BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian irigasi Irigasi adalah sejumlah air yang pada umumnya diambil dari sungai atau bendung yang dialirkan melalui system jaringan irigasi untuk menjaga keseimbangan jumlah air didalam tanah. (Suharjono, 1994) Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/1982 Ps. 1, pengertian irigasi, bangunan irigasi, dan petak irigasi telah dibakukan yaitu sebagai berikut : 1. Irigasi adalah usaha penyediaan dan penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian. 2. Jaringan irigasi adalah saluran dan bangunan yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian pemberian dan penggunaannya. 3. Daerah irigasi adalah kesatuan wilayah yang mendapat air dari satujaringan irigasi. 4. Petak irigasi adalah petak tanah yang memperoleh air irigasi.
2.2
Maksud dan Tujuan Irigasi Maksud irigasi adalah suatu sistem pemberian air ketanah-tanah pertanian
guna mencukupi kebutuhan tanaman agar tanaman tersebut tumbuh dengan baik. Adapun tujuan dari irigasi antara lain : a) Membasahi tanaman Membasahi tanah dengan menggunakan air irigasi bertujuan memenuhi kekurangan air didaerah pertanian pada saat air hujan kurang atau tidakada. Hal ini penting sekali karena kekuranggan air yang di perlukan untuk tumbuh dapat mempengaruhi hasil panen tanaman tersebut.
b) Merabuk Merabuk adalah pemberian air yang tujuannya selain membasahi juga member zat-zat yang berguna bagi tanaman itu sendiri c) Mengatur suhu Tanaman dapat tumbuh dengan baik pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah, sesuai dengan jenis tanamannya. d) Membersihkan tanah / memberantas hama Makhsud irigasi juga pertujuan untuk membasmi hama-hama yang berada dan bersarang dalam tanah dan membahayakan bagi tanaman sehingga pada musim kemarau sebaiknya sawah diberikan air agar sifat garamnya hilang. e) Kolmatase Kolmotase adalah pengairan dengan maksud memperbaiki / meninggikan permukaan tanah. f) Menambah persediasan air tanah Tujuan bermaksud menambah persediaan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Biasanya dilakukan dengan cara menahan air disuatu tempat, sehingga memberikan kesempatan pada air tersebut untuk meresap kedalam tanah yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh yang memerlukan. (sumber: standar perencanaan irigasi KP-01) 2.3
Jenis-jenis Irigasi 2.3.1 Irigasi gravitasi Sistem irigasi ini memanfaatkan gaya gravitasi bumi untuk pengaliran airnya.Dengan prinsip air mengalir dari tempat yang tinggi menuju tempat yang rendah karena ada gravitasi. Jenis irigasi yang menggunakan sistem irgiasi seperti ini adalah: irigasi genangan liar, irigasi genangan dari saluran, irigasi alur dan gelombang.
2.3.2 Irigasi siraman Pada sistem irigasi ini air dialirkan melalui jaringan pipa dan disemprotkan ke permukaan tanah dengan kekuatan mesin pompa air. Sistem ini biasanya digunakan apabila topografi daerah irigasi tidak memungkinkan untuk penggunaan irigasi gravitasi. Ada dua macam sistem irigasi saluran, yaitu: pipa tetap dan pipa bergerak. 2.3.3 Irigasi bawah permukaan Pada sistem ini air dialirkan dibawah permukaan melalui saluransaluran yang ada di sisi-sisi petak sawah. Adanaya air ini mengakibatkan muka air tanah pada petak sawah naik. Kemudian air tanah akan mencapai daerah penakaran secara kapiler sehingga kebutuhan air akan dapat terpenuhi. 2.3.4 Irigasi tetesan Air dialirkan melalui jaringan pipa dan diteteskan tepat di daerah penakaran tanaman dengan menggunakan mesin pompa sebagai tenaga penggerak. Perbedaan jenis sistem irigasi ini dengan sistem irigasi siraman adalah pipa tersier jalurnya melalui pohon, tekanan yang dibutuhkan kecil (1 atm).(Sumber: standar perencanaan irigasi KP-01)
2.4 Klasifikasi Jaringan Irigasi 2.4.1 Jaringan irigasi sederhana Di dalam irigasi sederhana, pembagian air tidak diukur atau diatur, air lebih akan mengalir ke saluran pembuang. Para petani pemakai air itu tergabung dalam satu kelompok jaringan irigasi yang sama, sehingga tidak memerlukan keterlibatan pemerintah di dalam organisasi jaringan irigasi semacam ini. Persediaan air biasanya berlimpah dengan kemiringan berkisar antara sedang sampai curam. Oleh karena itu hampir-hampir tidak diperlukan teknik yang sulit untuk sistem pembagian airnya.
