Bab Ii Pal Bella.docx

  • Uploaded by: isabella
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Pal Bella.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,182
  • Pages: 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Definisi dan Sumber Air Limbah Menurut Sugiharto (2008), air limbah (wastewater) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga dan juga yang berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya. Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum. Hasil dari proses dekomposisi sampah organik akan menghasilkan air limbah yang sering disebut air lindi (leachate). Lindian mengandung bahan-bahan kimia, baik organik maupun anorganik mempunyai potensi menimbulkan pencemaran terhadap air tanah dan lingkungan, serta sejumlah bakteri phatogen, yang dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit ( Joko dan Sri, 2008). Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak mencemari lingkungan (Mardana, 2007). Sumber air limbah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Air limbah domestik atau rumah tangga Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003, limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari usaha 8 dan atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air limbah domestik mengandung berbagai bahan, yaitu kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung deterjen,bakteri, dan virus (Eddy, 2008). 2. Air limbah industri Air yang dihasilkan oleh industri, baik akibat proses pembuatan atau produksi yang dihasilkan industri tersebut maupun proses lainnya (Darmono, 2001). Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, perternakan, perikanan,transportasi, dan sumber-sumber lain (Eddy, 2008). 3. Infiltrasi Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran air buangan melalui sambungan pipa,pipa bocor, atau dinding manhole, sedangkan inflow adalah masuknya aliran air permukaan melalui tutup manhole, atap, area drainase, cross connection saluran air hujan maupun air buangan(Eddy, 2008) 2.2 Jaringan Sistem Penyaluran Air Limbah Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan

baik itu dari rumah tangga maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau saluran drainase. 1. Sistem konvensional (Conventional Sewerage) Sistem pengelolaan air limbah dengan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu lokasi untuk selanjutnya diolah di lokasi tersebut. Sistem ini diperuntukkan untuk daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. Disarankan untuk tipe perumahan dengan golongan pendapatan menengah dan tinggi, dimana mereka mampu membayar retribusi b. Ketersediaan air bersih tidak menjadi faktor yang menentukan c. Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/Ha, permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat, angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2. 10-3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det. d. Kemiringan tanah lebih besar dari 2%. 2. Sistem Shallow Sewer Sistem sewerage yang dipasang secara dangkal, dengan kemiringan yang lebih landai dibandingkan dengan sistem sewerage konvensional. Sistem ini mengandalkan air pembilas, sedangkan sistem sewerage konvensional mengandalkan kecepatan untuk membersihkan sendiri. Sistem ini diperuntukkan untuk daerah dengan kriteria sebagai berikut: a. Disarankan untuk tipe perumahan teratur dan permanen dalam suatu lingkungan yang terbatas b. Ketersediaan air bersih merupakan faktor yang penting, disyaratkan telah terlayani oleh PDAM atau dapat bersumber dari sumur/air tanah dengan debit yang mencukupi c. Tingkat kepadatan penduduk lebih dari 300 jiwa/Ha, sebab pada tingkat kepadatan seperti ini tidak disarankan untuk pembangunan tangki septic d. Fasilitas sanitasi setempat tidak merupakan faktor yang berpengaruh, sebab Shallow Sewer merupakan perpipaan yang menerima buangan langsung dari WC berupa cairan dan padatan e. Permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat, angka permeabilitas tanah terlalu tinggi > 4,2. 10-3 L/m2/det atau terlalu rendah < 2,7.10-4 L/m2/det f. Dapat diterapkan pada berbagai kemiringan tanah g. Muka air tanah kurang dari 2 m

3.

Sistem Small Bore Sewerage Sistem ini merupakan penyaluran air limbah dengan menggunakan saluran berdiameter kecil. Saluran ini digunakan untuk menerima air limbah dari kamar mandi, cuci, dapur dan limpahan air dari tangki septik (bukan tinjanya) serta bebas dari benda padat. Sistem ini cocok diterapkan untuk daerah pelayanan yang relatif lebih kecil dari jaringan saluran konvensional sewerage. Sistem ini tepat untuk menangani pembuangan air limbah domestik di daerah kepadatan penduduk tinggi, kemiringan tanah di daerah tersebut > 1%, rumah yang sudah dilengkapi dengan tangki septik tetapi tidak mempunyai cukup lahan untuk bidang resapan atau bidang resapan tidak efektif atau karena permeabilitas tanah tidak memenuhi syarat. Pemakaian Sistem ini terdapat kelebihan dan kekurangan antara lain: Kelebihan sistem pengelolaan air limbah terpusat yaitu :  menyediakan pelayanan yang terbaik  sesuai untuk daerah dengan kepadatan tinggi  pencemaran terhadapa air tanah dan badan air dapat dihindari  memiliki masa guna yang lebih lama  dapat menampung semua air limbah Kekurangan dari sisem pengelolaan air limbah terpusat yaitu:  memerlukan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan tinggi  menggunakan teknologi tinggi  tidak dapat dilakukan perseorangan  waktu yang, lama dalam perencanaan dan pelaksanaan memerlukan pengelolaan, operasi dan pemeliharaan yang baik 4. Sistem Kombinasi Pada sistem penyaluran secara kombinasi dikenal juga dengan istilah interceptor, dimana air buangan dan air hujan disalurkan bersama-sama sampaitempat tertentu baik melalui saluran terbuka atau tertutup, tetapi sebelummencapai lokasi instalasi antara air buangan dan air hujan dipisahkan dengan bangunan regulator.Air buangan dimasukkan ke saluran pipa induk untuk disalurkan ke lokasi pembuangan akhir, sedangkan air hujan langsung dialirkan ke badan air penerima. Pada musim kemarau air buangan akan masuk seluruhnya ke pipa induk dan tidak akan mencemari badan air penerima. Sistem kombinasi ini cocok diterapkan di daerah yang dilalui sungai yang airnya tidak dimanfatkan lagi oleh penduduk sekitar, dan di daerah yang untuk program jangka panjang direncanakan akan diterapkan saluran secarakonvensional, karena itu pada tahap awal dapat dibangun

