BAB I PENDAHULUAN
A. Gambaran Umum Penyakit Enteritis akut (Diare) merupakan salah satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare, akan tetapi tidak menutup kemungkinan penyakit ini dapat menyerang kalangan dewasa hingga manula (Saputro, 2012). Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang umum terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal (kronis) yang terjadi dalam jangka waktu yang lama (Mutmainah dan Teti, 2015). Gangguan fungsi ginjal merupakan suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyarinngan pembuangan elektrolit tubuh menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urin (Aisyah, 2011). Tn. AJ merupakan pasien berusia 69 tahun yang masuk rumah sakit melalui IRD dengan keluhan utama BAB encer beserta ampas lebih dari 4 kali sehari diikuti peningkatan suhu badan, perut terasa penuh sehingga didiagnosis menderita enteritis akut dan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami gangguan fungsi ginjal non CKD serta mempunyai riwayat penyakit hipertensi sejak tahun 2005.
B. Data Dasar Pasien 1. Identitas Pasien Nama
: Tn. AJ
Tanggal Lahir
: 17 Maret 1946
Umur
: 69 tahun Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 1
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
No Register RM
: 04-71-45
Tanggal MRS
: 01 Oktober 2015
Diagnosa Medis
: Enteritis Akut + Hipertensi + Gangguan Fungsi Ginjal non CKD
Bagian
: Interna
2. Data Subyektif a. Keluhan Utama Pasien masuk rumah sakit melalui Instalasi Rawat Darurat dengan keluhan BAB encer berkali-kali dengan tambahan ampas pada feses dalam sehari sampai 4 kali sehari di waktu pagi hari diikuti dengan peningkatan suhu badan serta perut terasa penuh dan begah. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien didiagnosis menderita Enteritis Akut serta hipertensi dan
berdasarkan
hasil
laboratorium,
pasien
didiagnosis
menderita gangguan fungsi ginjal non CKD. c. Riwayat Penyakit Dahulu Sejak tahun 2005 didiagnosis menderita hipertensi yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah hingga mencapai 160/90
mmHg.Serta
secara
teratur
mengkonsumsi
obat
penurun tekanan darah. d. Riwayat Gizi Sekarang Selama dirawat di rumah sakit pasien diberikan Diet Rendah Garam dan pasien mempunyai nafsu makan yang baik, sama seperti saat pasien masih sehat.Adapun hasil recall 24 jam sebelum intervensi:
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 2
Recall 24 Jam: E=1306,5 kkal (88,4%). P= 44,92 gr (81,0%). L= 30,1 gr (73,5%). KH= 213 gr (96%). e. Riwayat Gizi Dahulu Pasien mempunyai frekuensi makan 3 kali sehari berupa nasi sebagai makanan pokok dan suka mengkonsumsi nasi tanpa
menghabiskan
lauk
pauk.Pasien
juga
sering
mengkonsumsi sayuran hijau terutama kangkung dengan frekuensi 3 kali seminggu sebanyak 50 gr (1 piring). Pasien sering pula mengkonsumsi buah pisang, dalam sehari bisa mencapai 8 buah kecil. Pasien sangat suka mengkonsumsi makanan ringan seperti biskuit asin (crackers) dan biasanya sebanyak 5 keping sehari dan suka mengkonsumsi jajanan pinggir jalan seperti gorengan pisang dan ubi rata-rata 3 kali seminggu sebanyak 6 buah tiap kali makan. f. Data Sosial Ekonomi Tn. AJ yang bekerja sebagai pensiunan PNS di Pulau Halmahera tinggal bersama dengan istri dan memiliki dua orang anak. Setelah menginjak usia 50 tahun, pasien jarang berolahraga seperti biasanya (jogging) di pagi dan sore hari. g. Riwayat Keluarga Ibu dan Ayah Tn. AJ pernah didiagnosa terkena hipertensi.
3. Data Obyektif 1. Antropometri BB
: 74 kg
TB
: 165 cm
Umur
: 69 tahun
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 3
IMT = IMT = IMT =
π΅π΅ (ππ) ππ΅ (π)2 74 (1,65)2 74 2,72
IMT =27,2 (Obesitas I) berdasarkan WHO Asia. BBI = (TB-100) -10%(TB-100) BBI = (165-100) -10%(165-100) BBI = (65) -10%(65) BBI = 65-6,5 BBI = 58,6 kg. 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tabel.1 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Ket.
Ureum darah 105 10-50 mg/dl Kreatinin darah 3,6 < 1,3 mg/dl Glukosa sewaktu 118 180 mg/dl Sumber : Rekam Medik pasien, 2015
Tinggi Tinggi Normal
3. Hasil Pemeriksaan Fisik-Klinis Tabel.2 Hasil Pemeriksaan Fisik Klinis Jenis Pemeriksaan Hasil Keadaan Umum Lemas Tekanan Darah 140/80 mmHg Nadi 91x/i Suhu 36,50C Pernapasan 20x/i Sumber : Rekam Medik Pasien, 2015
Nilai Normal 120/80 mmHg 80-120 x/menit 36 β 37 0C 20-45x/i
4. Riwayat Makan Tabel.3 Asupan Zat Gizi Sebelum Intervensi Energi
Protein
Asupan 1306,5kkal 44,92gr Kebutuhan 1477 kkal 55,4 gr % Asupan 88,4% 81% Sumber : Data Primer Terolah, 2015
Lemak
KH
Na
30,1gr 41 gr 73,5%
213gr 213 gr 96%
321,5 mg 1200 mg 26,8%
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 4
5. Skrining Gizi Tabel.4 Hasil Skrining Gizi Pasien No
Indikator
Hasil
1
Perubahan BB
-
2
Nafsu makan menurun
-
3
Kesulitan mengunyah /& menelan
-
4
Mual
-
5
Muntah
-
6
Alergi/intoleransi zat Gizi
-
7
Diet khusus
+
8 Asupan oral Sumber: Data Primer, 2015
+
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 5
BAB II PENENTUAN MASALAH GIZI DAN PROBLEM CLUE
A. Diagnosa Gizi 1. Domain Intake Tabel.5 Diagnosa Gizi Berdasarkan Domain Intake Problem Meningkatnya tekanan darah
Etiologi
Sign
Konsumsi gorengan Tekanan darah mencapai dan makanan siap 160/90 mmHg saji berlebih
NI.4.2 Tingginya asupan makanan yang mengandung natrium dan lemak tinggi yang yang berkaitan dengan konsumsi gorengan dan makanan siap saji serta kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan zat gizi tertentu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah mencapai 160/90 mm/Hg.
