BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi (UUD 1945, pasal 28 H ayat 1dan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) dan sekaligus sebagai investasi, sehingga perlu diupayakan, diperjuangkan dan ditingkatkan oleh setiap individu dan oleh seluruh komponen bangsa, agar masyarakat dapat menikmati hidup sehat dan pada akhirnya dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Hal ini perlu
dilakukan
karena
kesehatan
bukanlah
tanggung
jawab
pemerintah saja, namun merupakan tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta. (Rosita, 2011: 18). Pos
Pelayanan
pemberdayaan
Terpadu
masyarakat,
(Posyandu)
yang
dibentuk
merupakan dan
wahana
dikelola
oleh
masyarakat, dengan bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor, dan lembaga terkait lainnya untuk menyelenggarakan lima program prioritas secara terpadu pada satu tempat yang sama guna meningkatkan kemampuan masyarakat agar hidup sehat. Meskipun Posyandu bersumber daya masyarakat, pemerintah tetap ikut andil terutama dalam hal penyediaan bantuan teknis dan kebijakan.(Azzahy, 2011: 30) Melalui Posyandu diharapkan terjadinya peningkatan status gizi anak dan teridentifikasinya dengan cepat kasus kurang gizi pada anak
1
dan kasus lain-lain di beberapa provinsi di Indonesia. Pada saat ini pemerintah sudah mempersiapkan langkah dan strategi untuk mengembalikan fungsi dan kinerja Posyandu agar layanan kesehatan dasar masyarakat tercapai. (Azzahy, 2011: 31). Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk atau individu agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.Posyandu merupakan salah satu bentuk kesehatan bersumber daya manusia guna memberdayakan masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 2011 Angka kematian bayi (AKB) usia 0-11 bulan di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 34 /1000 kelahiran hidup dan angka kematian ibu (AKI) mencapai kisaran 228/100.0000 kelahiran hidup. Angka kematian neonatal usia 0-28 hari (AKN) mencapai 19/1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita usia 0-59 bulan (AKBAL) mencapai 44/100 kelahiran hidup. (Azzahy, 2011: 9) Adapun penyebab langsung kematian ibu di Indonesia seperti halnya di negara lain terdiri dari perdarahan, infeksi dan eklampsia, data tersebut menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir, rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu
2
dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya, serta perilaku (baik yang bersifat preventif maupun kuratif) ibu hamil dan
keluarga
perkembangan
serta
masyarakat
kehamilan
sehat,
yang
bersifat
persalinan
negatif
yang
bagi
aman
dan
perkembangan dini anak. (Rahayu, 2006: 37) Sebagai indikator pencapaian dalam program Posyandu yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerja sama lintas sektoral dan peran serta masyarakat. Pada masa krisis ekonomi keberadaanya kurang menggembirakan, hal ini ditandai dengan rendahnya
cakupan
kegiatan
Posyandu.
Cakupan
partisipasi
masyarakat dalam kegiatan Posyandu adalah Jumlah Balita yang ditimbang di Posyandu (D) dibagi dengan jumlah balita yang ada (S) di wilayah kerja Posyandu kemudian dikali 100%. Persentase D/S disini, menggambarkan berapa besar jumlah partisipasi masyarakat di dareah tersebut yang telah tercapai. Cakupan D/S dalam kegiatan Posyandu di Indonesia per Agustus 2012 adalah 71,4%, Sulawesi Tenggara salah satu provinsi yang memiliki cakupan rendah yaitu 60,3%% masih dibawah target Dinas Kesehatan sebesar 75% (Ditjen Gizi & KIA, Kemenkes RI, 2013) Berdasarkan hasil kunjungan ke Posyandu, ternyata Posyandu belum
sepenuhnya
mengupayakan
diterima
pemenuhan
oleh
masyarakat
kebutuhan
sebagai
kesehatan
tempat
dasar
dan
peningkatan status gizi anak. Fungsi dan kinerja Posyandu secara
3
umum masih belum menunjukkan hasil yang optimal. Terbukti masih banyak orang tua balita yang belum memanfaatkan
pelayanan
Posyandu. Selama ini para orang tua enggan untuk mengikuti kegiatan Posyandu di desanya. Menurut data Laporan Gizi Subdin Upakes Sultra (2010) balita 0 59 bulan menurut Kab/Kota yang status gizinya buruk tertinggi adalah di Kab. Kolaka Utara yaitu 22,80 %, dan yang terendah di Kab.Bombana yaitu 7,41 %. Sedang Gizi Kurang tertinggi juga di Kab. Kolaka Utara yaitu 30,57 %,terendah di Kab.Konsel yaitu 15,22 %. Gizi Baik/Normal tertinggi di Kota Kendari yaitu 71,82 %, terendah di Kab. Kolaka Utara yaitu 46,11 %.Sedangkan gizi lebih tertinggi di Kab. Konsel yaitu 5,77 %, terendah di Kab. Kolaka Utara yaitu 0,52 %. (Kemenkes SULTRA 2011) Berdasarkan teori Green (Notoatmodjo, 1993: 42) bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat di pengaruhi oleh perilakunya ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor predisposisi yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas dan sarana kesehatan, faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan. Dari faktor tersebut diatas mempengaruhi perilaku masyarakat untuk dapat memanfaatkan posyandu.Jika dikaitkan dengan hasil analisis Poerdji dalam Rahayu (2006: 75) bahwa faktor yang lebih berpengaruh terhadap jumlah kunjungan balita ke posyandu
4
dipengaruhi
oleh
umur,
petugas
kesehatan,
dan
partisipasi
masyarakat. Kegiatan
di
Posyandu
merupakan
kegiatan
nyata
yang
melibatkan partisipasi masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat, yang
dilaksanakan oleh kader-kader kesehatan yang telah mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Upaya pengembangan kualitas sumber daya manusia dengan mengoptimalkan potensi tumbuh kembang anak dapat dilaksanakan secara
merata apabila sistem pelayanan
kesehatan yang berbasis masyarakat seperti Posyandu dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta dapat menjangkau semua sasaran yang
membutuhkan layanan tumbuh kembang anak, ibu
hamil, ibu menyusui dan ibu nifas. Dimana sebagai salah satu sasaran terpenting
balita
dapat
menjadi
indikator
untuk
mengetahui
pemanfaatan Posyandu oleh masyarakat. (Widiastuti, 2006: 68) Berdasarkan data profil Kesehatan Indonesia (2012), pada tahun 2011 jumlah posyandu sebanyak 269.202 unit dan mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Rasio Posyandu terhadap desa/kelurahan terbesar adalah Sulawesi Barat (15,84%), DKI Jakarta (14,55%) dan Jawa Barat 7,47%, sedangkan rasio terkecil di NAD (0,93%), Maluku (1,31%) dan Papua (1,34%).
5
Pelaksanaan penimbangan di posyandu berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, dilaporkan dari 15 juta balita yang berusia 0 -59 bulan di Indonesia, cakupan penimbangan balita 4 – 6 kali dalam 6 bulan hanya 46%, dimana angka rata-rata terendah adalah di Propinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 21,4% dan angka
tertinggi
di
Propinsi
Yogyakarta
yaitu
sebesar
78,3%.
Sementara masih terdapat 25,5% balita tidak pernah ditimbang. Dalam Riskesdas juga dilaporkan posyandu masih merupakan sarana paling tinggi sebagai sarana kegiatan penimbangan balita (Litbangkes, 2008). Menurut pengamatan awal tentang pemanfaatan posyandu di Puskesmas Tiwu Kecamatan Tiwu diperoleh gambaran bahwa tingkat keaktifan masih rendah.Hal ini disebabkan diantaranya karena masyarakat belum merasa penting terhadap keberadaan posyandu. Dilihat dari segi fungsinya, posyandu tidak berfungsi dengan baik sesuai dengan yang ditargetkan yaitu sebanyak 90% karena posyandu hanya ramai dikunjungi jika ada pembagian vitamin A dan PMT ASI di posyandu. Pada posyandu diwilayah kerja Puskesmas Tiwu terjadi peningkatan balita namun jumlah kunjungan menurun. Hal ini dikarenakan kurangnya minat ibu untuk membawa anak balitanya ke Posyandu. Berdasarkan data dari Puskesmas Tiwu Kecamatan Tiwu, diperoleh bahwa jumlah posyandu yang aktif di wilayah kerja Puskesmas Tiwu berjumlah 7 buah yang tersebar di 7desa. Angka
6
partisipasi masyarakat yang mempunyai anak berumur 0-59 bulan dalam memanfaatkan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu. Pada tahun 2011 jumlah balita di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kecamatan Tiwu sebanyak 538 balita, dan yang aktif mengunjungi posyandu sebanyak 391 balita (72,7 %). Sedangkan pada tahun 2012 jumlah balita meningkat menjadi 624 dan jumlah kunjungan ke Posyandu menurun menjadi 320 (51,3 %), tidak sesuai dengan yang ditargetkan oleh Dinas Kesehatan yaitu 90 %. (Puskesmas Tiwu, 2012) Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti akan melakukan penelitian mengenai faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kecamatan Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Apakah ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013 ? 2. Apakah ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013 ?
