Bab Ii Bu Hera.docx

  • Uploaded by: Dhea Ayu
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Ii Bu Hera.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,870
  • Pages: 9
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengertian Kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan (anxiety) dapat diartikan sebagai perasaan kuatir, cemas, gelisah, dan takut yang muncul secara bersamaan, yang biasanya diikuti dengan naiknya rangsangan pada tubuh, seperti: jantung berdebardebar, keringat dingin. Kecemasan dapat timbul sebagai reaksi terhadap “bahaya” baik yang sungguh-sungguh ada maupun yang tidak (hasil dari imajinasi saja) yang seringkali disebut dengan “free-floating anxiety” (kecemasan yang terus mengambang tanpa diketahui penyebabnya). Biasanya rasa cemas ini terjadi pada saat adanya kejadian atau peristiwa tertentu, maupun dalam menghadapi suatu hal. Bahkan kecemasan ini perlu dimiliki oleh manusia. Apabila kecemasan itu berlebihan akan berubah menjadi abnormal, ketika kecemasan yang ada dalam diri individu menjadi berlebihan atau melebihi dari kapasitas umumnya. Individu yang mengalami gangguan seperti ini bisa dikatakan mengalami gangguan kecemasan yaitu ketakutan yang berlebihan dan sifatnya tidak rasional. Seseorang dikatakan menderita anxiety disorder apabila kecemasan atau anxietas ini mengganggu aktivitas dalam kehidupan dari diri individu tersebut. salah satunya terganggunya fungsi sosial dalam diriindividu. Misalnya, kecemasan yang berlebihan ini menghambat diri seseorang untuk menjalin hubungan akrab antar individu maupun kelompoknya. Kecemasan menurut Depkes RI (1990) adalah ketegangan, rasa tidak aman dan kekhawatiran yang timbul karena dirasakan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan. Selain itu, Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan

sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. 2.2 Klasifikasi Kecemasan Menurut Townsend (1996) ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik. a.Kecemasan Ringan Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. b.Kecemasan Sedang Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar,mudah lupa, marah dan menangis. c.Kecemasan Berat Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.

d.Panik Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan delusi. 2.3 Bentuk – Bentuk Kecemasan Menurut penyebab, dan lama berlangsungnya, kecemasan dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yakni: a.Phobic Anxiety. Yaitu kecemasan yang timbul dikarenakan oleh phobia (ketakutan) tertentu, misalnya: – Cemas karena takut berada di dalam kamar tertutup. – Cemas ketika tidur di ruang yang gelap. – Cemas lantaran berada di tempat tinggi. b.Acute Anxiety Ialah kecemasan yang muncul mendadak dengan intensitas yang tinggi, tapi tidak terlalu lama akan lenyap, misalnya: – Ketika melihat orang yang mirip dengan pembunuh keluarganya, ia segera ketakutan dan beberapa saat setelah orang tadi pergi ia tenang kembali. – Akibat mendengar hiruk pikuk yang mengingatkannya pada peristiwa Medio Mei, seorang ibu muda langsung histeris ketakutan, namun sesaat sesudah ia sadar bahwa itu bukan peristiwa sesungguhnya, ia menjadi tenang kembali. c.Chronic Anxiety Yakni kecemasan yang berlangsung lama dan terus menerus (dapat terjadi seumur hidup), meski dalam intensitas yang rendah, dan tanpa sebab yang jelas, misalnya: – Orang “kagetan”. – Hendak bepergian, selalu ingin kencing.

d.Normal Anxiety Yaitu kecemasan yang beralasan, misalnya: – Menjelang ujian, perasaan cemas muncul begitu besar. – Cemas menunggu hasil operasi tumor dari salah satu anggota keluarga. e.Neurotic Anxiety Ialah kecemasan tanpa alasan yang jelas sebagai akibat konflik alam bawah sadar, misalnya: – Sering punya perasaan bersalah akibat seringnya dipersalahkan pada masa kecil, dan kini muncul menjadi kecemasan yang berlarut-larut serta secara periodik muncul. 2.4 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Kecemasan Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu dan sebagian besar tergantunga pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwaperistiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya serangan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003:11) ada beberapa faktor yang menunujukkan reaksi kecemasan, diantaranya yaitu : a. Lingkungan Lingkungan atau sekitar tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, sahabat, ataupun dengan rekan kerja. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya. b. Emosi yang ditekan Kecemasan bisa terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal ini, terutama 15 jika dirinya menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang sangat lama. c. Sebab-sebab fisik Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi seperti misalnya