2. Domain Clinical Tabel.6 Diagnosa Gizi Berdasarkan Domain Clinical Problem
Ureum dan Kreatinin tinggi
Etiologi
Gangguan fungsi organ ginjal
Sign Hasil laboratorium οΌ Ureum darah 105 mg/dl (β) (N=10-50 mg/dl). οΌ Kreatinin darah 3,6 mg/dl (β) (N= < 1,3 mg/dl). οΌ Hasil perhitungan TKK TKK = 20,8
NC.2.2 Gangguan fungsi organ ginjal berkaitan dengan perubahan nilai laboratorium atau perubahan kemampuan untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan ditandai dengan ketidaknormalan Ureum dan Kreatinin yang meningkat. Hasil laboratorium οΌ Ureum darah 105 mg/dl (β) (N=10-50 mg/dl). οΌ Kreatinin darah 3,6 mg/dl (β) (N= < 1,3 mg/dl).
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 6
Problem Berat badan lebih
Etiologi
Sign
Kurangnya aktivitas fisik (olahraga)
Perhitungan IMT yang mencapai 27(Obesitas I) berdasarkan WHO Asia.
NC.3.3 Berat badan melebihi normal atau yang dianjurkan berkaitan dengan kurangnya aktivitas fisik (olahraga) yang dilakukan dan pola makan yang salah. Hal ini ditandai dengan perhitungan IMT yang mencapai 27 (Obesitas I) berdasarkan WHO Asia.
B. Diagnosis Medis Diagnosa medis yang diberikan untuk pasien Tn. AJ adalah Enteritis Akut, Hipertensi dan juga terdapat Gangguan Fungsi Ginjal.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 7
BAB III RENCANA TERAPI GIZI
A. Rencana Asuhan Gizi 1. Jenis Diet -
Diet Garam Rendah III
-
Diet Protein Rendah III
2. Tujuan Diet Adapun tujuan diet yang diberikan yaitu sebagai berikut: a) Membantu pola makan dan meningkatkan pengetahuan mengenai pentingnya hygien pada proses dan pengolahan makanan. b) Membantu menurunkan berat badan sampai mencapai normal c) Membantu menurunkan kadar kreatinin dalam tubuh. d) Membantu menurunkan tekanan darah. 3. Prinsip/Syarat Diet Adapun syarat diet yang diberikan yaitu sebagai berikut: a) Kebutuhan energi cukup, 1477,4 kkal. b) Protein rendah, 0,7 gr/kgBB. c) Lemak sedang, yaitu 20-30% dari kebutuhan energi total. d) Karbohidrat 60% dari kebutuhan berdasarkan TEE. e) Vitamin dan mineral cukup. 4. Perencanaan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Antropometri BB
: 74 kg
TB
: 165 cm
Umur
: 69 tahun
IMT =27,2(Obesitas). BBI = 58,6 kg.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 8
Perhitungan Kebutuhan BEE = 66 + (13,7 x BBi) + (5 x TB) β (6,8 x U) BEE = 66 + (13,7 x 58,6) + (5 x 165) β (6,8 x 67) BEE = 66 + (802,8) + (825) β (455,6) BEE = 655 + 1627 β 455,6 BEE = 1237,4 kkal Faktor Aktivitas 15 - Tidur (15 jam) = 24 π₯ 1 = 0,625. 5
-
Duduk (5 jam) = 24 π₯ 1,08 = 0,225
-
Berdiri (1 jam) = 24 π₯ 1,17 = 0,048
-
Berjalan-jalan (3 jam) = 24 π₯ 2,37 = 0,296
1
3
FA = 0,625 + 0,225 + 0,048 + 0,296 = 1,194. TEE = BEE x FA x FS TEE = 1237,4 x 1,194 x 1 TEE = 1477,4 kkal Protein = 0,7 gr/kgBB = 0,7 x 74 = 58,1 gr. %P
=
58,1 ππ π₯ 4 1477,4
x 100%
= 14% Lemak = = =
26% ΓππΈπΈ 9 26% Γ1477,4 9 384,12 9
Lemak = 42,6 gr.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 9
Karbohidrat = = =
60% ΓππΈπΈ 4 60% Γ1477,4 886,2
4
4
Karbohidrat = 221 gr. 5. Rencana Motivasi dengan Edukasi A. Materi Materi yang diberikan mengenai Diet Garam Rendah III dan Diet Protein Rendah III serta menjelaskan perlunya untuk mengatur pola makan dan aktivitas pada penderita Enteritis Akut, Hipertensi dan Gangguan Fungsi Ginjal. B. Tujuan Agar pasien dan keluarga: 1) Memperbaiki pola dan kebiasaan makan yang salah. 2) Mengerti tentang makanan
yang boleh atau tidak
dikonsumsi. 3) Dapat menjalankan diet yang dianjurkan dengan benar. 4) Mengerti tentang diet yang diberikan. 5) Mematuhi diet. C. Sasaran Pasien dan keluarga D. Waktu ο± 15 menit E. Tempat Kamar perawatan Kelas I Kamar 401 Lt 4 RS Unhas F. Metode Penyuluhan Individu kepada pasien dan keluarga pasien G. Alat Bantu -
Food picture.
-
Leaflet.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 10
6. Rencana Monitoring Parameter yang dimonitor selama studi kasus adalah sebagai berikut: a. Asupan zat gizi b. Data antropometri c. Perubahan data pemeriksaan fisik klinis B. Implementasi Asuhan Gizi 1. Diet Pasien Diet yang diberikan untuk pasien adalah Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na) dan Diet Rendah Protein III yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan mengurangi kerusakan jaringan serta membatasi asupan Natrium dan Protein dan menurunkan berat badan yang berlebih. Diet ini mengandung energi sebesar 1477,4 kkal, protein rendah 0,7 gr/kg BB sebesar 58,1 gr, lemak sedang yaitu25% sebesar 42,6 gr dan KH 60% sebesar 221 gr. Vitamin dan mineral diberikan cukup.Konsistensi makanan diberikan dalam bentuk lunak dengan frekuensi 3 kali makan
berat
dan
2
kali
makanan
selingan.
