Bab 1-3.docx

  • Uploaded by: Muhammad Ali Ridho Shahab
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab 1-3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,247
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN

Juling

(strabismus)

adalah

suatu

nama

yang

diberikan

untuk

ketidaksejajaran atau ketidakseimbangan bola mata yang biasanya persisten atau regular. Strabismus dapat menyebabkan sumbu penglihatan berpotongan di depan mata (esotropia) ataupun dibelakang mata (eksotropia).

Penderita strabismus

tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual yang berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan visual yang berat.(1,2) Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.3,4 Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati premature, dan Coats disease.4 Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah. Pengobatan non bedah hanya untuk memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila dengan pengobatan non bedah ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.5 Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, pencegahan dan prognosis dari esotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait esotropia dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang esotorpia.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi dan Fisiologi Pergerakan Bola Mata 2.1.1 Otot Ekstraokular Otot-otot ekstraokular berfungsi mempertahankan posisi binokular dan mempertahankan target visual pada fovea meskipun tubuh dan kepala dalam keadaan bergerak. Setiap struktur otot ekstraokular dan jaringan konektif yang berhubungan memiliki fungsi yang unik dalam menunjang sistem okulomotor.2 Ada 7 otot ekstraokular pada mata: 4 otot rectus (lateral, medial, superior dan inferior), 2 otot obliqus dan otot levator palpebra superior. Kedudukan bola mata memandang lurus ke depan dan posisi kepala juga lurus disebut dengan posisi primer. Posisi sekunder maupun tersier merupakan modifikasi dari posisi primer. Posisi sekunder dengan kedudukan mata melihat lurus ke atas, bawah, kanan dan kiri. Posisi tersier dengan kedudukan mata melihat ke kanan atas, kanan bawah, kiri atas dan kiri bawah.3

Gambar 1. Otot-Otot Ekstraokular2 Otot-otot bergerak horizontal mengikuti garis z (aksis vertikal). Otot vertikal memiliki aksis yang menarik bola mata ke arah vertikal 2

sebagai aksi primer. Sudut yang terbentuk antara aksis otot-otot vertikal (superior dan inferior) menyebabkan torsi, yaitu rotasi terhadap meridian kornea vertikal. Aksi sekunder pada otot vertikal superior menyebabkan intorsi dan pada otot vertikal inferior menyebabkan ekstorsi. Adduksi adalah aksi tersier dari kedua otot vertikal. Pada otot oblique, torsi adalah aksi primernya. Rotasi vertikal adalah aksi sekunder dan rotasi horizontal adalah aksi tersiernya.3 Terdapat dua pergerakan bola mata, yaitu pergerakan monokular atau yang dikenal sebagai duksi dan pergerakan binokular yang dikenal sebagai versi. Duksi terdiri dari posisi primer, supraduksi, infraduksi, adduksi, abduksi, intorsi dan ekstorsi. Pergerakan bola mata ke suatu arah dapat terjadi akibat kontraksi otot tertentu dan relaksasi dari otot yang kerjanya berlawanan. Otot yang berkontraksi tersebut dikenal sebagai otot agonis, dan otot yang berelaksasi disebut otot antagonis. Selain agonis dan antagonis, dikenal juga otot sinergis, yaitu otot pada mata yang sama yang saling bekerja sama untuk menghasilkan suatu gerakan mata, sebagai contoh, otot oblik inferior dan otot rektus superior. Terdapat 9 bidang aksi otot-otot bola mata (termasuk posisi primer) sebagai konsekuensi dari kontraksi otot ekstraokuler yang dapat dilihat pada gambar berikut : 5

Gambar 2 Field of Action Otot ekstraokular5 Dalam pergerakan mata monokular atau duksi dikenal suatu hukum yang dinamakan hukum Sherrington. Hukum ini menyatakan bahwa saat

