Bab Ii Klompok 2.docx

  • Uploaded by: Jefri Johanes
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Klompok 2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,795
  • Pages: 31
BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Lanjut Usia ( Lansia ) 1. Pengertian lanjut usia Lansia (Lanjut Usia) adalah seseorang yang karena usianya yang lanjut

mengalami

perubahan, biologi, fisik, kejiwaan dan sosial.

Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu mendapat

perhatian khusus dengan tetap di pelihara dan di

tingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Pasal 138). Usia lanjut adalah suatu kejadian pasti di alami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak

bisa dihindari oleh

siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “ beranjak jauh ” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Arita, 2011). Lanjut usia (lansia) adalah tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Dalami, 2009). Pembagian lansia menurut Depkes yaitu lansia dengan usia pertengahan adalah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan

fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun). Lansia dini adalah lansia dengan usia 55-64 tahun. Kelompok lanjut usia adalah kelompok yang berumur 65 tahun keatas, serta kelompok lansia beresiko tinggi adalah lansia dengan usia lebih dari 70 atau kelompok lansia yang hidup sendiri, terpencil, tingal di panti, menderita penyakit berat atau cacat. 2. Klasifikasi lansia Menurut Nugroho (2012), mengklasifikasi lansia menjadi: a. Menurut WHO menggolongkan lansia menjadi tiga yaitu: 1) Usia pertengahan (middle age): umur (60-59 tahun) 2) Lanjut usia (elderly): umur 60-74 tahun 3) Lanjut usia tua (old): umur 75-90 tahun 4) Usia sangat tua (very old): > 90 tahun b. Departemen Kesehatan RI menggolongkan lansia menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Kelompok lansia dini (55-64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki lansia. 2) Kelompok lansia (65 tahun ke atas). 3) Kelompok lansia resiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun. c. Menurut Hurlock (1979), pembagian lansia menjadi dua tahap yaitu: 1) Early age (usia 60-70 tahun). 2) Advanced old age (usia 70 tahun ke atas).

Menurut Masdani, lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Lansia yang menuju usia lajut melewati dua fase, yaitu : fase inventus, yaitu antara 25 tahun hingga 40 tahun dan fase virilitas, yaitu umur 40 tahun hingga 55 tahun. Pada akhir fase virilitas inilah biasanya disebut dengan fase prasenium, antara 55 tahun hingga 65 tahun dan fase selanjutnya fase senium, mulai umur 65 tahun hingga tutup usia,Sedangkan Ruarus berpendapat bahwa dalam menuju usia lanjut dilewati dua fase, yaitu : fase inventus antara 25 tahun hingga 40 tahun dan fase virilitas, umur 40 tahun hingga 50 tahun. Pada akhir verilitas inilah biasanya di sebut fase pertama usia lanjut. Pada fase ini merupakan puncak kedewasaan tetapi merupakan langkah-langkah menuju usia lanjut. Bagian pertama dari vrilitas ini merupakan realisasi kekuatan, puncak kekuatan individu, terdapat dorongan berikut ambisi yang besar untuk mendapat posisi sosial ekonomi yang tinggi, sedangkan bagian kedua dari fase ini merupakan fase yang menurun dibandingkan bagian pertamanya. Pada fase ini terjadi klimakterum, mulai dirasakan penurunan kekuatan, daya tarik tubuh. Fase selanjutnya sudah dapat digolongkan fase usia lanjut, yaitu fase prasenium, antara 55 tahun hingga 65 tahun dan prasenium, mulai umur 65 tahun ke atas (Arita, 2011).

3. Tugas perkembangan lansia Seiring tahap kehidupan, lansia mrmiliki tugas perkembangan khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Burnside, Duval dan Havighurst perkembangan lansia meliputi : a.

Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan. Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan pola hidup sehat.

b.

Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan. Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan puna waktu, dan oleh karena itu mungkin perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana ke depan untuk berpartisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela, mencari minat dan hobi baru, dan melanjutkan pendidikannya. Meskipun kebanyakan lansia di atas garis kemiskinan, sumber finansial secara jelas mempengaruhi permasalahhan dalam masalah pensiun.

c.

Menyesuaikan terhadap kematian pasangan. Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman dan kadang anaknya.

Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya. Dengan membantu lansia dari proses berduka, dapat membantu mereka menyesuaikan diri terhadap kehilangan. d.