Hal
ini
mempertimbangkan kondisi pasien yang masih mengalami entritis akut. 2. Susunan Menu Dari hasil perhitungan, maka didapatkan standar kebutuhan energi dan zat gizi harian pasien sebagai berikut: Energi
= 1477,4kkal
Protein
= 58,1 gr
Lemak
= 42,6 gr
KH
= 221 gr Sehingga berdasarkan standar kebutuhan tersebut, maka
perencanaan distribusi makanan pasien berdasarkan menu dan porsi makanan seharinya adalah sebagai berikut: Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 11
Tabel.7 Perencanaan Susunan Menu Waktu
Menu
07.00 10.00 12.00
16.00 19.00
ο· ο· ο· ο· ο· ο· ο· ο· ο·
Nasi putih Omelete telur Sayur bening Madu Buah apel Nasi putih Semur daging Sayur sawi Buah pepaya
ο· ο· ο· ο·
Nasi putih Ayam goreng Sayur labu siam Pisang ambon
3. Distribusi Makanan Pasien Tabel.8 Perencanaan Menu Makanan Pasien Waktu
Menu Nasi
Beras giling
50
Telur dadar
Telur ayam
50
Minyak
Minyak kelapa sawit
5
Kangkung
20
Bayam
20
Pagi Sayur bening
Snack
Siang
Brt ( gr )
Bahan
Gula pasir
5
Madu
Madu
20
Apel
Apel
30
Nasi
Beras giling
50
Semur daging
Daging sapi
50
Sayuran
Sawi
50
Pepaya
Pepaya
100
Minyak kelapa sawit
10
Gula pasir
10
Nasi
Beras giling
50
Ayam goreng
Ayam
25
Sayuran
Labu siam
20
Kacang panjang
20
Pisang ambon
75
Snack
Malam
Pisang
Menu
tersebut
mengandung.
Energi=1359,7kkal
(92%),
Protein=34,81 gr (62,8%), Lemak=50,7 gr (104%), KH=192 gr (86,9%). . Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 12
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian 1. Enteritis Akut Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah (Aziz, 2006). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari (Ramaiah,2002).Diare merupakan
salah
satu
gejala
dari
penyakit
pada
sistem
gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003). Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer (Aden, 2010). Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu (Aden, 2010). Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu (Aden, 2010):
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 13
(1) Diare tanpa dehidrasi (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 25% dari berat badan (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10% 2. Hipertensi Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah gejala peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada pemeriksaan berulang. Tekanan darah tersebut berlaku untuk usia di atas 18 tahun hingga 80 tahun, pada populasi lanjut usia di atas 80 tahun hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Weber, dkk., 2005). Perubahan tekanan darah dibagi menjadi 5 kategori: normal, prahipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2, dan hipertensi stadium 3 (Mutmainah dan Teti, 2015). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua macam, hipertensi primer dimana penyebabnya masih belum diketahui
dan
merupakan renovaskular,
hipertensi
komplikasi penyakit
hiperaldosteronisme
sekunder
dari
suatu
ginjal
kronik,
(Weber,
dkk.,
dimana penyakit
penyebabnya lain
seperti
feokromositoma,
2005).
Hipertensi
dan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain usia, keturunan, obesitas, stress, dan merokok (Rachman, 2011). 3. Gangguan Fungsi Ginjal Gangguan fungsi ginjal merupakan suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyarinngan pembuangan elektrolit tubuh menjaga keseimbangan cairan dan Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 14
zat kimia tubuh seperti sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urin (Aisyah, 2011).
B. Etiologi 1. Enteritis Akut Makanan dan minuman yang dikonsumsi merupakan semua zat-zat yang bergizi yang masuk kedalam mulut. Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi sewaktu mandi dan berkumur. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mei Yati, 2004) mengatakan bahwa,
makanan
dan
minuman
yang
dikonsumsi
juga
mempengaruhi kejadian diare akut pada seseorang. Makanan dan minuman yang dikonsumsi yang sudah terkontaminasi oleh bakteri maupun virus akan menyebabkan diare, karena sistem pencernaan dan sistem imunologik dari seseorang belum kuat (Suma, 2014). Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu (Suma, 2014): a. Faktor Infeksi 1. Infeksi enteral Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan
lain-lain.
(c)
Infestasi
parasite:
Cacing
(Ascaris,
Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans).
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 15
2. Infeksi parenteral Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan,
Tonsilofaringitis,
seperti
Otitis
Media
Bronkopneumonia,
akut
Ensefalitis
(OMA), dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi 1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa. 2. Malabsorbsi lemak 3. Malabsorbsi protein c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. e. Faktor Pendidikan Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak. f. Faktor pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta ratarata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 16
Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit. g. Faktor lingkungan Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. h. Faktor Gizi Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB. i.
Faktor sosial ekonomi masyarakat Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor
penyebab
diare.
Kebanyakan
anak
mudah
menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. j.
Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 17
pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba
colli,
salmonella,
sigella.
Dan
virusnya
yaitu
Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan). k. Faktor terhadap Laktosa (susu kaleng) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae. 2. Hipertensi Hipertensi berarti tekanan tinggi di dalam arteri yang dapat menyebabkan
meningkatnya
risiko
stroke,
gagal
jantung,
serangan jantung dan kerusakan ginjal. Tekanan darah sistolik normal adalah 90 - 120 mmHg, dan tekanan darah diastolik normal adalah 60 - 80 mmHg. Tekanan darah di atas 140/90 termasuk tekanan darah tinggi. Kejadian tekanan darah tinggi di pengaruhi oleh faktor perilaku,termasuk pola makan yang kurang baik. Misalnya mengkonsumsi sumber natrium yang berlebihan atau mengkonsumsi serat yang rendah. Tekanan darah yang tinggi berhubungan pula dengan faktor keturunan (Fauziah, dkk., 2011). 3. Gangguan Fungsi Ginjal Terjadinya gagal ginjal disebabkan oleh beberapa penyakit serius yang didedrita oleh tubuh yang mana secara perlahanlahan berdampak pada kerusakan organ ginjal. Adapun beberapa Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 18
penyakit yang sering kali berdampak kerusakan ginjal diantaranya (Pranata, 2013): ο·
Penyakit tekanan darah tinggi (Hypertension)
ο·
Penyakit Diabetes Mellitus (Diabetes Mellitus)
ο·
Adanya
sumbatan
pada
saluran
kemih
(batu,
tumor,
penyempitan /striktur) ο·
Kelainan autoimun, misalnya lupus eritematosus sistemik
ο·
Menderita penyakit kanker (cancer)
ο·
Kelainan ginjal, dimana terjadi perkembangan banyak kista pada organ ginjal itu sendiri (polycystic kidney disease)
ο·
Rusaknya sel penyaring pada ginjal baik akibat peradangan oleh infeksi atau dampak dari penyakit darah tinggi. Istilah kedokterannya disebut sebagai glomerulonephritis. Adapun penyakit lainnya yang juga dapat menyebabkan
kegagalan fungsi ginjal antara lain adalah kehilangan banyak cairan serta penyakit lainnya seperti penyakit paru / TBC, sifilis, malaria. Penyakit gagal ginjal berkembang secara perlahan kearah yang semakin buruk dimana ginjal sama sekali tidak lagi mampu
bekerja
sebagaimana
funngsinya.