2.4.2 Jaringan irigasi semi teknis Dalam banyak hal, perbedaan satu-satunya antara jaringan irigasi sederhana dan jaringan semi teknis adalah bahwa jaringan semi teknisini bendungnya terletak di sungai lengkap dengan bangunan pengambilan dan bangunan pengukur di bagian hilirnya. Mungkin juga dibangun beberapa bangunan permanen di jaringan saluran. Sistem pembagian air biasanya serupa dengan jaringan sederhana. Adalah mungkin bahwa pengambilan dipakai untuk melayani/mengairi daerah yang lebih luas dari daerah layanan pada jaringan sederhana. Oleh karena itu biayanya ditanggung oleh lebih banyak daerah layanan. Organisasinya akan lebih rumit jika bangunan tetapnya berupa bangunan pengambilan dari sungai, karena diperlukan lebih banyak keterlibatan dari pemerintah. 2.4.3 Jaringan irigasi teknis Salah satu prinsip dalam perencanaan jaringan teknis adalah pemisahan antara jaringan irigasi dan jaringan pembuang/pematus. Hal ini berarti bahwa baik saluran irigasi maupun pembuang tetap bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing, dari pangkal hinggaujung. Saluran irigasi mengalirkan air irigasi ke sawah-sawah dan saluran pembuang mengalirkan air lebih dari sawah-sawah ke saluran pembuang alamiah yang kemudian akan diteruskan ke laut. (sumber: standar perencanaani irigasi KP-01) 2.5
Petak irigasi 2.5.1 Petak tersier Petak tersier menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya kesaluran tersier. Petak tersier yang kelewat besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jenis tanaman dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak
tersier idealnya maksimum50ha,tapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir sampai seluas 75ha,disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan lebih mudah.Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit,jalan,batas desa dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault).Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter,masing-masing seluas kurang lebih 8 -15 ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan,bentuk petak tersier sebaik nya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer. Perkecualian kalau petak-petak tersier tidak secara langsung terletak disepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian,memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m,tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500m.Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m,tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m. 2.5.2 Petak sekunder Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primeratau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi yang jelas,seperti misalnya
saluran
pembuang.Luas
petak
sekunder
bisa
berbeda-
beda,tergantung pada situasi daerah.Saluran sekunder sering terletak dipunggung medan mengairi kedua sisi saluran hingga saluran pembuang yang membatasinya. Saluran sekunder boleh juga direncana sebagai saluran garis tingg yang mengairi lereng-lereng medanyang lebih rendah saja.
2.5.3 Petak primer Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder, yang mengambil air langsung dari saluran primer.Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil airnya langsung dari sumberair,biasanya sungai. Proyekproyek irigasi tertentu mempunyaiDua saluran primer.Ini menghasilkan dua petak primer.Daerah disepanjang saluran primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari saluran sekunder.Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi,daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer. 2.6
Bangunan irigasi Bangunan irigasi digunakan untuk keperluan dalam menunjang pengambilan
dan pengaturan air irigasi, sehingga air dapat mengalir dengan baik ke areal persawahan. 2.6.1 Bangunan utama Bangunan utama (head works) dapat didefinisikan sebagai kompleks bangunan yang direncanakan dan disepanjang sungai atau aliran air untuk membelokkan air kedalam jaringan saluran agar dapat dipakai untuk keperluan irigasi.Bangunan utama bisa mengurangi kandungan sedimen yang berlebihan,serta mengukur banyaknya air yang masuk.Bangunan utama terdiri dari bendung dengan peredam energi,satu atau dua pengambilan utama pintu bilas kolam olah dan (jika diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir pekerjaan sungai dan bangunan-bangunan pelengkap.Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam sejumlah kategori, bergantung kepada perencanaan nya. Berikut ini terdapat beberapa kategori antara lain: 1.Bendung atau Bendung gerak 2. Bendung karet 3. Pengambilan bebas 4. Pengambilan dari waduk
5. Stasiun pompa 6. Kolam Olak Loncat air yang terjadi di hilir bangunan air dapat merusak dasar saluran ataupun bagian sungai yang tak terlindungi. Untuk menghasilkan debit terbaik untuk peredaman energi, maka semua debit harus dicek dengan muka air hilirnya. Jika ada kemungkinan degradasi, maka harus dibuat suatu perhitungan dengan muka air hilir terendah yang mungkin terjadi. Degradasi harus dicek jika: a.
Bangunan air dibangun pada sudetan,
b.
Sungai tersebut merupakan sungai alluvial dan bahan tanah yang dilalui rawan terhadap erosi,
c.
