Bab I1.docx

  • Uploaded by: Andilha Ailha Nurfadzilha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,059
  • Pages: 34
BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskular dan neuropati (Nanda, 2015) Kasus Diabetes Melitus yang paling banyak dijumpai adalah Diabetes Melitus Tipe 2, yang ditandai dengan adanya gangguan sekresi insulin. Penyebab terjadinya DM Tipe 2 ini dipengaruhi oleh gaya hidup, genetik, dan stress psikososial. DM Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling umum ditemukan pada pasien dibadingkan dengan DM Tipe 1 (Bustam, 2014) Prevalensi penyakit diabetes melitus secara global diderita pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari keseluruhan penduduk di dunia dan mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi 387 juta kasus. Berdasarkan data organisasi kesehata dunia World Health Organization (WHO 2016) jumlah penderita diabetes telah mengalami peningkatan dari 108 juta penderita pada tahun 1980 menjadi 422 juta penderita pada tahun 2014. WHO juga menjadikan Diabetes Melitus sebagai penyebab kematian ke-7. Selain itu, International Diabetes Federation Pada tahun 2015 diperkirakan dari

1

jumlah 1,6 juta kasus kematian secara langsung disebabkan oleh DM dan hampir dari semua kasus tersebut terjadi sebelum usia 70 tahun. Berdasarakan data dari International Diabetes Federation (IDF 2017) melaporkan jumlah penderita DM sebanyak 387 juta jiwa di tahun 2014 meningkat menjadi 424,9 juta jiwa di tahun 2017. Berdasarkan hasil Riskesdes tahun 2013 dalam Marewa (2015), kasus kencing manis yang diderita oleh penduduk Indonesia, dengan usia diatas 15 tahun (berdasarkan diagnosis atau gejala klinis) tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Tengah, yang meninggkat dari 1,7% menjadi 3,8%, Provensi Sulawesi utara meningkat dari 1,7% menjadi 3,7% dan Sulawesi Selatan dari 0,8% menjadi 3,4%. Kasus kencing manis di Provinsi Sulawesi Selatan yang disebut sebagai prevelensi kencing manis, berkisar antara 1,0% sampai 6,1%, yang tersebar di 25 kabupaten/kota Tanah Toraja (6.1%), Makassar (5,3%), dan Luwu (5,2%). Kasus terendah adalah Pangkajene Kepuluan, Enrekang, dan Luwu Timur, masing-masing 1%. Berdasrkan data dari survailens penyakit tidak menular Bidang P2PL, kasus baru Diabetes Melitus di Kota Makassar

pada tahun 2015 yaitu

21.018 kasus (laki-laki ; 8.457, perempuan ; 12.561), Sedangkan kasus lama yaitu 57.087 (laki-laki ; 23.395, perempuan ; 33.692 Adapun kematian akibat Diabetes Melitus terdapat 811 (laki-laki ;450, perempuan 361) sepanjang tahun 2015 (Profil Dinas kesehatan Kota Makassar, 2015) Menurut Estimasi data International Diabetes Federation (IDF) dari hasil survey 2017 Asia tenggara menempati urutan ke-3 setelah Amerika

2

Utara dan Afrika Utara dengan jumlah penderita DM yaitu 8,5% terjadi pada usia 20-29 tahun. sedangkan di Indonesia, prevalensi penderita DM pada tahun 2017, dengan jumlah 10,3 juta dan perkiraan peningkatan prevelensi meningkat pada tahun 2045 menjadi 16,7 juta orang menderita Diabetes melitus. Prevelensi Diabetes melitus yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara(2,4%), dan Kalimantan Timur sebanyak (2,3%). Sedangkan prevalensi DM yang terdiagnosis dokter berdasarkan gejala tertinggi berada di Sulawesi Tengah (3,7%),

Sulawesi

Utara

(3,6%)

dan

Sulawesi

selatan

(3,4%)