Dalam
dunia
kedokteran dikenal 2 macam jenis serangan gagal ginjal, akut dan kronik (Riska, 2012).
C. Patofisiologi 1. Enteritis Akut Gastroenteritis
akut
(Diare)
adalah
masuknya
Virus
(Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 19
klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi (Suma, 2014). Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas
usus
yang
mengakibatkan
hiperperistaltik
dan
hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi (Suma, 2014). Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi (Suma, 2014): (a) Kehilangan
air
mengakibatkan asam-basa
dan
elektrolit
terjadinya
(asidosis
(dehidrasi)
gangguan
metabolik,
yang
keseimbangan
hypokalemia
dan
sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah. 2. Hipertensi Mekanisme hipertensi terjadi melalui sistem RAAS (Renin Angiotensin Aldosteron System). Renin Angiotensin Aldosteron System (RAAS) merupakan sistem hormonal yang memiliki peran dalam mengontrol sistem kardiovaskular, ginjal, kelenjar adrenal, Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 20
dan regulasi tekanan darah. Pada sistem RAAS, ketika terjadi penurunan tekanan darah di dalam arteriola ginjal, melalui reseptor beta-1, akan menstimulasi sistem saraf simpatis yang akan memacu pelepasan renin dari ginjal. Renin merupakan suatu enzim protein yang dilepaskan oleh ginjal jika tekanan darah arteri mengalami penurunan sangat rendah. Renin bekerja secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut angiotensinogen. Renin tersebut masuk ke dalam sirkulasi dan akan mengaktifkan molekul protein yang diproduksi oleh hati, yaitu angiotensin I. Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk menyebabkan perubahan fungsional dalam fungsi sirkulasi. Renin menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan pembentukan angiotensin I sepanjang waktu tersebut (Hernawati, 2007). Dalam beberapa detik, angiotensin I akan pecah menjadi angiotensin II dengan bantuan enzim pengubah yang terdapat di endotelium
pembuluh
paru
yang
disebut
dengan
ACE
(Angiotensin Converting Enzyme) sehingga angiotensin I berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor yang kuat yang akan meningkatkan tahanan perifer. Angiotensin II menetap dalam darah hanya selama 1 atau 2 menit karena angiotensin II secara cepat akan diinaktivasi oleh berbagai enzim darah
dan
jaringan
yang
secara
bersama-sama
disebut
angiotensinase. Selama angiotensin II berada dalam darah, angiotensin II akan meningkatkan tekanan darah dengan tiga cara, yaitu meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal dan mengurangi eksresi garam dan air dalam urin, menurunkan aliran darah dengan cara menyempitkan pembuluh arteriol dan vena, dan memacu sekresi aldosterone dari korteks adrenalin yang akan
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 21
meningkatkan reabsorbsi natrium di ginjal (Mutmainah dan Teti, 2015). 3. Gangguan Fungsi Ginjal Sebagian
besar
penyakit
ginjal
menyerang
nefron,
mengakibatkan kehilangan kemampuannya untuk menyaring. Kerusakan pada nefron dapat terjadi secara cepat, sering sebagai akibat pelukaan atau keracunan. Tetapi kebanyakan penyakit ginjal menghancurkan nefron secara perlahan dan diam-diam. Kerusakan hanya tertampak setelah beberapa tahun atau bahkan dasawarsa. Sebagian besar penyakit ginjalmenyerang kedua buah ginjal sekaligus (Aisyah, 2011). Gagal ginjal terminal terjadi bila fungsi ginjal sudah sangat buruk, danpenderita mengalami gangguan metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat. Ginjal yang sakit tidak bisa menahan protein darah (albumin) yang seharusnya tidak dilepaskan ke urin. Awalnya terdapat dalam jumlah sedikit (mikro-albuminuria). Bila jumlahnya semakin parah akan terdapat pula protein lain (proteinuria). Jadi, berkurangnya fungsi ginjal menyebabkan terjadinya penumpukan hasil pemecahan protein yang beracun bagi tubuh, yaitu ureum dan nitrogen (Aisyah, 2011). Kemampuan
ginjal
menyaring
darah
dinilai
dengan
perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) atau juga dikenal dengan Glomerular Filtration Rate (GFR). Kemampuan fungsi ginjal tersebut dihitung dari kadar kreatinin (creatinine) dan kadar nitrogen urea (blood urea nitrogen/BUN) di dalam darah. Kreatinin adalah hasil metabolisme sel otot yang terdapat di dalam darah setelah melakukan kegiatan, ginjal akan membuang kretinin dari darah ke urin. Bila fungsi ginjal menurun, kadar kreatinin di dalam darah akan meningkat. Kadar kreatinin normal dalam darah adalah0,6-1,2 mg/dL. LFG dihitung dari jumlah kreatinin yang
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 22
menunjukkan kemampuan fungsi ginjal menyaring darah dalam satuan ml/menit/1,73 m2 (Aisyah, 2011). Kemampuan ginjal membuang cairan berlebih sebagai urin (creatinine clearence unit) di hitung dari jumlah urin yang dikeluarkan tubuh dalam satuan waktu, dengan mengumpulkan jumlah urin tersebut dalam 24 jam, yang disebut dengan C_crea (creatinine clearence). C_cre normal untuk pria adalah 95-145 ml/menit dan wanita 75-115 ml/menit (Aisyah, 2011).
D. Gejala 1. Enteritis Akut Tanda atau gejala dari enteritis akut adalah terjadinya buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998).Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah (Saputro, 2012). 2. Hipertensi Adapun gejala hipertensi yang sering ditemui adalah sebagai berikut (Fauziah, 2015): ο§
Biasanya orang yang menderita hipertensi akan mengalami sakit kepala, pusing yang sering dirasakan akibat tekanan darahnya naik melebihi batas normal.
ο§
Wajah akan menjadi kemerahan.
ο§
Pada sebagian orang akan mengalami detak jantung yang berdebar-debar.
ο§
Orang yang mengalami darah tinggi akan mengalami gejala hipertensi seperti pandangan mata menjadi kabur atau menjadi tidak jelas. Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 23
ο§
Sering buang air kecil dan sulit berkonsentrasi.
ο§
Sering mudah kelelahan saat melakukan berbagai aktivitas.
ο§
Sering terjadi pendarah di hidung atau mimisan.
