Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Ny Fix.docx

  • Uploaded by: Ramadhan Andhika Putra
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Asuhan Keperawatan Pada Ibu Nifas Ny Fix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 13,107
  • Pages: 74
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU NIFAS NY. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS VACUM EXT RUPTUR VAGINA + HPP PRIMER DAN MASALAH KEPERAWATAN PRIORITAS RESIKO PERFUSI JARINGAN PERIFER BERULANG KAMAR 763 DI PAVILIUN MATERNITAS RSK ST. VINCENTIUS A PAULO SURABAYA

OLEH : FITRI KRISWANDANI IKA APRELIA EVITASARI

201804016 201804019

PROGRAM PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KATOLIK ST VINCENTIUS PAULO SURABAYA 2018

BAB 1 TINJAUAN TEORI 1.1 Nifas Fisiologis 1.1.1 Pengertian Periode pascapartum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai berbagai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004:492). Periode pascapartum adalah masa dari kelahiran plasenta dan selaput janin (menandakan akhir periode intrapartum) hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada kondisi tidak hamil. Periode ini disebut juga puerperium dan wanita yang mengalami

puerperium

disebut

puerperal.

Periode

pemulihan

pascapartum

berlangsung sekitar enam minggu (Varney, 2007:958). 1.1.2 Periode Puerperium Periode puerperium terbagi menjadi: 1.1.2.1 Puerperium Dini Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. 1.1.2.2 Puerperium Intermedial Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh berbagai alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu tahunan (Varney, 2007:959). 1.1.2.3 Remote Puerperium Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan (Varney, 2007:959) 1.1.3 Perubahan Fisiologis dan Anatomis Puerperium 1.1.3.1 Sistem Reproduksi 1) Uterus (1) Proses Involusi

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Sub involusi adalah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebabnya yang paling sering ialah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi (Bobak, 2004:493). Involusi

uterus

meliputi

reorganisasi

dan

pengeluaran

desidua

atau

endometrium dan eksfoliasi tempat perlekatan plasenta yang ditandai dengan penurunan ukuran dan berat serta perubahan pada lokasi uterus juga ditandai dengan warna dan jumlah lokea (Varney, 2007:959). Involusi

Berat Uterus (gram)

TFU

Bayi lahir

Setinggi pusat

1000

Uri lahir

2 jari bawah pusat

750

1 minggu

Pertengahan pusat simfisis

500

2 minggu

Tidak teraba di atas simfisis

350

6 minggu

Bertambah kecil

50

8 minggu

Sebesar normal

30

Menurut Bobak (2004:493) dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai ± 1cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusi berlangsung cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari keenam postpartum fundus normal akan berada di pertengahan umbilicus dan simfisis pubis. Pada hari ke 9 fundus tidak bisa dipalpasi pada abdomen. (2) Kontraksi Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar (Bobak, 2004:493). Selama 1 sampai 2 jam pascapartum intensitas kontraksi uterus

bisa

berkurang

dan

menjadi

tidak

teratur.

Penting

sekali

untuk

mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini, suntikan oksitosin (pitosin) secara intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir (Varney, dkk., 2007:960)

(3) Afterpain Afterpain adalah rasa sakit saat kontraksi yang dialami oleh ibu multipara selama 3 sampai 4 hari postpartum. Sedangkan pada primipara nyeri tidak biasa terjadi karena tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang (Bobak, 2004:493). (4) Lokea Lokea adalah istilah untuk secret dari uterus yang keluar melalui vagina selama puerperium (Varney, dkk., 2007:960). Lokea rubra berwarna merah karena mengandung darah dan jaringan desidua, ini adalah lokea yang pertama mulai keluar segera setelah pelahiran dan terus berlanjut selama 2 sampai 3 hari pertama pascapartum (Varney, dkk., 2007:960). Lokea serosa mulai terjadi sebagai bentuk yang lebih pucat dari lokea rubra. Berhenti 7 sampai 8 hari dengan warna merah muda, kuning atau putih hingga transisi menjadi lokea alba. Lokea serosa mengandung cairan serosa, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit (Bobak, 2004:493). Lokea alba mulai terjadi hari ke sepuluh pascapartum dan hilang sekitar periode 2 sampai 4 minggu. Warna lokea alba putih krem, mengandung leukosit dan sel desidua (Bobak, 2004:493). 2) Serviks Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pascapartum serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat memar dan ada sedikit laserasi. Muara serviks menutup secara perlahan, 2 jari mungkin masih bisa dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6

pascapartum. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk

lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah (Bobak, 2004:495). 3) Vagina dan Perineum

Segera setelah kelahiran, vagina tetap terbuka lebar, terdapat edema dan memar. Setelah 1 sampai 2 hari pascapartum, tonus otot vagina kembali, celah vagina tidak lebar dan edema berkurang. Dinding vagina menjadi lunak lebih besar dari biasanya dan umumnya longgar. Ukurannya menurun dengan kembalinya rugae vagina setelah minggu ke-3 pascapartum (Varney, 2007:960). Perineum menjadi kendur karena teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Postnatal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari keadaan sebelum melahirkan (Prawiharjo, 2008 : 213). Ibu beresiko infeksi postpartum karena adanya luka pada bekas pelepasan plasenta, laserasi pada saluran genital, termasuk episiotomi pada perineum, dinding vagina dan serviks. Penyebab infeksi adalah bakteri endogen dan eksogen. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari suhu, pembengkakan, takikardi, malaise. Gejala lokalnya berupa uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri (Prawiharjo, 2008 : 213). 1.1.3.2 Payudara dan Laktasi 1) Payudara Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita hamil (estrogen, progesteron, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak (Bobak, 2004:498). 2) Memulai Laktasi Setelah kelahiran, kadar estrogen dan progesterone menurun secara drastis yang memungkinkan prolaktin merangsang sintesis ASI. Kadar prolaktin meningkat drastis pada 3 jam pertama setelah melahirkan Kadar prolaktin meningkat dengan segera pada awal penghispan dan jumlah prolaktin yang dilepaskan serta volume ASI yang dihasilkan secara langsung berkaitan dengan jumlah penghisapan (Prawiharjo, 2008 : 213).

Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari pertama setelah wanita melahirkan. Ditemukan adanya nyeri pada payudara saat palpasi yang dilakukan hari kedua dan ketiga seiring dimulainya produksi susu. Hari ketiga atau keempat pascapartum dapat terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras, nyeri bila ditekan, hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan rasa hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air susu dapat dikeluarkan melalui puting. Jaringan payudara di aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara atau puting tambahan juga bisa terlihat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak nyaman akan berkurang dalam 24 sampai 36 jam pertama. Apabila bayi belum menghisap (atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu (Bobak, 2004:499). 1.1.3.3 Sistem Endokrin 1) Hormon Plasenta Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan berbagai hormon yang diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human placental lactogen (hPL), estrogen dan kortisol serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogren dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai kira-kira 1 minggu pascapartum. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler berlebihan yang terakumulasi selama masa hamil (Bobak, 2004:496). 2) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follicle-stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Bobak, 2004:496). 1.1.3.4 Sistem Urinarius

1) Komponen Urine Glikosuria ginjal yang diiduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama 1 sampai 2 hari setelah wanita melahirkan (Bobak, 2004:497). 2) Diuresis Pascapartum 12 jam setelah melahirkan ibu mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama hamil ialah diaphoresis luas, terutama pada malam har selama 2 sampai 3 hari pascapartum (Bobak, 2004:498). 3) Uretra dan Kandung Kemih Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih (Bobak, 2004:498). 1.1.3.5 Sistem Pencernaan 1) Nafsu Makan Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan. Permintaan untuk memperoleh makanan 2 kali dari jumlah biasanya (Bobak, 2004:498). Ibu nifas memerlukan diet dan gizi yang lebih baik untuk membantu tubuhnya pulih kembali. Diet yang diperlukan banyak mengandung protein, besi, kalsium, vitamin, serat makanan harus mencakup 3000 ml cairan yang 1000 ml diantaranya adalah susu. Asupan kalori per hari harus ditingkatkan sampai 2700 Kalori (Bahar, 2010:116). 2) Defekasi

BAB secara spontan bisa tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada masa pascapartum. Ibu sering kali merasa nyeri saat BAB karena nyeri yang dirasakan di perineum akibat episiotomy, laserasi dan hemoroid. Kebiasaan BAB yang teratur akan dicapai setelah tonus usus kembali normal (Bobak, 2004:498). 1.1.3.6 Sistem Kardiovaskuler 1) Volume Darah Penyesuaian pembuluh darah maternal setelah melahirkan berlangsung cepat. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita yaitu: (1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%-15%. (2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi. (3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu syok hipovolemik tidak terjadi pada perdarahan normal. 2) Curah Jantung Denyut jantung, volume sekuncup dan curah jantung meningkat sepanjang wanita hamil. Segera setelah melahirkan keadaan ini akan meningkat bahkan lebih tinggi karena darah yang biasanya melalui uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum (Bobak, 2004:499). 1.1.3.7 Sistem Neurologi Rasa baal dan kesemutan pada jari biasanya hilang setelah anak lahir. Nyeri kepala pascapartum bisa disebabkan karena berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan, stress. Lama nyeri kepala bervariasi 1 sampai 3 hari sampai beberapa minggu (Bobak, 2004:500). 1.1.3.8 Sistem Muskuloskeletal Adaptasi system musculoskeletal mencakup hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat Ibu akibat pembesaran rahim.

Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 sampai ke-8 pascapartum (Bobak, dkk., 2004:500). 1.1.3.9 Sistem Integumen Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul makin memudar tetapi tidak hilang seluruhnya (Bobak, 2004:501). 1.1.3.10 Tanda-Tanda Vital 1) Suhu Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 380C sebagai efek akibat dehidrasi persalinan dan kemudian akan menurun (Bobak, 2004:500). 2) Nadi Denyut nadi, volume sekuncup dan curah jantung tinggi selama proses persalinan dan akan normal kembali setelah 1 jam pascapartum. Minggu ke-8 sampai ke-10 pascapartum denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil (Bobak, 2004:500). 3) Tekanan Darah Setelah melahirkan banyak wanita mengalami peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic yang akan kembali normal secara spontan dalam beberapa hari (Varney, 2007:961). Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah dari normalnya pada saat pasca bersalin dikarenakan akibat dari perdarahan (Ambarwati, 2008 : 85) 4) Respirasi Fungsi pernapasan kembali pada rentang normal wanita selama jam pertama pascapartum. Napas pendek, cepat atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi seperti kelebihan volume cairan, asma, eksaserbasi atau embolus paru (Varney, 2007:961). 1.1.3.11 Perubahan Perilaku dan Respon Psikologis Ibu mengalami perubahan besar pada fisik dan fisiologis, ia membuat penyesuaian yang sangat besar baik tubuh maupun psikisnya, mengalami stimulasi

dan kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi realitas bayinya, berada di bawah tekanan untuk cepat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya. Ibu merasa tanggung jawab luar biasa yang dipikulnya menjadi nyata dan tuntutan ditempatkan pada dirinya sebagai ibu (Prawiharjo, 2008 : 214). Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran, pada saat yang sama ibu baru mungkin frustasi karena merasa tidak kompeten dan tidak mampu mengontrol situasi (Varney, 2007:964). Menurut beberapa peneliti, menerima peran sebagai orang tua adalah suatu proses yang terjadi dalam tiga tahap yaitu: 1) Ketergantungan (taking in) Bagi beberapa ibu baru tahap ini terjadi pada hari ke-1 dan ke-2 setelah melahirkan. Rubin (1961) dalam Hamilton (2008) menjelaskan bahwa hari tersebut merupakan tahap menerima, waktu dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan (Varney, 2007:964). 2) Ketergantungan-Ketidaktergantungan (taking hold) Mulai sekitar hari ke-3 dan berakhir pada minggu ke-4 sampai ke-5 pascapartum. Ibu akan menerima peran barunya dan belajar semua tentang hal baru. Namun demikian, tubuhnya mengalami perubahan yang sangat signifikan sebagai akibat pengaruh hormonal yang sangat kuat, keluarlah ASI. Uterus dan perineum terus dalam proses penyembuhan, pasien menjadi keletihan. Ketika ia kembali ke rumah, ia mungkin merasakannya lebih buruk lagi (Varney, 2007:964). Selama fase ini system pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik (Varney, 2007:964). 3) Saling Ketergantungan (letting go) Dimulai sekitar minggu ke-5 sampai ke-6 setelah kelahiran, system keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggotanya yang baru. Keluarga sudah tidak turut campur lagi dan kegiatan sehari-hari telah kembali dilakukan. Secara fisik ibu mampu

untuk menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit (Varney, 2007:964). 1.1.4 Penatalaksanaan 1) Melakukan evaluasi kontinu dan penatalaksanaan kesejahteraan wanita (1) Mengukur tanda-tanda vital (2) Memeriksa payudara (3) Auskultasi jantung dan paru-paru (4) Evaluasi abdomen terhadap involusi uterus, diastasis, evaluasi kandung kemih. (5) Evaluasi perineum terhadap memar, edema, hematoma, penyuluhan terhadap jahitan, inflamasi (6) Pemeriksaan tipe, kuantitas dan bau lokhea (Varney, 2007:965). 2) Memulai pemulihan dari ketidaknyamanan fisik 3) Mobilisasi dilakukan untuk membantu kontraksi uterus menjadi semakin baik 4) Nutrisi yang diberikan pada ibu nifas harus disesuaikan dengan kebutuhan dan penyembuhan luka jahitan 5) Ibu nifas harus diajarkan untuk cara cebok yang benar dari depan ke belakang untuk meminimalisir terjadinya infeksi ke bekas jahitan 6) Memberi bantuan dalam menyusui 7) Memfasilitasi peran sebagai orang tua 8) Pemberian obat-obat umum pada periode pascapartum (1) Analgesik Untuk menghilangkan nyeri bekas jahitan, contoh: ibuprofen 800mg (morfin), asetaminofen dengan kodein 30 mg (Tylenol 3). Wanita yang melahirkan normal tidak perlu memerlukan apapun yang lebih kuat daripada ibuprofen pada hari kedua pascapartum. (2) Laksatif Wanita yang mengalami persalinan lama hingga berjam-jam tanpa makan atau mengalami laserasi sehingga menembus sfingter rectum dapat menyebabkan rasa nyeri/ integritas jahitan sehingga keinginan mereka untuk defekasi menurun.