(Kemenkes,2013). Berdasarkan survey Dinas Kesehatan kota Makassar jumlah penderita Diabetes Melitus mengalami peningkatan pada tahun 2014 sebanyak 1.894 orang , pada tahun 2015 menjadi 5.700 orang, sedangkan data terakhir pada tahun 2016 sebanyak 4.555 penderita Diabetes Melitus (Profil Dinas Kesehatan, 2016). Terdapat empat pilar penatalaksanaan pada pasien diabetes mellitus yaitu perencanaan makan, latihan jasmani, terapi farmakologi dan edukasi. Dalam penatalaksanaan diabetes mellitus langka pertama yang harus dilakukan adalah pengelolaan secara non farmakologi seperti perencanaan makan, kegiatan jasmani dan edukasi. Jika langkah-langkah tersebut tidak tercapai untuk pengendalian diabetes milletus

langkah yang dilakukan

berikutnya yaitu penggunaan obat atau farmakologi. (Nuari, 2017) Menuru penelitian yang dilakukan oleh Rinawati (2014) Pengelolaan diabetes milletus berkaitan erat dengan mekanisme pengaturan kadar

3

glukosa darah normal. Pengendalian glukosa darah dapat dilakukan dengan diet, aktivitas atau olahraga dan obat. Namun terdapat hambatan dalam kepatuhan penurunan kadar glukosa darah pada pasien diabetes mellitus yaitu alasan ketidakpatuhan olahraga, dikarenakan malas, cuaca panas, kesibukan dan ada penyakit lain, sedangkan hambatan dalam kepatuhan dalam melakukan kepatuhan diet dikarenakan social ekonomi, dukungan keluarga yang kurang, bosan dengan menu makanan yang sesuai aturan. Menurut Smeltzer & Bare (2007) dalam penelitian Nugraha (2016), Pada pasien Diabetes Mellitus, latihan fisik merupakan program yang sangat penting dalam mencegah terjadinya komplikasi diabetik, karena dengan berolah raga maka glukosa banyak digunakan oleh otot untuk bergerak secara aktif, dan Glikogen dihati digunakan untuk memenuhi glukosa dalam tubuh, sehingga kadar glukosa darah tetap stabil atau menurun. Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik ingin meneliti tentang “Penatalaksanaan Non Farmakologi pada Pasien DiabetesMellitus tipe 2” B.

Rumusan Masalah Dari hasil analisa di atas rumusan masalah yang ditetapkan adalah “Penatalaksanaan Non Farmakologi untuk Mengontrol Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2”

4

C.

Tujuan 1.

Tujuan Umum Untuk

memperoleh

gambaran

secara

umum

tentang

Penatalaksanaan Non Farmakologi untuk Mengontrol Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 2.

Tujuan Khusus Untuk mengetahui Penatalaksanaan Non Farmakologi untuk Mengontrol Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2

D.

Mamfaat Adapun manfaat yang peneliti harapkan setelah proses penelitian yaitu: 1.

Manfaat bagi Peneliti Sebagai referensi yang dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya, menambah pengetahuan peneliti tentang Penatalaksanaan non farmakologi untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes

milletus

tipe

2.

Serta

peneliti

selanjutnya

dapat

mengembangkan apa yang telah dilakukan dalam karya tulis ini. Misalnya, melakukan penelitian intervensi yang perlu diterapkan pada salah satu pelaksanaan non farmakologi untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2. 2.

Manfaat bagi Institusi Tambahan referensi dan pengembangan penelitian di Institusi Pendidikan tentang pelaksanaan non farmakologi untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2

5

3.

Manfaat bagi Masyarakat Sebagai dasar pengetahuan bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan penatalaksanaan non farmakologi untuk menurunkan kadar gula darah yang terdapat pada pasien diabetes mellitus yang berdasar pada keluhan yang ada.

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

Tinjauan umum Diabetes Mellitus 1.

Defenisi Diabetes Millitus Menurut American Diabetes Assosiation (ADA,2010) Diabetes mellitus adalah suatu penyakit metabolic dan kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang disebabkan karena kelain sekresi insulin, kerja insulin yang membutuhkan perawatan medis dan pendidikan pengelolaan mandiri untuk mencega komplikasi akut dan menurunkan resiko komplikasi yang panjang. (Nuari, 2017) Dibetes Mellitus merupakan kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikomsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi di pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya ( Smeltzer & Bare, 2013) Diabetes Mellitus merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) akibat kerusakan pada sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Brunner & Suddarth, 2013) Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolism yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas

7

metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang sebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskular dan neuropati (Nanda, 2015) 2.

Klasifikasi Diabetes Mellitus a.