Menerima diri sendiri sebagai individu lansia. Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping untuk menyangkal penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil mereka “nenek” atau meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang besar.

e.

Mempertahankan kepuasaan pengaturan hidup. Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya.Misalahnya, kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih kecil dan untuk seorang

diri.

Beberapa

masalah

kesehatan

lain

mungkin

mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya. Perubahan rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan periode penyesuaian yang lama selama lansia memerlukan bantuan dan dukungan profesional perawatan kesehatan dan keluarga. f.

Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa. Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan anakanaknya

yang

telah

dewasa.

Masalah

keterbalikan

peran,

ketergantungan,

konflik,

perasaan

bersalah,

dan

kehilangan

memerlukan pengenalan resolusi. g.

Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup. Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin secara relatif muda untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru, akan tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas, mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiunan.

4. Tipe-tipe usia lanjut (Arita, 2011) a. Tipe arif bijaksana Kaya dengan hikmah pengalaman menyesuaikan diri perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan b. Tipe mandiri Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan-kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman pergaulan serta memenuhi undangan. c. Tipe tidak puas Konflik lahir batin dan menentang proses ketuaan, yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmaniah, kehilangan kekuasaan, status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani dan pengkritik.

d. Tipe pasrah Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan. e. Tipe Bingung Kaget, kehilangaan kepribadian, mengasihkan diri, merasa minder, menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya. Tipe antara lain : tipe optimis, tipe konstruktif, tipe ketergantungan, tipe defensif, tipe militan dan serius, tipe marah dan frustasi, tipe putus asa (benci pada diri sendiri). 5. Proses menua Menurut

International

institute

on

Aging,

World

Health

Organization dalam Yayasan Gerontologi Abiyoso Propinsi Jawa Timur, 2009, Proses penuaan (menjadi tua) adalah bersifat alami dan tidak dapat dihindari yang akan dialami oleh setiap manusia. Lanjut usia rentan terhadap serangan berbagai penyakit. Proses penuaan akan berpengaruh pada derajat kesehatan. Masyarakat Indonesia menganggap lansia jika sudah berusia 55 tahun, yaitu ketika seseorang memasuki masa pensiun. Usia 50-60 tahun seseorang akan mengalami kemunduran yang disertai penurunan mental. Kemunduran fisik disebabkan oleh proses penuaan yang terjadi pada sel tubuh. Cepat lambatnya proses kemunduran tersebut sangat tergantung dari motivasi seseorang untuk memperbaiki pola hidup ke arah pola hidup sehat (Bangun, 2005).

Faktor intelegensia mempengaruhi proses penuaan. Orang yang memiliki intelegensia tinggi cenderung memiliki pola pikir ke depan yang lebih baik sehingga berusaha menerapkan pola hidup sehat dan selalu melatih kemampuan intelektualnya melalui berbagai aktivitas seperti membaca dan menulis. Aktivitas yang dapat melatih kemampuan intelektual dapat memperlambat penurunan fungsi otak, kesehatan fisik dan mental yang terjaga. Faktor lingkungan dan gaya hidup berkaitan dengan diet atau asupan zat gizi, kebiasaan merokok, life style yang kurang sehat, adanya kafein, tingkat polusi, pendidikan, dan pendapatan. Faktor endorgenik berkaitan dengan penambahan usia, terjadi perubahan struktural penurunan fungsional dan penurunan kemampuan. Beberapa faktor pemicu proses penuaan akan banyak berpengaruh terhadap timbulnya berbagai penyakit dan perubahan aspek gizi pada lansia (Bangun, 2005). Proses penuaan akan berpengaruh pada derajat kesehatan seseorang. Kondisi fisik yang semakin menurun, seiring dengan penurunan psikis lansia sehingga produktifitas semakin menurun. Produktifitas yang menurun menjadikan lansia kurang dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat lingkungannya, sehingga lebih suka pada dunia lansia sendiri, merasa “tidak diorangkan”, merasa tidak diperlukan, merasa tidak berguna, merasa terpisah dan tersisihkan dari pergaulan (Yayasan Gerontologi Abiyoso propinsi Jawa Timur, 2009).

