BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatkan produksi pertanian suatu negara adalah suatu tugas yang kompleks, kerena banyaknya kondisi yang berbeda yang harus dibina atau diubah oleh orang ataupun kelompok yang berbeda pula. Seperti halnya permasalahan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang mengimbangi permintaan atas kebutuhan pangan meningkat pesat, namun hal tersebut tidak diimbangi dengan produksi hasil pertanian yang mampu untuk memenuhi permintaan kebutuhan akan bahan pangan. Petani produsen dengan lahan pertanian yang sempit dan didirikan denga cara-cara bertani tradisional pada umumnya proses produksinya tidak efisien dan bahkan mengganggu biaya produksi pertaniannya hanya diperhitungkan dari biaya-biaya produksi yang riil dikeluarkan sehingga biaya-biaya yang tidak keluar akan secara nyata dianggap bukan faktor produksi sehingga terus dipergunakan dalam proses biaya produksi. Biasanya yang diperhitungkan hanya tenaga kerja yang diambil dari luar keluarganya sehingga secara nyata diperlukan biaya untuk tenaga kerja tersebut contoh buruh tani yang digunakan sehinnga petani produsen betul-betul secara nyata mengeluarkan biaya yang berupa upah sedangkan tenaga sendiri dan keluarganya sering tidak diperhitungkan. Akibat dari hal tersebut diatas biaya tenaga kerja sendiri/keluarganya tersebut diperhitungkan sebagai keuntungan yang diperoleh. Ciri-ciri dari petani produsen yang tradisional yaitu tidak adanya pengetahuan tentang pasar sebagai tempat bertemu produsen dan konsumen termasuk harga pasar, permintaan dan penawaran, sehingga para petani produsen hanya dapat menerima harga pasar yang pada umumnya ditentukan oleh para pedagang perantara sebagai akibat ketidaktahuan / tidak adanya informasi mengenai pasar pada tingkat petani produsen. Sebagai akibat lebih lanjut dari keadaan tersebut diatas maka margin harga ditingkat produsen dan di pasar lebih besar diperoleh para pedagang perantara bahkan kadang-kadang produsen hanya memperoleh pendapatan yang berupa biaya produksi tanpa keuntungan. 1.2 Perumusan Masalah Pembangunan pertanian akan terbentur apabila petani-petani kecil itu tidak memiliki kesempatan untuk membeli barang; apabila input-input pertanian, baik yang modern maupun yang tradisional kurang persediaannya; dan apabila informasi-informasi yang tepat mengenai tanaman baru, harga pasar, atau teknik baru tidak bisa diperoleh. Permasalahan pembangunan
pertanian lebih dominan disebabkan oleh lemahnya pembangunan sosial. Faktor sosial (modal sosial) dan kelembagaan sebagai basis kristalisasi nilai tidak ditangani secara baik. Kelembagaan pada tingkat mikro (kelompok tani) yang merupakan basis berkembangnya modal sosial dari bawah, sehingga perlu diperkuat karena berpotensi menjadi bahan bakar pembangunan sosial dan ekonomi di pedesaan. Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah maka lembaga pembangunan pertanian yang berinduk pada lembaga sektor nasional harus menyesuaikan rencana dan strategi pembangunan sektor ke dalam pola pikir dan tujuan pembangunan daerah. Keragaman potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sosial budaya dan iklim pembangunan daerah membuka peluang bagi lembaga pembangunan pertanian untuk lebih kreatif untuk mengembangan strategi pendekatan yang bersifat spesifik lokalita dan berkelanjutan. Keberhasilan pembangunan ekonomi di pedesaan tidak terlepas dari sinkronisasi kebijakan pembangunan pertanian di tingkat nasional, regional dan daerah. Pembangunan sektor pertanian tidak bisa dilakukan secara otonom karena mempunyai keterkaitan dengan sub sektor dan sektor-sektor lain dan sejauh ini masih memerlukan dukungan dan jaringan kerjasama dari berbagai sektor. Paradigma modernisaisi pertanian yang bertujuan merubah sektor pertanian tradisional menjadi sektor pertanian modern yang dikenal dengan “revolusi hijau” telah mampu meningkatkan produksi pertanian khususnya pertanian tanaman pangan (padi) juga diikuti dengan munculnya berbagai masalah generasi kedua, seperti: a. Rentannya sistem pertanian pangan di Negara-negara sedang berkembang terhadap serangan hama penyakit; b. Ketergantungan petani pada input-input modern (pupuk kimiawi,pestisidan dan herbisida); c. Masalah sosial (perbedaan antara petani kaya dan petani miskin) yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam berbagai situasi tradisional yang semula berperan dalam mekanisme pemerataan; dan d. Berkembangnya ekonomi uang di daerah pedesaan. e. Permasalahan-permasalahan pembangunan pertanian masih dapat dianalisis lebih rinci mengenai faktor-faktor penyababnya : 1. Meningkatnya serangan hama penyakit pada tanaman pangan disebabkan oleh meningkatnya penggunaan teknologi pertanian modern, 2. Ketergantungan petani pada input-input modern disebabkan oleh orientasi peningkatan produksi sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan pertanian tanpa mempertimbangkan dampak-dampak negattif terhadap penerapan teknologi modern.
