Bab I-vi Proposal Aam.docx

  • Uploaded by: Eka ratna
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I-vi Proposal Aam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,977
  • Pages: 49
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penuaan merupakan proses alami yang akan dialami semua makhluk hidup, di mana dalam proses penuaan terjadi penurunan fungsi secara bertahap berbagai organ dalam tubuh. Bagi sebagian orang

penuaan dianggap yang

menakutkan karena dikaitkan dengan ketidakmampuan akibat penurunan kapasitas baik secara fisik maupun mental (Pangkahila, 2011). Namun seiring dengan perkembangan ilmu kedokteran yang semakin modern, khususnya di bidang ilmu kedokteran Anti-Aging Medicine (AAM), muncul paradigma baru, bahwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini, penuaan dianggap sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, diperlambat, dihindari dan diobati sehingga dapat kembali ke keadaan semula. Jadi manusia tidak lagi harus membiarkan begitu saja dirinya menjadi tua dengan segala keluhan. Berdasarkan konsep tersebut manusia dapat hidup dengan kualitas yang prima walaupun usia terus bertambah (Pangkahila, 2011). Proses penuaan disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Contoh penyebab faktor internal adalah berkurangnya hormon, radikal bebas, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, menurunnya sistem kekebalan tubuh, dan gen. Faktor eksternal penyebab penuaan yaitu diet dan gaya hidup yang tidaksehat,

kebiasaan

hidup

yang

salah,

polusi

lingkungan,

stres,

dan

kemiskinan. Proses penuaan dapat dicegah atau diperlambat bila kita menghindari faktor-faktor penyebab penuaan, sehingga kualitas hidup lebih baik (Pangkahila, 2011). Di Indonesia salah satu penyebab penuaan adalah hipertensi. Hipertensi bias terjadi pada siapa saja, tidak hanya pada usia tua bahkan di usia muda pun banyak sekali penduduk yang mengalami hipertensi. 1

Prevalensi hipertensi di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,8% dengan 70% penderita mengalami hipertensi ringan. Beberapa tanaman obat sebagai ramuan tunggal pernah diteliti dapat menurunkan tekanan darah. Salah satunya adalah pegagan. Pegagan

dengan nama latin centella asiatica adalah tanaman liar yang

mempunyai prospek cukup baik sebagai tanaman obat.Winarto dan Surbakti (2003) melaporkan pegagan telah ditetapkan sebagai tanaman obat tradisional sejak tahun 1884. Obat tradisional adalah obat obatan yang diolah secara tradisional, turun temurun, berdasarkan resep nenek moyang, adat istiadat, kepercayaan atau kebiasaan setempat, baik

bersifat magic atau pengetahuan tradisional. Obat

tradisional bermanfaat bagi kesehatan. Sehingga penggunaannya terus meningkat karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga maupun ketersediaanya. Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek samping karena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah. Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Tanaman pegagan termasuk dalam 50 jenis tanaman obat utama. Kebutuhan simplisia pegagan untuk industry jamu mencapai 126 ton per tahun dan berada pada urutan ke-13 dari 152 jenis simplisia. Beberapa khasiat tanaman pegagan adalah sevagai obat lemah syaraf, demam, bronchitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah tinggi, penambah nafsu makan, dan untuk menjaga vitalitas. Disamping asiatikosida, tanaman pegagan juga mengandung resin, tamin, minyak atsiri, sitosterol yang terdiri atas gliserida, asam oleat, linoleat, palmitat,stearat, sentoat dan sentelat yang berguna untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Pegagan merupakan tumbuhan tropis dengan daerah penyebaran cukup luas, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, hingga 2.500m diatas permukaan laut.

2

Pegagan dapat ditemukan di daerah perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah, ataupun diladang yg agak basah. Pada masa yang akan dating, pegagan prospektif sebagai bahan simplisia obat tradisional seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dengan memanfaatkan bahan-bahan alami, termasuk obat tradisional. Pegagan dipergunakan sebagai penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberculosis, lepra, disentri, demam, dan penambah darah. Pegagan digunakan dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Herba tersebut dimanfaatkan dalam bentuk segar, kering, maupun dalam ramuan (jamu). Tanaman pegagan memiliki fungsi dan berkontribusi terhadap peningkatan system imun tubuh dan kesehatan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut maka dibuat rumusan masalah seperti berikut Apakah ekstrak pegagan (centella asiatica) secara oral dapat menurunkan tekanan darah pada kelinci dengan hipertensi? 1.3 Tujuan Penelitian Membuktikan ekstrak pegagan dapat meurunkan tekanan darah pada kelinci dengan hipertensi. 1.4 Manfaat Penelitian  Dapat menghasilkan satu bahan yang potensial untuk penurun tekanan darah.  Dengan melakukan prosedur yang spesifik, dapat diketahui pengaruh ekstrak pegagan (centella asiatica) sebagai penurun tekanan darah yang bermutu, berkhasiat dan aman.

3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penuaan 2.1.1 Definisi Penuaan Penuaan adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, dan semakin banyak distorsi metabolik dan struktural, yang disebut sebagai penyakit degeneratif (seperti hipertensi, aterosklerosis, diabetes melitus, dan kanker) (Wibowo, 2003). 2.1.2 Tahap-tahap Proses Penuaan Proses penuaan tidak terjadi begitu saja dengan langsung menampakkan perubahan fisik dan psikis.proses penuaan berlangsung melalui tiga tahap sebagai berikut (Pangkahila, 2011): 1. Tahap subklinik (usia 25 – 35 tahun) Pada tahap ini, sebagian besar hormon di dalam tubuh mulai menurun, yaitu hormon testosteron, growth hormon, dan hormon estrogen. Pembentukan radikal bebas, yang dapat merusak sel dan DNA mulai mempengaruhi tubuh. Kerusakan ini biasanya tidak tampak dari luar. Karena itu pada usia ini dianggap usia muda dan normal. 2. Tahap transisi (usia 35 – 45 tahun) Pada tahap ini kadar hormon menurun sampai 25%. Massa otot berkurang sebanyak satu kilogram tiap tahun. Pada tahap ini orang mulai merasa tidak muda lagi dan tampak lebih tua. Kerusakan oleh radikal bebas mulai merusak

4

ekspresi genetik, yang dapat mengakibatkan penyakit seperti kanker, radang sendi, berkurangnya memori, penyakit jantung koroner dan diabetes. 3. Tahap klinik (usia 45 tahun keatas) Pada tahap ini penurunan kadar hormon terus berlanjut, yang meliputi DHEA, melatonin, growth hormon, testosteron, estrogen dan juga hormon tiroid. Terjadi penurunan, bahkan hilangnya kemampuan penyerapan bahan makanan, vitamin dan mineral. Penyakit kronis menjadi lebih nyata, sistem organ tubuh mulai mengalami kegagalan. 2.1.3 Teori Penuaan Banyak teori yang menjelaskan mengapa manusia mengalami proses penuaan. Tetapi, pada dasarnya semua teori itu dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu wear and tear theory dan programmed theory (Goldmann et Klatz, 2003) Wear and Tear Theory Teori wear and tear pada prinsipnya menyatakan tubuh menjadi lemah lalu meninggal sebagai akibat dari penggunaan dan kerusakan yang terakumulasi. Teori ini telah lama diperkenalkan oleh Dr. August Weismann, seorang ahli biologi dari Jerman pada tahun 1882. Menurut teori ini, tubuh dan sel yang terdapat pada makhluk hidup menjadi rusak karena terlalu sering digunakan dan disalahgunakan. Kerusakan tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi ke tingkatan sel (Pangkahila, 2011). Teori ini menyatakan bahwa walaupun seseorang tidak pernah merokok, minum alkohol, dan hanya mengkonsumsi makanan alami, dengan menggunakan organ tubuh secara biasa saja, pada akhirnya akan berujung pada terjadinya suatu kerusakan. Penyalahgunaan organ tubuh akan membuat kerusakan terjadi lebih cepat. Karena itu, tubuh akan menjadi tua, dimana sel juga merasakan pengaruhnya, terlepas dari seberapa sehat gaya hidupnya. Sistem pemeliharaan pola hidup yang baik pada masa muda dinilai dapat berpengaruh terhadap perbaikan

tubuh

sebagai kompensasi terhadap pengaruh penggunaan dan kerusakan normal berlebihan (Pangkahila, 2011). 5