Terdapat waduk di hulu bangunan. Bila degradasi sangat mungkin terjadi tetapi tidak ada data pasti yang
tersedia, maka harga sembarang degradasi harus digunakan dalam perencanaan kolam olak. Dalam hal ini perencana harus berhati-hati untuk memberikan kemungkinan pelaksanaan guna memperbaiki degradasi di masa mendatang yang ternyata melebihi perkiraan semula. Panjang loncat air dapat sangat diperpendek dengan menggunakan blok-blok halang dan blok-blok muka seperti tipe kolam USBR tipe III (Gambar 2.1) yang dapat dipakai jika bilangan Froude tidak lebih dari 4,5.
Sumber: KP – 02 Gambar 2.1 Karaketristik kolam olak untuk dipakai dengan bilangan Froude diatas 4,5 (kolam USBR tipe III) Jika kolam tersebut dibuat dari pasangan batu, blok halang dan blok muka dapat dibuat seperti Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Blok-blok halang dan blok-blok muka Kondisi dasar sungai dan tipe sedimen yang diangkut memainkan peranan penting dalam pemilihan kolam olak: a. Bendung di sungai yang mengengkut bongkah atau batu-batu besar dengan dasar yang relatif tahan gerusan, biasanya cocok dengan kolam olak tipe bak tenggelam
yang relatif pendek tetapi dalam, seperti pada Gambar 2.3. Tipe bak tenggelam tersebut juga digunakan jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman normal hilir, dan angka Froude rendah.
Sumber: KP – 02 Gambar 2.3 Peredam Energi tipe bak tenggelam `
Perilaku hidraulis peredam energi tipe bak tenggelam ini bergantung pada
terjadinya kedua pusaran, dimana satu pusaran permukaan bergerak ke arah berlawanan jarum jam di atas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak searah perputaran jarum jam dan terletak dibelakang ambang ujung. 2.6.2 Bangunan Ukur Aliran akan diukur pada bagian hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free overflow) dan bangunan ukur alirah bawah (underflow). Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air. Bangunan ukur yang dapat dipakai sesuai KP 01 ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut. (penjelasan jenis-jenis alat ukur dijelaskan pada bab 3).
Tabel 2.1 Alat-alat ukur Tipe
Mengukur dengan
Mengatur
Bangunan ukur Ambang lebar
Aliran atas
Tidak
Bangunan ukur Parshall
Aliran atas
Tidak
Bangunan ukur Cipoletti
Aliran atas
Tidak
Bangunan ukur Romijin
Aliran atas
Ya
Bangunan ukur Crump-de Gruyter
Aliran bawah
Ya
Bangunan sadap Pipa bawah
Aliran bawah
Ya
Constant-Head Oriflce (CHO)
Aliran bawah
Ya
Cut Throat Flume
Aliran atas
Tidak
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Jaringan Irigasi KP-01) Untuk memudahkan operasi dan pemeliharaan, bangunan ukur yang dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya tidak terlalu banyak, dan diharapkan pula pemakaian alat ukur tersebut dapat benar-benar mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh petani. •
•
Ambang Lebar -
Alat Ukur Drempel
-
Alat Ukur Romyjin
-
Alat Ukur Vlueter
-
Alat Ukur Parshall
Ambang Tipis -
Alat Ukur Cipoletti
-
Alat Ukur Thomson
-
Alat Ukur Rechboch
A. Alat Ukur Ambang Lebar (Drempel) Bangunan ukur ambang lebar dianjurkan karena bangunan itu kokoh dan mudah dibuat. Karena bisa mempunyai berbagai bentuk mercu, bangunan ini mudah disesuaikan dengan tipe saluran apa saja. Hubungan tunggal antara muka air hulu dan debit mempermudah pembacaan debit secara langsung dari papan duga, Bentuk alat ukur drempel sesuai dengan gambar 2.3 dibawah ini.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04) Gambar 2.4 Alat Ukur Drempel Persamaan debit untuk alat ukur ambang lebar dengan bagian pengontrol segi empat adalah :
Dimana : Q = debit m3/dt Cd = koefisien debit Cd adalah 0,93 + 0,10 H1/L, for 0,1 < H1/L < 1,0 H1 adalah tinggi energi hulu, m
L adalah panjang mercu, m Cv = Koefisien kecepatan datang g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈9,81) bc = lebar mercu, m h1 = kedalaman air hulu terhadap ambang bangunan ukur, m Kelebihan – kelebihan yang dimiliki alat ukur ambang lebar -
Bentuk hidrolis luwes dan sederhana
-
Konstruksi kuat, sederhana dan tidak mahal
-