DM tipe I Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) IDDM

adalah

penyakit

hiperglikemia

akibat

ketidakabsolutan insulin, pengidap penyakit itu harus mendapat insulin pengganti. IDDM disebabkan oleh destruksi autoimun secara genetik pada orang yang terkena (Maghfuri, 2016). Diabetes tipe I disebabkan karena kerusakan sel beta pankreas yang menghasilkan insulin. Hal ini berhubungan dengan kombinasi antara faktor genetik, imunologi dan kemungkinan lingkungan, seperti virus. Terdapat juga hubungan terjadinya diabetes tipe I dengan beberapa antigen leukosit manusia (HLAs) dan adanya autoimun antibody sel islet (ICAs) yang dapat merusak sel-sel beta pankreas. Ketidakmampuan sel beta memproduksi insulin mengakibatkan glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah sehingga menimbulkan hiperglikemia (Tarwoto, 2016). Faktor penyebab terjadinya IDDM ialah : 1)

Faktor genetik atau herediter

8

Peningkatan

kerentanan

sel-sel

beta

dan

perkembangan antibodi autoimun terhadap penghancuran sel-sel beta 2)

Faktor infeksi virus Infeksi virus coxsakie pada indibidu yang peka secara genetik

3)

Faktor imunologi Respon autoimun abnormal, antibodi menyerang jaringan normal yang dianggap jaringan asing (Wijaya & Putri, 2013). DM tipe I ditandai oleh destruksi sel beta pankreas, terbagi

dalam dua sub tipe yaitu tipe 1A yaitu diabetes yang diakibatkan proses imunologi (immune-mediated diabetes) dan tipe 1B yaitu diabetes idiopatik yang tidak diketahui penyebabnya. Diabetes A1 ditandai oleh destruksi autoimun sel beta. Sebelumnya disebut dengan diabetes juvenile, terjadi lebih sering pada orang muda tetapi dapat terjadi pada semua usia. Diabetes tipe 1 merupakan gangguan katabolisme yang ditandai oleh kekurangan insulin absolut, peningkatan glukosa darah, dan pemecahan lemak dan protein tubuh ( Damayanti, 2015). b.

DM Tipe II Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) Menurut WHO (2011) DM tipe 2 terjadi disebabkan karena produksi insulin yang tidak mencukupi atau tubuh tidak dapat

9

menggunakan insulin secara memadai atau disebut juga resisten insulin. Bila produksi insulin tidak mencukupi atau insulin tidak digunakan sebagaiman mestinya oleh jaringan-jaringan tubuh, glukosa tidak bias masuk ke dalam sel-sel tubuh. Saat glukosa menumpul dalam darah, sel tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik. ( Nuari, 2017). Penyebab utama DM tipe 2 terjadi pada volume reseptor (penerima) hormone insulin, yakni sel-sel darah. Dalam keadaan ini produktivitas hormone insulin berkerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah, keadaan ini dikenal dengan resistensi insulin. Faktor resiko DM tipe 2 menurut WHO (2011) yakni ; 1)

Usia diatas 45 tahun, jarang DM tipe 2 pada usia muda

2)

Obesitas, berat badan lebih dari 120% dari berat badan ideal (kira-kira terjadi 90%)

3)

Riwayat keluarga dengan DM tipe II

4)

Riwayat adanya gangguan tolerandi glukosa (IGT) atau gangguan glukosa puasa (IFG)

5)

Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia, kolesterol atau trigliserida lebih dari 150 mg/dl

6)

Riwayat gestasional dM atau riwayat melahirkan bayi diatas 4 kg

10

Polycystic ovarian syndrome yang diakibatkan resistensi dari insulin. Pada keadaan ini wanita tidak terjadi ovulasi (keluarnya sel telur dari ovearium), tidak terjadi menstruasi, tumbuhnya rambut secara berlebihan, tidak bisa hamil. ( Nuari, 2017) c.

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan ini adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau menular diketahui selama keadaan hamil. Oleh karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai pengaruh metabolik terhadap glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan peningkatan metabolik tubuh dan hal ini berdampak kurang baik bagi janin (Maghfuri, 2016).

d. DM Tipe Lain Menurut Porth (2007) DM tipe lain merupakan gangguan endokrin yang menimbulkan hiperglikemia akibat peningkatan produksi glukosa hati atau penurunan penggunaan glukosa oleh sel (Damayanti, 2015). Menurut Soegando, Soewondo & Subekti (2009) DM tipe lain sebelumnya dikenal dengan istilah diabetes sekunder, diabetes tipe ini menggambarkan diabetes yang dihubungkan dengan keadaan dan sindrom tertentu, misalnya diabetes yang terjadi dengan penyakit pankreas atau pengangkatan jaringan

11

pankreas dan penyakit endokrin seperti akromegali, karena zat kimia atau obat,infeksi dan endokrineopati (Damayanti, 2015). 3.