Pemberian pelunak feses ringan seperti dokusat sodium (colace) 50-100mg per hari/2 kali sehari akan membantu mempertahankan fungsi defekasi normal. (3) Imunoglobulin Rh Adalah produk plasma fraksionasi yang dibentuk untuk mencegah alloimunisasi bayi Rh positif yang dikandung ibu Rh negative. (4) Vaksin rubella 0,5 mL subkutan Diberikan pascapartum untuk wanita yang mempunyai titer rubella < 1:10/ tidak memiliki imunitas terhadap rubella. (5) Methergin 0,2 mg per oral setiap 4 jam untuk 6 dosis Diresepkan untuk ibu mengalami atonia uteri yang signifikan setelah melahirkan untuk menurunkan resiko hemoragi postpartum lambat. (Varney, 2007:965).

1.1.5 Komplikasi Pada Masa Nifas 1.1.5.1 Perdarahan pervagina Perdarahan pasca persalinan sering disebut sebagai hemorargi post partum. Hemoragic Post Partum yaitu perdarahan pervaginam yang melebihi 500ml yang terjadi segera setelah bayi lahir sampai 24 jam setelah persalinan (Nugroho, 2011:10). Perdarahan pascapersalinan (PPP) sejak dulu telah didefinisikan sebagai taksiran kehilangan darah  500 mL. Meskipun demikian, kehilangan darah seringkali diperhitungkan secara lebih rendah dengan perbedaan 30 – 50%. Kehilangan darah rata-rata setelah persalinan pervaginam adalah 500mL, dengan 5% ibu mengalami kehilangan darah > 1000 mL. Kehilangan darah setelah bedah sesar rata-rata 1000 mL. Akhir ini, PPP didefinisikan sebagai 10% penurunan hematokrit dari sejak masuk atau perdarahan yang memerlukan tranfusi darah (Norwitz & Schorge, 2006: 135). 1. Klasifikasi Menurut Norwitz & Schorge (2006: 135) dibagi atas dua bagian : 1) Perdarahan Post Partum (PPP) dini

(1) Didefinisikan sebagai PPP ≤ 24 jam setelah kelahiran. (2) Penyebab PPP mencakup atonia uterus, potongan plasenta yang tertinggal, laserasi saluran genitalia bawah, ruptur uterus, inversi uterus, plasenta abnormal, koagulopati. 2) Pendarahan Post Partum lanjut atau tertunda (1) Didefinisikan sebagai PPP > 24 jam tetapi < 6 minggu pasca persalinan. (2) Penyebabnya

mencakup

potongan

plasenta

yang

tertinggal,

infeksi

(endometritis), koagulopati, dan subinvolusi lokasi plasenta. 2. Patofisiologi Selama kehamilan, volume darah ibu meningkat sekitar 50% (dari 4 L sampai 6 L). Volume plasma meningkat lebih dari total volume RBC, yang menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi tuntutan perfusi unit uteroplasenta resistansi rendah dan untuk menyediakan cadangan untuk kehilangan darah yang terjadi saat persalinan. Pada istilah, perkiraan aliran darah ke rahim adalah 500-800 mL / menit, yang merupakan 10-15% curah jantung. Sebagian besar aliran ini melintasi tempat tidur plasenta dengan resistansi rendah Pembuluh darah uterus yang memasok situs plasenta melintasi serat tenun miometrium. SEBAGAI serat ini menularkan persalinan, retraksi miometrium terjadi. Retraksi adalah karakteristik unik dari otot rahim untuk mempertahankan panjangnya yang pendek setelah setiap kontraksi berturut-turut (Prawiharjo, 2008 : 215). Pembuluh darah dikompres dan dikerutkan oleh kisi silang silang ini, dan biasanya, aliran darah dengan cepat tersumbat. Susunan kumpulan otot ini telah disebut sebagai "ligatur hidup" atau "jahitan fisiologis" rahim. Atonia uterus adalah kegagalan mibermonium uterus untuk berkontraksi dan ditarik kembali. Ini adalah penyebab terpenting PPH dan biasanya terjadi segera setelah melahirkan bayi, sampai 4 jam setelah Trauma persalinan ke saluran kelamin (yaitu rahim, serviks uterus, vagina, labia, klitoris) pada kehamilan menghasilkan lebih banyak pendarahan daripada yang terjadi pada keadaan tidak hamil karena suplai darah meningkat ke jaringan ini. Trauma yang secara khusus terkait dengan persalinan bayi, baik secara

vaginal secara spontan atau dibantu atau dengan kelahiran sesar, juga dapat menjadi substansial dan dapat menyebabkan gangguan jaringan lunak dan robek pembuluh darah yang signifikan (Prawiharjo, 2008 : 215). 3. Etiologi a. Atonia Uteria Faktor resiko mencakup overdistensi uterus (akibat polihidramnion, kehamilan kembar, maksomia janin), paritas tinggi, persalinan cepat atau memanjang, infeksi, atonia uteri sebelumnya, dan pemakaian obat prelaksasi uterus (Prawiharjo, 2008 : 215). b. Potongan Plasenta yang Tertinggal Mungkin diakibatkan oleh tertinggalnya kotiledon atau lobus sekenturiat (terlihat pada 3% plasenta). Pemeriksaan plasenta dapat mengidentifikasi kelainan yang mnunjukkan kemungkinan adanya potongan yang tertinggal (Prawiharjo, 2008 : 215). c. Laserasi Saluran Genetalia Bawah 1) Faktor resiko mencakup persalinan pervaginamdengan alat bantu, macrosomia janin, kelahiran tiba-tiba, dan tindakan episiotomy. 2) Diagnosis harus dipertimbangkan karena perdarahan pervagina berlanjut meskipun tonus otot memadai (Prawiharjo, 2008 : 215). d. Ruptur Uterus 1) Insidensi : satu dari 2000 kelahiran. 2) Faktor resiko mencakup pembedahan uterus sebelumnya, persalinan terhambat, pemakaian oksitosin “berlebihan”, posisi janin abnormal, multiparitas grande dan manipulasi uterus dalam persalinan (persalinan dengan forcep, ekstrasi sungsang, insersi kateter, tekanan intrauterin). 3) Pengobatan: laparotomi dengan jaitan atau histerektomi (Prawiharjo, 2008 : 215). e. Insersi Uterus 1) Insidensi: satu dari 2500 kelahiran

2) Faktor risiko mencakup atonia uterus, traksi tali pusat secara berlebihan, pengangkatan plasenta secara manual, plasentasi abnormal, kelainan uterus, dan plasenta pada fundus. 3) Gejala mencakup nyeri perut akut dan syok (30%). Uterus mungkin terlihat menonjol melalui vulva. 4) Pengobatan: penggantian manual atau hidrostatik segera (Nugroho, 2011:11). f. Plasenta Abnormal 1) Mencakup pelekatan abnormal vili plasenta ke myometrium (akreta), invasi ke myometrium (inkreta) atau penetrasi melalui myometrium (perkreta). 2) Plasenta akreta merupakan jenis yang paling umum (satu dari 2500 kelahiran). 3) Faktor risiko mencakup pembedahan uterus sebelumnya, plasenta previa, kebiasaan merokok dan multiparitas grande. Plasenta previa saja berhubungan dengan 5% insidensi akreta yang meningkat menjadi 10-25% dengan adanya plasenta previa dan satu pembedahan caesar sebelumnya dan > 50% dengan plasenta previa dan 2 atau lebih bedah caesar sebelumnya (Nugroho, 2011:11). g. Koagulopati 1) Koagulopati kongenital menjadi komplikasi pada 1 – 2/10.000 kehamilan. Diagnosis paling sering adanya penyakit von Willebrand dan ITP. 2) Penyebab yang didapat mencakup terapi anti koagulan dan koagulopati konsumtif yang disebabkan oleh komplikasi obstetric (seperti preeklamsi, sepsis, abruption, embolisme cairan amnion) (Norwitz & Schorge, 2006: 135). 4. Manifestasi Klinis 1) Perdarahan berlebihan yang terlihat pervagina 2) Uterus padat atau menggembung atau lunak, tidak berkontraksi 3) Pucat 4) Dingin 5) Lembab 6) Nadi meningkat 7) Tekanan darah menurun 8) Mual

9) Pusing 10) Gelisah 11) Mengantuk (Medford, et al. 2011 : 371) 12) Hipotensi (sistolik < 90 mmHg) 13) Takikardi > 100 x / menit 14) Hb < 8 gr% 15) Pernapasan > 30 x / permenit 16) Urine sedikit < 30 ml/jam 17) Sianosis 18) Hematom perineal, vaginal dan blader ( Nugroho, 2011 : 10-11) 5. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium 1) Darah lengkap, dengan hitung trombosit : untuk menentukan derajat hemoragi 2) Fibrinogen : untuk mendeteksi masalah pembekuan 3) Waktu prothrombin (prothrombin time, PT) dan waktu tromboplastin parsial (partial thromboplastine time, PTT) : untuk mendeteksi masalah pembekuan 4) Golongan darah dan crossmatch : untuk menyediakan darah jika diperlukan. 5) Elektrolit serum : untuk mendeteksi ketidakseimbangan elektrolit 6) Gas darah arteri : untuk mengkaji oksigenasi (Green & Wilkinson, 2012 : 686) b. Pemeriksaan Radiologi 1) Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan. Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya gumpalan darah dan retensi sisa plasenta (Nugroho, 2012: 225). 2) USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi yang memiliki factor predisposisi terjadinya perdarahan post partum seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya (Nugroho, 2012: 225).