7
3. Apakah ada hubungan antara sikap dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013 ? 4. Apakah ada hubungan antara pelayanan petugas kesehatan dengan pemanfaatan
posyandu
diwilayah
kerja
Puskesmas
Tiwu
Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013 ? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
berhubungan
pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas
dengan Tiwu
Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. b. Untuk mengetahui hubungan
antara pendidikan dengan
pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. c. Untuk
mengatahui
hubungan
antara
sikap
dengan
pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013.
8
d. Untuk mengetahui hubungan
antara pelayanan petugas
kesehatan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam rangka mengetahui agar dapat dimanfaatkan dalam menentukan kebijakan khususnya dalam peningkatan pemanfaatan posyandu. 2. Manfaat Praktis Sebagai tambahan pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam memperluas cakrawala berpikir melalui penelitian lapangan.
9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pemanfaatan Posyandu 1. Pengertian Posyandu Posyandu
adalah
kegiatan
kesehatan
dasar
yang
diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan setempat, dimana dalam satu unit posyandu, idealnya melayani sekitar 100 balita (120 kepala keluarga) yang disesuaikan dengan kemampuan petugas dan keadaan setempat yang dibuka sebulan sekali, dilaksanakan oleh kader posyandu terlatih di bidang Keluarga Berencana (KB), yang bertujuan mempercepat penurunan angka kematian bayi, anak balita dan angka kelahiran (Depkes RI, 2002). Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai srategis dalam mengembangkan sumber daya manusia sejak dini serta sebagai pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (KB) yang dikelola dan diselenggarakan dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian status kesehatan yang baik (Kusumajaya, 2011: 37). Menurut
direktorat
bina
gizi
peran
serta
masyarakat,
posyandu adalah pelayanan terpadu KB kesehatan yang dikelola
10
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dan petugas dalam rangka pencapaian NKKBS. Posyandu
di
masa
kejayaannya
mampu
memberikan
pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat. Pelayanan dalam hal pencegahan lebih bermanfaat dibandingkan dengan tindakan medis, terlebih terkait dengan kegiatan massal yang melibatkan sangat banyak anggota masyarakat. Posyandu mandiri yang mencakup lebih luas daripada program kesehatan dan keluarga berencana. Untuk itu menjadi bagian dari satu kesatuan program yang dikembangkan di masyarakat.
Seperti
pemberdayaan
masyarakat
secara
keseluruhan, pendidikan dan kesehatan serta ekonomi produktif. (Kusumajaya, 2011: 39) Betapa pentingnya pos pelayanan terpadu (posyandu) di Indonesia dalam membantu penguatan dasar baik kesehatan ibu dan anak sebagai wujud pembangunan sumber daya manusia. Menyikapi pentingnya posyandu bagi penguatan mutu sumber daya manusia (SDM) khususnya ibu dan anak, setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota
kini
serentak
melakukan
gerakan
kegiatan
penguatan posyandu atau revitalisasi posyandu. “TP PKK berupaya memperkuat keberadaan posyandu-posyandu, bahkan berusaha menindaklanjutinya dengan meningkatkan kelas posyandu menjadi Posyandu Plus, Posyandu Mandiri dengan kegiatannya meliputi
11
kesehatan ibu dan balita, pendidikan, lansia, maupun ekonomi keluarga. Pada tahun 2006 Yayasan Damandiri lebih menggenjot usaha-usaha untuk menghidupkan Posyandu menjadi Posyandu Mandiri dan Posyandu Plus. Sehingga ruang gerak Posyandu tidak hanya bidang kesehatan tapi juga mempunyai kepedulian terhadap keluarga-keluarga yang mempunyai masalah-masalah kecacatan, keterpurukan, kemiskinan dan sebagainya. Dengan kata lain posyandu memiliki multi fungsi. Tidak hanya untuk KB dan kesehatan, tapi Posyandu juga bisa mengadakan deteksi dini terhadap ibu-ibu hamil dan anak-anak balita, khususnya anak balita yang kalau dibiarkan akan menyandang cacat pada usia muda. (Khalimah, 2007: 42) Apabila Posyandu mampu menghayati fungsi-fungsi tersebut, dan
selanjutnya
menjadikannya
sebagai
program
untuk
memberdayakan keluarga secara konsisten dan berkelanjutan, diharapkan pada akhirnya setiap keluarga bisa menjadi keluarga sejahtera. Makin
banyaknya
jumlah
posyandu
yang
mendorong
terjadinya variasi tingkat perkembangan yang beragam. Untuk mengantisipasi keadaan yang demikian Departemen Kesehatan menentukan tingkat perkembangan posyandu yang digolongkan kedalam empat tingkat yaitu:
12
a) Posyandu Pratama (Warna Merah) Posyandu tingkat pertama adalah Posyandu yang masih belum mantap, kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. b) Posyandu Madya (Warna Kuning) Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader tugas lima orang atau lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (cakupan D/S, cakupan KIA, cakupan imunisasi, cakupan KB) masih rendah, yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian Posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. c) Posyandu Purnama (Warna Hijau) Posyandu pada tingkat purnama adalah Posyandu yang frekuensi kegiatannya lebih dari delapan kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas lima orang atau lebih dan cakupan program utamanya lebih dari 50%. Sudah ada program tambahan, bahkan sudah ada dana sehat yang masih sederhana. d) Posyandu Mandiri (Warna Biru) Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan lima program utama sudah bagus, ada tambahan dan dana sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK (Depkes RI, 2002)
13
2. Tujuan Posyandu a) Tujuan umum : Meningkatkan kepedulian masyarakat melalui partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat dalam meningkatkan kinerja Posyandu. b) Tujuan khusus : 1) Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak 2) Mempercepat penerimaan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). 3) Meningkatkan
kemampuan
masyarakat
untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat 4) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat cakupan
masyarakat pelayanan
dalam
kesehatann
usaha
meningkatkan
kepada
penduduk
berdasarkan letak geografi 5) Meningkatan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih tekhnologi untuk kelola usaha-usaha kesehatan masyarakat (Suparyanto, 2011: 63). 3. Penyelenggara Posyandu Posyandu direncanakan dan dikembangkan oleh kader bersama kepala desa dan LKMD (seksi KB-Kes dan PKK). Penyelenggaraan dilakukan oleh kader yang terlatih dibidang KB-
14
Kes. Posyandu melayani semua anggota masyarakat terutama ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan balita serta pasangan usia subur (Rahayu, 2006: 42). Balita merupakan salah satu sasaran posyandu yang cukup, oleh karena balita merupakan proporsi yang cukup besar dari komposisi penduduk Indonesia, sehingga analisis tentang faktorfaktor yang mendorong balita berkunjung ke Posyandu perlu dilakukan (Rahayu, 2006: 42). Tujuh pesan Presiden RI yang disampaikan Pada Peringatan Pekan Kesehatan Nasional 2005 : a) Aktifkan kembali Posyandu; b) Periksakan Ibu hamil minimla empat kali selama masa kehamilan; c) Berikan imunisasi lenghkap pada bayi; d) Timbanglah bayi dan balita setiap bulan; e) Berantaslah jentik nyamuk dengan 3M Plus; f) Jagalah lingkungan agar tetap bersih, dan; g) Ikut Program KB 4. Kegiatan Posyandu Salah satu kegiatan posyandu adalah penyuluhan kesehatan. Peserta penyuluhan kesehatan adalah ibu-ibu yang tergabung dalam
posyandu.
Penyuluhan
biasanya
disertai
dengan
membagikan leaflet pada setiap kegiatan dengan tujuan agar ibu-
15
ibu dapat membaca kembali materi yang sudah diberikan dan mendpatkan lebih banyak lagi pemahaman mengenai gizi, kesehatan lingkungan dan keluarga berencana. Pelaksanaan kegiatan bulanan di Posyandu dibagi dalam 5 meja yaitu: a) Kegiatan di meja 1 : 1) Pendaftaran balita Jika anak sudah punya KIA, berarti bulan lalu anak sudah ditimbang, maka KIA-nya diminta. Namanya dicatat pada secarik kertas kemudian ibu balita diminta membawa anaknya menuju ke tempat penimbangan. Bila anak belum punya KIA, berarti baru bulan ini ikut penimbangan, maka diambilkan KIA baru. Kolomnya diisi secara lengkap. 2) Pendaftaran Ibu Hamil a. Ibu hamil didaftar didalam formulir catatan untuk ibu hamil. Ibu hamil yang tidak membawa balita diminta langsung menuju ke meja 4 untuk mendapat pelayanan gizi oleh kader, serta pelayanan oleh petugas di meja 5. b. Ibu yang belum menjadi peserta KIA dicatat namanya pada secarik kertas dan ibu menyerahkan kertas itu langsung kepada petugas di meja 6.