Lansia memiliki masalah sendiri yang berhubungan dengan proses menua (aging process) dengan segala akibat fisik, psikologis dan sosial (Dalami, 2009). Proses menua yang terjadi pada usia lanjut secara linear dapat digambarkan melalui tiga tahap, yaitu antara lain : a. Kelemahan (imparment) b. Keterbatasan fungsional (fungtional limitation) c. Keterhambatan (handicap). Tiga tahap tersebut akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran. Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalahh kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa (psikiologis) pada usia lanjut. Menurut Morse & Furst, proses penuaan dapat di lihat dari tiga segi, yaitu : a. Penuaan biologi Gejala-gejala penuaan ini ialah berkurangnya kekenyalan pembuluh darah dan kekuatan otot menurunnya daya pandang, pendengaran, cita rasa, penciuman dan rabaan serta meningkatnya tekanan darah. b. Penuaan psikologis Gejala-gejala penuaan ini misalnya menurunnya daya ingat, kekurangan gairah dan kecemasan terhadap kematian. c. Penuaan sosiologis Gejala-gejala penuaan ini misalnya, kehilangan pekerjaan (karena pensiun) dan kekuasaan.

Selain karena proses penuaan itu sendiri, kesehatan pada usia lanjut di pengaruhi oleh 5 faktor: a. Faktor intelektual Faktor ini menyangkut kecerdasan berfikir seseorang, termasuk kesabarannya tentang hidup sehat. b. Faktor biologi Ini bersangkutan dengan berbagi segi hayati yang tentu terdapat atau berlangsung dalam diri setiap orang. Misalnya makan, tidur, istirahat untuk mengembangkan tenaga. c. Faktor fisik Faktor khusus pertalian dengan jasmani seseorang. Misalnya memelihara pernafasan yang baik dan jantung yang sehat. d. Faktor psikiologis Faktor ini khusus bertalian dengan rohani seseorang. Misalnya faktor pengendalian stress dan pengembangan emosi yang halus. e. Faktor sosiologis Faktor ini berhubungan dengan pergaulan dan hidup dalam masyarakat. Misalnya hubungan dengan teman, kontak sosial dan kegiatan dalam masyarakat (Arita, 2011).

6. Perubahan fisik pada lansia (Saryono, 2010) a. Sistem Indra 1) Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat digunakan. 2) Sistem Pendengaran: presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena kehilanganya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun. 3) Sistem Integumen : pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain angin dan matahari, terutama sinar ultra violet. b. Sistem Musculoskeletals Perubahan sistem musculoskeletal pada lansia antara lain sebagai berikut:

1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentengan yang tidak teratur. 2) Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan dalam melakukan kegiatan sehari hari. Upaya fisioterapi untuk mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga mobilitas. 3) Jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung

kearah

progesif,

konsekuensinya

kartilago

pada

persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpun berat badan.Tulang berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi adalah bagian dari penuaan fisiologis. Dampak berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformatis dan fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis.

c. Sistem Kardiovaskular Massa jantung bertambah, karena ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat badan. d. Sistem Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penuruan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi sebagai penyebab yang utama, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. Indera pengecap menurun akibat adanya iritasi yang kronis selain itu hilangnya sensitifitas dan saraf pengecap di bagian lidah. Kondisi di dalam lambung, rasa lapar menurun, asam lambung menurun dan waktu mengosongkan menurun. Peristaltik lemah dan biasanya timbul kontipasi. Fungsi absorbsi melemah, selain itu liver makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan. Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan efek yang merugikan ketika diobati. Kondisi pada lanjut usia, obat-obatan akan di metabolisme dalam jumlah yang sedikit.

e. Sistem Perkemihan Berbeda pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran, contohnya laju filtrasi, ekskresi dan reabsorbsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Lansia akan kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk metabolisme obat. Pola perkemihan tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini menunjukkan inkontensia urin meningkat. f. Sistem Saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang progesif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptorpropioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada lansia mengalami perubahan. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk menjaga mobilitas dan postur. g. Sistem Reproduksi Usia menurunkan kadar testosteron yang dapat menurunkan kebugaran umum, libido, fungsi kognitif, volume darah, kekuatan otot, masalah pada tulang, pertahanan tubuh, lemak bertambah dan gangguan tidur. Selain itu penyebab yang sering terjadi karena secara kimiawi terjadi

penurunan

kadar

testosteron

khususnya

pada

laki-laki

dapat

mengakibatkan osteoporosis dan kanker prostat (Saryono, 2010). 7. Masalah yang sering dihadapi oleh lansia (Kemalasari, 2010) Masalah yang kerap muncul pada usia lanjut, yang disebutnya sebagai a series of I’s, yang meliputi immobility (imobilisasi), instability (instabilitas

dan

jatuh),

incontinence

(inkontinensia),

intellectual

impairment (gangguan intelektual), infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh). Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi lansia adalah sebagai berikut : a. Demensia Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. b. Stres Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.

