SKRIPSI FAKTOR MOTIFASI KELUARGA MEMPENGARUHI PENYEMBUHAN (PERAWATAN) TERHADAP PASIEN GANGGUAN JIWA DI WILAYAH PUSKESMAS TEGALDLIMO BANYUWANGI
Oleh : Wira Darma Kusuma
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA MITRA HUSADA KEDIRI 2017
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis multi dimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat pada sebagian besar masyarakat dunia termasuk Indonesia, krisis ekonomi, politik, sosial, budaya, agama, ras, kepercayaan dan sebagian tidak saja akan menjadikan masyarakat dengan potensi gangguan fisik berupa gangguan gizi, terserang berbagai penyakit infeksi dan sebagainya tetapi juga dengan potensi pnyakit psikis berupa stress berat, depresi, skizofreprenia dan sejumlah problem sosial dan spiritual lainya. Pada diri manusia terdapat tiga komponen besar sehingga disebut sebagai manusia yang utuh, yang berbeda dengan makhluk lainnya. Tiga komponen besar tersebut meliputi raga, nyawa dan jiwa yang merupakan sub bagian yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya (Nasir dan Muith, 2011). ”Kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas sektor pemerintah baik pemerintah tingkat pusat, tingkat daerah dan perhatian seluruh masyarakat. Kriteria umum gangguan jiwa meliputi ketidak puasan dengan karakteristik, kemampuan dan karakteristik diri, hubungan yang tidak efektif, koping yang tidak efektif, tidak terjadi pertumbuhan kepribadian, serta terdapat perilaku yang tidak diharapkan (Videback, 2008). Keluarga memiliki tugas dalam menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya dalam bentuk promosi kesehatan dan penurunan resiko. “Salah satu fungsi dasar keluarga adalah fungsi pelayanan kesehatan, yang bertujuan memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Ada tiga pencegahan penyakit yang dapat dilakukan oleh keluarga, pencegahan primer yang melibatkan promosi kesehatan, perlindungan kesehatan. Pencegahan sekunder terdiri dari deteksi dini dan menegakkan diagnosa, yang terakhir pencegahan tersier yaitu pemulihan dan rehabilitasi (Friedman, 2010). Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2014 di Indonesia diperkirakan sebanyak 274 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan jiwa. 2-3% dari jumlah penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa berat. Jika penduduk Indonesia berjumlah 120 juta orang maka berarti 120 ribu orang dengan gangguan jiwa. Menurut
Riskesdas
(Riset
Kesehatan
Dasar)
yang
dilakukan
KementerianKesehatan pada tahun 2014, prevalensi masalah kesehatan mental
emosional yakni depresi dan ansietas sebanyak 11,60% dari jumlah penduduk Indonesia. Kemudian prevalensi gangguan jiwa berat ada sekitar 0,46% dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 1.065.000 jiwa. Jadi apabiula dijumlahkan keseluruhan penderita gangguan jiwa di Indonesia sekitar 19 juta jiwa. Ini disebabkan oleh konflik 30 tahun dan tsunami adalah penyebab gangguan jiwa di Aceh. Pada gangguan jiwa yang mengalami depresi yang berkepanjangan maka akan berpotensi menjadi gangguan jiwa. Penelitian terkait yang pernah dilakukan oleh Salahudin (2009), tentang peran keluarga terhadap proses penyembuhan pasien gangguan jiwa di Jawa Timur dengan hasil “ Peran keluarga sangat penting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa. Penelitian melalui pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil tersebut maka diharapkan kepada keluarga lebih termotivasi dalam melakukan perawatan pasien di rumah dan akhirnya dapat memandirikan pasien, dan keluarga perlu mencari dan mengetahui informasiinformasi.” Menurut data Dinas Kesehatan Banyuwangi tahun 2016 jumlah penderita gangguan jiwa di wilayah Kabupaten Banyuwangi berjumlah 60.697 perempuan 27.587 dan laki-laki 33.110. Tahun 2017 jumlah penderita gangguan jiwa meningkat di Kabupaten Banyuwangi 74.135 perempuan 30.694 dan laki-laki 42.516. Tahun 2017 penderita gangguan jiwa meningkat menjadi 74.650 (Dinkes Banyuwangi, 2017) Sedangkan jumlah penderita gangguan jiwa tahun 2016 berjumlah 35 orang dan saat dilakukan sekrening di wilayah Puskesmas Tegaldlimo pada tahun 2017 berjumlah 42 Orang. Rata-rata keluarga penderita gangguan jiwa enggan memeriksa kan dengan rutin tiap bulan karena kurang rutinnya memeriksakan ke fasilitas kesehatan ganggu sehingga para penderita gangguan jiwa meresahkan masyarakat lingkungan sekitar . “Penderita gangguan jiwa sering meresahkan masyarakat di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo karena sering mengamuk, pada kasus ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian menurut data dari coordinator program jiwa dari 42 penderita gangguan jiwa, hanya 17 penderita yang keluarganya memeriksakan ke pelayanan kesehatan, selebihnya keluarga penderita gangguan jiwa merawat penderita gangguan jiwa sendiri dengan kemampuan yang minimal”
Peneliti juga melakukan studi pendahuluan melalui wawancara kepada 5 keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa, motivasi keluarga merawat timbul karena ingin melihat anggota keluarga mereka sehat kembali, sehingga dapat bersosialisasi dengan masyarakat disekitarnya.”Setelah peneliti bersama Koordinator program jiwa melakukan kunjungan rumah ke keluarga penderita gangguan jiwa dan melakukan penyuluhan tanpa di sadari motivasi keluarga timbul untuk memeriksakan keluarganya ke pelayanan kesehatan karena mengiginkan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa bisa sembuh seperti sediakala. Kriteria penelitian ini adalah gangguan jiwa berat seperti skizofrenia dan depresi” . Tetapi banyak juga masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat anggota keluarga gangguan jiwa seperti masih banyak masyarakat menganggap bahwa gangguan jiwa adalah penyakit keturunan dan tidak dapat disembuhkan lagi sehingga membuat keluarga menjadi terisolasi dari masyarakat lain. B. Rumusan Maalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, perumusan masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apa faktor-faktor yang dapat memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi? 2. Apa faktor-faktor dominan yang bisa berpengaruh dalam memotivasi keluaraga dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap penyembuhan pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi? C. Tujuan Umum Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga) sehingga dapat motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk penyembuhan pasien dengan gangguan jiwa di wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi. D. Tujuan Khusus Mengetahui dan mengidentifikasi faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spiritual dan dukungan keluarga) yang lebih dominan dalam
memotivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) untuk penyembuhan pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan dukungan (perawatan) terhadap pasien dengan gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengalaman yang nyata tentang bagaimana faktorfaktor tersebut contoh: umur, pendidikan, pengetahuan, spiritual, sosial ekonomi dan dukungan keluarga dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan dukungan kepada keluarga dalam penyembuhan (perawatan) terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo Banyuwangi. b. Bagi Peneliti Keperawatan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan sebagai bahan referensi untuk penelitian keperawatan yang akan datang dalam ruang lingkup yang sama. c. Bagi Pendidikan keperawatan Peneliti diharapakan dapat memotivasi calon perawat dalam meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang pentingnya dukungan keluarga yang seperti apa sehingga dapat mempengaruhi motivasi keluarga terhadap kesembuhan pada penderita gangguan jiwa. d. Bagi Keluarga Peneliti dapat memberikan informasi pada keluarga bahwa dukungan keluarga sangatlah penting untuk membantu pada penderita gangguan jiwa.
