Bab I Rs Bhayangkara-1.docx

  • Uploaded by: Anggunbokings
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Rs Bhayangkara-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,964
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Infark miokard akut (IMA) adalah keadaan dimana suplai darah suatu bagian jantung terhenti sehingga sel otot jantung mengalami kematian. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan IMA: Diabetes melitus dan gagal ginjal kronis, dislipidemia, merokok, riwayat STEMI dalam keluarga, dan hipertensi. Kasus. Berdasarkan laporan kasus ruang penyakit dalam rumah sakit Bhayangkara Brimob, pada Oktober 2017 yang ditelaah berdasarkan Evidence Based Medicine didapatkan Tuan A, 61 tahun, mengeluh nyeri dada sebelah kiri yang tidak menjalar ke kedua lengan ataupun pundak sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien sering merasakan rasa nyeri dada hilang dan timbul. Pasien tampak sakit berat, terdapat pelebaran sela iga, retraksi interkostal, tekanan darah 1300/80 mmHg, terdapat murmur. Pada pemeriksaan laboratorium Trigliserida (TGL) 210mg/dl, Low Density Lipoprotein (LDL) 175mg/dl, High Density Lipoprotein (HDL) 60mg/dl. Simpulan. Kebiasaan merokok menahun dan tingginya kadar kolestrol dalam darah meningkatkan resiko terjadinya infark miokard. [Medula Unila.2013;1(4):60-68] B. TUJUAN Untuk mengkaji, mengidentifikasi, dan mengevaluasi adanya Drug Related Problem (DRP) serta menilai pengobatan rasional yang ditinjau dari Drug Related Problem (DRP) pengobatan pasien di Rumah Sakit Brimob Bhayangkara. C. MANFAAT Sebagai acuan atau bahan referensi pembelajaran mahasiswa praktek kerja profesi apoteker universitas 17 agustus 1945 jakarta di rumah sakit Bhayangkara Brimob.

BAB II TINJAUAN PENYAKIT

A. DEFINISI PENYAKIT STEMI ANTEROSEPTAL ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati B. ETIOLOGI STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.  Penyempitan arteri koroner nonsklerolik  Penyempitan aterorosklerotik  Trombus  Plak aterosklerotik  Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak  Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium  Penurunan darah koroner melalui yang menyempit  Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur  Spasme otot segmental pada arteri kejang otot. C.

MANIFESTASI KLINIS  Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang

berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.  Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.  Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.  Bisa atipik: Pada manula: bisa kolaps atau bingung.  Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada D. PENATALAKSANAAN Syok kardiogenetik Penatalaksana syok kardiogenetik:  Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.  Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.  Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.  Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.  Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.  Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.  Infark Ventrikel Kanan

Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:  Pertahankan preload ventrikel kanan.  Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).  Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.  Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropin.  Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading volume.  Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel kiri.  Pompa balon intra-aortik.  Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)  Penghambat ACE  Reporfusi  Obat trombolitik  Percutaneous coronari intervention (PCI) primer  Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan penyakit multivesel). Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya. Penatalaksana Takikardia vebtrikel:  Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30 detik atau menyebabkan

kolaps hemodinamik) harus diterapi dengan DC shock

unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.  Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.  Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah satu regimen berikut: Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap 510 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit). Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam. Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit. Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi sebelumnya). E. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel  Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J.  Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized.

BAB III TINJAUAN KASUS

A. PROFIL PENGOBATAN PASIEN Nama

: Tn. A

No RM

: 04007xxx

Tanggal Lahir

: 15/02/1978 (52 tahun )

Jenis kelamin

: Pria

Status Pasien

: BPJS

DPJP

: dr. Supono, Sp.Jp

Tanggal masuk

: IGD

Cempaka

: 22/10/2017

Riwayat Penyakit Dahulu

: Hipertensi

Riwayat Pengobatan

:-

Riwayat Penyakit Keluarga

:-

Ketergantungan

:-

Riwayat Alergi

:-

Anamnesa

: Nyeri dada kiri (+), Keringat dingin (+),Muntah(+)

Diagnosa

: Stemi Anteroseptal

: 21/10/2017 Pukul 21:30

B. DATA LABORATORIUM Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Satuan

Cholestrol Total

193

0 - 200

mg/dl

Trigeserida

212

60 - 165

mg/dl

Cholestrol HDL

36

Cholesterol LDL

115

Lemak Darah Lemak Lengkap

mg/dl <160

mg/dl

Keterangan

C. RIWAYAT PENGOBATAN No. 1.

Nama Obat Obat Oral Bisoprolol

2.

