BAB I ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TETANUS 1.1 PENGKAJIAN a. Anamnesis Keluhan utama yang sering menjadi alasan kien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat penyakit saat ini Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsip, dan koma.
c. Riwayat penyakit dahulu Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernah kah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan benda yang kotor.
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang di gunakan klien juga penting untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang di deritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan mesyarakat serta respon atau pengaruh dalam kehidupan sehari hari baik dalam keluarga atau masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini memberi dampak pada ststus ekonomi klien, karena biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Pada pengkajian pada klien anak perlu di perhatikan dampak hospitalisasi pada anak dan family center. Anak dengan tetanus sangat rentan terhadap tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini memberi dampak stress pada anak dan menyababkan anak kurang kooperatif terhadap tindakan keperwatan dan medis. Pengkajian psiko-sosial yang terbaik di laksanakan saat obsefasi anak anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu mengekspresikan perasaan mereka dan cenderum memperlihatkan masalah mereka melalui tingkah laku.
e. Pemeriksaan fisik Setelah melakukan anamesis yang mengarah pada keluhan klien, pemriksaaan fisik sangat berguna untuk mendukung dari pengkajian anamesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan di hubungkan dengan keluhan keluhan dari klien. Pada klien tetanus biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal 38-40 0
C. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan toksin tetanus yang
sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan penurunan perfusi jaringan otak. Apabila disertai peninhkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan dengan peningkatan laju metabilisme umum. TD biasanya normal.
1. B1 (Breathing) Inspeksi apakah klien batuk, prodoksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien tetanus yang disertai adanya ketidak efektifan bersihan jalan nafas. Palpasi thorak didapatkan
taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang meurun. 2. B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovelemik yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya normal, peningkatan heart rate, adanya anemis karena adanya hancurnya eritrosit.
3. B3 (brain) Pengkajian B3 merupakan pemriksaan fokus dan lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4. Tingkat kesadaran (GCS) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian asuhan.
5. Fungsi serebri Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
6. Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien tetanus mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan intervensi menurunkan stimulus
cahaya tersebut.
Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti mulut ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut (trismus).
Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
System motorik Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan kordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
Pemeriksaan reflek Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau periusteum derajat reflek pada respon normal.
Gerakan involunter Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak yang tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
System sensori Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di dapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan suhu normal. Tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseftif normal dan perasaan diskriminatif normal.
B 4 (BLADER) Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Adanya retensi urin karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.
B 5 (BOWEL )
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas dari tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.
B 6 (BONE) Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan por de entrée kuman Clostridium tetani , sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko pada praktur pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.
f. Pengelompokan Data 1. Data subjektif Pada pasien yang mengalami tetanus mengatakan terasa nyeri dan sakit pada derah luka dan rahang, demam, tidak tahu akan sakit yang sedang dialami, dan merasa lemas serta merasa panas meningkat. 2. Data objektif 1. Terjadinya peningkatan tekan darah 2. Nyeri pada otot 3. Terjadi peningkatan tonus otot 4. Biasanya pasien lemah 5. Tampak gelisah 6. Pergerakan terbatas 7. Dalam bergerak dibantu 8. Tampak pucat 9. Tampak lemah 10. Biasanya pasien gelisah 11. Biasanya pasien menahan nyeri 12. Nafsu makan berkurang 13. Kesadaran menurun 14. Nadi kuat dan cepat
15. Penurunan fungsi ginjal dengan nilai keratinin jauh dari normal 16. Teraba perut teasa keras seperti papan 17. Mengatakan sakit pada daaerah rahang 18. Badan tampak kaku
1.2 Diagnosa Keperawatan
a. Analisa Data No
Symptom
Etiologi
1
DS :
Invasi
-
Klien
Problem kuman
ke
otot Bersihan jalan napas tidak
mengatakan bergaris
efektif
terasa sakit ddan pegapegal sleuruh utbuh. -
Klien mengatakan tidak Otot bias atau sulit menelan
pernafasan
terserang/spasme lairng
DO : - Sekresi pada mulut (++) -
Posisi