Patofisiologi Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam

keadaan

normal

insulin

12

mengendalikan

glikogenolisis

(pemecahan

glukosa

yang

disimpan)

dan

glukoneogenesis

(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa

hambatan

dan

lebih

lanjut

akan

turut

menimbulkan

hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan

perubahan

kesadaran,

koma

bahkan

kematian.

Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang penting. Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan

13

penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK). Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit

14

yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadra glukosanya sangat tinggi). (Suyono, 2015) 4.

Tanda dan Gejala Menurut Tarwoto, dkk

(2016)

tanda dan gejala yang lazim

muncul pada pasien DM, ialah : a.

Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil (poliuria) Adanya hiperglikemia menyebabkan sebagian glukosa dikeluarkan oleh ginjal bersama urine karena keterbatasan kemampuan filtrasi ginjal dan kemampuan reabsorpsi dari tubulus ginjal. Untuk mempermudah pengeluaran glukosa maka diperlukan banyak air, sehingga frekuensi miksi menjadi meningkat.

b.

Meningkatnya rasa haus (polidipsia) Banyaknya miksi menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi), hal ini merangsang pusat haus yang mengakibatkan peningkatan rasa haus.

c.

Meningkatnya rasa lapar (polipagia) Meningkatkan katabolisme, pemecahan glikogen untuk energi menyebabkan cadangan energi berkurang, keadaan ini menstimulasi pusat lapar.

15

d.

Penurunan berat badan Penurunan berat badan disebabkan karena banyaknya kehilangan cairan, glikogen dan cadangan trigliserida serta massa otot.

e.

Kelainan pada mata, penglihatan kabur Pada kondisi kronis, keadaan hiperglikemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat, sirkulasi ke vaskuler tidak lancar, termasuk pada mata yang dapat merusak retina serta kekeruhan pada lensa.

f.

Kulit gatal, infeksi kulit, gatal-gatal disekitar penis dan vagina Peningkatan glukosa darah mengakibatkan penumpukan pula pada kulit sehingga menjadi gatal, jamur dan bakteri mudah menyerang kulit.

g.

Ketonuria Ketika glukosa tidak lagi digunakan untuk energi, maka digunakan asam lemak untuk energi, asam lemak akan dipecah menjadi keton yang kemudian berada pada darah dan dikeluarkan melalui ginjal.

h. Kelemahan dan keletihan Kurangnya

cadangan

energi,

adanya

kelaparan

sel,

kehilangan potasium menjadi akibat pasien mudah lelah dan letih

16

i.

Terkadang tanpa gejala Pada keadaan tertentu, tubuh sudah dapat beradaptasi dengan peningkatan glukosa darah.

5.

Komplikasi Rumahorbo (2014) menyatakan berbagai komplikasi yang dapat berkembang pada diabetes, antara lain ; a.

Komplikasi akut 1)

Hipoglikemia Hipoglikemia

adalah

suatu

kondisi

yang

menunjukkan kadar glukosa dalam darah rendah. Kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/dl. Pada penyandang diabetes, keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan, komsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang terlalu beratdan

berlebihan.

dikelompokkan

menjadi

Gejala dua

hipoglikemia kategori

yaitu

dapat gejala

adrenergik dan sistem saraf pusat. Hipoglikemia dapat dikelompokkan menjadi ringan (glukosa darah 50 mg/dl), sedang (glukosa darah kurang dari 50 mg/dl) dan berat (glukosa darah kurang dari 40 mg/dl). 2)

Diabetes ketoasidosis Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup insulin dalam jumlah yang nyata. Keadaan

17

mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada ketoasidosis yaitu terjadinya dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. 3)

Syndrom

Hiperglikemia

Hiperosmolar

Non

Ketotik

(SHHNK) Merupakan

keadaan

yang

didominasi

oleh

hiperosmolar dan hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. b.

