BAB II OPRASI PEMBORAN II.1. DASAR TEORI II.1.1. Pengertian. Operasi pemboran merupakan proses lanjutan dari eksplorasi untuk mengetahui lebih lanjut atas keterdapatan minyak atau gas bumi di bawah permukaan. Dalam pelaksanaannya banyak hal yang perlu dipersiapkan dan direncanakan. Persiapan yang perlu dilakukan anatara lain mengenai tempat pemboran, logistic, dan perangkat pemboran (drilling rig) yang akan digunakan. Persiapan dan perencanaan secara detail akan memudahkan dan melancarkan proses pemboran serta mengurangi kendala secara teknis yang mungkin timbul saat proses pemboran berlangsung. Usaha teknis yang dilaksanakan dengan membuat lubang ke perut bumi dengan aman (sesuai standar tertentu) sampai ke formasi yang kaya akan kandungan minyak bumi dan gas. Lubang ini kemudian dilapisi dengan casing (pipa besi dengan ukuran standar) dan dilakukan penyemenan (cementing) untuk melekatkan casing pada dinding formasi. Dengan terhubunganya lapisan formasi dengan permukaan melalui lubang hasil pengeboran ini maka kandungan minyak bumi di dalam perut bumi dapat dimanfaatkan secara komersial dalam jumlah yang ekonomis.
II.1.2. Jenis-Jenis Pemboran. a. Pemboran Eksplorai (Wildcat) Akrivitas ini bertujuan untuk membuktikan terterdapatan minyak dan gas bumi pada suatu cekungan yang belum pernah dilakukan
pemboran
sebelumnya,
sehingga
memerlukan
perencanaan matang yang memperhitungkan segala kemungkinan kendala yang timbul selama proses pemboran berlangsung. Dalam kemungkinan kendala yang timbul selama proses pemboran berlangsung. Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan pengamatan secara seksama dikarenakan perencanaan penggunaan casing, penyemenan, lumpur pemboran, dan bit yang akan digunakan sangat berpengaruh kepada cost yang akan dikeluarkan. Sumur eksplorasi sering disebut dengan sumur “Wild Cat”. Apabila setelah dilakukan pemboran namun hasilnya tidak ditemukan kandungan minyak atau gas bumi, maka kemudian sumur pemboran tersebut disebut dengan Dry Hole. b. Pemboran Deliniasi Aktivitas ini bertujuan untuk mengetahui penyebaran, batas, dan ketebalan reservoir. Pemboran ini biasanya tidak terlalu banyak menghabiskan biaya karena sudah ada data dari pemboran eksplorasi sebelumnya, untuk menentukan batas reservoir maka dilakukan pemboran deliniasi untuk jarak – jarak tertentu dari sumur yang pertama.
c. Pemboran Pengembangan/Eksploitasi Pemboran
ini
bertujuan
untuk
meningkatkan
kapasitas
pengurusan terhadap reservoir sekaligus meningkatkan volume produksi. Aktivitas ini memerlukan biaya yang lebih murah dikarenakan lengkapnya seperti kedalaman dan ketebalan reservoir serta jenis dan sifat batuan pada formasi yang sudah ditembus oleh mata bor. Sumur eksplorasi dapat diubah fungsinya menjadi sumur eksploitasi atau disebut juga sebagai sumur produksi. d. Pemboran Sumur – Sumur Sisipan (Infill) Kegiatan ini bertujuan untuk mengambil hidrokarbon dari area yang tidak terambil oleh sumur – sumur sebelumnya. Pembatan sumur sisipan ini terletak diantara sumur – sumur yang telah ada sebelumnya. Dalam perminykan juga dikenal beberapa istilah mengenai sumur, yaitu: -
Sumur produksi, yaitu sumur yang menghasilkan minyak, gas maupun keduanya dan memiliki aliran fluida dari bawah ke atas.
-
Sumur injeksi, merupakan sumur yang bertujuan menginjeksikan fluida tertentu ke formasi dan memiliki aliran fluida dari atas ke bawah.
-
Sumur vertical, sumur yang lurus, dan memanjang secara vertical.
-
Sumur berarah (Deviated Well, Directional Well), sumur secara geometri tidak memiliki bentuk yang lurus vertical, emlainkan betuk S, J, maupun L.
-
Sumur horizontal, sumur yang memiliki bagian yang berarah horizontal dan merupakan bagian dari sumur berarah.