3. Meningkatnya stratafikasi sosial di pedesaan seperti adanya perbedaan petani kaya dan petani miskin atau adanya golongan petani berperilaku rasional (rational behavior) dan golongan petani yang mementingkan diri sendiri (self interested) disebabkan oleh perbedaan pemilikan/penguasaan lahan pertanian yang berakibat pada meningkatnya kemiskinan, 4. Berkembangkannya ekonomi uang di pedesaan tidak diimbangi oleh pengembangan ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kelembagaansosial pedesaan. Permasalahan lain dalam pelaksanaan pembangunan berorientasi peningkatan produksi adalah tidak diikuti dengan pengembangan teknologi sosial seperti pengembangan kelembagaan pedesaan yang berbasis agribisnis serta mengabaikan faktor-faktor sosial budaya dan kekuatan sumberdaya lokal, sehingga mengakibatkan pembangunan pertanian tidak berkelanjutan. Keberhasilan agribisnis di sektor pertanian sangat ditentukan oleh kekuatan modal sosial melalui jaringan-jaringan (networks), saling kepercayaan (trust) dan norma (norms). Tidak berjalannya kegiatan agribisnis di pedesaan disebabkan oleh rusaknya modal sosial karena perilaku negatif yang dilakukan oleh beberapa individu. Sistem pemasaran pertanian merupakan satu kesatuan urutan lembagalembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi-fungsi pemasaran untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke tangan konsumen akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan oleh lembagalembaga pemasaran, baik dari tangan konsumen akhir ke tangan produsen awal dalam suatu sistem komoditas. Sistem pemasaran pertanian mencakup banyak lembaga, baik yang berorientasi laba maupun nirlaba, baik yang terlibat dan terkait secara langsung maupun yang tidak terlibat atau terkait langsung dengan operasi sistem pemasaran pertanian. Sistem pemasaran yang kompleks
tersebut
diharapkan
dapat
memainkan
peranan
penting
dalam
upaya
memaksimalkan tingkat konsumsi kepuasan konsumen, pilihan konsumen, dan mutu hidup masyarakat. Dalam pengembangan sektor pertanian ke depan masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan pertanian khususnya petani skala kecil, antara lain : a. Lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan. b. Ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah. c. Pengadaan dan penyaluran sarana produksi. d. Terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi.
e. Lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani. f. Kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis. Masalah utama yang dihadapi pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain: 1. Kesinambungan produksi Salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil petanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk pertanian, yaitu: a. Volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil (small scale farming). b. Produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu-waktu tertentu. c. Lokasi usaha tani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi. d. Sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat. 2. Kurang memadainya pasar Kurang memadainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada tiga cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu: sesuai dengan harga yang berlaku; tawarmenawar; dan borongan. 3. Panjangnya saluran pemasaran Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang. 4. Rendahnya kemampuan tawar-menawar Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah. Berdasarkan keadaan tersebut, maka yang meraih keuntungan besar pada umumnya adalah pihak pedagang. Keterbatasan modal tersebut berhubungan dengan: a. Sikap mental petani yang suka mendapatkan pinjaman kepada tengkulak dan pedagang perantara. b. Fasilitas perkreditan yang disediakan pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara optimal. 5. Berfluktuasinya harga Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek yaitu per bulan, perminggu bahkan per hari atau dapat pula terjadi dalam jangka panjang.
