BAB III ANALISA KASUS Telah diperiksa seorang laki-laki usia 72 tahun di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 26 September 2014 dengan keluhan utama sesak nafas. Pasien didiagnosa dengan Emfiema ec TB Paru. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
3.1 Anamnesis Dari anamnesis pasien merupakan rujukan RSUDZA rujukan dari RSU Tengku Peukan dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu sebelum masuk RSUDZA, sesak nafas dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum di rujuk ke RSUDZA, sesak nafas yang dirasakan seperti di tertimpa dengan benda berat, sesak nafas berbunyi ngik-ngik di sangkal pasien. Sesak dirasakan apabila beraktivitas dan berjalan dan sesak berkurang jika pasien beristirahat. Sebelumnya pasien juga telah dilakukan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) dari rumah sakit sebelumnya karena terdapat cairan pada paru pasien. Selain itu, pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 bulan terakhir, batuk tidak berdahak dan tidak pernah batuk berdarah. Batuk lebih berat saat malam hari. Demam dirasakan kadang-kadang. Pasien juga mengaku mual saat makan. Penurunan berat badan dalam 2 bulan terakhir. BAK tidak ada keluhan dan BAB juga tidak ada keluhan Pasien juga memiliki riwayat merokok sejak usia 18 tahun. Pada seseorang yang mengalami efusi pleura, gejala klinis dapat berupa keluhan sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri bisa timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri pleuritik atau nyeri tumpul yang terlokalisir, pada beberapa penderita dapat timbul batuk-batuk kering. Pada kasus ini, pasien juga mengeluhkan adanya keluhan sesak nafas. Keluhan sesak ini timbul akibat terjadinya timbunan cairan dalam rongga pleura yang akan memberikan kompresi patologis pada paru sehingga ekspansinya terganggu dan sesak tidak disertai bunyi tambahan karena bronkus tetap normal. Makin banyak timbunan cairan maka sesak makin terasa berat. Efusi pleura dapat berbentuk transudat, terjadi karena penyakit lain bukan
primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hepatis, sindrom nefrotik, dialisis peritoneum, hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks. Efusi eksudatif terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan kedalam rongga pleura.
Eksudat Efusi Parapneumonia Neoplasma
Transudat Gagal jantung kiri Sirosis hati Hipoalbumin Peritonial Dialisis Sindrom nefrotik Emboli paru Hipotiroid Stenosis mitral
Emboli paru Arthritis Reumatik Efusi jinak yang disebabkan oleh asbestos Pankreatitis Sindrom infark miokard Penyakit autoimun Post operasi bypass arteri koronaria Abses hepatic Perikarditis Uremia Sindrom meig Chylothoraks Urinothoraks Infeksi lainnya Obstruksi vena kava superior Pengaruh obat Radioterapi Ruptur esophageal Tabel 3.1 Etiologi Efusi Pleura
Efusi pleura dapat disebabkan salah satunya infeksi Tuberkulosis. Efusi dapat terjadi pada sisi paru yang terkena infeksi. Keadaan ini dapat disertai dengan infark paru atau tanpa
infark. Neoplasma primer ataupun sekunder
(metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah nyeri dada dan sesak. Gejala lainnya yaitu akumulasi cairannya kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral
sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi toraks. Ini merupakan dari infeksi primer. Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus subpleura paru sehingga kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan pleura. Keadaan seperti ini bisa berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami imunitas rendah. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga pleura. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
3.2 Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik pada tanggal 22 september 2014 hasil yang ditemukan pada pasien ini didapatkan TD : 110/70 mmHg, Nadi : 96 x/menit, RR : 24 x/menit, T : 37,3 0C. Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum lemah. Pasien mengalami sesak nafas, batuk serta penurunan berat badan. Dari pemeriksaan fisik thoraks, pada inspeksi pada saat statis maupun dinamis yaitu asimetris (dada kanan tertinggal) dan adanya retraksi intercostal. Pada palpasi stem fremitus pada dada kanan menurun, pada perkusi didapatkan sonor hanya di sisi paru sebelah kiri dan pada sisi paru sebelah kanan redup dan pada auskultasi terdengar suara nafas vesikuler melemah di lapangan paru kanan, adanya ronki pada basal paru kanan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien dengan efusi pleura, pada pemeriksaan fisik dari inspeksi dapat ditemukan pada gerakan dada ditemukan gerakan asimetris. Pada palpasi, gerakan fremitus menurun diseluruh lapangan paru, pada perkusi didapatkan sonor hanya di sisi paru sebelah kanan pada auskultasi terdengar suara nafas vesikuler melemah di bagian paru sebelah kanan.