II.1.3. Peran Geologist dalam Operasi Pemboran a. Wellsite Geologist Wellsite Geologist bertugas untuk mengontrol kualitas semua data pemboran, baik data permukaan (surface data) maupun data bawah permukaan (subsurface data). Dua jenis data tersebut disediakan oleh beberapa perusahaan jasa pemboran (oil service company) dan diambil selama pemboran berlangsung dan diberikan kepada wellsite geologist sebagai wakil dari perusahaan minyak yang melakukan pemboran sumur eksplorasi tersebut. b. Mud Logger Mud Logger mengambil dan memonitor informasi selama operasi pemboran, termasuk didalmnya data gas dan sampel selama operasi pemboran. Teknik yang digunakan seperti analisis mikroskop binokuler, fluorensasi ultraviolet, dan analisis sayatan tipis. Selain itu parameter yang perlu diperhatikan adalah:
Speed of rotation
Rate of penetration
Pump rate
Pit level
Cutting rate
Mud flow rate
c. Mud Engineer Mud engineer bertanggung jawab memastikan kandungan dari lumpur pemboran. Ketika berlangsungnya proses pemboran dengan bertambahnya kedalaman, maka bertambah pula jumlah sumur yang dibutuhkan. Maka seorang mud engineer betanggung jawab mamastikan komposisi lumpur pemboran dala satu sumur dukarenakan perbedaan sifat lapisan batuan yang ditembus oleh mata bor. II.1.4. Jenis-Jenis Rig. Dalam pembuatan sumur dalam dunia perminyakan tidak dapat dilepaskan dari alat yang dinamakan dengan Rig. Rig itu sendiri merupakan serangkaian peralatan khusus yang digunakan untuk membor suatu sumur atau pengakses sumur. Rig itu dicirikan dengan adanya menara yang terbuat dari baja yang dapat digunakan untuk menaikan dan menurunkan pipa-pipa tubular pada sumur. Berdasarkan lokasinya. Rig itu sendiri terbagi atas dua macam, yaitu: a. Rig Darat (Land Rig) merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk pekerjaan sederhana seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu, untuk rig besar bisa digunakan untuk operasi pemboran, baik secara vertikal maupun direksional. Rig darat ini sendiri dirancang secara
portable sehingga dapat dengan mudah untuk dilakukan pembongkaran dan pemasangannya dan ketika berpindah lokasi. .
Gambar.4. Rig Darat (Land Rig) b. Rig Laut (Offshore Rig) Merupakan rig yang dioperasikan di atas permukaan air seperti laut, rawa-rawa, sungai, danau, maupun delta sungai. Dari Rig Laut (Offshore Rig) sendiri terbagi atas berbagai macam jenis berdasarkan kedalaman air antara lain yaitu: -
Swamp Barge. Merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman maksimum 7 meter. Dan, sangat sering dipakai pada daerah rawarawa dan delta sungai. Rig jenis ini dilakukan dengan cara memobilisasi rig ke dalam sumur, kemudian ditenggelamkan dengan cara mengisi Ballast Tanksnya dengan air. Pada rig jenis
ini, proses pengeboran dilakukan setelah rig duduk didasar dan Spud Cannya tertancap didasar laut.
Gambar.5. Swamp barge
-
Tender Barge. Merupakan jenis rig laut yang sama dengan model Swamp Barge, namun dipakai pada kedalaman yang lebih dalam lagi.
-
Jack Up Rig. Rig jenis ini menggunakan platform yang dapat mengapung dengan menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki pada rig ini
dapat
dinaikan
dan
diturunkan,
sehingga
untuk
pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan hingga ke dasar laut. Kemudian, badan dari rig ini diangkat hingga di atas
permukaan air dan memiliki bentuk seperti platform. Untuk melakukan perpindahan tempat, semua kakinya harus dinaikan dan badan rignya akan mengapung dan ditarik menggunakan kapal. Pada operasi pengeboran menggunakan rig jenis ini dapat mencapai kedalaman lima hingga 200 meter.
Gambar.6. Jack Up Rig
-
Drilling Jacket. Merupakan jenis rig yang menggunakan platform berstruktur baja. Pada umumnya memiliki bentuk yang kecil dan sangat cocok berada di laut dangkal maupun laut tenang. Rig jenis ini sering dikombinasikan dengan Rig Jack Up maupun Tender Barge.