Dengan menjadi tua, tubuh berangsur kehilangan kemampuan dalam memperbaiki kerusakan karena penyebab apa pun. Banyak orang tua meninggal karena penyakit yang pada masa mudanya dapat ditolak. Teori ini meyakini bahwa pemberian suplemen yang tepat dan pengobatan yang tidak terlambat dapat membantu mengembalikan proses penuaan dengan mekanismenya adalah merangsang kemampuan tubuh untuk melakukan perbaikan dan mempertahankan organ tubuh dan sel (Pangkahila, 2011). Teori wear and tear meliputi:  Teori Kerusakan DNA Tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memperbaiki diri (DNA repair). Proses penuaan sejatinya memiliki arti sebagai proses penyembuhan yang tidak sempurna dan sebagai akibat penimbunan kerusakan molekul yang terus menerus. Kerusakan DNA yang terakumulasi dalam waktu lama, dapat mencapai suatu

keadaan dimana

basis

molekul sudah

mengalami

kerusakan yang berat. Kerusakan molekuler dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari luar, seperti radiasi, polutan, asap rokok dan mutagen kimia (Pangkahila, 2011).  Teori Penuaan Radikal Bebas Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme dapat mengalami penuaan dikarenakan adanya akumulasi kerusakan oleh radikal bebas di dalam sel dalam jangka waktu tertentu. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang mempunyai susunan elektron tidak

berpasangan sehingga bersifat

sangat tidak stabil. Untuk menjadi stabil, radikal bebas akan menyerang selsel untuk mendapatkan elektron pasangannya dan terjadilah reaksi berantai yang menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Molekul utama di dalam tubuh yang dapat dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohu sodo,2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan yang terjadi pada sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga dapat mengganggu metabolisme sel, juga merangsang terjadinya mutasi sel, yang akhirnya bisa berakibat kanker dan kematian. Pada kulit, radikal bebas dapat 6

merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit agar tetap lembab, halus, fleksibel dan elastis. Jaringan tersebut akan mengalami kerusakan akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana akan terbentuk lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman et Klatz, 2003).  Glikosilasi Teori ini dikemukakan dan mendapatkan momentumnya sejak diketahui bahwa glikosilasi memiliki peranan penting dalam kaitannya dengan diabetes tipe Glukosa bergabung dengan protein yang telah mengalami dehidrasi, yang kemudian menyebabkan terganggunya sistem organ tubuh. Pada diabetes, glikosilasi menyebabkan kekakuan arteri, katarak, hilangnya fungsi syaraf, yang merupakan komplikasi yang umum terjadi pada diabetes (Pangkahila, 2011) Programmed Theory Teori ini menganggap bahwa di dalam tubuh manusia terdapat suatu jam biologik, yang dimulai dari proses konsepsi sampai ke kematian dalam suatu model terprogram. Peristiwa ini terprogram mulai dari sel sampai embrio, janin, masa bayi, anak-anak remaja, menjadi tua dan akhirnya meninggal (Pangkahila, 2011). a. Teori Terbatasnya Replikasi Sel Teori ini mengatakan bahwa pada ujung chromosome strands terdapat struktur khusus yang disebut telomer. Setiap replikasi sel telomer mengalami pemendekan ukuran pada proses pembelahan pembelahan sel. Dan setelah sejumlah pembelahan sel tertentu, telomer telah dipakai dan pembelahan sel terhenti. Menurut Hayflick, mekanisme telomer tersebut menentukan rentang usia sel dan pada akhirnya juga rentang usia organisme itu sendiri (Pangkahila, 2011).

7

b. Proses Imun Rusaknya sistem imun tubuh seperti mutasi yang berulang atau perubahan protein protein paska translasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh dalam mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan menyebabkan sistem imun dalam tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi pada orang lanjut usia (Pangkahila, 2011). c. Teori Neuroendokrin Teori ini diperkenalkan Vladimir Dilman, PhD, dengan dasar peranan berbagai hormon bagi fungsi organ tubuh. Pada usia muda, berbagai hormon bekerja dengan baik dalam mengendalikan berbagai fungsi organ tubuh, sehingga fungsi berbagai organ tubuh sangat optimal. Seiring dengan menuanya seseorang maka tubuh hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit, sehingga kadarnya menurun dan berakibat pada gangguan berbagai fungsi tubuh. Terapi sulih hormon dikatakan dapat membantu untuk mengembalikan fungsi hormon tubuh sehingga dapat memperlambat proses penuaan (Goldman et Klatz, 2003). 2.1.4 Penyebab Penuaan Berbagai faktor penyebab penuaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal ialah radikal bebas, hormon yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama ialah gaya hidup tidak sehat, diet tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila, 2011).

8

2.2 HIPERTENSI 2.2.1 Definisi Hipertensi Hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang).7 Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure sebagai tekanan yang lebih tinggi dari 140 / 90 mmHg.22 Hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi berbagai faktor resiko yang dimiliki seseorang. Faktor pemicu hipertensi dibedakan menjadi yang tidak dapat dikontrol seperti riwayat keluarga, jenis kelamin, dan umur. Faktor yang dapat dikontrol seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, perilaku merokok, pola konsumsi makanan yang mengandung natrium dan lemak jenuh. Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung, penyakit jantung koroner (PJK), gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi atau yang disebut the silent killer yang merupakan salah satu faktor resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (cardiovascular). 2.2.2 Klasifikasi Hipertensi Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik, hipertensi diastolik, dan hipertensi campuran. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik dan umumnya ditemukan pada usia lanjut. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri apabila jantung berkontraksi (denyut jantung). Tekanan sistolik merupakan tekanan maksimum dalam arteri dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.

9

Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) merupakan peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada anakanak dan dewasa muda. Hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri bila jantung berada dalam keadaan relaksasi di antara dua denyutan. Hipertensi campuran merupakan peningkatan pada tekanan sistolik dan diastolik.26-27 Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu: 1. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95 % kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. 2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio

aorta, hipertensi yang berhubungan dengan

kehamilan, dan lain-lain. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat I dan derajat II.

10

Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII29 Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah sistolik

Tekanan darah diastolic

(mmhg)

(mmhg)

< 120

< 80

Prehipertensi

120 - 139

80 - 89

Hipertensi derajat I

140 - 159

90 - 99

Hipertensi derajat II

≥ 160

≥ 100

Normal

Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut WHO / ISH30 Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah sistolik

Tekanan darah diastolic

(mmhg)

(mmhg)

≥ 180

≥ 110

Hipertensi sedang

160 - 179

100 – 109

Hipertensi berat

140 - 159

90 - 99

Hipertensi perbatasan

120 - 149

90 – 94

Hipertensi sistolik

120 - 149

< 90

> 140

< 90

Normotensi

< 140

< 90

optimal

< 120

< 80

Hipertensi berat

perbatasan Hipertensi sistolik terisolasi

2.2.3 Patofisiologi Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal. 11

 Perubahan anatomi dan fisiologi pembuluh darah Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit substansi lemak, kolesterol, produk sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah. Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu. Sel endotel pembuluh darah juga memiliki peran penting dalam pengontrolan pembuluh darah jantung dengan cara memproduksi sejumlah vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer.33  Sistem renin-angiotensin Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.  Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

Untuk

mengencerkannya,

volume

cairan

ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.  Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

12

 Sistem saraf simpatis Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan

dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Gambar Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah

13

2.2.4 Faktor-faktor Risiko Hipertensi Faktor resiko terjadinya hipertensi antara lain: 1. Usia Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada lakilaki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun. 2. Ras/etnik Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik. 3. Jenis Kelamin Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita. 4. Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok. 

Merokok Merokok merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan hipertensi, sebab rokok mengandung nikotin. Menghisap rokok menyebabkan nikotin terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan kemudian akan diedarkan hingga ke otak. Di otak, nikotin akan memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih tinggi. Tembakau memiliki efek cukup besar dalam peningkatan tekanan darah karena dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah. Kandungan bahan kimia dalam tembakau juga dapat merusak dinding pembuluh darah. Karbon monoksida dalam asap rokok akan menggantikan ikatan oksigen dalam darah. Hal tersebut mengakibatkan tekanan darah

meningkat

karena 14

jantung dipaksa

memompa

untuk

memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya. Karbon menggantikan

monoksida

ikatan

dalam

asap

rokok

akan

oksigen dalam darah. Hal tersebut

mengakibatkan tekanan darah meningkat karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang cukup ke dalam organ dan jaringan tubuh lainnya. 