ο§
Gejala hipertensi yang parah bisa menyebabkan seseorang mengalami vertigo.
ο§
Orang yang mempunyai darah tinggi biasanya akan sensitif dan mudah marah terhadap hal-hal yang tidak dia sukai. Beberapa gejala diatas adalah gejala hipertensi yang umum
dialami oleh penderita darah tinggi, jika anda mengalami gejala hipertensi tersebut sebaiknya anda langsung pergi ke dokter untuk melakukan tensi darah. Setelah saya memberitahu anda gejala hipertensi
yang
biasa
dialami
penderitanya
saya
akan
memberitahu anda apa saja faktor yang menyebabkan seseorang terkena penyakit darah tinggi atau hipertensi (Fauziah, 2015). 3. Gangguan Fungsi Ginjal Tanda-tanda penyakit ginjal sering tanpakeluhan sama sekali, bahkan tak sedikit penderita mengalami penurunan fungsi ginjal hingga 90% tanpa didahhului keluhan. Oleh karena itu, pasien
sebaiknya
waspada
jika
mengalami
gejala-gejala
seperti,tekanan darah tinggi, perubahan jumlah kencing, ada darah dalam air kencing, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki, rasa lemah serta sulit tidur, sakit kepala, sesak, dan merasa mual dan muntah (Riska, 2012). Penyakit ginjal memang bukan penyakit menular, setiap orang dapat terkena penyakit ginjal, namun mereka yang memiliki faktor risiko tinggi seperti mereka yang memiliki riwayat darah tinggi di keluarga, diabetes, penyakit jantung, serta ada anggota keluarga yang dinyatakan dokter sakit ginjal sebaiknya melakukan pemeriksaan dini (Riska, 2012). Ada beberapa jenis pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mengetahui kesehatan ginjal, salah satunya yang paling umum Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 24
adalah pemeriksaan urin. Jika ada kandungan protein atau darah dalam air kencing tersebut, maka menunjukkan kelainan dari ginjal (Riska, 2012). Atau
bisa
juga
melakukan
pemeriksaan
darah
guna
mengukur kadar kreatinin dan urea dalam darah. Jika kadar kedua zat itu meningkat, menunjukan gejala kelainan ginjal. Sementara pemeriksaan tahap lanjut untuk mengenali kelainan ginjal berupa pemeriksaan radiologis dan biopsi ginjal. Biasanya pemeriksaan ini atas indikasi tertentu dan sesuai saran dokter (Riska, 2012). Gagal ginjal terjadi jika terdapat gangguan pada pembuluh darah vena atau system penyaringannya. Tidak hanya itu, bisa jua terjadi karena adanya masalah-masalah pada kesehatan yang lain, seperti adanya tekanan darah tinggi, diabetes atau adanya masalah yang terjadi pada system penyaringan ginjal seperti pada keadaan glomerulonefritis atau penyakit ginjal polikistik. Pada kasus lainnya juga ditemukan akibat adanya masalah pada saluran kemih (Riska, 2012).
E. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan Medis 1. Enteritis Akut Penatalaksanaan enteritis akut dapat diberikan dengan memberikan obat anti diare, Anti muntah, Anti mutilitas, Therapy rehidrasi (untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara tepat). Therapy rumatan (untuk mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti). Penatalaksanaan KeperawatanMonitor dan mencatat suhu tubuh, BAB dan BAK. Berikan suasana lingkungan yang aman dan nyaman. Berikan obat sesuai indikasi.Tingkatkan pemberian makanan untuk menghindari efek buruk bagi status gizi (Saputro, 2012).
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 25
2. Hipertensi Penatalaksanaan medis hipertensi esensial dapat dilakukan dengan menurunkan tekanan darah sampai normal atau sampai level paling rendah yang masih dapat ditoleransi oleh pasien. Selain itu juga harus diusahakan mencegah komplikasi yang sudah ada dan seoptimal mungkin. Pasien diharapkan mengecek berat badan. Jika memiliki berat badan berlebih sebaiknya melakukan upaya menurunkan berat badan. Setiap 1 kg prnurunan berat badan akan menurunkan tekanan darah sekitar 1,5-2,5 mmHg (Weber, dkk., 2005). Sementara itu, dalam penatalaksanaan medis hipertensi secara umum sama pentingnya dengan penatalaksanaan medis
hipertensi
dimaksudkan
untuk
menggunakan mengurangi
obat-obatan. faktor
resiko
Hal
ini
terjadinya
peningkatan tekanan darah. Penatalaksanaan medis hipertensi tanpa obat-obatan memiliki manfaat terutama dapat dilakukan pada pengobatan hipertensi ringan (Noni, 2012). Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan
dalampemberian
atau
pemilihan
obat
anti
hipertensi yaitu (Zulfajri, 2015): 1. Mempunyai efektivitas yang tinggi. 2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal. 3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral. 4. Tidak menimbulakn intoleransi. 5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien. 6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang. Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensiseperti
golongan
diuretic,
golongan
betabloker,
golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi rennin angitensin(Zulfajri, 2015). Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 26
3. Gangguan Fungsi Ginjal Penanganan serta pengobatan gagal ginjal tergantung dari penyebab terjadinya kegagalan fungsi ginjal itu sendiri. Pada intinya, Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan gejala,
meminimalkan
komplikasi
dan
memperlambat
perkembangan penyakit. Sebagai contoh, Pasien mungkin perlu melakukan diet penurunan intake sodium, kalium, protein dan cairan. Bila diketahui penyebabnya adalah dampak penyakit lain, maka dokter akan memberikan obat-obatan atau therapy misalnya pemberian obat untuk pengobatan hipertensi, anemia atau mungkin kolesterol yang tinggi (Riska, 2012). Seseorang yang mengalami kegagalan fungsi ginjal sangat perlu dimonitor pemasukan (intake) dan pengeluaran (output) cairan, sehingga tindakan dan pengobatan yang diberikan dapat dilakukan secara baik. Dalam beberapa kasus serius, Pasien akan disarankan atau diberikan tindakan pencucian
darah
{Haemodialisa
(dialysis)}.
Kemungkinan
lainnya adalah dengan tindakan pencangkokan ginjal atau transplantasi ginjal (Riska, 2012).
b. Penatalaksanaan Diet 1. Enteritis Akut Diet cair atau lunak diberikan selama tahap akut penyakit, tergantung pada nafsu makan pasien dan tingkat rasa tidak nyaman yang terjadi bersama proses menelan. Kadang tenggorok sakit sehingga cairan tidak dapat di minum dalam jumlah yang cukup dengan mulut. Pada kondisi yang parah, cairan diberikan secara intravena. Sebaliknya, pasien didorong untuk memperbanyak minum sedapat yang ia lakukan dengan minimal 2 sampai 3 liter sehari (Hadi, 2013).