16
b) Kegiatan di meja 2 : Pada meja 2 dilakukan penimbangan balita. Siapkan dacing (timbangan) kemudian anak ditimbang. Hasil penimbangan berat badan anak dicatat pada secarik kertas dan diselipkan dalam KIA, selesai ditimbang anaknya dipersilahkan ke meja 3. c) Kegiatan di meja 3 : Pada meja 3 dilakukan pencatatan hasil penimbangan anak dari secarik kertas, dipindahkan ke KIA-nya, pada penimbangan pertama, semua kolom yang tersedia pada KIA diisi. Bila ada kartu kelahiran, bulan lahir yang terdapat pada kartu tersebut dicatat. Bila kartu lahir tidak ada, dicatat menurut ketrerangan ibu. d) Kegiatan di meja 4 : Pada meja 4 dilakukan penyuluhan : 1) Untuk semua balita, antara lain tentang : a. Pentingnya ASI Eksklusif sampai anak umur 4 bulan b. Makanan pendamping ASI bagi anak umur lebih dari 4 bulan dan PMT c. Untuk tetap memberikan ASI sampai berumur 2 tahun d. Pentingnya imunisasi lengkap e. Pentingnya Vitamin A f. Bahaya mencret atau diare bagi balita.
17
2) Untuk semua ibu hamil, antara lain : a. Untuk memperoleh suntikan imunisasi TT b. Istirahat cukup c. Meningkatkan porsi makan sehari-hari selama hamil d. Mengenai KB e. Mengenai bahaya anemia dan kekurangan yodium f. Pentingnya kolostrum 3) Untuk Ibu menyusui, antara lain : a. ASI segera diberikan setelah lahir b. ASI Ekslusif diberikan selama 0-4 bulan c. ASI diberikan setiap bayi menangis d. ASI diberikan sampai anak berumur 2 tahun. e) Kegiatan di meja 5 : Pada meja 5 dilakukan pelayanan kesehatan dan KB oleh petugas kesehatan. Kegiatannya antara lain : 1. Pemberian imunisasi kepada bayi 2. Pemberian imunisasi pada ibu hamil 3. Pengobatan misalnya pemberian oralit pada penderita diare (Pedoman Kegiatan Kader, 2000: 28) 5. Manfaat Posyandu Beberapa keuntungan dari keterpaduan program prioritas dalam kegiatan posyandu adalah sebagai berikut :
18
a. Tiap program dapat mencapai hasil yang optimal walaupun sumber dayanya terbatas dan juga diperoleh hasil bersama lebih baik. b. Masyarakat memperoleh kemudahan pelayanan paripurna di suatu kesempatan dan tempat sekaligus. c. Dicapai peningkatan hasil guna (efektifitas), daya guna (efisiensi) sumber daya program (tenaga, dana dan sarana). d. Dapat dihindari pemborosan waktu dan sumber daya di Masyarakat. e. Cakupan pelayanan dapat diperluas, sehingga mempercepat terwujudnya peningkatan derajat kesehatan ibu, bayi dan anak balita serta terwujudnya keluarga kecil bahagia (Mardy, Bagus, 2005: 59) Menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi
untuk
memelihara
dan
meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Dimas, 2011: 26)
19
Definisi tersebut ditegaskan pula dalam QS. An-nisa’ Ayat 9 yang berbunyi :
Terjemahan : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Dari ayat di atas memberikan peringatan kepada kita bahwa tingginya angka kematian bayi akan menunjukkan kurang berhasilnya upaya kita dalam meratakan pembangunan dan
meningkatkan
kebutuhan
gizi
kesejahteraan
keluarga,
akan
rakyat.
Terpenuhinya
meningkatkan
kesehatan
keluarga yang selanjutnya akan menurunkan angka kematian bayi dan anak-anak balita. B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Pengetahuan adalah apa yang mampu diketahui dan dipahami oleh manusia dari ilmu yang ada di sekitarnya. Menurut Aristoteles, bahasa pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diindera dan dapat merangsang budi. Dan salah satu metodologi dari umat Tao pengetahuan adalah mengadakan pemilahan, penggolongan, yang bertujuan untuk memberikan suatu
20
ciri khusus barang sesuatu dengan barang yang lain (Notoatmojo, 2002: 40) Untuk membuktikan apakah isi pengetahuan itu benar, perlu berpangkal pada teori-teori kebenaran pengetahuan. Teori pertama bertitik tolak pada adanya hubungan dalil dimana pengetahuan dianggap benar apabila dalil itu mempunyai hubungan dengan terdahulu. Teori kedua pengetahuan itu benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan. Teori ketiga menyatakan bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri dan mempunyai pengetahuan itu. Sedangkan menurut Notoatmojo (1997: 57), pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Jadi pengetahuan adalah apa yang telah diketahui oleh setiap individu setelah melihat, mengalami sejak lahir sampai dewasa. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi
melalui
pancaindera
manusia,
yakni
penglihatan, pendengaran, penciuman dan peraba. Sebagian besar pengetahuan
manusia
diperoleh
oleh
mata
dan
telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
21
terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2002: 41). Dari
beberapa
pengertian
pengetahuan
diatas
dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak (Ahyan, 2012: 31). C. Tinjauan Umum Tentang Pendidikan 1. Pengertian Pendidikan Pendidikan Indonesia sesuai dengan amanat pembukaan UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan
suatu
proses
berpikir
untuk
meningkatkan
kemampuan untuk memahami sekaligus dapat memecahkan atas dasar persoalan yang ada. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), mengartikan pendidikan sebagai proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik (Kamisa, 2007: 37). UU No 20 Tahun 2003 membagi pendidikan menjadi dua yaitu pendidikan formal dan pendidikan informal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolahsekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai
22
jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab (Rahayu, 2006: 48). 2. Tujuan Pendidikan UU No 20 Tahun 2003 mendefinisikan tujuan pendidikan sebagai pendidikan nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang
Maha
Esa
dan
berbudi
pekerti
luhur,
memiliki
pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab ke masyarakat dan kebangsaan. Rumusan tersebut sesuai dengan yang digariskan dalam Undang-undang yang menyarankan
bahwa
pendidikan
diharapkan
mampu
meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, mandiri,
sehingga
sekelilingnya
serta
membangun memenuhi
dirinya
dan
kebutuhan
masyarakat
pembangunan
kesejahteraan bangsa (Rahayu, 2006: 49).
23
3. Jalur Pendidikan Menurut UU No. 20 Tahun 2003 penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur yaitu : a. Jalur Pendidikan Sekolah Jalur pendidikan sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan mengajar
di
secara
sekolah
melalui
berjenjang
dan
kegiatan
belajar
berkesinambungan.
Contohnya pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. b. Jalur Pendidikan Luar Sekolah Jalur pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak harus berkesinambungan. Contohnya Pendidikan Kesetaraan (A, B dan C), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kursus dan sebagainya (Rahayu, 2006: 51). 4. Jenjang Pendidikan Jenjang berkelanjutan
pendidikan yang
adalah
ditetapkan
tahap
pendidikan
berdasarkan
tingkat
perkembangan peserta didik dan tingkat kerumitan bahan pengajaran. UU No. 20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa jenjang pendidikan sekolah terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
24
a. Pendidikan Dasar Pendidikan
dasar
diselenggarakan
untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mengikuti
pendidikan
menengah.
Pendidikan
dasar
ditempuh selama 9 tahun yaitu dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Pertama (SMP). b. Pendidikan Menengah Pendidikan menunjukkan
dan
menengah
diselenggarakan
untuk
meluaskan
pendidikan
serta
dasar
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial budaya dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. c. Pendidikan Tinggi Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik
menjadi
kemampuan
anggota
akademik
masyarakat dan
atau
yang
memiliki
menciptakan
ilmu
pengetahuan, teknologi, dan atau kesenian (Rahayu, 2006: 53).
25
D. Tinjauan Umum Tentang Sikap Menurut Pierre (1934) dalam Azwar (2007: 56) sikap adalah suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Soetarno dalam Herawati (2001: 30) memberikan definisi sikap
adalah
pandangan
atau
perasaan
yang
disertai
kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu.Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap
26
berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktoryang mempengaruhi pembentukan sikap adalah: 1. Pengalaman pribadi Untuk
dapat
menjadi
dasar
pembentukan
sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. 2. Kebudayaan Skinner menekankan pengaruh lingkungan (termasuk kebudayaan)
dalam
membentuk
kepribadian
seseorang.
Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang
menggambarkan
sejarah
reinforcement
(penguatan,
ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. 3. Orang lain yang dianggap penting Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan
sikap
orang
orang
yang
dianggapnya
penting.
Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
27
4. Media massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar afektif dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Institusi Pendidikan dan Agama Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai
pengaruh
kuat
dalam
pembentukan
sikap
dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. 6. Faktor emosi dalam diri Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadangkadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
oleh
penyaluran
emosi
frustasi
yang atau
berfungsi
pengalihan
sebagai bentuk
semacam mekanisme
28
pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka (Wijaya, 2012: 68-70). E. Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Petugas Kesehatan Secara umum yang dimaksud pelayan kesehatan menurut Levey dan Loomba dalam Sambas (2002: 54) adalah setiap upaya yang diselenggrakan sendiri atau secara bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah
dan
menyembuhkan
penyakit
serta
memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sedangkan
menurut
Sambas
(2002:
55)
pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan baik sendiri atau
bersama-sama
yang
ditujukan
terhadap
perorangan,
kelompok atau masyarakat dengan tujuan memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Adapun syarat-syarat pokok dari pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut (Sambas, 2002: 56) 1. Tersedia
dan
berkesinambungan,
artinya
semua
jenis
pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah setiap saat yang dibutuhkan
29
2. Dapat diterima dan wajar, artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dengan kepercayaan masyarakat 3. Mudah dicapai, yakni dipandang dari sudut lokasi yang artinya pengaturan
distribusi
pelayanan
kesehatan
tidak
hanya
terkonsentrasi di daerah perkotaan saja melainkan juga ditemukan di daerah pedesaan 4. Mudah dijangkau, dipandang dari sudut biaya yang artinya biaya
pelayanan
kesehatan
tersebut
sesuai
dengan
kemampuan ekonomi masyarakat 5. Bermutu, artinya yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang satu pihak dapat memuaskan para jasa layanan, pihak lain tata cara penyelenggaraan sesuatu dengan pemakai kode etik serta standar yang telah ditetapkan. Upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi 3 yaitu (Notoatmojo, 2003: 73) : a. Pelayanan tingkat pertama kesehatan (primary health care) artinya
pelayanan
kesehatan
yang
diperlukan
untuk
maysarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan dan bersifat pelayanan kesehatan dasar
30
b. Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health service) artinya pelayanan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan pripmer,
dan
memerlukan
tersedianya
tenaga-tenaga
spesialis c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary helath service) artinya pelayan kesehatan yang diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Ketiga pelayanan kesehatan tersebut tidak berdiri sendirisendiri namun berada didalam suatu sistem dan saling berhubungan apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindak medis tingkat primer, maka
ia akan
menyerahkan tanggung jawab tersebut ketingkat pelayan di atasnya. F. Tinjauan Umum Tentang Keikutsertaan Ibu Balita 1. Pengertian peran serta masyarakat Partisipasi
merupakan
sinonim
dari
keikutsertaan,
keterlibatan. Beberapa definisi dan pendapat yang membahas halperan serta atau partisipasi (masyarakat), baik dari segi kejiwaan maupun sosial dan efek yang dicapai, dijelaskan
31
dalam buku Sastropoetro (1988: 11) yang mengutip beberapa ahli sebagai berikut : a. Gordon W. Allport : “The person who participates is ego involved instead of merely taks-involved”. b. Pendapat
tersebut
diterjemahkan
oleh
Sastropoetro
(1988:12) sebagai berikut: Bahwa
seseorang
yang
berpartisipasi
sebenarnya
mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja. Dengan keterlibatan dirinya, berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya. c. Pengertian peran serta masyarakat dikemukakan oleh Marjono dalam makalahnya yang berjudul Revitalisasi Posyantekdes Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Dalam Otonomi Daerah adalah: Keikutsertaan/keterlibatan masyarakat dengan sadar dalam suatu program/kegiatan pembangunan. Peran serta dapat dianggap sebagai tolok ukur dalam menilai apakah suatu kegiatan
yang
dilaksanakan
merupakan
upaya
pemberdayaan masyarakat atau bukan. Jika masyarakat tidak
diberikan
kesempatan
untuk
berperan
serta/berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan, maka kegiatan tersebut esensinya tidak merupakan suatu upaya
32
pemberdayaan
masyarakat,
masyarakat.
Selanjutnya
Konsekuensi
logis
pemberdayaan langsung/tidak dengan
itu
Marjono prinsip
masyarakat langsung
harapan
masyarakat
dari
melainkan
mengemukakan:
tersebut,
pelaksanaan
semestinya
melibatkan
berbagai
elemen
program-program
masyarakat
memperdaya
akan
masyarakat
pemberdayaan
menumbuhkan
rasa
memiliki dan bertanggungjawab atas program tersebut. Dalam pemberdayaan masyarakat, peran serta/partisipasi menduduki posisi penting, karena memiliki tujuan dan fungsi yang strategis. Tujuan daripada peran serta masyarakat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, yakni menumbuhkan kesadaran hak dan kewajiban masyarakat, memupuk keswadayaan (sharing – jiwa berbagi), meneguhkan rasa tanggungjawab, merasa memiliki dan mau memelihara atas hasil dan pasca kegiatan serta mengembangkannya. Sedangkan fungsi yang diemban oleh peran serta, antara lain tidak sedikit kegiatan yang bisa diselesaikan, meminimumkan dana/anggaran, memiliki nilai tambah, tanggung jawab tinggi, mengakomodir kebutuhan, pemanfaatan/penggunaan sumber daya alam dan manusia dapat optimum.
33
2. Pengertian partisipasi Ibu Balita Upaya peningkatan partisipasi Ibu dalam membina pertumbuhan
dan
perkembangan
anak
balita
dilakukan
antaralain melalui kegiatan kelompok bina keluarga balita (BKB). Sebagai kelanjutan kegiatan tahun sebelumnya, pada tahun 1995/96 dilakukan pendidikan dan pelatihan bagi 420 orang kader BKB di 14 propinsi. Di samping itu, kegiatan posyandu terus ditingkatkan melalui kegiatan imunisasi bagi ibu hamil, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), dan penyuluhan tentang pentingnya imunisasi bagi anak balita dan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak balita. Upaya peningkatan peran serta ibu balita dalam masyarakat dilakukan melalui berbagai aktivitas wanita untuk mendukung pembangunan di daerahnya. Kegiatan tersebut dilaksanakan antara lain melalui wadah PKK, KB, dan posyandu. Melalui gerakan PKK, wanita berperan aktif dalam membina
kesejahteraan
keluarganya,
sedangkan
dalam
kegiatan posyandu, wanita terlibat secara aktif dalam pemberian pelayanan kesehatan, imunisasi, dan perbaikan gizi keluarga. Di bidang keluarga berencana (KB), peran wanita adalah sebagai peserta dan motivator KB.
34
3. Tingkat partisipasi masyarakat Setiap pemimpin yang berusaha menerapkan peran serta atau partisipasi akan mengalami, bahwa tentang kegiatan ini terdapat berbagai tingkatan, demikian pula bahwa jenjangnya itu bisa bergerak dari nol sampai dengan yang tidak terbatas. Dalam kaitan itu, maka partisipasi yang paling rendahlah yang tentunya paling mudah dicapai. Untuk menumbuhkan kegiatan partisipasi masyarakat diperlukan suatu keterampilan dan pengetahuan agar dapat mencapai berbagai tingkatannya, dan untuk
itu
selalu
dapat
ditemukan
titik
tolaknya
untuk
mengawalinya (Kurnia, 2011: 41-44) G. Tinjauan Umum Tentang Puskesmas 1. Pengertian Puskesmas Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi
sebagai
pusat
pembangunan
kesehatan,
pusat
pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh,
terpadu
dan
berkesinambungan
pada
suatu
masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu. (Taharuddin, 2012: 28)
35
2. Fungsi dan Kedudukan Puskesmas a. Fungsi Puskesmas 1. Menggerakkan
pembangunan
berwawasan
kesehatan
artinya Puskesmas harus berperan sebagai motor dan motivator terselenggaranya pembangunan yang mengacu, berorientasi serta dilandasi oleh kesehatan sebagai faktor pertimbangan utama. 2. Memberdayakan masyarakat, memberdayakan keluarga artinya pemberdayaan masyarakat adalah upaya fasilitas yang bersifat non instrutif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah. Merencanakan dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral maupun LSM dan tokoh masyarakat. Sedangkan pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitas yang bersifat non instruktur guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan mengambil keputusan untuk melakukan pemecahannya dengan benar tanpa atau dengan bantuan orang lain. 3. Memberikan pelayanan kesehatan tingkat pertama, artinya pelayanan yang bersifat mutlak yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat serta mempunyai nilai
36
strategis untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Sudayasa, 2002: 49). b. Kedudukan Puskesmas 1. Aspek Fungsional a. Dibidang pelayanan kesehatan masyarakat, puskesmas merupakan
unit
pelaksana
pelayanan
kesehatan
masyarakat tingkat pertama yang dibina oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota b. Di bidang pelayan medik, puskesmas merupakan unit pelaksana pelayanan unit dasar tingkat pertama yang secara klinis dapat berkoordinasi dan bekerja sama dengan RSUD Kabupaten/Kota c. Dalam
sistem
kesehatan
nasional,
puskesmas
berkedudukan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang merupakan ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. 2. Aspek Organisasi Puskesmas
merupakan
organisasi
struktural
dan
berkedudukan sebagai unit pelaksana teknis dinas, dipimpin oleh seorang kepala, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan secra operasional dikoordinasikan oleh camat (Taharuddin, 2012: 48).
37
3. Ada 4 azas yang harus diikuti oleh Puskesmas yaitu : a. Azas pertanggung jawaban wilayah artinya bila terjadi masalah kesehatan di wilayah kerjanya, puskesmaslah yang harus bertanggung jawab untuk mengatasinya. b. Azas peran serta masyarakat artinya dalam melaksanakan kegiatannya, puskesmas harus memandang masyarakat sebagai
subyek
pembangunan
kesehatan,
sehingga
puskesmas bukan hanya bekerja tetapi juga bekerja bersama masyarakat c. Azas perpaduan artinya dalam melaksanakan pembangunan kesehatan di wilayah harus melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, bermitra dengan BPKM/BPP dan Organisasi masyarakat lainnya, berkoordinasi dengan lintas sektor, agar terjadi perpaduan kegiatan dilapangan, sehingga lebih berhasil guna dan berdaya guna. d. Azas rujukan artinya puskesmas bila melakukan rujukan baik secara vertikal ketingkat yang lebih tinggi atau secara horisontal ke puskesmas lain sebaliknya puskesmas juga bisa menerima rujukan dari kasus secara vertikal dari tingkat yang lebih tinggi (Rumah Sakit) terhadap kasus yang sudah ditangani dan perlu pemeriksaan berkala yang sederhana dan dapat dilakukan oleh puskesmas (Taharuddin, 2012: 5152)
38
4. Upaya Pelayanan Kesehatan Puskesmas Dalam sistem kesehatan masyarakat disebutkan bahwa upaya pelayanan kesehatan dilaksanakan dan dikembangkan berdasarkan
suatu
bentuk
atau
pola
upaya
kesehatan
puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan pelayanan kesehatan.