terlentang Rangsangan air liur/sekresi
dengan tangan diikat -
++
Pernafasan spontan dan ngorok
-
Pemeriksaan paru Rh /-, wh -/-
-
RR 24 x/ menit
Kekakuan pada mulut dan lidah Sulit menelan
Jalan nafas tidak efektif (aspiksia)
Bersihan jalan nafas
2
DS: DO: -
Terjadi
peningkatan Kerusakan
Kerusakan mobilitas fisik
tonus otot -
Pergerakan terbatas
-
Muskuluskletal
dan
Teraba perut terasa neuromuscular keras seperti papan
-
Badan tanpak kaku
-
Terlihat sering terjadi kejang otot
3
DS: DO: -
Tampak kejang-kejang
-
Tonus
otot
Fungsi regulatori kimia
Resiko cedera
tak
terkendali -
Terjadi
peningkatan
tonus otot 4
DS: -
Klien mengaku cemas Perubahan dalam setatus dan gelisah DO:
-
Tampak cemas, gelisah dan murung
Kesehatan
Cemas
5
DS: DO: -
Pembuluh Muka
dan
berkeringan, suhu
darah/jaringan Suhu tubuh
dada (neotopi , limposit
)
akral
hangat Suhu tubuh 39,5oC,
nadi
96
kali
/menit Metabolisme
takhikardia -
Baju terbuka
-
Lab. Leukosit
Hiperpireksia
b. Rumusan Diagnosa Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan denagan invasi kuman ke otak bergaris ditandai dengan klien mengatakan terasa sakit dan pegal-pegal seluruh tubuh, klien mengatakan tidak bias atau sulit menelan, sekresi pada mulut (++), posisi terlentang dengan tangan diikat, pernafasan spontan dan agak ngorok, pemeriksaan paru Rh -/-, wh -/- , RR 24 x/menit 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakanmuskuluskletal dan neuromuscular ditandai dengan terjadi peningkatan tonus otot , pergerakan terbatas, teraba perut terasa keras seperti papan ,badan tanpak kaku ,terlihat sering terjadi kejang otot 3. Resiko cedera berhubungan dengan fungsi regulatori kimia ditandai dengan tampak kejang-kejang, tonus otot tak terkendali ,terjadi peningkatan tonus otot
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam setatus kesehatan di tandai dengan klien mengaku cemas dan gelisah, tampak cemas, gelisah dan murung 5. Suhu tubuh meningkat berhubungan dengan pembuluh darah/jaringan (neotopi menurun , limposit meningkat, metabolisme tinggi, Hiperpireksia di tandai dengan Muka dan dada berkeringan, suhu akral hangat ,suhu tubuh 39,5oC, nadi 96 kali /menit takhikardia, baju terbuka ,Lab. Leukosit
1.3 Rencana Intervensi Tujuan rencana intervensi secara umum adalah menghindari komplikasi akibat serangan kejang, menjaga kepatenan jalan nafas, menurunkan panas tubuh, menurunkan stimulus rangssang kejang, dan meningkatkan koping individu serta penurunan tingkat kecemasan. 1. Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan dengan adanya secret dalam trakhrea, kemampuan batuk menurun. Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan bersihan jalan napas kembali efektif. Criteria hasil : secara subjektif sesak napas (-), RR 16-20x/ menit. Tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS(-), ronkhi(-/-), mengi(-/). Dapat mendemonstrasikan cara batuk efektif. Intervensi
Rasionalisasi
Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas Membantu
dan
mengatasi
komplikasi
tambahan, perubahan irama dan kedalaman, pontensial. Pengkajian fungsi pernapasan penggunaan otot-otot aksesori, warna, dan dengan interval yang teratur adalah penting kekentalan sputum.
karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya
kegagalan
,
karena
adanya
kelemahan atau paralisa pada otot –otot interkostal dan diafragma yang berkembang dengan cepat Peninggian kepala tempat tidur memudahkan Atur posisi fowler dan semifowler
pernapasan, meningkatkan ekspansi dada, dan meningkatkan batuk lebih efektif.
Ajarkan cara batuk efektif
Klien berada pada risiko tinggi bila tidak
dapat batuk efektif untuk membersihkan jalan napas dan mengalami kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva, dan mencetuskan gagal napas akut Lakukan fisioterapi dada, vibrasi dada
Terapi fisik dada membantu meningkatkan batuk lebih efektif.
Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum Pemenuhan
cairan
dapat
mengencerkan
air putih dan pertahankan intake cairan 2500 mucus yang kental dan dapat membantu ml/hari
pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh.
Lakukan pengisapan lendir di jalan napas
Pengisapan
mungkin
diperlukan
untuk
mempertahankan kepateanan jalan napas menjadi bersihn napas Berikan oksigen sesuai klinis
Pemenuhan oksigen terutama pada klien tetanus dengan laju metabolism yang tinggi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan adanya kejang berulang. Tujuan : Tidak teerjadi kontraktir, footdrop, gangguan integritas kulit, fungsi bowell dan bladder optimal serta peningkatan kemampuan fisik. Kriteria hasil :Skala ketergantungan klien meningkat menjadi bantuan minimal . Intervensi
Rasionalisasi
Review kemampuan fisik dan kerusakan Mengidentifikasi k fungsi dan menentukan yang terjadi.
pilihan intervensi.
Kaji tingkat imobilisasi, gunakan skala Tingkat ketergantungan minimal care (hanya tingkat ketergantungan.
memerlukan
bantuan
minimal),
partial
care(memerlukan bantuan sebagian), dan total care (memerlukan bantuan total dari perawat
dan
klien
yang
memerlukan
pengawasan khusus karena resiko cedera yang tinggi).
Berikan perubhan posisi yang teratur pada Perubahan klien,
posisi
mendistribusikan
berat
teratur
dapat
badan
secara
menyeluruh dan memfasilitasi peredaran darah serta mencegah dekubitus.. Pertahankan body aligment adekuat, berikan
Mencegah
latihan ROM pasif jika klien sudah bebas footdrop panas dan kejang.
terjadinya serta
dapat
kontraktur
atau
mempercepat
pengembalian fungsi tubuh nantinya.
