BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Discharge Planing 2.1.1 Pengertian Perencanaan pulang (Discharge Planning) merupakan suatu proses yang dinamis dan sistematis dari penilaian, persiapan, serta koordinasi yang dilakukan untuk memberikan kemudahan pengawasan pelayanan dan pelayanan sosial sebelum dan sesudah pulang (Nursalam, 2015). Discharge Planning merupakan suatu proses dimana pasien mulai mendapat pelayanan kesehatan yang diberikan dengan berkesinambungan berurutan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat
kesehatannya
sampai
pasien
merasa
siap
untuk
kembali
ke
lingkungannya (Pemila, 2009).
2.1.2 Tujuan Discharge Planning Menurut Nursalam (2015) discharge planning bertujuan : a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikososial dan sosial; b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga; c. Meningkatkan perawatan yang berkelanjutan pada pasien; d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain; e. Membantu
pasien
dan
keluarga
memiliki
pengetahuan
dan
keterampilan serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan pasien; f.
Melaksanakan rentang perawatan antar rumah sakit dan masyarakat.
7
8
2.1.3 Manfaat Discharge Planning Manfaat discharge planning, Nursalam (2015) yaitu : a. Dapat memberikan kesempatan untuk memberikan pengajaran kepada pasien; b. Dapat memberikan tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinuitas perawatan pasien; c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi kambuhnya penyakit; d. Membantu
kemandirian
pasien
dalam
kesiapan
melakukan
perawatan di rumah. 2.1.4 Prinsip Discharge Planning Prinsip-prinsip dalam discharge planning menurut Nursalam (2015) antara lain: a. Pasien merupakan fokus dalam discharge planning sehingga nilai keinginan dan kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi ; b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi lalu dikaitkan dengan masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga kemungkinan
masalah
yang
timbul
di
rumah
dapat
segera
diantisipasi; c. Discharge planning dilakukan secara kolaboratif karena merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja sama; d. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga/sumber daya maupun fasilitas yang tersedia di masyarakat;
9
e. Discharge planning dilakukan pada setiap sistem atau tatanan pelayanan kesehatan.
2.1.5 Komponen Discharge Planning Komponen discharge planning (Nursalam 2015) terdiri atas : a. Perawatan di rumah meliputi pemberian pengajaran atau pendidikan kesehatan (health education) mengenai diet, mobilisasi, waktu kontrol dan tempat kontrol. Pemberian pelajaran disesuaikan dengan tingkat pemahaman keluarga mengenai perawatan selama pasien di rumah nanti; b. Obat-obatan yang masih diminum dan jumlahnya, meliputi dosis, cara pemberian dan waktu yang tepat minum obat; c. Obat-obat yang dihentikan, karena meskipun ada obat-obat tersebut sudah tidak diminum lagi oleh pasien, obat-obat tersebut tetap dibawa pulang oleh pasien; d. Hasil pemeriksaan, termasuk hasil pemerikasaan luar sebelum masuk rumah sakit dan hasil pemeriksaan selama dirawat di rumah sakit, semua diberikan ke pasien saat pulang; e. Surat-surat seperti surat keterangan sakit, surat kontrol.
Menurut Luverne dan Barbara (1988) dalam Jurnal (Natasia, 2015), discharge planning membutuhkan identifikasi kebutuhan spesifik klien. Kelompok perawat berfokus pada kebutuhan rencana pengajaran yang baik untuk persiapan pulang klien disingkat dengan METHOD, yaitu :
10
a. Medication (obat) Pasien sebaiknya mengetahui obat yang harus dilanjutkan setelah pulang. b. Environment (Lingkungan) Lingkungan tempat klien akan pulang dari rumah sakit sebaiknya aman. Pasien juga sebaiknya memiliki fasilitas pelayanan yang dibutuhkan untuk kontinuitas perawatannya. c. Treatment (pengobatan) Perawat harus memastikan bahwa pengobatan dapat berlanjut setelah klien pulang, yang dilakukan oleh klien atau anggota keluarga. Jika hal ini tidak memungkinkan, perencanaan harus dibuat sehingga seseorang dapat berkunjung ke rumah untuk memberikan keterampilan perawatan. d. Health teaching (pengajaran kesehatan) Klien yang akan pulang sebaiknya diberitahu bagaimana cara mempertahankan
kesehatan.