Pelayanan
kesehatan
melalui
puskesmas
menyeluruh dan terpadu meliputi (Rahayu, 2006: 62) a. Kuratif (Pengobatan) b. Preventif (Pencegahan) c. Promotif (Peningkatan kesehatan) d. Rehabilitatif (Pemulihan kesehatan) 5. Visi dan Misi Puskesmas a. Visi puskesmas adalah mewujudkan kecamatan sehat. Dalam menentukan keberhasilan mewujudkan visi tersebut perlu ditetapkan indicator kecamatan sehat antara lain sebagai berikut : 1. Indikator lingkungan sehat 2. Indikator perilaku sehat 3. Indikator pelayanan kesehatan yang bermutu serta 4. Indikator derajat kesehatan yang optimal b. Misi puskesmas terdiri dari 4 yakni : 1. Menggerakkan
pembangunan
kecamatan
yang
berwawasan kesehatan
39
2. Mendorong kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan terjangkau (Taharuddin, 2012: 32).
40
BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar pemikiran variabel yang diteliti Pemanfaatan pelayanan kesehatan masyarakat pada dasarnya adalah digunakannya sarana pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat baik itu berupa rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, poliklinik, polindes, dan lainnya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Berdasarkan dari teori Green (1993) dalam Poerdji (2001) maka peneliti ingin melihat apakah ada hubungannya pengetahuan, pendidikan, sikap, dan pelayanan petugas kesehatan terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu posyandu sebagai wujud kesadaran masyarakat akan pentingnya pemanfaatan posyandu dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. 1. Pengetahuan Tingkat pengetahuan adalah apa yang dialami atau segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang manfaat posyandu dan jenis-jenis pelayanan kesehatan di posyandu. 2. Pendidikan Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuhi oleh responden. Dalam hal ini ibu balita yang menempuh jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
41
3. Sikap Sikap yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sikap ibu balita terhadap derajat/tingkat kesesuaian terhadap apa yang dilakukannya. Dalam hal ini adalah setuju atau tidak setuju dari ibu balita terhadap pernyataan yang diberikan tentang pemanfaatan posyandu. 4. Pelayanan petugas kesehatan Dalam UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang dimaksud tenaga kesehatan Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan
yang
untuk
jenis
tertentu
memerlukan
kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Suparyanto, 2011: 65) Tenaga kesehatan yang dimaksud dalam penelitian adalah seorang kader atau petugas kesehatan harus selalu aktif/hadir dalam setiap pelayanan posyandu dan senantiasa memberikan penyuluhan
kepada
anggota
masyarakat
dalam
berbagai
kesempatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam setiap kegiatan posyandu (Suparyanto, 2011: 65)
42
B. Pola pikir variabel yang diteliti Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka pola pikir variabel yang akan diteliti sebagai berikut : Pengetahuan
Pendidikan Pemanfaatan Posyandu Sikap
Pelayanan Petugas Kesehatan Diadaptasi dari Teori Green dalam Notoatmodjo (1993: 42)
Keterangan : : variabel independen
: variabel dependen
C. Hipotesis 1. Hipotesis nol (Ho) a. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013.
43
b. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. c. Tidak ada hubungan antara sikap dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. d. Tidak ada hubungan antara pelayanan petugas kesehatan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. 2. Hipotesis Alternatif (Ha) a. Ada hubungan antara pengetahuan dengan pemanfaatan Posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. b. Ada
hubungan
antara
pendidikan
dengan
pemanfaatan
posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. c. Ada hubungan antara sikap dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. d. Ada hubungan antara pelayanan petugas kesehatan dengan pemanfaatan posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013.
44
D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Pemanfaatan Posyandu Pemanfaatan posyandu adalah penggunaan pelayanan oleh ibu balita untuk mendapatkan penimbangan di posyandu seperti KIA, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan diare. Definisi operasional tentang pemanfaatan posyandu dilakukan penelitian berdasarkan kriteria objektif skala Guttman (Sugiyono, 2005), dimana setiap pertanyaan mempunyai skor dengan rentan 0 – 1. Dimana skor tertinggi (1) dan skor terendah (0). Cara pengukuran kriteria : Nilai tertinggi (5 x 1) = 5 (100%) Nilai terendah (5 x 0) = 0 (0%) 100% - 0 = 100% 100 : 2 = 50% 100% - 50 = 50% Kriteria Objektif : Memanfaatkan
: Jika nilai jawaban responden secara keseluruhan > 50%
Kurang memanfaatkan : Jika nilai jawaban responden secara keseluruhan ≤ 50%.
45
2. Pengetahuan Pengetahuan ibu adalah pengetahuan ibu balita tentang posyandu meliputi pengertian, manfaat, tujuan dan fungsi, serta kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu. Definisi operasional tentang pengetahuan dilakukan penelitian berdasarkan kriteria objektif skala likert (Sugiyono, 2005), dimana setiap pertanyaan mempunyai rentan 0 – 3, dimana skor tertinggi (3) dan skor terendah (0). Cara pengukuran kriteria : Nilai tertinggi (10 x 3) = 30 (100%) Nilai terendah (10 x 0) = 0 (0%) 100% - 0 = 100% 100 : 2 = 50% 100% - 50 = 50% Kriteria objektif : Cukup
:
Jika
nilai
jawaban
responden
secara
responden
secara
keseluruhan > 50% Kurang
:
Jika
nilai
jawaban
keseluruhan ≤ 50% 3. Pendidikan Pendidikan ibu adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditamatkan oleh ibu balita.
46
Kriteria objektif : Rendah
: Bila jenjang pendidikan formal yang pernah ditamatkan adalah SD.
Sedang
: Bila jenjang pendidikan formal yang pernah ditamatkan adalah SMP dan SMA
Tinggi
: Bila jenjang pendidikan formal yang pernah ditamatkan adalah Akademi/PT
4. Sikap Sikap ibu yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang ditanggapi oleh responden atau ibu balita mengenai pernyataan tentang kegiatan-kegiatan dan manfaat posyandu. Definisi operasional tentang sikap dilakukan penelitian berdasarkan kriteria objektif skala likert (Sugiyono, 2005), dimana setiap pertanyaan mempunyai skor dengan rentan 1-4. Dimana skor tertinggi (4) dan skor terendah (1). Cara pengukuran kriteria : Nilai tertinggi (7 x 4) = 28 (100%) Nilai terendah (7 x 1) = 7 (20%) 100% - 20% = 80% 80% : 2 = 40% 100% - 40% = 60% Kriteria objektif :
47
Positif
:Jika
nilai
jawaban
responden
secara
responden
secara
keseluruhan > 60% Negatif
:
Jika
nilai
jawaban
keseluruhan ≤ 60% 5. Pelayanan Petugas Kesehatan Pelayanan petugas dalam penelitian ini adalah penilaian terhadap pelayanan petugas di posyandu berupa keramahan petugas, memberikan penyuluhan, penimbangan anak dan tersedianya selalu alat yang dipakai dalam setiap kegiatan yang berlangsung di posyandu. Penentuan kriteria objektif : Definisi operasional tentang keaktifan petugas kesehatan dilakukan penelitian berdasarkan kriteria objektif skala likert (Sugiyono, 2005), dimana setiap pertanyaan mempunyai skor dengan rentan 1 – 4.Dimana skor tertinggi (4) dan skor terendah (1). Cara pengukuran kriteria : Nilai tertinggi (5 x 4) = 20 (100%) Nilai terendah (5 x 1) = 5 (20%) 100% - 20 = 80% 80% : 2 = 40% 100% - 40% = 60% Kriteria objektif :
48
Baik
:
Jika
nilai
jawaban
responden
secara
nilai
jawaban
responden
secara
keseluruhan >60% Kurang
:
Jika
keseluruhan ≤60%
49
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional Study untuk mengetahui FaktorFaktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Posyandu oleh Ibu Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian
ini
dilaksanakan
di
posyandu
wilayah
kerja
Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara mulai tanggal 23 September – 15 Oktober 2013. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita umur 0-59 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 624 Tahun 2013. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita umur 0-59 bulan yang berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara sebanyak 87 orang, dimana sampel diambil dengan menggunakan metode
50
Simple Random Sampling dengan jumlah sampel yang dipilih berdasarkan rumus Slovin. Rumus Slovin N n = -----------1+N(e)2 Di mana: n = ukuran sampel N = ukuran populasi e
=
persen
kelonggaran
ketidaktelitian
karena
kesalahan
pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir atau diinginkan, misalnya 10%. Jumlah populasi adalah 624 dan tingkat kesalahan yang bisa ditolerir adalah 10% Jadi, N n = ----------1+N(e)2
624 624 624 n = --------------------- = -------------- = ----------- = 86,1 = dibulatkan 87 1 + 624 (0.1)2 1 + 6,24 7.24
51
D. Sumber Data 1. Data primer Data primer diperoleh dengan wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuesioner. 2. Data sekunder Data ini diperoleh dari instansi yang terkait dengan penelitian ini yaitu arsip dari Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara Tahun 2013. E. Pengolahan dan Penyajian Data 1. Pengolahan data dilakukan di komputer dengan menggunakan program SPSS, sedangkan data akan dijadikan dalam bentuk tabel dan narasi. 2. Analisis Data a. Analisis Univariat Menganalisa variabel-variabel yang ada secara deskriptif dengan menghitung distribusi, frekuensi dan persentase untuk mengetahui karakteristik dari subjek penelitian. b. Analisis Bivariat Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan variabel yang
meliputi
variabel
independent
terhadap
variabel
dependent. Uji statistik pada analisis bivariat menggunakan ChiSquare test dengan tingkat kemaknaan α < 0,05.
