Bab I Fix.docx

  • Uploaded by: Yoga Puspha Sunyoto
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab I Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,204
  • Pages: 6
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di indonesia masih terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kacelakaan kerja. Di Indonesia, Setiap jam sedikitnya terjadi 12 kasus kecelakaan kerja di Indonesia dan setiap hari 5 orang pekerja peserta jamsostek tewas karena kecelakaan kerja dan 40 pekerja tewas setiap hari di luar kecelakaan kerja. Bukan angka yang sedikit, bahkan tingginya angka kejadian kecelakaan kerja menandakan masih minimnya perhatian kita dalam implementasi keselamatan dan kesehatan kerja. Pada tahun 2007, kasus kecelakaan kerja di indonesia sempat mengalami penurunan, namun kemudian stabil mendekati angka 100.000 kasus kecelakaan kerja pertahunnya. Pada tahun 2017, kemudian angka kecelakaan kerja ini mengalami peningkatan yang signifikan hingga angka 123.000 kasus kecelakaan kerja. Dari data kasus kecelakaan kerja, kemudian ada yang dinyatakan meninggal, cacat total, cacat sebagian, cacat fungsi dan dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan medis. Untuk tahun 2018, data sementara yang didapat hingga triwulan 1 tahun 2018 kecelakaan kerja yang terlapor ada 5.318 kasus kecelakaan kerja dengan korban meninggal dunia sebanyak 87 pekerja, 52 pekerja cacat dan 1361 pekerja lainnya dinyatakan sembuh setelah mendapatkan perawatan medis. (BPJS Ketenagakerjaan ,2018) Angka kecelakan di Indonesia selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun , dimana sektor - sektor yang memiliki tingkat kecelakaan kerja terbesar adalah sektor manufaktur, diikuti oleh sektor agricultural dan kehutanan kemudian diikuti dengan sektor konstruksi (ILO,1999) Industri jasa konstruksi merupakan salah satu pekerjaan yang memiliki risiko atau bahaya kecelakaan kerja fatal (work’s fatal accident) yang tinggi. Kecelakaan kerja fatal klasifikasi “jatuh” merupakan kecelakaan kerja yang paling dominan di banding dengan klasifikasi kecelakaan kerja fatal lainnya pada bidang ini, khususnya pada pelaksanaan pembangunan proyek - proyek

konstruksi gedung bertingkat dan pekerjaan yang menggunakan pesawat gondola (Ardan, 2005) Menurut Asosiasi Ropes Access Indonesia (2009) pekerjaan pada ketinggian (work at height) adalah bentuk kerja dengan mempunyai potensi bahaya jatuh (dan tentunya ada bahaya-bahaya lainnya). Menurut Rope and Work Corporation yang dimaksud pekerjaan pada ketinggian adalah pekerjaan dengan tingkat risiko tinggi (high risk activity) yang memerlukan pengetahuan serta ketrampilan khusus untuk melaksanakan pekerjaan sebenarnya. Bekerja pada ketinggian merujuk pada pekerjaan di suatu tempat dimana jika seseorang tidak mengikuti peringatan (precaution) yang ada maka dapat menyebabkan terjatuh dan mengakibatkan cidera. Jatuh dari ketinggian merupakan penyumbang terbesar dalam kasus fatality accident dalam dunia konstruksi. Dalam melakukan pekerjaan bekerja di ketinggan dapat berpotensi timbul kecelakaan kerja (HSE UK 2005) Menurut

Peraturan

Mentri

Tenaga

Kerja

dan

Transmigrasi

No.

Per.01/Men/1980 setiap pekerjaan konstruksi bangunan harus diusahakan pencegahan atau dikurangi terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja terhadap tenaga kerjanya. Tindakan pencegahan harus dilakukan untuk menjamin bahwa peralatan perancah, alat-alat kerja, bahan -bahan, dan benda-benda lainnya tidak di lemparkan, diluncurkan atau di jatuhkan kebawah dari tempat yang tinggi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan. Mengingat hazard terdapat hampir diseluruh tempat kerja, maka upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko yang mungkin timbul akibat proses pekerjaan perlu segera dilakukan. Melalui risk management process, risiko yang mungkin timbul dapat didentifikasi, dinilai dan dikendalikan sedini mungkin melalui pendekatan preventif, inovatif dan parsitisipatif (Tarwaka, 2014: 264). Berdasarkan laporan ILO tahun 2008, telah terjadi kecelakaan berupa jatuh dari ketinggian pada pekerjaan yang menggunakan pesawat gondola yaitu pada tahun 2005 terjadi 231 kecelakaan dengan korban meninggal 127 orang, tahun 2006 terjadi 314 kecelakaan dengan korban meninggal 109 orang, tahun 2007 terjadi 347 kecelakaan dengan korban meninggal 176 orang, tahun 2008 terjadi 401 kecelakaan dengan korban meninggal 217 orang.