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 27
Jenis makanan yang tidak boleh dimakan oleh penderita diare akut adalah makanan yang berminyak, pedis dan berlemak hal ini dikarenakan makanan tersebut dapat membuat pasien menjadi tersedak dan berpengaruh terhadap diare akut dan makanan yang
boleh dimakan untuk penderita diare
(Almatsier, 2010). Diet sisa rendah diberikan kepada pasien dengan diare berat, peradangan saluran cerna akut, divertikulitis akut, obstipasi spastik, penyumbatan sebagian saluran cerna, hemaroid berat, serta pra dan pasca bedah saluran cerna. Diet biasanya rendah dalam beberapa jenis zat gizi, sehingga hanya diberikan untuk jangka waktu pendek, bila diperlukan, di samping diet diberikan suplemen vitamin dan mineral dan/atau makanan parenteral (Almatsier, 2010). Menurut beratnya penyakit diberikan Diet Sisa Rendah I dan Diet Sisa Rendah II. Diet Sisa Rendah I adalah makanan yang diberikan dalam bentuk disaring atau diblender. Makanan ini menghindari makanan berserat tinggi dan sedang, bumbu yang tajam, susu, daging berserat kasar (liat), dan membatasi penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4 gram. Diet ini rendah energi dan sebagian besar zat gizi (Almatsier, 2010). Sedangkan Diet Sisa Rendah II merupakan makanan peralihan dari Diet Sisa Rendah I ke makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai membaik atau bila penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Makanan berserat sedang diperbolehkan dalam jumlah terbatas,
sedangkan
makanan
berserat
tinggi
tidak
diperbolehkan. Susu diberikan maksimal 2 gelas sehari. Lemak dan gula diberikan dalam bentuk mudah cerna. Bumbu kecuali
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 28
cabe, merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas. Kandungan serat diet ini adalah 4-8 gram (Almatsier, 2010). 2. Hipertensi Diet untuk penderita hipertensi adalah diet rendah garam. Mengurangi konsumsi garam dari 10 gr/hari menjadi 5 gr/hari dapat
menurunkan tekanan
darah.
Diet rendah
lemak,
mengkonsumsi lemak juga bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Sebaiknya mengkonsumsi seledri, pace, ketimun, belimbing wuluh dan bawang putih telah terbukti banyak membantu menurunkan tekanan darah. Serta tidak lupa pula cukup istirahat dan berolahraga (Hernawati, 2007). Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan sehingga tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. WHO (1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium) (Almatsier, 2010). Diet Garam Rendah diberikan kepada pasien dengan edema atau asites dan/atau hipertensi seperti yang terjadi pada penyakit dekompensansio kordis, sirosis hati, penyakit ginjal tertentu, toksemia pada kehamilan dan hipertensi esensial. Diet ini mengandung cukup zat-zat gizi. Sesuai dengan keadaan penyakit dapat diberikan berbagai tingkat Diet Garam Rendah (Almatsier, 2010). Menurut jumlah kandungan natriumnya, Diet Garam Rendah terbagi atas tiga, yaitu Diet Garam Rendah I, Diet Garam Rendah II dan Diet Garam Rendah III. Diet Garam Rendah I (200-400 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema,
asites/atau
hipertensi
berat.
Pada
pengolahan
makanannya tidak ditambahkan garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Diet Garam Rendah II (600-800 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 29
asites/atau hipertensi tidak terlalu berat. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan Β½ sdt garam dapur (2 gr). Sedangkan Diet Garam Rendah III (1000-1200 mg Na) diberikan kepada pasien dengan edema, asites/atau hipertensi ringan. Pemberian makanan sehari sama dengan Diet Garam Rendah I. Pada pengolahan makanannya boleh menggunakan 1 sdt garam dapur (4 gr) (Almatsier, 2010). 3. Gangguan Fungsi Ginjal Mengkonsumsi makanan yang tepat penting dilakukan, khususnya bagi Anda penderita penyakit ginjal. Sebab dengan terganggunya fungsi ginjal, kotoran dalam darah akan semakin menumpuk. Keadaan ini akan menyebabkan tubuh menjadi bengkak, mual atau muntah. Tapi semua tergantung dari stadium penyakitnya, semakin lama dibiarkan penyakit ginjal menyerang maka efek negatifnya akan semakin parah (Riska, 2012) Dengan membatasi jumlah makanan dan cairan secara tepat, akan diperoleh sisa hasil metabolisme yang mudah dibuang oleh tubuh. Penyaringan oleh ginjal dapat diminimalisir sehingga
tidak
sampai
terjadi
penumpukan
sisa
hasil
metabolisme dalam darah (Riska, 2012). Umumnya para penderita gagal ginjal disarankan oleh dokter untuk diet, mengurangi porsi makanan dan minuman sekaligus mengatur jenis makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi. Diet yang harus dijalani setiap penderita gagal ginjal akan berbeda satu dengan lainnya. Hal ini bergantung pada kondisi tubuh penderita (Riska, 2012). Sedangkan untuk contoh bahan makanan yang dianjurkan dan yang dihindari adalah sebagai berikut (Sumiasihni, 2012):
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 30
A. Bahan Makanan yang Dianjurkan 1. Sumber Karbohidrat: nasi, bihun, mie, makaroni, jagng, roti, kwethiau, kentang, tepung-tepungan, madu, sirup, permen, dan gula. 2. Sumber Protein Hewani: telur, susu, daging, ikan, ayam. Bahan Makanan Pengganti Protein Hewani Hasil olahan kacang kedele yaitu tempe, tahu, susu kacang kedele, dapat dipakai sebagai pengganti protein hewani untuk pasien yang menyukai sebagai variasi menu atau untuk pasien vegetarian asalkan kebutuhan protein tetap diperhitungkan. Beberapa kebaikan dan kelemahan sumber protein nabati untuk pasien penyakit ginjal kronik akan dibahas. 3. Sumber Lemak: minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedele, margarine rendah garam, mentega. 4. Sumber Vitamin dan Mineral, semua sayur dan buah, kecuali
jika
pasien
