Bab I.docx

  • Uploaded by: Adelina Carolin
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,690
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, terutama dalam komunikasi dan informasi. Maka setiap orang kini dituntut untuk memiliki kemampuan komunikasi yang baik, mampu berpikir kritis, sistematis dan kreatif. Kemampuan seperti ini dapat dapat dikembangkan dengan mempelajari matematika. Matematika sebagai alat komunikasi manusia karena matematika merupakan serangkaian bahasa yang melambangkan makna dari pernyataan yang ingin disampaikan. Menurut Arifin (2014), bahasa matematika yang logis dan sistematis tersebut mencegah

terjadinya

ambigu

dalam

mengartikan

informasi

yang

disampaikan, baik berupa konsep atau definisi. Menyadari pentingnya matematika sebagai alat komunikasi, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional menetapkan bahwa salah satu fungsi

mempelajari

matematika

dalam

kurikulum

sekolah

adalah

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan melalui model matematika berupa kalimat dan persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel. Disamping itu, kemampuan komunikasi matematika merupakan salah satu kompetensi yang harus dilaporkan secara deskriptif dalam proses penilaian pembelajaran dimana siswa diharapkan memiliki kemampuan 1

2

komunikasi matematis yaitu siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikannya. Kemampuan komunikasi matematis sangat bermanfaat bagi siswa terutama dalam hal mengemukakan ide matematika yang dimilikinya baik secara lisan maupun tulisan. Baroody (Ansari 2016: 5) menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting, mengapa komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, karena: “Mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide secara jelas, tepat dan cermat. Mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan siswa. Hal ini dapat mempercepat dan meningkatkan pemahaman matematik siswa .”

Greenes dan Schulman (dalam Ansari, 2016:15) yang menyatakan bahwa “kemampuan komunikasi matematik dapat terjadi ketika siswa (1) menyatakan ide matematika melalui ucapan, tulisan, demonstrasi, dan melukiskannya secara visual dalam tipe yang berbeda; (2) memahami, menafsirkan, dan menilai ide yang disajikan dalam tulisan, lisan, atau dalam bentuk visual; (3) mengkonstruksi, menafsirkan dan menghubungkan bermacam-macam representasi ide dan hubungannya.” Hal senada juga dikemukakan Nartani, at al (2015) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematika dapat ditunjukkan dengan, (1) Siswa dapat mengekspresikan gagasan atau gagasan dengan matematika secara verbal, (2)

3

Siswa secara aktif terlibat dalam diskusi soal matematika, (3) Siswa dapat merumuskan definisi dan generalisasi tentang matematika, (4) Siswa dapat merumuskan definisi matematika dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Dengan demikian, kemampuan komunikasi matematis diperlukan siswa agar dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berfikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan dimana ia dapat menyampaikan informasi dengan bahasa matematika, misalnya menyajikan persoalan atau masalah ke dalam model matematika yang dapat berupa diagram, persamaan matematika, grafik, ataupun tabel. Sehingga dalam pembelajaran siswa akan terbiasa untuk memberikan argumen terhadap setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna baginya. Salah satu kemampuan matematis yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa adalah kemampuan komunikasi matematis, hal ini dikarenakan

matematika

merupakan

bahasa

dan

alat,

matematika

menggunakan definisi-definisi yang jelas dan simbol-simbol khusus dan sebagai alat matematika digunakan setiap orang dalam kehidupannya. Cockroft (dikutip oleh Abdurrahman, 2009:253) menulis: “Matematika perlu diajarkan kepada siswa karena (1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; (2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai; (3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; (4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; (5) meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan; dan (6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.”

4

Demikian juga Rohaeti dan Wihatma (Annisa: 2014) berpendapat bahwa rata-rata kemampuan komunikasi kurang berkualitas, terutama dalam mengkomunikasikan gagasan matematika. Hal ini karena siswa jarang memberikan umpan balik terhadap proses pembelajaran yang telah berlangsung. Keterampilan komunikasi yang baik dalam matematika, setidaknya siswa bisa mengungkapkan apa yang mereka pikirkan tentang pembelajaran matematika yang berlangsung dalam bentuk lisan dan tulisan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang dirumuskan oleh National Council Of Teacher Of Mathematic (NCTM, 2000) (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical

reasoning);