Kurangnya aktifitas fisik Aktivitas darah.

fisik

Pada

sangat

mempengaruhi stabilitas

tekanan

orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik

cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah, makin dinding

besar

arteri

pula

tekanan

yang

dibebankan

pada

sehingga meningkatkan tahanan perifer yang

menyebabkan kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktifitas fisik juga dapat meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15 mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada hipertensi.41 2.2.5 Diagnosis Hipertensi Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan dalam keadaan tenang. Pasien diharapkan tidak mengonsumsi

15

makanan dan minuman yang dapat mempengaruhi tekanan darah misalnya kopi, soda, makanan tinggi kolesterol, alkohol dan sebagainya. Pasien yang terdiagnosa hipertensi dapat dilakukan tindakan lebih lanjut yakni : 1. Menentukan sejauh mana penyakit hipertansi yang diderita Tujuan pertama program diagnosis adalah menentukan dengan tepat sejauh mana penyakit ini telah berkembang, apakah hipertensinya ganas atau tidak, apakah arteri dan organ-organ internal terpengaruh, dan lain- lain. 2. Mengisolasi penyebabnya Tujuan kedua dari program diagnosis adalah mengisolasi penyebab spesifiknya. 3. Pencarian faktor risiko tambahan Aspek lain yang penting dalam pemeriksaan, yaitu pencarian faktor-faktor risiko tambahan yang tidak boleh diabaikan. 4. Pemeriksaan dasar Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan dasar, seperti kardiologis,

radiologis,

tes

laboratorium,

EKG

(electrocardiography) dan rontgen. 5. Tes khusus Tes yang dilakukan antara lain adalah : a) X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang digunakan untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal. b) Memeriksa

saraf

sensoris

dan

perifer

dengan

suatu

alat

electroencefalografi (EEG), alat ini menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG).

16

2.2.6 Penatalaksanaan Hipertensi 1. Pengendalian faktor risiko Pengendalian faktor risiko penyakit jantung koroner yang dapat saling berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai berikut :  Mengatasi obesitas/ menurunkan kelebihan berat badan Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan sesorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-33% memiliki berat badan lebih (overweight). Dengan demikian, obesitas harus dikendalikan dengan menurunkan berat badan (Depkes, 2006b). Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang kelebihan

berat

badan

lebih

dari

20%

mempunyai

dan hiperkolestrol

mempunyai risiko yang lebih besar terkena hipertensi (Rahajeng, 2009).  Mengurangi asupan garam didalam tubuh Nasehat pengurangan garam harus memperhatikan kebiasaan makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dirasakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5 gram (1 sendok teh) per hari pada saat memasak (Depkes, 2006b).  Ciptakan keadaan rileks Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akan menurunkan tekanan darah (Depkes,2006).  Melakukan olahraga teratur Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan dapat menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme tubuh yang akhirnya mengontrol tekanan darah (Depkes, 2006b). 17

 Berhenti merokok Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah sehingga dapat memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin

dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang

masuk ke dalam aliran darah dapat merusak jaringan endotel pembuluh darah arteri yang mengakibatkan proses arterosklerosis dan peningkatan tekanan darah. Merokok juga dapat meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang benar-benar efektif untuk memberhentikan kebiasaan merokok. Beberapa metode yang secara umum dicoba adalah sebagai berikut : a) Insiatif sendiri Banyak perokok menghentikan kebiasaannya atas inisiatif sendiri, tidak memakai pertolongan pihak luar, inisiatif sendiri banyak menarik para perokok karena hal-hal berikut :Dapat dilakukan secara diam-diam, diselesaikan dengan tingkat dan jadwal sesuai kemauan, Tidak perlu menghadiri rapat-rapat penyuluhan, Tidak memakai ongkos b) Menggunakan permen yang mengandung nikotin Kecanduan nikotin membuat perokok sulit meninggalkan merokok. Permen nikotin mengandung nikotin untuk mengurangi penggunaan rokok. Di negara-negara tertentu permen ini diperoleh dengan resep dokter. Ada jangka waktu tertentu

untuk

menggunakan

permen

ini.

Selama

menggunakan permen ini penderita dilarang merokok. Dengan demikian, diharapkan perokok sudah berhenti merokok secara total sesuai jangka waktu yang ditentukan (Depkes, 2006b).

18

c) Kelompok program Beberapa orang mendapatkan manfaat dari dukungan kelompok untuk dapat berhenti merokok. Para anggota kelompok dapat saling memberi nasihat dan dukungan. Program yang demikian banyak yang berhasil, tetapi biaya dan waktu yang diperlukan untuk menghadiri rapat-rapat seringkali membuat enggan bergabung (Depkes, 2006b).  Mengurangi komsumsi alcohol Hindari komsumsi alkohol berlebihan Laki-laki

: Tidak lebih dari 2 gelas per hari

Wanita

: Tidak lebih dari 1 gelas per hari

2. Terapi Farmakologis Penatalaksanaan penyakit hipertensi bertujuan untuk mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan terhadap kualitas hidup penderita. Pengobatan hipertensi dimulai dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama beberapa bulan perjalanan terapi. Pemilihan obat atau kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan respon penderita terhadap obat antihipertensi. Beberapa prinsip pemberian obat antihipertensi sebagai berikut : a. Pengobatan

hipertensi

sekunder

adalah

menghilangkan

penyebab hipertensi. b. Pengobatan hipertensi essensial ditunjukkan untuk menurunkan tekanan darah

dengan

harapan memperpanjang umur dan

mengurang timbulnya komplikasi. c. Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat antihipertensi. d. Pengobatan

hipertensi

adalah

bahkan pengobatan seumur hidup.

19

pengobatan

jangka

panjang,

Dikenal 5 kelompok obat lini pertama (first line drug) yang lazim digunakan untuk pengobatan awal hipertensi,

yaitu diuretik, penyekat reseptor beta

adrenergik (β-blocker), penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-inhibitor), penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin Receptor Blocker, ARB) dan antagonis kalsium. Pada JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergik (α-blocker) tidak dimasukkan dalam kelompok obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini pertama. Selain itu dikenal juga tiga kelompok obat yang dianggap lini kedua yaitu: penghambat saraf adrenergik, agonis α-2 sentral dan vasodilator (Nafrialdi,2009). 1. Diuretik Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Hal ini terlihat jelas pada diuretik tertentu seperti golongan tiazid yang menunjukkan efek hipotensif pada dosis kecil sebelum timbulnya diuresis yang nyata. Pada pemberian kronik curah jantung akan kembali normal, namun efek hipotensif masih tetap ada. Efek ini diduga akibat penurunan resistensi perifer (Nafrialdi, 2009). Penelitian-penelitian besar membuktikan bahwa efek proteksi kardiovaskular diuretik belum terkalahkan oleh obat lain sehingga diuretic. dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan sedang. Bahkan bila menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah satunya dianjurkan diuretik (Nafrialdi, 2009). 

Golongan Tiazid Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama (symport) Na-Cl di tubulus distal 20

ginjal, sehingga ekskresi Na+ dan Cl- meningkat (Nafrialdi, 2009). Tiazid seringkali dikombinasikan dengan antihipertensi lain karena: 1) dapat

meningkatkan

efektivitas

antihipertensi

lain

dengan

mekanisme kerja yang berbeda sehingga dosisnya dapat dikurangi, 2) tiazid mencegah resistensi cairan oleh antihipertensi lain sehingga efek obat-obat tersebut dapat bertahan (Nafrialdi, 2009). 

Diuretik Kuat (Loop Diuretics, Ceiling Diuretics) Diuretik kuat bekerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl-, menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula kerjanya lebih cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Oleh karena itu diuretik ini jarang digunakan sebagai antihipertensi, kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau gagal jantung (Nafrialdi, 2009).



Diuretik Hemat Kalium Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah. Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk mencegah hipokalemia (Nafrialdi, 2009).

2. Penghambat Adrenergik 

Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-Bloker) Beta

bloker

memblok

beta-adrenoreseptor.

Reseptor

ini

diklasifikasikan menjadi reseptor beta-1 dan beta-2. Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung

sedangkan

reseptor

beta-2

banyak ditemukan di paru-paru, pembuluh darah perifer dan otot lurik. Reseptor beta-2 juga dapat ditemukan di jantung, sedangkan reseptor beta-1 dapat dijumpai pada ginjal. Reseptor beta juga dapat ditemukan di otak (Nafrialdi, 2009). Stimulasi reseptor beta pada otak dan perifer akan memacu penglepasan neurotransmitter yang akan meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Stimulasi reseptor beta-1 pada nodus sinoatrial dan miocardiak meningkatkan heart rate dan kekuatan kontraksi. Stimulasi reseptor beta pada ginjal akan menyebabkan 21

penglepasan

renin

dan

meningkatkan aktivitas sistem renin

angiotensin aldosteron. Efek akhirnya adalah peningkatan cardiac output, peningkatan tahanan perifer dan peningkatan sodium yang diperantai aldosteron dan retensi air (Nafrialdi, 2009). 