saluran pipa induk yanguntuk sementara dapat dimanfaatkan sebagai saluran air hujan. Faktor- faktor yang perlu diperhatikan dalam SPAB, antara lain: 1. Daerah pelayanan; 2. Kuantitas air buangan; 3. Infiltrasi/inflow; 4. Fluktuasi Pengaliran. 5. System Riol Dangkal (Shallow Sewer System) 6. System roil dengan pembebanan pipa relative dangkal 7. Luas dan unit pelayanan system roil maksimum sekitar 4 unit luas daerah pelayanan retikulasi; 8. Satu unit daerah retikulasi sama dengan 800 jumlah rumah dengan ukuran riol 225 mm, jadi empat kali 800 sambungan rumah yang masuk ke BPAB. 9. Luas maksimum daerah pelayanan shallow sama dengan empat kali 25 Ha adalah 100 Ha dengan kepadatan rata-rata 160 jiwa/Ha. 2.2.1 Prinsip-prinsip Sistem Penyaluran Air Limbah Prinsip-prinsip penyaluran limbah adalah sebagai berikut: 1. Disalurkan kedalam saluran tertutup, dan harus rapat air 2. Jalur salurannya disesuaikan sedemikian rupa, sehingga sedapat mungkin melalui daerah pelayanan (service area) sebanyak-banyaknya, sehingga jalur seluruhnya sambung -menyambung dari mulai saluran awal (lateral), menuju saluran cabang-cabangnya, yang kemudian menuju kedalam saluran-saluran induknya. Dari saluran saluran induk tersebut, air limbah dibuang ke pembuangan akhir yang aman dengan atau diolah dalam bangunan pengolahan air limbah tertentu, dengan tingkat pengolahan, sesuai dengan karakteristik air limbahnya, dan tempat pembuangan akhirnya, sehingga badan air setelah bercampur dengan air limbah, memenuhi persyaratan-persyaratan kulitas tertentu. 3. Aliran air limbah harus mampu membawa kotoran-kotorannya (self clensing velocity) dan tidak boleh merusak salurannya. 4. Kedalaman aliran air limbah harus mampu dipakai berenangnya bendabenda yang ada di dalamnya dan juga tidak boleh penuh. Kecuali yang pengalirannya memerlukan pemompaan. 5. Sedapat mungkin aliran air limbah dapat terus-menerus membawa bendabenda yang terhenti atau mengendap di dalam jalur salurannya. Bila terjadi pembusukan di dalam saluran akan timbul gas yang berbahaya dan beracun

2.3 Perencanaan Sistem Penyaluran Air Limbah 2.3.1 Daerah Pelayanan Daerah rencana merupakan daerah pelayanan yang diusahakan mencakup keseluruhan kota dengan pendekatan bertahap dan efektifitas serta efisiensi. Daerah rencana merupakan daerah target dimana air limbah akan disalurkan, ditampung dan diolah menjuju bangunan instalasi pengolahan air limbah domestik. 2.3.2 Kuantitas dan fluktuasi air limbah Untuk menentukan kuantitas air buangan yang akan dilayani di akhir tahun periode perencanaan, maka harus diketahui terlebih dahulu kebutuhan air bersih. Standar kebutuhan air yang digunakan untuk kebutuhan air domestik adalah 150 L/org/hari, Setelah diketahui kebutuhan air bersih ditentukan faktor air buangan, yaitu persentase air buangan yang dihasilkan dari penggunaan air bersih. Untuk rumah tangga, faktor air buangan ditetapkan 80%[9] . Untuk fasilitas kota faktor air buangan ditetapkan 75-90% yang besarnya tergantung dari fungsi masingmasing fasilitas kota (Taha, 1982) Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kuantitas air buangan dan menjadi pertimbangan dalam perhitungan yaitu:  Sumber air buangan  Besarnya pemakaian air minum  Besarnya curah hujan Pola kebiasaan masyarakat dalam menggunakan air perlu di perhatikan dalam merencanakan instalasi pengolahan air limbah. Umumnya pemakaian maksimum terjadi pagi dan sore hari dan saat minimum terjadi pada larut malam. Besarnya fluktuasi aliran air limbah yang masuk ke pipa bergantung pada jumlah populasi di suatu kawasan. Besarnya fluktuasi terhadapaliran rata-rata adalah sebagai berikut :   

Untuk pelayanan < 10.000 jiwa Q max/ Q rata = 4 s/d 3,5 dan Q min/ Q rata = 0,2 s/d 0.35 Untuk pelayanan antara 10.000 jiwa s/d 100.000 Q max/ Q rata = 3,5 s/d 2 dan Q min/ Q rata = 0,35 s/d 0,55 Untuk pelayanan > 100.000 jiwa Q max/ Q rata = 2,0 s/d 1,5 dan Q min/ Q rata = 0,55 s/d 0,6

Rata-rata pemakaian air adalah sebesar 20 ltr/kapita/hari dan air limbah yang masuk ke jaringan perpipaan perpipaan adalah 80 % dari konsumsi air tersebut atau kira-kira 100 ltr/ capita.hari. Kecepatan aliran maksimum tergantung jenis pipa yang digunakan dan pada umumnya berkisar antara 2-4 m/det. Kecepatan