(3)

belajar

untuk

memecahkan

masalah

(mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); (5) pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitudes toward mathematics). Berdasarkan beberapa kemampuan tersebut, salah satu kemampuan yang sangat penting untuk diperhatikan dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan komunikasi matematis siswa. Kemampuan komunikasi matematis perlu menjadi fokus perhatian dalam pembelajaran matematika, sebab melalui komunikasi, siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematikanya dan siswa dapat mengeksplorasi ide-ide matematika (NCTM, 2000). Hal senada juga dikemukakan Saragih (2007) yang menyatakan kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu untuk

diperhatikan,

ini

disebabkan

komunikasi

matematika

dapat

5

mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematis siswa baik secara lisan maupun tulisan yang mengakibatkan siswa memiliki pemahaman matematika yang mendalam tentang konsep matematika yang dipelajari. Namun pentingnya kemampuan komunikasi matematika dalam kompetensi yang harus dimiliki tidak sejalan dengan hasil yang selama ini dicapai. Berdasarkan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Shafridla ditemukan bahwa siswa sulit dalam mengkomunikasikan gagasannya dalam menyelesaikan suatu pemasalahan matematika. Hal tersebut menunjukan bahwa kemampuan komunikasi siswa masih rendah. Pembelajaran di sekolah cenderung mentransfer pengetahuan saja tidak memberi kesempatan kepada siswanya untuk menemukan pengetahuan yang bermakna, akibatnya kemampuan komunikasi matematika siswa menjadi terabaikan. Siswa menjadi kurang kreatif dan cenderung pasif. Proses pengajaran yang baik adalah yang dapat menciptakan proses belajar mengajar yang efektif dengan adanya komunikasi dua arah antara guru dengan siswa serta siswa dengan siswa yang tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari tetapi menekan bagaimana dia harus belajar. Hasil penelitian Shafridla (2016), yang mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang terjadi selama ini, khususnya pembelajaran matematika cenderung monoton dan tidak menarik. Proses belajar mengajar lebih banyak didominisi oleh guru, siswa pada umumnya cenderung pasif hanya menerima saja informasi-informasi yang diberikan guru, siswa lebih banyak mendengar, menulis apa yang diinformasikan guru dan latihan mengerjakan soal. Sebagai

6

akibat proses belajar mengajar dirasakan oleh siswa membosankan dan tidak menarik, bahkan dari hasil pengamatan siswa memperlihatkan sikap kurang bergairah,

kurang

bersemangat

dan

kurang

siap

dalam

mengikuti

pembelajaran matematika. Sehingga hal ini mengakibatkan kurangnya kemampuan komunikasi siswa terhadap pembelajaran matematika. Sesuai dengan hasil penelitian tersebut, fakta dilapangan menunjukkan bahwa di SMP Negeri pelajaran matematika juga masih menjadi mata pelajaran yang sulit dan membingungkan bagi sebagian besar siswa bahkan kemampuan yang dimiliki siswa dalam pembelajaran matematika khususnya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran matematika khususnya kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dikatakan masih tergolong rendah. Siswa tidak mampu mengemukakan ide matematikanya secara tulisan, siswa tidak mengetahui apa yang diketahui, siswa sulit memahami soal tersebut dan merubah soal ke dalam bentuk model matematika, ditemukannya kesalahan siswa dalam menafsirkan soal akibatnya kemampuan komunikasi matematika masih rendah. Permasalahan tentang komunikasi matematis siswa menjadi sebuah permasalahan serius yang harus segera ditangani, Peressini dan Basset (Marzuki 2012:10) menjelaskan bahwa "tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika". Untuk itu komunikasi matematik dapat membantu guru untuk memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang

7

konsep dan proses matematika yang mereka lakukan sehingga tujuan pembelajaran matematika dapat tercapai. Berdasarkan fenomena tersebut, sudah seharusnya guru mencari suatu cara untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa dalam mempelajari matematika dan menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara yang dapat digunakan guru untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika yaitu dalam penyusunan berbagai macam skenario kegiatan pembelajaran dikelas. Kegiatan pembelajaran yang sangat mungkin dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematika adalah pembelajaran dalam kelompok. Pembelajaran kelompok memungkinkan adanya interaksi dalam bentuk diskusi dalam tukar pendapat. Salah satu model yang didalamnya terdapat proses tersebut adalah model CORE (connecting, organizing, reflecting, extending). Dalam pembelajaran model CORE (connecting, organizing, reflecting, extending), guru mendesain pembelajaran dalam kelompok kecil yang berbasis masalah dan diharapakan kelompok tersebut dapat menyelesaiakan masalah yang diberikan dengan bermodalkan pemahaman matematika yang mereka miliki sebelumnya. Model

pembelajaran

CORE

merupakan

model

pembelajaran

kontruktivisme yang mencakup 4 proses, yaitu connecting (menghubungkan informasi lama dan baru), organizing (mengorganisasikan pengetahuan dengan diskusi kelompok), reflecting (menjelaskan kembali informasi yang telah diperoleh), extending (memperluas pengetahuan). Pembelajaran dengan