52
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi 1. Keadaan Geografis Puskesmas Tiwu adalah salah satu puskesmas yang berada di wilayah Kabupaten Kolaka Utara dengan batasan-batasan wilayah kerja sebagai berikut : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ngapa b. Sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kodeoha d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Uluiwoi Kab. Kolaka 2. Keadaan Demografi Pada tahun 2012 jumlah penduduk wilayah kerja Puskesmas Tiwu berdasarkan pendataan penduduk sebanyak 4.636 jiwa yang terdiri dari : a. Desa Mattiro Bulu
: 1327 jiwa
b. Desa Lawadia
: 589 jiwa
c. Desa Watumea
: 341 jiwa
d. Desa Tiwu
: 757 jiwa
e. Desa Tahibua
: 301 jiwa
f. Desa Lapolu
: 1.064 jiwa
g. Desa Tanggeao
: 257 jiwa
53
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di wilayah kerja puskesmas Tiwu sebagai berikut : a. Laki-laki
: 2.488 jiwa
b. Perempuan
: 2.148 jiwa
3. Fasilitas Pendidikan a. Taman Kanak-kanak
:3
b. Sekolah Dasar
:4
c. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
:3
d. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
:2
4. Fasilitas Kesehatan a. Puskesmas
:1
b. Puskesmas Pembantu
:1
c. Posyandu
:7
B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Tiwu tahun
2013.
Besar
sampel
sebanyak
87
responden
dengan
menggunakan metode Simple Random Sampling. Data dikumpul dengan menggunakan kuesioner sesuai dengan tujuan penelitian. Setelah data terkumpul selanjutnya dilakukan pemeriksaan mengenai kebenaran pengisian kuesioner secara cermat pada saat masih di lapangan. Pada saat pengolahan data dilakukan pemeriksaan ulang mengenai kuesioner dengan mengacu pada kriteria sampel yang telah ditetapkan sebelumnya serta kebenaran pengisisan kuesioner.
54
Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan kemudian disajikan secara sistematik sebagai berikut : 1.
Karakteristik Responden
a. Kelompok Umur Ibu Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Kelompok Umur n % Ibu (Tahun) 20-24 33 37,9 25-29 32 36,8 30-34 18 20,7 35-39 1 1,1 >40 3 3,4 Total 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa mayoritas ibu memiliki kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebanyak 33 orang (37,9%), dan hanya 1 orang (1,1%) yang memiliki kelompok umur 35-39 tahun. b. Pendidikan Ibu Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2012 Pendidikan Ibu n % SD 12 13,8 SMP 17 19,5 SMA 53 60,9 PT/Akademik 5 5,7 Total 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pendidikan paling tinggi adalah tamatan SMA sebanyak
55
53 orang (60,9%) dan paling rendah adalah Diploma dan Sarjana sebanyak 5 orang (5,7%). 1. Variabel Penelitian a. Pemanfaatan Posyandu
No
1
2
3
2
3
Tabel 5.3 Distribusi Jawaban Responden Menurut Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan Posyandu n Kapan terakhir anak ibu dibawa ke posyandu ? a. 1 bulan yang lalu 48 b. ≥ 2 bulan yang lalu 39 Total 87 Berapa kali frekuensi kunjungan ke Posyandu? a. 1 kali 19 b. ≥ 2 kali 68 Total 87 Pelayanan apa yang ibu dapatkan di Posyandu? a. Hanya pemberian imunisasi 20 b. Imunisasi, Penimbangan, Vit. A 67 Total 87 Apakah ibu selalu menimbang anak ibu di posyandu ? a. Ya 29 b. Tidak 58 Total 87 Apakah ibu pernah mengikuti penyuluhan di posyandu ? a. Ya 31 b. Tidak 56 Total 87
%
55,2 44,8 100
44,8 55,2 100
23 77 100
33,3 66,7 100
35,6 64,4 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa terakhir balita dibawa ke
posyandu 1 bulan yang lalu sebanyak 48 orang
(55,2%) dan yang lebih dari 2 bulan yang lalu sebanyak 39 orang (44,8%). Frekuensi kunjungan ibu ke Posyandu yang 56
menjawab 1 kali sebanyak 19 orang (44,8%) dan yang menjawab ≥ 2 kali sebanyak 68 orang (55,2%). Pelayanan yang ibu dapatkan di Posyandu yang menjawab hanya diberikan imunisasi sebanyak 20 orang (23%) dan yang menjawab mendapatkan Imunisasi, penimbangan dan diberikan vitamin A sebanyak 67 orang (77%). Ibu selalu menimbang anak di posyandu sebanyak 29 orang (33,3%) dan yang tidak selalu menimbang anak di posyandu sebanyak 58 orang (66,7%). Yang pernah mengikuti penyuluhan di posyandu sebanyak 31 orang (35,6%) dan yang tidak pernah mengikuti penyuluhan di posyandu sebanyak 56 orang (64,4%). Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan Posyandu n % Memanfaatkan 31 35,6 Kurang Memanfaatkan 56 64,4 Total 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan bahwa yang memanfaatkan posyandu sebanyak 31 orang (35,6%) dan Kurang Memanfaatkan posyandu sebanyak 56 orang (64,4%).
57
b. Pengetahuan Tabel 5.5 Distribusi Jawaban Responden Menurut Pengetahuan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 No
1
2
3
4
5
6
7
8
Pengetahuan Tahukah ibu apa yang dimaksud dengan posyandu ? a. Tempat penimbangan anak, Imunisasi, KIA dan Vit. A b. Bentuk partisipasi masyarakat c. Tempat kegiatan terpadu KB d. Tidak tahu Total Apakah manfaat Posyandu? a. Memantau berat badan anak setiap bulan b. Memperoleh pelayanan imunisasi dan KB c. Memperoleh informasi kesehatan d. Tidak tahu Total Apakah tujuan Posyandu? a. Untuk menjaga agar sehat setiap saat b. Untuk menjaga agar sehat tidak sakit lagi c. Untuk membantu anak yang sakit d. Tidak tahu Total Fungsi utama posyandu adalah? a. Memantau pertumbuhan anak balita b. Untuk mencegah timbulnya penyakit c. Tempat berkumpulnya ibu-ibu untuk arisan d. Tidak tahu Total Kegiatan posyandu yang ibu ketahui adalah? a. Penimbangan balita dan imunisasi b. Pemberian makanan tambahan c. Pendaftaran, penimbangan, imunisasi, KIA, KB d. Tidak tahu Total Pengertian imunisasi menurut ibu adalah? a. Pemberian kekebalan melalui vaksinasi b. Pemberian suntikan vitamin c. Memberi obat melalui suntikan d. Tidak tahu Total Apakah KIA itu? a. Kartu Imunisasi Anak b. Kartu Ibu dan Anak c. Kartu Ibu dan Ayah d. Tidak Tahu Total Apa kegunaan KIA? a. Mengetahui jenis makanan yang diberikan ibu b. Mengetahui informasi cara memelihara kesehatan
n
%
27
31,0
30 27 3 87
34,5 31,0 3,4 100
0 66 20 1 87
0 75,9 23,0 1,1 100
7 45 30 5 87
8 51,7 34,5 5,7 100
0 56 12 19 87
0 64,4 13,8 21,8 100
48 18 21 0 87
55,2 20,7 24,1 0 100
17 33 37 0 87
19,5 37,9 42,5 0 100
12 60 14 1 87
13,8 69 16,1 1,1 100
12 56
13,8 64,4
58
c. Mengetahui pertumbuhan anak setiap bulan d. Tidak tahu Total Ada berapa meja dalam kegiatan Posyandu? a. 3 meja b. 5 meja 9 c. 4 meja d. Tidak tahu Total Jenis imunisasi yang ibu ketahui adalah? a. BCG, DPT, Polio, Campak b. BCG, DPT, Polio, Campak, dan TT 10 c. Imunisasi Typhoid dan Influensa d. Tidak tahu Total Sumber : Data Primer
2 17 87
2,3 19,5 100
14 0 30 43 87
16,1 0 34,5 49,4 100
68 5 14 0 87
78,2 5,7 16,1 0 100
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa yang paling banyak
menjawab
pengertian
posyandu
adalah
bentuk
partisipasi masyarakat sebanyak 30 orang (34,5%), yang menjawab
manfaat
posyandu
paling
banyak
adalah
memperoleh pelayanan imunisasi dan KB sebanyak 66 orang (75,9%), yang menjawab tujuan posyandu paling banyak adalah untuk menjaga agar anak sehat tidak sakit lagi sebanyak 45 orang (51,7%), yang menjawab fungsi utama posyandu paling banyak adalah untuk mencegah timbulnya penyakit sebanyak 56 orang (64,4%), yang menjawab kegiatan posyandu paling banyak adalah penimbangan balita dan imunisasi sebanyak 48 orang (55,2%), yang menjawab pengertian imunisasi paling banyak adalah memberi obat melalui suntikan yaitu seubanyak 37 orang (42,5%), yang menjawab pengertian KIA paling banyak adalah Kartu Ibu dan Anak sebanyak 60 orang (69%), yang menjawab kegunaan KIA paling banyak adalah untuk
59
mengetahui informasi cara memelihara dan merawat kesehatan ibu dan anak yaitu sebanyak 56 orang (64,4%), yang menjawab tidak mengetahui jumlah meja dalam posyandu sebanyak 43 orang (49,4%), yang mnjawab jenis imunisasi paling banyak adalah BCG, DPT, Polio, Campak yaitu sebanyak 68 orang (78,2%). Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pengetahuan n % Cukup 38 43,7 Kurang 49 56,3 Total 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 38 orang (43,7%) dan yang memiliki pengetahuan kurang sebanyak 49 orang (56,3%). c. Sikap Responden yang paling banyak menjawab setuju adalah pernyataan no. 2 sebanyak 57 orang (65,5%), pernyataan no. 3 sebanyak 71 orang (81,6%), pernyataan no. 4 sebanyak 60 orang (69,0%), pernyataan no.5 sebanyak 49 orang (56,3), dan pernyataan no. 7 sebanyak 35 orang (40,2%). Sedangkan yang paling banyak menjawab tidak setuju adalah pernyataan no. 1 sebanyak 52 orang (59,8%) dan pernyataan no. 6 sebanyak 46 orang (52,9%).