3

suatu otot agonis berkontraksi untuk menghasilkan suatu gerakan, maka otot antagonisnya yang berelaksasi secara otomatis. Hal ini disebabkan peningkatan inervasi otot agonis akan diimbangi penurunan inervasi otot antagonisnya.5 Misalnya elevasi dilakukan oleh otot rectus superior dan otot obliqus inferior. Kedua otot ini bekerja sinergistik. Otot yang sinergistik untuk suatu fungsi, mungkin antagonistik untuk fungsi yang lain, seperti pada otot rectus superior dan otot obliqus inferior sinergistik untuk elevasi, tetapi antagonistik untuk torsi, karena otot ectus superior menyebabkan intorsi sedang otot obliqus inferior melakukan ekstorsi.3 Selain penglihatan monokular atau duksi, dikenal juga penglihatan binokular. Penglihatan binokular dibagi menjadi 2, yaitu penglihatan binokular di mana kedua mata bergerak ke arah yang sama (versi) dan penglihatan binokular di mana kedua mata bergerak ke arah yang berlainan (vergen). Dalam versi terdapat suatu hukum yaitu hukum Herring, atau Hering’s law of motor correspondence. Hukum ini menyatakan di saat mata melakukan pergerakan binokular ke satu sisi atau versi, maka otot pada masing-masing mata yang berperan dalam melakukan gerakan itu akan mendapatkan inervasi yang sama. Kedua otot tersebut dinamakan “yoke muscle”.5 Misalnya otot rektus lateralis kanan dan rektus medialis kiri adalah pasangan searah untuk menatap ke kanan. Otot rektus inferior kanan dan otot oblikus superior kiri adalah pasangan searah untuk memandang ke bawah dan ke kanan.3

4

Tabel 1. Otot-otot Ekstraokular 2 Muscle

Origin

Anatomical

Direction

Action

Insertion

of Pull

Primary

from Innervation

Position Medial

Annulus of Zinn

Annulus of Zinn

Lower CN III

Abduction

CN VI

7.7 mm from 230

Elevation

Upper CN III

superior limbus

Intorsion

6.9 mm from 900 lateral limbus

rectus Superior

Adduction

limbus

rectus Lateral

5.5 mm from 900

Annulus of Zinn

rectus

Adduction Inferior

Annulus of Zinn

rectus

6.5 mm from 230

Depression

inferior limbus

Intorsion

Lower CN III

Adduction Superior

Orbit apex above Posterior

to 510

Intorsion

oblique

annulus of Zinn

in

Depresion

equator

superotemporal

CN IV

Abduction

qudrant Inferior

Behind lacrimal Macular area

oblique

fossa

510

Extorsion

Lower CN III

Elevation Abduction

Levator

Orbit apex above Septa

palpebra

annulus of Zinn

superior

of -

pretarsal

Eyelid

Upper CN III

elevation

orbicularis and anterior surface of tarsus

5

2.1.2

Persarafan pada Otot Ekstraokular

Gambar 3. Persarafan Otot Bola Mata

Otot- otot ini juga dipersarafi oleh tiga saraf kranialis yaitu N. Oculomotorius, N. Troclearis dan N. Abdusen. Ketiga saraf ini memiliki nukleus yang berada pada batang otak, bersama dengan jaras yang menghubungkan mereka dengan nukleus-nukleus lain (misal vestibularis) dan dengan pusat melihat (melihat horizontal di pons dan melihat vertikal di otak tengah). Tiap mata dapat bergerak secara abduksi (menjauh dari hidung), aduksi (mendekati hidung), melihat ke atas (elevasi), ke bawah (depresi), intorsi (memutarnya satu mata ke arah hidung) dan ekstorsi (memutarnya satu mata menjauhi hidung).3

2.1.3

Suplai Darah pada Otot Ekstraokular Suplai darah arteri cabang otot lateral meyuplai otot rektus lateral,

rektus superior, oblikus superior dan levator palpebra superior. Arteri cabang otot medial menyuplai otot rektus inferior, rektus medial dan oblikus inferior. Suplai darah vena berjalan secara paralel terhadap suplai darah arteri yaitu berjalan dari superior dan inferior vena orbital. Secara umum, 4 atau lebih vena vortex berada di posterior dari ekuator; ini

6

ditemukan di dekat garis nasal dan temporal otot rektus superior dan otot inferior.4