Benda – benda hayut bisa dilewatkan dengan mudah
-
Eksploitasi mudah
Kelemahan – kelemahan yang dimiliki alat ukur ambang Lebar -
Bangunan ini hanya dapat dipakai sebagai bangunan pengukur saja
-
Hanya untuk aliran yang tidak tenggelam. B. Alat Ukur Ambang Tajam Ambang tajam adalah salah satu alat pengukur debit yang cukup mudah dalam pembuatan dan pengoperasiannya. Ambang ini menggunakan prinsip aliran kritis untuk mengukur aliran dimana debit yang mengalir dapat dihitung dengan hanya mengukur tinggi muka air di hulu ambang. Ambang tajam yang sering digunakan memiliki penampang berbentuk segi tiga (VNotch), segi empat (rectangular), trapezium (Cipoletti) atau bentuk lain
Alat Ukur Cipoletti Alat ukur ini merupakan penyempurnaan dari alat ukur ambang tajam
yang dikontraksi sepenuhnya. Alat ukur ini memiliki potongan pengontrol trapesium, mercunya horizontal dan sisi-sisinya miring ke samping dengan kemiringan 4:1 (4 vertikal : 1 horizontal) Gambar alat ukur Cipoletti:
Gambar 2.5 Alat Ukur Cipoletti Perencanaan Hidrolis Persamaan debit
Di mana: •
Q
= debit (m3/detik)
•
Cd
= koefisien debit = 0,68
•
Cv
= koefisien kecepatan ≈ 1
•
g
= percepatan gravitasi
•
b1
= lebar mercu alat ukur
•
h1
= tinggi air di atas alat ukur
•
z
= kehilangan tinggi energi
Bila disederhanakan, rumus tersebut menjadi: •
Untuk g = 9,8 m/dt2
•
Untuk g = 10 m/dt2
•
Harga z
Ambang Tipis/ Ambang Tajam Segi Empat Bentuk penampang pelimpah aliran dari ambang tajam penampang
berbentuk empat persegi panjang (lihat Gambar 3.3 di bawah ini).
Gambar 2.6 Ambang Tajam Persegi Empat (Puslitbang Sumber Daya Air-NSPM. SNI 03-6455.5-2000). Kontraksi pada ambang adalah jika tembok sisi dan dasar dari saluran pengarah cukup jauh dari sisi bagian puncak, sehingga kontraksi nappe tidak terpengaruh oleh batasan-batasan, maka ambang dapat diistilahkan sebagai berkontraksi penuh. Dengan jarak lebih pendek terhadap dasar atau dinding
sisi, atau kedua-duanya, ambang tersebut hanya berkontraksi sebagian. Persyaratan kontraksi, antara lain adalah sebagai berikut : a) Bagian limpasan empat persegi panjang dapat mempunyai kontraksi penuh atau sebagian atau kontraksi samping. b) Ambang bertekan; jika terdapat kontraksi pada sisi dan mercu ambang melebihi lebar saluran, maka ambang disebut sebagai “berlebar penuh atau bertekan”. Dalam hal saluran masuk harus empat persegi panjang dan dinding saluran harus mencakup sekurang-kurangnya 0,3H bagian hilir pelat ambang.
Ambang Tajam Segitiga/ Thompson Untuk ambang tipis segi tiga menurut SNI 03-6455.4-2000. Ambang
adalah bagian dasar pelimpah yang berfungsi sebagai alat pengukur aliran. Debit adalah volume aliran air yang mengalir persatuan waktu tertentu. Bentuk penampang pelimpah aliran dari ambang tajam segi tiga yaitu penampang berbentuk segi tiga sama kaki seperti huruf V yang puncak sudut ambang mengarah ke hilir.
Gambar 2.7 Bentuk Penampang Ambang Tajam Segitiga (Puslitbang Sumber Daya Air-NSPM. SNI 03-6455.4-2000). Alat ukur Thomson termasuk alat ukur ambang tipis. Pada daerah dengan kemiringan relatif terjal dipakai alat ukur Cipoletti atau alat ukur Thomson. Untuk daerah datar sebaiknya dipakai alat ukur Drempel, Romijn, atau Vlughter. Rechboch
•
b
= lebar alat ukur (m)
•
B
= lebar dasar saluran (m)
Harga Cc tertera pada tabel sebagai berikut: Tabel 2.2 Harga Cc alat ukur ambang tipis segi 4 b/B
Cc
1,00
0,602 + 0,075(H/P)
0,90
0,599 + 0,064(H/P)
0,80
0,597 + 0,045(H/P)
0,70
0,595 + 0,030(H/P)
0,60
0,593 + 0,018(H/P)
0,50
0,592 + 0,010(H/P)
0,40
0,591 + 0,0058(H/P)
0,30
0,590 + 0,0020(H/P)
0,20
0,588 - 0,0018(H/P)
0,10
0,588 - 0,0021(H/P)
Di mana: •
Q
= debit (m3/detik)
•
Cc
= koefisien
•
H
= tinggi air di atas ambang alat ukur (m)
•
P
= tinggi ambang alat ukur (m)
lihat tabel
Besaran debit dapat diklasifikasikan dengan perbandingan:
Besarnya debit yang melalui pada pelimpah ambang tajam penampang segi tiga dapat ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
dimana : Q
= Debit hasil pengukuran (l/dtk)
H
= Tinggi muka air di depan ambang (cm)
Cd
= 0.581 α
C.