Penghambat Adrenoresptor Alfa (α-Bloker) Hanya alfa-bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 (α 1) yang digunakan sebagai antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi karena hambatan reseptor alfa-2 (α 2) di ujung saraf adrenergik akan meningkatkan penglepasan norefineprin dan meningkatkan aktivitas simpatis (Nafrialdi, 2009). Hambatan reseptor α1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Di samping itu, venodilatasi menyebabkan

aliran balik vena berkurang

yang

selanjutnya menurunkan curah jantung. Venodilatasi ini dapat menyebabkan hipotensi ortostatik terutama pada pemberian dosis awal (fenomena takikardia

dan

dosis pertama) yang menyebabkan refleks peningkatan

aktivitas

renin

plasma. Pada

pemakaian jangka penjang refleks kompensasi ini akan hilang, sedangkan efek antihipertensinya akan bertahan (Nafrialdi, 2009). 3. Vasodilator Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi otot polos (otot pembuluh darah) yang menurunkan resistensi dan karena itu mengurangi tekanan darah. Obat-obat ini menyebabkan stimulasi refleks jantung, menyebabkan gejala berpacu dari kontraksi miokard yang meningkat, nadi dan komsumsi oksigen. Efek tersebut dapat menimbulkan angina pectoris, infark miokard atau gagal jantung pada orang-orang yang mempunyai predisposisi. Vasodilator juga meningkatkan renin plasma, menyebabkan resistensi natrium dan air. Efek samping yang tidak diharapkan ini dapat dihambat oleh penggunaan bersama diuretika dan penyekat-β (Mycek et al, 2001). Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan vasodilator antara lain hidralazin, minoksidil, diakzoksid dan natrium nitroprusid. Efek samping yang 22

sering terjadi pada pemberian obat ini adalah pusing dan sakit kepala (Depkes, 2006b). 4. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE-Inhibitor) Angiotensin converting enzym inhibitor (ACE-Inhibitor) menghambat secara kompetitif pembentukan angiotensin II dari prekusor angitensin I yang inaktif, yang terdapat pada pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah, sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium (Nafrialdi, 2009). Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan ACE- Inhibitor antara lain benazepril, captopril, enalapril, fosinopril, lisinoril, moexipril, penindropil, quinapril, ramipril, trandolapril dan tanapres (Benowitz, 2002). Beberapa perbedaan pada parameter farmakokinetik obat ACE- Inhibitor. Captopril cepat diabsorbsi tetapi mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian ACE- Inhibitor. Dosis pertama ACEInhibitor harus diberikan pada malam hari karena penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi, efek ini akan meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah (Depkes, 2006b). 5. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin Receptor Blocker,ARB) Reseptor Angiotensin II terdiri dari dua kelompok besar yaitu AT1 (Angiotensin I) dan AT2 (Angiotensin II). Reseptor AT1 terdapat terutama di otot polos pembuluh darah dan otot jantung. Selain itu terdapat juga di ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Reseptor AT1 memperantarai semua efek fisiologis ATII terutama yang berperan dalam homeostatis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat di medula adrenal dan mungkin juga di SSP, hingga saat ini fungsinya belum jelas (Nafrialdi, 2009). ARB sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi dengan renovaskular

kadar

renin

yang

tinggi

seperti

hipertensi

dan hipertensi genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi 23

dengan aktivitas renin yang rendah. Pada pasien hipovolemia, dosis ARB perlu diturunkan (Nafrialdi, 2009). Pemberian ARB menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Penghentian mendadak tidak menimbulkan hipertensi rebound. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah (Nafrialdi, 2009). Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan antagonis reseptor ATII antara lain kandersartan, eprosartan, irbesartan, losartan, olmesartan, telmisartan dan valsartan (Depkes, 2006a). 6. Antagonis Kalsium (Calcium Channel Blocker (CCB) Antagonis kalsium bekerja

dengan

menghambat

influks ion

kalsium ke dalam sel miokard, sel-sel dalam sistem konduksi jantung dan selsel otot polos pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan pembentukan dan propagasi impuls elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas vasodilatasi, interferensi dengan kontriksi otot polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah proses yang bergantung pada ion kalsium (Nafrialdi, 2009). Terdapat tiga kelas CCB : dihdropiridin (nifedipin, amlodipin, veramil dan benzotiazipin (diltiazem)). Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan digunakan untuk menurunkan heart rate dan mencegah angina (Gormer, 2008). 7. Penghambat Simpatis Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis (saraf yang bekerja saat kita beraktivitas). Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatetik adalah metildopa, klonidin dan reserpin. Efek samping yang dijumpai adalah anemia hemolitik (kekurangan sel darah merah

karena

pecahnya

sel

darah

merah),

gangguan fungsi hati dan terkadang menyebabkan penyakit hati kronis. Obat ini jarang digunakan (Depkes, 2006b).

24

2.2.7 Hipertensi dan Proses Penuaan Proses penuaan mempengaruhi perubahan fisik dan mental yang mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit, dan yang paling sering ditemukan pada lansia adalah penyakit hipertensi ( Tamher& Noorkasiani 2009). Hasil pengambilan data di UPT PSLU magetan

pada 2 april 2014 didapatkan 25% dari 87 lansia mengalami

hipertensi dengan usia yang mengalami hipertensi yaitu 65-80 tahun dengan ratarata tekanan sistolik 159 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg. Sebagian besar lansia tersebut mengalami hipertensi sejak 4 tahun yang lalu. Keluan yang dirasakan oleh lansia tersebut saat tekanan darah naik adalah rasa pusing sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari- hari. Faktor penyebab seperti keturunan, jenis kelamin, usia, ras, juga obesitas, konsumsi garam berlebih, kurang olah raga, merokok, konsumsi alcohol, stress psikososial berpengaruh pada perubahan struktur dan fungsi arteri yang mengalami penuaan seperti penumpukan kolesterol pada pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi tidak elastic. Disfungsi endotel, dan penurunan pelepasan nitric oxide menyebabkan kekakuan pembuluh darah, sehingga meningkatkan denyut jantung. Pulsasi arteri meningkat, SBP (systolic blood pressure) meningkat dan DBP (diastolic blood pressure) menurun. Ventrikel kiri bekerja semakin berat dan menyebabkan dindingnya menebal. Pengisian ventrikel kiri melambat karena dipengaruhi kontraksi atrium berdasarkan pertambahan usia. untuk menjaga volume end-diastolik LV. Cardiac output lebih rendah dan resitensi pembuluh darah perifer lebih tinggi pada lansia dengan hipertensi dibandingkan yang berusia muda. Kekakuan pada aorta juga berdampak negative pada perfusi miokard, dan SBP meningkat (Aronow et al, 2011). Mengontrol tekanan darah selain dari obat antihipertensi juga diimbangi dengan merubah gaya hidup lebih sehat, melakukan aktivitas fisik, dan menejemen stress dengan melakukan hal yang mnyenangkan atau hobi. Berkebun merupakan salah satu hobi dapat dijadikan sebagai suatu terapi untuk kesehatan yang lebih dikenal dengan therapeutical gardening. Therapeutical Gardening atau lebih dikenal 25

dengan Terapi Hortikultura, berwujud praktek membudidayakan tanaman. Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Austin di New York pada lansia usia 65 tahun ke atas, setelah dilakukan therapeutical gardening, nilai rata- rata untuk Total Emotional Score (p=0,042) dan skala depresi geriatri menurun dari pre- test post-test

(Austin

et

al.

ke

2006). Penelitian lain yang dilakukan oleh Matthew

Wichrowski di New York pada pasien rehabilitasi

kardiopulmonal,

dengan

mengukur mood state dan heart rate sebelum dan setelah terapi, dan hasilnya mood state turun 1,6±3,2, heart rate turun 4±9,6 bpm (Wichrowski et al. 2005). Therapeutical gardening memberi kepuasan emosional saat panen, rasa memiliki, mendorong adanya komunikasi karena dilakukan bersama-sama, yang merupakan bentuk ekspresi diri yang dapat memungkinkan penyaluran bagi emosi sehingga menimbulkan

rasa

nyaman. Perasaan nyaman, tenang dan bahagia akan

mengaktifkan HPA axis. HPA axis akan merangsang hipotalamus sehingga menurunkan sekresi CRH (Corticotropin Releasing Hormone) menyebabkan ACTH (Adrenocorticotropic