kesembuhan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. MOTIFASI 1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari bahasa inggris yaitu motivasion. Kata dasarnya adalah motive yang telah diadaptasi dalam bahasa melayu menjadi motif, yaitu maksut/tujuan. Kata motif sering kali diartikan dengan istilah dorongan. Motif merupakan suatu driving force yang mengarakkan manusia untuk bertingkah laku, dan di dalam perbuatan itu mempunyai tujuan tertentu. Menurut Stevenson (2001), motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat melakukan sesuatu sebagai respon. Suwarno (2000) mengungkapkan bahwa motivasi menunjuk pada suatu proses gerakan, termasuk situasiyang mendorong dan timbul dalam diri individu serta tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan atau akhir dari gerakan (Sunaryo, 2013). Motivasi adalah kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat kosistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan sesuatu kegiatan, baik bersumber dari dalam individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Dalam kontek studi psikologi, Abin Syamsudin Makkmun (2003), mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator diantaranya adalah : a. Durasi kegiatan. b. Frekuensi kegiatan. c. Persistensi pada kegiatan. d. Ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan. e. Pengorbanan untuk mencapai tujuan. f. Tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan. g. Tingkat kwalikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan.
h. Arah sikap terhadap sasaran kegiatan Menurut Purwanto (2004) Unsur - unsur motivasi meliputi: 1) Motivasi merupakan suatu tenaga dinamis manusia dan munculnya memerlukan rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar 2) Motivasi sering ditandai perilaku yang pernuh emosi 3) Motivasi merupakan reaksi pilihan dari beberapa alternative mencapai tujuan 4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam diri manusia (Nasir dan Muith, 2011). 2. Teori-teori tentang motivasi a. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan) Menurut Abraham H. Maslow teori motivasi pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima hierarki kebutuhan. 1) Kebutuhan fisiologis (physiological needs). Kebutuhan meliputi rasa lapar, haus, istirahat dan seksual. 2) Kebutuhan akan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti aktifitas fisik semata, tetapi juga mental, psikologi dan intelektual. 3) Kebutuhan akan kasih sayang (love need). 4) Kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai sombol-simbol status. 5) Aktualisasi diri (self actualization) dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga nerubah menjadi kempuan yang nyata (Nasir dan Muith, 2011). Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan mengolongkan sebagai kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia tersebut, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian, bukan sebagai hierarki. Dalam hubungan ini perlu ditekankan hal-hal berikut : 1) Saat kebutuhan yang satu terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi diwaktu yang akan datang.
2) Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu terutama kebutuhan fisik, dapat bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif pemuasan. 3) Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh”. Dalam arti tibanya suatu kondisi di mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu. b. Teori Mc’clelland (Teori Kebutuhan Prestasi) Teori ini dikenal sebagai teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau need for achievement (NAch). Kebutuhan akan prestasi tersebut menjadi pemacu untuk melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Biasanya kebutuhan ini besifat menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasikan objek-objek fisik, manusia, atau ideide. Tiga ciri umum orang berprestasi tinggi (highachievers) menurut Mc’clelland yaitu : 1) Sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat. 2) Menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, bukan karena faktor-faktor lain misalnya: kemujuran. 3) Menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dalam kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka berprestasi rendah. c. Teori Clyton Alderfer (teori ERG) Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG. Akronim ERG merupakan hurufhuruf pertama dari istilah, yaitu : E → existensi (kebutuan akan eksistensi), R → relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain). Dan G → growth (kebutuhan akan tumbuh kembang). Bila teori Alderfer disimak lebih lebih lanjut akan tampak sebagai berikut : 1) Makin tinggi terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya. 2) Kuatnya keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan. 3) Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar. d. Teori Herzberg (Teori dua faktor) Teori yang dikembangkan Herzberg dikenal dengan teori Model Dua Faktor dari motivasi, yaitu faktor motivasi dan faktor higiene atau pemeliharaan. Yang dimaksut
faktor motivasi dari teori ini adalah hal-hal yang mendorong seseorang untuk berprestasi yang bersifat intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang. Sedangkan yang dimaksut dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktorfaktor yang sifatnya ekstrinsik yang bersumber dari luar diri yang turut menentukan prilaku seseorang dalam kehidupan. Faktor motivasional ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain, sedangkan faktor-faktor higiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang dalam organisasi, hubungan seseorang individu dengan atasanya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapakan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku. e. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan) Dalam buku yang berjudul “work dan motivasion” mengetengahkan suatu teori yang disebutkan sebagai teori harapan. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakan akan mengarah kepada hasil yang diinginkan itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu dan tampaknya jalan terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkanya. f. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas di atas dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan sehingga sifatnya sangat subjektive. Padahal dalam kehidupan keorganisasian, didasari dan diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekuensi ekternal dari prilaku dan tindakannya. g. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi Menurut teori model ini motivasi seseorang individu sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik bersifat internal maupun ekternal. Yang termasuk faktor internal adala : a. Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri b. Harga diri c. Harapan pribadi