-
Semi-Submersible Rig Merupakan model rig yang mengapung (Flooded atau Ballasted) yang menggunakan Hull atau semacam kaki. Rig ini dapat didirikan dengan menggunakan tali mooring dan jangkar agar posisinya tetap diatas permukaan laut. Dengan menggunakan Thruster (semacam baling-baling) yang berada disekelilingnya, dan Ballast Control System, sistem ini dijalalankan dengan menggunakan komputer sehingga rig ini mampu mengatur posisinya secara dinamis dan pada level diatas air sesuai keinginan. Rig ini sering dipakai jika Jack Up Rig tidak mampu menjangkau permukaan dasar laut. Karena jenis rig ini sangat stabil, maka rig ini sering dipakai pada lokasi yang berombak besar dan memiliki cuaca buruk, dan pada kedalaman 90 hingga 750 meter.
Gambar.7. Semi-Submersible Rig
-
Drill Ship. Merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di atas kapal laut, sangat cocok untuk pengeboran di laut dalam, dengan kedalaman lebih dari s2800 meter. Pada kapal ini, didirikan menara dan bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon Pool). Dengan sistem Thruster yang dikendalikan dengan komputer, dapat memungkinkan sistem ini dapat mengendalikan posisi kapalnya. Memiliki daya muat yang lebih banyak sehingga sering dipakai pada daerah terpencil maupun jauh dari daratan.
Gambar.8. Drill Ship
Berdasarkan fungsi-fungsi dari rig itu sendiri, dapat terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Drilling Rig. Merupakan rig yang digunakan untuk melakukan proses pemboran pada sumur, baik sumur baru, cabang sumur baru, maupun memperdalam sumur lama. 2. Workover Rig. Rig ini memiliki fungsi untuk melakukan penutupan sesuatu terhadap sumur yang telah ada, misalnya berupa perawatan, perbaikan, penutupan, dan sebagainya. II.1.5. Perangkat Pemboran. Operasi pemboran bertujuan untuk membuat lubang secara cepat, murah, dan aman hingga menembus formasi produktif dibawah permukaan. Hasil pemboran yang dinamakan lubang sumur atau well hole tersebut dilanjtkan dengan pemasangan pipa selubung berupa casing dan kemdian dilakukan penyemenan. kemudian dilakukan pemasangan peralatan produksi untuk mengeksploitasi minyak dan gas dari formasi produktif. Secara sistematik terdapat lima komponen sistem utama dalam pemboran, antara lain yaitu: a. Power System (Sistem Tenaga) Komponen ini berupa sumber tenaga yang berfungsi untuk menggerakan semua sistem di atas dan juga untuk suplai listrik. Sebagai sumber tenaga, biasanya menggunakan mesin diesel berkapasitas besar. Pada sebuah rig untuk Power Systemnya, tergantung dari ukuran dan kedalaman sumur yang akan di capai, biasanya akan membutuhkan satu
atau lebih Prime Mover. Pada rig besar biasanya memiliki tiga atau empat buah, bersama-sama mereka membangkitkan tenaga sebesar 3000 atau lebih Horsepower. Dan, tenaga yang dihasilkan juga harus dikirim ke komponen rig yang lain. b. Hoisting System (Sistem Pengangkatan) Secara umum komponen terdiri dari Drawworks (kadang disebut Hoist), Mast atau Derrick, Crown Block, Traveling Block, dan Wire Rope (Drilling Line). Hoisting System berfungsi untuk menurunkan dan menaikan tubular (pipa pemboran, peralatan completion, atau pipa produksi) untuk keluar dan masuk lubang sumur. c. Rotary System Merupakan komponen dari rig yang berfungsi sebagai pemutar pipapipa di dalam sumur. Pada pemboran konvesional, pipa pemboran (Drill Strings) memutar mata-bor (Drill Bit) untuk penggalian sumur. d. Circulation System. Komponen ini memiliki fungsi berupa mensirkulasikan fluida pemboran untuk keluar dan masuk ke dalam sumur dan menjaga agar properti lumpur seperti yang diinginkan. Sistem sirkulasi ini meliputi antara lain: pompa tekanan tinggi untuk memompakan lumpur keluar dan masuk ke dalam sumur, dan pompa rendah digunakan untuk mensirkulasikan lumpur di permukaan. Kemudian, peralatan untuk mengkondisikan lumpur: Shale Shaker: berfungsi untuk memisahkan “solid” hasil pemboran (Cutting) dari lumpur, Desander: berfungsi untuk
memisahkan pasir, Degasser: berfungsi untuk mengeluarkan gas, Desilter: berfungsi untuk memisahkan partikel padat berukuran kecil.
