BAB III ISU BIOETIK DAN PEMBAHASAN
3.1 Isu Bioetik TEMPO Interaktif, Purwokerto: Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD)Purwokerto, Margono Soekarjo Hartanto, dipanggil Markas Kepolisian Resor (Polres) Banyumas, Selasa (5/4) sehubungan dengan somasi dugaan malpraktik. Gara-gara salah seorang pasien RS tersebut meninggal dunia. Margono juga dituduh telah melanggar aturan karena mempublikasikan data rekam medis pasien yang seharusnya menjadi rahasia. Permintaan keterangan itu berlangsung satu jam lebih di salah satu ruang di Mapolres Banyumas. Margono mendapat 16 pertanyaan yang diajukan Inspektur Satu (Iptu) Sudiro. Dalam pemeriksaan itu Margono didampingi seorang dosen Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Polisi sempat menolak kehadiran dosen itu dengan alasan tak punya izin praktek pengacara. Padahal, untuk mendampingi seorang tersangka tak perlu izin praktek pengacara, kecuali di pengadilan. AKP Sudiro menyatakan, pertanyaan yang dia ajukan lebih berfokus pada tindakan Margonoo selaku Direktur RSUD Margono yang membeberkan rekam medis pasien bernama Warsinah, warga Kelurahan Sumampir, Kecamatan Purwokerto Utara. Warsinah adalah pasien yang meninggal setelah tiga hari dirawat di RSUD Margono akibat diabetes yang dideritanya. Namun dalam perawatan itu Darno, suami Warsinah melayangkan somasi kepada RSUD Margono melalui kuasa hukumnya yakni Dwi Prasetyo Sasongko SH dan Joko Susanto SH, keduanya
dari
Lembaga
Bantuan
Hukum
(LBH)
Kesehatan
dan
Perumahsakitan. Somasi yang dikirimkan kepada 19 instansi itu berisi dugaan malpraktik yang dilakukan RSUD Margono yang mengakibatkan kematian Warsinah. Saat dirawat di RS Margono 13-16 Februari 2004 lalu Warsinah meninggal akibat karena kadar gula yang terlalu tinggi. Hal itu diduga karena dipicu pemberian infus berisi cairan mengandung gula sehingga memicu kenaikan kadar gula dalam tubuh Warsinah. Selain somasi, LBH Kesehatan dan Perumahsakitan juga meminta RSUD Margono memberikan catatan
rekam medis mengenai Warsinah. RS Margono lantas mengirimkan permintaan LBH yakni mengirimkan hasil rekam medis. Surat penjelasan rekam medis itu tidak hanya diberikan pada pengacara melainkan juga ke-18 instansi yang lain, salah satunya ke kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Banyumas. Beberapa hari kemudian muncul pemberitaan di harian Suara Merdeka Kamis, 31 Maret 2005. Dalam pemberitaan itu disebutkan, Warsinah menderita Febris berdasar gejala yang dialami sewaktu masuk Instalasi Gawat Darurat yakni panas enam hari, mual, muntah, dan lemas. Infus yang diberikan saat itu berupa cairan gula. Cairan infus lantas diganti dengan jenis Ringer Lactate dan Warsinah diberi Actrapid begitu hasil analisa dokter menunjukkan Warsinah mengidap diabetes. Beberapa saat kemudian Warsinah mengalami koma dan meninggal dunia. Rekam medis itulah yang dibeberkan dalam surat yang tembusan pada 19 instansi tersebut. Joko Susanto menyatakan, rekam medis seharusnya tidak dibeberkan kepada khalayak karena merupakan rahasia pasien. "Pihak RS telah melakukan pelanggaran hukum yakni Pasal 322 KUHP yang berisi larangan membuka rahasia yang seharusnya wajib disimpan karena jabatan atau pekerjaan
seorang
dokter,"kata
Joko.
Ancaman
hukuman
terhadap
pelanggaran pasal ini sembilan bulan penjara. Iptu Sudiro menyatakan, setelah Margono, polisi juga akan memanggil dr I Gede Arinton, yang langsung menangani Warsinah dan wartawan harian yang memuat hasil rekam medis. "Untuk sementara masih kami panggil mereka sebagai saksi. Kelanjutan status akan ditentukan hasil pemeriksaan nanti. Kami masih focus pada pembeberan rahasia rekam medis kepada publik,"katanya. Ada-ada aja. Ari Aji HS
3.2 Pembahasan 3.2.1 Menurut Kaidah Dasar Bioetik 1. Autonomy Kaidah autonomy ini adalah suatu aturan personal yang bebas dari intervensi pihak lain. Kaidah ini bertujuan untuk mengontrol pembatasan yang diberikan oleh orang lain. Kaidah ini akan menjadi wajib jika pada pelaksanaannya tidak terjadi pelanggaran kaidah lainnya.
Salah satu kaidah autonomy yang menjadi dasar pelanggaran pada kasus di atas adalah menjaga rahasia pasien. Sesuai dengan UURS pasal 38 ayat 1 dan 2 yang berbunyi, “Setiap rumah sakit harus menyimpan
rahasia
kedokteran.”
dan
“Rahasia
kedokteran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan.” atau dengan kata lain catatan rekam medis milik paisen merupakan kerahasiaan yang harus dijaga oleh dokter maupun pihak rumah sakit lainnya. Pada kasus ini, pihak dari RSUD Margono mengirimkan catatan rekam medis bukan kepada pengacara (atas permintaan kuasa hukum pihak keluarga) saja, melainkan kepada 18 instansi yang lain, salah satunya ke kantor Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Banyumas.