6. Kurang tersedianya informasi pasar Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi,dimana,mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik. 7. Kurang jelasnya jaringan pemasaran Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui. 8. Rendahnya kualitas produksi Rendahnya kualitas produk yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. 9. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia Masalah pemasaran yang tak kalah pentingnya adalah rendahnya mutu sumberdaya manusia, khususnya di daerah pedesaan. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Macam-Macam Strategi Pemasaran Permasalahan nyata yang ada pada pertanian kita saat ini adalah masalah pemasaran produk pertanian yang menyebabkan sektor pertanian kita kurang berkembang, dan bila sistem pemasaran kita tidak diperbaiki secepat mungkin, maka pertanian berkelanjutan akan sulit diwujudkan hal ini dikarenakan semakin berkurangnya minat masyarakat terhadap bidang pertanian. Pemasaran sendiri memiliki tiga komponen utama fungsi, yaitu: 1. Bauran pemasaran adalah elemen internal atau unsur penting yang disusun dalam program pemasaran organisasi 2. Kekuatan Pasar adalah peluang atau ancaman dari luar yang berinteraksidengan operasi pemasaran organisasi. 3. Proses Penyesuaian adalah proses strategis dan manajerial dimana bauran pemasaran kebutuhan internal sesuai dengan kekuatan pasar.
Program pemasaran menjadi karakteristik proses penyesuaian dan hal tersebut penting dalam konteks jasa. Analisa terhadap peluang atau kesempatan pemasaran dilakukan dengan : 1. Mencari informasi tentang pasar konsumen maupun pasar bisnis, informasitentang kondisi pesaing. 2. Melakukan segmentasi pasar dan memilih pasar sasaran. Pembuatan strategi pemasaran merupakan penerapan strategi diferensiasi untuk pasar sasaran yang dipilihnya. Dalam merencanakan pemasaran ditetapkan besarnya biaya pemasaran, bauran pemasaran perlu dilakukan agar terjadi kesesuaian antara strategi pemasaran yang ada dengan penerapannya. Strategi pemasaran adalah logika pemasaran dan berdasarkan itu unit usaha diharapkan mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Strategi pemasaran memiliki peran dalam membantu pengembangan perspektif strategis dari unit bisnis dalam mengarahkan unit yang bersangkutan ke masa depannya. Fokus dari strategi pemasaran adalah mencari cara-cara dimana perusahaan dapat membedakan diri secara efektif dari pesaingnya dan dengan kekuatan yang berbeda tersebut memberikan nilai yang lebih pemasaran yang baik kepada konsumennya. Dari permasalahan diatas kita dapat melihat bahwa yang menimpa petani lokal adalah margin tataniaga yang ada di tingkat petani dan pedagang (baik pengumpul maupun pedagang pengecer). Margin tataniaga pertanian sendiri adalah perbedaan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat pengecer. Margin tataniaga pertanian juga dapat diartikan sebagai perbadaan atau jarak vertikal antara kurva permintaan (atau kurva penawaran ). Komponen marjin tataniaga pertanian ini terdiri dari : 1) Biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi tata niaga pertanian yang disebut biaya tata niaga atau biaya fungsional. 2) Keuntungan (profit) lembaga tata niaga pertanian. 5 mengungkapakan bahwa sifat umum dari margin tata niaga pertanian yaitu : a. Marjin tata niaga pertanian berbeda beda antara satu komoditi pertanian denga komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani sampai ke tingkat pengecer untuk konsumen akhir. b. Marjin tata niaga produk pertanian cendrung akan naik dalam jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani. c. Marjin tataniaga pertanian relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian. Pola saluran pemasaran merupakan bentuk saluran pemasaran langsung. Pola saluran pemasaran seperti ini disebut juga saluran pemasaran nol tingkat karena pada pola ini petani langsung menjual komoditas pada konsumen lokal tanpa perantara pemasaran.