Komplikasi kronik 1)

Komplikasi makrovaskuler Perubahan

pembuluh

darah

besar

akibat

aterosklerosis menimbulkan masalah yangserius pada diabetes. Aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah arteri koroner maka akan menyebabkan penyakit jantung koroner, sedangkan aterosklerosis yang terjadi pada pembuluh darah serebral akan menyebabkan stroke infark. 2)

Komplikasi mikrovaskuler a)

Retinopati diabetikum Disebabkan oleh perubahan dalam pembuluhpembuluh darah kecil pada retina mata. Retinopati diabetic dapat menyebabkan kebutaan

18

b)

Nefropati diabetikum Bila kadar glukosa darah meninggi maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami stres yang mengakibatkan kerusakan pada membrane filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah dalam urin. Kondisi ini mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Nefropati diabetikum dapat menyebabkan gagal ginjal

c)

Neuropati diabetikum Penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dan penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa diketahui

B.

Tinjauan Umum Tentang Penatalaksanaan Deabites Mellitus Tujuan pengelolaan pasien dengan DM adalah : 1.

Menormalkan fungsi dari insulin dan menurunkan kadar glukosa darah

2.

Mencegah komplikasi vaskuler dan neurophati

3.

Mencegah terjadinya hipoglikemia dan ketoasidosis (Tarwoto, 2016) Dalam mengelola diabetes melitus terdapat 4 Pilar utama pengelolaan

DM, antara lain : 1.

Perencanaan makan Kontrol nutrisi, diet dan berat badan merupakan dasar penanganan DM. Tujuan manajemen nutrisi dan diet adalah

19

mengontrol total kebutuhan kalori tubuh, intake yang dibutuhkan, mencapai kadar serum lipid normal. Komposisi nutrisi pada diet DM adalah kebutuhan kalori, karbohidrat, lemak, protein dan serat (Tarwoto, 2016). Untuk menentukan status gizi dipakai rumus body mass index (BMI) atau indeks massa tubuh (IMT) yaitu BMI atau IMT = BB (kg) / (TB (m)) Ketentuan : a.

IMT normal wanita

: 18,5 – 23,5

b.

IMT normal pria

: 22,5 – 25

c.

BB kurang

: <18,5

d.

BB lebih dengan resiko : 23,0 – 24,9

e.

BB lebih obesitas I

: 25,0 – 29,9

f.

Obesitas II

: >30,00

Menurut Handayani dan Rudijanto (2015) prinsip pengelolaan makan pada pasien didahului dengan tahapan sebagai berikut : a.

Penentuan kebutuhan energi Hal – hal yang mempengaruhi kebutuhan energi antara lain adalah usia, komposisi tubuh, ukuran tubuh, suhu dan jenis kelamin. Kebutuhan energi seseorang dapat ditentukan dengan cara pengukuran langsung menggunakan alat pengukur energi seperti indirect colorimetry ataupun

20

diperkirakan melalui rumus tertentu. Rumus menentukan kebutuhan energi basal ; Kebutuhan energi basal laki-laki : 30 kkal/ Kg BB (aktual) Kebutuhan energi basal wanita : 25 kkal/Kg BB (aktual) b.

Penentuan proporsi

kebutuhan zat gizi makro sebagai

penghasil energi. 1)

Karbohidrat : 45 – 60 % total asupan energi Karbohidrat menghasilkan 4 Kkal/1 g. Sumber bahan makanan mengandung karbohidrat adalah dari bahan makanan pokok seperti nasi, sereal, gandum, jagung,

kentang

dan

sebagainya.

Meskipun

karbohidrat dibatasi pada orang DM, pembatasannya tidak boleh kurang dari 130 g/hari. Sehingga jumlah karbohidrat yang dianjurkan untuk seseorang dengan total kebutuhan energi 1500 kkal/hari adalah 1500 x 60% = 600 kkal atau setara dengan 150 gr karbohidrat.

Selain

mempertimbangkan

jumlah

karbohidrat, sebaiknya sumber karbohidrat yang dipilih adalah dari jenis karbohidrat kompleks. 2)

Protein : 10-20% total asupan energi per hari Pada

kondisi

diabetes

tanpa

komplikasi,

kebutuhan protein dihitung dalam kisaran 10 – 20 % total protein. Dalam 1 g protein akan dihasilkan

21

energi sebesar 4 kkal. Misalnya kebutuhan energi hasil perhitungan = 1600 kkal, maka protein yang dibutuhkan adalah : 10% x 1600 kkal = 160 kkal atau setara dengan 160 kkal/4 = 40 g protein per hari. Protein berperan dalam tubuh sebagai zat gizi untuk pertumbuhan dan mengganti jaringan yang rusak. Bahan makanan sumber protein banyak terdapat pada golongan lauk hewani (misalnya daging, ikan, telur, ayam), susu dan golongan lauk nabati (misalnya kacang-kacangan, tahu, tenpe, dsb 3)