aliran minimum diharapkan dapat menghindari terjadinya pengendapan dalam pipa sehingga kecepatan aliran minimum harus lebih besar dari 0,6 m/det 2.3.3 Jenis Saluran 1. Saluran Tertutup Saluran tertutup adalah saluran yang alirannya tidak dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung kecuali oleh tekanan hydraulic. Penggunaan pipa banyak digunakan oleh umum, baik perusahaan-perusahaan sebagai pendistribusian air minum, minyak maupun gas bumi. Demikian juga dengan kebutuhan air pada rumah tangga, penggunaan pipa ini paling banyak digunakan baik untuk penyaluran air bersih maupun sanitasi. Karena pipa merupakan sarana pendistribusian fluida yang murah, memiliki berbagai ukuran dan bentuk penampang. Bentuk penampang pipa dapat berupa lingkaran maupun kotak. Sedangkan material pipa bermacam-macam pula , yaitu baja, plastik, PVC, tembaga, kuningan, dan lain sebagainya. 2. Saluran Terbuka Merupakan saluran yang mengalirkan air dengan suatu permukaan bebas. Pada saluran air terbuka ini jika ada sampah yang menyumbat dapat dengan mudah untuk dibersihkan, namun bau yang ditimbulkan dapat mengurangi kenyamanan. 2.3.4 Jenis dan bentuk pipa Pemilihan bahan pipa harus betul-betul dipertimbangkan mengingat air limbah banyak mengandung bahan dapat yang mengganggu atau menurunkan kekutan pipa. Demikian pula selama pengangkutan dan pemasangannya, diperlukan kemudahan serta kekuatan fisik yang memadai. Sehingga berbagai faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pipa secara menyeluruh adalah : a. Umur ekonomis b. Pengalaman pipa sejenis yang telah diaplikasikan di lapangan c. Resistensi terhadap korosi (kimia) atau abrasi (fisik) d. Koefisiensi kekasaran (hidrolik) e. Kemudahan transpor dan handling f. Kekuatan struktur g. Biaya suplai, transpor dan pemasangan h. Ketersediaan di lapangan i. Ketahanan terhadap disolusi di dalam air j. Kekedapan dinding k. Kemudahan pemasangan sambungan 1. Pipa beton a. Aplikasi 1. Pada pengaliran gravitasi (lebih umum) dan bertekanan 2. Untuk pembuatan sifon

3. Untuk saluran drainase dengan diameter (300-3600) mm akan lebih ekonomis mengingat durabilitasnya jauh lebih baik dibandingkan dengan bahan saluran lainnya 4. Hindari aplikasi sebagai sanitary sewer dengan dimensi kecil terutama bila ada air limbah industri atau mengandung H2S berlebih. Untuk dimensi kecil hingga diameter 45 mm, biasanya dipakai pipa dengan bahan PVC atau lempung. 5. Pada sanitary trunk sewer, beton bertulang juga dipakai dengan diameter lebih besar daripada diameter VCP maksimal, dengan lining plastik atau epoksi (diproses monolit di pabrik); atau pengecatan bitumas-tik atau coal tar epoxy (dilakukan setelah instalasi di lapangan). b. Ukuran dan Panjang Pipa 1. Pipa pracetak dengan diameter di atas 600 mm harus dipasang dengan tulangan, meskipun pada diameter yang lebih kecil tetap dibuat beton bertulang 2. Untuk konstruksi beton bertulang (pracetak), diameter dan panjang yang tersedia di lapangan a. Diameter : [(300)-600-2700] mm b. Panjang : - 1,8 m untuk pipa dengan diameter < 375 mm - 3 m untuk pipa dengan diameter > 375 mm c. Tersedia 5 kelas berdasarkan pada kekuatan beban eksternal 3. Untuk konstruksi beton tidak bertulang (pracetak) a. Diameter : (100-600) mm b. Panjang : (1,2-7,3) m c. Sambungan 1. Tongue dan groove (khusus beton bertulang) a. Untuk diameter > 760 mm b. Dengan menggunakan sambungan senyawa mastik atau gasket karet yang membentuk seal kedap air dengan plastik atau tar panas mastik, clay tile, atau senyawa asphatik 2. Spigot dan soket dengan semen a. Untuk diameter (305-760) mm b. Ekonomis c. Mudah pemasangannya d. Aman dan memuaskan 3. Cincin karet fleksibel d. Lining (Lapisan Dasar Pipa) Penerapan lining dilakukan bila pipa yang bersangkutan menyalurkan air limbah yang belum terolah dengan bahan tahan korosi seperti:

1. Spesi semen alumina tinggi - Tebal 12 mm untuk diameter ≤ 675 mm - Tebal 20 mm untuk diameter (750-825) mm 2. PVC atau ekuivalen untuk diameter ≥ 900 mm 3. PVC sheet 4. Penambahan ketebalan dinding sebagai beton deking e. Komponen bahan Komponen bahan pipa beton menggunakan agregat limestone atau dolomite dengan semen tipe 5. f. Kelebihan pipa beton Beberapa pertimbangan pemilihan pipa beton : 1. Konstruksi : kuat 2. Dimensi : tersedia dalam variasi yang besar, dan dapat dipesan. g. Kerugian/kelemahan pipa beton Beberapa kelemahan aplikasi pipa beton (karena semen dari bahan alkali) adalah korosi terhadap asam atau H2S, kecuali bila diberi lining, pemeliharaan kecepatan glontor, ventilasi yang memadai dan pembubuhan bahan kimia. h. Spesifikasi Untuk pelaksanaan konstruksi dilapangan yang perlu diminta atau diketahui adalah spesifikasinya, minimal mencakup : a. Diameter b. Klas dan/atau kekuatan c. Metode manufakturf d. Metode sambungan e. Lining f. Komposisi bahan (macam agregat bila limestone) i. Penyambungan Sambungan Rumah Untuk pipa beton diameter besar dapat dilakukan pelobangan, dengan memasukkan spigot dari sambungan rumah sambil menutup sela-selanya dengan spesi beton (mortar). 2. Pipa Cast iron a. Aplikasi 1. Bangunan layang di atas tanah (perlintasan sungai, jembatan dan sebagainya) 2. Stasiun pompa 3. Pengaliran (pembawa) lumpur 4. Pipa bertekanan 5. Situasi yang sulit (misal pondasi jelek) 6. Pipa yang diaplikasikan pada tanah yang bermasalah dengan akar pepohonan 7. Tidak cocok bila diaplikasikan pada:

- daerah payau yang selalu ada aksi elektrolit. - sambungan rumah karena biaya mahal - daerah dengan tanah mengandung sulfat 8. Pipa yang akan dipasang pada kedalaman lebih dari 0,5 m mengingat bila menggunakan cara pemasangan pipa dangkal cenderung akan menemukan banyak gangguan. b. Diameter dan Panjang Tersedia 1. Diameter : (2-48) inchi 2. Panjang : 3,6 m c. Sambungan 1. Flanged dan spigot 2. Flanged dan soket 3. Tarred gasket dengan cauled lead d. Sistem Pelapisan Pelapisan semen dengan mantel aspal pada interior pipa. e. Spesifikasi 1. Diameter 2. Tebal 3. Klas atau strength 4. Tipe sambungan 5. Tipe lining 6. Tipe coating eksterior 3. Pipa asbes semen a. Aplikasi 1. Sambungan rumah 2. Saluran gravitasi 3. Pipa bertekanan (terbatas) b. Bahan baku 1. Semen 2. Silika dan 3. Fiber asbes 4. Hanya pipa semen asbes autoclaved dipakai untuk saluran c. Diameter dan Panjang Lapangan 1. Diameter (100-1050) mm, panjang 4 m 2. Diameter (250-525) mm, panjang 2 m d. Tipe Sambungan Lengan (coupling) dari asbes semen dengan cincin karet fleksibel e. Lining Bahan lining pipa asbes berupa bitumen f. Keuntungan 1. Ringan 2. Penanganan mudah

3. Sambungan kedap 4. Peletakan panjang hingga 4 m 5. Permukaan halus, dengan koefisien kekasaran n = 0,01 sehingga dapat dipasang lebih landai atau diameter lebih kecil 6. Durabel (lebih tahan) g. Kerugian Tidak tahan terhadap korosi asam dan H2S 4. Vitrified Clay Pipe (VCP) a. Aplikasi 1. Untuk pipa pengaliran gravitasi 2. Sebagai sambungan rumah (SR) a. SR pipa standar b. SR pipa dengan riser vertical b. Aksesoris 1. T dan Y, sebagai penyambung sambungan rumah ke pipa lateral (common sewer) 2. Penutup (stopper), sebagai penutup ujung bell, yang diperkuat dengan spesi, sampai saatnya dilakukan koneksi. 3. Saddle, dipakai bila dilakukan panyambungan pada puncak sewer, atau bila akan dibuat koneksi secara vertikal, atau common sewer yang dalam. 4. Slant, digunakan untuk membuat koneksi ke saluran beton atau pasangan batu. Tentunya dibutuhkan spesi beton untuk menutup sekitar sambungan agar tidak bocor. c. Diameter dan panjang lapangan 1. Diameter : - (100-1050) mm - (100-375) mm 2. Panjang: (0,6-1,5) m 3. Tersedia dalam bentuk standar dan ekstra kuat d. Keuntungan 1. Tahan korosi asam dan basa 2. Tahan erosi dan gerusan e. Kerugian 1. Kekuatan terbatas (perlu kehati-hatian pada saat pengangkutan dan peletakan) 2. Dapat pecah 3. Pendek 4. Sambungan banyak, karena pendek 5. Potensi infiltrasi tinggi 6. Waktu pemasangan lebih lama daripada pipa PVC karena ukuran pipa pendek f. Sambungan

1. Sambungan karet fleksibel 2. Sambungan senyawa poured bituminous 3. Sambungan slip seal g. Lining Tidak perlu menggunakan lining 5. Pipa Plastik a. Bahan 1. PVC (polyvinyl chloride) 2. PE (polyethylene) b. Aplikasi 1. PVC: untuk sambungan rumah dan pipa cabang 2. PE: untuk daerah rawa atau persilangan di bawah air c. Klasifikasi 1. Standar JIS K 6741-1984 a. (a). Klas D/VU dengan tekanan 5 kg/cm2 b. (b). Klas AW/VP dengan tekanan 10 kg/cm2 2. Standar SNI 0084-89-A/SII-0344-82 a. Seri S-8 dengan tekanan 12,5 kg/cm2 b. Seri S-10 dengan tekanan 10 kg/cm2 c. Seri S-12,5 dengan tekanan 8 kg/cm2 d. Seri S-16 dengan tekanan 6,25 kg/cm2 Pemilihan klas di atas tergantung pada beban pipa dan tipe bedding dan dalam kondisi pengaliran secara grafitasi atau dengan adanya pompa (tekanan)\ d. Diameter dan panjang lapangan 1. Diameter sampai dengan 300 mm 2. Panjang standar 6 m e. Sambungan 1. Solvent (lem): untuk diameter kecil 2. Cincin karet: untuk diameter lebih besar f. Keuntungan 1. Ringan 2. Sambungan kedap 3. Peletakan pipa panjang 4. Beberapa jenis pipa tahan korosi g. Kerugian 1. Kekuatannya mudah terpengaruh sinar matahari dan temperatur rendah 2. Ukuran tersedia terbatas 3. Perlu lateral support 2.3.5 Dimensi Pipa Setelah didapatkan debit aliran puncak dalam setiap sektor pelayanan kemudian dikalikan suatu faktor sehingga didapatkan debit pada saat penuh, baru

dilakukan pendimensian pipa, yang pertama kali yang dilakukan dalam pendimensian adalah menghitung kemiringan tanah, yang dihitung dengan persamaan. St = (E1-E2)/L Keterangan: St : slope tanah E1 : elevasi tanah hulu (m) E2 : elevasi tanah hilir (m) L : jarak (m) Setelah kemiringan tanah diketahui, akan didapatkan kemiringan saluran. Kemiringan saluran awal bisa diperkirakan dengan menganggap pipa induk sebagai satu pipa yang panjang. Kedalaman penanaman pipa di awal dan di akhir ditentukan. Setelah itu dihitung kemiringannya dengan persamaan diatas. Untuk menentukan kecepatan aliran digunakan Nomogram Manning, dengan menggunakan nilai kemiringan yang telah didapat. Jika kecepatan aliran tidak memenuhi syarat maka perhitungan dimulai lagi dengan cara menetapkan kecepatan yang memenuhi syarat pengaliran terlebih dahulu. Di dalam metode ini digunakan istilah kecepatan penuh sebagai media perhitungan. Perhitungan dimensi pipa secara detail dilakukan setelah didapat kecepatan aliran yang memenuhi syarat. Persamaan yang di gunakan untuk mendapatkan dimensi pipa adalah sebagai berikut: V = 1/n x R2/3 x S1/2

Keterangan:

V : Kecepatan aliran (m/det) Q : Debit aliran (m3/det) n : Koefisien kekasaran A : Luas penampang basah aliran R : Jari-jari hidrolis aliran (m2) S : Kemiringan saluran D : Diameter pipa (m) Jika kecepatan aliran air buangan diinginkan untuk memenuhi persyaratan kecepatan swa bersih, maka persamaan lain yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: D = 1.23 (Qpb)0.4 Keterangan: D : Diameter Pipa (m) Qpb : Debit puncak musim basah (m3/detik) 2.4

Bangunan pelengkap sistem penyaluran Beberapa bangunan pelengkap yang dipergunakan dalam sistem perpipaan air limbah diantaranya di bawah ini : 1. Manhole 2. Bangunan Penggelontor

3. 4. 5. 6. 7. 8.