Hormone)

menurun

dan

merangsang

POMC

(Pro-

opimelanocortin) yang juga menurunkan produksi ACTH dan kortisol sehingga menstimulasi produksi endorphin. Hormon endorfin akan dihasilkan dan disekresikan oleh sel-sel kortikotropik di hipofisis anterior saat kondisi tenang, dan nyaman. Endorfin menimbulkan dilatasi vascular (Isselbacher et al. 1999). Penurunan kortisol dan ACTH serta peningkatan endorphin membuat pembuluh darah rileks sehingga akan menurunkan tahanan perifer dan cardiac output sehingga mempengaruhi tekanan darah. 2.2.8 Pegagan / Ekstrak pegagan (centella asiatica) 1. Definisi Pegagan Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) merupakan tanaman liar yang mempunyai prospek cukup baik sebagai tanaman obat. Winarto dan Surbakti (2003) melaporkan pegagan telah ditetapkan sebagai tanaman obat tradisional sejak tahun 1884. Obat tradisional adalah obat-obatan yang diolah secara tradisional, turun- temurun, berdasarkan resep nenek-moyang, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan setempat, baik bersifat magic 26

maupun pengetahuan tradisional (LIPI 2016). Obat tradisional bermanfaat bagi kesehatan sehingga penggunaannya terus meningkat karena lebih mudah d ij angkau masyar akat, baik har ga maup un keter - sediaannya (Sastroamidjojo 1997; Winarno 1997; Noor dan Ali 2004; Susetyarini 2005; Besung 2009; Hasanah 2006). Pegagan tidak terlalu menyebabkan efek samping karena dapat dicerna oleh tubuh dan toksisitasnya rendah (Rusmiati 2007). Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Asiatikosida berkhasiat meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat dengan as am n ukle at. Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida turunan -amirin (Brotosisworo 1979). Tanaman pegagan termasuk dalam 50 jenis tanaman obat utama. Kebutuhan simplisia pegagan untuk industri jamu mencapai 126 ton per tahun dan berada pada urutan ke-13 dari 152 jenis simplisia. Beberapa khasiat tanaman pegagan adalah sebagai obat lemah syaraf, demam, bronkhitis, kencing manis, psikoneurosis, wasir, dan tekanan darah tinggi, penambah nafsu makan, dan untuk menjaga vitalitas (Soerahso et al. 1992). Di samping asiatikosida, tanaman pegagan juga mengandung resin, tanin, minyak

atsiri,

sitosterol

yang

terdiri

atas

gliserida,

122

J. Litbang Pert. Vol. 35 No. 3 September 2016: 121-130 asam oleat, linoleat, palmitat, stearat, sentoat dan sentelat yang berguna untuk meningkatkan sistem imun tubuh. Tanaman pegagan mengandung senyawa glikosida madekosida pada bagian daun dan tangkai daun dan senyawa ter sebut memiliki efek antiinflamasi dan antikeloid. Senyawa vallerin terdapat dalam daun dan resin ditemukan dalam akar. Kedua senyawa tersebut memberikan rasa pahit atau mengandung asam pekat (Pramono 1992). Pegagan merupakan tumbuhan tropis dengan daerah penyebaran cukup luas, dari dataran rendah sampai dataran tinggi, hingga 2.500 m di atas permukaan laut (J anuwati dan Muhammad 1992 ). Pegagan dapat 27

ditemukan di daerah perkebunan, ladang, tepi jalan, pematang sawah, ataupun di ladang yang agak basah (Besung 2009). Januwati et al. (2002) melaporkan bahwa dengan 125.000 tanaman/ha, potensi produksi biomas kering dapat mencapai 1,27

2,05 t/ha. Selanjutnya Sutardi (2008)

melaporkan produksi pegagan mencapai 6,94 t/ha, biomassa kering 1,85 t/ha, dan mengandung asiatikosida 845 mg/ha. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pegagan mempunyai peluang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Gambar. Tanaman pegagan usia 60 hari setelah tanam.

Pada masa yang akan datang, pegagan prospektif sebagai bahan simplisi a obat tra disional seiring meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan dengan memanfaatkan bahan-bahan alami, termasuk obat tradisional. Pegagan dimanfaatkan sebagai penyembuh luka, radang, reumatik, asma, wasir, tuberkulosis, lepra, disentri, demam, dan penambah darah. Pegagan digunakan dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal (Soerahso et al. 1992). Herba tersebut dimanfaatkan masyarakat dalam bentuk segar, kering maupun dalam ramuan (jamu) (Januwati dan Yusron 2005). Tanaman pegagan memiliki fungsi dan berkontribusi terhadap peningkatan sistem imun tubuh dan kesehatan.

28

2. Deskripsi dan Morfologi Pegagan Tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) dengan sinonim Hydrocotyle asiatica L. Pes, berasal dari daerah tropis di Asia. Berdasarkan klasifikasi taksonomi, pegagan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta. subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Umbillales, famili Umbilliferae (Apiaceae), genus Centella, spesies Centella asiatica (L.) Urban atau Hidrocotyle asiatica Linn (Heyne 1987). Januwati et al. (2002) menyimpulkan pegagan termasuk famili Umbelliferae atau Apiaceae. Pegagan memiliki nama berbeda-beda, bergantung pada daerahnya. Di Jakarta dan Aceh namanya pegagan, di Jawa Barat disebut antanan, masyarakat Sumatera menyeb utnya kaki kud a, d an masyar akat Mad ur a menamainya tikusan dan masyarakat Bali menyebutnya taiduh. Masih banyak lagi nama lokal pegagan, seperti kori-kori (Halmahera), gagan-gagan atau panigowang (Jawa), pegago (Minangkabau), dogauke atau sandanan atau gogauke (Papua), kalotidi manora (Maluku), dan bebile (Lombok) (Santa dan Bambang 1992; Lasmadiwati et al. 2004). Sebutan pegagan di beberapa negara antara lain adalah takip-kohot (Filipina), brahma butu (India), Indian hydrocotyle (India), India penny wort (Inggris), dan gotu kola (Sri Lanka). Di Tiongkok dikenal dengan nama ji xue cao, yang dipercaya masyarakat setempat dapat memperpanjang umur. Sementara di Perancis dikenal dengan nama bevilaque, hydrocote d’Asie, atau cotyiole asiatique. Bermawie et al. (2006) telah melakukan karakterisasi dan evaluasi terhadap sifat-sifat kuantitatif plasma nutfah/aksesi pegagan dari beberapa wilayah, yakni aksesi Cib odas, Cianjur, Banjaran, Cicur ug, Bali, Bengkulu, Manoko, Malaysia, Ciwidey, Sumedang, Majalengka, dan Gunung Putri. Hasil analisis sifat morfologi tanaman menunjukkan adanya keragaman dalam tinggi tanaman, jumlah vena, jumlah daun induk, jumlah daun anakan, jumlah akar pada anakan, panjang daun, lebar daun, panjang ruas terpanjang.

29

Aksesi Malaysia

Aksesi Bali

Aksesi Cibodas

Aksesi Ciwidey

Aksesi Manoko

Aksesi Bengkulu

Aksesi Cicurug

Aksesi Banjaran

Aksesi Cianjur

Aksesi Gunung putri

Aksesi Sumedang

Aksesi Majalengka

Gambar bentuk dan warna daun 12 aksesi pegagan dari beberapa daerah

3. Persyaratan Tumbuh Tanaman pegagan mudah tumbuh dan mempunyai daya adaptasi yang luas (Dalimartha 2006). Pegagan tumbuh baik pada tanah yang agak lembap, tetapi cukup sinar matahari atau agak terlindung. Pegagan tumbuh optimun di dataran medium pada ketinggian sekitar 700 m dpl, namun juga mampu tumbuh di daerah tinggi hingga 2.500 m dpl (Heyne 1987; 30

Dalimartha 2000). Secara empiris tanaman pegagan mempunyai syarat tumbuh spesifik dalam hal keb utuhan cahaya matahari, yang akan memengaruhi bentuk morfologi daun dan kandungan bioaktif (Musyarofah 2006). Pegagan tumbuh baik pada lingkungan dengan intensitas cahaya rendah, hampir sama dengan shade plant, dan memiliki laju respirasi rendah. Dengan sedikit fotosintesis netto sudah cukup membuat laju pertukaran runner, jumlah runner, diameter tangkai daun, diameter netto CO menjadi nol, dibandingkan tanaman sun plant runner, jumlah anakan yang berbunga, jumlah bunga per runner, panjang tangkai bunga, bobot segar, dan bobot kering tanaman. Namun, hasil analisis terhadap parameter tebal daun, jumlah buku, dan jumlah akar induk tidak menunjukkan keragaman yang cukup signifikan. Jumlah vena terbanyak dimiliki oleh aksesi Malaysia karena aksesi ini memiliki daun terpanjang dan terlebar. Demikian halnya dengan diameter tangkai daun dan diameter runner. Secara umum, aksesi Malaysia memiliki daun yang tebal, lebar dan panjang, dengan jumlah vena yang cukup banyak serta diameter batang cukup besar sehingga penampilannya tampak kokoh. Jumlah daun induk paling banyak dimiliki oleh aksesi Manoko dan Bengkulu, namun jumlah daun anakan tidak menunjukkan perbedaan dengan nomor-nomor lainnya. Jumlah bunga terbanyak dihasilkan oleh nomor Cianjur karena jumlah buku yang memiliki bunga juga banyak. Panjang tangkai bunga terpanjang dimiliki oleh aksesi dari Malaysia. Keragaman kualitatif tanaman adalah sebagai berikut. Daun muda berwarna hijau, yang didominasi oleh warna hijau 141 B dan 138 A. Hampir semua daun tua berwarna hijau, kecuali aksesi dari Malaysia yang memiliki daun tua berwarna kuning hijau 144 A. Warna daun tua didominasi oleh hijau 143 A yang ditunjukkan oleh nomor-nomor dari Banjaran, Bali, Cicurug, Sumedang, dan Majalengka. Bunga berwarna hijau dan hijau kuning, kecuali bunga aksesi asal Malaysia yaitu hijau kuning N144 C. Tangkai bunga berwarna ungu, ungu merah, hijau, atau hijau kuning. Warna ungu merah p aling dominan, sedangkan warna ungu hanya dimiliki oleh aksesi yang berasal dari Gunung Putri (N79 C). Berdasarkan sifat kualitatif, perbedaan hanya dilihat dari 31