Lemak : 20-25% total asupan energi per hari Asupan lemak bagi diabetesi dianjurkan berkisar 20-25% total asupan energi perhari. Dalam 1 g lemak dihasilkan energi sebesar 9 kkal. Misalnya kebutuhan energi hasil perhitungan = 1600 kkal, maka lemak yang dibutuhkan adalah : 20% x 1600 kkal = 320 kkal atau setara dengan 320 kkal/g = 35,6 lemak per hari. Bahan makanan sumber lemak yang diberikan sebaiknya merupakan kombinasi antar lemak jenuh (<7% dari total asupan energi) dan lemak tidak jenuh (<10% total asupan energi) dan sumber kolesterol <200 mg/hari.

22

4)

Penentuan zat gizi mikro (vitamin dan mineral) Zat gizi mikro tidak menghasilkan energi, namun tetap harus diperhitungkan untuk menunjang proses metabolisme fisiologis di dalam tubuh. Zat gizi mikro disarankan tidak dibawah kebutuhan normal seperti yang dianjurkan dalam daftar kecukupan zat gizi yang dianjurkan (DKGA) yang diterbitkan olek Kemenkes, 2013.

2.

Latihan Jasmani / exercise Menurut Smeltzer dan Bare (2013) latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga. Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training)I dapat meningkatkan lean body mass dandengan demikian menambah laju metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat bermanfaat bagi diabetesi karena dapat menurunkan berat badan, mengurasi rasa stres dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL-kolesterol dan

menurunkan kadar kolesterol total

serta

trigliserida. Semua manfaat ini sangat penting bagi penyandang

23

diabetes mengingat adanya peningkatan resiko untuk terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetesi. Manfaat olahraga bagi diabetesi antara lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lipid darah, peningkatan tekanan darah, hiperkoagulasi darah (Soegondo dkk. 2015). Yang perlu diperhatikan dalam latihan fisik DM adalah frekuensi (jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan secara teratur 3-5 kali perminggu), intensitas (ringan dan sedang yaitu 60%-70% MHR), durasi waktu (30-60 menit) dan jenis latihan (olagraga endurans atau aerobik untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, joging, berenang dan bersepeda) (Tarwoto, 2016). Hal yang perlu diperhatikan setiap kali melakukan olahraga adalah tahap-tahap berikut ini : a.

Pemanasan (warm-up) Kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan yang sebenarnya, seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi secara bertahap tidak meningkat secara mendadak. Selain itu pemanasan perlu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cedera akibat berolahraga. Lama pemanasan cukup 5 – 10 menit.

24

b.

Latihan inti (cnditioning) Pada tahap ini denyut nadi diusahakan mencapai THR agar latihan benar-benar bermanfaat. Bila THR tidak tercapai maka latihan tidak akan bermanfaat, bila melebihi THR akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.

c.

Pendinginan (cooling-down) Sebaiknya setelah selesai melakukan olahraga dilakukan pendinginan, untuk mencegah terjadinya penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif. Bila olahraga yang dilakukan adalah jogging maka pendinginan sebaiknya tetap jalan untuk beberapa menit. Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda tanpa beban. Lama pendinginan kurang lebih 5 – 10 menit, hingga denyut nadi mendekati denyut nadi istirahat.

d.

Peregangan (stretching) Hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otototot yang masih teregang dan lebih elastis. Komponen ini lebih penting bagi diabetesi usia lanjut (Soegondo dkk. 2015). Pada diabetesi yang mendapat terapi insulin, keadaan hipoglikemia disertai dengan kadar insulin yang berlebihan merupakan keadaaan yang perlu mendapat perhatian ketika berolahraga terutama pada waktu pemulihan. Dengan demikian

25

saat merencanakan program latihan atau olahraga bagi penderita diabetes, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan yaitu: 1)

Ketahui kontraindikasi dan keterbatasan diabetes

2)

Harus realistik sebab diabetesi akan melakukan olahraga secara teratur apabila diabetesi merasakan manfaat dan menyenanginya.