Alat Ukur Parshall Flume
= 90°
Parshall flume adalah alat ukur debit dengan cara membuat aliran kritis yang dapat dilihat dengan terjadinya loncatan air pada bagian tenggorokan (throat section). Bila terjadi aliran tenggelam yang dapat dilihat dengan mengecilnya loncatan air pada bagian tenggorokan (submerged flow), maka perlu diadakan koreksi debit pada debit yang diukur (V.T. Chow, Open Channel Hydraulics). Besarnya debit yang lewat pada tenggorokan dalam kondisi kritis dinyatakandalam Persamaan yang tertera pada Tabel 8.1. (R.L. Parshall, 1920).
Gambar 2.8 Skema Alat Ukur Parshall Flume
Tabel 2.3 Persamaan Debit Alat Ukur Parshall Flume
Lebar Tenggorokan W
Persamaan
3”
Q = 0.992 Ha1.547
6”
Q = 2.06 Ha1.58
9”
Q = 3.07 Ha1.53
12” sampai 8”
Q = 4W Ha1.522W 0.026
10” sampai 50”
Q = ( 3.6875W + 2.5 ) Ha1.6
dimana : Ha = Tinggi air pada tenggorokan (ft) W = Lebar Tenggorokan (ft) Q = Debit lewat tenggorokan ( ft3/dt ) Alat ukur parshall adalah alat ukur yang sudah diuji secara laboratoris untuk mengukur aliran dalam saluran terbuka. Bangunan itu terdiri dari sebuah peralihan penyempitan dengan lantai yang datar, leher dengan lantai miring ke bawah, dan peralihan pelebaran dengan lantai miring ke atas. karena lereng-lereng lantai yang tidak konvensional ini, aliran tidak diukur dan diatur di dalam leher, melainkan didekat ujung lantai datar peralihan penyempitan .Dengan adanya lengkung garis aliran tiga-dimensi pada bagian pengontrol ini, belum ada teori hidrolika untuk menerangkan aliran melalui alat ukur Parshall:
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04) Gambar 2.9 Tata letak alat ukur Parshall D.
Alat Ukur Romijn Pintu Romijn adalah alat ukur ambang lebar yang bisa digerakkan
untuk mengatur dan mengukur debit di dalam jaringan saluran irigasi. Agar dapat bergerak, mercunya dibuat dari pelat baja dan dipasang di atas pintu sorong Pintu ini dihubungkan dengan alat pengangkat.
Tipe – tipe alat ukur Romijn Sejak pengenalannya pada tahun 1932, pintu Romijn telah dibuat dengan tiga bentuk mercu (Gambar 3.8), yaitu :
1.
Bentuk mercu datar dan lingkaran gabungan untuk peralihan penyempitan hulu (Gambar 3.8A) ii. Bentuk mercu miring ke atas 1:25 dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar 3.8B)
2.
Bentuk mercu datar dan lingkaran tunggal sebagai peralihan penyempitan (Gambar 3.8 C) Mercu horisontal & lingkaran gabungan : Dipandang dari segi hidrololis, ini merupakan perencanaan yang baik. Tetapi pembuatan kedua lingkaran gabungan sulit, padahal tanpa lingkaran –lingkaran itu pengarahan air diatas mercu pintu bisa saja dilakukan tanpa pemisahan aliran.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan KP-04) Gambar 2.10 Perencanaan mercu alat ukur Romijn 2.6.3 Bangunan bagi dan sadap Bangunan bagi dan sadap pada irigasi teknis dilengkapi dengan pintu dan alat pengukur debit untuk memenuhi kebutuhan air irigasi sesuai jumlah dan pada waktu tertentu.Untuk itu kriteria ini menetapkan agar diterapkan tetap memakai pintu dan alat ukur debit dengan memenuhi tiga syarat proporsional. a. Bangunan bagi terletak disaluran primer dan sekunder pada suatu titik cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran ataulebih.
b. Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder ke saluran tersier penerima. c. Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian bangunan.Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau lebih(tersier,subtersier dan atau kuarter). 2.6.4 Bangunan pengatur dan pengukur Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, dicabang saluran jaringan primer dan dibangunan sadap sekunder maupuntersier. Bangunan ukur dapat dibedakan menjadi bangunan ukur aliran atas bebas (free over flow) dan bangunan ukur aliran bawah (under flow).Beberapa dari bangunan pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran air.Berdasarkan KP-04 Bangunan memberikan uraian terinci mengenai peralatan ukur dan penggunaannya.Peralatan berikut dianjurkan pemaka iannya: a. Di hulu saluran primer. Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk penguku ran dan pintu sorong atau radial untuk pengatur. b. Dibangunan bagi/bangunan sadap sekunder, Pintu romijn dan pintu crumpdegruyter dipakai untuk mengukur dan mengatur aliran.Bila debit terlalu besar,maka alat ukur ambang lebar dengan pintu sorong atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran primer. c. Dibangunan sadap tersier Untuk mengatur dan mengukur aliran dipakai alat ukur romijn atau jika fluktuasi disaluran besar dapat dipakai alat ukur crump-degruyter. Dipetak-petak tersier kecil di sepanjang saluran primer dengan tinggi muka air yang bervariasi dapat dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana, dilokasi yang petani tidak bisa menerima bentuk ambang sebaiknya dipasang alat ukur parshall atau cutthroat flume. Alat ukur parshall memerlukan
ruangan
yang
panjang,presisiyang
tinggi
dan
sulit
pembacaannya, alat ukur cutthroat flume lebih pendek dan mudah pembacaannya. 2.6.5 Bangunan lindung Bangunan Lindung diperlukan untuk melindungi saluran baik dari dalam maupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan terhadap limpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan eksploitasi atau akibat masuknya air dan luar saluran. Bangunan lindung terdiri dari: a. Bangunan pembuang silang b. Pelimpah (spillway) c. Bangunan penggelontor sedimen (sedimen texcluder) d. Bangunan penguras (wasteway) e. Saluran pembuang samping f. Saluran gendong 2.6.6 Bangunan pelengkap Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar.Pada umumnya tanggul diperlukan disepanjang sungai di sebelah hulu bendung atau di sepanjang saluran primer.
2.7
Standar Tata Nama Nama-nama yang diberikan untuk saluran-saluran irigasi dan pembuang,
bangunan-bangunan dan daerah irigasi harus jelas dan logis.Nama yang diberikan harus pendek dan tidak mempunyai tafsiran ganda (ambigu). Nama-nama harus dipilih dan dibuat sedemikian sehingga jika dibuat bangunan baru kita tidak perlu mengubah semua nama yang sudah ada.
2.7.1 Daerah irigasi Daerah irigasi dapat diberi nama sesuai dengan nama daerah setempat, atau desapenting didaerah itu, yang biasanya terletak didaerah bangunan utama atau sungai yang airnya diambil untuk jaringan irigasi, contohnya adalah Daerah Irigasi Jatiluhur. Apabila ada dua pengambilan atau lebih, maka daerah irigasi tersebut sebaiknya diberi nama sesuai dengan desa desa terkenal di daerah-daerah layanan setempat. 2.7.2 Saluran irigasi Saluran irigasi primer sebaiknya diberi nama sesuai dengan daerah irigasi yang dilayani. Saluran sekunder sering diberinama sesuai dengan nama desa yang 16 terletak dipetak sekunder. Petak sekunder akan diberi nama sesuai dengan nama saluran sekundernya.Saluran dibagi menjadi ruas-ruas yang berkapasitas sama. Bangunan pengelak atau Bagi adalah bangunan terakhir disuatu ruas. Bangunan-bangunan yang ada diantarabangunanbangunan bagi sadap (gorong-gorong. jembatan, talang bangunan terjun,dan sebagainya) diberi nama sesuaidengan nama ruas dimana bangunan tersebut terletak juga mulai dengan huruf B (bangunan) lalu diikuti dengan huruf kecil sedemikian sehingga bangunan yang terletak diujung hilir mulai dengan "a" danbangunan-bangunan yang berada lebih jauh dihilir memakai hurut b,c, dan seterusnya. 2.7.3 Jaringan pembuang Pada umumnya jaringan pembuang primer merupakan sungai-sungai alamiah, yang semuanya akan diberi nama. Apabila ada saluran-saluran pembuang primer baru yang akan dibuat, maka saluran-saluran diberi nama tersendiri. Jika saluran pembuang dibagi menjadi ruas-ruas, maka masingmasing akan diberi nama mulaidari ujung hilir.Pembuang sekunder pada umunya berupa sungai atau anak sungai yang lebih kecil. Beberapa diantaranya sudah memiliki nama tetap biasa dipakai, jika sungai akan ditunjukkan dengan sebuah huruf bersama-sama dan nomor seri, nama-nama
ini akan diawali dengan huruf d (drainase). Pembuang tersier adalah pembuang kategori terkecil dan akan dibagi-bagi menjadi ruas-ruas dengan debit seragam, masing-masing diberi nomor. Masing-masing petak tersier akan mempunyai nomor seri sendiri-sendiri.