kehamilan, semasa remaja dan sewaktu pulih dari suatu penyakit. Selama ditimpa kondisi-kondisi ini, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Zakiah Daradjat (Kholil Lur Rochman, 2010:167) mengemukakan beberapa penyebab dari kecemasan yaitu : a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas didalam pikiran b. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani. Kecemasan ini sering pula menyertai gejala-gejala gangguan mental, yang kadang-kadang terlihat dalam bentuk yang umum. c. Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya. Kecemasan hadir karena adanya suatu emosi yang berlebihan. Selain itu, keduanya mampu hadir karena lingkungan yang menyertainya, baik 16 lingkungan keluarga, sekolah, maupun penyebabnya. Musfir Az-Zahrani (2005:511) menyebutkan faktor yang memepengaruhi adanya kecemasan yaitu: a. Lingkungan keluarga Keadaan rumah dengan kondisi yang penuh dengan pertengkaran atau penuh dengan kesalahpahaman serta adanya ketidakpedulian orangtua terhadap anak-anaknya, dapat menyebabkan ketidaknyamanan serta kecemasan pada anak saat berada didalam rumah b. Lingkungan Sosial Lingkungan sosial adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan individu. Jika individu tersebut berada pada lingkungan yang

tidak baik, dan individu tersebut menimbulkan suatu perilaku yang buruk, maka akan menimbulkan adanya berbagai penilaian buruk dimata masyarakat. Sehingga dapat menyebabkan munculnya kecemasan. Kecemasan timbul karena adanya ancaman atau bahaya yang tidak nyata dan sewaktu-waktu terjadi pada diri individu serta adanya penolakan dari masyarakat menyebabkan kecemasan berada di lingkungan yang baru dihadapi (Patotisuro Lumban Gaol, 2004: 24). Sedangkan Page (Elina Raharisti Rufaidah, 2009: 31) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan adalah : a. Faktor fisik Kelemahan fisik dapat melemahkan kondisi mental individu sehingga memudahkan timbulnya kecemasan. b. Trauma atau konflik Munculnya gejala kecemasan sangat bergantung pada kondisi individu, dalam arti bahwa pengalaman-pengalaman emosional atau konflik mental yang terjadi pada individu akan memudahkan timbulnya gejala-gejala kecemasan. c. Lingkungan awal yang tidak baik Lingkungan adalah faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kecemasan individu, jika faktor tersebut kurang baik maka akan menghalangi pembentukan kepribadian sehingga muncul gejala-gejala kecemasan. 2.5 Gejala Kecemasan Penderita yang mengalami kecemasan biasanya memiliki gejala-gejala yang khas dan terbagi dalam beberapa fase, yaitu : a. Fase 1 Keadan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepatcepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari

peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 1985). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 1988). b. Fase 2 Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motifasi diri (Wilkie, 1985). Labilitas emosi dapat bermanifestasi mudah menangis tanpa sebab, yang beberapa saat kemudian menjadi tertawa. Mudah menangis yang berkaitan dengan stres mudah diketahui. Akan tetapi kadang-kadang dari cara tertawa yang agak keras dapat menunjukkan tanda adanya gangguan kecemasan fase dua (Asdie, 1988). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 1988). c. Fase 3 Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh kedalam kecemasan fase tiga. Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti : intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 1988).

2.6 Dampak Kecemasan Rasa takut dan cemas dapat menetap bahkan meningkat meskipun situasi yang betul-betul mengancam tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan dibandingkan dengan bahaya yang sesungguhnya, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh bahkan dapat menimbulkan penyakitpenyakit fisik (Cutler, 2004:304). Yustinus Semiun (2006:321) membagi beberapa dampak dari kecemasan kedalam beberapa simtom, antara lain : a. Simtom suasana hati Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur, dan dengan demikian dapat menyebabkan sifat mudah marah. b. Simtom kognitif Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya dia akan menjadi lebih merasa cemas. c. Simtom motor Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motor menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari kaki mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suara yang terjadi secara tibatiba. Simtom motor merupakan gambaran rangsangan kognitif yang tinggi pada individu dan merupakan usaha untuk melindungi dirinya dari apa saja yang dirasanya mengancam.

Kecemasan akan dirasakan oleh semua orang, terutama jika ada tekanan perasaan ataupun tekanan jiwa. Menurut Savitri Ramaiah (2005:9) kecemasan biasanya dapat menyebabkan dua akibat, yaitu : a. Kepanikan yang amat sangat dan karena itu gagal berfungsi secara normal atau menyesuaikan diri pada situasi. b. Gagal mengetahui terlebih dahulu bahayanya dan mengambil tindakan pencegahan yang mencukupi.

Related Documents

Bab Ii Bu Yunita.docx
December 2019 23
Bab Ii Bu Hera.docx
November 2019 21
Bab 2 Bu Nani
August 2019 47
Bab 1 Bu Icha.docx
June 2020 15
Bab I Bu Eka.docx
June 2020 14

More Documents from "Juliana Riska"

Konsep Lansia.docx
December 2019 17
Bab Ii Bu Hera.docx
November 2019 21
Revisi Ilmu Gizi.docx
November 2019 10
Ppt 26s.pptx
December 2019 14
Atletik.docx
October 2019 37