BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Imunisasi hepatitis adalah vaksin yang pertama kali diberikan setelah bayi lahir, yaitu dalam dua belas jam pertama kelahirannya. Vaksin ini bertujuan mencegah hepatitis B yang berpotensi menyebabkan sirosis ( pengerasan) hati dan kanker hati dengan angka kematian tinggi dikemudian hari. Vaksin hepatitis B dibuat dengan teknologi DNA rekombinan(vaksin mati) dan diberikan pada bayi baru lahir, dan diulang pada anak usia 1 bulan dan 6 bulan. Kementrian kesehatan menganjurkan ulangan diberikan pada usia 2,3 dan 4 bulan bersama dengan imunisasi DPT (dalam bentuk vaksin kombinasi DPT_Hepatitis B). Imunisasi DPT
adalah kombinasi (kombo) yang terdiri atas toksin bakteri
penyebab difteri dan tetanus (vaksin mati ), serta komponen kuman pertusis (vaksin mati). Sesuai namanya, maka vaksin DPT dapat mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusis dan tetanus. Vaksin DPT diberikan pada usia 2, 4 dan 6 bulan, serta diulang saat berusia 18 bulan dan 5 tahun. Reaksi akibat imunisasi DPT dapat berupa demam ringan selama 1-2 har, nyeri, kemerahan dan pembengkakan lokal di tempat suntikan. ( Arifianto, 2012) Menurut Departemen Kesehatan (2005) dalam pengertian resminya, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi adalah semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa satu bulan setelah imunisasi, yang diduga ada hubungannya dengan pemberian imunisasi. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO membagi KIPI ke dalam 3 Kategori : Program related atau hal-hal berkaitan dengan kegiatan imunisasi, misalnya timbul bengkak bahkan abses padabekas suntikan vaksin. Reacted related to properties of vaccines atau reaksi terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh vaksin yang bersangkutan. Misalnya saja, reaksi terhadap bahan campuran vaksin. Reaksi ini biasanya berupa pembengkakan, kemerahan, demam. Coincidental atau kombinasi. Konsidensi adalah dua kejadian secara bersama tanpa adanya hubungan atau sama lain.
1
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Puskesmas Ciptomulyo pada tanggal 27 mei 2015 kepada 5 responden didapatkan hasil yaitu upaya ibu dalam menangani demam pada anak pasca imunisasi DPT/HB Combo menunjukkan bahwa 3 orang ibu berperilaku positif yaitu ibu memberikan perawatan pada anak mengalami demam dan 2 orang ibu berperilaku negative yaitu tidak memberikan perawatan khusus ketika anak mengalami demam pasca imunisasi DPT/HB Combo. (Rekam Medik Puskesmas Ciptomulyo, 2015) Anak balita yang mengalami demam biasanya dapat dikenali dari perubahan sifat dan perilaku yang berbeda dari biasanya. Dan dengan sentuhan pada kening , pipi, leher atau badan, biasanya orang tua dapat merasa suhu badan yang lebih daripada biasanya. Untuk ibu dalam menurunkan dan mengontrol pada demam pasca imunisasi dapat dilakukan dengan cara pertama mengompres , kompres bisa menggunakan air hangat maupun dingin, es batu yang dibungkus plastic lalu dibungkus lagi dengan kain. Alat kompres tersebut diletakkan pada bagian pembuluh darah besar seperti lipatan paha di dekat selangkangan, ketiak dan leher. Banyak juga orang tua yang mengompres pada kening. Kedua, memberikan minum lebih banyak daripada biasanya. Demam biasanya diikuti pula dengan terjadinya penguapan cairan dari dalam tubuh dan untuk mengganti cairan yang hilang. Ketiga, istirahat yang cukup dan tidak melakukan banyak aktifitas yang mempercepat penurunan demam dan meningkatkan kebugaran balita. Keempat, menjaga kesegaran di kamarnya, agar kondisi kamar tidak panas karena dapat mengakibatkan demamnya semakin tinggi. Kelima pemberian obat penurun panas atau parasetamolakan bereaksi didalam tubuh dengan cara meningkatkan reaksi hipotalamus sebagai pusat panas yang berguna untuk mencegah kuman berkembangbiak. Berdasarkan penelitian penulis tertarik untuk meneliti tentang “upaya ibu dalam menangani demam pada anak setelah pemberian imunisasi DPT/HB combo di Puskesmas Ciptomulyo”
2