dam likenifikasi. Untuk menyingkirkan DKA maka perlu diketahui dari anamnesis dan patch test (Mansjoer A.,dkk., 2001).
Untuk memastikan diagnosis kerja dermatitis atopik serta untuk menyingkirkan diagnosis banding saran pemeriksaan penunjang pada kasus ini yaitu pemeriksaan kadar Ig E serum dan jumlah eosinofil darah perifer akan didapatkan peningkatan pada hasil pemeriksaan tersebut (Mansjoer A.,dkk., 2001).
Untuk memperoleh keberhasilan terapi DA, diperlukan pendekatan sistematik meliputi hidrasi kulit, terapi farmakologis, dan identifikasi serta eliminasi faktor pencetus seperti iritan, alergen, infeksi, dan stressor emosional. Selain itu, rencana terapi harus individualistik sesuai dengan pola reaksi penyakit, termasuk stadium
28
penyakit dan faktor pencetus unik dari masing-masing pasien (Kariossentono H., 2006).
Terapi yang diberikan pada pasien ini yaitu kortikosteroid topikal Fluocinolone acetonida 0,025% krim 2x/hari pada daerah lesi yan berfungsi untuk mengontrol dermatitis atopik eksaserbasi akut. Diberikan pula antihistamin berupa cetirizine syrup untuk mencegah garukan pada lesi sehingga mengurangi terjadinya lesi sekunder, antihistamin sistemik bekerja terutama memblok reseptor H1 dalam dermis, karenanya dapat menghilangkan pruritus akibat histamin. Pasien juga diberikan pelembab Emolien kulit 4x/hari agar kulit tidak kering terus-menerus.
Prognosis pada kasus ini baik karena kedua orang tua pasien tidak mengalami penyakit yang serupa. Faktor resiko dermatitis atopik pada pasien tidak menderita asma dan rhinitis alergika. Namun, perkembangannya tetap harus diperhatikan (Budiastuti M., 2007).