2.8 Analisa Hidrologi 2.8.1 Curah hujan effektif Yang dimaksud dengan curah hujan effektif adalah bagian dari curah hujanyang effektif untuk suatu proses hidrologi yang dimanfaatkan, datanya diambil dari data curah hujan dengan jumlah pengamatan tertentu (minimal 10 tahun) yang telah dilengkapi dan disusun sesuai urutan rangking dan mempunyai resiko kegagalan tertentu misalnya 20% maksimum, persentase keberhasilannya menjadi 80%. Cara penentuannya dipakai persamaan: M = n5 + 1
Dimana:
m = Urutan CH Effektif dari yang terendah
n = Jumlah tahun pengamatan 2.8.2 Debit andalan Debit andalan adalah debit yang berasal dari sutu sumber air yang diharapkan dapat disadap denga resiko kegagalan tertentu, umumnya dengan resiko tak terpenuhi 20%. Untuk penentuan debit andalan ada tiga metode analisis yang dapat dipakai 1. Analisis Frekuensi Data Debit. 2. Pengamatan Lapangan. 3. Neraca Air.
Untuk penentuan dengan analisis frekuensi, sebaiknya tersedia data debit 20 tahun atau lebih, dengan kemungkinan tak terpenuhinya 20%. Dengan menggunakan rumus rasional dapat menghitung debit andalan yaitu: Q=0,278 C I A Dimana: Q = Debit (m3/det) C= Koefisien aliran I= Intensitas curah hujan bulanan rata-rata (mm/jam) A= Luas daerah pengaliran sungai (km2) (sumber: Lily Montarcih, 2010) 2.8.3 Dimensi saluran Setelah debit air masing-masing diketahui maka dapat dihitung dimensi saluran. Pada umumnya jaringan irigasi menggunakan saluran berbentuk trapesium, untuk menentukan dimensi saluran ini menggunakan tabel yang dikeluarkan oleh Direktorat Irigasi Pekerjaan Umum yang telah tercantum ukuran perbandingan dimensi, kemiringan talud, dan lain-lain yang disesuaikan dengan debit yang dibutuhkan. Untuk menentukan dimensi saluran primer terlebih dahulu harus diketahui elevasi saluran primer, dimana elevasi air disaluran primer ditentukan sebagai berikut: 1. Elevasi sawah terjauh dan tertinggi yang akan dia iri. 2. Tinggi genangan air disawah. 3. Jumlah kehilangan energi: a. Dari saluran tersier kesawah. b. Dari saluran sekunder ketersier. c. Dari saluran primer ke sekunder.
d. Akibat kemiringan saluran. e. Kehilangan energy disaluran pengambilan atau sadap. Adapun langkah-langkah menentukan dimensi saluran, yaitu: 1. Menentukan debit air sawah (Q), m3/det Q = A .a 2. Menentukan luas penampang saluran (A), m2
F = Q/V
3. Menentukan tinggi (h) dan lebar dasar saluran (b)
Fd = (b + h).h
4. Kecepatan design (Vd)
Vd = Q/Fd
5. Menentukan keliling basah O = bd + 2.hd √1+m2
6. Jari-jari hidrolis (R)
R = Fd/O
7. Kemiringan saluran (I) I = (Vd / K.R2/3)2
Dimana :
K = Koefisien saluran
A = Luas area
a = Kebutuhan air pada sumbernya F = Luas penampang saluran (m2)
P = Keliling basah (m)
V = Kecepatan aliran (m/det)
Vd = Kecepatan design
m = Serong talud untuk tanah lempung biasa
I = Kemiringan saluran
R = Jari-jari hidrolis (m)
O = Keliling basah
b = Lebar dasar saluran (m)
h = Tinggi saluran (m)
2.8.4 Elevasi muka air pada saluran
Dalam menentukan elevasi muka air pada saluran ditentukan dari tinggi muka tanah tertinggi pada suatu jaringan irigasi. Untuk menentukan elevasi muka air dekat pintu ukur sebelah hilir yaitu elevasi kontur pada sawah tertinggi ditambah 0,15 m ditambah selisih elevasi akibat kemiringan saluran.Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan ketinggian (elevasi) muka air pada saluran diantaranya : 1. Muka air rencana pada saluran diupayakan berada dibawah atau sama denganelevasi muka tanah asli sekitarnya, hal ini dilakukan supaya dapat mempersulit pencurian air atau penyadapan liar. 2. Mengupayakan pekerjaan galian dan timbunan seimbang, agar biaya pelaksanaan bisa dibuat seminimal mungkin. 3. Muka air direncanakan cukup tinggi agar dapat mengairi sawah-sawah yang letaknya paling tinggi pada petak tersier.Tinggi muka air pada bangunan sadap pada saluran sekunder atau primer, dihitung berdasarkan kehilangan-kehilangan tekanan yang ada pada saluran tersebut. 2.9