c. Skizofrenia Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat. d. Gangguan Delusi Omset usia pada gangguan delusi adalah 40 – 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu: waham kejar dan waham somatik. e. Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih dapat menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis. Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas. Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stresor yang berat. Gangguan stres lebih sering

pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. f. Gangguan Somatiform Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memiliki penyakit yang mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis. g. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff. Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalahgunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia pengguna alkohol maupun obat-obatan sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik. h. Gangguan Tidur / Insomnia Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia.

Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah gangguan tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang hari. Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Gangguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut. Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia.

B. KONSEP DASAR ASKEP 1. Tujuan keperawatan Lanjut Usia: a.

Agar lanjut usia dapat melakukan kegiatan sehari hari secara mandiri dengan

peningkatan

kesehatan,

pencegahan

penyakit

dan

pemeliharaan kesehatan sehingga memiliki ketenangan hiduproduktif sampai akhir hayatnya. b.

Mempertahankan kesehatan serta kemampuan mereka yang usianya telah lanjut dengan perawatan dan pencegahan.

c.

Membantu

mempertahankan

serta

membesarkan

daya

hidup/

semangat hidup klien lansia. d.

Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit atau mengalami gangguan tertentu.

e.

Merangsang

petugas

kesehatan

untuk

dapat

mengenal

dan

menegakkan diagnosis yang tepat dan dini bila mereka menemukan kelainan tertentu. f.

Mencari upaya semaksimal mungkin agar klien lansia yang menderita suatu penyakit/ gangguan masih dapat mempertahankan kebebasan yang maksimal tanpa perlu pertolongan.

2. Fokus asuhan keperawatan lanjut usia: a. Peningkatan kesehatan b. Pencegahan penyakit/ preventif c. Mengoptimalkan fungsi mental d. Mengatasi gangguan kesehatan yang umum. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat profesional harus menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah proses pemecahan masalah yang mengarahkan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, yang terdiri dari :

a.

Pengkajian Adalah langkah pertama pada proses

keperawatan, meliputi

pengumpulan data, analisa data dan menghasilkan diagnosis keperawatan. Tujuan pengkajian : 1) Menentukan kemampuan klien untuk memelihara diri sendiri 2) Melengkapi dasar rencana keperawatan individu 3) Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien 4) Memberi waktu kepada klien untuk menjawab. Pengkajian meliputi aspek : 1) Fisik, terdiri dari : a) Wawancara b) Pandangan lansia tentang kesehatannya c) Kegiatan yang mampu dilakukan lansia d) Kekuatan fisik lansia : otot, sendi, penglihatan dan pendengaran. e) Kebiasaan makan, minum, tidur, BAB atau BAK f) Masalah seksual yang dirasakan 2) Pemeriksaan fisik a) Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi untuk mengetahui perubahan fungsi sistem tubuh. b) Pendekatan yang digunakan dalam pemeriksaan fisik adalah head to toe (dari ujung kepala sampai keujung kaki) dan sistem tubuh. 3) Psikologis a) Apakah mengenal masalah utamanya b) Bagaimana sikapnya terhadap proses penuaan c) Apakah dirinya merasa dibutuhkan atau tidak d) Bagaimana mengatasi stres yang di alami

e) Perlu dikaji juga mengenai fungsi kognitif, daya ingat, proses pikir, alam perasaan, orientasi dan kemampuan dalam penyelesaian masalah. f) Apakah lanjut usia sering mengalami kegagalan 4) Sosial ekonomi a) Sumber keuangan lansia b) Apa saja kesibukan lansia dalam mengisi waktu luang c) Dengan siapa ia tinggal d) Berapa lansia berhubungan dengan orang lain di luar rumah e) Apakah dapat menyalurkan hobi atau keinginannya dengan fasilitas yang ada 5) Spiritual a) Apakah secara teratur melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya b) Apakah secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan c) Bagaimana cara lansia menyelesaikan masalah, apakah dengan berdoa d) Apakah lansia terlihat sabar dan tawakal b.