d. Kebutuhan e. Keinginan f. Kepuasan kerja g. Prestasi kerja yang diinginkan (Nasir dan Muith, 2011) Sedangkan faktor ekternal adalah : a. Jenis dan sifat pekerjaan. b. Kelompok kerja dimana seseorang bergabung. c. Organisasi tempat kerja. d. Situasi lingkungan pada umumnya. e. Sistem imbalan yang berlaku. 3. Jenis-Jenis Motivasi Motivasi sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan membangkitkan sehingga seseorang dapat berbuat sesuatu. Motivasi di golongkan tiga macam yaitu: a. Motivasi biologis atau motivasi biogenetis, yaitu motivasi yang berkembang dalam diri individu dan berasal dari kebutuhan individu untuk kelangsungan hidup individu sebagai mahluk biologis. b. Motivasi susiologis atau motivasi susiogenetis yaitu motivasi yang berasal dari lingkungan keluarga. c. Motivasi terologis yaitu motivasi yang mendorong manusia untuk berkomunikasi dengan sang pencipta. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut sigian (2004) ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang terdiri dari umur, pendidikan, pengalaman dan spiritual sedangkan faktor ekternal meliputi dukungan keluarga dan sosial ekonomi. 1) Faktor Internal a. Umur Umur adalah suatu waktu yang mengukur keberadaan suatu benda atau mahluk, baik yang hidup atau mati. Umur manusia dikatakan dua puluh tahun diukur sejak dia lahir sehingga waktu umur dihitung. Pembagian umur menurut World health organization (WHO) Yaitu: a) Muda: dimulai dari 0 tahun sampai 14 tahun.
b) Dewasa: dimulai pada umur 15 tahun sampai 49 tahun. c) Usia lanjut: dikatakan 50 tahun sampai kematian b. Pendidikan Pendidikan adalah proses perubahan sikap sesorang sehingga mau melakukan kearah yang lebih baik atau kelompak orang dalam usaha mendewasakan manusia upaya pengajaran dan pelatihan, sehingga orang atau kelompok tersebut mampu mencapai tujuan yang telah direncanakan. Pendidikan adalah suatu proses penerapan konsep-konsep sesuai dengan bidang, konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan dan perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik, lebih matang dari individu atau kelompok. c. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui sesorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan
seseorang, sehingga pengetahuan menusia diperoleh melalui mata dan telingga (Marianti, 2011). Sumber lain mengatakan pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. d. Spiritual Keyakinan dalam hubungan dengan yang maha kuasa dan maha pencipta. Ada bebrapa aspek dalam spiritualyaitu: a) Berhubungan dengan suatu yang tidak diketahui atau tidak pasti dalam kehidupan. b) Menentukan arti dalam tujuan hidup. c) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri. d) Mempunyai perasaan keterkaitan dengan diri sendiri dengan yang Maha Esa. e. Faktor ekternal a) Dukungan keluarga Dukungan keluarga dapat menjadi sumber dukungan emosional, instrumental dan informasi dalam memberdayakan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita sakit. b) Sosial ekonomi
Masalah sosial ekonomi sangat erat dengan status kesehatan karena sangat mempengaruhi kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar keluarga. Keadaan sosial ekonomi keluarga pada umumnya mempengaruhi masalah kesehatan yang dihadapkan dengan ketidak mampuan dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. 5. Cara - cara meningkatkan motivasi yaitu : Adapun cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi, yaitu : a. Dengan teknik verbal. Berbicara untuk membangkitkan semangat, pendekatan, pribadi, diskusi dan sebagainya. b. Teknik tingkah laku (meniru, mencoba dan menerapkan). c. Teknik intensif denga cara mengambil kaidah yang ada. d. Supervisi (kepercayaan akan sesuatu yang logis, namun membawa keberuntungan). e. Citra atau image. Yaitu dengan imajinasi atau daya khayalan yang tinggi, maka individu akan termotivasi.
B. KONSEP KELUARGA a. Pengertian Keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial yang memiliki karakteristik tinggal bersama, terdapat kerja sama ekonomi, dan terjadi proses reproduksi. Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat. Sementara menurut
PP No.21 tahun 1994, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami-istri, atau suami, istri, dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu menurut World Health Organization (WHO)
keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui
pertalian darah, adopsi, atau perkawinan. Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak dan menjadi keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak yang belum dewasa.
b. Struktur Keluarga Struktur keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga dimasyarakat. Ada beberapa struktur keluarga yang ada di Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam antar lain: 1) Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ayah. 2) Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur ibu. 3) Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu. 4) Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ayah. 5) Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga, dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri. Dari segi keberadaan anggota keluarga, maka keluarga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended family). Keluarga inti adalah keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu: ayah-suami, istri-ibu, dan anak-sibling. Sedangkan keluarga batih adalah keluarga yang didalamnya menyertakan posisi lain selain ketiga posisi di atas. Bentuk pertama dari keluarga batih adalah yang banyak ditemui di masyarakat adalah keluarga bercabang (stem family). Keluarga bercabang terjadi apabila seorang anak, dan hanya seorang, yang sudah menikah masih tinggal dalam rumah orang tuanya. Bentuk kedua dari keluarga batih adalah adalah keluarga berumpun (lineal family). Bentuk ini terjadi manakala lebih dari satu anak yang sudah menikah tetap tinggal bersama kedua orang tuanya. Bentuk ketiga dari keluarga batih adalah keluarga beranting (fully extended). Bentuk ini terjadi manakala di dalam suatu keluarga terdapat generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama. c. Fungsi Keluarga Friedman mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, yaitu: 1) Fungsi afektif adalah fungsi mempertahankan kepribadian dengan memfasilitasi kepribadian orang dewasa, memenuhi kebutuhan psikologis antara keluarga, peran keluarga dilaksanakan dengan baik dengan penuh kasih sayang.