mengalami
hiperkalemi
perlu
menghindari buah dan sayur tinggi kalium dan perlu pengelolaan khusus yaitu dengan cara merendam sayur dan buah dalam air hangat selama 2 jam, setelah itu air rendaman dibuang, sayur/buah dicuci kembali dengan air yang mengalir dan untuk buah dapat dimasak menjadi stup buah/coktail buah. B. Bahan Makanan yang Dihindari 1. Sumber Vitamin dan Mineral, menghindari sayur dan buah tinggi kalium jika pasien mengalami hiperkalemi. Bahan makanan tinggi kalium diantaranya adalah bayam, gambas, daun singkong, leci, daun pepaya, kelapa muda, pisang, durian, dan nangka. Hindari atau batasi makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, udema dan asites. Bahan makanan tinggi natrium Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 31
diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Monitoring 1. Monitoring Diet Pasien Berdasarkan hasil monitoring sebelum intervensi, jenis diet yang diberikan pada pasien adalah Diet Garam Rendah tanpa megetahui rentang kadar natrium yang diberikan selama diet.Diet pasien diberikan dalam bentuk atau konsistensi makanan lunak. Sedangkan berdasarkan hasil monitoring kasus pasien, maka pasien sebaiknya diberikan Diet Garam Rendah III dan Diet Protein Rendah III. Identifikasi masalah yang ditemukan dalam permasalahan intake adalah meningkatnya tekanan darah. Diagnosa gizi yang diambil
adalah
NI.4.2,
tingginya
asupan
makanan
yang
mengandung natrium dan lemak tinggi yang berkaitan dengan konsumsi gorengan dan makanan siap saji serta kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan zat gizi tertentu yang ditandai dengan meningkatnya tekanan darah mencapai 160/90 mmHg. Sebelum dilakukan intervensi selama 3 hari, pasien terlebih dahulu di recall 24 jam pada tanggal 5 Oktober 2015 maka didapatkan persentase asupan energi 1306,5 kkal (88,4%),protein sebanyak 44,92 gr (81%), lemak sebanyak 30,1 gr (73,5%), dan karbohidrat sebanyak 213 gr (96%). Pada hasil monitoring diet pasien, untuk asupan rata-rata energi, protein dan karbohidrat telah mencapai standar konsumsi akan tetapi asupan lemak pasien sangat
kurang,
hal
ini
disebabkan
karena
pasien
sangat
menghindari makanan-makanan yang menjadi sumber lemak. Adapun hasil monitoring asupan makanan pasien sebelum dan selama intervensi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 33
Tabel.7 Distribusi Hasil Monitoring Asupan Makanan Pasien Sebelum dan Selama Intervensi ASUPAN ZAT GIZI HARI
URAIAN
E (kkal)
P (gr)
L (gr)
KH (gr)
Asupan 1306,5 Kebutuhan 1477 %Asupan 88,4 Asupan 1229,6 I Kebutuhan 1477 06/10/2015 % Asupan 83,2 Asupan 1019,1 II Kebutuhan 1477 07/10/2015 % Asupan 68,9 Asupan 1339,2 III Kebutuhan 1477 08/10/2015 % Asupan 90,6 Rata-rata persen Asupan 82,7 Sumber : Data Primer Terolah, 2015
44,92 55,4 81 45,3 55,4 81,8 27,5 55,4 49,7 63,3 55,4 114,4 81,7
30,1 41 73,5 23,2 41 56,9 11,6 41 28,2 30,1 41 73,5 58
213 221 96 207 221 93,6 197 221 89,2 258 221 129 101,9
Sebelum intervensi 05/10/2015
Berdasarkan Tabel.7 dapat diketahui bahwa asupan pasien dari intervensi hari pertama sampai dengan intervensi hari ketiga dibandingkan dengan sebelum intervensi mengalami peningkatan meskipun hanya sedkit. Rata-rata % asupan selama intervensi yaitu energi 82,7%, protein 81,7%, lemak 58% dan KH 101,9%, dimana dapat dilihat bahwa asupan pasien dari intervensi I sampai III mengalami fluktuasi namun hal ini mulai menunjukan kemajuan dikarenakan pasien sudah tidak mengalami enteritis akut dan konsintensi makanan sudah berubah menjadi padat. 2. Monitoring Pengukuran Antropometri Identifikasi masalah yang ditemukan dalam permasalahan klinik antropometri adalah berat badan berlebih. Diagnosa gizi yang diambil adalah NC.3.3, berat badan melebihi normal atau yang dianjurkan berkaitan dengan kurangnya aktifitas fisik (olahraga) yang dilakukan dan pola makan yang salah. Hal ini ditandai dengan
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 34
perhitungan IMT yang mencapai 27 kg/m2 sehingga tergolong Obesitas I berdasarkan WHO Asia. Tabel.8 Distribusi Monitoring Pengukuran Antropometri Parameter Sebelum Intervensi BB 74 kg TB 165 cm IMT 27 (obesitas I) Sumber : Data Primer Terolah, 2015 Berdasarkan pemeriksaan
Tabel.8
antropometri
Setelah Intervensi 74 kg 165 cm 27 (obesitas I)
hasil
monitoring
pasien
diperoleh
perkembangan bahwa
setelah
intervensi tidak terjadi perubahan signifikan. Status gizi pasien tetap seperti sebelum intervensi yaitu Obesitas I, diharapkan dengan tetap menerapkan diet yang diberikan, pasien dapat memperbaiki status gizinya sehingga status gizi pasien mencapai normal. 3. Monitoring Pemeriksaan Fisik-Klinik Adapun hasil monitoring pemeriksaan fisik-klinik pasien selama intervensi, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel.9 Monitoring Pemeriksaan Fisik-Klinik Pemeriksaan 05/10/15 06/10/15 Keadaan Umum Lemas Lemas Tekanan Darah 160/90 140/90 Nadi 74x/i 88x/i 0 Suhu 36,5 360 Pernapasan 20x/i 20x/i Sumber: Rekam Medik Pasien, 2015
07/10/15 Sehat 140/80 84x/i 360 100x/i
08/10/15 -
Berdasarkan Tabel.9 berkaitan dengan pemeriksaan fisik-klinik pasien diketahui bahwa keadaan umum pasien selama 2 hari pengambilan kasus (sebelum dan sesudah intervensi) masih lemas, sedangkan
pemeriksaan
selanjutnya
mulai
tampak
sehat
dikarenakan enteritis akut yang diderita sudah tidak ada dan juga tekanan darah yang meningkat selama beberapa hari telah mengalami penurunan secara berkala.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 35