Pengkajian dasar 1) Temperatur/ suhu tubuh a) Mungkin (hipotermia) ± 35 ºc b) Lebih teliti di periksa di sublingual 2) Denyut nadi a) Kecepatan, irama, volume b) Apikal, radikal, pedal 3) Respirasi/ pernapasan a) Kecepatan, irama dan kedalaman b) Pernapasan tidak teratur 4) Tekanan darah a) Saat baring, duduk, berdiri

b) Hipotensi akibat posisi tubuh 5) Berat badan perlahan hilang pada beberapa tahun terakhir 6) Memori/ ingatan 7) Pola tidur 8) Penyesuaian psikososial 9) Sistem persyarafan a) Kesimetrisan raut wajah b) Tingkat kesadaran, adanya perubahan dari otak (1) Tidak semua orang menjadi senil (2) Kebanyakan mempunyai daya ingat menurun atau melemah c) Mata : pergerakan, kejelasan melihat, adanya katarak d) Ketajaman penglihatan menurun karena menua : (1) Jangan diuji di depan jendela (2) Gunakan tangan atau gambar (3) Cek kondisi mata e) Ketajaman pendengaran (1) Apakah menggunakan alat bantu dengar (2) Tinitus, serumen telinga bagian luar, jangan dibersihkan f) Adanya rasa sakit atau nyeri g) Sistem cardiovaskuler (1) Sirkulasi perifer, warna dan kehangatan (2) Auskultasi denyut nadi apikal (3) Periksa adanya pembengkakan vena jugularis (4) Pusing, sakit atau nyeri dan udema h) Sistem gastrointestinal (1) Status gizi, asupan diet (2) Anoreksia, tidak dapat mencerna, mual dan muntah (3) Mengunyah, menelan, auskultasi bising usus (4) Keadaan gigi, rahang dan rongga mulut (5) Palpasi apakah perut kembung, ada pelebaran colon (6) Apakah ada kostipasi, diare, inkontinensia alvi

i) Sistem genitourinaria (1) Urine (warna dan bau) (2) Distensi kandung kemih, inkontinensia (tidak dapat menahan Bak) (3) Pemasukan dan pengeluaran cairan, disuria (4) Seksualitas : kurang minat melakukan hubungan seks, adanya disfungsi seksual dan gangguan ereksi. j) Sistem kulit (1)Kulit : temperatur, tingkat kelembapan, keutuhan kulit (luka, luka tebuka, robekan) (2)Adanya jaringan parut (3)Keadaan kuku, keadaan rambut (4)Adanya gangguan umum k) Sistem muskuloskeletal (1)Kontraktur : atrofi otot, ketidakadekuatan gerakan sendi, tendodn mengecil (2)Tingkat mobilisasi : ambulasi dengan atau tanpa bantuan peralatan,

keterbatasan

gerak

dan

kekuatan

otot,

kemampuan melangkah atau berjalan (3)Gerakan sendi, paralisis, kifosis l) Psikososial (1)Menunjukkan tanda meningkatnya ketergantungan (2)Fokus pada diri bertambah (3)Memperlihatkan semakin sempitnya perhatian (4)Membutuhkan bukti nyata rasa kasih sayang yang berlebihan.

c.

Diagnosis keperawatan 1) Fisik/ biologis a) Gangguan nutrisi : kurang/ lebih dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat b) Gangguan persepsi sensori : pendengaran, penglihatan b/d adanya hambatan penerimaan dan pengiriman rangsangan c) Kurang perawatan diri b/d penurunan minat dalam merawat diri d) Potensial cidera fisik b/d penurunan fungsi tubuh e) Gangguan pola tidur b/d kecemasan atau nyeri f) Perubahan pola napas b/d adanya sekret pada jalan napas g) Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan sendi 2) Psikososial a) Isolasi sosial b/d perasaan curiga b) Menarik diri dari lingkungan b/d perasaan tidak mampu c) Depresi b/d isolasi sosial d) Harga diri rendah b/d perasaan di tolak e) Koping tidak adekuat b/d ketidakmampuan mengemukakan perasaan secara tepat f) Cemas b/d sumber keuangan yang terbatas 3) Spiritual a) Reaksi berkabung atau berduka b/d di tinggal pasangan b) Penolakan terhadap proses penuaan b/d ketidaksiapan menghadapi kematian c) Marah terhadap Tuhan b/d kegagalan yang dialami d) Perasaan tidak tenang b/d ketidakmampuan melakukan ibadah secara tepat

d.