Dimensi saluran Umumnya saluran irigasi dibuat dengan bentuk penampang trapesium, namun
pada beberapa kebutuhan sering dibuat dengan penampang persegi empat atau setengah lingkaran. Penggunaan penampang trapesium lebih memungkinkan untuk mendapatkan stabilitas lereng bila dibandingkan dengan penampang persegi empat, maka perkuatan dengan tujuan untuk stabilitas selalu menggunakan perkuatan dari beton/beton bertulang. Secara operasional debit saluran irigasi relatif tetap terhadap waktu, dan ini dilakukan dalam waktu yang cukup panjang dengan tidak merubah besarnya debit operasional irigasi suatu DI yang diairi. Dengan demikian tipe aliran yang ada pada saluran irigasi merupakan tipe aliran permanen atau steady flow. Rumus-rumus yang dipakai sesuai tabel 1.3 berikut
Tabel 2.4 Rumus Perencanaan Dimensi Saluran (Persegi 4, trapesium, lingkaran)
Perhitungan debit yang mengalir di saluran menggunakan rumus: Q = V. A
Keterangan: Q= Debit saluran (m3/dt) V= Kecepatan air rata-rata di saluran (m/dt) A= Luas penampang basah
Rumus- rumus lain yang digunakan untuk menentukan besarnya kecepatan aliran pada aliran terbuka adalah: Rumus Aliran •
Rumus Strickler
Di mana: -
v = kecepatan aliran (m/dt)
-
K = koefisien Strickler
-
R = jari-jari hidrolis (m)
-
A = luas penampang saluran
-
P = keliling basah saluran (m)
-
m = kemiringan talud
(m2)
Gambar 2.11 Parameter Penampang Melintang Saluran Trapesium Tabel 2.5 Tabel De Vos Q (m3/dt)
KEMIRINGAN
b/h
v (m/dt)
K
TALUD (1:m) 0,15
1,0
1
0,25-0,30
35
0,15-0,30
1,0
1
0,30-0,35
35
0,30-0,40
1,0
1,5
0,35-0,40
35
0,40-0,50
1,0
1,5
0,40-0,45
35
0,50-0,75
1,0
2
0,45-0,50
35
0,75-1,50
1,0
2
0,50-0,55
40
1,50-3,00
1,5
2,5
0,55-0,60
40
3,00-4,50
1,5
3
0,60-0,65
40
4,50-6,00
1,5
3,5
0,65-0,70
40
6,00-7,50
1,5
4
0,70
42,5
7,50-9,00
1,5
4,5
0,70
42,5
9,00-11,00
1,5
5
0,70
42,5
11,00-15,00
1,5
6
0,70
45
15,00-25,00
2,0
8
0,70
45
25,00-40,00
2,0
10
0,75
45
40,00-60,00
2,0
12
0,80
45
Tabel 2.6 Pedoman Penentuan Ukuran Saluran Irigasi DEBIT
b:h
(m3/dt)
KECEPATAN
KEMIRINGAN
ALIRAN
TALUD (1:m)
KETERANGAN
(m/dt) < 0,050
1
0,25
1:1
1. Desain untuk tanah
0,050-0,150
1
0,25-0,30
1:1
0,150-0,300
1
0,30-0,35
1:1
0,300-0,400
1,50
0,35-0,40
1:1
0,30 m
0,400-0,500
1,50
0,40-0,45
1:1
3. Harga K:
0,500-0,750
2
0,45-0,50
1:1
- Bila Q > 10 m3/dt,
0,750-1,50
2
0,50-0,55
1:1
1,50-3,00
2,50
0,55-0,60
1:1
3,00-4,50
3
0,60-0,65
1:1
4,50-6,00
3,50
0,65-0,70
1:1
- Bila Q < 5 m3/dt,
6,00-7,50
4
0,70
1:1
K = 45
7,50-9,00
4,50
0,70
1:1
9,00-11,00
5
0,70
1:1
11,00-15,00
6
0,70
1:1
15,00-25,00
8
0,70
1:2
25,00-40,00
10
0,75
1:2
40,00-80,00
12
0,80
1:2
lempung biasa 2. Lebar saluran min.
K = 50 - Bila Q = 510 m3/dt, K = 47,5
Sumber data: R. Sarah Reksokusumo, 1975. Dasar-dasar untuk Membuat Perencanaan Teknis Jaringan Irigasi, Badan Penerbit PU. Catatan:
Tabel di atas digunakan untuk perencanaan teknis saluran irigasi tanpa
pasangan dengan bentuk trapesium.
Penggunaan Tabel de vos = tembak nilai V (kecepatan) dan menghitung nilai
kemiringan saluran (i), padahal dilapangan sangat tergantung pada nilai kemiringan medan/lapangan. Sehingga penggunaan table de vos dapat membuat tidak sinkronnya nilai kemiringan rencana dan kemiringan medan.