2) Fungsi sosial adalah memfasilitasi sosialisasi primer anggota keluarga yang bertujuan untuk menjadikan anggota keluarga yang produktif dan memberikan status pada anggota keluarga, keluarga tempat melaksanakan sosialisasi dan interaksi dengan anggotanya. 3)
Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan hidup keluarga dan menambah sumber daya manusia. 4) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan mengembangkan untuk meningkatkan penghasilan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya. 5) Fungsi perawatan kesehatan adalah mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar memiliki produktivitas yang tinggi, fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. d. Tugas Keluarga Pada dasarnya tugas keluarga ada tujuh tugas pokok antara lain : 1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya 2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga 3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masingmasing; 4) Sosialisasi antar anggota keluarga; 5) Pengaturan jumlah anggota keluarga; 6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga; 7) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya e. Ciri-Ciri Keluarga 1) Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton yaitu : a) Keluarga merupakan hubungan perkawinan b) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara c) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (nomen clatur) termasuk perhitungan garis keturunan d) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak e) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
2) Ciri Keluarga Indonesia yaitu : a) Mempunyai ikatan yang sangat erat dengan dilandasi gotong royong b) Dijiwai oleh nilai kebudayaan ketimuran c) Umumnya dipimpin oleh suami meskipun proses pemutusan dilakukan secara musyawarah d) Berbentuk monogram e) Bertanggung jawab f) Mempunyai semangat gotong royong. f. Tipe Keluarga Dalam sosiologi keluarga berbagai bentuk keluarga digolongkan sebagai tipe keluarga tradisional dan non tradisional atau bentuk normatif atau non normatif. Sussman dan Macklin menjelaskan tipe-tipe keluarga sebagai berikut : 1) Keluarga tradisional yaitu : a) Keluarga inti,yaitu terdiri dari suami, istri dan anak. Biasanya keluarga yang melakukan perkawinan pertama atau keluarga dengan orangtua campuran atau orangtua tiri b) Pasangan istri, terdiri dari suami istri saja tanpa anak, atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka. Biasanya keluarga dengan karier tunggal atau karier keduanya c) Keluarga dengan orangtua tunggal, biasanya sebagai konsekuensi dari penceraian d) Bujangan dewasa sendirian e) Keluarga besar, terdiri keluarga inti dan orang-orang yang berhubungan f) Pasangan lanjut usia, keluarga inti dimana suami istri sudah tua anak-anaknya sudah berpisah. 2) Keluarga non tradisional yaitu : a) Keluarga dengan orangtua beranak tanpa menikah, biasanya ibu dan anak b) Pasangan yang memilki anak tapi tidak menikah, didasarkan pada hukum tertentu c) Pasangan kumpul kebo, kumpul bersama tanpa menikah d) Keluarga gay atau lesbian, orang-orang berjenis kelamin yang sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah e) Keluarga komuni, keluarga yang terdiri dari lebih dari satu pasangan monogami dengan anak-anak secara bersama menggunakan fasilitas, sumber yang sama.
g. Terapi Keluarga 1) Konsep Terapi Keluarga Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) klien. Umumnya keluarga meminta bantuan tenaga kesehatan jika mereka tidak sanggup lagi merawatnya. Oleh karena itu asuhan keperawatan yang berfokus pada keluarga bukan hanya memulihkan keadaan klien tetapi bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga tersebut.
Perawat membantu keluarga agar
mampu melakukan lima tugas kesehatan berikut ini : a) Mengenal masalah kesehatan. b) Membuat keputusan tindakan kesehatan. c) Memberi perawatan pada anggota yang sehat. d) Menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, e) Menggunakan sumber yang ada dalam masyarakat. 2) Tujuan Terapi Keluarga Pentingnya perawatan di lingkungan keluarga dapat dipandang dari berbagai segi yaitu : keluarga merupakan suatu konteks dimana individu memulai hubungan interpersonal. Keluarga dapat mempengaruhi nilai, kepercayaan, sikap dan perilaku klien. Disamping itu, keluarga mempunyai fungsi dasar seperti memberi kasih sayang, rasa aman, rasa memiliki dan menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem maka gangguan jiwa pada satu anggota keluarga akan mengganggu semua sistem atau keadaan keluarga. Hal ini merupakan salah faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa pada anggota keluarga. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan betapa pentingnya peran keluarga pada peristiwa terjadinya gangguan jiwa dan proses penyesuaian kembali setelah program perawatan. Oleh karena itu keterlibatan keluarga dalam perawatan sangat menguntungkan proses pemulihan klien. 3) Peran Keluarga Dalam Terapi a) Membuat suatu keadaan di mana anggota keluarga dapat melihat bahaya terhadap klien dan aktivitasnya. b) Tidak merasa takut dan mampu bersikap terbuka. c) Membantu anggota bagaimana memandang orang lain.
d) Bertanya dan memberikan informasi tak terbelit, memudahkan dalam memberi dan menerima informasi yang memudahkan bagi anggota keluarga untuk melakukannya. e) Membangun self esteem. f)
Menurunkan ancaman dengan latar belakang aturan untuk interaksi.
g) Menurunkan ancaman dengan struktur pembahasan yang sistematis. h) Pendidikan ulang anggota keluarga untuk bertanggung jawab.
4) Tujuan Instruksional Pendidikan Kesehatan Tujuan instruksional umum pendidikan kesehatan jiwa kepada keluarga adalah keluarga mampu meningkatkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi individu dan seluruh anggota keluarga. Sedangkan tujuan khususnya setah menerima pendidikan kesehatan 10 kali pertemuan masing-masing selama 60 menit keluarga akan mampu : a) Menjelaskan pengertian kesehatan jiwa b) Menjelaskan pengertiann gangguan jiwa c) Menjelaskan pengertian masalah psikososial d) Menguraikan ciri-ciri orang yang sehat jiwa e) Menguraikan penyebab gangguan jiwa f)
Menguraikan ciri-ciri gangguan jiwa
g) Menyadari fungsi dan tugas keluarga h) Menyadari fungsi keluarga dalam upaya mencegah gangguan jiwa i)
Melakukan upaya perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa
j)
Melakukan perawatan anggota keluarga dengan gangguan jiwa di rumah sakit.