2.1.4

Penglihatan Binokular Penglihatan binokular tunggal adalah suatu refleks bersyarat yang

tidak terdapat sejak lahir tapi diperoleh selama 6 bulan pertama kehidupan dan telah sempurna setelah beberapa tahun. Penglihatan binokular memerlukan beberapa kondisi untuk mencapai perkembangan yang normal yaitu: 2 1. Mata yang lurus mulai dari periode neonatus dengan koordinasi yang tepat pada semua arah pandangan (mekanisme motoris) 2. Penglihatan yang jelas pada kedua mata sehingga bayangan yang serupa dipresentasikan ke tiap-tiap retina dari kedua mata (mekanisme sensoris) 3. Kemampuan dari korteks visual untuk menghasilkan penglihatan binokular tunggal (proses mental).2

Penglihatan binokular dibagi ke dalam 3 tingkatan menurut klasifikasi Worth yang berguna untuk mengidentifikasi derajat penglihatan binokular. Tingkat pertama adalah persepsi simultan, tingkat kedua adalah fusi dan tingkat ketiga adalah penglihatan stereopsis.2 1. Persepsi Simultan Pada saat melihat, kedua retina mempersepsikan dua bayangan secara terus menerus dan bersamaan. Pada penglihatan binokular normal, kedua mata memiliki fiksasi yang sama yang jatuh tepat di fovea sentralis. Gambar dari sebuah objek yang jatuh pada area identik pada retina disebut titik korespondensi retina. Objek yang terletak pada satu lingkaran imajiner yang disebut horopter geometrik diproyeksikan ke titik-titik ini pada retina.2

7

2. Fusi Fusi terjadi ketika kedua retina menyampaikan gambaran visual yang sama, yaitu mentransmisikan bayangan yang identik ke otak, maka kedua bayangan retina tersebut akan bergabung membentuk persepsi tunggal.2 3. Penglihatan Stereopsis Ini adalah tingkat tertinggi dari kualitas penglihatan binokular dan hanya mungkin ketika beberapa hal ditemui. Objek terletak pada horopter geometri yang sama jika objek berkorespondensi pada retina dan begitupun sebaliknya. Otak memproses bayangan retina yang nonkoresponden di dalam area Panum menjadi visual tiga dimensi tunggal dan tidak menginterpretasikannya sebagai bayangan ganda. Area panum merupakan suatu rentang sempit di depan atau di belakang horopter yang akan diproyeksikan.2

2.2

Esotropia

2.2.1

Definisi Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional, atau kombinasi dari ketiganya. Strabismus ditimbulkan oleh cacat motorik, sensorik atau sentral. Cacat Sensorik dan Sentral menimbulkan Strabismus Konkomitan atau non paralitik. Cacat motorik seperti paresis otot mata akan menyebabkan gerakan abnormal mata yang menimbulkan strabismus paralitik.1 Esotropia adalah strabismus konvergen horizontal.2 Penyimpangan horisontal dibagi lebih lanjut ke penyimpangan comitant dan incomitant (juga disebut sebagai bersamaan dan noncomitant, masing-masing). Comitant merujuk ke deviasi mata yang tidak berbeda dengan arah pandangan; incomitant menggambarkan deviasi mata yang bervariasi dengan arah tatapan.2

8

Esotropia nonparetik adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat akomodatif, nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang dijumpai pada anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada orang dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang disebabkan oleh kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial keenam3

Gambar 4. Esotropia (Juling dalam) Esotropia adalah jenis strabismus atau misalignment mata. Istilah ini berasal dari 2 kata Yunani: Eso, yang berarti ke dalam, dan trépò, berarti giliran. Dalam esotropia, mata disilangkan, yaitu, sementara satu mata melihat lurus ke depan, mata lainnya adalah berpaling ke arah hidung. Penyimpangan ini ke dalam mata dapat mulai sejak bayi, kemudian di masa kecil, atau bahkan menjadi dewasa.3,4 2.2.2

Epidemiologi Esotropia akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5 tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(3,4) Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia. Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada kelainan di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati premature, dan Coats disease.(4)