Syphon Terminal Clean out Drop Manhole Transition dan Junction ventilasi udara Tikungan / Bend

1. Manhole Manhole adalah salah satu bangunan perlengkap sistem penyaluran air buangan yang berfungsi sebagai tempat memeriksa, memperbaiki, dan membersihkan saluran dari kotoran yang mengendap dan benda-benda yang tersangkut selama pengaliran, serta untuk mempertemukan beberapa cabang saluran, baik dengan ketinggian sama maupun berbeda. A. Lokasi Manhole a. Pada jalur saluran yang lurus, dengan jarak tertentu tergantung diameter saluran, tapi perlu disesuaikan juga terhadap panjang peralatan pembersih yang akan dipakai. b Pada setiap perubahan kemiringan saluran, perubahan diameter, dan perubahan arah aliran, baik vertikal maupun horizontal. c. Pada lokasi sambungan, persilangan atau percabangan (intersection) dengan pipa atau bangunan lain B. Klasifikasi Manhole a. Manhole dangkal : kedalaman (0,75-0,9) m, dengan cover kedap b. Manhole normal : kedalaman 1,5 m, dengan cover berat c. Manhole dalam : kedalaman di atas 1,5 m, dengan cover berat Khusus Manhole dalam dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan kedalaman, ketebalan dinding, keberadaan drop, keberadaan pompa, dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan. C. Manhole khusus a. Junction chamber b. Drop manhole c. Flushing manhole d. Pumping manhole D. Eksentrisitas a. Eksentrisitas manhole pada suatu jalur sistem perpipaan tergantung pada diameter salurannya b. Untuk pipa dimensi besar (D > 1,20 m), manhole diletakkan secara eksentrik agar memudahkan operator turun ke dasar saluran.

c. Untuk pipa dimensi kecil [D (0,2-1,2) m], manhole diletakkan secara sentrik, langsung di atas pipa. E. Bentuk MH Pada umumnya bentuk manhole empat persegi panjang, kubus atau bulat. G. Dimensi MH a. Dimensi horizontal harus cukup untuk melakukan pemeriksaan dan pembersihan dengan masuk ke dalam saluran. Dimensi vertikal bergantung pada kedalamannya. b. Lubang masuk (access shaft), minimal 50 cm x 50 cm atau diameter 60cm c. Dimensi minimal di sebelah bawah lubang masuk dengan kriteria sebagai berikut: i. Untuk kedalaman MH sampai 0,8 m, dimensi yang digunakan 75cm x 75cm ii. Untuk kedalaman MH (0,8-2,1) m, dimensi yang digunakan 120cm x 90cm atau diameter 1,2 m iii. Untuk kedalaman MH > 2,1 m, dimensi yang digunkan 120cm x 90cm atau diameter 140 cm 2.

Bangunan penggelontor Bangunan penggelontor berfungsi untuk mencegah pengendapan kotoran dalam saluran, mencegah pembusukkan kotoran dalam saluran, dan menjaga kedalaman air pada saluran. Penggelontoran diperlukan untuk penyaluran air buangan dengan sistem konvensional, sementara penyaluran air buangan dengan menggunakan sistem Small Bore Sewer (SBS), tidak memerlukan penggelontoran, karena pipa saluran hanya mengalirkan effluent cair dari air buangan tidak berikut padatannya. A. Aplikasi Di setiap garis pipa di mana kecepatan pembersihan (self-cleansing) tidak tercapai akibat kemiringan tanah/pipa yang terlalu landai atau kurangnya kapasitas aliran. Hal ini bisa dilihat pada tabel kalkulasi dimensi pipa. B. Cara Penggelontoran Dengan periode Waktu Tetap 1. Dipilih pada waktu keadaan debit aliran minimum tiap harinya, di mana pada saat itu kedalaman renang air limbah tidak cukup untuk membersihkan tinja/endapan-endapan. 2. Air untuk penggelontoran dapat menggunakan air sungai yang terdekat dengan persyaratan air yan cukup bersih. Kebutuhan

air untuk penggelontoran dimasukkan kedalam perhitungan dimensi pipa. 3. Bila menggunakan tangki gelontor  Dioperasikan secara otomatis  Dilakukan pada saat tengah malam, di mana bangunan penggelontor dengan peralatan syphon diatur pada kran pengatur, tepat penuh mengisi bak penggelontor sesuai jadwal waktu periodik penggelontoran tiap harinya. Kapasitas tangki minimal 1 m3 dan/atau 10 % dari kapasitas pipa yang disuplai sesuai dengan kebutuhan, 3.

4.

Syphon Syphon merupakan bangunan perlintasan aliran dengan defleksi vertikal / miring. Misalnya, bila saluran harus melintasi sungai, jalan kereta api, jalan raya rendah, saluran irigasi, lembah, dan sebagainya, dimana elevasi dasarnya lebih rendah dari elevasi dasar saluran riol. A. Aplikasi Sebagai bangunan perlintasan, seperti pada sungai/kali, jalan kereta, api, atau depressed highway. B.Komponen Struktur a. Inlet dan outlet (box) Berfungsi sebagai pengendalian debit dan fasilitas pembersihan pipa. b. ( Depressed sewer (pipa syphon)  Berfungsi sebagai perangkap, sehingga kecepatan pengaliran harus cukup tinggi, di atas 1 m/detik pada saat debit rata-rata  Terdiri dari minimal 3 unit (ruas) pipa sifon dengan dimensi yang berbeda, minimal 150 mm. Pipa ke 1 didesain dengan Qmin, pipa ke 2 didesain dengan (Qr-Qmin) dan pipa ke 3 didesain dengan (Qp-Qr) Terminal Clean Out Cleanout adalah bangunan pelengkap saluran yang biasanya diletakkan pada ujung awal saluran, pada jarak 150-200 ft dari manhole. Jarak antar cleanout berkisar 250-300 ft. Cleanout berfungsi sebagai:  Tempat untuk memasukkan alat pembersih ujung awal pipa servis/lateral.  Tempat memasukkan alat penerangan saat dilakukan pemeriksaan.  Tempat pemasukkan air penggelontor sewaktu diperlukan.  Menunjang kinerja manhole dan bangunan penggelontor.  Turut berperan dalam proses sirkulasi udara.