Valsartan

3.

Amlodipin

4.

ISDN

5.

Alprazolam

6.

Aspilet

7.

Simvastatin

Dosis 1 x 2,5mg 1 x 160mg 1 x 10mg 3 x 5mg 1 x 0,5mg 1 x 80mg 1 x 10mg

22/10/2017 06.00 12.00 18.00 √ -

24.00

06.00 -

√23/10/2017 12.00 18.00 -

24.00

06.00 -



-

-

-

-



-

-

-

-











-

-

-

-

-



-

-

-

-



-

-



-

24/10/2017 12.00 18.00

D. URAIAN OBAT 1. BISOPROLOL Indikasi atau Kegunaan Bisoprolol Bisoprolol digunakan untuk mengobati hipertensi sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan antihipertensi lain dan pengobatan angina serta gagal jantung kronik. Kontraindikasi Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini, penderita yang diketahui memiliki kondisi di bawah ini tidak boleh menggunakannya: Penderita yang memiliki hipersensitif atau alergi terhadap bisoprolol. Penderita asma, bradikardi yang nyata, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau tiga, syok kardiogenik, feokromositoma Dosis bisoprolol untuk mengatasi hipertensi dan angina Dosis awal yakni 1 tablet (5 mg) sehari sekali. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2 tablet (10 mg) sehari sekali dan bila diperlukan

24.00

dapat ditingkatkan hingga 4 tablet (20 mg) sehari sekali. Untuk pasien dengan disfungsi ginjal atau disfungsi hati berat, dosis maksimum per hari hanya 2 tablet (10 mg). Dosis bisoprolol untuk mengatasi gagal jantung kronik (CHF) Dosis awal 1,25 mg sehari sekali selama satu minggu. Jika dapat ditoleransi dengan baik, maka secara perlahan dosis dapat ditingkatkan menjadi 2,5 mg sehari sekali di minggu kedua, 3,75 mg sehari sekali di minggu ketiga, 5 mg sehari sekali untuk empat minggu berikutnya, 7,5 mg sehari sekali untuk 4 minggu berikutnya hingga mencapai dosis maksimum 10 mg sehari sekali sebagai terapi pemeliharaan. Petunjuk Penggunaan: Gunakanlah obat ini sebelum atau setelah makan dan dianjurkan untuk banyak minum air putih. Selalu ikuti anjuran dokter atau petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan sebelum mulai mengonsumsinya. Gunakanlah antara satu dosis dengan dosis lainnya pada jarak jam yang sama, misalkan dua kali sehari berarti per 12 jam, tiga kali sehari berarti per 8 jam. Oleh sebab itu, untuk memudahkan usahakan untuk mengonsumsinya pada jam yang sama setiap hari. Apabila ada dosis yang terlewat akibat lupa, maka begitu ingat dianjurkan untuk segera meminumnya apabila dosis berikutnya masih lama sekitar 5 jam atau lebih. Tidak boleh menggandakan dosis bisoprolol pada jadwal minum berikutnya sebagai ganti untuk dosis yang terlewat. Efek Samping Bisoprolol Bisoprolol umumnya ditoleransi dengan baik. Namun demikian, ada efek samping yang perlu diperhatikan, antara lain sebagai berikut: Gangguan pencernaan (gastrointestinal) seperti nyeri perut, dispepsia, gastritis, konstipasi, mual, muntah dan diare. Gangguan sistem saraf pusat seperti sakit kepala, vertigo, dizziness, hipoaestesia, parestesia, ansietas dan berkurangnya konsentrasi. Gangguan pada sistem saraf otonom seperti mulut kering. Gangguan psikiatrik seperti insomnia dan depresi.

Lainnya

seperti

kelemahan,

letih,

kram

otot

dan

iritasi

kulit.