3)

Peningkatan intensitas dan durasi dilakukan secara bertahap

4)

Ingatkan resiko terjadinya hipoglikemia

5)

Ingatkan bahwa olahraga atau aktivitas fisik apasaja lebih baik daripada tidak melakukan sama sekali Soegondo, dkk (2015) menyatakan beberapa tip yang perlu

diperhatikan diabetesi sebelum berolahraga, antara lain : 1)

Untuk menghindari hipoglikemia lakukan olahraga yang teratur, intake makanan dan cairan yang cukup serta pemakaian obat-obatan yang tepat/sesuai

2)

Bila kadar glukosa darah sebelum berolahraga 100-250 mg/dl dan akan berolahraga lebih dari 1 jam maka dianjurkan untuk mengkomsumsi makanan kecil setiap 3060 menit,makanan kecil 10-15 gr, dikomsumsi 15-30 menit sebelum berolahraga.

3)

Bila kadar glukosa darah <100 mg/dl, dibutuhkan makanan ekstra (25 gr), sedangkan bila kadar glukosa darah 100-250

26

mg/dl, dan hanya akan berolahraga selama kurang dari 1 jam, tidak diperlukan makanan ekstra. 4)

Akibat efek olahraga terhadap penggunaan insulin oleh sel tubuh, sebaiknya diabetes tipe I mengurangi dosis insulin dan meningkatkan asupan makan melalui olahraga.

5)

Olahraga harus segera dihentikan pada awal gejala hipoglikemia

6)

Kenakan sepatu yang sesuai, perhatikan perawatan dan kebersihan kaki

7)

Lakukan pemeriksaan medis dan EKG kerja sebelum memulai olahraga

8)

Program olahraga disusun sesuai beratnya penyakit dan tingkat kebugaran diabetesi

9)

Rencanakan pemeriksaan berkala untuk evaluasi program latihan

3.

Penyuluhan Penyuluhan

atau

pendidikan

kesehatan

diabetes

adalah

pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik (Soegondo dkk. 2015).

27

Beberapa hal penting yang perlu disampaikan pada pasien DM adalah : a.

Penyakit DM yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, penyebab, patofisiologi dan test diagnosis

b.

Diet atau managemen diet pada pasien DM

c.

Aktivitas sehari-hari termasuk latihan dan olahraga

d.

Pencegahan terhadap komplikasi Diabetes melitus diantaranya penatalaksanaan hipoglikemia, pencegahan terjadi ganggren pada kaki dengan latihan senam kaki

e.

Pemberian obat-obatan DM dan cara injeksi insulin

f.

Cara monitoring dan pengukuran glukosa darah secara mandiri (Tarwoto, dkk. 2016

C.

Tinjauan Umum Tentang Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada keadaan normal glukosa darah diatur sedemikian rupa oleh insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas, sehingga kadarnya didalan darah selalu dalam batas aman, baik pada keadaan puasa maupun setelah makan (Soegondo dkk. 2015). Pada keadaan DM tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan kadar glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa dihati tidak dapat dihambat (karena insulin relatif kurang) sehingga kadar glukosa darah dapat semakin meningkat (Soegondo dkk. 2015).

28

Dalam menentukan adanya diabetes melitus, tes urine tunggul tidak boleh dilakukan namun perlu ditambah dengan tes gula darah. Kriteria diagnostik diabetes berdasarkan panduan WHO dapat dilihat pada tabel berikut ini : (Damayanti, 2015). Tabel 1.1 Kriteria Diagnostik Diabetes Berdasarkan Panduan WHO Tahap

Gula Darah Puasa

Gula Darah Acak

OGTT

< 6,1 mmol/L

Gula darah 2 jam < 7,8 mmol/L

Gangguan gula darah puasa ≥ 6,1 mmol/L dan < 7,0 mmol/L

Gangguan toleransi glukosa 2 jam ≥ 7,8 mmol/L dan 11,2 mmol/L

Normal

Gangguan toleransi glukosa

≥ 7,0 mmol/L

≥ 11,1 mmol/L Gula darah 2 dan gejala jam > 11,1 mmol/L

Diabetes

Catatan : pada tabel ini ditunjukkan glukosa darah vena. Glukosa darah kapiler 10-15% lebih tinggi daripada darah vena. Atau jika kita menggunakan satuan mg/dL, maka untuk mendiagnosa diabetes dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 1.2 Kriteria Diagnostik Diabetes Test

Tahap Diabetes

Tahap Prediksi

≥ 126 mg/dL

100 – 125 mg/dL

≥ 200 mg/dL

140 – 199 mg/dL

Gula darah puasa OGTT Gula darah acak

> 200 mg/dL

29

Keterangan : 1.