Gambar.9. Circulation System
e. Blowout Prevention System. Komponen ini berfungsi untuk mencegah terjadinya Blowout (meledaknya sumur di permukaan dikarenakan adanya tekanan tinggi dari dalam sumur). Pada komponen ini bagian yang utama adalah BOP (Blow Out Preventer) yang terdiri atas berbagai macam katup (Valve) dan dipasang di kepala sumur (Wellhead).
Gambar.10. Blowout Prevention System
Gambar.11.Lantai kerja pada Rig Secara Singkat
f. Sistem Pencegahan Semburan Liat (Blow out Prevention System) Sistem pencegahan semburan liat merupakan komponen utama yang plaing akhir dari rig. Fungsi utamanya adalah untuk mengendalikan
ancaman blow out, yaitu suatu aliran yang tak terkendali dari fluida formasi menuju permukaan. Blow out biasanya dimulai dengan adanya kick, yang merupakan suatu intrusi fluida bertekanan tinggi. Intrusi ini dapat berkembang menjadi blowt out apabila tidak segera ditangani. Fungsi dari BOP sendiri yaitu menutup lubang bor ketika hal ini terjadi. Sistem ini terdiri dari 2 komponen utama, yaitu : 1. BOP stack and accumulator adalah sistem instalasi yang terdiri dari alat-alat penahan tekanan yang khusus dirancang untuk menutup rapat sumur bor (annulus) bila ada ancaman kebocoran. 2. Supporting system Terdiri dari komponen yang dirancang untuk mengontrol fluida pemboran sehingga operasi pemboran dapat berjalan lancar. Peralatan yang digunakan dalam sistem pencegah semburan liar adalah : a. BOP stack
: Merupakan peralatan dengan valve bertekanan tinggi
yang didesain untuk menahan tekanan lubang bor bila terjadi kick. b. Choke Manifold : Suatu lat yang berfungsi mengaliran tekanan sumur untuk mengontrol kick. Setelah BOP ditutup, lumpur bertekanan tinggi akan dilepaskan oleh katup kontrol hidrolik. Choke line akan membawa fluida bertekanan tinggi menjauh dari sumur pemboran. c. Kill Line
: Kill line bekerja pada BOP Stack biasanya berlawan
berlangsung dengan choke manifold (dan choke line). Lumpur berat dipompakan melalui kill line kedalam lumpur bor sampai tekanan hidrostatik lumpur dapat mengimbangin tekanan formasi.
II.1.6. Pipa Selubung (Casing) Casing adalah pipa yang dimasukkan kedalam sumur bor dimana casing ini memiliki beberapa fungsi yang penting baik dalam pekerjaan pemboran (drilling) maupun dalam pekerjaan penyelesaian sumur (completion). Casing merupakan komponen yang cukup mahal dan harus diperhitungkan dalam pekerjaan pemboran karena biasanya biaya untuk casing berkisar antara 25% sampai dengan 30% dari keseluruhan biaya pemboran suatu sumur. 1. Conductor Casing Conductor Casing merupakan rangkaian casing yang pertama. Conductor casing (conductor pipe) ini ditanamkan pada titik dimana suatu sumur akan dibor dengan cara menumbuknya dengan menggunakan diesel hammer. Kedalaman conductor pipe ini berkisar antara 10 ft sampai dengan 300 ft tergantung dari kondisi lokasi yang akan dibor. Ukuran diameter conductor pipe biasanya antara 16 inci sampai dengan 36 inci. Conductor pipe ini harus mempunyai ukuran yang lebih besar agar casing berikutnya bisa masuk kedalamnya. Kegunaan Conductor Pipe : -
Menampung drilling fluid (mud) agar sirkulasi bisa dilakukan.
-
Mencegah
membesarnya
lobang
(washout)
pada
lapisan
permukaan yang umumnya bersifat tidak solid/gampang runtuh (unconsolidated formation).