4. Konsep Gangguan Jiwa a. Definisi Gangguan Jiwa Istilah yang digunakan dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) adalah Gangguan Jiwa atau Gangguan Mental (mental disease/mental illness). Konsep Gangguan Jiwa dari Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ II) yang merujuk ke DSM-III adalah sindrom atau pola prilaku, atau psikologik seseorang , yang secara klinik cukup bermakna, dan yang seara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment/disability) di dalam satu
atau lebih fungsi yang penting dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam segi prilaku, psikologik, atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak di dalam hubungan antara orang itu dengan masyarakat. Gangguan jiwa adalah perubahan perilaku yang terjadi tanpa alasan yang masuk akal, berlebihan, berlangsung lama, dan menyebabkan kendala terhadap individu tersebut atau orang lain. Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari bentuk penyimpangan prilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam tingkah laku. Hal ini terjadi karena karena menurunnya semua fungsi kejiwaan. Dengan demikian, gangguan jiwa dapat didefinisikan sebagai berikut: 1) Keadaan adanya gangguan pada fungsi kejiwaan. Fungsi kejiwaan meliputi: proses berpikir, emosi, kemauan, dan prilaku psikomotorik, termasuk bicara. 2) Adanya kelompok gejala atau prilaku yang ditemukan secara klinis yang disertai adanya penderitaan distres pada kebanyaan kasus dan berkaitan dengan terganggunya fungsi seseorang Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III). Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, pikiran, prilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri, dan persepsi sehingga mengganggu dalam proses hidup di masyarakat. Menurut Videbeck dalam Buku Ajar Keperawatan Jiwa mengatakan bahwa kriteria umum gangguan jiwa meliputi beberapa hal berikut ini : a) Ketidakpuasan dengan karakteristik, kemampuan, dan prestasi diri b) Hubungan yang tidak efektif atau tidak memuaskan c) Tidak puas hidup di dunia d) Koping yang tidak efektif terhadap peristiwa e) Tidak terjadi pertumbuhan kepribadian f) Terdapat prilaku yang tidak diharapkan. b. Faktor Penyebab Gangguan Jiwa Menurut Aris Sudiyanto (Guru Besar Ilmu Kedokteran Jiwa [psikiatri] Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret [UNS] Solo), ada tiga golongan penyebab gangguan jiwa, yaitu :
1) Gangguan fisik, biologis, atau organik. Penyebabnya antara lain berasal dari : faktor keturunan, kelainan pada otak, penyakit infeksi (tifus, malaria, hepatitis, dan lain-lain), kecanduan obat dan alkohol, dan lain-lain. 2) Gangguan mental, emosional atau kejiwaan. Penyebabnya karena salah dalam pola pengasuhan (Pattern of parenting), hubungan yang patologis di antara anggota keluarga disebabkan frustasi, konflik, dan tekanan krisis. 3) Gangguan sosial atau lingkungan. Penyebabnya dapat berupa stressor psikososial (perkawinan, problem orang tua, hubungan antar personal dalam pekerjaan atau sekolah, di lingkungan hidup, dalam masalah keuangan, hukum, perkembangan diri, faktor keluarga, penyakit fisik, dan lain-lain). c. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa 1) Gangguan Kognitif Kognitif adalah suatu proses mental di mana seorang individu menyadari dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya, baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar (fungsi mengenal). Proses kognitif meliputi hal-hal sebagai berikut: Sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan, sosiasi, pertimbangan, pikiran dan kesadaran. 2) Gangguan Perhatian Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi, menilai dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu rangsangan. 3) Gangguan Ingatan Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk mencatat, menyimpan, memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadaran. 4) Gangguan Asosiasi Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan, kesan, atau gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan atau gambaran ingatan respons atau konsep lain yang sebelumnya berkaitan dengannya. 5) Gangguan Pertimbangan Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk membandingkan atau menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan tujuan dari suatu aktivitas. 6) Gangguan Pikiran
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai bagian dari pengetahuan seseorang. 7) Gangguan Kesadaran Kesadaran adalah suatu kemampuan seseorang untuk mengadakan hubungan dengan lingkungan, serta dirinya melalui panca indra dan mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri. 8) Gangguan Kemauan Kemauan adalah suatu proses di mana keinginan-keinginan dipertimbangkan yang kemudian diputuskan untuk dilaksanakan sampai mencapai tujuan. 9) Gangguan Emosi dan Afek Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada aktivitas tubuh serta menghasilkan sensasi organik dan kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran, biasa berlangsumg lama dan jarang disertai komponen fisiologis. 10) Gangguan Psikomotor Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa. a. Ciri-Ciri Gangguan Jiwa Ciri-cirinya meliputi : 1) Perubahan yang berulang dalam pikiran, daya ingat, persepsi, dan daya tilikan yang bermanifestasi sebagai kelainan bicara dan perilaku. 2) Perubahan ini menyebabkan tekanan batin dan penderitaan pada individu dan orang lain di lingkungannya. 3) Perubahan perilaku akibat dari penderitaaan ini menyebabkan gangguan kegiatan dalam sehari-hari, efisiensi kerja dan hubungan dengan orang lain (hendaknya dalam bidang sosial dan pekerjaan). b. Klasifikasi Gangguan Jiwa Klasifikasi Gangguan Jiwa menurut PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia) adalah sebagai berikut : 1) Gangguan Mental Organik dan Simtomatik Gangguan mental organik adalah gangguan mental yang berkaitan dengan penyakit/gangguan sistemik atau otak yang dapat didiagnosis sendiri. Gambaran utama :
a) Gangguan fungsi kognitif, misalnya : daya ingat (memory), daya pikir (intellect), daya belajar (learning). b) Gangguan sensorium, misalnya : gangguan kesadaran (consciousness) dan perhatian (attention). c) Syndrom dengan maniestasi yang menonjol dalam bidang : persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi), suasana perasaan dan emosi (depresi, gembira, dan cemas). Ciri khas : etiologi organik/fisik jelas, primer/sekunder. 2) Skizofrenia, Gangguan Skizotipal, dan Gangguan Waham Suatu deskripsi syndrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik darin pikiran dan persepsi serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) or tumpul (blunded). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian. Gejalanya : a) Throught echo yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan walaupun isinya sama namun kualitasnya berbeda. b) Throught insertation or withdrawal yaitu isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertation) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal). c) Throught broadcasting yaitu isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya. Ciri Khas : gejala psikotik, etiologi organik tidak jelas. 3) Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Perubahan suasana perasaan (mood) atau afek biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa ansietas yang menyertainya) atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan ini biasanya disertai dengan suatu perubahan pada keseluruhan tingkat aktifitas dan kebanyakan gejala lainnya adalah sekunder terhadap perubahan itu atau mudah dipahami hubungannya dengan perubahan tersebut.