Peringatan dan Perhatian: Obat golongan beta-blocker tidak disarankan untuk diberikan pada penderita kelainan jantung. Penggunaan pada pasien dengan kelainan ginjal atau hati harus dengan pengawasan ketat dan kehati-hatian. Pada penderita bronkospastik, obat ini hanya dapat diberikan jika pasien tidak memiliki respons terhadap pengobatan antihipertensi lain. Penggunaan pada pasien hipoglikemia dan diabetes yang menjalani terapi insulin atau obat-obatan hipoglikemik, harus dengan pengawasan ketat dari dokter. Interaksi Obat Beberapa jenis obat dapat berinteraksi dengan bisoprolol Obat golongan beta-blocker lainnya. Obat penghambat saluran kalsium. Obat antiaritmik. Obat alpha-blocker. Obat anastesi, malaria dan obat anti-inflamasi nonsteroid (NSAID).

2. VALSARTAN Indikasi: hipertensi (dapat digunakan tunggal maupun dikombinasi dengan obat antihipertensi lain); gagal jantung pada pasien yang tidak dapat mentoleransi obat penghambat ACE (penghambat enzim pengubah angiotensin). Peringatan: lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati ringan sampai sedang; gangguan fungsi ginjal (lampiran 3); data keamanan dan khasiat pada anak-anak belum tersedia. Interaksi: penggunaan bersama dengan penghambat ACE dan beta bloker tidak dianjurkan. Kontraindikasi: lihat keterangan di atas; gangguan fungsi hati berat, sirosis, obstruksi empedu, menyusui (lampiran 4); hipersensitif terhadap komponen obat. Efek Samping: lihat keterangan di atas; kelelahan, jarang diare, sakit kepala, mimisan; trombositopenia, nyeri sendi, nyeri otot, gangguan rasa, neutropenia.

Dosis: Hipertensi, lazimnya 80 mg sekali sehari; jika diperlukan (pada pasien yang tekanan darahnya tidak terkontrol) ditingkatkan hingga 160 mg sehari atau ditambahkan pemberian diuretika; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien dengan gangguan fungsi hati tanpa kolestasis. Gagal jantung, dosis awal 40 mg dua kali sehari. Penyesuaian dosis hingga 80 mg dan 160 mg dua kali sehari harus dilakukan pada dosis tertinggi yang dapat ditoleransi oleh pasien; pertimbangan untuk menguragi dosis harus dilakukan pada pasien yang juga menerima diuretika; dosis maksimal yang diberikan pada uji klinik adalah 320 mg pada dosis terbagi. 3. AMLODIPIN Indikasi atau Kegunaan Obat dapat digunakan pada beberapa keadaan berikut : pengobatan hipertensi dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau kombinasi dengan obat antihipertensi lain seperti diuretik tiazid, beta blocker, atau ACE inhibitor. pengobatan iskemia miokardia termasuk pengobatan angina pektoris dan atau vasokonstriksi pembuluh darah koroner. pengobatan penyakit arteri koroner. Kontraindikasi tidak dapat digunakan pada beberapa keadaan berikut : penderita yang memiliki riwayat hipersensitif atau riwayat alergi terhadap amlodipine atau calcium channel blockers lain. penderita yang mengalami syok kardiogenik, stenosis aorta, atau angina pektoris yang tidak stabil. penderita yang tekanan darah rendah yaitu kurag dari 90/60 mmHg). penderita yang sedang hamil dan menyusui. Dosis tersedia dalam bentuk tablet, kaplet, atau kapsul dengan komposisi 5 mg dan 10 mg. Adapun dosis amlodipine yang dianjurkan yaitu : dosis awal pengobatan dengan

amlodipine adalah 2.5 mg satu kali sehari, kemudian dapat ditingkatkan menjadi 5 mg satu kali sehari dosis maksimum adalah 10 mg satu kali sehari Informasi Keamanan : Obat ini harus digunakan secara hati-hati pada penderita dengan gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, gagal jantung kongestif dan pasien lanjut usia. Obat ini harus digunakan sesuai resep dokter karena penyakit angina dan infark miokardial dapat memburuk dengan cepat apabila penggunaan dosis tidak tepat Obat ini harus dihentikan secara bertahap karena penghentian obat secara mendadak dapat meningkatkan frekuensi dan durasi nyeri dada Obat ini dapat menimbulkan rasa pusing dan mengantuk oleh karena itu Jangan menyalakan mesin atau mengendarai kendaraan obat anti jamur azol dan conivaptan dapat meningkatkan konsentrasi amlodipine dalam plasma. Obat protease inhibitor seperti ritonavir dapat meningkatkan efek farmakologi amlodipine

