Aspergillus Flavus.docx

  • Uploaded by: tazkia rahmida
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Aspergillus Flavus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 841
  • Pages: 4
A. Aspergillus Flavus

Jamur ini memerlukan temperatur yang lebih tinggi, tetapi mampu beradaptasi pada aw (water activity) yang lebih rendah dan mampu berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan Penicillium. Genus ini,sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan intensitas cahaya yang lebih untuk membentuk spora, tetapi mampu memproduksi spora yang lebih banyak sekaligus lebih tahan terhadap bahan-bahan kimia. Hampir semua anggota dari genus Aspergillus secara alami dapat ditemukan di tanah dimana kapang dari genus tersebut berkontribusi dalam degradasi substrat anorganik. Spesies Aspergillus dalam industry secara umum digunakan dalam produksi enzim dan asam organik, ekspresi proteinasing serta fermentasi pangan. Aspergillus flavus merupakan kapang ssaprofit di tanah yang umumnya memainkan peranan penting sebagai pendaurulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-sisa tumbuhan maupun binatang. Kapang tersebut juga ditemukan pada biji-bijian yang mengalami deteriorasi mikrobiologis selain menyerang segala jenis substrat organik dimana saja dan kapan saja jika kondisi untuk pertumbuhannya terpenuhi. Kondisi ideal tersebut mencakup kelembaban udara yang tinggi dan suhu yang tinggi. Sifat morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta, miselia bercabang biasanya tidak berwarna, konidiofor dari kaki sterigmata sederhana atau kompleks dan berwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai berwarna hijau, coklat atau hitam (Amaliyah, 2017).

Aspergillus flavus memiliki konidiofor yang panjang (400-800 pm) dan relatif kasar, bentuk kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum, dan koloni kompak. Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari. Kapang ini memiliki warna permulaan kuning yang akan berubah menjadi kuningkehijauan atau coklat dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak berwarna,sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua. Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang dapat disebarkan melalui udara dengan mudah maupun melalui Serangga. Komposisi

atmosfir memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan kapang dengan kelembaban sebagai variabel yang paling penting (Amaliyah, 2017). Tingkat penyebaran Aspergillus flavus yang tinggi juga disebabkan Oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga kapang tersebut dapat dengan mudah mengalahkan Organisme lain dalam mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan bagian tidak terpisahkan karena kemampuannya untuk menghasilkan aflatoksin pada tanaman yang termfeksi. Kedua spesies tersebut merupakan produsen

toksin

paling

penting

dalam

grup

Aspergillus

flavus

yang

mengkontaminasi produk agrikultur. Apergillus flavus dan Aspergillus parasiticus mampu mengakumulasi aflatoksin pada berbagai produk pangan meskipun tipe toksin yang dihasilkan berbeda (Amaliyah, 2017). Kapang ini biasanya ditemukan pada bahan pangan/ pakan yang mengalami proses pelapukan antara biji kacang-kacangan (kedelai, kacang tanah, dan bunga matahari), rempah-rempah (seperti ketumbar, lada, jahe, serta kunyit) dan serealia (seperti padi, gandum, sorgum dan jagung). Pertumbuhan aflatoksin dipacu oleh kondisi lingkungan dan iklim, seperti kelembapan, suhu, dan curah hujan yang tinggi. Kondisi seperti itu biasanya ditemui di negara tropis seperti Indonesia. Senyawa aflatoksin terdiri atas beberapa jenis, yaitu 131, B2, Gl, dan G2, namun yang paling dominan dan mempunyai sifat racun yang tinggi dan berbahaya adalah aflatoksin 131. Aflatoksin dapat mencemari kacang tanah, jagung, dan hasil olahannya, serta pakan ternak. Hewan ternak yang mengonsumsi pakan tercemar aflatoksin akan meninggalkan residu aflatoksin dan metabolitnya pada produk ternak seperti daging, telur, dan susu. Hal tersebut menjadi salah satu sumber paparan aflatoksin pada manusia (Amaliyah, 2017).

(Gandjar et al., 1999)

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan jamur penghasil senyawa racun yang disebut aflatoksin. Kedua jamur ini pertama kali ditemukan di Inggris tahun 1960. Toksin ini berbahaya dan menyerang sistem imun tubuh manusia dan mekanisme kerja hati manusia, mamalia, maupun unggas sehingga menjadi factor penyebab kanker hati. Di Indonesia, infeksi A. flavus pada pertanaman kacang tanah di lapang, benih di penyimpanan, benih di pasaran dan biji konsumsi terjadi dengan tingkat serangan sekitar 60-80% dengan kandungan aflatoksin 40-4100 ppm. Sedangkan kandungan aflatoksin pada kacang tanah siap saji yang beredar di supermarket dan pasar pasar lokal mencapai 1000 ppm ( Avivi et al., 2010). Aspergillus merupakan ”storage mold” yang umum pada bahan pertanian, kapang ini bersifat xerofilik. Frekwensi kehadiran masing-masing species pada sampel bervariasi (Rukmi, 2009). Aspergillus flavus ada yang tumbuh baik dengan media dengan kadar gula atau kadar garam yang rendah maupun tinggi. Pengamatan pertumbuhan cendawan A. flavus pada beberapa media yaitu: Dichloran-Kloramfenikol Pepton Agar (DCPA), Dichloran 18% Glycerol Agar (DG18), Czapek Yeast Extract Agar (CYA), 25% Glycerol Nitrate Agar (G25N), Czapek Yeast Extract Agar with 20% Sucrose (CY20S) dan Malt Extract Agar (MEA) secara keseluruhan dapat tumbuh

dengan baik walaupun panjang diameter koloninya bervariasi (Fallo, 2017). Spesies A. flavus, secara makroskopis memiliki ciri koloninya pada saat mudaberwarna putih, dan akan berubah menjadi berwarna hijau kekuningan setelah membentuk konidia. Secara mikroskopis ciri dari badan buah A. flavus adalah vesikula berbentuk bulat hingga semi bulat dan konidia berbentuk bulat hingga semi bulat (Wangge et al., 2012).

Gambar 1. A. flavus kapang yang selalu ditemukan pada 5 jenis simplisia yang di periksa,

Penyakit Aspergillosis (1) Mikotoksikosis karena menelan makanan yang terkontaminasi (2) Alergi dan sekuele terhadap keberadaan konidia atau pertumbuhan sementara dari organisme pada lubang-lubang tubuh (3) Kolonisasi tanpa perluasan pada akvitas yang belum terbentukdan jaringan yang rusak; (invasive), (4) Peradangan, granulomatosa, penyakit “narcotizing” pada paru, dan organorgan lain; dan jarang sekali (5) Sistemik dan penyakit diseminata yang mematikan.

Related Documents


More Documents from "Deba P Sarma"