Konsumen lokal pada saluran ini adalah masyarakat sekitar yang bertempat tinggal dekat petani tersebut. Pola saluran ini digunakan sesekali waktu oleh petani sangat tergantung pada permintaan konsumen lokal diantaranya : 1. Pada pola ini petani menjual komoditas kepada tengkulak dengan sistem borongan di kebun dengan sistem ini petani tidak perlu melakukan kegiatan pemanenan dan pasca panen. Karena kegiatan tersebut dilakukan oleh tengkulak. Tengkulak selalu menjual komoditas tersebut kepada para pedagang pasar lokal. Pedagang lokal ini bertindak sebagai pedagang pengecer yang menjual kepada konsumen lokal. 2. Pola saluran pemasaran kedua merupakan pola pemasaran semi langsung dengan tengkulak dan pedangang lokal selaku perantara pemasaran. 3. Pola saluran ketiga merupakan pola saluran pemasaran tidak langsung dengan banyak pihak yang bertindak selaku perantara pemasaran sehingga saluran merupakan saluran terpanjang dibandingkan saluran pemasaran lainnya. Ada empat pihak selaku perantara pemasaran dalam pola ini yaitu : a. Tengkulak, b. Pengumpul lokal, c. Pengumpul regioanal dan d. Pengecer regional. 4. Pada pola ini para petani menjual komoditas kepada tengkulak dengan sistem borongan kebun, kemudian tengkulak akan menjual kembali komoditas tersebut kepada para pedagang pengecer regional. Pedagang pengecer regional dalam hal ini adalah para pedagang yang menjual komoditas.
Selain empat pola saluran di atas, ada juga, petani yang hanya
menggunakan komoditas mereka untuk keperluan sendiri. Untuk itulah diperlukan perbaikan dalam sistem distribusi produk agar distribusi menjadi lebih efisien dengan cara merubah pola pemasaran (memotong jalur distribusi menjadi dari petani - konsumen). Dengan semakin efisiennya distribusi yang ada akan menyebabkan peningkatan pendapatan petani. Selain itu cara lain untuk memperkecil marjin tataniaga pertanian diperlukan pendidikan dan penyuluhan kepada petani mengenai klasifikasi dalam pemasaran. Dengan
adanya
segmentasi pasar diharapkan petani dapat memilah dan mengolah sendiri produk yang akan dijual, sama seperti yang dilakukan oleh para pedagang pengumpul dan pengecer. Sehingga pendapatan petani yang tadinya berbeda jauh dengan yang didapatkan oleh pedagang pengumpul dan pengecer dapat menjadi lebih kecil perbedaannya (marjin tataniaga mengecil) serta membangun kemandirian petani.
Dari segipromosi, pemerintah daerah diharapkan dapat membantu para petani dalam mempromosikan produk pertanian yang telah mereka hasilkan agar peran pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dapat dikurangi dan dapat mengangkat nama daerahnya dimata masyarakat daerah lain. Sedangkan peningkatan pendapatan melalui segi produk dapat diperoleh melalui peningkatan produktivitas dan kualitas. Apabila telah dilakukan perbaikan terhadap sistem pemasaran yang ada maka pemerintah dapat menerapkan sistem pertanian yang berkelanjutan kepada masyarakat. Karena dengan meningkatkan kesejahteraan petani melalui faktor-faktor di atas diharapkan masyarkat akan tertarik untuk menekuni bidang pertanian Indonesia. 2.2 Penyuluhan Pertanian Dewasa ini pelaku pengembangan pertanian di Indonesia masih mengeluhkan minimnya informasi pertanian tepat guna yang disediakan oleh Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian. Oleh karena itu menjadi kewajiban Kementerian Pertanian untuk dapat menyediakan inforamsi pertanian bagi pelaku Agribisnis. Penyuluh pertanian sebagai tonggak penting Kementerian Pertanian untuk pengembangan sistem inforamsi pembangunan pertanian karena sampai saat ini sampai menghadapi permasalahan khususnya dalam mengembangkan informasi tepat guna yang berkelanjutan. Dampak Belum adanya mekanisme jaringan informasi pertanian yang efektif adalah sulitnya mengatasi ketertinggalan masyakarat lapisan bawah khususnya petani, meskipun telah banyak program pembangunan pertanian dengan biaya yang tidak sedikit telah dilakukan oleh berbagai pihak khususnya pemerintah. Banyak program maupun hasil penelitian pertanian belum dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai persoalan petani karena disebabkan belum adanya jaringan komunikasi yang secara terprogram yang efektif yang mampu menghubungkan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan diseminator inovasi (penyuluh, pendidik, petani, dan kelompok steakholder lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda).