Rencana keperawatan

1) Melibatkan klien dan keluarganya dalam perencanaan 2) Bekerjasama dengan profesi kesehatan lainnya 3) Menentukan prioritas : a) Klien mungkin puas dengan situasi demikian b) Bangkitkan perubahan tetapi jangan memaksakan c) Keamanan atau rasa aman adalah kebutuhan yang utama d) Cegah timbulnya masalah 4) Sediakan cukup waktu bagi klien untuk mendapat masukan 5) Tulis semua rencana dan jadwal e.

Tindakan keperawatan 1) Tumbuhkan dan bina rasa saling percaya. 2) Sediakan cukup penerangan dan hindarkan cahaya yang menyilaukan. 3) Tingkatkan rangsangan panca indera melalui : buku yang di cetak besar, perubahan lingkungan, beri warna yang dapat dilihat klien. 4) Beri perawatan sirkulasi : hindari menggunakan pakaian yang ketat

atau

sempit,

dorong

melakukan

aktivitas

untuk

meningkatkan sirkulasi. 5) Beri perawatan pernapasan dengan cara : membersihkan hidung, tingkatkan aktivitas pernapasandenagn latihan napas dalam & latihan batuk. 6) Beri perawatan pada alat pencernaan : rangsang napsu makan dengan memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering dan kualitas yang bergizi, sediakan makanan yang hangat, berikan makanan yang disukai 7) Beri perawatan genitourinaria dengan cukup cairan yaitu 2000 – 3000 ml/hari, sediakan waktu untuk diskusi atau konsultasi. 8) Berikan perawatan kulit dengan menjelaskan dan dorong klien mandi bersih 2x sehari untuk mencegah kekeringan kulit,

gunakan sabun/ lotion yang mengandung lemak untuk menambah kesehatan kulit. 9) Berikan perawatan muskuloskeletal dengan mengganti posisi setiap 2 jam, lakukan latihan aktif dan pasif, beri latihan gerak pada semua sendi selama 3 kali. 10) Menjelaskan

dan

mendorong

untuk

melakukan

aktivitas

psikososial agar tercipta suasana normal. 11) Memelihara keselamatan dengan mengusahakan agar pagar tempat tidur/ pengaman tetap terpasang dan memberi penyangga sewaktu berdiri bila diperlukan.

C. KONSEP

DASAR

ASKEP

LANSIA

DENGAN

GANGGUAN

PERILAKU 1. Pengertian Menurut Azizah, (2011) Gangguan perilaku adalah berubahnya perilaku individu dari kehidupan sehari-hari. Gangguan perilakau pada lansia

terjadi lebih dikarenakan perubahan-perubahan yang terjadi

terutama fungsi kognitif. Gangguan lansia seperti dibawah ini: a.

Sering ditemukan pada klien dengan demensia

b.

Perlu perhatian segera jika muncul gejala 1) Agresifitas fisik 2) Wandering (keluyuran dan tersesat) 3) Restlessness (gelisah hebat) 4) Waham (keyakinan aneh-tidak logis) 5) Halusinasi 6) Depresi

7) Gangguan tidur 2. Etiologi Penurunan zat-zat kimiawi yang ada di otak,penurunan volume otak akibat nekrosis sel otak,penurunan berbagai fungsi otak diantaranya: a. Penurunan daya ingat b. Menghitung c. Berbahasa d. Merencanakan e. Memutuskan f. Orientasi g. Menyelesaikan masalah 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi a. Perubahan lingkungan (sering pindah ruangan,ganti pengasuh b. Perilaku pengasuh 1) Sering merubah ritinitas klien 2) Menyuruh klien diluar kemampuan 3) Sering mengkritik 4) Kurang memperhatikan kebutukan 5) Cerewet pada klien c. Reaksi usila terhadap stres 1) Delusi Keyakinan yang salah terhadap sesuatu dan tidak dapat di koreksi meskipun sudah diberitahu.