bentuk maupun warna daun masing-masing aksesi (Bermawie et al. 2006). Keragaman bentuk beberapa aksesi pegagan dapat dilihat pada Gambar. Lima aksesi di antaranya Bengkulu, Ciwidey, Gunung Putri, Majalengka, dan Ungaran mempunyai kandungan asiatikosida yang tinggi (Bermawie et al. (2008) yang mempunyai titik kejenuhan cahaya pada 10 20 mol m2/detik, sedangkan shade plant sebesar 1,5 mol m2/ detik. Nilai kejenuhan cahaya tanaman shade plant lebih rendah karena laju respirasinya juga rendah. Laju respirasi

yang

rendah

menunjukkan

bentuk

adaptasi

dasar

yang

memungkinkan shade plant mampu bertahan pada lingkungan cahaya terbatas di dataran tinggi beriklim basah dengan intensitas cahaya matahari rendah, seperti di Gunung Putri, Cipanas, Cianjur, dan Bogor (Sutardi 2008).

4. Kandungan Bahan Bioaktif Beberapa komponen bioaktif dalam tanaman pegagan adalah asiatikosida ,

tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida,

brahminosida, asam brahmik, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosida, karotenoid, hidrokotilin, vellarin, tanin serta garam mineral seperti kal ium, nat r ium, ma gnes ium, kal sium, dan besi (Wijayakusuma et al. 1994; Lasmadiwati et al. 2004), fosfor, minyak atsiri (1%), pektin (17.25%), asam amino dan vitamin B (Santa dan Bambang 1992), zat pahit vellarine, dan zat samak (Dalimartha 2006). Tanaman pegagan juga mengandung asiatikosida berupa glikosida dan banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu. Asiatikosida, asam asiatik, madekasida, dan madekasosida termasuk golongan

triterp enoid , sementara sitosterol dan stigmasterol termasuk

golongan steroid serta vallerin brahmosida golongan saponin. Asiatikosida merupakan glikosida triterpen, derivat alfa- amarin dengan molekul gula yang terdiri atas dua glukosa dan satu rhamnosa. Aglikon triterpen pada pegagan disebut asiatikosida yang mempunyai gugus alkohol primer, glikol, dan satu karboksilat teresterifikasi dengan gugus gula. Menurut Winarto dan Surbakti (2003), pegagan mengandung berbagai bahan aktif,yaitu: 

triterpenoid saponin, 32



triterpenoid genin



minyak atsiri,



flavonoid



fitosterol, dan bahan aktif lainnya.



Kandungan asiatiko sida dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan pemupukan. Kandungan bahan aktif yang terpenting

adalah

asiatikosida tanaman pegagan dipengaruhi oleh umur, waktu panen, dan dosis pupuk dan dosis pupuk ini terbukti bahwa pemupukan berpengaruh nyata terhadap produksi bobot biomas basah dan kering diikuti produksi asiatikosida. Sehingga terjadi interaksi antara waktu panen dan dosis pemupukan. Manfaat dan khasiat utama pegagan ialah mening- katkan sistem imun dalam tumbuh dan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain: 

Sebagai antilepra dan antilupa.



Menurunkan tekanan darah dan menghambat terjadinya keloid.



Menurunkan

gejala

depresi,

mencegah

varises,

dan

memperlancar air seni. 

Mengatasi gangguan pencernaan dan membersihkan darah.



Mengatasi wasir dan konstipasi.



Menyembuhkan flu dan sinusitis.



Mengatasi TBS kilit, gigitan ular, dan bisul.



Meningkatkan daya ingat, kecerdasan, dan konsentrasi.



Membangkitkan fungsi sistem saraf pada otak.



Membantu penyembuhan penyakit TBC.



Menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan.



Memberikan efek menenangkan, sebagai anticemas dan antistres.



Memperbaiki sel kulit mati, merangsang pertumbuhan kuku, rambut, dan jaringan ikat. 33



Menghilangkan rasa nyeri pada persendian.



Melancarkan peredaran darah.



Mengobati wasir

34

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir Penyakit darah tinggi atau yang dikenal dengan hipertensi adalah meningkatnya tekanan darah sistolik lebih besar dari 140 mmHg dan atau diastolik lebih besar dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu 5 menit dalam keadaan cukup istirahat (tenang). ering kita temukan terutama dikota besar, biasanya diakibatkan karena stress, kurang berolah raga, kebiasaan merokok, kegemukan, dan factor keturunan. Biaya pengobatan hipertensi sangat mahal, sehingga masyarakat mulai mencari obat yang efisien, aman, dan ekonomis. Salah satunya dengan menggunakan ekstrak pegagan. Pegagan dapat dipercaya menurunkan tekanan darah. Pegagan mengandung beberapa senyawa bioaktif seperti asiatikosida berupa glikosida, yang banyak digunakan dalam ramuan obat tradisional atau jamu, baik dalam bentuk ramuan maupun sebagai bahan tunggal. Asiatikosida berkhasiat meningkatkan vitalitas dan daya ingat serta mengatasi pikun yang berkaitan erat dengan asam nukleat. Glikosida dan triterpenoid adalah triterpenoid asiatikosida turunan amirin.

35

Pegagan (centella asiatica)

Faktor eksternal

Faktor internal

obesitas, merokok, alcohol, gaya hidup

Usia, Ras, genetic, jenis kelamin

Kelinci yang di induksi dengan garam

Tekanan darah Ungu : Tidak diperiksa Hitam: diperiksa 3.2 Hipotesis Pemberian ekstrak pegagan (centella asiatica) efektif menurunkan tekanan darah padakelinci yang di induksi dengan garam.

36

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan post test only control group design (Pocock, 2008). Rancangan penelitian dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut :

Gambar. Rancangan penelitian Keterangan : P

= Populasi

S

= Sampel

R

= Randomisasi

P0 = Perlakuan pada kelompok kontrol dengan plasebo (aquadest) P1 = Perlakuan pada kelompok perlakuan dengan centella asiatica O1 = Pemeriksaan histopatologi ukuran tekanan darah kelompok control O2 = Pemeriksaan histopatologi ukuran tekanan darah kelompok perlakuan 37

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi,

Fakultas

Kedokteran

Hewan, Universitas Udayana. 4.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 45 hari dengan rincian sebagai berikut : 1. Adaptasi tikus selama 7 hari 2. Persiapan tikus diabetes dilakukan selama 3 hari 3. Perlakuan dilakukan selama 14 hari 4. Pembedahan

tikus,

pengambilan

sampel,

pembuatan

preparat

histopatologis dilakukan selama 21 hari 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan yang sesuai dengan sampel yang telah ditentukan dalam penelitian, yang dikondisikan dalam keadaan Hipertensi. 4.3.2 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah tikus Wistar (Rattus norvegicus) jantan dengan kriteria sebagai berikut : 4.3.2.1 Kriteria inklusi :  Tikus dewasa, jenis kelamin jantan, galur Wistar  Kondisi DM, dengan kadar glukosa darah sewaktu > 135 mg/ dL  Umur 2-3 bulan  Berat badan tikus 200-220 gram  Tikus aktif

38

4.3.2.2 Kriteria drop out : Tikus sakit atau mati pada saat penelitian sedang berlangsung 4.3.3 Penentuan Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Federer (2008). ( n-1) ( t-1) > 15 Keterangan: n = besar sampel t = jumlah perlakuan Dengan t = 2 maka: (n – 1) (2 - 1) = 15 (n - 1) = 15 n = 16 Untuk mengantisipasi adanya sampel yang drop out maka ditambah 10%, sehingga jumlah cadangan tikus = 10% x 16 =

1,6 ≈ 2 ekor. Jadi sampel yang

diperlukan adalah 18 ekor per kelompok, sehingga untuk 2 kelompok perlakuan jumlah sampel yang diperlukan adalah 36 ekor. 4.3.4 Cara Pengambilan Sampel Semua sampel yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi diambil secara acak sederhana sebanyak 36 ekor tikus. Sampel kemudian dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol, kelompok perlakuan dengan pegagan masing-masing sebanyak 18 ekor tikus. 4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi Variabel Variabel yang diukur adalah ukuran tekanan darah sistolik dan diastolic setelah perlakuan selama 14 hari.

