Askep_seminar_kejang_demam_test.docx

  • Uploaded by: anisa febrina
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep_seminar_kejang_demam_test.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,256
  • Pages: 47
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :

Ade Sri Wahyu Hartasari

Ni Putu Intan Indrayani

Nadia Vivianthi

Sang Ayu Risna Sri Wahyuni

I Putu Diantara

Ni Putu Devi Stini

I Gede Sugandi

I Wayan Beni Setiawan

Putu Mirah Ratna Sari Dewi

S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI TAHUN AJARAN 2016/2017 BAB 1 PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Suhu tubuh relative konstan. Hal ini di perlukan untuk sel-sel tubuh agar dapat berfungsi secara efektif. Normlny suhu tubuh berkisaran 36,5-37,5 0 C. suhu tubuh dapatdiartikan sebagai keseimbangan antara panas yang di produki dengan panas yang hilang dari tubuh. Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu. Panas di produksi tubuh melalu proses metabolism, aktivitas otot, dan skresi kelenjar. Produksi panas meningkat atau menurun dipengaruhi oleh suatu sebab. Misalnya karena penyakit ataupun stress. Suhu tubuh terlalu ekstrim, baik panas atau dingin yang ekstrim depat menyebabkan kematian. Oleh karena itu perawat perlu membantu klien apabila mekanisme homeostatis tubuh, untuk mengontrol suhu tubuhnya, tidak mampu mennggulanginya peubahan suhu tubuh tersbut secara efektif. Secara fisiologi suhu tubuh merupakan perbedaan antara jumlah panas yang dihasilkan tubuh dengan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Panas yang dihasilkan – panas yang hilang = suhu tubu. Nilai suhu tubuh ditentukan oleh lokasi pengukuran (oral, rectal, aksila, membrane timpani, arteri temporalis, esophagus, arteri pulmonal, atau kandung kemih). Anda akan mempelajari kisaran suhu pada klien individual di lahan praktik. Tidak ada satu nilai suhu tubuh tunggal yang normal bagi semua orang. Pengaturan suhu tubuh bertujuan memperoleh nilai suhu

jaringan dalam pada tubuh. Lokasi yang mewakili suhu ini merupakan indictor yang lebih terpercaya di bandingkan lokasi yang mewakili suhu permukaan.

b. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum a. Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasin dengan hipertermi

2. Tujuan Khuus a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada pasien hipertermi b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien hipertermi c. Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien hiprtermi d. Mahasiswa mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada pasien hipertermi

c. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulisan dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif melalui pendktan proses keperawatan engan cara teknik pengumpulan data

seperti wawancara, pemeriksan fisik, kolaborsi dengan tim keshatan yang lain serta data dari catatan medic klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan masalah sehingga bisa di intervensi dan di evaluasi.

d. Sistematika Penulisan Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan kasus ini, maka penulisannyadibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu : Bab I Pendahuluan Bab II Tinjauan Teori Bab III Tinjauan Kasus Bab IV Pembahasan Pembahasan merupakan analisa antara penerapan teori antara praktek secara nyata. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pda bab III yang memuat tinjauan kasus nyata diruangan, dimana penulis membahas adanya kesenjangan antara teori dengan kasus nyata yang di dapat pada pasien Ny. EI dengan hipertermi.

Untuk mendapat gambarab yang lebih jelas maka kesenjangan yang terjadi akan diuraikan dalam setiap tahapan proses keperawatan sebagai berikut. A. Pengkajian Pada tahap pengkajian hamper semua data pada konsep ditentukan pada kasus. Sehingga semua diagnose keperawatan di teori hanya 1 diagnosa keperawatan yang ditemukn dikasus antara lain hiprtermi.

