BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit menjelaskan bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan profesional personil rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh keseluruhan pelayanan (Siboro, 2014). Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap mutu pelayanan yang berkesinambungan di sarana kesehatan terutama di rumah sakit, membuat rumah sakit harus melakukan upaya peningkatan mutu pemberian pelayanan kesehatan.
Salah satu mutu pelayanan kesehatan yang harus ditingkatkan
secara berkesinambungan adalah mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit (KEMENKES, 2017) Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan memegang peranan penting dalam menentukan mutu pelayanan rumah sakit, tulang punggung dalam mencapai tujuan pembangunan kesehatan karena pelayanan keperawatan diberikan secara berkesinambungan selama 24 jam dan berada dalam berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Berdasarkan hal
1
2
tersebut
keperawatan
mempunyai
kontribusi
yang
cukup
besar
untuk
mewujudkan terlaksananya program-program yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (DEPKES, 2008) Rumah sakit merupakan salah satu sistem pemberian pelayanan kesehatan, dimana dalam memberikan pelayanan menggunakan konsep multidisiplin. Kolaborasi multidisiplin yang baik antara medis, perawat, gizi, fisioterapi, farmasi, dan penunjang diharapkan mampu memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat (Hariyati, 2008). Asuhan di rumah sakit merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para profesional pemberi asuhan dan tingkat pelayanan yang akan membangun suatu kontinuitas pelayanan, dengan maksud untuk menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang sudah tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Sebagai hasilnya adalah meningkatkan mutu asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit (KARS, 2017). Pelayanan berfokus pada pasien diterapkan dalam bentuk asuhan pasien terintegrasi yang bersifat integrasi horizontal dan vertikal. Pada integrasi horizontal kontribusi profesi tiap-tiap profesional pemberi asuhan (PPA) adalah sama pentingnya atau sederajat. Pelaksanaan asuhan terintegrasi berpusat pada pasien dan mencakup elemen salah satunya adalah perencanaan pemulangan pasien (Discharge Planning) terintegrasi (KARS, 2017). Pemberian discharge planning yang dimaksud adalah sejak pasien baru masuk, menjalani perawatan dan persiapan kembali ke rumah, dimana kemampuan pasien dan keluarga dalam menanggulangi penyakitnya berpotensi
3
mengurangi length of stay, resiko keparahan (severity) dan resiko dirawat kembali ke rumah sakit (readmission) dalam rentang waktu 30 hari setelah dirawat di Rumah Sakit (Ong dkk., 2016). Pelaksanaan perencanaan pulang tidak terlepas dari tangan para perawat. Perawat bertanggung jawab dalam segala bentuk pelayanan keperawatan kepada pasien. Berdasarkan hal ini, perawat mempunyai peran penting dalam perencanaan pulang pasien, dimana pelaksanaannya memerlukan komunikasi yang baik dan terarah sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti dan berguna untuk proses perawatan di rumah (Nursalam, 2009) Pemberian discharge planning merupakan bagian dari layanan terintegrasi yang dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai profesi pemberi layanan kesehatan yaitu dokter, perawat, ahli gizi dan farmasi.(SNARS,2017) Hal ini menunjukkan bahwa peran perawat sangat diperlukan dalam pemberian discharge planning. Selain sebagai layanan kunci di rumah sakit (Swansburg, 2000), pemberian asuhan keperawatan juga merupakan salah satu indikator mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (DEPKES, 2008). Karena asuhan keperawatan merupakan proses yang berkesinambungan dari perencanaan hingga evaluasi ,(Sitorus & Panjaitan, 2011) maka pelaksanaan discharge planning oleh personil perawat merupakan hal penting untuk diperhatikan karena pelaksanaan discharge planning yang tepat dan lengkap dapat menunjukkan mutu pelayanan yang prima. Salah satu kewajiban perawat adalah memberi pelayanan kesehatan yang
aman,
bermutu,
Berkembangnya
profesi
antidiskriminasi, keperawatan
dan
efektif
menuntut
(Yulmawati,
perawat
untuk
2011). lebih
meningkatkan pengetahuan di bidang manajemen melalui penelitian dan
4
menerapkan ke dalam praktik pemberian pelayanan keperawatan sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan secara keseluruhan. (Soeroso, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior), oleh karena itu pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). salah satu indikator klinik mutu keperawatan yaitu pengetahuan tentang perawatan penyakit dan pengetahuan perencanaan pasien pulang (DEPKES 2008). Maka pengetahuan perawat tentang pelaksanaan discharge planning bisa menjadi faktor penting yang menentukan apakah pelaksanaan discharge planning memenuhi standar pelayanan terintegrasi. Perlu diketahui bahwa sampai saat ini discharge planning bagi pasien yang dirawat belum optimal karena peran perawat masih terbatas pada pelaksanaan kegiatan rutinitas saja, yaitu hanya berupa informasi tentang jadwal kontrol ulang (Nursalam, 2011). Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di ruang rawat inap penyakit dalam dan ruang rawat inap bedah RSUD Sumbawa pada bulan Januari 2018 bahwa pada rekam medik pasien discharge planning belum diberikan sejak awal pasien masuk. Dari data rekam medik pasien ruang rawat rawat inap penyakit dalam dan ruang bedah RSUD Sumbawa tahun 2017 discharge planning belum terdokumentasikan. Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan ruang rawat inap penyakit dalam dan ruang rawat inap bedah RSUD Sumbawa, data perawat yang didapatkan menurut tingkat pendidikan terdapat 11 perawat dengan pendidikan
S1
keperawatan
dan
44
perawat
dengan
pendidikan
DIII
keperawatan. Dari 55 tenaga perawat tersebut belum ada yang pernah mengikuti sosialisasi pengisian discharge planning.
5
Berdasarkan pemaparan pelaksanaan discharge planning oleh perawat di atas maka peneliti ingin mengetahui
hubungan antara tingkat pengetahuan
perawat dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat Inap dewasa RSUD Sumbawa.
1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat Inap dewasa RSUD Sumbawa? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap dewasa RSUD Sumbawa
1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan perawat ruang rawat inap dewasa RSUD Sumbawa tentang pelaksanaan discharge planning 2. Mengidentifikasi pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap dewasa RSUD Sumbawa 3. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan pelaksanaan discharge planning di ruang rawat inap dewasa RSUD Sumbawa 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Akademik Hasil
penelitian
untuk
pelaksanaan discharge planning
mengembangkan
ilmu
keperawatan
dalam
6
1.4.2
Manfaat Praktis
1. Bagi Pelayanan Kesehatan Sebagai sumber dan informasi bagi perawat di rumah sakit untuk meningkatkan mutu pelayanan khususnya dalam merencanakan pasien pulang. 2. Bagi Profesi Keperawatan Pedoman bagi perawat dalam pelaksanaan discharge planning yang berkualitas.