4. Monitoring Pemeriksaan Laboratorium Identifikasi masalah yang ditemukan dalam permasalahan klinik adalah tingginya kadar ureum dan kreatinin. Diagnosa gizi yang diambil adalah NC.2.2, gangguan fungsi organ ginjal berkaitan dengan perubahan nilai laboratorium atau perubahan kemampuan untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme dan ditandai dengan ketidaknormalan ureum dan kreatinin yang meningkat. Adapun perkembangan data laboratorium pasien selama intervensi sebagai berikut. Tabel.10 Monitoring Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan 05/10/15 06/10/15 Ureum darah 105 mg/dl Kreatinin 3,6 mg/dl Glukosa sewaktu 118 mg/dl Natrium Kalium Sumber: Rekam Medik Pasien, 2015
07/10/15 47 mg/dl 1,9 mg/dl 138 mg 3,2 mg
08/10/15 -
B. Hasil Motivasi Diet Pasien 1. Perkembangan Pengatahuan Gizi Selama intervensi keluarga pasien (Istri pasien) dan pasien sendiri diberikan edukasi selama lima belas menit mengenai diet Rendah Garam III dan Diet Protein Rendah III dan makanan lunak yang diberikan untuk pasien. Hal ini bertujuan agar pasien dan keluarga dapat mengerti tentang diet Rendah Garam III dan Diet Protein Rendah III dan konsistensi makanan lunak yang diberikan untuk pasien, selain itu selama intervensi pasien dan keluarga juga diberikan pemahaman mengenai apa-apa saja makanan yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan oleh pasien. Selain itu pasien dan keluarga juga diberikan edukasi mengenai pentingnya makan untuk pasien hal ini berkaitan dengan asupan makan pasien yang sedikit setiap harinya.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 36
2. Sikap dan Perilaku Pasien Terhadap Diet Hasil
recall
24
jam
sebelum
pelaksanaan
intervensi
menunjukkan bahwa asupan energi, protein, dan karbohidrat pasien
masih
kurang
dari
kebutuhan
berdasarkan
hasil
perhitungan kebutuhan yang dilakukan. Edukasi mengenai diet yang diberikan pada istri dan pasien itu sendiri sangat memotivasi keluarga pasien hal ini dapat dilihat dari sikap keluarga pasien yang selalu memaksa pasien untuk makan walaupun hanya sedikit. Meskipun hasil Recall 24 jam pasien masih kurang asupan yang dimakan oleh pasien tetapi jika keluarga pasien terus bersemangat untuk menerapkan diet yang telah diberikan pasti pasien akan sembuh dan berat badan pasien tidak akan turun lagi. Adapun permasalahan gizi yang diderita pasien pada saat masuk rumah sakit, adalah masalah yang bersifat sementara yaitu dikarenakan konsumsi pasien yang terakhir adalah daging yang tidak matang dalam proses pemasakannya. Akan tetapi, ada beberapa
komplikasi
yang
terjadi
pada
pasien
sehingga
pengawasan terhadap masalah gizi tersebut pun tidak bisa dipungkiri.
C. Evaluasi Asuhan Gizi Pasien 1. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pasien Dari hasil Recall 24 jam pasien dapat diketahui bahwa konsumsi energi dan zat gizi pasien masih sangat kurang dari kebutuhan yang dibutuhkan oleh pasien, kecuali karbohidrat. Hal ini dapat ditunjukan dengan hasil Recall 24 jam sebelum hingga sesudah intervensi. Hal ini dikarenakan nafsu makan pasien yang baik dan diakibatkan kesenangan pasien mengkonsumsi nasi sebagai bahan pokok itu sendiri. Berikut adalah grafik asupan recall pasien:
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 37
Grafik.1 : Presentasi Asupan zat gizi pasien 140 120 100 Energi
80
Protein 60
Lemak
40
Karbohidrat
20 0 Sebelum Intervensi Intervensi Intervensi Intervensi 1 2 3
Berdasarkan
grafik.1,
terlihat
bahwa
untuk
konsumsi
karbohidrat pasien mengalami peningkatan yang disebabkan karena pasien belum mampu mengubah pola makan atau tidak patuh terhadap saran yang diberikan. Konsumsi lemak mengalami penurunan sampai pada tahap intervensi kedua akan tetapi pada intervensi ketiga kembali meningkat, hal ini dikarenakan pasien telah kembali ke rumah dan makanannya kembali tidak terkontrol. Energi pasien tergolong stabil sejak sebelum intervensi sampai intervensi hari ketiga. 2. Perkembangan Pengobatan yang Berhubungan dengan Gizi Pengobatan yang berhubungan dengan gizi dilakukan dengan memberikan diet rendah garam pada makanan pasien yang dilengkapi dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala sebagai monitoring dari pengobatan tersebut serta pemberian diet pasien dilengkapi pula dengan diet rendah protein III untuk menjaga kestabilan pasien dalam keadaanya yang menderita gangguan fungsi ginjal. 3. Perkembangan Terapi Diet Terapi diet yang diberikan sejak awal intervensi hingga akhir intervensi tidak berubah karena dari hasil monitoring dan evaluasi Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 38
yang dilakukan setiap hari tidak terdapat identifikasi masalah baru baik
dari
pemeriksaan
antropometri,
fisik/klinis
maupun
laboratorium sehingga terapi diet tetap yaitu diet rendah garam. Sedangkan untuk diet rendah proteinnya sangat dibantu oleh keluarga untuk melaksanakannya karena pasien masih sulit menentukan makanan dengan pprotein rendah protein.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pasien didiagnosa enteritis akut, hipertensi dan terdapat gangguan pada fungsi ginjal. 2. Status gizi pasien tergolong obesitas I (berdasarkan WHO Asia). 3. Jenis diet yang diberikan oleh Rumah sakit adalah Diet Garam Rendah, sedangkan untuk diet yang disarankan adalah Diet Garam Rendah III dan Diet Rendah Protein III. 4. Pada studi kasus ini diagnosa gizi yang ditegakkan adalah NI.4.2, NC.2.2, NC.3.3 dan NB.3.1 5. Asupan pasien mengalami peningkatan setelah intervensi, akan tetapi belum mencapai standar kebutuhan orang sakit. Sedangkan asupan lemak pasien mengalami penurunan setelah intetrvensi.
B. Saran 1. Pemberian
edukasi
dan
motivasi
kepada
keluarga
pasien
sebaiknya terus dilakukan setiap hari. 2. Pemeriksaan tekanan darah sebaiknya dilakukan secara berkala 3. Pemeriksaan antropometri yaitu BB pasien harus terus dilakukan untuk melihat kenaikan atau penurunan BB pasien 4. Pengontrolan terhadap konsumsi gorengan jalanan dan makanan cepat saji sebaiknya dikurangi.
Laporan Magang Dietetik Kasus Interna Laksmi Trisasmita | 40