60
Tabel 5.7 Distribusi Jawaban Responden Menurut Sikap Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 No 1
2
3
4
5
6
7
Sikap Setiap bulan ibu membawa anak ke posyandu Bila setelah diimunisasi, kemudian anak ibu panas selama 2-3 hari, bulan berikutnya ibu tetap membawa anak ibu ke posyandu Meskipun dilarang suami atau keluarga, ibu tetap membawa anak ibu ke posyandu Jika pada saat jadwal posyandu tiba, ibu tetap membawa anak ibu ke posyandu, walaupun ada kesibukan lain Anak balita yang sudah gemuk tidak perlu lagi dibawa ke posyandu Walaupun grafik pertumbuhan yang ada pada KIA menunjukkan berat badan anak naik selama 3 bulan berturut-turut, bulan berikutnya anak harus tetap dibawa ke posyandu Anak balita harus tetap dibawa ke posyandu walaupun pada hari tersebut anak sakit
SS
S
TS
STS
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
n
%
16
18,4
9
10,3
52
59,8
10
11,5
87
100
6
6,9
57
65,5
18
20,7
6
6,9
87
100
10
11,5
71
81,6
6
6,9
0
0
87
100
5
5,7
60
69,0
22
25,3
0
0
87
100
10
11,5
49
56,3
27
31,0
1
1,1
87
100
8
9,2
21
24,1
46
52,9
12
13,8
87
100
3
3,4
35
40,2
33
37,9
16
18,4
87
100
Sumber : Data Primer
61
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Sikap Ibu Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Sikap n Positif 57 Negatif 30 Total 87
% 65,5 34,5 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.8 menunjukkan bahwa yang memiliki sikap positif sebanyak 57 orang (65,5%) dan yang memiliki sikap negatif sebanyak 30 orang (34,5%). d. Pelayanan Petugas Kesehatan Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Pelayanan Petugas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pelayanan Petugas Kesehatan n % Baik 79 90,8 Kurang 8 9.2 Total 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa reponden yang menjawab pelayanan petugas kesehatan baik sebanyak 79 orang (90,8%) dan yang menjawab kurang sebanyak 7 orang (9,2%).
62
2. Analisis Uji Hubungan a. Hubungan Posyandu
Antara
Pengetahuan
dengan
Pemanfaatan
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Balita Dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan posyandu Jumlah Kurang Pengetahuan Memanfaatkan p Memanfaatkan n % N % n % Kurang 44 89,8 26 68,4 49 100 Cukup 12 31,6 5 10,2 38 100 0,016 Total 56 64,4 31 35,6 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.10 menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 44 orang (89,8%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna karena nilai p = 0,016, hal ini menunjukkan α < 0,05. b. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pemanfaatan Posyandu Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Ibu Balita Dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan posyandu Jumlah Kurang Pendidikan Memanfaatkan p Memanfaatkan n % n % n % Rendah 11 91,7 1 8,3 12 100 Sedang 44 62,9 26 37,1 70 100 0,000 Tinggi 1 20 4 80 5 100 Total 56 64,4 31 35,6 87 100 Sumber : Data Primer
63
Berdasarkan tabel 5.11 menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 11 orang (91,7%), responden yang memiliki tingkat pendidikan sedang paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 44 orang (62,9%), dan responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi paling banyak memanfaatkan posyandu adalah sebanyak 4 orang (80,0%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chisquare antara pendidikan ibu dengan pemanfaatan posyandu menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna karena nilai p = 0,000, hal ini menunjukkan α < 0,05. c. Hubungan Antara Sikap Dengan Pemanfaatan Posyandu Tabel 5.12 Distribusi Responden Menurut Hubungan Antara Sikap Ibu Balita Dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan Posyandu Jumlah Kurang Sikap Memanfaatkan p Memanfaatkan n % n % n % Negatif 25 83,3 5 16,7 30 100 Positif 31 54,4 26 45,6 57 100 0,015 Total 56 64,4 31 35,6 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 5.12 distribusi responden yang memiliki sikap positif paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 31 orang (54,4%), sedangkan
64
responden yang memiliki sikap negatif paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 25 orang (83,3%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square antara sikap ibu balita dengan pemanfaatan posyandu menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna, dengan nilai p = 0,015, hal ini menunjukkan α < 0,05 d. Hubungan Antara Pelayanan Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Posyandu Tabel 5.13 Distribusi Responden Menurut Hubungan Antara Pelayanan Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Tiwu Kab. Kolaka Utara Tahun 2013 Pemanfaatan Posyandu Pelayanan Jumlah Kurang Petugas Memanfaatkan p Memanfaatkan Kesehatan n % n % n % Kurang 7 87,5 1 12,5 8 100 Baik 49 62 30 38 79 100 0.25 Total 56 64,4 31 35,6 87 100 Sumber : Data Primer
Berdasarkan table 5.13 menunjukkan bahwa responden yang mengatakan pelayanan petugas baik paling banyak Kurang Memanfaatkan posyandu yaitu sebanyak 56 orang (64,4%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square antara pelayanan petugas kesehatan pemanfaatan
posyandu
menunjukkan
bahwa
dengan
tidak
ada
65
hubungan yang bermakna karena nilai p = 0,25, hal ini menunjukkan α > 0,05. C. Pembahasan 1. Karakteristik Responden Pendidikan merupakan proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik (Kamisa, 2007:47). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan tertinggi ibu balita adalah SMA sebanyak 53 orang (60,9%) dan pendidikan terendah adalah Diploma/Sarjana sebanyak 5 orang (5,7%). Ibu yang memiliki pendidikan tinggi kemungkinan akan mempunyai pekerjaan di luar rumah sehingga akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan Posyandu secara Rutin. Sebagaimana hal tersebut diperkuat oleh Soeryoto (2001:73) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan memberikan peluang kepada ibu rumah tangga untuk mendapatkan pekerjaan sehingga waktunya di dalam rumah akan semakin sedikit dan berdampak negatif pada pemeliharaan kesehatan anak dan keluarga. 2. Variabel Penelitian a. Hubungan Posyandu
Antara
Pengetahuan
Dengan
Pemanfaatan
Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil dari
66
proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak (Ahyan, 2012:28). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 38 ibu balita memiliki pengetahuan cukup, ditemukan sebanyak 26 orang (68,4%) yang memanfaatkan posyandu, Hal ini mungkin disebabkan karena ibu balita sudah sering mendengarkan istilah posyandu beserta manfaatnya dari petugas kesehatan pada saat mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi dari berbagai media seperti membaca buku, nonton tv, atau internet. Sedangkan yang Kurang Memanfaatkan posyandu sebanyak 12 orang (31,6%), hal ini disebabkan karena kurangnya informasi yang didapatkan. Pengetahuan
yang
dimiliki
seseorang
merupakan
motivasi untuk bersikap dan melakukan suatu tindakan dalam hal ini memanfaatkan pelayanan kesehatan yang tersedia. Pengetahuan yang kurang atau bahkan tidak sama sekali terhadap apa dan bagaimana pelayanan posyandu yang sebenarnya
mengakibatkan
masyarakat
tidak
mengetahui
manfaat pelayanan posyandu sehingga masyarakat pun tidak memanfaatkannya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 49 ibu balita yang memiliki pengetahuan kurang, ditemukan sebanyak
67
44 orang (89,8%) yang lebih banyak Kurang Memanfaatkan posyandu dibandingkan dengan yang memanfaatkan posyandu sebanyak 5 orang (10,2%), hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat belum merasa penting terhadap keberadaan posyandu. Sebagian dari mereka ada yang beranggapan bahwa pertumbuhan dan perkembangan balita merupakan hal yang biasa yang dapat dirawat sendiri. Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor kesadaran ibu yang kurang untuk melakukan kunjungan ke posyandu. Ditunjang dengan pengetahuan ibu yang kurang karena jarangnya ibu mengikuti penyuluhan di posyandu. Hasil perhitungan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap pengetahuan responden diperoleh p=0,000 lebih kecil dari α = 0,05, ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menandakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan pemanfaatan posyandu. Artinya, semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin sering pula kunjungan ibu ke Posyandu. Penelitian ini sejalan dengan Soeryoto (2001:70) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang posyandu dapat menyebabkan orang menggunakan posyandu dan sebaliknya kebiasaan menggunakan pelayanan posyandu akan menambah pengetahuan mereka tentang posyandu. Dengan pengetahuan yang baik akan membentuk sikap yang positif terhadap program