Gangguan afektif dibedakan menurut : a) Episode tunggal atau multiple. b) Tingkat keparahan gejala yaitu : mania dengan gejala psikotik, mania tanpa gejala psikotik (hipopamia), depresi ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik dan berat dengan gejala psikotik. c) Dengan atau tanpa gejala somatik. Ciri Khas : gejala gangguan afek (psikotik dan non psikotik). 4) Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform, dan Gangguan Terkait Stress Ciri Khas : gejala non psikotik, etiologi non psikotik. 5) Syndrom Perilaku yang Berhubungan Dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik Ciri Khas : gejala disfungsi fisiologis, etiologi non organik. 6) Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa Beberapa dari kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup sedangkan yang lainnya didapat (aqcuiried) pada masa kehidupan selanjutnya. Gangguan Kepribadian Khas adalah suatu gangguan berat dalam konstitusi karakteriologis dan kecenderungan perilaku dari seseorang biasanya meliputi beberapa bidang dari kepribadian dan hampir selalu berhubungan dengan kesulitan pribadi dan sosial. Ciri Khas : gejala prilaku, etiologi non organik. 7) Retardasi Mental Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik. Ciri Khas : gejala perkembangan IQ, onset masa kanak-kanak. 8) Gangguan Perkembangan Psikologis Ciri Khas : gejala perkembangan khusus, onset masa kanak-kanak. 9) Gangguan Perilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja
Ciri Khas : gejala perilaku/emosonal, onset masa kanak-kanak. c. Kesehatan Jiwa Kesehatan jiwa menurut ilmu kedokteran saat ini adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan orang lain. Seseorang dikatakan sehat jiwa apabila mampu mengendalikan diri dalam menghadapi stressor di lingkungan sekitar dengan selalu berfikir positif dalam keselarasan tanpa adanya tekanan fisik dan psikologis, baik secara internal maupun eksternal yang mengarah pada kestabilan emosioal. Dengan kondisi tersebut seseorang mampu menyesuaikan diri dengan dirinya, orang lain, masyarakat dan lingkungannya. Ciri-ciri Orang yang Sehat Jiwa : 1) Bebas dari gangguan jiwa 2) Tahan terhadap stress 3) Mampu beradaptasi dengan orang lain secara harmonis 4) Hidup produktif 5) Terapi Pada Gangguan Jiwa. d. Penanganan Gangguan Jiwa Sesuai dengan Pasal 144 Undang Undang no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, penanganan gangguan jiwa harus dilakukan dengan standar pelayanan kesehatan paripurna yang meliputi: 1) Promotif Promosi kesehatan adalah filosofi umum yang ide utamanya bahwa kesehatan atau kesejahteraan
adalah
pencapaian
personal
dan
kolektif
Alberry
&Munafo
mendefinisikan promosi kesehatan sebagai segala intervensi, berbasis lingkungan dan berbasis behavioral, yang berusaha menunjukkan dan memungkinkan perubahanperubahan pada status kesehatan individu dan populasi. Aspek ini dilakukan dengan melakukan sosialisasi perilaku sehat. Menurut Taylor perilaku sehat adalah perilaku yang dilakukan untuk meningkatkan atau menjaga kesehatannya. Perilaku sehat yang senantiasa dilakukan akan menjadi kebiasaan sehat. Promosi kesehatan jiwa dilakukan untuk mengembangkan kebiasaan positif dalam menjaga kesejahteraan jiwa seseorang. Karena perilaku ini harus menjadi kebiasaan, maka promosinya dilakukan dari bentuk yang paling kecil dan paling sederhana sehingga mudah dilaksanakan sehari-hari. Oleh
karena itu, pembentukan perilaku sehat jiwa tidak terlepas dari lingkungan hidup individu, misalnya keluarga, sekolah, kantor, dan ruang publik. Pemerintah sebagai penanggung jawab kesejahteraan masyarakat memiliki tugas untuk mengembangkan peraturan yang berperspektif kesehatan jiwa. 2) Preventif Aspek preventif dalam penanganan kesehatan jiwa dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko gangguan kejiwaan berkembang. Dalam hal menekan permasalahan kejiwaan agar tidak meluas menjadi gangguan kejiwaan yang berat, maka mutlak dilakukan intervensi. Untuk aspek ini, psikolog berperan besar karena dapat melakukan intervensi di rumah tangga, sekolah, kantor dan lingkungan sosial lain tanpa menjadikan Orang Dengan Gangguan Jiwa takut dilabeli memiliki masalah kejiwaan. 3) Kuratif Aspek kuratif dalam penanganan kesehatan jiwa lebih banyak menekankan pada intervensi medis. Oleh karena itu dokter spesialis kedokteran jiwa dan perawat kejiwaan merupakan tenaga profesional yang paling dibutuhkan untuk menyediakan pelayanan kuratif. Selain itu, dibutuhkan pula sarana pelayanan kesehatan jiwa yang memadai di rumah sakit maupun puskesmas. 4) Rehabilitatif Proses rehabilitasi pada penanganan kesehatan jiwa berbeda dengan rehabilitasi kesehatan umumnya. Dalam tahapan ini aspek rehabilitatif bertujuan untuk mengembalikan fungsi personal dan sosial. Seiring dengan perbaikan fungsi tersebut, pasien masih tetap menjalankan prosedur kuratif yang berfungsi untuk mengontrol pemicu gangguan kejiwaan. Artinya, aspek rehabilitatif dan kuratif tidak dapat dipisahkan dalam perbaikan kualitas hidup Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) C Kerangka konsep penelitian Kerangrangka konseptualdisentesis,diabtraksi dan diekstrapolasi dari berbagai teori dan pemikiran
ilmiah,yang
mencerminkan
paradikma
sekaligus
tuntunan
untuk
memecahkan masalah penelitian dan merumuskan hipotesis.Kerangka konseptual penelitian dapat berbentuk bagan, model matematik atau persamaan fungsional,yang dilengkapi dengan uraian kualitatif.Kerangka konsep bisa memuat garis besar dari patofisiologi sesuai dengan variabel penelitian yang terdiri dari input-proses-output.