39

4.4.2 Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas : Centella asiatica 2. Variabel tergantung : Ukuran tekanan darah sistolik dan diastolic 3. Variabel kendali : strain tikus Wistar jantan, umur tikus, berat badan, nutrisi dan lingkungan (suhu, cahaya, dan kelembaban) 4.4.3 Hubungan antar Variabel Variabel Beban

Variabel tergantung

Pegagan oral

- Tekanan darah sistolik - Tekanan darah diastolic Variabel kendali - jenis kelamin tikus dan umur - tikus, makanan dan minuman,lingkungan

Gambar. Hubungan antar variable 4.5 Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah : 1. pegagan 50 mg oral yang diproduksi oleh Nutra Manufacturing. Nama Dagang : centella Asiatic Nama Kimia : Pegagan 50 mg (ekstrak pegagan) 2. Aquadest steril 3. Pakan dan air minum tikus 4. Bahan untuk pembuatan histopatologi pembuluh darah yaitu larutan buffer neutral formalin (BNF) 10%, alkohol absolut, xilol, etanol 96%, parafin cair, histosac, pewarna Gomori Chrome Hematoxylin Phloxin, canada balsam, , eter 5. Alkohol bertingkat yaitu : 70%, 80%, 90%, 95% 6. Kit pemeriksaan tekanan darah

40

4.6 Instrumen Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kandang hewan 2. Mikroskop elektrik 3. Peralatan untuk histopatologi pembuluh darah yaitu : mikrotom, pisau mikrotom, oven, lampu spiritus, scalpel, holder, spatula, kuas, hotplate, staining jar, bunsen, gelas objek dan kaca penutup, discecting set, autotechnico 4. Tabung mikrohematokrit 5. Spuit injeksi 5 cc 6. Sonde 7. Timbangan gram 8. Sarung tangan 9. Counting chamber 10. Kamera digital untuk dokumentasi 4.7 Prosedur kerja 4.7.1 Tahap induksi hipertensi Induksi hipertensi dilakukan dengan metode buatan pada tikus putih dengan diberikan prednison sebanyak 1,5 mg/kgbb dalam NaCl 2,5 % setiap hari selama 21 hari sehingga terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik tikus putih jantan

menjadi > 145-200 mmHg. Setelah 21 hari, tekanan darah diukur dengan

menggunakan alat pengukur tekanan darah. Selanjutnya, tikus diberikan perlakuan sesuai kelompok. Induksi prednison dan NaCl 2,5% berlanjut sampai perlakuan dua minggu selesai. Total lama induksi sebanyak lima minggu. Pemberian cairan dengan teknik sonde lambung untuk memastikan agar tidak ada yang terbuang atau tersisa. Teknik sonde lambung merupakan teknik pemberian kepada hewan coba melalui rongga mulut dengan menggunakan spuit dan jarum suntik tumpul. Selanjutnya sonde dimasukkan melalui mulut secara perlahan sampai rebusan disemprotkan.

41

mencapai

lambung

dan

4.7.2 Uji aktivitas ramuan antihipertensi ringan daun pegagan Dalam penelitian ini hewan coba dikelompokkan menjadi lima (5) kelompok yaitu kontrol negatif, kontrol positif dengan kaptopril 2,5 mg/kgbb, ramuan 1 (dosis 0,4 mg/kgbb), ramuan 2 (0,8 mg/kgbb), dan ramuan 3 (1,6 mg/kgbb). Sesuai konversi dan berat badan hewan coba didapatkan tingkatan dosis masing-masing 0,08 g; 0,16 g; dan 0,32 g. Pemberian rebusan diberikan selama 14 hari yang terbagi dalam dosis tiga kali sehari pada jam 08.00, 14.00, dan 20.00. Dosis kaptopril 2,5 mg/kgbb yang digunakan pada penelitian ini adalah dosis hasil konversi dari dosis efektif pada manusia ke tikus. Dosis bahan uji berasal dari dosis pada manusia dengan perbandingan dosis herba

pegagan dengan konversi dosis pada tikus berdasarkan Laurence dan

Bacharach.15 Volume stok dihitung berdasarkan dosis pada hewan coba. Ramuan simplisia tersebut kemudian dibuat rebusan. Penelitian ini menggunakan stok sari rebusan 10%, maka rumus volume pemberian adalah: (Dosis/10) x volume stok. Setelah dianginkan, simplisia dikeringkan dalam oven dengan suhu 30-40ºC hingga kadar air kurang dari 10%. Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan cara Tail Cuff method menggunakan alat blood pressure analyzer yang

dinamakan

CODA.16

Cara

pengukuran tekanan darah pada tikus yaitu tikus dimasukkan ke dalam holder dengan memegang ekornya. Hewan coba harus dalam keadaan tenang dalam holder sebelum pengukuran dilakukan dan tanpa stres karena dingin maupun panas. Ekor dimasukkan ke lubang ekor pada manset yang dikencangkan dan tikus siap diukur. Pengukuran tekanan sistolik, tekanan diastolik, tekanan arteri dan denyut jantung dilakukan dalam tiga keadaan yaitu normal, setelah induksi dan setelah perlakuan. Hasil pengukuran dicatat untuk dianalisis secara statistik. Pasca penelitian tikus dimusnahkan dengan dimasukkan ke incinerator dalam keadaan mati.

42

4.7.3 Analisa data Analisis data menggunakan one way Annova baik pada pemilihan sampel untuk melihat tidak adanya perbedaan yang bermakna sebelum perlakuan maupun setelah perlakuan pemberian jamu setelah 2 minggu. Hasil Annova setelah perlakuan yang didapatkan kemudian dilanjutkan LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui kelompok yang berbeda. Kebermaknaan akan ditetapkan pada tingkat kepercayaan 95%.

43

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil dan Pembahasan Penelitian dimulai dengan induksi prednison dan NaCl 2,5% untuk membuat kenaikan tekanan darah pada tikus. Hasil perubahan tekanan darah sistolik pada tikus setelah pemberian prednison dan NaCl 2,5% dapat dilihat pada Tabel 1 sedangkan demikian tidak ada perbedaan tekanan sistolik yang menjadi hipertensi. Induksi menggunakan kombinasi antara natrium klorida dengan prednison akan meningkatkan tekanan darah secara signifikan dan konstan melalui mekanisme teraktivasinya Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS) dan retensi cairan.17,18 Dalam penelitian ini, pemberian kombinasi prednison dengan NaCl 2,5 % selama 21 hari menyebabkan tekanan darah sistolik naik dengan rerata 156 mmHg. Berdasarkan Krinke (2009), hipertensi dikategorikan ringan bila tekanan darah sistolik berada pada rentang 149-199 dan tekanan diastolik >97 mmHg.19 Rerata peningkatan nilai tekanan sistolik setelah induksi sebesar 30 mmHg. Meskipun nilai ini masih lebih rendah dibandingkan dengan infus angiotensin (+45-60 mmHg), tetapi hal ini setara dengan DOCA garam (+20-35 mmHg) dan lebih besar dari metode diet tinggi lemak (10 mmHg) dan perubahan tekanan diastolik terlihat pada Tabel Tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum pemberian perlakuan secara statistik homogen sehingga apabila ada perbedaan, hal tersebut disebabkan karena efek dari perlakuan tersebut. Hasil tersebut menunjukkan tekanan sistolik kelompok kontrol negatif, kontrol positif, ramuan 1, ramuan 2 dan ramuan 3 memiliki rentang variansi yang sama. Dengan diet tinggi garam (5 mmHg). Tekanan sistolik dan diastolik sebelum dilakukan induksi merupakan tekanan darah

normal dan setelah pemberian induksi tersebut, tekanan darah tergolong

hipertensi ringan. Rerata tekanan sistolik dan diastolik setelah pemberian

44

prednisone 1,5 mg/kgbb dan NaCl 2,5% dengan uji ANOVA ditemukan hasil yang tidak berbeda bermakna pada tiap-tiap kelompok (p>0,05). Tabel 1. Rerata tekanan sistolik pada masing – masing kelompok sebelum dan setelah pemberian prednison dan NaCl 2,5% Pemberian

Kontrol

Kontrol

Ramuan

Prednison

negatif

positif

pegagan

F

Sig

Sebelum

130,7 + 14,4 127,0 + 12,8 127,0 + 5,1

0,8

0,50

Sesudah

155,5 + 11,9 157,4 + 7,6

1,6

0,20

162,7 + 10,1

Tabel 2. Rerata tekanan diastolik pada tiap kelompok sebelum dan sesudah pemberian prednison dan NaCl 2,5% Pemberian