Dalam melakukan pengkajian untuk menapatkan data-data yang maksimal untuk kasus ini, perawat tidak mendapat hmbatan karena keluarga dan pasien sangat koperatif dengan perawat sehingga pengambilan data berjalan dengan lancar. B. Perencanaan Pada perencanaan diawali dengan memprioritaskan masalah keperawatan berdasarkn 14 kebutuhan dasar manusia menurut Abraham maslow. Dimana prioritas masalah konsep tori dan kasus sudah sesuai dalam kasus. C. Pelaksanaan Pelaksanaan adalah tahapan ketiga dlam proses keperawatan dimana dalam pelaksanaan pada perencana tindakan seharusnya dapat dilaksanakan. Memberikan kompres hangat . Untuk rencana tindakan yang lain juga dapat dilaksanakan karena didukung oleh situasi dan kondisi, respon pasien, respon pasien yang kooperatif serta kerjasama yang baik dari tim ruangan, sehingga dalam pelakanaannya tidak menmukan hambatan yang brarti. D. Evaluasi Evaluasi merupakan tahapan akhir dari proseskeperawatan untuk memiliki pencapaian tujuan. Evaluasi Ny. EI dengan hipertermi.

Bab V Penutup

A. Kesimpulan Dari laporan yang kami buat dapat ditarik kesimpulan bahwa hipertermi Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh <37,8°C (100°F) per oral atau 38,8°C (101°F) per rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).

B. Saran Bagi pembaca diharapkan bisa bermanfaat dalam hal mengenai hipertermi.

Bagi penulis diharapkan bisa mencari sumber yang lebih luas dan mudah dimengerti.

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan (Betz & Sowden,2002). Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.

Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.

B. ETIOLOGI Infeksi ekstrakranial , misalnya OMA dan infeksi respiratorius bagian atas Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan Whaley and Wong (1995: 1929) 1.Demam itu sendiri Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. 2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme 3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi. 4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit. 5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau enselofati toksik sepintas. Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel/organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yaitu glukosa sifat proses ini adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sestem kardiovaskuler. Dari uraian di atas, diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel yang dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit oleh natrium (Na+) dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan ion Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena keadaan tersebut, maka terjadi perbedaan potensial membran yang disebut potesial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na - K Atp – ase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datangnya mendadak seperti mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya dan perubahan patofisiologi dan membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada demam, kenaikan suhu 1o C akan mengakibatkan metabolisme basal 10 - 15 % dan kebutuhan O2 meningkat 20 %. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa (hanya 15%) oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui membran listrik. Ini demikian besarnya sehingga meluas dengan seluruh sel dan membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang tersebut ”neurotransmitter” dan terjadi kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai apnea.

Meningkatnya kebutuhan O2 dan untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, denyut jantung yang tidak teratur dan makin meningkatnya suhu tubuh karena tingginya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otek meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul oedema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak (Hasan dan Alatas, 1985: 847 dan Ngastiyah, 1997: 229)

D. PATHWAY ANAK KEJANG

Infeksi bakteri Virus dan parasit

Reaksi inflamasi

rangsang mekanik dan biokimia. gangguan keseimbangan cairan&elektrolit

perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler

Proses demam

Hipertermia

Ketidakseimbangan

kelainan neurologis

potensial membran

perinatal/prenatal

ATP ASE Resiko kejang berulang difusi Na+ dan K+

Pengobatan perawatan Kondisi, prognosis, lanjut

kejang

resiko cedera

Dan diit

Kurang informasi, kondisi

kurang dari

Prognosis/pengobatan

lebih dari 15 menit

15 menit

Dan perawatan

perubahan suplay Tidak menimbulkan

Kurang pengetahuan/

Darah ke otak

gejala sisa

Inefektif Penatalaksanaan kejang

resiko kerusakan sel

Cemas

Neuron otak Cemas

Perfusi jaringan cerebral tidak efektif

E. MANIFESTASI KLINIK 1. Kejang parsial (fokal, lokal) a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : a) Tanda-tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.

b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jatuh dari udara, parestesia. d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. b. Kejang parsial kompleks a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap– ngecapkan bibir, mngunyah, gerakan menongkel yang berulang–ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku 2. Kejang umum (konvulsi atau non konvulsi) a. Kejang absens a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b. Kejang mioklonik a) Kedutan–kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan kedutan sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c. Kejang tonik klonik a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah. d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d. Kejang atonik a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah. b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