9

2.2.3

Etiologi Penelitian terbaru, 11,52% dari pasien dengan strabismus memiliki kelainan segmen posterior. Diagnosa paling umum termasuk Toxoplasma chorioretinitis, pagi kemuliaan anomali, Toxocara retinopathy, retinopati prematuritas, dan penyakit Coats. Rerata usia onset penyimpangan itu ditemukan secara bermakna lebih rendah pada pasien dengan esotropia3,4. Tidak ada korelasi antara tingkat gangguan penglihatan dan arah penyimpangan. Fakta ini menekankan pentingnya melakukan pemeriksaan fundus setiap pasien yang mengalami strabismus. Median usia onset untuk anak-anak dengan esotropia diperoleh adalah 31,4 bulan (kisaran, 8-63 mo), dengan sudut awal rata-rata penyimpangan 24 dioptri prisma (PD). Keluarga pasien mungkin melihat suatu penyimpangan dalam dari satu mata relatif terhadap mata lainnya. Penyebab Esotropia adalah:

2.2.4



Faktor refleks dekat, akomodatif esotropia



Hipertoni rektus medius konginetal



Hipotoni rektus lateralis akuisita



Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak

Klasifikasi Esotropia dapat dibagi ke dalam berbagai kategori masing-masing memerlukan rencana pengobatan yang berbeda, masing-masing memiliki prognosis yang berbeda dan dibagi menjadi beberapa macam yaitu: 

Esotropia kongenital



Esotropia non-akomodatif



Esotropia akomodatif



Esotropia akomofatif sebagian



Esotropia Incomitant (Paralitik N. Abducens)

10

A.

Esotropia kongenital "Bawaan" berarti dari lahir dan, menggunakan definisi yang ketat,

sebagian besar bayi dilahirkan dengan mata yang tidak selaras saat lahir. Hanya 23% bayi dilahirkan dengan mata lurus. Pada kebanyakan kasus, satu mata atau yang lain benar-benar berubah ke luar selama periode neonatal. Dalam tiga bulan pertama mata secara bertahap datang ke penyelarasan konsisten lebih sebagai koordinasi dari dua mata bersama sebagai sebuah tim berkembang. Hal ini umum bagi bayi untuk tampil seolah-olah mereka telah esotropia, atau berbelok ke dalam mata, karena jembatan hidung belum sepenuhnya dikembangkan. Ini penampilan palsu atau simulasi dari balik batin dikenal sebagai epicanthus. Selama bayi tumbuh, dan jembatan menyempit sehingga sclera terlihat di sisi dalam, mata akan tampak lebih normal.(4,7) Esotropia bawaan yang benar adalah berbalik ke dalam dengan jumlah yang besar, dan terjadi pada anak-anak dengan jumlah sedikit, tetapi bayi tidak akan tumbuh dari giliran ini. Esotropia kongenital biasanya muncul antara usia 2 dan 4 bulan(4,7) Hampir separuh dari semua kasus esotropia termasuk dalam kelompok ini. Pada sebagian besar kasus, penyebabnya tidak jelas. Deviasi konvergen telah bermanifestasi pada usia 6 bulan. Deviasinya bersifat comitant, yakni sudut deviasi kira-kira sama dalam semua arahpandangan dan biasanya tidak dipengaruhi akomodasi. Dengan demikian, penyebab tidak berkaitan dengan kesalahan refraksi atau bergantung pada paresis otot ekstraokular. Sebagian besar kasus mungkin disebabkan oleh gangguan kontrol persarafan, yang mengenai jalur supranukleus untuk konvergensi dan divergensi serta hubungan sarafnya ke fasikulus longitudinal medialis. Sebagian kecil kasus disebabkan oleh variasi anatomik misalanya anomali insersi otot-otot yang bekerja horizontal, ligamentum penahan abnormal atau berbagai kelainan fasia lainya(2).