6. Penatalaksanaan Jenis uterotonika dan cara pemberiannya Jenis dan cara Dosis dan cara pemberian awal

Dosis lanjutan

Dosis maksimal per hari Kontraindikasi atau hati-hati

Oksitosin IV: 20 U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan tetesan 60 tpm. IM: 10 U IV: 20U dalam 1 L larutan garam fisiologis dengan 40 tetes/menit

Tidak lebih dari 3 L larutan fisiologis yang mengandung oksitosin. Pemberian IV secara cepat atau bolus

Ergometrin IM atau IV ( lambat): 0,2 mg

Metil Prostaglandin IM: 0.25 mg

Ulangi 0,2 mg IM setelah 15 menit. Bila masih diperlukan berikan 0,2 mg IM/IV setiap 4 jam Total 1 mg ( 5 dosis)

0,25 mg / 15 menit

Hipertensi, Preeklamsia, penyakit jantung

Asma

Delapan dosis (total 2 mg)

(WHO, 2003:111). Penyebab Atonia uteri – penyebab paling sering Faktor resiko : 1) Distensi uterus yang berlebihan (misalnya macrosomia, polihidramnion, kehamilan kembar) 2) Persalinan cepat atau lama, penggunaan oksitosin, korioamnionitis 3) Tokolitik 4) Anastesi umum 5) Retensio plasenta atau serpihan plasenta

Atonia uteri akibat pelepasan plasenta yang tidak sempurna Atonia uteri akibat plasenta akreta, inkreta, pperkreta

Laserasi : 1) Perineum, sulkus vaginalis atau serviks

Penatalaksanaan 1) Massase uterus. Massase pada saat ini dapat membantu plasenta terlepas seluruhnya. Tindakan ini, disertai kontraksi uterus yang baik, di kombinasikan dengan penarikan tali pusat terkendali membuat plasenta terlepas sempurna, dan plasenta lahir segera 2) Begitu plasenta di lahirkan, lakukan massase bimanual pada uterus yang mengeluarkan bekuan darah dan menstimulasi kontraksi uterus 3) Apabila atonia uteri menetap, penggunaan obat uterotonik di indikasikan 4) Apabila Antonia uteri masih menetap, kuretase uterus dapat di indikasikan untuk mengeluarkan produk konsepsi yang tertahan. Pada kondisi ini, ibu perlu di rujuk ke dokter Apabila massase uterus tidak efektif, di indikasikan untuk mengeluarkan plasenta secara manual Apabila pelahiran plasenta secara manual tidak berhasil, harus dipertimbangkan kemungkinan plasentasi abnormal dan pasien harus segera dirujuk ke dokter untuk di evaluasi dan kemungkinan di lakukan histerektomi 1) Apabila fundus uteri di temukan dalam keadaan berkontraksi maka bidan harus mengevaluasi wanita tersebut secara kritis untuk mengetahui adanya laserasi dan selanjutnya menjahit laserasi tersebut serta berkonsultasi dengan dokter, meminta bantuan dokter, atau melakukan perujukan sesuai

Ruptur atau dehisensi uterus

Fakto resiko : 1) Seksio sesaria sebelumnya, perbaikan kehamilan ektopik kormua atau miomektomi 2) Hiperstimulasi uterus, disproporsi kepala panggul (DKP) 3) Penggunaan kokain Inversi uterus 1) Komplet – jika uterus terbalik dan menonjol ke serviks dan introitus vagina 2) Inkomplet – fundus uterus terbalik dan menonjol ke korpus uterus dan mungkin mencapai serviks 3) Prolapse – fundus keluar melewati vulva

Koagulopati Faktor resiko : 1) Preeklamsi berat, sindrom HELLP 2) Solusio plasenta 3) Trombositopenia idiopatik 4) Emboli cairan amnion 5) Koagulopati turunan.

indikasi. 2) Hematoma juga dapat terbentuk dan tidak diketahui hingga wanita tersebut mengeluh nyeri hebat atau tanda-tanda vitalnya memburuk diperlukan pengkajian serta perujukan yang cepat Rujukan ke dokter untuk : 1) Dilakukan pelahiran sesaria darurat jika wanita tersebut belum melahirkan 2) Pertimbangan dilakukan eksplorasi abdomen, perbaikan uterus atau disterektomi, jika sudah melahirkan

Kedaruratan ini harus segera di identifikasi : 1) Jika memungkinkan, lakukan reposisi uterus dengan plasenta yang menempel untuk meminimalkan perdarahan 2) Jika serviks berkontraksi disekililing uterus gunakan agens relaksan uterus 3) Segera sesudah di lakukan reposisi kembali berikan agens untuk meningkatkan kontraksi uterus 4) Rujuk ke dokter, bidan harus mengetahui langkah-langkah penanganan kedaruratan guna meminimalkan kehilangan darah Penatalksanaan di dasarkan pada penyebab koagulopati Perlu dirujuk ke dokter

(Kriebs & Gegor, 2009 : 442-443) Berikan oksitoksin Dapat diberikan secara intravaskuler tetapi cara terbaik adalah melalui infuse dengan 5/10 unit didalam 1 lt larutan glukosa 5% dalam air. Tetesannya diatur dengan kecepatan yang cukup untuk mempertahankan kontraksi rahim (Nugroho, 2011:12). a. Di coba mengeluarkan uri menurut cara Crede (1-2 kali)

b. Pengeluaran uri dengan tangan Pasang infuse cairan dextrose 5%, ibu dalam posisi litotomi, dengan narkosa dan segala sesuatunya dalam keadaan bersih. Teknik : tangan kiri diletakan difundus uteri, tangan kanan dimasukan dalam rongga rahim dengan menyusuri tali pusat sebagai penuntun. Tepi plasenta dilepas disisikan dengan tepi jari-jari tangan bila sudah lepas ditarik keluar. Lakukan eksplorasi apakah ada luka-luka atau sisa plasenta dan bersihkanlah. Manual plasenta atau menggunakan tangan berbahaya karena dapat terjadi robekan jalan lahir atau uterus dan membawa infeksi (Nugroho, 2011:12). Pengobatan bergantung pada perdarahan dan derajat atonia uteri, dibagi dalam tiga tahap: 1) Tahap 1 : Perdarahan yang normal dapat diatasi dengan cara : (1) Pemberian utero-tonika (2) Urutan rahim (masage) (3) Pemasangan gurita (Nugroho, 2011:12). 2) Tahap 2 : Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak : (1) Berikan infuse dan tranfusi darah (2) Pirasat (manufer) zangemiester (3) Pirasat (manufer) fritch (4) Kompresi bimanual Metode yang berguna untuk mengendalikan perdarahan pada uterus atonia. Salah satu tangan ditempatkan dalam vagina menekan dinding anterior rahim. Tangan lainnya melakukan penekanan lewat abdomen pada permukaan posterior uterus. Dengan gerakan berputar, uterus menjalani kompresi dan pemijatan dikedua belah tangan. Tindakan ini menghasilkan rangsangan rahim yang kedua kali lebih besar dari rangsangan yang dapat dicapai dengan pemijatan abdomen saja. Disamping itu sinussinus venosus dapat ditekan dan aliran darah dikurangi. Sebagai bagian dari prosedur ini, uterus yang atonia dielevasi (5) Kompresi aorta

Pada wanita yang kurus, penekanan aorta ketulang belakang dapat memperlambat perdarahan. (6) Temponade urtero-vaginal Pemasangan tampon dalam cavum uteri merupakan masalah yang masih dipertentangkan. Kebanyakan ahli yang berwenang menyalahkan penggunaan tampon karena prosedur tersebut tidak fisiologis. Selama ini dilakukan berbagai upaya untuk mengosongkan rahim, kini uterus malahan akan diisi dengan tampon. Uterus yang tidak bereaksi terhadap obat oksitosin yang berkhasiat kuat tentunya tidak akan terasang untuk berkontraksi dengan pemasangan tampon. Uterus yang atonia tidak mungkin dipasang tampon ketat sehingga sinus-sinus darah tertutup. Uterus tentunya akan menggelembung dan terisi darah lebih banyak lagi. jadi pemasangan tampon bukan saja ttidak berguna tetapi juga berbahaya karena dapat menimbulkan perasaan tentram yang keliru dengan menutupi darah yang mengalir. Gulungan kasa yang lebarnya 3 inci dengan panjang 10 yar akan menyerap 10 ml darah. Lagipula pemasangan tampon memudahkan terjadinya infeksi. (7) Menjepit arteri uterine Karena sebagian besar darah yang mengalir ke uterus berasal dari pembuluh arteri uterine, peningkatan pembuluh darah ini dapat mengendalikan perdarahan postpartum. Sirkulasi kolateral sudah cukup untuk mempertahankan viabilitas organ tersebut. Abdomen dibuka, uterus diangkat oleh tangan operator, dan daerah pembuluh darah uterine disingkapkan. Dengan menggunakan jarum besar dan chromic catgut no 1 dilakukan jahitan lewat miometrium segmen bawah uterus, 2-3 cm disebelah media pembulun arteri uterina. Jahitan ini diteruskan melalui darah avaskuler ligamentum cardinal (broad ligamen). Sejumlah besar miometrium turut dijahit untuk memutuskan sirkulasi cabang koronaria inferior arteri uterina. Pada kebanyakan kasus vena uterine juga ikut terikat tetapi vena ovarica yang hipertrofi akan mengalirkan cukup darah ke uterus. Pembuluh-pembuluh tersebut diikat tetapi tidak dipotong. Pada sebagian besar kasus akan terjadi rekanlisasi. Uterus menjadi pucat dengan campuran warna merah muda, dan perdarahan berhenti. Haid dan kehamilan selanjutnya tidak dipengaruhi. Peningkaan arteri uterine tranvaginal

merupakan tindakan tanpa melihat sehingga berbahaya dan tidak dianjurkan (Nugroho, 2011:12-13). 3) Tahap 3 : Bila semua upaya di atas tidak menolong, maka usaha terakhir adalah menghilagkan sumber perdarahan dengan dua cara : (1) Ligasi arteri hipogastrika (2) Histerektomi (Bobak, 2004:512) 7.

Komplikasi

a. Sindrom Sheehan Perdarahan banyak kadang-kadang dikuti dengan sindrom Sheehan, yaitu kegagalan laktasi, amenorea, atrofi payudara, rambut rontok pubis dan aksila, superinvolusi uterus, hipertiroid, insufisiensi korteks adrenal (Bobak, 2004:512). b. Diabetes insipidius Perdarahan banyak pasca persalinan dapat mengakibatkan diabetes insipidius tanpa disertai defisiensi hipofisis anterior (FK UNAIR, 2003 : 172). 8.

Pencegahan Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penaganan aktif pada persalinan kala

III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan post partum. Penaganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal berikut : 1) Pemberian uterotonik ( dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi lahir. 2) Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat. 3) Penarikan tali pusat yan lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan baik (Nugroho, 2011: 228). 4) Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Ibu-ibu yang mempuyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangan dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. 5) Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infuse dan obat-obatan penguat rahim (uterotonika).

Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infuse dipasang dan sewaktu bayi lahir berikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan sintosinon (Bobak, 2004:518). 9.

Konsep Asuhan Keperawatan Hemoragic Post Partum

a. Pengkajian 1) Identitas Usia

: usia yang terlalu muda atau sudah tua (Bobak, 2004:514)

2) Keluhan Utama (1) Perdarahan pervaginam yang melebihi 500 cc pada kala III

((Bobak,

2004:5124). (2) Perdarahan pascapersalinan dini : perdarahan ≥ 500cc pada 24 jam pertama setelah persalinan (Bobak, 2004:512). (3) Perdarahan pascapersalinan lambat : perdarahan ≥ 500cc setelah 24 jam pertama setelah persalinan (Bobak, 2004:512). (4) Pasien mengeluh lemah (Bobak, 2004:512). b. Riwayat Penyakit Sekarang (1) Pernah mengalami perdarahan pervaginam, konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik (jika pengaliran darah keluar terhalang oleh bekuan darah atau selaput janin), tanda-tanda syok (Bobak, 2004:512). (2) Berkeringat, hipotensi (sistolik < 90 mmHg), Takikardia (nadi > 100x/menit), pucat, Hb < 8 gr %, pernafasan cepat (> 30x/menit), gelisah, bingung atau kehilangan kesadaran, urine yang sedikit (< 30 ml perjam), cyanosis, kontraksi uterus tidak ada, uterus lembek, hematom perineal, vagina dan bladder (Nugroho, 2011: 10). (3) Denyut nadi menjadi cepat, tekanan darah menurun, pasien berubah pucat, ekstremitas dingin, nafasnya menjadi sesak, terengah-engah, berkeringat, dan dapat menyebabkan koma (Nugroho, 2011: 10). c. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kelainan perdarahan memberi kesan adanya kaitan dengan kelainan koagulasi (Nugroho, 2011: 12).

d. Riwayat Kehamilan dan Persalinan (1) Riwayat Kehamilan Janin besar, Pada paritas yang rendah (paritas 1), menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Pada paritas tinggi (lebih dari 3), fungsi reproduksi mengalami penurunan, otot uterus terlalu regang dan kurang dapat berkontraksi dengan baik sehingga kemungkinan terjadi perdarahan pascapersalinan menjadi lebih besar (Nugroho, 2011: 13). (2) Riwayat Persalinan Riwayat persalinan dimasa lampau sangat berhubungan dengan hasil persalinan berikutnya. Seperti persalinan buruk (abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, section caesarea, persalinan lama), pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum (Nugroho, 2011: 13). (3) Riwayat Psikososial-spiritual Pasien ini merasa gelisah (Nugroho, 2011: 10). (4) Activity Day Life ( ADL) - Nutrisi

: penuhi kebutuhan nutrisi yang adekuat (Nugroho, 2011: 13).