F. KOMPLIKASI 1.Aspirasi 2.Asfiksia 3.Retardasi mental

G. UJI LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK 1.Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

2.Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. 3.Magnetic Resonance Imaging (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah–daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT 4.Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau aliran darah dalam otak 5.Uji laboratorium a. Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler b. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit c. Panel elektrolit d. Skrining toksik dari serum dan urin e. AGD f. Kadar kalsium darah g. Kadar natrium darah h. Kadar magnesium darah

H. PENATALAKSANAAN MEDIS 1. Memberantas kejang secepat mungkin Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2

masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena. 2. Pengobatan penunjang Sebelum memberantas kejang tidak boleh dilupakan perlunya pengobatan penunjang a. Semua pakaian ketat dibuka b.Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung c. Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen, bila perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. d.Penhisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen. 3. Pengobatan rumat a. Profilaksis intermiten Untuk mencegah kejang berulang, diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak mendapat kejang demam sederhana yaitu kira-kira sampai anak umur 4 tahun. b.Profilaksis jangka panjang Diberikan pada keadaan 1) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam 2) Kejang demam yang mempunyai ciri : 1.Terdapat gangguan perkembangan saraf seperti serebral palsi, retardasi perkembangan dan mikrosefali

2.Bila kejang berlangsung lebih dari 15 menit, bersifat fokal atau diikuti kelainan saraf yang sementara atau menetap 3.Riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik 4.Kejang demam pada bayi berumur dibawah usia 1 bulan 4. Mencari dan mengobati penyebab I. KLASIFIKASI Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah 1. Kejang demam sederhana yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu : a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit. c. Kejang bersifat umum d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam. e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan. g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali 2. Kejang kompleks Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (

lebih dari 1 kali dalam 24jam). Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga. J. PENCEGAHAN Menurut Ngastiyah ( 1997: 236-239) pencegahan difokuskan pada pencegahan kekambuhan berulang dan penegahan segera saat kejang berlangsung. 1.Pencegahan berulang a. Mengobati infeksi yang mendasari kejang b. Penkes tentang 1) Tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter 2) Tersedianya obat pengukur suhu dan catatan penggunaan termometer, cara pengukuran suhu tubuh anak, serta keterangan batas-batas suhu normal pada anak ( 36-37ºC) 3)

Anak diberi obat anti piretik bila orang tua mengetahuinya pada saat mulai demam dan jangan menunggu sampai meningkat

4)

Memberitahukan pada petugas imunisasi bahwa anaknya pernah mengalami kejang demam bila anak akan diimunisasi.

2.Mencegah cedera saat kejang berlangsung kegiatan ini meliputi : a. Baringkan pasien pada tempat yang rata b. Kepala dimiringkan unutk menghindari aspirasi cairan tubuh c. Pertahankan lidah untuk tidak menutupi jalan napas d. Lepaskan pakaian yang ketat e. Jangan melawan gerakan pasien guna menghindari cedera

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

A. PENGKAJIAN Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122 – 128) 1. Riwayat Keperawatan a. Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga b. Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks, Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak. c. Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh d. Adanya riwayat trauma kepala

2. Pengkajian fisik a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan c. Adanya kelemahan dan keletihan d. Adanya kejang e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning 3. Riwayat Psikososial atau Perkembangan a. Tingkat perkembangan anak terganggu b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit. 4. Pengetahuan keluarga a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya

Pengkajian neurologik : 1. Tanda – tanda vital a. Suhu b.Pernapasan

c. Denyut jantung d.Tekanan darah e. Tekanan nadi 2. Hasil pemeriksaan kepala a. Fontanel : menonjol, rata, cekung b.Lingkar kepala : di bawah 2 tahun c. Bentuk Umum 3. Reaksi pupil a. Ukuran b.Reaksi terhadap cahaya c. Kesamaan respon 4. Tingkat kesadaran a. Kewaspadaan : respon terhadap panggilan b.Iritabilitas c. Letargi dan rasa mengantuk d.Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain 5. Afek a. Alam perasaan b.Labilitas 6. Aktivitas kejang a. Jenis

b.Lamanya 7. Fungsi sensoris a. Reaksi terhadap nyeri b.Reaksi terhadap suhu 8. Refleks a. Refleks tendo superfisial b.Reflek patologi 9. Kemampuan intelektual a. Kemampuan menulis dan menggambar b.Kemampuan membaca