11

Juga terdapat banyak bukti bahwa strabismus dapat diturunkan secara genetis. Esoforia dan esotropia sering diwariskan sebagai sifat dominan autosom. Saudara kandung mungkin mengalami deviasi mata yang sama. Sering terdapat unsur akomodatif pada esotropia comitant, yakni koreksi kesalahan refraksi hiperopik berkurang tetapi tidak menghilangkan semua deviasi(2). Deviasi itu sendiri sering besar (≥40o) dan biasanya comitant. Abduksi mungkin terbatas, tetapi dapat terjadi. Setelah usia 18 bulan, dapat diamati ada deviasi vertikal. Yakni, kerja berlebihan otot-otot oblikus atau disosiasi deviasi vertikal. Mungkin dijumpai nistagmus, mansfestasi maupun laten. Kesalahan refraksi yang paling sering dijumpai adalah hipertropia sedang(2). Mata yang tampak lurus adalah mata yang digunakan untuk melakukan fiksasi. Hampir selalu, mata tersebut adalah mata yang memiliki penglihatan yang lebih baik atau kesalahan refraksi yang lebih rendah (atau keduanya). Apabila terdapat anisometropia, mungkin juga terdapat ambliopia. Apabila dalam waktu yang berlaianan mata yang digunakan untuk fiksasi berbeda-beda, pasien dikatakan memperlihatkan fiksasi berselang seling spontan; dalam hal ini, penglihatan kedua mata mungkin samaatau hampi sama. Pada sebagian kasus, preferensi mata ditentukan oleh arah pandangan. Misalnya, pada esotropia skala besar, terdapat kecenderungan pasien menggunakan mata kanan sewaktu memandang ke kiri dan mata kiri untuk memandang ke kanan (fiksasi silang)(2) Esotropia infantilis diterapi secara bedah. Terapi awal non bedah dapat diindikasikan untuk memastikan hasil terbaik yang dapat dicapai. Perlu ditekankan bahwa amblioplia harus diterapi secara penuh sebelum dilakukan tindakan bedah. Pada kesalahan refraksi hipertropik 3 D atau lebih harus dicoba penggunaan kacamata untuk menentukan

apakah

12

penurunan akomodasi menimbulkan efek positif terhadap deviasi. Sebagai alternatif untuk penggunaan kacamata, dapat digunakan miotika(2). Tindakan bedah biasanya diindikasikan setelah terapi medis dan terapi ambliopia dilakukan. Setelah dicapai perbaikan terukur, tindakan bedah harus segera dilakukan karena terdapat banyak

bukti bahwa

semakin cepat mata disejajarkan hasil sensorik yang diperoleh akan lebih baik. Banyak prosedur yang telah dianjurkan, tetapi 2 yang paling populer, yakni(2): 

Pelemahan otot rektus medialis



Reseksi otot rektus medialis dan reseksi otot lateralis mata yang sama

B.

Esotropia Non-akomodatif Jenis esotropia ini timbul pada anak, biasanya setelah usia 2 tahun.

Hanya sedikit atau tidak terdapat faktor akomodatif. Sudut strabismus sering lebih kecil daripada yang terdapat pada esotropia infantilis tetapi dapat meningkat seiring dengan waktu. Di luar hal itu, temuan klinis sama seperti yang terdapat pada esotropia konginetal. Terapi adalah tindakan bedah dan mengikuti petunjuk yang sama seperti untuk esotropia konginetal2

C.

Esotropia Akomodatif Jika pemutaran berlebihan mata adalah pertama tercatat sekitar 2

tahun, hal itu mungkin karena kesulitan mengintegrasikan sistem (akomodatif) fokus dengan keselarasan mata (binocular) sistem. Biasanya, bila kita melihat ke seberang ruangan atau di luar, mata kita paralel, atau lurus. Namun, ketika kita melihat hal-hal yang dekat, dua hal terjadi. Kita perlu untuk melakukan konvergen mata dan harus masuk lebih banyak fokus, atau berakomodasi untuk memperjelas penglihatan. Anak-anak

13

memiliki kekuatan fokus yang besar, dan kadang-kadang dalam mendapatkan hal-hal yang jelas, memutar ke dalam atau esotropia terjadi. Jika esotropia hanya terjadi ketika melihat dekat, seperti ketika bermain dengan benda kecil, membuat kontak mata, pewarna, melihat buku gambar dan sebagainya, anak hanya mungkin perlu kacamata untuk melihat dekat untuk mengurangi atau menghilangkan esotropia tersebut. Terdaapt dua mekanisme patologik yang bekerja: 1.

Hiperopia

yang

cukup

tinggi,

yang

memerlukan

banyak

akomodasi(dan dengan demikian konvergensi) untuk memperjelas bayangan sehingga timbul esotropia 2.