2. Surface casing Surface casing ialah casing yang dimasukkan kedalam sumur / lobang bor melalui conductor pipe. Kedalaman (setting) dari surface casing ini akan sangat bergantung dari kedalaman formasi yang tidak solid (unconsolidated formation). Biasanya surface casing ini memiliki ukuran diameter antara 9-5/8 inci sampai dengan 20.0 inci. Karena temperatur, tekanan dan fluida yang korosif cenderung
meningkat sejalan dengan kedalaman lobang bor, maka pemilihan jenis besi casing (grade) harus disesuaikan dengan kondisi sumur.
Gambar.12. Intermediet casing sebagai tempat duduk BOP Kegunaan Surface Casing : -
Melindungi formasi dari lapisan air bersih (fresh water formation).
-
Menutup unconsolidated formation dan zona-zona lost circulation.
-
Menyediakan tempat untuk pemasangan BOP.
-
Melindungi/menjaga “build” section pada sumur berarah.
-
Penyediakan tempat untuk melakukan “leak-off test”.
3. Intermediate Casing Merupakan casing yang dipasang setelah surface casing yang biasanya digunakan untuk menutup/mengatasi masalah yang akan timbul dengan formasi selama pekerjaan pemboran. Biasanya intermediate casing ini ukuran diameternya antara 9 5/8 inci sampai dengan 13 5/8 inci.Kegunaan Intermediate Casing: -
Menutup zona-zona yang akan menimbulkan masalah dalam
pemboran (gas zones, lost circulation zones, dll Gambar.13. Intermediate casing untuk menutupi formasi abnormal. 4. Production Casing Merupakan rangkaian pipa selubung yang terakhir dimasukkan kedalam lobang bor. Ukuran production casing ini akan sangat bergantung dari perkiraan jumlah produksi dari sumur tersebut. Semakin tinggi produksi suatu sumur akan semakin besar ukuran
production casing yang akan digunakan. Biasanya production casing ukuran diameternya antara 13.0 inci sampai dengan 7.0 inci. Kegunaan Production Casing: -
Menyediakan
tempat
berkumpulnya
fluida
yang
akan
diproduksi. -
Memisahkan formasi produksi dengan formasi lainnya.
-
Menghubungkan formasi produksi dengan permukaan.
-
Menyediakan tempat untuk alat bantu produksi (submersible pump).
5. Linier Merupakan rangkaian casing produksi (production casing) yang dipasang dalam lobang bor/sumur tetapi tidak sampai kepermukaan. Biasanya liner dipasang pada intermediate casing dengan menggunakan packer atau slip. Didalam pemasangannya, liner biasanya akan berhimpitan (overlap) dengan intermediate casing antara 100 ft sampai dengan 150 ft. Kegunaan Liner : -
Dugunakan untuk mengurangi biaya casing dan biaya untuk running casing. Jika liner ini harus disambung sampai
kepermukaan dengan menggunakan rangkaian casing lainnya, maka rangkian casing ini disebut dengan “Tie Back” string. Gambar.14. Linear.
II.1.7. Analisis Cutting Merupakan interpretasi serpihan batuan sebagai akibat tergerusnya batuan tersebut oleh mata bor pada saat pemboran berlangsung. Pada analisis cutting kandungan hidrokarbon dapat dideteksi dengan melihat perubahan warna yang terjadi saat cutting tersebut dianalisis. Pekerjaan analisa cutting ini dilakukan dalam kerangka pekerjaan mud logging. Pertama-tama cutting dipisahkan dari aliran lumpur pemboran dengan menggunakan shale shaker, setelah itu dilakukan deskripsi litologi dengan menggunakan mikroskop, kemudian dianalisa untuk mengetahui ada tidaknya kandungan hidrokarbon. Dan yang akan dilakukan dalam analisa indikasi hidrokarbon dalam Cutting dapat dilakukan dengan:
Penampakan Noda Pada batuan jenis hidrokarbon berat (residu,tar) akan memberikan noda yang lebih nyata. Jika kadar hidrokarbon dalam batuan cukup tinggi akan terlihat kesan berupa cucuran.