Termasuk
tanda
dan
gejala
yang
mengindikasikan kebutuhan perawatan kesehatan tambahan. e. Outpatient referral Klien sebaiknya mengenal pelayanan dari rumah sakit atau agen komunitas lain yang dapat meningkatkan perawatan yang berkelanjutan. f.
Diet Klien sebaiknya diberitahu tentang pembatasan dietnya, klien sebaiknya mampu memilih diet yang sesuaiuntuk dirinya.
11
2.1.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi Discharge Planning Menurut (Poglitsch, 2011) ada lima faktor yang berkontribusi dalam pelaksanaan discharge palnning yaitu, personil perencanaan pulang, keterlibatan dan partisipasi, komunikasi, waktu, perjanjian dan konsensus. Ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam pelaksanaan discharge planning pasien intensive care unit (ICU) (F. Lin, Chaboyer, W., Wallis, M, 2009), yakni empat domain : a. Faktor organisasi : peraturan, guidelines, alur dan performance, standard operational procedure (SOP), sumber daya. b. Faktor perawat : pengetahuan, pengalaman, membuat keputusan, keahlian dan penggunaan protokol. c. Faktor kerja tim : komunikasi, koordinasi, struktur dan kepemimpinan. d. Faktor pasien : kondisi klinis, komunikasi, faktor individu dan sosial. Meskipun faktor-faktor di atas didapatkan di ruang ICU, keempat faktor tersebut dapat berlaku di ruang rawat bedah dan medical mengingat karakteristik ICU, ruang bedah dan medical sama-sama ruang rawat inap. 2.1.7 Pelaksanaan discharge planning Pelaksanaan discharge planning di rumah sakit perlu adanya penetapan mekanisme dan kriteria pasien yang membutuhkan discharge planning misalnya antara lain usia, tidak ada mobilitas, perlu bantuan medis dan keperawatan terus menerus, serta bantuan melakukan kegiatan sehari hari. Pelaksanaan discharge planning dimulai sejak awal pasien masuk rawat inap melibatkan semua profesional pemberi asuhan (PPA) terkait serta difasilitasi oleh manajer
12
pelayanan pasien (MPP), untuk kesinambungan asuhan sesuai dengan kondisi kesehatan dan kebutuhan pelayanan pasien (KARS, 2017) Menurut Canadian Association of Discharge Planning continuity of care (CADPACC) dalam (C. Lin, dkk., 2012) proses discharge planning meliputi : a. Identifikasi pasien yang membutuhkan discharge planning lebih awal; b. Tim kesehatan memfasilitasi discharge planning kepada keluarga; c. Rekomendasi perawatan yang berkelanjutan; d. Menghubungkan pasien dengan pelayanan kesehatan di komunitas yang mudah diakses; e. Memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien dan keluarga selama tahap pengkajian di rumah sakit.
2.2 Tingkat Pengetahuan
2.2.1 Definisi Pengetahuan Notoajmodjo (2003) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil proses penginderaan terhadap objek tertentu yang dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi pada objek tersebut.
2.2.2 Tingkatan pengetahuan Pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu (Notoadmojo, 2003): 1. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
13
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa
yang
dipelajari
antara
lain
menyebutkan,
menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
14
5. Sintesis (Synthesis) Sintesis
menunjuk
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penilaian itu didasarkan pada suatu kreteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan a. Faktor Internal 1. Pendidikan Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra yang dikutip Notoatmodjo (2003), pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan (Nursalam, 2003) pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. 2. Pekerjaan Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003), pekerjaan adalah kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
15
3. Umur Menurut Elisabeth BH dalam Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Hurlock (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam dalam berfikir dan bekerja. b. Faktor Eksternal 1. Faktor lingkungan Menurut Ann. Mariner dalam Nursalam (2003) lingkungan merupakan suatu kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok. 2. Sosial budaya Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi. 2.2.4 Kriteria tingkat pengetahuan Menurut Arikunto (2006) pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu : a. Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%. b. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya ≤ 75%.