5.

6.

7.

Ukuran pipa terminal cleanout sama dengan diameter pipa air buangan namun untuk menghemat biaya digunakan pipa tegak berdiameter 8”. Drop Manhole Drop Manhole adalah bangunan yang dipasang jika elevasi permukaan air pada riol penerima lebih rendah dan mempunyai perbedaan ketinggian lebih besar dari 0.6 meter (2 ft) terhadap dasar riol pemasukkannya dalam satu manhole pertemuan. Sebelum sampai di riol pertemuan itu, riol pemasukkannya harus dibelokkan terlebih dahulu miring atau vertikal ke bawah di luar manhole dengan sambungan Y atau T. Drop Manhole berfungsi untuk menghindari terjadinya spalshing air buangan yang dapat merusak dasar manhole serta mengganggu operator. Selain itu drop manhole pun berfungsi untuk mengurangi pelepasan H2S yang terbentuk dalam saluran. Dua jenis drop manhole yang sering digunakan: a. Tipe Z (pipa drop 900) b. Tipe Y (pipa drop 450) Junction dan Transition Junction adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambungkan satu atau lebih saluran pada satu titik temu dengan saluran induk. Junction ini dilengkapi dengan manhole agar memudahkan pemeliharaan, karena penyumbatan akibat akumulasi lumpur sering terjadi. Transition adalah bangunan pelengkap yang berfungsi untuk menyambung saluran bila terjadi perubahan diameter dan kemiringan. Transition juga dilengkapi dengan manhole. Junction dan transition dapat menyebabkan berkurangnya energi aliran, untuk memperkecil kehilangan energi, maka perlu dipenuhi kriteriakriteria sebagai berikut:  Kecepatan aliran dari setiap saluran yang bersatu harus seragam  Dinding saluran dibuat selicin mungkin  Perubahan sudut aliran pada junction tiadak boleh terlalu tajam. Sudut pertemuan antara saluran yang masuk (saluran cabang) dan saluran yang keluar (saluran utama) maksimum 450. Ventilasi Ventilasi adalah bangunan pelengkap sistem penyaluran air buangan yang berfungsi:  Untuk mencegah terakumulasinya gas-gas yang eksplosif dan juga gas-gas yang korosif.

  

8.

Untuk mencegah terlepasnya gas-gas berbau yang terkumpul pada saluran. Untuk mencegah timbulnya H2S sebagai dekomposisi zatzat organik dalam saluran. Untuk mencegah terjadinya tekanan di atas dan di bawah tekanan atmosfer yang dapat menyebabkan aliran balik pada water seal alat-alat palmbing.

Tikungan / Bend Dalam pembuatan tikungan harus diperhatikan beberapa hal, yaitu:  Dinding saluran harus selicin mungkin.  Bentuk saluran harus seragam, baik radius maupun kemiringan saluran.  Untuk mempermudah pemeriksaan terhadap clogging, perlu dibuat manhole.  Untuk meminimalisir kehilangan energi akibat belokan, maka perlu dihindari radius lengkung belokan yang sangat pendek. Batas bentuk radius lengkungan dari pusat adalah lebih besar dari 3 kali diameter saluran.  Dihindari adanya perubahan penampang melintang saluran.

2.5 Aspek Hidrolika Analisa pada aspek hidrolika ini meliputi analisa profil muka air sungai, profil muka air rencana, debit banjir pada muara Kali Silandak. Perencanaan penampang melintang diperlukan untuk mendapatkan penampang yang ideal dan efisien dalam penggunaan lahan serta dapat mengalirkan debit air agar tidak sampai meluap ke daerah yang akan dikeringkan. Perhitungan dimensi penampang menggunakan rumus berikut: a.

Rumus manning

Kecepatan aliran 1

2

1

V = x 𝑅 3 x 𝑖 2 m/dt 𝑛

b.

Perhitungan debit air Q=AxV 𝐴

R=𝑃

2

1

1

V = 𝑛 x 𝑅3 x 𝑖 2

dimana : Q = Debit aliran ( m3/dtk ) P = Keliling penampang basah ( m ) A = Luas penampang basah ( m2 ) R = Jari – jari hidrolis ( m ) I = Kemiringan saluran n = Kekasaran Manning 2.5.1 Evaluasi Penampang Eksisting Untuk mengevaluasi penampang eksisting digunakan metode Passing Capacity, yaitu menghitung debit banjir rencana dengan memperhatikan keadaan sungai juga tinggi muka air dan menggunakan data penampang sungai yang ada. Rumus yang digunakan yaitu: a.

Penampang tunggal Q=AxV 𝐴

R=𝑃

1

2

1

V = 𝑛 x 𝑅3 x 𝑖 2

Gambar 2.1 Saluran Penampang Tunggal b.

Penampang Ganda 1

A1 = A3 = 2H2x (B1 + mH2)

Gambar 2.2 Saluran Penampang Ganda dimana: V = kecepatan rencana (m/dtk) N = koefisien kekasaran Manning

R = jari-jari hidrolis (m) I = kemiringan saluran A = luas penampang basah (m2) P = keliling basah (m) 2.5.2 Muka Air Rencana Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung profil muka air rencana, antara lain:

a.