8

menerapkan

model

CORE

menawarkan

proses

pembelajaran

yang

memberikan ruang bagi peserta didik untuk lebih aktif bekerja sama dalam kelompok dan mengembangkan pengetahuannya dalam mengidentifikasikan dan memecahkan suatu permasalahan. Selain model pembelajaran yang efektif, dalam proses pembelajaran juga dibutuhkan media pembelajaran yang mendukung. Dalam Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang pembelajaran pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah menyatakan bahwa rencana pelaksanaan pembelajaran disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology, ICT) secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi. Sehingga untuk memaksimalkan proses pembelajaran di kelas diperlukan media pembelajaran yang menerapkan ICT. Pembelajaran model CORE dibantu oleh Teknologi Informasi dan Komunikasi / TIK (Information and Communication Technologies / ICT) yaitu adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya (Rahim, 2011). Dengan berbantuan ICT, diharapkan

9

siswa akan lebih memahami materi pembelajaran karena zaman sekarang sudah tidak bisa dipungkiri lagi betapa pesatnya kemajuan ICT dan kita dapat mengambil sisi positifnya dalam bidang pendidikan. Penggunaan

media

ICT

(Information

and

Communication

Technology) berupa power point dipilih karena program ini dapat dimanfaatkan dengan baik dari segi visualnya. Siswa dapat melihat secara maksimal presentasi materi Penggunaan ICT sebagai media pembelajaran dapat berbentuk file slide Power Point, gambar, animasi, video, audio, program CAI (computer aided instruction), program simulasi, dan lain-lain. Penggunaan media berbasis ICT berupa power point memberikan beberapa manfaat, antara lain: 1) mempermudah memahami materi-materi yang sulit; 2) menampilkan materi pembelajaran dalam berbagai format (multimedia) sehingga menjadi lebih menarik, dan terbaru (up to date) dari berbagai sumber; 3) memungkinkan terjadinya interaksi antara pelajar dan materi pembelajaran, mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan tenaga. Kenyataaannya kemampuan komunikasi matematis siswa juga masih belum memuaskan karena terlalu banyak kalimat dan rumus yang harus dimengerti dan dihafal, sehingga kurang begitu menarik minat belajar siswa untuk

mempelajari

matematika

matematika siswa rendah.

akibatnya

kemampuan

komunikasi

Banyak penelitian yang sudah dilakukan

menggunakan model pembelajaran CORE seperti penelitian: Joko (2017) mengkaji

pengaruh

kooperatif

learning

model

CORE

(Connecting,

Organizing, Reflecting, Extending) dalam meningkatkan kemampuan

10

komunikasi matematis di SMP Negeri Pandak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa

terdapat

pengaruh pembelajaran Conecting, Organizing,

reflecting, extending (CORE) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Agatha (2015), mengkaji Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe CORE Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran koorperatif tipe CORE berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII di SMP Neger,i 9 Bandar-Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016. Selain model pembelajaran terdapat faktor yang mempengaruhi kemampuan

komunikasi

matematis,

yaitu

faktor

kemampuan

awal

matematika. Menurut Akinsola dan Odeyani (2014), kemampuan awal mempengaruhi peserta didik dalam menginterpensikan informasi baru dan memutuskan apakah informasi itu relevan atau tidak. Kesiapan dan kemampuan siswa mengikuti pelajaran juga ditentukan oleh kemampuan awal matematika (KAM) yang dimiliki siswa. KAM dijadikan sebagai faktor lain yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan matematis siswa dan sikap siswa dalam menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Kemampuan awal matematika (KAM) siswa digolongkan ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Kemampuan awal matematika merupakan prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang disusun secara struktur sehingga apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan

11

awal, otomatis akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Begitu juga sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi (baik) dapat mengikuti pelajaran pada materi selanjutnya dengan lancar. Sedangkan siswa yang memili

ki kemampuan awal

matematika sedang (cukup) dan rendah (kurang) maka akan membutuhkan waktu dalam menerima ilmu dalam belajar matematika. Penelitian ini mengaitkan kemampuan awal Matematika peserta didik yang dikategorikan

ke dalam dua kelompok yaitu peserta didik dengan

kemampuan awal Matematika rendah. Pengelompokan ini bertujuan untuk melihat adakah pengaruh bersama antara model pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal peserta didik terhadap kemampuan komunikasi matematis. KAM dijadikan sebagai faktor lain yang dapat memberikan kontribusi terhadap kemampuan matematis siswa dan sikap siswa

dalam

menghargai

kegunaan

matematika

dalam

kehidupan.