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 : 132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam 1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang 2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus 3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak 4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan bd kurangnya informasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DX 1

: Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang

Tujuan:

NOC

NIC

Setelah dilakukan

Pengendalian Resiko

Mencegah jatuh

tindakan keperawatan selama poroses keperawatan diharapkan resiko cidera dapat di hindari

a. Pengetahuan tentang resiko b.Monitor lingkungan yang dapat menjadi resiko c. Monitor kemasan personal

a. identifikasi faktor kognitif atau psikis dari pasien yang dapat menjadiakn potensial jatuh dalam setiap keadaan b.identifikasi mkarakteristik dari

d.Kembangkan strategi

lingkungan yang dapat

efektif pengendalian

menjadikan potensial

resiko

jatuh

e. Penggunaan sumber

c. monitor cara berjalan,

daya masyarakat untuk

keseimbangan dan tingkat

pengendalian resiko

kelelahan dengan

Indkator skala : 1 = tidak adekuat

ambulasi d.instruskan pada pasien untuk memanggil asisten

2 = sedikit adekuat

kalau mau bergerak

3 = kadang-kadan adekuat 4 = adekuat 5 = sangat adekuat

DX 2

: Hipertermi b.d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus

Tujuan:

NOC

NIC

Setelah dilakukan

Themoregulation

Temperatur regulation

a. Suhu tubuh dalam

a. Monitor suhu minimal

tindakan keperawatan suhu dalam rentang

rentang normal

norma

b. Nadi dan RR dalam rentang normal c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing Indicator skala

tiap 2 jam b.Rencanakan monitor suhu secara kontinyu c. Monitor tanda –tanda hipertensi d.Tingkatkan intake cairan dan nutrisi e. Monitor nadi dan RR

1. : ekstrem 2

: berat

3

: sedang

4

: ringan

5

: tidak ada gangguan

DX 3 : Perfusi jaringan cerebral tidakefektif berhubungan dengan reduksi aliran darah ke otak Tujuan:

NOC

NIC

Setelah dilakukan

Status sirkulasi

NIC I: Monitor TTV:

a. TD sistolik dbn

a. monitor TD, nadi, suhu,

tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suplai darah ke otak dapat

b. TD diastole dbn c. Kekuatan nadi dbn

respirasi rate b.catat adanya fluktuasi TD c. monitor jumlah dan irama

kembali normal

d. Tekanan vena sentraldbn

jantung

e. Rata- rata TD dbn

d.monitor bunyi jantung

Indicator skala :

e. monitor TD pada saat

1 = Ekstrem 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = tidak terganggu

klien berbarning, duduk, berdiri NIC II: Status neurologia a. monitor tingkat kesadran b.monitor tingkat orientasi c. monitor status TTV d.monitor GCS

DX 4 : Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi Tujuan:

NOC

NIC

Setelah dilakukan

Knowledge : diease proses

Teaching : diease process

a. Keluarga menyatakan

a. Berikan penilaian tentang

tindakan keperawatan keluarga mengerti tentang kondisi pasien

pemahaman tentang

penyakit pengetahuan

penyakit kondisi

pasien tentang proses

prognosis dan program

penyakit yang spesifik

pengobatan b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur

b.Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan

yang dijelaskan secara

dengan anatomi fisiologi

benar

dengan cara yang tepat

c. Keluarga mampu

c. Gambarkan tanda dan

menjelaskan kembali apa

gejala yang biasa muncul

yang dijelaskan perawat/

pada penyakit, dengan

tim kesehatan lainya

cara yang tepat

Indicator skala : 1.Tidak pernah dilakukan 2.Jarang dilakukan

d.Identifikasikan kemungkinan dengan cara yang tepat

3.Kadang dilakukan 4.Sering dilakukan 5.Selalu dilakukan

D. EVALUASI

Dx Kriteria hasil 1

Keterangan skala

a. Pengetahuan tentang resiko

1 = tidak adekuat

b. Monitor lingkungan yang dapat menjadi

2 = sedikit adekuat

resiko c. Monitor kemasan personal d. Kembangkan strategi efektif pengendalian resiko e. Penggunaan sumber daya masyarakat untuk