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 1. Dalam pengembangan sektor pertanian ke depan masih ditemui beberapa kendala, terutama dalam pengembangan sistem pertanian yang berbasiskan agribisnis dan agroindustri.
Kendala tersebut antara lain: (a) lemahnya struktur permodalan dan akses terhadap sumber permodalan; (b) ketersediaan lahan dan masalah kesuburan tanah; (c) pengadaan dan penyaluran sarana produksi; (d) terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi; (e) lemahnya organisasi dan manajemen usaha tani; dan (f) kurangnya kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia untuk sektor agribisnis 2. Petani menghadapi beberapa kendala untuk memasarkan produk pertanian, antara lain: (a) kesinambungan produksi; (b) panjangnya saluran pemasaran; (c) kurang memadainya pasar; (d) kurang tersedianya informasi pasar; (e) rendahnya kemampuan tawar-menawar; (f) berfluktuasinya harga; (g) rendahnya kualitas produksi; (h) kurang jelasnya jaringan pemasaran; dan (i) rendahnya kualitas sumberdaya manusia. 3. Dengan adanya segmentasi pasar diharapkan petani dapat memilah dan mengolah sendiri produk yang akan dijual, sama seperti yang dilakukan oleh para pedagang pengumpul dan pengecer. Sehingga pendapatan petani yang tadinya berbeda jauh dengan yang didapatkan oleh pedagang pengumpul dan pengecer dapat menjadi lebih kecil perbedaannya (marjin tataniaga mengecil) serta membangun kemandirian petani. 4. Dari segi promosi, pemerintah daerah diharapkan dapat membantu para petani dalam mempromosikan produk pertanian yang telah mereka hasilkan agar peran pedagang pengumpul dan pedagang pengecer dapat dikurangi dan dapat mengangkat nama daerahnya dimata masyarakat daerah lain. 5. Banyak program maupun hasil penelitian pertanian belum dapat dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai persoalan petani karena disebabkan belum adanya jaringan komunikasi yang secara terprogram yang efektif yang mampu menghubungkan lembaga penelitian, pengembangan, dan pengkajian dengan inovasi (penyuluh, pendidik, petani, dan kelompok steakholder lainnya yang masing-masing memiliki kebutuhan dengan jenis dan bentuk informasi yang berbeda). 6. Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi saat ini sangat mendukung terlaksananya proses berbagai pengetahuan dengan demikian sharing pengetahuan selain dapat dilakukan melalui pertemuan fisik, konvensional, seperti diskusi, whorkshop juga dapat menggunakan sarana teknologi informasi dan telekomunikasi yaitu email, mailing list, web discusion forum web conference, wiki dan blogging. 7. Sistem cyber extension memfokuskan pada keseluruhan pengembangan usaha tani termasuk produksi, manajemen, pemasaran, dan kegiatan pembangunan perdesaan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sumardjo, Lukman M. Baga Retno SH Mulyandari Cyber Extension “Peluang dan Tantangan Dalam Revitalisasi Penyuluhan Pertanian, IPB Press. 2010 Almasdi Syahza, (2001a). Kajian sosial ekonomi usahatani tanaman pangan dan hortikultura di kabupaten Pelalawan Propinsi Riau, Pangkalan Kerinci, BAPPEDA Kabupaten Pelalawan. Adekoya AE. 2007 Cyber Extension Comunicaton : A Strategic made for agricultural and rural transformation in Nigeria. Internasional journal of food, agriculture and environment , (article) Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran . Jilid 1. Edisi ke-9. PT Prenhalindo. Jakarta. Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1987. Suheni. 2005. Strategi Pemasaran Bibit/Benih Tanaman Hias Balai Benih Induk Hortikultura Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Skripsi.Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor. Limbong, W.H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.