- Eliminasi : urine yang sedikit (< 30 ml perjam), (Nugroho, 2011: 10) - Hygiene Perseorangan: terdapat lokhea berwarna merah tua (Nugroho, 2011: 10). (5) Pemeriksaan Fisik - Sistem Pernafasan

: RR > 30x/menit, sesak nafas (Nugroho, 2011: 10).

- Sistem Kardiovaskular

: Pucat, takikardi (nadi > 100x/menit),

hipotensi

(sistolik < 90 mmHg), Hb < 8 gr %, sianosis, hematom perineal, vagina dan bledder (dr. Taufan Nugroho, 2011: 10). perdarahan ≥ 500cc pada 24 jam atau perdarahan ≥ 500cc setelah 24 jam pertama setelah persalinan, ekstremitas dingin (Nugroho, 2011: 11). - Sistem Persarafan

: dapat terjadi koma. Bingung atau kehilangan

kesadaran (Nugroho, 2011: 11). - Sistem Perkemihan

: tidak ada masalah

- Sistem Pencernaan

: tidak ada masalah

- Sistem Musculoskeletal : tidak ada masalah - Sistem Reproduksi

: kontraksi uterus tidak ada, uterus lembek (Nugroho,

2011: 10). konsistensi rahim lunak, fundus uteri naik, Uterus membesar, lunak dan terbenam (atonia uteri), fundus uteri yang berkontraksi (laserasi traktus genitalis) (Nugroho, 2011: 12). e. Asuhan Keperawatan Pasca Persalinan (1) Pada periode pascapersalinan segera, tanda vital ibu harus sering diukur, fundus uterus harus dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik dan jumalah perdarahan per vaginam harus dicatat. (2) Pergerakan segera setelah melahirkan sangat didukung tanpa memandang cara ibu melahirkan. Tata laksana nyeri yang memadai sangat penting. (3) Segera setelah kelahiran, neonatus harus menerima profilaksis oftalmik topikal (untuk mencegah oftalmia neonatorum dan vitamin K). (4) Sebelum pulang dari rumah sakit, staf perawat ahli harus mampu menyiapkan ibu untuk dapat merawat bayinya. Ibu harus menerima immunoglobulin anti-D (ijka ibu Rh-negatif dan bayinya Rh-positif) dan vaksin MMR (jika ibu tidak imun terhadap rubela). (5) Kontrasepsi diperlukan untuk mencegah kehamilan. (6) Kunjungan rutin direkomendasikan dalam waktu 6 minggu setelah persalinan. Konseling kontrasepsi dan pemberian ASI harus dibahas. F. Diagnosa Keperawatan (1) PK: Syok hipovolemik (2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan tekanan ekspirasiinspirasi (3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia. (4) Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasive. (5) Nyeri berhubungan dengan hematoma vagina

g. Nursing Care Plan

(1) PK: Syok hipovolemik Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam tidak terjadi shock Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan kesadaran pada pasien dan tanda-tanda dalam batas normal. 1) Anjurkan pasien untuk banyak minum R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intravascular sehingga dapat meningkatkan volume intravascular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan. 2) Observasi tanda-tanda vital tiap 3 jam R/ Perubahan tanda-tanda vital dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini. 3) Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi seperti rasa haus berlebih, mulut kering dan lengket, mudah mengantuk dan sakit kepala berlebih. R/ Dehidrasi dapat mengakibatkan terjadinya shock bila dehidrasi tidak ditangani secara baik. 4) Observasi intake cairan dan output R/ Intake cairan yang adekuat dapat menyeimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan. 5) Kolaborasi dalam: (1) Pemberian cairan infus / transfusi R/ Cairan intravena dapat meningkatkan volume intravaskular yang dapat meningkatkan perfusi jaringan sehingga dapat mencegah terjadinya shock (2) Pemberian koagulantia dan uterotonika R/ Koagulan membantu dalam proses pembekuan darah di jaringan kulit dan uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan karena adanya vasokontriksi pembulu darah di uterus.

(2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kekurangan asupan O 2 ke jaringan paru-paru yang ditandai dengan pasien mengeluh sesak, sianosis Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x24 jam gangguan pertukaran gas dapat teratasi. Kriteria hasil: pasien tidak mengeluh sesak, tidak ada sianosis. Intervensi dan rasional. 1) Jelaskan faktor penyebab gangguan pertukaran gas ke pasien R/ agar pasien mengetahui faktor penyebab terjadinya gangguan pertukaran gas. 2) Atur posisi klien fowler kecuali ada kontra indikasi R/ meningkatkan ekspansi paru 3) Ajarkan klien latihan nafas dalam bentuk terkontrol R/ fungsi paru dapat ditingkatkan dengan intervensi seperti latihan nafas. 4) Kolaborasi dalam pemberian O2 R/ meningkatkan volume inspirasi, membantu klien saat inspirasi 5) Observasi KU dan TTV klien R: mengetahui konsisi klien dan perkembangan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. (3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia. Tujuan: mampu menunjukan perubahan perfusi jaringan yang adekuat dengasn kriteria hasil: - Menunjukkan tekanan darah normal (120/80 mmHg) - Nadi normal (60-100x/menit) - Gas darah arteri normal - Hb/Ht normal 1) Perhatikan Hb atau Ht sebelum dan setelah kehilangan darah. Kaji status nutrisi, tinggi dan berat badan. R/ nilai bandingan membantu menentukan beratnya kehilangan darah. Status yang ada sebelumnya dari kesehatan yang buruk meningkatkan luasnya cedera dari kekurangan oksigen. Karena tugas Hb adalah mengikat O2 dalam tubuh. 2) Pantau tanda vital: catat derajat dan durasi hipofolemik.

R/ luasnya keterlibatan hipofisis dapat di hubungkan dengan derajat hipotensi. Peningkatan frekuensi pernafasan dapat menun jukkan upaya untuk mengatasi asidosis metabolik. 3) Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahan perilaku seprti gelisah, delirium. R/ perubahan sensorium adalah indikator dini dari hipoksia. Sianosis, tanda lanjut, mungkin tidak tampak sampai kadar PO2 turun di bawah 50 mmHg. 4) Kaji warna dasar kuku, mukosa mulut, gusi, dan lidah, perhatikan suhu kulit. R/ pada kompensasi vasokontriksi dan pirau organ vital, sirkulasi pada pembuluh darah perifer di turunkan, yang mengakibatkan sianosis dan suhu kulit dingin. 5) Kaji payudara setiap hari, perhatikan ada atau tidaknya laktasi dan perubahan pada ukuran payudara. R/ kerusakan atau keterlibatan hipofisis anterior (sindrom sheenhan) menurunkan kadar prolaktin, mengakibatkan tidak adanya produksi ASI dan akhirnya menurunkan jaringan payudara. 6) Pantau GDA dan Kadar pH. R/ membantu dalam mendiagnosa derajat hipoksia jaringan atau asidosis yang diakibatkan dari terbentuknya asam laktat dari metabolisme anarobik 7) Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan. R/ memaksimalkan ketersediaan oksigen untuk transpor sirkulasi ke jaringan. (Doengoes, 2001: 492). (4) Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasive. Tujuan: Menurunkan resiko infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria hasil : - Pasien mengungkapkan pemahaman tentang faktor penyebab infeksi - Lochea bebas dari bau - Suhu 36 – 37,5oC - Nadi 60 – 100 x/menit 1) Perhatikan perubahan pada tanda –tanda vital

R/ peningkatan suhu 38oC pada 2 hari berturut-turut (tidak menghitung 24 jam pertama pascapartum), takikardia, atau leukositosis dengan perpindahan ke kiri menandakan infeksi. 2) Perhatikan gejala-gejala malaise, menggigil, anoksia,nyeri tekan uterus, atau nyeri pelvis. R/ gejala-gejala ini menandakan keterlibatan sistemik, kemungkinan menimbulkan bakterimia, syok dan kematian bila tidak teratasi. 3) Pantau kecepatan involusi uterus dan sifat serta jumlah rabas lokhia R/ infeksi uterus memperlambat involusi dan memperlama aliran lokhia 4) Selidiki sumber potensial lain dari infeksi, seperti pernafasan (perubahan pada bunyi napas, batuk produktif, sputum purulen), atau infeksi saluran kemih (urin keruh, bau busuk , frekuensi, nyeri) R/ diagnosa banding adalah penting untuk pengobatan efektif. Kolaborasi : 5) Kaji kadar Hb/Ht. Berikan suplemen zat besi, sesuai indikasi R/ anemia sering diikuti oleh infeksi, memperlambat pemulihan, dan merusak sistem imun. 6) Dapatkan pewarnaan gram atau kultur bakteri bila lokhea berbau busuk atau banyak R/ pewarnaan gram mengindentifikasi tipe infeksi, kultur mengintentifikasi patogen khusus. 7) Berikan antibiotik intravena, sesuai indikasi. R/ antibiotik spektrum luas mungkin diberikan sampai hasil kultur dan sensitivitas tersedia, pada saat ini antibiotik organisme-khusus dapat mulai diberikan (Doenges, 2001: 495). (5) Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan hematoma vagina Tujuan : Klien mengalami penurunan nyeri, dengan kriteria hasil : nyeri hilang, menunjukkan postur tubuh rileks, mampu tidur/istirahat.

1) Tentukan karakteristik, tipe, lokasi, dan durasi nyeri. Kaji klien terhadap nyeri perineal yang menetap, perasaan penuh pada vagina, kontraksi uterus, atau nyeri tekan abdomen. R/ Membantu dalam diagnose banding dan pemilihan metoda tindakan. Ketidaknyamanan berkenaan dengan hematoma karena tekanan dari hemoragi tersembunyi ke vagina atau jaringan perineal. Nyeri tekan pada abdominal mungkin sebagai akibat dari antonia uterus atau tertahannya bagian-bagian plasenta. Nyeri berat, baik pada uterus dan abdomen dapat terjadi dengan inversi uterus . Laserasi dapat mengakibatkan nyeri rasa terbakar atau sensasi robekan. 2) Kaji kemungkinan penyebab psikologis dari ketidaknyamanan. R/ Situasi darurat dapat mencetuskan rasa takut dan ansietas, yang memperberat persepsi ketidaknyamanan. (Rujuk pada DK: ansietas [uraikan tingkatan].) 3) Intruksikan klien untuk melakukan teknik relaksasi; berikan aktivitas hiburan dengan tepat. R/ Pendidikan dengan metoda fisiologis dan psikologis dari control nyeri menurunkan ansietas dan persepsi ketidaknyamanan klien. 4) Berikan tindakan kenyamanan, seperti pemberian kompres es pada perineum atau lampu pemanas pada penyambungan episiotomy. R/ Kompres dingin meminimalkan edema dan menurunkan hematoma; mengurangi rasa nyeri; panas meningkatkan vasodilatasi, yang memudahkan resorpsi hematoma. 5) Berikan analgesic, narkotik atau sedative sesuai indikasi R/ Menurunkan nyeri dan ansietas; meningkatkan relaksasi (Doenges, 2001: 489). 1.1.5.2 Terjadi infeksi Pada ibu bersalin harus diwaspadai terjadinya infeksi. Bakteri yang biasanya sering menyerang yaitu jenis streptococcus yaitu ditandai dengan demam dan nyeri pada area panggul. Ada juga infeksi nosokomial yang didapat oleh ibu bersalin saat berada di rumah sakit. 1.1.5.3 Muncul postpartum blues

Sindrom pada ibu nifasa yang baru saja amelahirkan yaitu membuat ibu merasa gelisah, takut dan kurang percaya diri atas kemampuannya sendiri dalam merawat buah hatinya. 1.1.5.4 Tamboplebitis Yaitu trombosis yang diawali dengan peradangan dimana terbentuk bekuan dalam vena sekunder akibat inflamasi atau trauma pada dinding vena. 1.1.5.5 Peritonitis Yaitu peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus dalam rongga perut. Peritonium adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah dalam. 1.1.6 Program dan Kebijakan Teknis Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalahmasalah yang terjadi (Prawiharjo, 2008 ; 115). Kunjungan 1

2

Waktu 6-8 jam setelah persalinan

6 hari setelah persalinan

Tujuan - Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. - Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika perdarahan berlanjut. - Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan maa nifas karena atonia uteri. - Pemberian ASI awal. - Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir. - Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi. - Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. - Memastikan involusi uterus berjalan normal uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau. - Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal. - Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. - Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3

2 minggu setelah persalinan

Sama seperti diatas (6 hari setelah persalinan).

4

6 minggu setelah persalinan

- Menanyakan pada ibu tentang penyulit yang ia atau bayi alami. - Memberikan konseling untuk KB secara dini.