3 = kadang-kadan adekuat 4 = adekuat 5 = sangat adekuat

pengendalian resiko 2

a. Suhu tubuh dalam rentang normal

1. : ekstrem

b. Nadi dan RR dalam rentang normal

2 : berat 3 : sedang

c. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak warna kulit dan tidak pusing

3

a. TD sistolik dbn b. TD diastole dbn c. Kekuatan nadi dbn d. Tekanan vena sentral dbn

4 : ringan 5 : tidak ada gangguan

1 = Ekstrem 2 = Berat 3 = Sedang 4 = Ringan 5 = tidak terganggu

e. Rata- rata TD dbn 4

a. Keluarga menyatakan pemahaman tentang

1. Tidak pernah

penyakit kondisi prognosis dan program

dilakukan

pengobatan b. Keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar c. Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainya

DAFTAR PUSTAKA

2. Jarang dilakukan 3. Kadang dilakukan 4. Sering dilakukan 5. Selalu dilakukan

1. Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC. 2. Sacharin Rosa M. (1996). Prinsip Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa : Maulanny R.F. Jakarta : EGC. 3. Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC 4. Arjatmo T.(2001). Keadaan Gawat Yang Mengancam Jiwa. Jakarta : Gaya Baru 5. ………, ( 2003 ). Kejang Pada Anak. www. Pediatrik.com/knal.php

BAB III

ASKEP KASUS

A. Pengkajian.

1. Biodata.

a. Identitas klien

: An. A

Tanggal lahir

: 8 Mei 2016

Jenis Kelamin

: Laki - laki

Pendidikan

:-

Alamat

: Br. Gingsir, Akah, Klungkung

Agama

: Hindu

Tanggal masuk

: 7 Desember 2016

Tanggal pengkajian

: 8 Desember 2016

Diagnosa medis

: Kejang Demam Sederhana

No register

: 1964XX

b. Identitas orang tua 1. ayah Nama

: Tn.P

Umur

:-

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Pegawai swasta

Agama

: Hindu

Alamat

: Br. Gingsir, Akah, Klungkung

Hubungan dengan klien

: Ayah kandung

2. ibu Nama

: Ny.I

Umur

:-

Pendidikan

:-

Pekerjaan

:-

Agama

: Hindu

Alamat

: Br. Gingsir, Akah, Klungkung

Hubungan dengan klien

: Ibu kandung

Alasan dirawat.

a. Keluhan Utama. Klien kejang 1x selama 3 menit, berupa ka ki menghentak dan mata mendelik, klien demam, ini adalahkejang yang pertama kalinya, riwayat mengkonsumsi obat penurun panas 30 menit sebelum masuk rumah sakit

b. Riwayat Penyakit Sekarang. Klien datang dengan keluhan demam tinggi dan disertai kejang sebanyak 6 kali, diikuti suhu tubuh yang tinggi kurang lebih 1,5 jam, setelah kejang klien minta BAB, BAB cair berampas, dibawa ke rumah sakit RSUD Curup ke UGD dalam keadaan lemah. Diagnosa medis : Kejang Demam Sederhana Therapy

:

- IVFD D5 ¼ NS 24 tpm - Paracetamol 3x ½ - Diazepam 3x1 mg - Diazepam 3 mg, IV Bila kejang

Riwayat Penyakit Dahulu. Menurut keterangan keluarga klien belum pernah menderita penyakit kejang seperti ini, biasanya cuma demam dan sembuh setelah minum obat turun panas dari Puskesmas atau dokter praktek terdekat.

Riwayat anak -Riwayat Alergi. Anak tidak punya riwayat alergi. -Riwayat Tumbuh Kembang. Klien hanya bisa miring kanan dan kri pada umur 4 bualn -Riwayat Kehamilan dan Persalinan. 1) Prenatal. Selama hamil ibu tak pernah menderita penyakit yang berarti selama hamil ibu memeriksakan kehamilan ke bidan terdekat danselama mendapa t suntikan TT 2) Natal. Klien dilahirkan di rumah sakit dengan SC pada umur kehamilan 9 bulan dengan berat badan lahir 330 gr, panjang 48 cm. 3) Pos natal.