Metode Tahapan Langsung (Direct Step Method)

Metode tahapan langsung adalah cara yang mudah dan simpel untuk menghitung profil muka air pada aliran tidak permanen.

dimana: z = Ketinggian dasar saluran dari garis referensi (m) h = Kedalaman air dari dasar saluran (m) V = Kecepatan rata – rata (m/dtk) g = Percepatan gravitasi (m/dtk2) hf = Kehilangan energi karena gesekan dasar saluran

Gambar 2.1 Definisi Untuk Perhitungan Profil Muka Air Dengan Metode Tahapan Langsung

Dari gambar 2.1 didapat:

atau

dimana:

(Manning)

(Chezy) Prosedur perhitungannya dimulai dengan kedalaman yang diketahui, h1, yang diperoleh dari hubungan kedalaman debit (discharge rating curve). Ambil (asumsikan) kedalaman berikutnya h2, baik di hulu atau di hilirnya tergantung pada jenis aliran subkritis atau superkritis, dan hitung jarak Δx antara kedua kedalaman tersebut dengan persamaan. Disarankan untuk mengambil harga h2 sedekat mungkin dengan h1, sehingga harga Δx yang diperoleh tidak terlalu jauh untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. b.

Metode Tahapan Standar (Standard Step Method)

Metode ini dikembangkan dari persamaan energi total dari aliran pada saluran terbuka. Dari persamaan tersebut, selanjutnya dapat dituliskan persamaan sebagai berikut:

Cara perhitungannya dimulai dengan mengetahui tinggi energi total di titik kontrol E1, dimana kedalaman air, h1, dan ketinggian dasar saluran dari titik referensi z1 diketahui. Selanjutnya tentukan jarak dari titik kontrol ke hulu atau ke hilir (tergantung letak titik kontrol) sepanjang Δx. Parameter sebelah kanan yang dapat langsung dihitung adalah z2 = z1 + Δz, dimana Δz adalah perkalian antara kemiringan dasar saluran dan selisih jarak kedua titik yang akan dihitung (Δz = SoΔx). 2.5.3 Kekasaran Dasar Berdasarkan rumus diatas diketahui bahwa kapasitas penampang dipengaruhi oleh kekasaran penampang. Hal ini dapat dilihat dari koefisien bentuk kekasaran penampang yang telah ditetapkan oleh Manning seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Koefisien Kekasaran Manning

2.5.4 Permodelan dengan HEC-RAS Progam HEC RAS merupakan paket program dari ASCE (American Society of Civil Engineers). Paket program ini memakai cara langkah standar sebagai dasar perhitungannya. Secara umum HEC-RAS dapat dipakai untuk menghitung aliran steady, berubah perlahan dengan penampang saluran prismatik atau nonprismatik, baik untuk aliran sub-kritis maupun super-kritis, dan aliran non-steady.

Paket program ini untuk menghitung profil muka air di sepanjang ruas sungai. Data masukan untuk program ini adalah data cross-section di sepanjang sungai, profil memanjang sungai, parameter hidrolika sungai (kekasaran dasar dan tebing sungai), parameter bangunan sungai, debit aliran (debit rencana), dan tinggi muka air di muara. 2.6 Bangunan Pengolahan Pertama (Pre-Treatment) 1. Screening Screening biasanya merupakan tahap awal proses pengolahan air limbah. Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan sebagainya. “Screen” terdiri dari atas batangan-batangan besi yang berbentuk lurus atau melengkung dan biasanya dipasang dengan tingkat kemiringan 750– 900 terhadap horizontal. Efektifitas proses tergantung pada jarak antarbar. Pada screen halus jarak antarbar berkisar antara 5 mm – 15 mm, medium screen 15 mm – 50 mm, dan screen kasar lebih dari 50 mm. Pembersihan screen dapat dilakukan secara manual (menggunakan garpu tangan) atau dengan menggunakan alat pembersih mekanis yang dilengkapi dengan motor elektrik. Bar screen mekanik otomatis sering kali dilindungi dengan pre-screening, yang dipasang pada jarak 100 mm dari sistem by pass untuk mengatasi kemungkinan tidak beroperasinya screen utama. Macam-macam screening yaitu: Bar Screen dengan Pembersihan Manual Curved Screen Straight Screen Otomatis Basket Screen Screening Press Compact Screen dengan Kombinasi Screening Press 2.Bak Pengumpul Setelah melalui barscreen, air limbah kemudian mengalir ke bak penampung (sump well). Dari bak penampung air limbah dipompa dengan srew pump menuju mechanical bar screen. 3.Grit Chamber Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel – partikel lain yang dapat mengendap didalam saluran dan pipa-pipa serta untuk melindungi pompa-pompa dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan overloading. Grit removal digunakan untuk mengambil padatan-padatan yang memiliki ukuran partikel lebih kecil dari 0,2 mm. Macam - macam grit yaitu: - Grit Removal Sederhana - Circular Grit Removal

- Aerated Grit Chamber 4.Equalisasi Equalisasi laju air digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki performance proses – proses selanjutnya. Disamping itu, equilasasi juga bermanfaat untuk mengurangi ukuran dan biaya. Pada dasarnya equilisasi dibuat untuk meredam fluktuasi air limbah sehingga dapat masuk kedalam air IPAL secara konstan. Secara ringkas, hal-hal penting dalam proses equilisasi adalah sebagai berikut. b. Lokasi equilisasi tergantung pada jenis pengolahan dan karakteristik air limbah, biasanya sebelum bak pengendapan awal dan aerasi c. Dalam pelaksanaan equilisasi dibutuhkan pengadukan untuk mencegah pengendapan dan aerasi untuk menghilangkan bau d. Equlisasi biasanya dilaksanakan bersamaan dengan netralisasi. e. Dasar – dasar perencanaan Equlisasi: - Energy pengadukan sebesar 5 – 10 watt/m3; - Alat pengadukan meliputi shaft vertical atau horizontal mixer, submerged mixer, jet mixer, dan surface aerator atau blower; - Pemilihan material: baja beton, GRP (Glass Reinforced Plastic), batukali atau geomembrane; - Dapat dilengkapi penutup ataupun tanpa penutup - Level bervariasi atau konstan; dan - Otomatisasi atau system control (pHIR, TIR, LIRC). 2.7 Bangunan Pengolahan Kedua (Biologis) Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/ mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah bakteri aerob. Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode lumpur aktif (activated sludge), dan metode kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons) . a. Metode Trickling Filter Pada metode ini, bakteri aerob yang digunakan untuk mendegradasi bahan organik melekat dan tumbuh pada suatu lapisan media kasar, biasanya berupa serpihan batu atau plastik, dengan dengan ketebalan ± 1 – 3 m. limbah cair kemudian disemprotkan ke permukaan media dan dibiarkan merembes melewati media tersebut. Selama proses perembesan, bahan organik yang terkandung dalam limbah akan didegradasi oleh bakteri aerob. Setelah merembes sampai ke dasar lapisan media, limbah akan menetes ke suatu wadah penampung dan kemudian disalurkan ke tangki pengendapan.