BAB 2 LAPORAN KASUS 2.1 PENGKAJIAN 2.1.1 Biodata Nama ibu

: Ny. A

Nama suami : Tn. D

Umur

: 23 tahun

Umur

: 38 tahun

Agama

: Kristen

Agama

: kristen

Pekerjaan

: Karyawan Toko Emas

Pekerjaan

: Karyawan Distributor

Bangsa

: Indonesia

Bangsa

: Indonesia

Pendidikan

: SMA

Pendidikan

: SMA

Alamat

: Surabaya

Status

: Menikah selama 5 bulan

Sumber Data : Rekam Medis dan anamnesa pasien Tanggal MRS

: 12 – 11 – 2018

Jam

: 10.00 WIB

Tanggal Partus

: 13 – 11 – 2018

Jam

: 00.32 WIB

Diagnosa Persalinan

: Partus dengan Vacum Ekstraksi letak belakang kepala,

jenis kelamin perempuan, umur kehamilan 40-41 minggu. Tanggal pengkajian

: 14 – 11 – 2018

Jam

: 07.30 WIB

(1 Hari 7 jam post partum) Ruang/Kelas

: Maternitas, kamar 76 bed 3

2.1.2 Keluhan Utama Ibu mengungkapkan nyeri di daerah jahitan, nyeri terasa panas seperti terbakar, nyeri hilang timbul, nyeri muncul ketika ibu bergerak, skala nyeri 2 2.1.3 Riwayat Penyakit Ny. E mengungkapkan sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, Diabetes Militus, jantung, hepatitis, Tuberculosis, asthma, Leukemia, penyakit gangguan pembekuan darah/ trombositopenia, Lupus Eritematosus sistemik, ginjal dan tidak ada riwayat alergi. 2.1.4 Riwayat Kesehatan Keluarga Ny. E mengungkapkan di dalam keluarga ada keturunan kembar, ibu pasien memiliki riwayat Hipertensi, keluarga tidak memiliki riwayat Diabetes militus,

Astma, penyakit Jantung, dan penyakit menular Tuberculosis, Hepatitis, Leukemia, penyakit gangguan pembekuan darah/ trombositopenia 2.1.5 Riwayat menstruasi 2.1.5.1 HPHT

: 31-01-2018

2.1.5.2 Perkiraan persalinan : 11-11-2018 2.1.5.3 Menarche

: 11 tahun

2.1.5.4 Siklus

: 28 hari

2.1.5.5 Sifat haid/darah

: jumlah banyak, konsistensi encer, tidak berbau

2.1.5.6 Dysmenorrhoe

: tidak

2.1.5.7 Flour albus

: tidak

2.1.6 Riwayat Keluarga Berencana Ny . A mengungkapkan baru melahirkan pertama kali melahirkan dan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun. 2.1.7 Riwayat kehamilan sekarang 2.1.7.1 G1 P00000 2.1.7.2 ANC: 12x di BKIA RS. RKZ 2.1.7.3 Imunisasi TT : Balita : lengkap SD

: 2X

CPW : Hamil: -

Hasil ANC Tanggal

Keluhan sekarang

Tekanan darah (mmHg)

Berat badan (cm)

Umur kehamilan

TFU (cm)

Letak janin

DJJ (x/menit)

Reflek edema

Terapi

Nasehat

4/6/2018

Kadang pusing

110/70

73

17+1

½ simpisis posterior

Balotemen +

161

+/+

Kalk, obimin

6/7/2018

6/7/2018

Gerak aktif

110/70

72

20+5

16

Balotemen +

146

+/+

Kalsium laktat, obimin

3/8/2018

3/8/2018

Gerak sering

100/70

75

20+5

18

Balotemen +

136

+/+

Livron, obimin

31/8/2018

31/8/201 8

Agak flu

100/60

74

30+2

25

U

157

+/+

Livron, obimin

14/9/2018

14/9/201 8

Gerak sering

100/70

75

32+2

28

U

147

+/+

Livron, obimin

28/9/2018

28/9/201 8

Gerak sering

90/60

75

34+2

29

U

133

+/+

Obimin

12/10/2018

12/10/20 18

Gerak sering

110/70

75,5

53+5

30

U

150

+/+

Obiplus, livron

19/10/2018

19/10/20 18

Gerak sering

110/70

75,5

36+5

32

U puki

142

+/+

Obipluz, livron

26/10/2018

26/10/20 18

Gerak sering

110/70

75

38+2

32

U puki

140

+/+

Obipluz, livron

02/11/2018

02/11/20 18

Gerak sering

120/70

76

38+5

33

U puki

128

+/+

Obipluz, livron

09/11/2018

09/11/20 18

Gerak sering

110/80

76

39+5

32

U puki

133

+/+

Obipluz, livron

12/11/20 18

Perut kencengkenceng

100/80

74,5

40+1

33

U puki

144

+/+

Obipluz, livron

Keistimewaan selama ANC 26/10/2018 dilakukan CTG di BKIA dengan hasil reaktif

2.1.8 Riwayat Persalinan Pada tanggal 12-11- 2018 jam 10.00 WIB pasien datang ke rumah sakit ruang bersalin, keadaan umum pasien saat datang baik tensi :118/86 mmhg suhu: 36, 2 0 C nadi: 100 x/mnt, TFU 33 cm, DJJ : 144 x/mnt,

VT partio lunak effacement

(penipisan) 50% Ø 2 cm ketuban +, letak kepala hodge (penurunan)1. Pasien datang konsul ke dr M UK 40-41 mgg CTG reaktif his 10 menit 2 x lama 30 detik, advis evaluasi 4 jam. Jam 11. 30 WIB air ketuban pecah his tetap pembukaan tetap advis dr M memberikan injeksi ceftriaxone 1 gr drip PZ 100 cc evaluasi jam 15.30 WIB. Saat di evaluasi His turun 10 menit 1 x (inersia uteri) pembukaan tetap advis pasang oksitosin drip sesuai SOP, Jam 20.30 WIB oksitosin habis advis lanjukan oksitosin ke 2, jam 23.00 WIB gawat janin 1 DJJ 76-80 x/mnt pembukaan lengkap DJJ irreguler, tlpn dr M advis stop oksitosin drip ke 2 diganti dengan RL digrojok mempercepat kala 2 dengan vaccum ekstrasi. Tanggal Persalinan: 13-11-2018 Jam Persalinan: 00.32 WIB Persalinan : Partus vaccum ekstrasi indikasi ibu tak kuat mengejan, letak belakang kepala, perempuan, usia kehamilan 40-41 minggu. Jam Plasenta Lahir: 00.50 WIB Uri Lahir: Spontan Cotyiledon: Lengkap panjang tali pusat, insersio tali pusat, berat plasenta, diameter plasenta, membran, kelainan plasenta, tidak ada data/ tidak dikaji. Plasenta di periksa dr. M dengan keadaan cotyledon dan selaput lengkap. Lama Persalinan : Kala I

: Durasi waktu kala I. 25 jam

Kala II

: Durasi waktu kala II. 1 jam lebih 32 menit.

Kala III

: Durasi waktu kala III. 18 menit

Total waktu persalinan adalah 26 jam 50 menit

+

Jumlah Perdarahan : kala II 200 cc kala III 800 cc + Total

1000 cc

Robekan Jalan Lahir : Robekan terdapat di perinium dan vagina dinding lateral fornik sampai dengan posterior, jenis jahitan sub cuticulair, hecting dengan benang vicryl 1/0 dan vicryl 2/0. Pengobatan yang diberikan : Kala 1 : 1) Ceftriaxon 2x1 gram IV Dengan indikasi : Mengobati dan mencegah infeksi bakteri 2) Oxytocin drip (1 flas D5% 500 cc + 5 iu syntosinon drip) Mulai 8 tpm naik 4 tpm tiap 15 menit dengan tetesan maksimal 36 tpm Dengan indikasi : Merangsang kontraksi pada rahim secara teratur. 3) Jam 21.30 oxytosin diganti infus RL kosongan grojok 1 flas 500 cc Dengan indikasi : resusitasi intrauteri DJJ Bayi turun 76x/menit 4) Oksigen nasal 3 lpm Dengan indikasi : untuk mempertahan oksigenasi dari ibu ke janin Kala 2 : 1) Melanjutkan oxytosin drip 2 2) D5% 1 flas + 5 iu syntosinon drip 40 tpm 3) 200 mcg bleed stop IV + 10 ui syntosinon IV + 10 ui syntosinon drip 4) O2 nasal 3 lpm Kala 3 : 1) RL + 2 ampul syntosinon/drip 20 tpm 2) Injeksi 1 ampul syntosinon/ 10 iu IM + 200 mcg bleedstop 3) Pasien dilakukan pemeriksaan HB dengan hasil 8,6 g/dl sehingga di Tranfusi WB 1 bag di tangan kanan Jam 00.45 Indikasi : Memenuhi kebutuhan darah akibat perdarahan atau meningkatkan volume darah akibat kehilangan darah. O2 nasal 3 lpm

Kala 4 : 1) 02.30 diberikan O2 masker 5 lpm 2) RL + 2 ampul sytosinon/drip 20 tpm 3) 3 ampul pehakain untukn anastesi lokal secara SC Perdarahan masih tetap merembes, dilakukan inspekulo ruptur dinding vagina lateral sampai vornik posterior. dilakukan hecting oleh dr M di kamar bedah dengan bius sedasi dalam. Hasil pemeriksaan 2 jam Post Partum : TFU setinggi pusat, kontraksi uteri hilang timbul, terpasang kateter, perdarahan sejak uri lahir hingga 2 jam PP yaitu 800 cc. Penyulit persalinan : Ketuban pecah 13 jam sebelum bersalinan dengan HPP 1000 cc. Ibu dirawat di ICU karena hypotensi dan diberikan tranfusi WB ke II dengan jumlah 1 bag observasi perdarahan dan tensi 50/40 mmhg sampai dengan 60/40 mmhg di ICU. Terapi saat di ICU : 1) RL + syntocinon 1 amp + bleedstop 1 ampul 20 tpm 2) Morfin 0,5 mili/jam (bila tensi turun 100 sistol, habis stop) 3) Paracetamol 1 gr 3x1 flas/drip 4) Tranfusi 2 bag WB 5) Bila sistol >100 mmHg maka diberikan lasix 1 ampul IV 6) Metronidazole 500mg 3x1 drip 7) Kalnex 500 mg 3x1 ampul IV 8) Ondancentron 8 mg 2x1 ampul IV 9) Omeprazole 40mg 2x1 vial IV 10) Metergin bleed stop 3x1 IV secara pelan Keadaan bayi : Jenis kelamin perempuan, umur kehamilan 40-41 minggu, hidup, apgar skor 1 menit diberi O2 dan 5 menit 10, berat badan lahir 3510 gram, panjang bayi 51 cm, tidak ada kelainan fisik.

2.1.9 Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari 2.1.9.1 Aktivitas Istirahat Di rumah : Ibu mengungkapkan bekerja sebagai karyawan toko mas, selama hamil Ibu tetap berkerja, Ibu pernah mengikuti senam hamil 3 kali karena Ibu mengeluh lemas dan pusing. Ibu tidur jam 21.00 WIB - 05.00 WIB. Lama tidur 8 jam per hari dan tidak pernah tidur siang karena bekerja. Selama hamil ibu tidak mengalami insomnia atau gangguan tidur lainnya. Di rumah sakit : 1 hari 7 jam setelah melahirkan ibu belum mulai mobilisas dikarenakan masih takut untuk bergerak karena luka jahitan. Ibu tidur 22.00 WIB sampai pukul 05.00 WIB tetapi sering terbangun karena banyak nyamuk. Lama tidur ±7 jam per hari. 2.1.9.2 Hygiene Di rumah : di rumah ibu mandi 2 x sehari, keramas 2 hari sekali, menggosok gigi 2x sehari, ibu cebok dengan air bersih dari arah depan ke belakang. Di rumah sakit : saat di kaji ibu baru selesai mandi di bantu oleh perawat dan belum keramas, baru mandi di ganti pembalut 1x pada pagi hari terdapat lochea rubra ½ pembalut dan dilakukan perawatan vulva gygiene, ibu menggunakan underpad. 2.1.9.3 Nutrisi Di rumah : di rumah ibu tidak memiliki batasan makanan, ibu tidak suka sayur, setiap hari ibu makan nasi, lauk dan buah. Ibu mengkonsumsi susu indomillk sejak hamil semester pertama, ibu makan 3 x sehari, minum susu 2 sehari sekali, dan minum air ± 2 liter/ hari. Di rumah sakit : di rumah sakit ibu mengkonsumsi makanan yang sudah di sediakan rumah sakit tanpa makan makanan tambahan. Dan minum susu indomilk 1 x ½ gelas sebelum di kaji. Ibu minum air ± 800 cc 2.1.9.4 Eliminasi Di rumah : pasien BAB 1 x / hari dengan konsistensi lembek, pasien BAK ±10 x/ hari Di rumah sakit : jam 07.45 WIB saat dikaji ibu menggunakan kateter jumlah urin 350 cc, warna kuning jernih, , ibu belum BAB sejak tanggal 12-11-2018