Rasio KA/A yang tinggi, yang disertai hiperopia ringan samapi sedang

Esotropia akomodatif hiperopia Esotropia akomodatif akibat hiperopia biasanya mulai timbul pada usia 2-3 bulan tetapi dapat muncul lebih dini atau lambat. Sebelum terapi, deviasi

bervariasi.

Kacamata

disertai

refraksi

sikloplegik

penuh

memungkinkan mata sejajar. Esotropia akomodatif akiabat rasio KA/A yang tinggi Pada esotropia akomodatif akibat rasio konvergensi akomodatif terhadap akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi, deviasi lebih besar pada penglihatan dekat daripada penglihatan jauh. Kesalahan refraksinya adalah hiperopia. Terapi adalah kacamata dengan refraksi siklopegik penuh ditambah bifokal atau miotik untuk menghilangkan deviasi berlebihan pada penglihatan dekat(2).

D.

Esotropia Akomodatif Sebagian Dapat

terjadi

ketidakseimbangan

suatu otot

mekanisme dan

sebagian

campuran,

sebagian

ketidakseimbangan

akomodasi/konvergensi. Walaupun terapi akomodasi menurunkan sudut deviasi, namu esotropianya sendiri tidak menghilang. Tindakan bedah dilakukan untuk komponen nonakomodatif deviasi dengan pilihan posedur

14

bedah seperti dijelaskan untuk esotropia infantilis(2).

E.

Esotropia Incomitant (Paralitik N. Abducens) Pada strabismus incomitant, selalu terdapat satu atau lebih otot

ekstraokular yang paretik. Pada kasus esotropia incomitant, paresis biasanya mengenai satu atau kedua otot rectus lateralis, biasanya akibat kelumpuhan saraf abducens. Kasus-kasus ini sering dijumpai pada orang dewasa yang mengidap hipertensi sistemik atau diabetes, tetapi kelumpuhan saraf abducens kadang-kadangdapat merupakan tanda awal suatu tumor atau peradangan yang mengenai susunan saraf pusat. Karena itu, tanda-tanda neurologik terkait sangat penting diperhatikan. Trauma kepala adalah penyebab lain kelumpuhan abducens yang terjadi(2). Esotropia incomitan juga dijumpai pada bayi dan anak, tetapi jauh lebih jarang dibandingkan esotropia comitant. Kasus-kasus ini terjadi akibat cedera persalinan yang mengenai otot secara langsung, akibat cedera pada saraf, atau tang lebih jarang, akibat anomali konginetal otot rektus lateralis atau perlekatan fasianya(2) Apabila otot rektus lateralis mengalami paralisis total, mata tidak dapat berabduksi melewati garis tengah. Gambaran khas esotropia lebih besar pada jarak jauh daripada jarak dekat dan lebih besar pada sisi yang terkena. Paresis otot rektus lateralis kanan menyebabkan esotropia yang menjadi lebih besar sewaktu memandang ke kanan dan, apabila paresisnya ringan sedikit atau tidak terjadi deviasi sewaktu memandang ke kiri(2). Apabila dalam 6-8 minggu setelah onset paresis tidak terdapat tanda-tanda perbaikan, dapat diberikan suntikan toksin botulinum tipe A ke dalam otot rektus medialis antagonis yang mungkin bermanfaat atau bahkan menyembuhkan pada kasus-kasus ringan. Pada kasus yang lebih parah, penyuntikan akan memperkecil kemungkinan kontraktur otot antagonis. Apabila tidak timbul perbaikan setelah 6 bulan, perlu dilakukan tindakan bedah. Apabila sedikit atau tidak terdapat kontraktur otot rektus

15

medialis, diindikasikan tindakan rersesi otot tersebut disertai reseksi besar otot rektus lateralis yang paresis. Untuk paralisis abduksi total, insersi otot rektus inferior dan superior dapat diubah ke insersi otot rektus lateralis, dan otot rektus medialis dapat diresesi atau dilumpuhkan sementara dengan toksin Bottulinum A. Penggunaan jahitan yang dapat disesuaikan memungkinkan bedah resesi otot dilakukan secara halus sehingga diperoleh daerah penglihatan binokular tunggal terluas. Abduksi otot yang paretik akan selalu terbatas(2).