Berikan perawatan kulit secara adekuat, Memfasilitasi
sirkulasi
dan
mencegah
lakukan masase, ganti pakaian klien dengan gangguan integritas kulit. bahan linen dan pertahankan tempat tidur dalam keadaan kering Berikan perawatan mata, bersihkan mata Melindungi mata dari kerusakan akibat dan tutup dengan kapas yang basah sesekali.
terbukanya mata terus menerus.
Kaji adanya nyeri, kemerahan, bengkak Indikasi adanya kerusakan kulit dan deteksi pada area kulit
dini adanya dekubitus pada area lokal yang tertekan.
3. Resiko cidera berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien bebas dari cidera yangb disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran . Kriteria hasil : Klien tidak mengalami cedera apabila kejang berulang ada. Intervensi
Rasionalisasi
Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut, Gambaran tribalitas sistem syaraf dan otot – otot muka lainnya.
memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi
yang tepat untuk mencegah
terjadinya komplikasi Persiapkan lingkungan yang aman seperti Melindungi klien bila kejang terjadi. batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat klien.
pusat
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi resiko jatuh/terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.
Kolaborasi pemberian terapi : diazepam, Untuk mencegah atau mengurangi kejang Phenobarbital
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.
4. Cemas yang berhubungan dengan prognosis penyakit, kemungkinan kejang berulang. Tujuan : kecemasan hilang atau berkurang kriteria hasil : mengenal perasaannya, dapat mengidentifikaasi penyebab atau factor yang memengaruhinya, dan menyatakan ansietas berkurang/hilang Intervensi
Rasionalisasi
Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan damping klien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah, dan gelisah menunjukan perilaku merusak. Jelaskan sebab terjadinya kejang
Memberikan kooferatif
dasar
konsep
terhadap
agar
tindakan
klien untuk
mengurangi kejang Hindari konfrontasi
Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah , menurunkan kerja sama dan mungkin memperlambat penyembuhan
Mulai
melakukan
tindakan
untuk Mengurangi rangsangann eksternal yang
mengurangi kecemasan,. Beri lingkungan tidak perlu yang tenang dan suasana penuh istirahat Control Tingkatkan control sensasi klien
sensasi
menurunkan
klien
ketakutan)
(dan dengan
dalam cara
memberikan informasi tentang keadaan klien , menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber
koping(pertahanan
diri),
yang positif, membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengelihatan dan memberikan respons balik yang positif.
Orientasikan klien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan. dan aktivitas yang diharapakan. Beri
kesempatan
kepada
klien
untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan aneletasnya
kekhawatiran yang tidak diekspresikan
Berikan privasi untuk klien dan orang Memberikan waktu untuk mengekspresikan terdekat
perasaan,
menghilangkan
cemas,
dan
perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas
dan
membaca)
akan
pengalihan
(misalnya
menurunkan
perasaan
terisolasi. 5. Peningkatan suhu tubuh yang berhubungan dengan proses inflamasi dan efek toksin di jaringan otak. Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun Kriteria hasil : Suhu tubuh normal 36 - 37C Intervensi
Rasionalisasi
Monitor suhu tubuh klien
Peningkatan suhu tubuh menjadi stimula rangsang kejang pada klien tetanus
Beri kompres dingin di kepala dan aksila
Memberikan respons dingin pada pusat pengatur panas dan pembuluh darah besar
Pertahankan bedrest total selama fase akut
Mengurangi
peningkatan
proses
metabolisme umum yang terjadi pada klien tetanus Kolaborasi pemberian terapi : ATS dan ATS dapat mengurangi dampak toksin antimikroba
tetanus di jaringan otak dan antimikroba dapat mengurangi inflamasi sekunder dari toksin
BAB II PENUTUP 2.1 Kesimpulan Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi). Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme). Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
2.2 Saran 1. Bagi Mahasiswa Diharapkan mahasiswa mengetahui penyebab tetanus dan pencegahannya agar dapat terhindar dari infeksi tetanus baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga . 2. Bagi Masyarakat Diharapkan bagi masyarakat agar mampu menjaga kesehatannya terutama jika ada luka tusuk, terkena paku, pecahan beling dan jatuh di tempat yang kotor karena kecelakaan. Keadaan tersebut harus segera di tangani langsung dengan membersihkan luka dengan Nhcl agar luka mengurangi infeksi . 3. Bagi Institusi Diharapkan agar makalah ini menjadi refrensi untuk mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit tetanus yang dapat menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA Batticaca B. Fransisca, 2008, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan sistem persyarafan, Penerbit Salemba Medika. Mutaqqin Arif, 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Penerbit Salemba Medika. Sudoyo W. Aru, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, K. Simadibarata Marellus, Setiati Siti, 2006, Buku Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam F.K