2.1.10 Riwayat Psikososial-spiritual 2.1.10.1 Pada fase taking in ibu memerlukan bantuan dalam melakukan segala aktifitasnya dan perlu perhatian lebih karena masih merasakan nyeri dan lelah setelah melahirkan. Ibu masih berfokus pada dirinya. Ibu dibantu oleh perawat untuk seka, mengganti baju, membersihkan payudara, 2.1.10.2 Status emosi ibu terlihat tenang dan gembira atas kelahiran anaknya. 2.1.10.3 Reaksi dan persepsi terhadap kelahiran bayi: kelahirkan bayi diharapkan oleh ibu dan suaminya, ibu merasa senang dengan kehadiran bayinya, 2.1.10.4 Kebutuhan interaksi dengan orang lain: Ibu dapat menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga terutama suami saat melahirkan ibu ditemani oleh suami, keluarga 2.1.10.5 Kebiasaan dan kepercayaan: ibu mengatakan ada kepercayaan khusus dalam keluarga setelah melahirkan yaitu minum jamu untuk memperlancar ASI dan membuat badan kembali seperti sebelum hamil. 2.1.11 Pengetahuan dan sikap 2.1.11.1 Perawatan bayi: ibu belum berpengalaman merawat bayi karena ini adalah anak ke-1. Ibu mengungkapkan belum biasa memandikan bayi, ibu baru belum tau cara menyusui bayi 2.1.11.2 Rencana kontrasepi: ibu berencana untuk menggunakan alat kontrasepsi, ibu mengungkapkan belum menggetahui tentang alat kontrasepsi, sehingga ibu belum memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan. 2.1.12 Laktasi IMD tertunda karena ibu berada di ICU kondisi ibu yang mengalami perdarahan setelah melahirkan bayi berada di NL 1 dan. Saat dikaji Ibu mengungkapkan sudah menyusui, ibu mengatakan ASI sudah keluar tetapi sedikit. ibu mengungkapkan merasa mulas saat menyusui bayi 2.1.13 Pemeriksaan fisik 2.1.13.1 Keadaan umum

Keadaan umum pasien baik, kesadaran composmentis, tensi 100/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 36oC, RR 20x/menit, CRT kembali dalam 2 detik, akral hangat, spO2 98 %. 2.1.13.2 Kepala dan Leher Rambut kotor, berketombe, distribusi rambut rata, warna hitam. Tidak ada edema pada daerah palpebra, warna konjungtiva pucat, sklera putih tidak ikterus, wajah tidak sembab, tidak ada kloasma gravidarum, mukosa bibir lembab, tidak sianosis, tidak sariawan, ada gigi berlubang pada graham kanan atas, leher tidak ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar tiroid, ekspresi wajah tampak tenang. 2.1.13.3 Dada Suara napas vesikuler, irama reguler, irama jantung reguler, auskultasi S1/S2 tunggal, payudara kiri dan kanan simetris, payudara bersih, tidak keras, puting berbentuk dan menonjol, terdapat colostrum saat punting di tekan 2.1.13.4 Abdomen Perut kembung, tidak ada luka bekas operasi, adanya linea nigra, adanya striae albicans, tidak ada pembesaran hepar, TFU 2-3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik, vesika urinaria kosong 2.1.13.5 Vulva dan Perineum Keadaan vulva bersih, ada luka jahitan diperineum, keadaan jahitan baik, tidak ada kemerahan disekitar jahitan, tidak bernanah, pasien menggunakan underpad, ada pembengkakan di labia mayora, akibat robekan perinium dan vagina dinding lateral sampai dengan fornic posterior keadaan underpad bersih karna saat di kaji baru saja diganti.sebelum mandi lochea ibu rubra, tidak ada bau, dengan jumlah ½ pembalut 2.1.13.6 Anus Tidak Ada hemoroid 2.1.13.7 Ekstremitas: Tidak ada varises, akral hangat, tidak ada edema, reflek patela +/+ skala kekuatan otot

5 5

5 5

2.1.14 Pemeriksaan Penunjang Tanggal 12-11-2018 Jam 14.00 13-11-2018 Jam 15.00

Jenis Lab Darah

Hasil

Nilai Normal

Hb

13,2

11,5 – 16,5 g/dl

Hb

8,6

11,5 – 16,5 g/dl

2.1.15 Terapi 2.1.15.1 Paracetamol 2x 1000 ml (drip) Golongan obat

: analgesik dan antipiretik

Mekanisme kerja : menghalangi produksi prostaglandir yaitu yang terlibat dalam transmisi rasa sakit ke otak sehingga paracetamol dapat disebut sebagai inhibitor prostaglandir yang lemah Indikasi

: untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang dan meredakan demam.

2.1.15.2 Ceftriaxone 2 x 1 gram Golongan obat

: Antibiotik sefalosporin

Mekanisme kerja

: Menghambat pertumbuhan bakteri atau membunuh bakteri dalam tubuh

Indikasi

: Mengobati dan mencegah infeksi bakteri

ANALISA DATA No.

Tanggal

Data

Etiologi

Masalah

1.

14 Novemb er 2018

DS : Pasien mengungkapkan merasa mulas saat menyusui bayi

Riwayat persalinan memanjang dan inersia uteri,

Risiko Perdarahan Post Partum Berlanjut

2.

14 Novemb er 2018

DO:

Tindakan vacum ekstraksi

- TD 100/70 mmHg - Nadi 80 x/menit - Kala satu 26 jam normalnya 12 jam - Perdarahan post partum 1000cc - Konjungtiva pucat - Hb 8,9 g/dl - SPO 2 98 % - TFU 2-3 jari di bawah pusat - Kontraksi uterus baik - Lochea rubra, jumlah ½ pembalut - Akral hangat - CRT < 2 detik - Vesika urinaria kosong - Ada luka jahitan diperineum post repain dari vagina dinding lateral sampai dengan fornic posterior - Ada pembengkakan di labia mayora

Trauma jalan lahir robekan perineum laserasi dinding vagina lateral sampai forniks posterior

DS : Pasien mengungkapkan nyeri di daerah jahitan, nyeri terasa panas seperti terbakar, nyeri hilang timbul, nyeri muncul ketika ibu bergerak, skla nyeri 2

Luka jahitan perineum sampai dengan posterior

DO : - Perdarahan post partum 1000cc - Hb 8,6 g/dl - Suhu 370c - TFU 2-3 jari di

Hpp 1000 cc, anemia Penurunan perfusi o 2 ke jaringan menurun Gangguan kontraksi otot rahim Antonia uteri Resiko perdarahan berlanjut

Tindakan invasi (vacum ekstrasi) Peningkatan pajaan patogen dilingkungan Resiko infeksi

Risiko Infeksi

bawah pusat - Kontraksi uterus baik - Lochea rubra, tidak bau, ½ pembalut - Ada luka jahitan diperineum dari vagina dinding lateral sampai dengan fornic posterior, tidak ada kemerahan di sekitar jahitan tidak bernanah - Bengkakan di labia mayora 3

14 Novemb er 2018

DS : Pasien berencana untuk menggunakan alat kontrasepsi, ibu mengungkapkan belum menggetahui tentang alat kontrasepsi, sehingga ibu belum memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan

Kurang informasi terkait dengan KB

Ketidakefektifan penetalaksanaan tentang KB

Klien bingung dengan pemilihan alat kontrasepsi Ketidakefektifan penetalaksanaan tentang KB

DO : -

Usia ibu 23 tahun Pendidikan SMA Anak pertama Riwayat kehamilan ini HPP - Tidak ada penyakit HT, DM, Jantung, asma, tumor atau kangker - Tidak ada varises - Kontraksi uterus baik

Diagnosa Keperawatan No 1

Tanggal 14 Januari 2018

2

14 Januari 2018

3

14 Januari 2018

Diagnosa Risiko perdarahan post partum berlanjut behubungan dengan inertia uteri, persalinan memanjang Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya saluran masuknya mikroorganisme akibat rupture dan riwayat HPP Ketidakefektifan penatalaksanaan tentang KB berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

Rencana Asuhan Keperawatan No. 1.

tanggal 14/11/2018

Diagnosa Risiko perdarahan postpartum berlanjut behubungan dengan inertia uteri, persalinan memanjang

Tujuan Setelah dilakukan 1. tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien tidak menunjukkan terjadinya perdarahan berulang dengan kriteria hasil: - Ttv normal : TD 2. 100-130/7090mmHg, nadi 60-100x/menit - Konjungtiva merah muda - TFU turun 1-2 jari dalam 24 jam - Lokea normal (jumlahnya tidak lebih dari 500cc/hari, warna lochea sesuai dengan masa nifas) - Kontraksi uterus baik - Kadar Hb 3. dalam batas normal 11,5-

Intervensi

Rasional

Implementasi

Evaluasi formatif 14 November 2018 Jam 13.30 WIB DS: Pasien mengungkapka n merasa mulas saat menyusui bayi DO: - TTV (TD: 110/70mmh g ,nadi 84x/mnt ), - Konjungtiva pucat, - Tinggi fundus uteri 2-3 jari dibawah pusat, - Pengeluaran darah pervagina jumlah 1/2 softek, - Warna merah kecoklatan, - Kontraksi uterus baik. - Hb 10,00

Jelaskan kepada pasien dan keluarga penyebab terjadinya perdarahan berlanjut

1. penyebab dari perdarahan yaitu karena kontraksi ukterus yang menurun.

14 November 2018 Jam 08.00 WIB Menjelaskan kepada pasien penyebab perdarahan adalah kontraksi dari uterus yang menurun

Jelaskan kepada pasien tanda perdarahan dan pengeluaran lochea normal

2. Agar pasien dapat membedaka n adanya perdarahan atau lokea yang diproduksi

Jam 08.10 WIB Menjelaskan kepada pasien penggeluaran cairan pervagina normal selama masa nifas, lochea rubra berwarna merah kehitamanan selama 1-3 hari, sanguilenta putih bercampur merah 3-7 hari, serosa berwarna kekuningan/kecokla tan 7-14 hari, alba putih > 14 hari

Ajarkan pada pasien untuk

3. Merangsan g kontraksi uterus

Jam 09.00 WIB Mengajarkan merangsang

cara

Evaluasi Sumatif 15 Nobember 2018 Jam 12.30 WIB DS: Pasien mengungkapkan merasa mulas saat menyusui bayi DO: - TTV 110/70 mmHg, nadi 90x/menit - Konjungtiva tidak anemis - TFU 4 jari dibawah pusat - Kontraksi uterus baik - Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ softek. A: Masalah tidak terjadi

16,5 gr/dl

melakukan masase pada bagian rahim

kontraksi uterus dengan pijatan sirkuler atau melingkar bagian perut yang teraba keras di bagian bawah umbilikus

4.

Bantu pasien untuk sering menyusui bayi

4.

Untuk merangsan g pengeluara n hormone oksitosin dan prolaktin untuk merangsan g kontraksi uterus agar tidak terjadi perdarahan

Jam 10.00 WIB Membantu pasien untuk menyusui bayi

5.

Anjurkan pasien menghabisk an makanan yang sudah disediakan rumah sakit

5.

Makanan dari rumah sakit sudah disesuaika n dengan kebutuhan nutrisi pasien

Jam 10.40 WIB Menganjurkan pasien untuk makan makanan yang sudah disediakan oleh rumah sakit

6.

Kolaborasi dengan

6.

Blees stop: - Untuk

Jam 13.00 WIB Memberikan

obat

-

g/dl, PCV/HCT 30.0%

A: Masalah tidak terjadi P: Intervensi 1 dan 2 hentikan, lanjutkan intervensi 3-7

dokter dalam pemberian terapi utero tonika - Bleed stop 125 mg 3x1 PO - Maltofer 100 mg 2x1 PO 7.

2.