Sebagai upaya untuk mempertajam penelitian,variabel penelitian yang diharapkan untuk dimunculkan oleh peneliti dalam penelitian meliputi: 1. Variabel bebas ( Independent ) yaitu variabel yang mempengarui atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terkait. 2. Variabel terkait ( Dependent ) yaitu variabel yang dipengarui atau menjadi akibat karna adanya fariabel bebas. 3. Variabel perancu ( Confounding ) yaitu variabel yang berhubungan dengan variabel bebas maupun variabel terkait,tetapi bukan variabel antara.Variabel perancu ini ditampilkan dalam kerangka konsep tetapi tidak menjadi konsentrasi peneliti ( variabel perancu tidak perlu diteliti maupun dikendalikan ) 4. Variabel Antisiden, yaitu variabel yang mempengaruhi masing-masing variabel penelitian (veriabel bebas dan terkait )
D Hipotesis Penelitian Hipotesis memuat pernyataan singkat yang disimpulkan dari landasan teori atau tinjauan pustaka yang merupakan jawaban sementara terhadap masalah yang dihadapi,dan masih harus dibuktikan kebenaranya,Hipotesis yang dituliskan pada bagian ini adalah hipotesis penelitianya saja.
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1.
Desain Penelitian Desain penelitian adalah penggambaran secara jelas tentang seberapa besar dapat
mempengaruhi antar variable, pengumpulan data dan analisa data sehingga dengan adanya desain yang baik peneliti maupun orang lain yang berkepentingan mempunyai gambaran tentang bagaimana keterkaitan antara variable yang ada dalam konteks penelitian dan apa yang hendak dilakukan oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian (Sukardi, 2009). Desain penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian desktiptif analitik dengan rancangan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subyek penelitian hanya di observasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subyek penelitian diamati pada waktu yang sama (Notoatmojo, 2012). 3.2.
Populasi, Sampel dan Sampling
3.2.1 Populasi Populasi adalah keseluruhan subyek (misalnya: manusia sebagai klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapakan (Nursalam, 2014).Populasi dari penelitian ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah Puskesmas Tegaldlimo. Jumlah populasi 42 orang. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Notoatmojo, 2012). Sampel dari penelitian ini adalah keluarga pasien gangguan jiwa yang ada di wilayah Puskesmas Tegaldlimo. Jumlah sempel 42 orang 3.2.3 Sampling Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2014). populasi yang ada. Teknik sampling yang digunakan adalah
total Sampling yaitu cara pengambilan sampel untuk tujuan tertentu. Sehingga jumlah sampel akan mewakili keseluruhan 3.3.
Variabel Penelitian Variabel penelitian atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu
(benda, manusia dan lain-lain) (Soeprapto, putra dan haryanto, 2000) 1) Variabel Independen (variable bebas) Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable dependen. Variable independen penelitian ini adalah faktor-faktor (umur, pendidikan, pengetahuan, sosial ekonomi, spritual dan dukungan keluaraga) yang dapat mempengaruhi motivasi keluarga dalam memberikan dukungan penyembuhan (perawatan) terhadap pasien gangguan jiwa di Wilayah Puskesmas Tegaldlimo. 2) Variabel Dependen (variable terikat) Variabel dependen adalah variable yang dipengaruhi nilainya ditentukan oleh variable lain. Variabel dependen penelitian ini adalah motivasi keluarga. 3.3.
Definisi Operasional
Variabel Independen Variabele Umur
Definisi Operasional Alat Ukur Umur yang telah Kuesioner dilalui keluarga WHO
Skala Ukur Ordinal
Pendidikan
Suatu jenjang Kuisioner pendidikan akhir yang diperoleh lansia dalam pendidikan formal
Ordinal
Tingkat pengetahuan
Hal-hal yang Kuesioner diketahui atau informasi yang dimiliki oleh keluarga Keyakinan dalam Kuesioner hubungan dengan yang maha kuasa yang diyakini oleh keluarga Dukungan keluarga Kuesioner baik dalam bentuk
Ordinal
Spiritual
Dukungan keluarga
Skor Dewasa: 15 s/d 49 th Lanjut usia :> 50 Skor: 1. Tidak sekolah =0 2. SD =1 3. SMP =2 4. SMA = 3 5. PT = 4 Baik >60,70% dan Kurang < 39,28%
Ordinal
Baik jika >60,71% dan Kurang <39,28%
Ordinal
Baik >60,71 dan kurang <
Sosial ekonomi
informasi intrumental, emosional, dan penilaian yang diberikan keluarga Status ekonomi dan Kuesioner tingkat penghasilan
Dependen variable motivasi keluarga
Definisi oprasional Kuesioner dorongan rangsangan yang berasal dari keluarga
3.4.