2. Beneficence Kaidah ini menuntut seorang dokter harus membantu orang lain dalam memajukan kepentingan-kepentingan pasien. Namun hal ini tentu dalam konteks hal yang baik (positif). Membantu pasien dalam menciptakan kebohongan yang dapat merugikan orang lain bukan aplikasi dari kaidah dasar bioetik ini. Pada kasus ini, pihak RSUD Margono telah melanggar kaidah beneficence, yaitu menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan. Pihak RSUD Margono memberikan hasil rekam medis kepada orang lain tanpa adanya persetujuan dari psien maupun keluarga pasien. Isi dari ringkasan rekam medis merupakan milik pasien dimana pasien dan keluarga pasien berhak untuk mendapatkan ringkasan rekam medis tersebut. Selain itu, pihak dari RSUD Margono hanya boleh memberikan isi ringkasan rekam medis tersebut kepada orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien dan orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien. Hal tersebut menandakan bahwa pihak rumah sakit telah membocorkan rahasia medis yang terdapat hak-hak pasien di dalamnya.
3. Non Maleficence Prinsip ini merupakan prinsip yang menjaga sikap seorang dokter untuk tidak melukai orang lain. Prinsip ini mampu membimbing seorang dokter untuk memberikan penanganan yang paling tidak merugikan bagi pasien. Sama halnya dengan pembahasan kasus pada dua kaidah sebelumnya, kaidah ini tidak bisa menjadi alasan seorang dokter bisa memberikan rahasia medis berupa hasil rekam medis kepada orang lain yang tidak berkepentingan tanpa kuasa dari pasien maupun keluarga pasien.
4. Justice Kaidah ini mengemukakan bahwa seorang dokter wajib menghargai hak hukum pasien dan tidak melakukan penyalahgunaan yang berkaitan dengan hak-hak pasien. Pada kasus ini, pihak RSUD Margono telah membeberkan hasil rekam medis pasien yang merupakan bagian dari kerahasiaan medis kepada pihak yang tidak mempunyai hak hukum atas isi dari rekam medis tersebut.
3.2.2 Menurut Agama Isu bioetik kedokteran tentang kerahasiaan rekam medis menurut pandangan Agama Islam sebenarnya tidak diperbolehkan, sebagaimana sesuai dengan : Ayat Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Rahasia Medis (Menjaga Amanah) QS Al Isra’ ayat 34
“Dan janganlah kamu mendekati anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” QS Al Anfal ayat 27
“Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.” Hadist yang Berkaitan Dengan Rahasia Medis (Menjaga Amanah)
HR Iman Ahmad “Tidak Ada Iman Bagi yang tidak amanah padanya (menjaga amanah) dan tidak ada agama bagi yang tidak ada janji baginya (memenuhi janji)”
HR Abu Daud dan Tirmidzi “Tunaikan Amanat Kepada Orang yang Mempercayakan kepadamu dan jangalah kamu mengkhianati orang yang mempercayaimu”
3.2.3 Menurut Sosial Budaya Arti dari kata sosial adalah suatu cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan satu sama lain. Budaya adalah suatu keseluruhan yang bersifat kompleks. Keseluruhan tersebut meliputi kepercayaan, kesusilaan, adat istiadat, hukum, seni, kesanggupan dan juga semua kebiasaan yang dipelajari oleh manusia yang merupakan bagian dari suatu masyarakat. Isu kedokteran mengenai kerahasiaan rekam medis yg terdapat pada kasus ini telah melanggar aspek sosial budaya yang dimiliki. Tidak seharusnya pihak rumah sakit memberikan hasil rekam medis kepada orang yang tidak berkepentingan karena dapat menghilangkan rasa kepercayaan dari pasien maupun keluarga pasien yang dapat berakibat buruk terhadap hubungan individu satu sama lain.
3.2.4 Menurut Hukum Sebenarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rekam medis memang dapat dibawa ke meja hijau, sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum. Yang menjadi masalah bisa jadi adalah siapa pemilik rekam medis tersebut. Pasien dan pengacaranya cenderung berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan rekam medis tersebut.
Rekam medis itu sejatinya bersifat rahasia sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records. Pasal 11 Permenkes 1989 ini menegaskan begini: Rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya. Tetapi, informasi-informasi tersebut bisa dibuka atas permintaan pasien sendiri, atau demi kepentingan kesehatan pasien. Permenkes 2008 juga membenarkan alasan demikian. Selain itu, informasi tadi bisa dibuka atas permintaan aparat penegakan hukum asalkan mendapatkan perintah dari pengadilan. Bisa juga karena permintaan instansi/lembaga lain, dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis. Menurut Permenkes 2008, berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan yang menjadi milik pasien hanya isi rekam medis. Isi rekam medis dimaksud pun hanya dalam bentuk ringkasan. Ringkasan tadi, sesuai pasal 12 ayat (4) Permenkes 2008, bisa diberikan, dicatat, atau dibuatkan salinannya oleh pasien atau orang yang diberi kuasa olehnya.
SUMBER : https://nasional.tempo.co/amp/59094/beberkan-rekam-medis-disidik-polisi https://www.academia.edu/31393322/Etik_skenario_blok_2 https://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19363/kerahasiaan-rekammedis-tidak-bersifat-mutlak