Pada waktu lahir keadaan tubuh normal, tidak ada kelainan.

4) Riwayat imunisasi. Ibu mengatakan bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi antara lain: BCG, DPT, I, II , Hepatitis, B, I ,II, dan Polio I,II,III

Riwayat Penyakit Keluarga. Ibu klien mengidap asma

Riwayat 3. Pola Kebiasaan a. Bernafas : Ibu Pasien mengatakan sebelum pegkajian dan saat penkajian pasien tidak mengalami masalah saat bernafas, tidak ada batuk dan dada berdebar b. Makan dan Minum Ibu klien mengatakan sebelum dirawat di Rumah Sakit anaknya di beri minum ASI dan susu Formula c. eliminasi. Ibu klien mengatakan sebelum sakit BAB 1 kali sehari warna kuning, Konsistensi lembek, BAK kurang lebih 4 – 6 kali sehari warna kuning jernih. Ibu klien mengatakan BAB 3-4 kali sehari konsistensi cair bercampur ampas, tidak ada darah, BAK klurang lebih 4 – 5 kali sehari dengan warna kuning tidak ada lendir maupun darah. d. Gerak dan aktivitas Sebelum pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya biasa bergerak gerak, saat pengkajian pasien hanya tidur dan jarang bergerak gerak

e. Istirahat dan tidur. Sebelum dirawat di Rumah Sakit ibu klien mengatakan biasa tidur siang dan malam,Selama dirawat di Rumah Sakit ibu klien mengatakanfrekuensi tidur pasien tidak mengalami perubahan f. Kebersihan diri Sebelum pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya mandi 2x sehari, saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya hanya mandi 1x g. Pengaturan suhu tubuh Sebelum dan saat pengkajian ibu pasien mengatakan anaknya demam h. Rasa Nyaman Sebelum dan saat pengkajian, ibu pasien mengatakan merasa aman karena ia selalu menemani anaknya di bantu dengan suaminya, ibu pasien mengatakan bed sudah aman dan terpasang pengaman i. Data sosial Hubungan dengan keluarga, perawat, maupun orang lain tidak ada masalah baik selama dirawat dirumah sakit, orang yang paling dekat adalah ibunya

e. Pola persepsi sensasi dan kognitif. Klien tidak menggunakan alat bantu penglihatan, pendengaran

f. Pola hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan keluarga, perawat, maupun orang lain tidak ada masalah baik selama dirawat dirumah sakit, orang yang paling dekat adalah ibunya

g. Pola mekanisme koping. Ibunya mengatakan jika lapar anaknya menangis

h. Pola nilai keperawatan dan keyakinan. Keluarga beragama Hindu dan rajin sembahyang.

i.

Pola Persepsi. Harapan klien dan ibu klien semoga anaknya cepat sembuh agar cepat pulang ke rumah

4. Pemeriksaan Fisik. Dilakukan pada tanggal: 8 Desember 2016. Keluhan Utama

: Lemah

Kesadaran

: Composmetis

TTV

:N

: 116 kali/menit

:RR

: 37x/menit

:Suhu

: 380C

:BB

: 8 kg

:TB

: 60 cm.

Kepala

: Mesochepal.

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, Pupil isokor, Reflek terhadap cahaya

Hidung

: Tidak ada polip, tidak ada napas cuping hidung

Telinga

: Telinga tidak kotor, tidak ada serumen pendengaran baik.

Mulut

: Bibir kering, lidah bersih,tidak ada peradangan tonsil

Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada nyeri tekan.

Dada

: Simetris, sterin fremitus kanan : kiri, konfigurasi normal, bunyi tidak ada gallop.

Abdomen

: Datar, tidak ada luka, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran hepar.