14/11/2018

Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasi

menghenti kan perdarahan

bleedstop 200mg dan memberikan obat maltofer 100 mg secara oral

Maltofer: - Pencegaha n defisiensi zat besi

Observasi Ttv: TD Konjungtiva merah muda TFU Lokea (jumlah dan warna) Kontraksi uterus Kadar Hb

7. Untuk mengetahui tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

Pasien tidak 1) Jelaskan mengalami tandakepada ibu tanda infeksi setelh untuk segera dilakukan tindakan memencet keperawatan 1x24 bel apabila jam dengan kriteria mengalami hasil: tanda-tanda

1) Agar pasien dapat mengetaui bahwa yeri, demam, perdarahan yang

Jam 13.30 WIB Mengobservasi TTV (TD: 110/70mmhg ,nadi 84x/mnt ), konjung tiva pucat, tinggi fundus uteri 3 jari dibawah pusat, pengeluaran darah pervagina jumlah 1/2 softek warna merah kecoklatan, dan kontraksi uterus baik. Hb 10,00 g/dl, PCV/HCT 30.0 % 14 November 2018 Jam 07.30 WIB Menjelaskan kepada pasien tentang tanda dari infeksi yaitu salah satunya

14 November 2018 Jam 13.30 WIB DS : Keadaan pasien mengungkapka n tidak merasa

15 Nobember 2018 Jam 13.30 WIB DS : Keadaan pasien mengungkapkan tidak merasa

1) Suhu dalam infeksi batas normal seperti (36,5-37,5oC) lochea 2) TFU turun 1-2 berbau, cm dalam 1 hari jahitan 3) Kontraksi bernanah, uterus baik nyeri pada 4) Lokhea sesuai jahitan dan masa nifas demam (jumlahnya tidak lebih dari 2) Lakukan 500cc/hari) dan perawatan tidak bau luka jahitan 5) Keadaan dengan perineum tidak vulva merah, tidak hygiene bengkak, tidak ada nanah

abnormal dan berbau merupakan salah satu indikator adanya infeksi.

2) Perawatan luka jahitan dapat membantu dalam mempercep at proses penyembuh an luka.

3) Ajarkan cara cebok yang baik yaitu dari depan ke belakang

3) Cara cebok dari depan kebelakang bertujuan untuk menghindar i bakteri yang berasal dari anus yaitu bakteri ecoli

4) Anjurkan untuk sering

4) luka jahitan pada

demam, bau pada lochea, ada nanah pada luka jahitan. -

demam DO: Suhu 36,7OC Tinggi fundus uteri 2-3 jari dibawah pusat - Kontraksi uterus baik. - Pengeluaran darah pervagina Jam 07.45 WIB jumlah 1/2 Melakukan vulva softek warna hygiene dan merah melepaskan kecoklatan kateter yang - Keadaan terpasang perineum tidak merah, tidak bengkak, tidak ada nanah Jam 08.15 WIB Mengajarkan untuk cebok yang baik yaitu dari depan ke belakang.

Jam 08.35 WIB Menganjurkan

A: Masalah tidak terjadi

demam DO: Suhu 36,8oC TFU 4 jari dibawah pusat Kontraksi uterus baik Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ softek. Keadaan perineum tidak merah, tidak bengkak, tidak ada nanah A: masalah infeksi tidak terjadi, intervensi dihentikan, pasien pulang.

mengganti pembalut

perineum merupakan port de entry bagi invasi bakteri.

untuk mengganti pembalut setiap 4-6 jam sekali untuk mencegah infeksi

5) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik ceftriaxone 2x 1 gram IV, habis stop ganti cefixime 2 x 100 mg PO

5) Ceftriaxone dan cefixime adalah golongan antibiotik sefalosporin antibioti yang digunakan untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh bakteri bukan virus

Jam 09 WIB Memberikan obat ceftriaxone 1x 1 gram IV, habis stop ganti cefixime 2 x 100 mg PO

6) Observasi Suhu , TFU , Kontraksi uterus , Lokhea (jumlah dan warna) ,bau Keadaan perineum

6) Suhu dalam batas normal (36,537,5oC) TFU turun 1-2 cm dalam 1 hari Kontraksi

Jam 13.30 WIB Melakukan observasi suhu, TFU, keadaan umum, keadaan jahitan, lokhea (warna, jumlah, tidak berbau)

uterus baik Lokhea sesuai masa nifas (jumlahnya tidak lebih dari 500cc/hari) dan tidak bau Keadaan perineum tidak merah, tidak bengkak, tidak ada nanah 3

14/11/2018

Ketidakefektifan penatalaksanaan tentang KB berhubungan dengan kurangnya pengetahuan KB

Pasien dapat menentukan jenis kontrasepsi yang akan digunakan dalam waktu 1 x 24 jam dengan kriteria hasil: - Ibu mampu menjelaskan tentang pengertian KB - Ibu mampu menjelaskan tentang jenisjenis KB - Ibu mampu

1. Jelaskan pengertian KB

1.

KB merupakan suatu program yang dicanangka n oleh pemerintah untuk mengatur jarak kelahiran anak, sehingga dapat tercapai

14 November 2018 Jam 10.00 WIB Menjelaskan pengertian KB, jenis KB dan efek samping

-

14 November 2018 Jam 12.00 WIB DS : Pasien mengungkapkan telah memahami tentang pengertian KB, jenis KB dan efek samping DO: Pasien mampu mengulangi penjelasan yang sudah diberikan

menjelaskan tentang tujuan KB - Ibu mampu menjelaskan tentang efek samping KB

keluarga kecil yang sehat, bahagia dan sejahtera 2. Jelaskan tentang jenis-jenis KB

2. pengetahuan tentang jenis-jenis KB: Pantang Berkala (Sistem Kalender) Cara ini dilakukan dengan tidak melakukan senggama pada saat istri dalam masa subur. Cara ini kurang dianjurkan karena sukar dilaksanaka n dan membutuhk an waktu lama untuk ‘puasa’. Selain itu,

A : masalah sudah teratasi P : intervensi dihentikan Jam 10.40 WIB Memberikan kesempatan pasien untuk berunding dengan suami tentang alat kontrasepsi yang akan digunakan

kadang juga istri kurang terampil dalam menghitung siklus haidnya setiap bulan. Kondom merupakan salah satu pilihan untuk mencegah kehamilan. kondom adalah suatu kantung karet tipis, biasanya terbuat dari lateks, tidak berpori, Jenis-jenis Pil a. Pil gabungan atau kombinasi Tiap pil mengandung dua hormon sintetis, yaitu hormon estrogen dan

progestin. Pil gabungan mengambil manfaat dari cara kerja kedua hormon yang mencegah kehamilan, dan hampir 100% efektif bila diminum secara teratur. b. Pil berturutan Dalam bungkusan pilpil ini, hanya estrogen yang disediakan selama 14— 15 hari pertama dari siklus menstruasi, diikuti oleh 5—6 hari pil gabungan antara estrogen dan progestin pada sisa siklusnya. Ketepatgunaa n dari pil berturutan ini

hanya sedikit lebih rendah daripada pil gabungan, berkisar antara 98—99%. Kelalaian minum 1 atau 2 pil berturutan pada awal siklus akan dapat mengakibatka n terjadinya pelepasan telur sehingga terjadi kehamilan. Karena pil berturutan dalam mencegah kehamilan hanya bersandar kepada estrogen maka dosis estrogen harus lebih besar dengan kemungkinan risiko yang lebih besar pula

sehubungan dengan efekefek sampingan yang ditimbulkan oleh estrogen. c. Pil khusus – Progestin (pil mini) Pil ini mengandung dosis kecil bahan progestin sintetis dan memiliki sifat pencegah kehamilan, terutama dengan mengubah mukosa dari leher rahim (merubah sekresi pada leher rahim) sehingga mempersulit pengangkutan sperma. Selain itu, juga mengubah lingkungan

endometrium (lapisan dalam rahim) sehingga menghambat perletakan telur yang telah dibuahi. Kontra indikasi Pemakaian Pil Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudara atau kanker kandungan, hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis,

pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala) AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) AKDR tidak akan mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI) Norplant merupakan alat kontrasepsi jangka panjang yang bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norplant dipasang di bawah kulit, di atas otot pada lengan atas wanita. Alat

tersebut terdiri dari enam kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet silastik. Masingmasing kapsul mengandung progestin levonogestrel sintetis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB. Hormon ini lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil dari lengan pemakai. Kapsul-kapsul ini bisa terasa dan kadangkala terlihat seperti benjolan atau garis-garis

3. Jelaskan tentang tujuan diberikan

3. Tujuan KB yaitu untuk kesejahteraan ibu dan anak,

Jam 11.00 WIB Mengkaji pemahaman pasien tentang KB

KB

NKKBS (norma keluarga kecil bahagia sejahtera), karena pasien dengan riwayat HPP kb dapat membantu menyiapkan kondisi fisik ibu agar tidak terjadi HPP berulang

4. Diskusikan dengan ibu tentang KB yang sesuai untuk ibu menyusui

4. dengan adanya diskusi dapat memberikan kesempatan kepada ibu untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai pemilihan KB. KB yang sesuai untuk ibu menyusui adalah KB suntik 3 bulan (depoprogestin), dan KB pil

5. Berikan umpan balik

5. dengan diberikan

Jam 11.10 WIB Memberikan kesempatan pasien untuk berdiskusi bersama suami

Jam 12.00 WIB Menjawab

umpan balik dapat membantu mengetahui sejauh mana ibu memahami tentang KB

pertanyaan yang dilontarkan pasien terkait dengan KB (waktu yang tepat untuk memulai pemasangan KB yaitu 4 manggu setelah melahirkan)

Catatan Perkembangan No 1

Tanggal

Diagnosa

SOAPIE

Paraf

15 Januari 2018

Risiko perdarahan post partum berlanjut behubungan dengan inertia uteri, persalinan memanjang

15 Nobember 2018 Jam 12.30 WIB S: pasien mengungkapkan mulas saat meneteki O: -

TTV 110/70 mmHg, nadi 90x/menit Konjungtiva tidak anemis TFU 4 jari dibawah pusat Kontraksi uterus baik Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ softek. A: masalah tidak terjadi P: intervensi di hentikan pasien pulang I: Jam 08.00 WIB Membantu pasien menyusui bayi

untuk

Jam 09.00 WIB Memotivasi pasien untuk menghabiskan makanan yang sudah disediakan oleh rumah sakit, memberikan obat oral bleedstop 125 mg dan maltofer 100 mg. Jam 09.10 WIB Membantu pasien menyusui bayi

untuk

Jam 11.00 WIB Menyarankan pasien untuk memijat rahim secara sirkuler Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ pembalut. Jam 12.30 WIB Menganjurkan pasien menghabiskan porsi makanan yang sudah disediakan rumah sakit, Jam 13.00 WIB Memberi obat bleedstop 125 mg secara oral Jam 13.10 WIB

Mengobservasi TTV: TD 110/70 mmHg, nadi 90x/mnt, konjungtiva tidak pucat, kontraksi uterus baik, CRT 2 detik TFU turun 4 jari di bawah pusat jam 14.00 WIB Memberikan pendidikan kesehatan tentang menyusui bayi dapat membantu merangsang kontraksi uterus yang dapat mencegah terjadinya perdarahan, mengkonsumsi makanan terutama sayur bayam dan sayur kangkung yang menggandung zat besi untuk mengatasi kekurangan zat besi yang di sebabkan oleh perdarahan sebelumnya, mengajarkan cara memijat rahim secara sirkuler untuk membantu merangsang kontraksi uterus, meminum obat yang di berikan sessuai anjuran dokter. Dan memberitahu pasien tentang pengeluaran lochea terkait dengan jumlah , dan jenis. Tanggal kontrol yaitu tanggal 18 november 2018 di BKIA RKZ. Bila terjadi perdarahan atau berbau atau bernana pada daerah luka maka sebelum tanggal tersebut segera ke RSK. E: Jam 13.30 WIB Pasien mengungkapkan mulas saat menyusui bayi, ada kontraksi pada rahim TTV 110/70 mmHg, nadi 90x/menit, Konjungtiva tidak anemis, TFU 4 jari dibawah pusat, Kontraksi uterus baik, Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ softek. 2.

15 November 2018

Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan invasi

Jam 13.30 WIB DS : Keadaan mengungkapkan tidak demam

-

pasien merasa

DO: Suhu 36,8oC TFU 4 jari dibawah pusat Kontraksi uterus baik Lokhea 100cc/hari Lokea tidak bau Terdapat lochea berwarna merah segar jumlah ¼ softek.