% Stain Show
Number
0
TIdak bernoda
0 – 40
Sedikit bernoda
40 – 85
Bernoda
85 – 100
Bernoda banyak
Tabel.1. Klasifikasi Staining
Bau (odour) Biasanya batuan yang mengandung hidrokarbon mempunyai bau yang spesifik. Kekuatan baunya tergantung dari jenis dan kadar kuantitas kandungan hidrokarbon didalam batuan. Bau wangi biasanya berasal dari minyak parafine dan naftatik, sedangkan bau busuk
berasal
dari
minyak
aromatik.
Berikut
berdasarkan
klasifikasinya: None
Tidak berbau
Poor
Agak berbau
Fair
Berbau
Good
Berbau kuat
Tabel.2. Klasifikasi Bau
Fluoroscopic (menggunakan sinar Ultra Violet) Metode ini merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui keberadaan didalam batuan dengan mengidentifikasi cahaya yang terbentuk akibat sinar ultra violet yang dipancarkan oleh minyak. Berikut adalah klasifikasi flourenscence: Jenis Minyak Residu
Warna Fluorescensi Coklat gelap - tidak berwarna
Minyak berat
Coklat
- kuning tua
Minyak medium
Putih
- kuning cerah
Putih biru
- biru cerah
Ungu
- biru cerah
Minyak ringan Kondensat
Tabel.3. Jenis residu dan warna fluorensensi. II.1.8 Mud Log Merupakan pekerjaan pemeriksaan dan analisis informasi geologi yang terkandung dalam cutting dan lumpur pemboran untuk menentukan indikasi minyak dan gas yang ditemukan selama proses pemboran sebuah sumur.
II.1.9 Lumpur Pemboran Fluida pemboran merupakan suatu campuran cairan dari beberapa komponen yang dapat terdiri dari : air (tawar atau asin), minyak, tanah liat (clay), bahan – bahan kimia, gas, udara, busa maupun detergent. Di lapangan fluida dikenal sebagai “lumpur” (mud). Lumpur pemboran merupakan factor yang penting serta sangat menentukan dalam mendukung kesuksesan suatu
operasi pemboran. Kecepatan pemboran, efisiensi, keselamatan dan biaya pemboran sangat tergantung pada kinerja lumpur pemboran. Fungsi lumpur dalam suatu operasi pemboran antara lain adalah sebagai berikut:
Mengangkat cutting ke permukaan.
Mendinginkan dan melumasi bit dan drill string.
Memberi dinding lubang bor dengan mud cake.
Mengontrol tekanan formasi.
Membawa cutting dan material – material pemberat pada suspense bila sirkulasi lumpur dihentikan sementara.
Melepaskan pasair dan cutting di permukaan.
Menahan sebagian berat drill pipe dan cutting (buoyancy effect).
Mengurangi efek negative pada formasi.
Media logging.
II.1.10 Analisa Data dan Teknik Pemboran Lag time merupakan kecepatan pergerakan suatu benda baik padat, cair, maupun gas, dari dasar lubang bor hingga ke permukaan oleh media lumpur. Faktor yang mempengaruhi : Kecepatan aliran lumpur, Kecepatan pompa yang memompa lumpur, Ukuran dan diameter lubang bor, dan penambahan kedalaman. Rumus : Lag Total Lag Total
= Lag Down + Lag Up = Volume inner pipe + Volume Annulus Pump capacity x SPM
Pump Capacity
= 0,000243 x D2 X L X Efisiensi pompa
Lag Down
= Inner Pipe + Drill Colar
Inner Pipe
= IDDP2 : k x L
Drill Collar
= IDDC2 : k x L
Lag up
= Volume 1+ Volume 2+ Volume 3
Volume 1
= IDCSG2 - ODDP2 : k x LCSC
Volume 2
= DH2 - ODDP2 : k x LDH
Volume 3
= DH2 - ODDC2 : k x LDC
II.2 Interpretasi. Jadi pada lapangan OASIS ini dilakukan pengeboran dengan kedalaman 200 feet, maka sampel cutting yang didapatkan dan diterima di permukaan dibuthkan waktu selama 25 menit, 36 detik.
𝐿𝑎𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 =
𝑉𝑜𝑙 𝐼𝑛𝑛𝑒𝑟 + 𝑉𝑜𝑙 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑃𝑢𝑚𝑝 𝐶𝑎𝑝𝑎𝑐𝑖𝑡𝑦 𝑥 𝑆𝑃𝑀 74 + 66 = 0,091125 𝑥 60 140 = 5,4675 = 25,60 = 25 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 36 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