Gula darah puasa di ukur sesudah puasa malam selama 8 jam

2.

Oral Glukosa Tolerance Test (OGTT) diukur sesudah puasa semalaman, lalu pasien diberikan cairan 75 gr glukosa untuk minum, lalu gula darah diukur 2 jam kemudian

3.

Gula darah acak diukur sewaktu-waktu

4.

Untuk mendiagnosa diabetes, perlu dilakukan uji ulang ketika mendapatkan hasil yang abnormal, sehingga mendapatkan konfirmasi yang akurat

5.

Diabetes dapat didiagnosa dengan adanya gejala khusus (khas) Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai penyaring dan diagnosis DM :

Tabel 1.3 Kriteria Diagnostik Diabetes berdasarkan Depkes RI 2008

Bukan DM

Belum pasti DM

DM

Kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl)

Plasma vena darah kapiler

< 100

100 – 199

≥ 200

Kadar glukosa darah puasa (mg/dL)

Plasma vena darah kapiler

<90

90 – 126

≥ 127

Sumber: PPTM, Depkes RI (2008) dalam (Damayanti, 2015).

30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan pendekatan systematic review. Systematic review mempunyai kriteria dimana penelaahan terhadap artikel dilaksanakan secara terstruktur dan terencana. Systematic review meningkatkan kedalaman dalam mereview dan membuat ringkasan dalam evidence riset (Davies & Crombie, 2009) B. Teknik Pengumpulan Data Sumber jurnal dalam penelitian ini menggunakan database Google Schoolar, Pubmed, Portal Garuda, dengan menggunakan kata kunci “Mengontrol Kadar Gula Darah”, “Penatalaksanaan Non farmakologi pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2”, “Penatalaksanaan Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus” dan “Penatalaksanaan Diabetes Mellitus”. Dalam memilih jurnal peneliti memiliki kriteria Inklusi dan ekslusi : 1. Kriteria Inklusi : a. Artikel tahun 2015-2018 Fulltext Artikel yang sesuai dengan topic b. Terdapat ISSN dan DO Jurnal Asia c. Merupakan jurnal intervensi untuk penatalaksanaan non farmakologi untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2 d. Merupakan intervensi non farmakologi 2. Intervensi yang efisien 3. Kriteria Ekslusi : a. Artikel di bawah tahun 2015

31

b. Intervensi yang sulit dilakukan dan memiliki alat dan bahan yang rumit C. Pengelolaan Data Setelah menggumpulkan data dan informasi, semua data tersebut diseleksi kemudian di analisis menggunakan analisis komparatif untuk melihat perbandingan antara pikiran utama karya tulis ini dengan beberapa teori yang relevan, dan untuk selanjutnya memberikan rekomendasi penatalaksanaan nonfarmakologi untuk mengontrol kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2

32

Bibliography Brunner, S. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC. Darmayanti, S. (2015). Diabetes Melitus & Penatalaksanaan Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika. IDF. (2017). Online Version Of DIABETES ATLAS Eight Edition 2017. Dipetik februari 17, 2019, dari http://diabetesasia.org/content/diabetes_guidelines/IDF_guidelines.pdf IDF. (2015). Online Version Of DIABETES ATLAS Seventh Edition 2015. Dipetik Februari 16, 2019, dari http://www.oedg.at/pdf/1606_IDF_Atlas_2015_UK.pdf Kemenkes RI. (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan, R. (2014). INFODATIN Pusat Data Dan Informasi (Situasi Dan Analisis Diabetes). Dipetik Januari 27, 2018, dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatindiabetes.pdf Maghfuri, A. (2016). Buku Pintar Perawatan Luka Diabetes Melitus. Jakarta: Salemba Medika. Nuari, N. A. (2017). Strategi Menejemen Edukasi Pasien Diabetes Mellitus. Yogyakarta: Deepublish. Rumahorbo, H. (2014). Mencegah Diabetes Melitus Dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor: In Media. Soegondo, S. S. (20015). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu Panduan Penatalaksanaan Diabetes Melitus Bagi Dokter Dan Edukator. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tarwoto, W. T. (2016). Keperawtan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV. Trans Info Media. WHO. (2016). Global Report On Diabetes. Dipetik Januari 27, 2018, dari http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204871/1/9789241565257_eng.pdf?ua=1

33

34

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Kusioner.docx
December 2019 13
Nyeri.docx
December 2019 9
Bab I1.docx
April 2020 8