Ekstremitas

: Teraba hangat

Kulit

: Sawo matang, kulit bersih, kuku pendek,

Genetalia

: Tidak terkaji

5. Data Penunjang. Tanggal 07 Desember 2016 Gula darah - BS Sewaktu

: 97 mg/dl

DL - WBC

: 8,70

- RBC

: 5,08

- HGB

: 12,3

- HCT

: 36

B. ANALISA DATA NO DATA 1

DS:

-

ETIOLOGI

MASALAH

Proses infeksi

hipertermi

kejang

Resiko tinggi

ibu klien mengatakan anaknya panas. DO: wajah klien tampak merah, S : 39,4oC

2

DS:

-

ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien mengalami kejang 1 kali disertai demam tinggi DO:

-

anak tampak lemas terpasang infus RL 20 tetes / menit, wajah tampak tegang

Kerusakan sel otak

3DS: -

ibu klien mengatakan anaknya kurang lebih satu jam setelah kejang anaknya mencret

Sering buang air besar

Resiko kurangnya volme cairan dan elektrolit

DO: -

feses terlihat cair,warna kuning, berampas, membran mukosa kering

C. DIAGNOSA KEPEREWATAN NO DATA

1

Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi atau inflamasi. Ditandai dengan: DS:

-

ibu klien mengatakan anaknya batuk, pilek, suhu tubuh panas. DO:

-

wajah klien tampak merah

-

suhu tubuh klien 38,00C, nadi 88x/menit, RR:38x/menit

2

Resiko terjadi kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang. Ditandai dengan: DS:

-

ibu klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien

TANGGAL TANGGAL PARA DITEMUKAN TERATASI

mengalami kejang 6 kali disertai demam tinggi DO: -

anak tampak lemas

-

terpasang infus RL 20 tetes / menit,wajah tampak tegang Resiko kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan sering buang air besar dan muntah

3

Ditandai dengan: DS: -

ibu klien mengatakan anaknya kurang lebih satu jam setelah kejang anaknya mencret

DO: -

feses terlihat cair, warna kuning, berampas, membran mukosa kering

D. INTRVENSI KEPERAWATAN NO.

Tujuan

intervensi

Diagnosa 1

Setelah dilakukan

1.Kaji tanda dan gejala adanya pening

tindakan keperawatanselama

tubuh

3 x 24 jam tidak

dan penyebabnya.

terjadi hipertermi.

2.Monitor TTV, suhu tiap 6 jam sekal

Dengan kriteria hasil:

3.Anjurkan klien banyak minum 2 –2,

-Suhu tubuh normal (36-370C),klien

4.Monitor intake dan output

tidak demam

5.Anjurkan untuk

-klien tampak

memakai pakaian tipis

nyaman.

dan menyerap keringat 6. Memberimenyarankan

tindakan

pada ibu klien untukmemberi kompr sebagai penanganan pertama bila suhu tubuh anaknya tidak normal.

2

Setelah dilakukan

1.Atur kepala dan beri

tindakan keperawatan selama 3 x 24jam tidak terjadi

bantal yang empuk, beri

terjadi kerusakan selotak dan tidakterjadi komplikasi. posisi yang nyaman Dengan kriteria hasil: -tidak ada tanda tanda

2.Longgarkan pakaian kejang

-peredaran darah lancar

pada daerah leher atau dada dan abdomen.

-suplai oksigen lancar

3.Lakukan tanda-tanda

-komplikasi otak tidak terjadi

vital dan tingkat kesadaran

-kerusakan sel otak tidak terjadi

4.Kolaborasi pemberian tambahan O2 5.Kolaborasi pemberian obat sesuai indikas

3

Setelah dilakukan keperawatan 3x24 jam diharapkanKeseimbangan cairan dapat dipertahankan dalambatas normal, tidak

1.Mengkaji frekuensi defekasi, karakt 2.Mengkaji TTV.

3.Mengkaji status hidrasi, mata, turgo

terjadi mencret dalamkonsistensi normal.

membran mukosa.

Dengan kriteria hasil:

4.Anak diistirahatkan.

-membran mukosa lembab

5.Kolaborasi dengan

-turgor elastis

pemerian cairan

-berat badan tidak menunjukkan penurunan

parenteral. 6.Pemberian obat anti Diare.