Contoh: yakin seseorang telah mencuri barangnya padahal lupa menyimpan 2) Halusinasi Seolah-olah melihat dan mendengar sesuatu 3) Depresi Murung, apatis, cemas, bertnya terus berulang-ulang tentang kejadian yang akan datang (sindrom godot) takut sendiri, takut gelap, takut mandi, takut keluar rumah 4) Wandering a) Mengikuti terus kemana pengasuh pergi b) Mengelilingi rumah atau halaman c) Mencuci atau menjemur berulang d) Melipat-lipat kain e) mondar mandir f) keluyuran malam hari g) kabur tersesat 4. Penatalaksanaan a. Terapi non obat b. Terapi obat Pertimbangan : diberikan jika gangguluan perilaku cukup berat dan membahayakan diri sendiri dan orang lain. Pilihan obat dipertimbangkan atas manfaat,efek samping,bahaya dan kondisi fisik

5. Pencegahan. a) Peran keluarga 1) Melakukan komunikasi yang terarah 2) Mempertahankan kehangatan keluarga 3) Membantu melakukan persiapan sehari-hari 4) Membantu dalam hal transportasi 5) Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan b) Peran perawat 1) Di rumah Perawat perawatan dirumah memiliki kesempatan dan tanggung jawab khusus untuk membantu mencegah kesepian, depresi, fobia, dan perilaku paranoid pada lansia yang tinggal di rumah, terutama mereka yang terisolasi dan memiliki keterbatasan atau tidak memiliki sistem dukungan sosial. Perawat perawatan kesehatan dirumah harus selalu memperhatikan adanya tanda dan gejalapenganiayaan pada lansia oleh anggota keluarga atau pemberi pelayanan perawatan yang lain 2) Di rumah sakit Perawat yang bekerja di rumah sakit memiliki tanggung jawab yang unik dalam perencanaan pulang dan pendidikan kesehatan pada klien lansia dan keluarganya.klien lansia yang tidak sepenuhnya mengerti instruksi-instruksi tentang perawatan di rumah mungkin tidak bertanya kepada perawat karena takut

dianggap binggung atau tidak dapat belajar karena usianya yang sudah tua.konsekuensinya klien akan merasa cemas dan tidak berharga. Instruksi yang jelas,spesifikasi dan ditulis dengan huruf berukuran besar adalah sangat penting, terutama jika berhubungan

dengan pengobatan dan tindakan.sehingga

hospitalisasi ulang tidak perlu terjadi. 3) Tindakan keperawatan (a) Pasien dengan agitasi agresifitas (1) Hindari

situasi

yang

memprovokasi

dan

adu

argumentasi (2) Tenangkan pasien dengan suara mantap (3) Gunakan sentuhan bila perlu (4) Ambil pososi yang tidak mengancam pasien (5) Alihkan perhatian pada hal lain (6) Ajak pasien untuk pindah ruangan (7) Hindari pengikatan secara fisik (b) Pasien dengan wandering (1) Jelaskan pada pasien dimana ia berada saat ini mengapa ia sampai disini (2) Tanyakan pada pasien hendak kemana (3) Usahakan keleluasaan gerak didalam dan di luar ruangan,gunakan

kunci,alaram

keluyuran sendirian

agar

pasien

tidak

(4) Jika pasien masih mampu membaca secarik kertas “tetap tenang dan jangan kemana-mana,” “hubungi nomor telopon berikut”. (5) Pakaikan gelang dengan tulisan “memory impairtment” sehingga orang melihat dapat memberi pertolongan (c) Pasien dengan perilaku memalukan (1) Jika pasien telanjang :berikan padanya selimut atau jubah dan bantu pasien untuk mengenakannya (2) Jika pasien masturbasi: jangan menunjukan kemarahan atau kaget (3) Bimbinglah pasien keruangan pribadinya (4) Alihkan perhatian pasien dengan memberi sesuatu untuk dikerjakan (d) Pasien dengan gangguan tidur malam hari (1) Tingkatkan aktivitas fisik pada siang hari (2) Mandi dengan air hangat (3) Tidur dan bangun pada waktu yang tetap (4) Makan teratur,hindari alkohol,kopi dan rokok (5) Mengurangi minum menjelang tidur (6) Kurangi cahaya dan suara bising saat bising

Related Documents

Bab Ii Klompok 2.docx
June 2020 22
Bab Ii
November 2019 85
Bab Ii
June 2020 49
Bab Ii
May 2020 47
Bab Ii
July 2020 48
Bab Ii
June 2020 44

More Documents from ""