4. ISDN Indikasi ISDN dapat digunakan sebelum aktivitas fisik seperti olahraga dan aktivitas seksual sebagai pencegahan terhadap angina pada orang dengan penyakit jantung koroner. Obat ini juga dapat digunakan sebagai pereda angina ketika sedang terjadi. Hanya tablet sublingual yang digunakan untuk pengobatan angina karena waktu timbul aksinya yang cepat yaitu 2 – 5 menit. Terkadang ISDN juga digunakan untuk mengobati gagal jantung kongestif. Kontraindikasi Isosorbide Dinitrate tidak dapat digunakan pada beberapa kondisi berikut: Pasien yang diketahui mengalami reaksi hipersensitivitas atau alergi terhadap Isosorbid Dinitrat. Pasien yang diketahui mengalami reaksi hipersensitivitas atau alergi terhadap obat yang termasuk golongan Nitrat lainnya. Pasien yang mengalami hipotensi berat, anemia, hipovolemia, dan gagal jantung akibat obstruksi. Pasien yang

mengalami peningkatan tekanan intrakranial akibat trauma kepala atau pendarahan otak.

5. ALPRAZOLAM Indikasi Sesuai dengan mekanisme kerja obat seperti di atas, maka obat ini digunakan untuk : Pengobatan gangguan kecemasan, termasuk gangguan cemas menyeluruh atau generalized anxiety disorder (GAD), gangguan cemas sosial atau social anxiety disorder (SAD). Pengobatan gangguan panik untuk jangka panjang Mengobati mualmual bahkan muntah akibat efek samping obat kemoterapi Digunakan sebagai terapi kombinasi dalam pengobatan depresi Mengatasi insomnia atau gangguan sulit tidur. Kontraindikasi Tidak semua orang boleh menggunakan obat ini, Alprazolam tidak boleh digunakan oleh orang dengan kondisi di bawah ini: Diketahui memiliki alergi atau reaksi hipersensitifas

terhadap

alprazolam,

ataupun

obat

lain

dalam

golongan

benzodiazepin, seperti Librium, Tranxene, Valium, Ativan, atau Serax dan lain-lain. Memiliki penyakit tertentu seperti Glaukoma sudut sempit, myasthenia gravis, gangguan pernafasan, sleep apnea sindrom, gangguan fungsi hati dan ginjal berat, kondisi fobia dan obsesi, dan psikosis kronik. Ibu menyusui dan juga ibu hamil terutama hamil muda trimester pertama. Anak-anak dan balita. Sedang menjalani pengobatan dengan obat antijamur yang mengandung ketoconazole dan/atau itraconazole dosis Biasanya digunakan 2 sampai 4 kali sehari dengan kekuatan dosis dari 0,25 miligram (mg), 0,5 mg, 1 mg, atau 2 mg sesuai petunjuk dokter. Bagi pemula, dokter akan menganjurkan dosis rendah terlebih dahulu kemudian akan dinaikkan secara perlahan-lahan. Tujuannya adalah menghindari efek samping obat yang berlebihan. Pada Lansia, kondisi fisik lemah atau yang memiliki penyakit hati dianjurkan menggunakan dosis rendah. Jangan menghentikan obat secara tiba-tiba, melainkan

harus diturunkan dosisnya perlahan-lahan sebelum berhenti sama sekali. Hindari dari jangkauan anak-anak. efek samping: Rasa mengantuk Pusing atau melayang Hipotensi atau tekanan darah rendah Gangguan koordinasi dan keseimbangan Kesulitan dalam berbicara Meningkatnya gairah seksual.

6. ASPILET Indikasi Sebagai obat anti trombotik kegunaan obat aspilet adalah terutama pada pencegahan dan pengobatan berbagai keadaan trombosis atau agregasi platelet (pembekuan darah) yang terjadi pada tubuh terutama pada saat mengalami serangan jantung atau pada penyakit jantung dan pasca stroke. Kontraindikasi merupakan kontraindikasi bagi beberapa keadaan berikut ini: penderita yang diketahui mempunyai riwayat alergi atau hipersensitif terhadap aspilet dan komponen Asam Asetilsalisilat obat penderita yang diketahui mempunyai riwayat penyakit asma penderita yang diketahui mempunyai riwayat tukak lambung atau penyakit maag penderita yang diketahui mempunyai riwayat atau sering mengalami perdarahan di bawah kulit penderita yang diketahui mempunyai penyakit kelainan pembekuan darah terutama hemofilia dan trombositopenia penderita yang diketahui sedang mendapat pengobatan dengan terapi meggunakan antikoagulan dosis Pada pengobatan penderita dengan serangan jantung dosis dewasa Thrombo Aspilet yang dianjurkan yaitu 2 tablet 80 mg sampai dengan 4 tablet 80 mg yang diberikan 1 kali sehari (terutama saat serangan) dan 1 tablet 80 mg yang diberikan 1 kali sehari (pada saat rumatan). Pada pengobatan penderita dengan serangan jantung dosis dewasa Thrombo Aspilet yang dianjurkan yaitu 2 tablet 80 mg sampai dengan 4