Dalam tangki pengendapan, limbah kembali mengalami proses pengendapan untuk memisahkan partikel padat tersuspensi dan mikroorganisme dari air limbah. Endapan yang terbentuk akan mengalami proses pengolahan limbah lebih lanjut, sedangkan air limbah akan dibuang ke lingkungan atau disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya jika masih diperlukan b. Metode Activated Sludge Pada metode activated sludge atau lumpur aktif, limbah cair disalurkan ke sebuah tangki dan didalamnya limbah dicampur dengan lumpur yang kaya akan bakteri aerob. Proses degradasi berlangsung didalam tangki tersebut selama beberapa jam, dibantu dengan pemberian gelembung udara aerasi (pemberian oksigen). Aerasi dapat mempercepat kerja bakteri dalam mendegradasi limbah. Selanjutnya, limbah disalurkan ke tangki pengendapan untuk mengalami proses pengendapan, sementara lumpur yang mengandung bakteri disalurkan kembali ke tangki aerasi. Seperti pada metode trickling filter, limbah yang telah melalui proses ini dapat dibuang ke lingkungan atau diproses lebih lanjut jika masih dperlukan. c. Metode Treatment ponds/ Lagoons Metode treatment ponds/lagoons atau kolam perlakuan merupakan metode yang murah namun prosesnya berlangsung relatif lambat. Pada metode ini, limbah cair ditempatkan dalam kolam-kolam terbuka. Algae yang tumbuh dipermukaan kolam akan berfotosintesis menghasilkan oksigen. Oksigen tersebut kemudian digunakan oleh bakteri aero untuk proses penguraian/degradasi bahan organik dalam limbah. Pada metode ini, terkadang kolam juga diaerasi. Selama proses degradasi di kolam, limbah juga akan mengalami proses pengendapan. Setelah limbah terdegradasi dan terbentuk endapan didasar kolam, air limbah dapat disalurka untuk dibuang ke lingkungan atau diolah lebih lanjut. 2.8 Bangunan Pengolahan Ketiga ( BP II) Pengolahan tersier dilakukan jika setelah pengolahan primer dan sekunder masih terdapat zat tertentu dalam limbah cair yang dapat berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Pengolahan tersier bersifat khusus, artinya pengolahan ini disesuaikan dengan kandungan zat yang tersisa dalam limbah cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut, seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman. Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika. Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter, penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis bolak-balik.

Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis. 2.9 Bangunan Secara Kimia Pada fase ini merupakan alternatif lain dari proses biologis, proses yang utama adalah: koagulasi kimiawi, adsorbsi dengan karbon dan penyaringan (Filtrasi). Pengendapan bahan padat dan fosfat yang tersuspensi bersama-sama pada saluran sedimentasi setelah ditambahkan bahan kimia seperti alumunium, ferri chloride aatu kapur. Carbon pada fase ini memerankan 2 fungsi yaitu adsorbsi bahan organik terlarut dan filtrasi bahan padat. Pengolahan Fisico Kimiawi biasanya digunakan untuk limbah cair yang mengandung senyawa – senyawa toksik atau senyawa – senyawa non biodegradable yang tidak dapat diatasi dengan proses biologi. Untuk memperjelas proses kerja fisik kimiawi dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Waste Water

Chemicals

Floculation + Sedimentation

Packed-bed Filtration

Sludge

Carbon Adsorbtion

Carbon Regeneratin

Chlorination

Treated Effuent Gambar 2.9Lumpur Skema Proses Kerja Pegolahan Fisika Kimiawi 2.10 Bangunan Pengolahan

Proses pengolahan limbah cair industri menghasilkan lumpur dari bahan padat tersuspensi dalam effluent, biomass yang dihasilkan pada proses biologis dan presipitat yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia. Beberapa cara penanganan lumpur bertujuan untuk mengurangi volume, menurunkan mikroorganisme phatogen, menurunkan kandungan air, membentuk lempengan lumpur lembab, membentuk lempengan lumpur kering, mengurangi bau dan penggunaan / pembuangan lumpur padat untuk penutupan lahan. Penganan Lumpur dengan atau pemanasan akan mempercepat proses penanganan kadar air. Proses kerja dalam pembuangan lumpur dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Chemical

Waste Sludge

Gravity Thickener

Anaerobic Digester

Vacuum Filtration

Landfill or Inceneration

Gambar 2.10 Skema Proses Kerja Pembuangan Lumpur Pengolahan Lanjut Dari setiap tahap pengolahan air limbah, maka hasilnya adalah berupa lumpur yang perlu dilakukan pengolahan secara khusus, agar lumpur tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Pengolahaan lumpur yang masih sedikit mengandung bahan nitrogen dan mempermudah proses pengangkutan, maka diperlukan beberapa tahap pengolahan antara lain :  Proses pemekatan  Proses penstabilan  Proses pengaturan  Proses pengurangan air  Proses pengeringan  Proses pembuangan

Related Documents

Bab Ii Pal Bella.docx
December 2019 15
Pal
November 2019 27
Pal
April 2020 18
Pal Pal Dil.docx
December 2019 24
Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49

More Documents from ""

Bab Ii Pal Bella.docx
December 2019 15
Makalah Psda_(1).docx
December 2019 19
Prac De Psicologia U1.docx
October 2019 25
Aaaa.docx
November 2019 24