68
posyandu, yang kemudian akan diikuti dengan perilaku positif pula yaitu dengan datangnya ibu balita ke posyandu untuk menimbangkan anaknya. b. Hubungan Antara Pendidikan Dengan Pemanfaatan Posyandu Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting
dalam
tumbuh
kembang
anak
karena
dengan
pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang
baik,
bagaimana
menjaga
kesehatan
anaknya,
pendidikannya dan sebagainya (Soetjiningsih (1995) dalam Khalimah (2007:64). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase pendidikan ibu yang memanfaatkan posyandu lebih banyak pada ibu balita yang berpendidikan tinggi dibandingkan dengan ibu balita yang berpendidikan dasar dan sedang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 12 ibu balita yang memiliki pendidikan dasar sebanyak 1 orang (8,3%), dari 70 ibu balita yang memiliki pendidikan menengah sebanyak 26 orang (37,1%), dan dari 5 ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi
sebanyak
4
orang
(80,0%)
yang
memanfaatkan
posyandu. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 12 ibu balita yang memiliki pendidikan dasar sebanyak 11 orang
69
(91,7%), dari 70 ibu balita yang memiliki pendidikan menengah sebanyak 44 orang (62,9%), dan dari 5 ibu balita yang memiliki pendidikan tinggi sebanyak 1 orang (20,0%) yang Kurang Memanfaatkan posyandu. Hasil perhitungan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap pendidikan responden diperoleh p = 0,016 lebih kecil dari α = 0,05, ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menandakan bahwa ada hubungan antara pendidikan ibu balita terhadap pemanfaatan posyandu. Artinya, pendidikan memberikan dampak positif terhadap jumlah kunjungan ke posyandu. Hal ini disebabkan karena dari tingkat pendidikan rendah persentase kunjungan posyandu juga rendah yaitu sebanyak 8,3%. Ini disebabkan makin rendah pendidikan ibu balita makin rendah juga kunjungan posyandu. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Eddy (2000:79) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna
antara
Pemanfaatan (2000:79)
tingkat
Posyandu.
tingkat
pendidikan Karena
pendidikan
ibu
pada
rendah
balita penelitian
namun
dengan Eddy
persentase
kunjungan posyandu tinggi. Berdasarkan hasil yang didapatkan, ternyata ibu balita yang
berpendidikan
rendah
lebih
banyak
yang
Kurang
Memanfaatkan Posyandu, berdasarkan hasil pengamatan di
70
lapangan, ibu balita yang berpendidikan rendah akan cenderung memiliki pekerjaan di luar rumah, sehingga tidak sempat membawa anaknya ke posyandu dikarenakan sebagian besar ibu yang berpendidikan rendah selalu membantu suami bekerja di kebun untuk menambah penghasilan keluarga. c. Hubungan antara Sikap Dengan Pemanfaatan Posyandu Sikap
adalah
keadaan
diri
dalam
manusia
yang
menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi (Wijaya, 2012:86). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 57 ibu balita yang memiliki sikap positif sebanyak 26 orang (45,6%) yang memanfaatkan posyandu, hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu balita belum mengetahui dengan baik manfaat posyandu terhadap kesehatan balita. Dan ditemukan sebanyak 31 orang (54,4%) yang Kurang Memanfaatkan posyandu, ini disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pemanfaatan posyandu sebagai bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 30 ibu balita yang memiliki sikap negatif, ditemukan 5 orang (16,7%) yang
71
memanfaatkan posyandu dan sebanyak 25 orang (83,3%) yang Kurang Memanfaatkan posyandu, hal ini disebabkan karena sebagian besar ibu balita belum mengetahui dengan baik manfaat posyandu terhadap kesehatan balita. Hasil perhitungan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap sikap responden diperoleh p = 0,015 lebih kecil dari α = 0,05, ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima yang menandakan bahwa ada hubungan antara sikap ibu balita dengan pemanfaatan posyandu. Artinya, sikap ibu memberikan dampak positif terhadap kunjungan ibu ke Posyandu. Hal ini disebabkan karena ibu balita dalam memanfaatkan posyandu sedikit yang memiliki sikap positif, sehingga ibu balita belum dapat
merasakan
dampak
yang
baik dari
pemanfaatan
posyandu. Penelitian
ini
sejalan
dengan
penelitian
Rahayu
(2006:83) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan pemanfaatan posyandu. d. Hubungan Antara Pelayanan Petugas Kesehatan Dengan Pemanfaatan Posyandu Pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan saat memberikan pelayanan kepada pasien. Ini dapat ditunjukkan pada keramahan petugas dengan pasien melalui pemberian informasi yang luas pada pasien,
72
serta ketanggapan petugas dalam melayani pasien (Azwar, 1996:44). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 79 orang ibu balita yang menjawab pelayanan petugas kesehatan baik, ada 49 orang yang kurang memanfaatkan (50,9%) dan dari 8 orang yang
menjawab
pelayanan
petugas
kesehatan
kurang,
sebanyak 7 orang tidak memanfaatkan (87,5%) ini disebabkan karena beberapa ibu harus pergi membantu suaminya bekerja di kebun karena mayoritas pekerjaan suaminya adalah petani sehingga tidak sempat membawa bayi balitanya berobat ke Posyandu. Hasil perhitungan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square terhadap pelayanan petugas kesehatan diperoleh nilai p = 0,25 lebih besar dari α = 0,05, ini berarti H0 diterima dan Ha diterima yang menandakan bahwa tidak ada hubungan antara pelayanan petugas kesehatan dengan pemanfaatan posyandu. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran ibu dalam memanfaatkan posyandu, sehingga walaupun pelayanan petugas kesehatan baik tetap saja banyak ibu yang kurang memanfaatkan posyandu. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Rahayu (2006) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
73
signifikan
antara
pelayanan
petugas
kesehatan
dengan
pemanfaatan posyandu. D. Keterbatasan Penelitian Pemanfaatan posyandu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun dalam penelitian ini hanya mengambil 4 faktor (pengetahuan ibu, pendidikan ibu, sikap ibu, dan pelayanan petugas kesehatan) dan mengabaikan faktor lain (partisipasi masyarakat, budaya, waktu, tersedianya fasilitas kesehatan, jarak, dan lain-lain)
74
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Ada
hubungan
antara
pengetahuan
dengan
pemanfaatan
Posyandu artinya semakin tinggi pengetahuan ibu maka semakin sering pula kunjungan ibu ke posyandu. 2. Ada hubungan antara pendidikan dengan pemanfaatan Posyandu artinya pendidikan memberikan dampak positif terhadap jumlah kunjungan ke Posyandu. 3. Ada hubungan antara sikap dengan pemanfaatan Posyandu artinya sikap ibu memberikan dampak positif terhadap kunjungan ibu ke Posyandu. 4. Tidak ada hubungan antara pelayanan petugas kesehatan dengan pemanfaatan Posyandu artinya pelayanan petugas kesehatan tidak memberikan dampak positif terhadap kunjungan ibu ke Posyandu. B. Saran 1. Disarankan bagi petugas kesehatan dan kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Tiwu Kabupaten Kolaka Utara untuk terus meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat khususnya pada kegiatan posyandu sehingga masyarakat khususnya ibu-ibu yang memiliki balita, termotivasi untuk berkunjung. 2. Disarankan bagi ibu-ibu yang memiliki balita untuk lebih banyak berkunjung
dan
mengikuti
kegiatan-kegiatan
yang
dapat
75
menambah
pengetahuannya
tentang
kesehatan,
khususnya
tentang posyandu. 3. Disarankan bagi kader posyandu untuk memberikan penyuluhan yang lebih baik kepada masyarakat guna peningkatan pengetahuan khususnya masyarakat sasaran posyandu.
76