tablet 80 mg yang diberikan 1 kali sehari (dalam tempo 2 x 24 jam pasca stroke) dan 1 tablet 80 mg yang diberikan 1 kali sehari (pada saat rumatan). efek samping Perasaan tidak nyaman pada lambung dan sekitar ulu hati Perasaan mual dan muntah Pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya tukak lambung, pendarahan lambung, dan efek samping Asam Asetilsalisilat lainnya seperti gangguan pada fungsi hati dan gangguan pada fungsi ginjal.

7. SIMVASTATIN Indikasi: hiperkolesterolemia primer (hiperlipidemia tipe Ila) pada pasien yang tidak cukup memberikan respons terhadap diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai; untuk mengurangi

insiden

kejadian

koroner

klinis

dan

memperlambat

progresi

aterosklerosis koroner pada pasien dengan penyakit jantung koroner dan kadar kolesterol 5,5 mmol/l atau lebih. Efek Samping: lihat keterangan di atas; juga ruam kulit, alopesia, anemia, pusing, depresi, parestesia, neuropati perifer, hepatitis, sakit kuning, pankreatitis; sindrom hipersensitivitas (termasuk angioedema) jarang dilaporkan. Dosis: Hiperkolesterolemia, 10 mg sehari malam hari, disesuaikan dengan interval tidak kurang dari 4 minggu; kisaran lazim 10-40 mg sekali sehari malam hari. Penyakit jantung koroner, awalnya 20 mg sekali sehari malam hari.

BAB IV PEMBAHASAN Pembahasan Tanda dan gejala yang dapat ditemukan dari anamnesis pada pasien ini adalah: Nyeri dada sebelah kiri, Nyeri seperti di timpa benda berat, Cetusan nyeri terjadi saat beraktivitas, Nyeri berlangsung + 30 menit, Nyeri dada berkurang setelah diberikan isosorbid dinitrat. Pada pemeriksaan fisik pasien ditemukan sianosis bibir, berkeringat banyak, takikardi, tidak ditemukan gallop, ditemukan mur-mur, dan tidak ditemukan ronki basah. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan atau hipotensi) sedangkan pada pasien infark inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan atau hipotensi). Tanda fisis lain pada disfungsi ventrikuler adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub. Penigkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI (Isselbacher, 2008). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar trigliserida 210 mg/dl, kadar LDL 175 mg/dl,kadar HDL 60 mg/dl. Pada pemeriksaan foto rontgen thorax PA didapatkan Bronkopneumonia dan emfisematous paru. Pada pemeriksaan EKG didapatkan elevasi ST terdapat pada sadapan prekordial V1 V2 V3 dan V4 ≥ 2mm yang berdampingan. Dan pada sadapan ektremitas AVF dan AVL elevasi ST > 1mm. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan terjadi ST elevasi anteroseptal. Pada pasien ditemukan adanya ronki basah pada kedua lapang paru, namun tidak ditemukan adanya bunyi gallop. Sehingga menurut klasifikasi Killip, pasien termasuk kelas II. Untuk menegakan diagnosis infark miokard dapat dilakukan dengan anamnesis dan EKG. Dari anamnesis seperti telah diketahui diatas ditemukan