3.3 Pemeriksaan Penunjang Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan tanda-tanda infeksi. Ditemukan leukositosis serta peningkatan pada netrofil segmen. Pada efusi pleura dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang. Diantaranya foto thorak yang dilakukan pada tanggal 1-9-2014 Cor dan aorta : tampaknya kardiomegali, Lung : adanya konsolidasi pada bagian basal dextra, adanya ellis line dari 2/3 basal dextra, infiltrat perihiler dextra dengan batas cukup tegas, Soft tissue dan skeletal : normal, Sinus costoprenicus dextra terselubung dan kiri bawah tumpul, Kesimpulan : Efusi Pleura Dextra. Lalu dilakukan pengambilan cairan pleura dan dilakukan foto ulang dengan kesimpulan Cor : Bentuk dan Ukuran Normal, Lung : Perselubungan pada hemithoraks kanan, Sinus costophrenicus tajam, Kesimpulan : Perselubungan Hemithoraks kanan yang mengesankan pleura efusi dextra dengan susp TB.
3.4 Tatalaksana Penatalaksanaan utama pada efusi pleura adalah mengatasi penyebab utama terlebih dahulu. Efusi pleura umumnya akan cepat mengalami resolusi jika kelainan dasarnya terkontrol. Setelah diagnosis yang tepat ditegakan maka observasi yang cermat perlu dilaksanakan. Bila pasien sesak nafas sekali maka dilakukan pemasangan WSD (water sealed drainage). Pada pasien yang gawat sekali maka pemasangan WSD harus segera dilakukan dengan menusukan jarum ke rongga pleura yang berfungsi sebagai penyelamat. Penatalaksanaan utama pada efusi pleura yang disebabkan oleh infeksi adalah mengatasi penyebab utama terlebih dahulu. Efusi pleura umumnya akan cepat mengalami resolusi jika kelainan dasarnya terkontrol. a. Efusi pleura transudat. Terapinya yaitu:
Bila disebabkan oleh tekanan hidrostatik yang meningkat, pemberian diuretika dapat menolong.
Bila disebabkan oleh tekanan osmotik yang menurun sebaiknya diberikan protein.
Bahan sklerosing dapat dipertimbangkan bila ada reakumulasi cairan berulang dengan tujuan melekatkan pleura viseralis dan parietalis.
b. Efusi pleura eksudat Efusi yang terjadi setelah keradangan paru (pneumonia). Paling sering disebabkan oleh pneumonia. Namun pada usia lanjut yang memiliki kadar imunologi yang rendah sering disebabkan oleh infeksi M Tuberkulosis. Umumnya cairan dapat diresorbsi setelah pemberian terapi yang adekuat untuk penyakit dasarnya. Bila terjadi empiema, perlu pemasangan kateter toraks dengan WSD. Bila terjadi fibrosis, tindakan yang paling mungkin hanya dekortikasi (jaringan fibrotik yang menempel pada pleura diambil /dikupas). c. Efusi pleura maligna Pengobatan ditujukan pada penyebab utama atau pada penyakit primer dengan cara radiasi atau kemoterapi. Bila efusi terus berulang, dilakukan pemasangan kateter thorak dengan WSD WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru sudah mengembang ialah dengan jalan penderita disuruh batuk-batuk, apabila diselang WSD tidak tampak lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah mengembang dan juga disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui secara pasti paru telah mengembang dilakukan Rontgen foto toraks. Apbila penyebab emfiema adalah infeksi TB maka harus diberikan OAT yang sesuai dengan pasien, karena pasien baru pertama kali menderita susp TB maka pasien diberikan obat TB kategori I yaitu 2RHZE/4HR.