2.2.5

Manifestasi Klinis 

Gerak mata terbatas, Hal ini menjadi nyata pada kelumpuhan total dan kurang nampak

pada parese. Ini dapat dilihat, bila penderita diminta supaya matanya mengikuti suatu obyek yang digerakkan ke 6 arah kardinal, tanpa menggerakkan kepalanya (excurtion test). Keterbatasan gerak kadangkadang hanya ringan saja, sehingga diagnosa berdasarkan pada adanya diplopia saja.1 

Deviasi Kalau mata digerakkan kearah lapangan dimana otot yang lumpuh

bekerja, mata yang sehat akan menjurus kearah ini dengan baik, sedangkan mata yang sakit tertinggal. Deviasi ini akan tampak lebih jelas, bila kedua mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh bekerja. Tetapi bila mata digerakkan kearah dimana otot yang lumpuh ini tidak berpengaruh, deviasinya tak tampak. Mata melihat lurus kedepan, esotropia mata kanan nyata. Mata melihat kekiri tak tampak esotropia. Mata melihat kekanan esotropia nyata sekali. Parese m.rektus lateral mata kanan Mata kiri fiksasi (mata sehat) mata kanan ditutup (mata sakit) deviasi mata kanan=deviasi mata primer Mata kiri yang sehat ditutup, mata kanan yang sakit fiksasi, deviasi mata kiri = deviasi sekunder, yang lebih besar dari pada deviasi primer.

16



Diplopia Terjadi pada lapangan kerja otot yang lumpuh dan menjadi lebih

nyata bila mata digerakkan kearah ini. 

Ocular torticollis (head tilting). Penderita biasanya memutar kearah kerja dari otot yang lumpuh.

Kedudukan

kepala

yang

miring,

menolong

diagnosa

strabismus

paralitikus. Dengan memiringkan kepalanya, diplopianya terasa berkurang. 

Proyeksi yang salah. Mata yang lumpuh tidak melihat obyek pada lokalisasi yang benar.

Bila mata yang sehat ditutup, penderita disuruh menunjukkan suatu obyek yang ada didepannya dengan tepat, maka jarinya akan menunjukkan daerah disamping obyek tersebut yang sesuai dengan daerah lapangan kekuatan otot yang lumpuh. Hal ini disebabkan, rangsangan yang nyata lebih besar dibutuhkan oleh otot yang lumpuh, untuk mengerjakan pekerjaan itu dan hal ini menyebabkan tanggapan yang salah pada penderita.1,4

2.2.6 Penegakan Diagnosis Anamnesis Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus. Dalam hal ini perlu ditanyakan(5) : 

Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal dominan.



Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya strabismus makin jelek prognosisnya.



Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan penyakit sistemik.



Jenis

deviasi :

bagaimana pasien menyadari strabismusnya?

Bagaimana penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah?

17

Apakah pasien menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap saat? 

Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?

Inspeksi Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap (nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya menurun.(5)

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya. Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 ½ tahun). Pada umur 2 ½ - 3 tahun anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambargambar kecil (kartu Allen).

18

Gambar 5. Snellen dan E- Chart

Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa melakukan permainan “E” (E-game) yaitu dengan kata snellen konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.(5) Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan dengan metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai melihat lapangan yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan yang seragam.

Pemeriksaan Kelainan Refraksi Memeriksa

kelainan

refraksi

dengan

retinoskop

memakai

sikloplegik adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia sempurna adalah atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari. Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.(5,7)

19

Cover and Uncover Test

Gambar 6. Cover dan Uncover test Mata yang juling ditutup. Lalu penderita disuruh melihat suatu objek, dengan maksud untuk memfiksasi kedua mata. Lalu penutup digeser. Bila mata penderita normal, seharusnya mata tidak ikut bergerak, karena sudah terfiksasi. namun pada penderita strabismus, mata akan bergerak kearah deviasi. Uji penutup berselang seling (alternate cover test)

Gambar 7. Alternate Cover test

20

Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total (heterotropia dan heteroforia).