39,28%
Ordinal
Ordinal
Tinggi > Rp.1.200.000 dan Kurang Rp < 1.200.000 Baik: 60,71% dan Kurang: 39,29%
Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini akan dilakukan di wilayah Puskesmas Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi.. 3.5.
Waktu Penelitian
Waktu pengambilan data pada penelitian ini dilaksanakan pada tanggal Januari– Februari 2018 3.6.
Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini instrument yang digunakan adalah lembar kuesioner yang di dalamnya tertulis data-data responden: nama (inisial), no responden, tanggal pengambagian ke responden, umur, pendidikan, pengahasilan, pengetahuan, spiritual, sosial ekonomi, dukungan keluarga dan motivasi.. 3.7.
Prosedur Pengumpulan Data
1) Peneliti mengumpulkan responden. 2) Peneliti mengobservasi langsung terhadap keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan gangguan jiwa dengan memberikan kuisioner. 3) Peneliti memberikan motivasi keluarga yang anggota keluarganya mengalami gangguan jiwa untuk berobat secara teratur. 4) Peneliti mencatat hasil kuisioner di lembar kuisioner. 3.8.
Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengelolaan data
1) Editing Editing adalah memastikan bahwa data yang diperoleh sudah lengkap terisi semua dan dapat terbaca dengan baik. Peneliti mengoreksi data yang diperoleh meliputi kebenaran pengisian, kelengkapan hasil observasi atau penghitungan pada lembar pengumpulan data. 2) Scoring Sroring adalah memberikan nilai terhadap item pertanyaan. Untuk mengetahui upaya penjagaan keamanan diri sendiri terhadap kejadian jatuh pada lansia diukur dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan. Penilaian pertanyaan bila selalu dilakukan diberi skor 4, bila sering dilakukan diberi skor 3, bila jarang dilakukan diberi skor 2 dan bila tidak pernah dilakukan diberi skor 1, sehingga diperoleh jumlah skornya. 3) Coding Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk tulisan menjadi angka/bilangan. Peneliti melakukan pengkodean pada data jenis kelamin, angka 0 untuk perempuan dan 1 untuk laki-laki. 4) Processing Peneliti memproses data dengan cara memasukkan data dari hasil pengkodean dengan bantuan perangkat lunak/komputer menggunakan program SPSS 15. 5) Cleaning Peneliti memeriksa kembali data yang telah dimasukkan untuk memastikan semua prosedur pengumpulan data dilakukan dengan baik dan benar. 2. Analisa data Semua
data
yang
terkumpul
selanjutnya
dilakukan
penganalisaan
dengan
mentabulasikan data. Data dalam penelitian ini adalah berskala ordinal maka, teknik deskriptif analitik yang digunakan untuk mengetahui diterima atau ditolaknya hipotesis dari penelitian ini adalah uji SPSS (Statistical Product and Service Solution) yaitu untuk membandingkan atau membedakan dua variabel serta untuk menguji hasil analisis. Dalam hal ini untuk uji dibantu dengan SPSS 19.0. menggunakan uji statistik c-square test. 3.9.
Etika Penelitian
1) Lembar Persetujuan Menjadi Responden/informed consent
Setelah mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan responden mempunyai hak untuk bebas berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Dijelaskan juga bahwa data yang diperoleh akan dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Responden yang bersedia menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. 2) Tanpa Nama/Anonimity Selama penelitian nama responden tidak digunakan, tetapi menggunakan nomor responden atau inisial nama responden. 3) Kerahasiaan/Confidentiality Responden mempunyai hak untuk meminta data yang diberikan harus dirahasiakan. Informasi yang diperoleh hanya untuk kepentingan penelitian. 4) Beneficience and Justice Penelitian dilakukan dengan memperhatikan prinsip berbuat baik dan keadilan, upaya-upaya yang dilakukan bisa bermanfaat secara maksimal dengan kerugian minimal, tidak merugikan dan dapat menjaga kesejahteraan responden (Supardi, Rustika, 2013).
DAFTAR PUSTAKA Laporan Bulanan, Program Kesehatan Jiwa, Puskesmas Tegaldlimo Bulan September 2017 Maramis, F. W. 2008, Catatan Ilmu kedokteran Jiwa edisi 2, Surabaya, Airlangga University press Muhith, A, 2010, Pengantar dan Teori Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta, Salemba Medika Muhlisin, A, 2012, Keperawatan Keluarga, Gosyen Publishing, Yogyakarta Nasir, A, 2011, Pengantar dan Teori Dasar – Dasar Keperawatan Jiwa, Jakarta, Salemba Medika Notoatmojo, S, 2010. “Metodelogi Penelitian Kesehatan”, Jakarta, Rineka Cipta Nursalam, 2008. “Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instumen Penelitian Keperawatan”, Jakarta, Salemba Medika; Padila, 2012, Buku Ajar: Keperawatan Keluarga, Nuha Medika, Yogyakarta Rahmat H, D, 2013, Ilmu Perilaku Manusia Cetakan Kedua, Jakarta, Trans Info Media Rekapitulasi Data Kesehatan Jiwa, Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi,
Tahun 2017 Rekapitulasi Laporan Kesehatan Jiwa, 2015, Puskesmas Kotakulon Kabupaten Banyuwangi Riskesdas, 2013, Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013, Balitbang, Departemen Kesehatan Republik Indonesia Salahudin, M, 2009, Peran Keluarga Terhadap Proses Penyembuhan Pasien Gangguan Jiwa, Skripsi, Universitas Islam Negeri Maulana malik Ibrahim, Malang
Taufik, 2007, Prinsip-prinsip Promusi Kesehatan Dalam Bidang Keperawatan, Jakarta Najati,2011, Spritual realisasinya dalam kehidupan, Jakarta
Videbeck, S.L, 2008, Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Jakarta, EGC Witri, Astuti V, 2011, Hubungan Antara Kestabilan Emosi Dengan Psychological Well Bieng Pada Pasangan Muda, Naskah Publikasi Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Surakarta www.dinkes.surabaya.go.id, Seminar Sehat Jiwaku Sehat Bangsaku, diakses pada bulan september 2017 Yosep, Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa, Refika Aditama, Bandung