Bekerja dengan menggunakan pesawat gondola adalah pekerjaan yang berisiko tinggi karena berada pada ketinggian. Sebagai contoh kecelakaan kerja pada pesawat gondola di indonesia yaitu pada tanggal 3 september 2008 di lantai 16 blok D Apartmen Majesty Bandung akibat satu crane penyangga patah dan tali bajanya putus. Contoh lainnya lima orang pekerja tewas akibat terjatuh dari gondola pada ketinggian sekitar 130 meter saat melakukan pekerjaan di tower RCTI, tanggal 28 agustus 2008, kecelakaan tersebut diduga terjadi akibat tali sling putus (Tempo,2008) Ada 3 hal dominan yang menyebabkan kecelakaan kerja pada pekerjaan yang menggunakan pesawat gondola yaitu ketidakwenangan pekerja gondola (24,6%) pengaman tidak berfungsi (20.94%) dan peralatan tidak aman (19.34%) hal-hal diatas dapat di cegah dengan melakukan upaya manajemen risiko pada pekerjaan pesawat gondola ( jean , 1997) Meningkatnya angka kecelakaan kerja ini dapat menimbulkan dampak pada perusahaan yaitu kerugian yang tinggi, biaya yang dikeluarkan besar, hilang waktu kerja. Pekerja mengalami cacat baik total, tetap amupun sementara bahkan kematian (ILO,1999) Kementrian pariwisata adalah kementrian dalam pemerintahan indonesia yang membidangi bidang kepariwisataan. Kementrian pariwisata bertempat di Gedung Sapta Pesona yang terletak di jalan medan merdeka barat jakarta pusat. Gedung ini terdiri dari 25 lantai, yang terdiri dari undakan 6 lantai terbawah (kaki gedung), bagian tengah “langit”(badan gedung) dan 4 lantai teratas (kepala gedung). Dalam melakukan perawatan (maintenance) gedung kementrian pariwisata bekerjasama dengan PT.Mustika Prima Anugrah. PT. M melakukan kegiatan maintenance dengan menggunakan pesawat gondola, salah satu pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan pembersihan kaca gedung. Perusahaan ini memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang baku berdasarkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja tetapi dalam penerapan

keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerjaan pembersihan kaca gedung dengan menggunakan pesawat gondola terutama dalam penggunaan alat pelindung diri (APD) masih sangat minim.

Oleh karena itu penulis ingin mengambil laporan magang yang berjudul Gambaran Penerapan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Pekerjaan Pembersihan Kaca Gedung Dengan Menggunakan Pesawat Gondola Di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata Tahun 2019.

1.2

Tujuan Magang

1.2.1

Tujuan Umum Untuk mengetahui Gambaran Penerapan Penggunaan Alat Pelindung Diri

(APD) pada Pekerjaan Pembersihan Kaca Gedung Dengan Menggunakan Pesawat Gondola Di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata Tahun 2019.

1.2.2

Tujuan Khusus

1.

Mengetahui gambaran umum Kementrian Pariwisata Republik Indonesia

2.

Mengetahui tahapan kegiatan pekerjaan pembersihan kaca gedung dengan menggunakan pesawat gondola pada gedung bertingkat

3.

Mengetahui

gambaran

input

(Standar

Operasional

prosedur

(SOP),sumberdaya manusia, sarana prasarana) dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata tahun 2019 4.

Mengetahui gambaran proses (Perencanaan, Pelaksanaan, dan evaluasi) dari penerapan keselamatan dan kesehatan kerja di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata tahun 2019

5.

Mengetahui gambaran output (Terlaksananya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja) di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata tahun 2019

1.3

Manfaat Magang

1.3.1

Bagi Kementrian Pariwisata Republik Indonesia

1.

Menciptakan kerja sama yang bermanfaat antara Kementrian Pariwisata Republik Indonesia dengan Jurusan Kesehatan Masyarakat.

2.

Kementrian Pariwisata Republik Indonesia dapat memperoleh informasi mengenai manajemen penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan standar dan peraturan yang berlaku

3.

Kementrian Pariwisata dapat memperoleh masukan yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan guna meningkatkan penerapan penggunaan alat pelindung diri (APD)

4.

Kementrian Pariwisata Republik Indonesia dapat memanfaatkan tenaga magang sesuai dengan kebutuhan di unit kerjanya.

1.3.2 1.

Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Menjadi sarana untuk membina kerja sama dengan institusi magang di bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

2.

Meningkatkan pemahaman mahasiswa guna meningkatkan kegiatan akademis sehingga dapat mendukung pengembangan kurikulum di Jurusan Kesehatan Masyarakat.

3.

Meningkatkan kapasitas dan kualitas pendidikan dengan melibatkan tenaga terampil dan kompeten dalam kegiatan magang.

1.3.3

Bagi Mahasiswa

1.

Mendapatkan pengalaman dan pemahaman dalam penerapan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerjaan pembersihan kaca gedung di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata Republik Indonesia.

2.

Melatih menganalisa, mengidentifikasi dan memecahkan masalah pada penerapan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada pekerjaan pembersihan kaca gedung di Gedung Sapta Pesona Kementrian Pariwisata Republik Indonesia.

3.

Menerapakan keilmuan tentang penerapan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang didapat di bangku kuliah dalam praktik kerja yang sebenarnya.

Related Documents

Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72
Bab-i-bab-v.doc
May 2020 71
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 67
Bab I & Bab Ii.docx
June 2020 65
Bab I-bab Iii.docx
November 2019 88

More Documents from "Nara Nur Gazerock"