Uji penutupan plus prisma

Gambar 8. Prisma tes dengan Cover test

Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh mata yang deviasi.(5) Metode Hirschberg

Gambar 9. Uji Hirschberg 21

Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat pantulan cahaya pada kedua kornea mata. 1)

Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi

2)

Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º

3)

Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka

deviasinya 30 º 4)

Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º

Uji Krimsky Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan agar refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengahtengah pupil menunjukkan besarnya sudut deviasi.

Duksi (rotasi monokular) Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena kelainan mekanik anatomik.

Versi (gerakan Konjugasi Okular) Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder – kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan, kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang (underreaction). Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerjalebih otot pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar

22

untuk berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik. Pemeriksaan Sensorik 

Uji stereopsis Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan. Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa dilihat

kedalamannya.

Stereogram

titik-titik

acak

(random

stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat stereoskopis(5). 

Uji supresi Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa dengan jarak dekat atau jauh(5).



Uji kelainan Korespondensi retina Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara: 1.

dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak tegak

lurus didepannya 2.

dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada satu

mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah yang bersamaan

23



Uji kaca beralur Bagolini Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan alur-alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya maka berarti ada kelainan korespondensi retina(5).

2.2.7 Diagnosis Banding Pseudosetropia karena epikantus yang lebar

2.2.8 Tatalaksana Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang hilang karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan mempertahankan mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara bedah maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita, tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan binokular tunggal. Pengobatan non-bedah A. Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan mata

yang ambliop

B. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia akomodatif refraktif). C. Obat farmakologik  Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan

24

dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi 0,5% (anak) dan 1% (dewasa).(4)  Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat (Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek impuls saraf.(5)  Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan lamanya tergantung dosisnya.

Pengobatan Bedah  Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk dekat(4).  Reseksi dan resesi

25

Gambar 10. Resesi dan Reseksi Otot Bola Mata

Cara yang paling sederhana adalah memperkuat dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan dari perlekatanperlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi. Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada jarak yang telah ditentukan.(4)

26

BAB III KESIMPULAN

Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial. Penyebab Esotropia adalah faktor refleks dekat, akomodatif esotropia, hipertoni rektus medius kongenetal, hipotoni rektus lateralis akuisita, penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak. Esotropia terbagi dalam beberapa bentuk yaitu esotropia kongenital (usia 6 bulan), esotropia akomodatif (hingga usia 7 tahun) esotropia non akomodatif, dan esotorpia paretik (incomitant) Gejala klinis esotropia yang paling jelas adalah posisi bola mata menyimpang ke arah nasal dan juga sering disertai dengan diplopia. Diagnosis dapat

ditegakan

dengan

anamnesa,

inspeksi,

pemeriksaan

ketajaman

penglihatan, pemeriksaan kelainan refraksi, mengukur sudut deviasi seperti cover test, uncover test, alternate cover tes,dan uji prisma untuk mengetahui deviasi

secara

kuantitatif.

Diagnosis

banding

dari

esotropia

yaitu

Pseudosetropia. Penatalaksanaan esotropia secara umum dibagi menjadi dua yaitu pengobatan non bedah dan bedah.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan penglihatan pada anak. Dalam : The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006 2. Vaughan D, Asbury T. 1992. Oftalmologi Umum. Jilid 2. Edisi II. Yogyakarta: Widya Medika 3. Ilyas S, Mailangkay, Hilaman T dkk. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Sangung Seto, 2009. 4. Pascotto

A.

Acquired

esotropia.

E-Medicine.

Internet

file

:

http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm 5. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006 6. Hamidah, Djiwatmo, Indriaswati L. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Dr Soetomo, 2006 7. American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Strabismus. Section 6. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology, 2008. 8. American Optometric Association. 2010. Strabismus: Esotropia and Exotropia. American Optometric Association. USA, 2010 9. American Optometric Association. 2011. Care of The Patient with Strabismus: Esotropia and Exotropia. American Optometric Association. USA. 10. Kennedy, Sean A. 2012. Esotropia. Canadian Medical Association Journal. 184(11):1279 11. Gina, M. Rogers, Susannah Q. Longmuir. 2011. Refractive Accommodative Esotropia. EyeRound.Org. 13(3): 112-114 12. American Academy of Ophthamology. Esotropia and Exotropia Preffered Practice Pattern.Elsevier.Inc. 2017

28

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"