Kontrol

Kontrol

Ramuan

Prednison

negatif

positif

pegagan

F

Sig

Sebelum

94,2 + 15,9

88,2 +10,9

84,8 +4,9

1,9

0,14

Sesudah

124,5 + 19,4 110,3 + 5,5

119,3 + 7

2,4

0,79

Tekanan sistolik

setelah perlakuan kaptopril atau ramuan jamu selama 2

minggu pada masing – masing kelompok dilakukan uji beda dengan menggunakan One Way Anova didapatkan nilai p<0,05 (Confidence Interval 95%). Pada tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok yang diberi perlakuan. Tekanan sistolik kelompok kontrol negatif mengalami kenaikan sedangkan kelompok perlakuan mengalami penurunan. Tekanan diastolik kelompok perlakuan mengalami penurunan dan kelompok kontrol negatif menetap. Pada kelompok yang diberi kaptopril penurunan tekan darah tidak berbeda bermakna dengan kelompok yang diberi ramuan jamu sehingga penurunan ramuan jamu sebanding dengan penurunan kaptopril. Tekanan arteri rata-rata (MAP) mengalami penurunan yang bermakna (p=0,001). MAP didapatkan dari tekanan diastolik ditambah dengan sepertiga dari tekanan nadi. Tekanan nadi merupakan selisih dari tekanan sistolik dan diastolik. MAP merupakan 45

faktor utama untuk melihat kondisi perfusi jaringan. MAP tinggi dapat mempengaruhi kardioaskuler dan menyebabkan kerusakan organ taget. Sebaliknya jika rendah dapat menimbulkan gangguan perfusi jaringan dan merupakan kondisi kritis. Pada kelompok kontrol negatif terjadi kenaikan tekanan sistolik dari 130,7 + 14,4 mmHg menjadi 155,5 + 11,91 mmHg dan dua minggu kemudian naik menjadi 161 + 15,96 mmHg, menunjukkan bahwa tidak terjadi kompensasi pada tikus yang dibuat hipertensi. Suatu zat uji memiliki kemampuan menurunkan tekanan darah sistolik ≥ 20 mmHg maka dapat digunakan sebagai antihipertensi.17,22 Ramuan ini dapat menurunkan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg. Selain itu pegagan juga mengandung senyawa kimia yang berperan menghambat enzim AChE yang memegang peran penting dalam mengatur tekanan darah. AChE mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang bersifat vasoconstrictor sehingga terjadi kenaikan tekanan darah. Pegagan mengandung alkaloid, flavonoid, dan terpenoid yang dapat menurunkan tekanan darah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Harwoko et.al pada tahun 2014. Penelitian tersebut menunjukkan Centella asiatica yang kaya dengan kandungan terpenoid memiliki efek hipotensi yang lebih tinggi dan signifikans terhadap kaptopril.

46

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN Ramuan herba daun pegagan dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi ringan. Dosis efektif dalam menurunkan tekanan darah sampai nilai normal sekitar 0,2 gr. 6.2 SARAN Dengan kepercayaan masyarakat terhadap jamu, maka penggunaan jamu sebagai alternatif obat antihipertensi sangat dibutuhkan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian uji keamanan dan khasiat pada manusia untuk membuktikan ramuan jamu tersebut dapat menurunkan tekanan darah.

47

DAFTAR PUSTAKA

1. Anwar MA, Al Disi SS, Eid AH. Anti-hypertensive herbs and their mechanisms of action: Part II. Frontiers in Pharmacology. 2016;7:1-25. doi: 10.3389/fphar.2016.00050. 2. Indonesia. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2013. 3. Marhani RS. Hypertension in Elderly Men with a Family Approach. Jurnal Medula. 2014 Sep 1;3(1):91–7. 4. Sugiharto A. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar) [Disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2007. 5. Indonesia. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan; 2010. 6. Vademekum Tanaman Obat Untuk Saintifikasi Jamu Jilid 2. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2011. 7. Intharachatorn T, Srisawat R. Antihypertensive Effects of Centella asiatica Extract. InInternational Conference on Food and Agricultural Sciences 2013 (Vol. 55, pp. 122-126p). 8. Wang S, Hu Y, Tan W, Wu X, Chen R, Cao J, et al. Compatibility art of traditional Chinese medicine: From the perspective of herb pairs. Journal of Ethnopharmacology. 2012 Sep 28;143(2):412-423. 9. Rosenkranz B, Fasinu P, Bouic P. An Overview of The Evidence and Mechanisms of Herb-Drug Interactions. Frontiers in Pharmacology. 2012 Apr 30;3:69. 10. Nurdiana N. Efek 17β-Estradiol terhadap Densitas Reseptor Adrenergik dan Kontraktilitas Otot Polos Pembuluh Darah Tikus. Jurnal Kedokteran Brawijaya [internet]. 2013 Mar 11;24(2). 11. Laurence D, Bacharach A.Evaluation of Drug Activities : Pharmacometrics. London: London Academic Press; 1964 12. Aminunsyah D, Dalimunthe A, Harahap U. Antihypertensive Effect of Ethanol Extract of Solanum sanitwongsei Craib. Fruit in Hypertensive Wistar Rats. International Journal of ChemTech Research. 2014;6(11):4832–5. 13. Nafisah J, As NA, Wahyuningsih D. Efek Kombinasi Ekstrak Pegagan (Chentella asiatica), Gandarusa (Justicia gendarussa) dan Alang-alang (Imperrata cylindrical) terhadap Jumlah Glomerulus Sklerosis Tikus Hipertensi Karena DOCA-NaCl 1%. Jurnal Kedokteran Komunitas. 2015;3:81–87. 48

14. Krinke GJ. The Laboratory Rat. The Handbook of Experimental Animals. London: Academic press; 2000. 15. Roswiem AP, Kiranadi B, Bachtiar TS, Ranasasmita R. Antihypertensive Jurnal Kefarmasian Indonesia. 2017;7(2):87-94 16. Effect of Brucea javanica (L.)(Merr.) Fruit Extract. Makara Journal of Science. 2013 Feb 2:71-6. 17. Papaioannou TG, Protogerou AD, Vrachatis D, Konstantonis G, Aissopou E, Argyris A, et al. Mean Arterial Pressure Values Calculated Using Seven Different Methods and Their Associations with Target Organ Deterioration in A Single-Center Study of 1878 Individuals. Hypertension Research. 2016 Sep 1;39(9):640-647 18. Marani I, Pradono DI, Darusman LK. Mikroenkapsulasi Ekstrak Formula Pegagan - Kumis Kucing - Sambiloto sebagai Inhibitor Angiotensin I Converting Enzyme secara In Vitro. Jurnal FAPERTA: CEFARS. 2012 Jul 25;3(1). 19. Putra DSA, Dewi AR, Purnomo Y. Perbandingan Infusa dan Dekokta Kombinasi Centella asiatica, Jucticia gendarussa, Imperata cylindrica terhadap Tekanan Darah Tikus Model Hipertensi. Jurnal Kedokteran Komunitas. 2016 Mar 1;3(1):14-20. 20. Harwoko, S P, E AN. Triterpenoid-rich fraction of Centella asiatica leaves and in vivo antihypertensive activity. nternational Food Research Journal. 2014 Juni 21(1): 149-154 21. Suratman, Listyawati S, Sutarno. Sifat Fisik dan Kandungan NaCl Urin Tikus Putih (Rattus norvegicus L .) Jantan setelah Pemberian Ekstrak Rimpang Alang- alang (Imperata cylindrica L .) secara Oral. Biofarmasi. 2003;1(1):7-12. 22. Kusumastuty I, Widyani D, Wahyuni ES. Asupan Protein dan Kalium Berhubungan dengan Penurunan Tekanan Darah Pasien Hipertensi Rawat Jalan. Indonesian Journal of Human Nutrition. 2016 Juni 30;3(1):19-28 23. Putri IS, Zakiah R, Aini N. Efek Kombinasi Dekokta Centella asiatica, Imperata cylindrica dan Orthosiphon aristatus Terhadap Kadar SOD dan MDA Jantung Tikus Model Hipertensi (DOCA-NaCl). Jurnal Kedokteran Komunitas. 2015 Desember 1;3(1). 24. Liu RQ, Qian Z, Trevathan E, Chang JJ, Zelicoff A, Hao YT, et al. Poor Sleep Quality Associated with High Risk of Hypertension and Elevated Blood Pressure in China: Results from A Large Population-Based Study. Hypertension Research. 2016 Jan 1;39(1):54-9. 25. Weiss EA. Essential Oil Crops Michigan: CAB International; 1997

49

Related Documents

Ivi-4.2_dmm_v3
November 2019 6
Ivi-4.3_fgen_v3
November 2019 8
Ivi-4.1 Scope V3
November 2019 4
Ivi-4.4 Dcpwr V2
November 2019 1
Ivi-4.10 Rfsiggen V1
November 2019 3
Ivi-4.6 Swtch V3
November 2019 1

More Documents from ""