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN Tangg al/jam

N O D X

02/06/ 2014

1 1.mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan

Jam 20.00

IMPLEMENTASI

Suhu Tubuh dan penyebabnya. R/suhu tubuh 38,2C 1 2.meonitor TTV, suhu tiap 6 jam sekali

Jam

R/temp: 38,2C rr:37x/m n:116x/mnt

PA RA F

20.00

1 3.menganjurkan klien banyak minum 2 –2,5 liter/24 jam R/klien meminum sedikit demi sedikit

Jam 02.00

4.Memoonitor intake dan output 1

R/BAB 4 X, BAK 6 X 5.menganjurkan untuk memakai pakaian tipis

1 Jam 06.00

Jam 20.10

dan menyerap keringat R/anak tampak nyaman

1

6. menyaran kan tindakan res air

keperawatan hangat

komp dan

pada ibu klien untuk memberi kompres sebagai penanganan pertama bila suhu tubuhanaknya tidak normal. R/ibunya mengerti dengan penjelasan 7.mengatur kepala dan beri bantal yang empuk, beri

Jam 20.15 2

posisi yang nyaman R/anak tampak nyaman

8.melonggarkan pakaian pada daerah leher atau dada dan abdomen. 2 R/anak mau melonggarkan pakaiannya Jam 20.15

9.melakukan tanda-tanda vital dan Tingkat 2

kesadaran R/s:38,2C, rr:37x/mnt, n:116 x/m , kesadaran: komposmetis 10.mengkolaborasi pemberian tambahan O2

Jam 20.20

R/O2 sudah terpasang 2 liter 2

11.mengkolaborasi pemberian obat sesuai indikasi R/

Jam 20.00

12.Mengkaji frekuensi defekasi, karakteristik 2

Jumlah dan factor pencetus. R/

13.Mengkaji 3 TTV. R/temp:38,2C, rr:37x/mnt, n:116x/mnt Jam 21.00

14.Mengkaji status hidrasi, mata, turgor kulit dan 3

Jam 04.00

membran mukosa. R/ mata agak cekung, membran mukosa kering

15.Anak 3 diistirahatkan. R/ menyuruh keluarga yang besuk untuk keluar ruangan

Jam 21.10

16.mengkolaborasi dengan pemerian cairan parenteral. 3R/ 17.Pemberian obat anti diare.

Jam 02.00

R/lacto B 3

Jam 20.30 3

Jam 21.30

Jam

20.35

Jam 21.00 05/06/ 2014 Jam 14.00

1 1.mengkaji tanda dan gejala adanya peningkatan Suhu Tubuh. R/suhu tubuh 36,0C 2.meonitor TTV, suhu tiap 6 jam sekali

Jam 18.00

R/temp: 36,0C rr:39x/m n:110x/mnt 3.menganjurkan klien banyak minum 2 –2,5 liter/24 jam R/klien meminum sedikit demi sedikit

Jam 14.30

4.Memonitor intake dan output R/BAB 2 X, BAK 6 X 5.menganjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

Jam 18.00

Jam 14.40

R/anak tampak nyaman

F. EVALUASI Tanggal/jam

No dx

03/06/2014

1

evaluasi

S: Ibu klien mengatakan anak masih panas. O: Suhu 370C, klien sudah tampak tenang. A: masalah belum teratasi. P: Lanjutkan intervensi. 2

S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak Mengalami kejang lagi. O: Tidak ada tanda-tanda kejang suplai

paraf

Oksigen mencukupi, peredaran darah lancar. A: Masalah teratasi sebagian. P: intervensi dilanjutkan no. 9,10,11 3

S: Ibu klien mengatakan anaknya sudah tidak BAB terus dan sudah tidak muntah. O: BAB 2x sehari dengan konsistensi lembek Tidak berampas, turgor kulit elastis, Membran mukosa lembab, minum banyak. A: Masalah teratasi. P: intervensi dihentikan

04/06/2014

1

S: Ibu klien mengatakan anak masih panas. O: Suhu 36,80C, klien sudah tampak tenang. A: masalah belum teratasi. P: Lanjutkan intervensi.

2

S: Ibu klien mengatakan anaknya tidak Mengalami kejang lagi. O: Tidak ada tanda-tanda kejang suplai Oksigen mencukupi, peredaran darah lancar. A: Masalah teratasi. P: intervensi dihentikan.

05/06/2014

1

S: Ibu klien mengatakan anak tidak panas lagi O: Suhu 360C, klien sudah tampak tenang.

A: masalah teratasi. P: intervensi dihentikan

More Documents from "anisa febrina"