- Keadaan perineum tidak merah, tidak bengkak, tidak ada nanah A: masalah tidak terjadi P: intervensi dihentikan pasien pulang I: Jam 07.10 WIB Mengobservasi area jahitan pasien, tidak ada kemerahan pada vagina, idak terdapat nanah, vagina sudah tidak bengkak Jam 08.10 WIB Menganjurkan untuk mengganti pembalut setiap 4-6 jam sekali untuk mencegah infeksi, dan menanyakan kembali cara cebok yang sudah dilakukan pasien. Jam 09.00 WIB Memberikan obat cefixime 100 mg dan zaldiar 100 mg Jam 11.30 WIB Observasi Suhu, TFU, Kontraksi uterus, Lokhea (jumlah dan warna), bau, Keadaan perineum tidak ada kemerahan, dan bengkak Jam 14.00 WIB Memberikan pendidikan kesehatan tentang cara cebok, dan mengingatkan pasien untuk mengganti pembalut 4-6jam sekali, menghabiskan antibiotik cefixime sesuai dengan anjuran dokter. Tanggal kontrol yaitu tanggal 18 november 2018 di BKIA RKZ. Bila terjadi perdarahan atau berbau atau bernana pada daerah luka maka sebelum tanggal tersebut segera ke RSK. E: Jam 13.30 WIB Keadaan pasien mengungkapkan

tidak merasa demam, suhu 36,8OC, tinggi fundus uteri 2-3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus baik, pengeluaran darah pervagina jumlah 1/2 softek warna merah kecoklatan, keadaan perineum tidak merah, tidak bengkak, tidak ada nanah

BAB 3 REVIEW JURNAL NO

ASPEK

1.

Daftar Jurnal

Pustaka

2.

Judul Penelitian

HASIL REVIEW Eshra, Dalal Khalel, Omar El Nahta, Amal Gamal. 2013. Effect of Uterine Massage to Women during Third Stage of Labor on Preventing Postpartum Hemorrhage. https://pdfs.semanticscholar.org/e215/6f7d9315f5080bb3825b3 abad5399128a799.pdf. 28 November 2018 / 16.45 WIB Effect of Uterine Massage to Women during Third Stage of Labor on Preventing Postpartum Hemorrhage (Efek Pijat Uterine pada Wanita selama Tahap Ketiga Persalinan Dalam Mencegah Perdarahan Pascapartum)

3.

Apa tujuan penelitian tersebut?

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai efek dari pijat uterus pada wanita selama tahap ketiga persalinan dalam mencegah perdarahan postpartum

4.

Apa metode penelitian yang digunakan dan siapa respondennya?

- Desain penelitian ini adalah quasi-eksperimental. - Sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel nonprobabilitas purposive terdiri dari 400 wanita dibagi menjadi 4 kelompok - Kriteria inklusi dari sampel adalah: Memiliki janin tunggal, setelah melahirkan secara normal, bebas dari penyakit medica atau gangguan. tanpa komplikasi selama kehamilan. - Kriteria eksklusi sampel : wanita yang mengalami perdarahan postpartum traumatik yang disebabkan oleh laserasi perineum, vagina atau leher rahim, uterus yang pecah, uterus yang terganggu, episiotomi, penggunaan instrumentasi, kehamilan, plasenta previa atau preeklamsia. - Penelitian dilakukan di RSUD Universitas Menoufia. - Alat penelitian ini adalah kuesioner wawancara terstruktur. - Validitas alat sudah dipastikan oleh sekelompok ahli yang meninjau alat untuk validitas konten. Keandalan alat dinilai melalui menguji konsistensi internal mereka.

5.

Apa hasil penelitiannya?

ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara yang diteliti kelompok dalam hal jumlah kehilangan darah, waktu persalinan plasenta, penggunaan uterotonik dan kejadian perdarahan postpartum.

6.

Tuliskan ide-ide pokok peneliti!

- Subyek penelitian dilakukan secara acak menjadi 4 kelompok yaitu kelompok studi 1, studi 2, studi 3 dan studi 4. - Pijat uterus diterapkan pada wanita selama 15 menit setelah melahirkan janin dan sebelum melahirkan plasenta untuk kelompok dengan pijatan uterus (kelompok pertama dan ketiga). - Kandung kemih dievaluasi sebelum menerapkan pijatan uterus. - Peneliti memantau jumlah kehilangan darah, jika hasilnya meningkat, maka peneliti menghentikan pijatan uterus dan penggunaan uterotonik tambahan.

7.

Apakah peneliti memberikan

- usia pasien berkisar antara 15 hingga 48 tahun dengan rata-rata 25,58 dan standar deviasi 4,99

bukti dan validasi/data pendukung? Sebutkan!

- mayoritas kasus adalah ibu rumah tangga (sekitar 85,5%) dan sebagian besar kasus adalah penduduk di daerah pedesaan (sekitar 73,8%). - Ada sekitar 10% dari kasus memiliki retensi plasenta, sementara 34% tercatat post partum perdarahan dan menerima uterotonika - Ada perbedaan signifikan antara yang diteliti kelompok dan jumlah kehilangan darah (P <0,01) sebagai rata-rata kehilangan darah lebih rendah pada kelompok pertama dan ketiga yaitu 103 dan 133 ml dibandingkan dengan kelompok kedua dan keempat yaitu 240 dan 303ml. - Ada perbedaan yang signifikan antara kelompok yang diteliti dan kejadian perdarahan postpartum; 69,1% kasus post partum tidak menerima pijatan uterus atau Syntocinone tetapi sekitar 4% dari kasus postpartum memiliki pijatan dan Syntocinone. - Ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dan kejadian perdarahan postpartum. Risiko relatif adalah 0,4 (<1), ini berarti bahwa kehadiran pijatan uterus menurunkan risiko perdarahan postpartum daripada kelompok tanpa pijatan. - ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dan terjadinya postpartum hemorrhage. Risiko relatif adalah 0,22 (<1), ini berarti bahwa kehadiran pijatan uterus menurunkan risiko terjadinya perdarahan postpartum. - ada perbedaan yang sangat signifikan (p <0,01) antara kelompok yang diteliti dan waktu pengiriman plasenta sebagai kelompok pertama (pijat uterus dan penggunaan Syntocinone) memiliki waktu yang lebih pendek pengiriman plasenta (3,66 ± 1,82) di mana sebagai kelompok keempat memiliki waktu lebih lama dari pengiriman plasenta (27,73 ± 4,19). - tidak ada perbedaan yang signifikan antara durasi tahap kedua pengiriman dan baik jumlah kehilangan darah atau waktu pengiriman plasenta. Kritik penelitian

8.

Apa dari ini?

kelebihan penelitian

Dalam penelitian ini, tujuan penelitian dijelaskan dengan jelas kepada setiap wanita, Kerahasiaan data pribadi yang diperoleh, serta rasa hormat dari privasi peserta benar-benar terjamin.

9.

Apa kekurangan dari penelitian ini?

Dalam penelitian ini, peneliti tidak memberikan batasan waktu untuk pengumpulan data sehingga ada kesenjangan waktu pada tiap kelompok. Penutup

10.

Apakah judul ini membantu dalam memberikan ASKEP Maternitas

Iya, jurnal ini dapat membantu dalam proses pembuatan askep di stase maternitas ini.

11.

Bagaimana mengaplikasikan hasil penelitian tersebut dalam praktik keperawatan

Menurut kami, teori ini sangat dapat digunakan. Karena saat melakukan pemijatan uterus, dapat mengecilkan pembuluh darah yang terbuka di daerah rahim, sehingga perdarahan dapat diminimalisir atau kemungkinan hpp tidak terjadi. Sebagai seorang perawat perlunya mengajarkan untuk melakukan massage uterus pada ibu nifas agar mempercepat proses penurunan TFU dan membuat kontraksi uterus meningkat.

BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Riwayat Penyakit Sekarang 4.1.1 Fakta : Pada riwayat penyakit dahulu, pada kasus ibu mengungkapkan tidak memiliki riwayat penyakit gangguan pembekuan darah. 4.1.2 Teori : Pada teori, riwayat penyakit sekarang berisikan tentang riwayat kelainan perdarahan yang berkaitan dengan koagulasi (Nugroho, 2011 : 12) 4.1.3 Opini : Dari hasil pembahasan, adanya kesesuaian antara teori dan fakta karena pada kasus tersebut ibu mengungkapkan riwayat penyakit yang berhubungan dengan koagulasi yaitu tidak memiliki riwayat gangguan pembekuan darah.

4.2 Hygiene 4.2.1 Fakta : Pada kasus, sebagian aktivitas ibu masih dibantu oleh perawat seperti mandi, keramas, melakukan vulva hygiene. Selanjutnya ibu diajarkan untuk duduk dan melakukan perawatan payudara. 4.2.2 Teori : Pada teori dijelaskan bahwa ibu pasca bersalin harus segera mobilisasi, walaupun pasien dengan riwayat persalinan apapun (Nugroho, 2011: 10). 4.2.3 Opini : Terdapat kesesuaian antara teori dan fakta hal ini yaitu saat dikaji pasien langsung di ajarkan untuk movilisasi duduk dan perawatan payudara.

4.3 Pemeriksaan Fisik 4.3.1 Fakta : Pada kasus, saat dilakukan pengkajian ibu sudah melewati 24 jam setelah melahirkan dengan TFU 2-3 jari dibawah pusat dengan kontraksi uterus baik. 4.3.2 Teori :

Menurut Bobak (2004:493) dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai ± 1cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusi berlangsung cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. 4.3.3 Opini : Terdapat kesesuaian antara fakta dan teori yaitu pad kasus ibu pasca melahirkan dari hasil pemeriksaan abdomen TFU turun 2-3 jari di bawah pusat sesuai dengan teori yang menyatakan dalam waktu 24 jam fundus harus turun kira-kira 1-2 cm. Diagnosa keperawatan 4.4.1 Fakta : Pada kasus, diagnosa yang diambil yaitu : 1) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemik ditandai dengan ada luka jahitan di perineum post repain dari vagina dinding lateral sampai dengan fornic posterior, Hb 8,9 g/dl, TD 100/70 mmHg 2) Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya saluran masuknya mikroorganisme akibat rupture dan riwayat HPP 4.4.2 Teori : Pada teori, diagnosa keperawatan yang mungkin muncil yaitu : (doengoes, 2001 : 492) 1) PK: Syok hipovolemik 2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas 3) Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia. 4) Resiko infeksi yang berhubungan dengan tindakan invasive. 5) Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan hematoma vagina 4.4.3 Opini : Dari data yang didapat, adanya kesesuaian antara diagnosa teori dan fakta yaitu ketidakefektifan perfusi jaringan perifer dan resiko infeksi. 4.4 Intervensi Dan Rasional 4.5.1 Fakta :

Pada penatalaksaaan HPP pada intervensi resiko infeksi, menggunakan obat antibiotikcefreiasone 2 x 1 gram IV, dan apabila habis diganti antibiotik cefixime 2 x 100 mg PO 4.5.2 Teori : Pada jurnal Rousseau, Rozenberg, Perrodeau, Deneux-Tharaux and Ravaud pada tahun 2016 dengan judul Variations in Postpartum Hemorrhage Management among Midwives: A National Vignette-Based Study dengan hasil penelitian yaitu ada beberapa jenis manajemen HPP yaitu farmakologi seperti pemberian antibiotik, non-farmakologi seperti pijat uterus, dan komunikasi, pemantauan, intervensi dengan keluarga tentang proses pengambilan darah. 4.5.3 Opini : Terdapat kesesuaian antara teori dan fakta bahwa tentang pemberian obat faarmakologi obat antibiotik seperti ceftriaxone yang juga digunakan pada pasien di kasus ini.

BAB 5 DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogjakarta : Mitra Cendikia Bobak, dkk. 1995. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Alih bahasa: Maria A. Wijayanti. 2004. Jakarta: EGC Doengoes, Marlynn E. (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi. Jakarta: EGC. Eshra, Dalal Khalel, Omar El Nahta, Amal Gamal. (2013). Effect of Uterine Massage to Women during Third Stage of Labor on Preventing Postpartum Hemorrhage. Advances in Life Science and Technology, 7, 34-42 Green, Carol J., & Wilkinson Judith M. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan : Maternal & Bayi Baru Lahir. Jakarta : EGC. Khairuddin, dr. Bahar. (2010). Asuhan Kebidanan 4 Pathologis. Jakarta : Trans Info Media Kriebs, Jan M., & Gegor, Carolyn L. (2009). Buku Saku Asuhan Kebidanan Varney. Ed 2. Jakarta : EGC. Medford, Janet. Et al. (2011). Kebidanan Oxford dari Bidan untuk Bidan. Jakarta : EGC Norwitz, Errol & Schorge, John. (2006). At a Glance Obstetri & Ginekologi. Ed. 2. Jakarta:Penerbit Erlangga Nugroho, Taufan. (2011). Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Yogyakarta:Nuha Medika WHO. (2003). Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan & Persalinan. Jakarta : EGC. Nugroho, Taufan. (2011). Patologi Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika Prawirohardjo, S. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Varney, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Alih bahasa: Laily Mahmudah dan Gita Tri Setyati. EGC: Jakarta

Related Documents


More Documents from "aprilianti firdaus"