Kemampuan awal matematika (KAM) siswa digolongkan ke dalam kelompok tinggi, sedang dan rendah. Kemampuan awal matematika sebagai prasyarat yang harus dimiliki siswa agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik dan lancar. Hal ini disebabkan materi pelajaran yang disusun secara struktur apabila seseorang mengalami kesulitan pada pokok bahasan awal, otomatis akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan selanjutnya. Begitu juga sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematika tinggi (baik) dapat mengikuti pelajaran pada materi selanjutnya dengan lancar. Begitu juga

12

sebaliknya, siswa yang memiliki kemampuan awal matematika sedang (cukup) dan rendah (kurang) maka akan membutuhkan waktu dalam menerima ilmu dalam belajar matematika. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka diajukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Model Pembelajaran CORE (Connecting, Organizing, Reflecting, Extending) Berbantuan ICT (Information And Communication Technology) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa SMP Negeri di Jakarta Selatan”.

B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut : 1.

Matematika merupakan pelajaran yang menakutkan dan sulit dipelajari oleh peserta didik sehingga menyebabkan rendahnya hasil belajar peserta didik.

2.

Kemampuan komunikasi matematis siswa rendah sehingga siswa sulit dalam mengkomunikasikan gagasannya dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika.

3.

Rendahnya

kemampuan komunikasi matematis mungkin dipengaruhi

oleh kemampuan awal matematika peserta didik. 4.

Mayoritas pembelajaran matematika yang diterapkan di sekolah menggunakan pembelajaran konvensional yang kurang meningkatkan kemampuan komunikasi matematis.

13

5.

Penerapan

model

pembelajaran

CORE

(connecting,

organizing,

reflecting, extending) yang belum dapat diterapkan oleh guru matematika sehingga pembelajaran cenderung pasif.

C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada beberapa masalah sehingga dapat dikaji lebih mendalam untuk memperoleh hasil yang maksimal. Adapun masalah dibatasi pada hal-hal berikut: 1.

Model pembelajaran yang digunakan adalah CORE untuk kelas eksperimen dan model pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.

2.

Penelitian

ini

dilakukan

untuk

melihat

peningkatan

kemapuan

komunikasi matematis ditinjau dari kemampuan awal matematika. 3.

Penelitian ini dilakukan pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII semester genap.

D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang, identifikasi dan batasan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai permasalahan penelitian berikut ini : 1.

Apakah terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran CORE (connecting,

14

organizing, reflecting, extending) dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional yang keduanya berbantuan ICT? 2.

Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemampuuan awal Matematika terhadap kemampuan komunikasi matematis?

3.

Apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang mendapat perlakuan menggunakan model pembelajaran CORE (connecting, organizing, reflecting, extending) dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada kategori kemampuan awal Matematika tinggi yang keduanya berbantuan ICT?

4.

Apakah ada perbedaan kemampuan kemampuan komunikasi matematis antara

siswa

yang

mendapat

perlakuan

menggunakan

model

pembelajaran CORE (connecting, organizing, reflecting, extending) dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional pada kategori kemampuan awal Matematika rendah yang keduanya berbantuan ICT?

E. Manfaat Penelitian Berdasarkan pemaparan di atas, diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan yang berarti bagi siswa, guru dan peneliti. Manfaat dan masukan tersebut antara lain : 1.

Bagi Siswa a. Dapat menumbuhkembangkan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap mata pelajaran maematika.

15

b. Tumbuhnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran matematika. c. Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar. 2.

Bagi Guru a. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya merancang model CORE pada materi matematika lainnya yang sesuai dengan kompetensi

dengan tujuan

yang diharapkan, sehingga dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis. b. Sebagai tambahan pengetahuan guru tentang model CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis. c. Diperolehnya model pembelajaran yang tepat untuk pembelajaran di kelas. 3.

Bagi Sekolah a. Dapat dijadikan sebagai pengambilan kebijakan dalam menentukan model pembelajaran yang tepat digunakan untuk pembelajaran guru. b. Dapat memberikan sumbangan yang baik pada sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran matematika.

4.

Bagi Peneliti a. Sebagai calon guru penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan mendapat informasi tentang model pembelajaran CORE terhadap kemampuan komunikasi matematis. b. Diharapkan hasil penelitian dapat dijadikan sebagai salah satu referensi pengetahuan bagi para generasi pendidik. Sebagai dasar penelitian bagi peneliti, sebagai dasar penelitian lanjutan.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"