adanya nyeri dada sebelah kiri yang berlangsung selama + 30 menit. Sedangkan dari hasil EKG ditemukan adanya ST elevasi > 2mm minimal di 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau > 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Adanya riwaya merokok dan usia yang lanjut merupakan faktor risiko yang memungkinkan terjadinya STEMI pada penderita (Ripa, 2012). Maka dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan dapat disimpulkan Tn. S menderita CAD STEMI anteroseptal Killip II dengan faktor risiko merokok dan dislipidemi. Penatalaksanaan ST elevasi IMA menurut ACC/AHA 2013 : a. Pemberian Oksigen Suplementasi oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri < 90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama. b. Nitrogliserin Pasien dengan nyeri iskemik di dada harus diberikan nitrogliserin sublingual 0,4 mg setiap 5 menit dengan dosis maksimal 3 dosis. Setelah melakukan penialaian seharusnya dievaluasi akan kebutuhan nitrogliserin intravena. Intravena nitrogliserin ini diindikasikan untuk bila nyeri iskemik masih berlangsung, untuk mengontrol hipertensi, dan edema paru. Nitrogliserin tidak diberikan pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 90 mmHg, bradikardi, (kurang dari 50 kali per menit), takikardi (lebih dari 100 kali per menit, atau dicurigai adannya RV infark.. nitrogliserin juga harus dihindari pada pasien yang mendapat inhibitor fosfodiesterase dalam 24 jam terakhir. c. Analgesik Morfin sulfat (2-4 mg intravena dan dapat diulang dengan kenaikan dosis 2 – 8 mg IV dengan interval waktu 5 sampai 15 menit) merupakan pilihan utama untuk manajemen nyeri yang disebabkan STEMI. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan

tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai dan pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek samping ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg. d. Aspirin Aspirin kunyah harus diberikan pada pasien yang belum pernah mendapatkan aspirin pada kasus STEMI. Dosis awal yang diberikan 162 mg sampai 325 mg. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. e. Beta Bloker Terapi beta bloker oral dianjurkan pada pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terutama bila ditemukan adanya hipertensi dan takiaritmia. Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa digunakan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 menit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam dan dilanjutkan 100mg tiap 12 jam. f. Clopidogrel Pemberian clopidogrel 600 mg sedini mungkin. Dan dilanjutkan dengan dosis rumatan sebesar 75 mg per hari. g. Reperfusi Terdapat beberapa metode reperfusi dengan keuntungan dan kerugian masingmasing. PCI primer merupakan terapi pilihan jika pasien dapat segera dibawa ke pusat kesehatan yang menyediakan prosedur. Pasien dengan STEMI harus menemui pelayanan kesehatan dalam 1,5 – 2 jam setelah terjadinya gejala untuk mendapatkan medikamentosa sedini mungkin. Pasien dengan STEMI harus dilakukan terapi reperfusi dalam 12 jam awal. Terapi fibrinolitik diindikasikan sebagai terapi reperfusi

awal yang dilakukan pada 30 menit awal dari kedatangan di Rumah Sakit (Patrick, 2013). i. Isosorbid Dinitrat menyebabkan relaksasi otot polos dan vasodilatasi vaskular sehingga mengurangi tekanan pengisian dan meningkatkan curah jantung pada arteriol kecil serta menurunkan bendungan paru-paru j. Clopidogrel dapat mengurangi progresivitas terjadinya aterosklerosis dan infark pada pembuluh darah koroner.

BAB V PENUTUP

KESIMPULAN Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Klinis sangat mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa gejala pendahuluan. Infark miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner; prosesnya mula-mula berawal dari rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral. Adapun gejalanya seperti Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri, kebanyakan lamanya 30 menit sampai beberapa jam, sifatnya seperti ditusuk-tusuk, ditekan, tertindik,Takhikardi, Keringat banyak sekali, Kadang mual bahkan muntah diakibatkan karena nyeri hebat dan reflek vasosegal yang disalurkan dari area kerusakan miokard ke trakus gastro intestinal, Dispnea.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes Litbang. Riset Kesehatan Dasar. 2013. .Jakarta Guyton AC, Hall JE. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, & Kasper. 2008. Harrison Prinsip Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3. Jakarta : EGC Patrick T O’Gara,et all. 2013. ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With ST-Elevation Myocardial Infarction. American : ACC/AHA Practice Guidlines Ripa MS. 2012. The ECG as decision support in STEMI. Pubmed. United States Santoso M, Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia Kedokteran.147:6-9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing Zafari AM. 2013. Myocardial Infarction. Medscape. United States

Related Documents

Rs Rs Rs Rs Rs Rs Rs Rs Rs
December 2019 49
Bab 3 Rs Annisa.docx
April 2020 5
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71

More Documents from "Ramadhani"