Askep Rds Baru.docx

  • Uploaded by: nopia antary antari
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Rds Baru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,190
  • Pages: 35
MAKALAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN ANAK I ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

\

Oleh : KELOMPOK 3

1. NI KADEK DWI NITA PURNAMAYANTI (17.321.2728) 2. NI KETUT NOPIA ANTARI

(17.321.2731)

3. NI LUH JULIANTARI

(17.321.2740)

4. NI PUTU HEPINA TRESNAYANTI

(17.321.2749)

5. NI KOMANG LINDA RAHMAWATI

(17.321.2732)

6. NI NYOMAN DESY CANDRA SARI

(17.321.2748)

7. NI WAYAN WENA WARDANI

(17.321.2757)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI 2019

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa .bahwa penulis telah dapat membuat makalah tentang “Konsep Keperawatan Anak Dalam Konteks Keluarga” walaupun banyak sekali hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyusun makalah ini,dan mungkin makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan sempurna dikaranakan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak terutama dari Bapak/Ibu dosen maupun teman-teman sekalian supaya penulis dapat lebih baik lagi dalam menyusun sebuah makalah dikemudian hari, dan semoga makalah ini berguna bagi siapa saja.

Denpasar, 25 Frebruari 2019

Penulis

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI........................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2 C. Tujuan Penulisan .................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME A. Definisi ................................................................................................... 3 B. Etiologi ................................................................................................... 3 C. Patofisiologi ........................................................................................... 5 D. Pathway .................................................................................................. 7 E. Manifestasi Klinis ................................................................................... 7 F. Klasifikasi ............................................................................................... 8 G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik ................................................ 9 H. Pencegahan............................................................................................. 11 I. Penatalaksanaan ....................................................................................... 11 J. Komplikasi .............................................................................................. 16 ASUHAN KEPERAWATAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME A. Pengkajian .............................................................................................. 18 B. Analisa Data .......................................................................................... 25 C. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 26

ii

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................................ 30 B. Saran ....................................................................................................... 30 DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pola pernafasan normal adalah teratur dengan waktu ekspirasi lebih panjang daripada waktu inspirasi, karena pada inspirasi otot pernafasan bekerja aktif, sedangkan pada waktu ekspirasi otot pernapasan bekerja secara pasif. Pada keadaan sakit dapat terjadi beberapa kelainan pola pernapasan yang paling sering adalah takipneu. Ganguan pernafasan pada bayi dan anak dapat disebabkan oleh berbagai kelainan organic, trauma, alargi, insfeksi dan lainlain. Gangguan dapat terjadi sejak bayi baru lahir. RDS (Respiratory Distress Syndrome) atau disebut juga Hyaline membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30 % dari kematian neonatus diakibatkan oleh RDS atau komplikasi yang dihasilkannya Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi. Secara klinis bayi dengan RDS menunjukkan takipnea (> 60 x/menit) , pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting (merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain, seperti: hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia, hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran. Secara tinjauan kasus, di negara-negara Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid dan postnatalsurfaktan, terdapat angka kejadian RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidupperiode 1986-1987. Sedangkan jaman modern sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%.Di negara berkembang termasuk Indonesia belum ada laporan tentang kejadian RDS.

1

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan pada pasien RDS pada anak? 2. Bagaimanakah contoh Kasus RDS konsep asuhan keperawatan pada anak? C. Tujuan Penulisan 1. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasieen RDS pada anak. 2. Untuk mengetahui kasus RDS konsep asuhan keperawatan pada anak.

2

BAB II PEMBAHASAN

LAPORAN PENDAHULUAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

A. Definisi Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang. Sindrom gawat napas pada neonatus (SGNN), dalam bahasa Inggris disebut neonatal respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali per menit; sianosis; merintih waktu ekspirasi (expiratory grunting); dan retraksi di daerah epigastrium, suprasternal, intekostal pada saat inspirasi. Bila di dengar dengan stetoskop akan terdengar penurunan masukan udara dalam paru. Istilah SGNN merupakan istilah umum yang menunjukkan terdapatnya kumpulan gejala tersebut pada neonatus. Sindrom ini dapat terjadi karena adanya kelainan di dalam atau di luar

paru.

Beberapa

kelainan

paru

yang

menunjukkan

sindrom

ini

adalah

pneumotoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH), pneumonia aspirasi, dan sindrom Wilson-mikity

B. Etiologi RDS sering ditemukan pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi 3

kejadian RDS pada bayi tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian RDS. PMH ini 60-80% terjadi pada bayi yang umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36 minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes, persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin, persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm laki-laki atau kulit putih Faktor-faktornya antara lain : 1. Faktor ibu Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes mellitus, dan lain-lain 2. Faktor plasenta Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya 3. Faktor janin Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan kongenital pada neonaatus dan lain-lain. Kegawatan neonatal seperti kehilangan darah dalam periode perinatal, aspirasi mekonium, pneumotoraks akibat tindakan resusitasi, dan hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah keluar dari paru. 4. Faktor persalinan Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain. Bayi yang lahir dengan operasi sesar, berapa pun usia gestasinya dapat mengakibatkan terlambatnya absorpsi cairan paru (Transient Tachypnea of Newborn)

4

C. Patofisiologi Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan. Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kola

Surfaktan juga menyebabkan ekspansi yang merata dan jarang ekspansi

paru pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi), sehingga untuk bernapas berikutnya dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat. Akibatnya, setiap kali perapasan menjadi sukar seperti saat pertama kali pernapasan (saat kelahiran). Sebagai akibatnya, janin lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya, ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelektasis. Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan pulmonary vaskular resistem (PVR) yang nilainya menurun pada ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi, darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

5

Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan vektilisasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital. Akibat lain adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin. Fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan menghambat pertukaran gas. Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida dari sisa pernapasan

sehingga

terjadi

asidosis

respiratorik.

Penurunan

pH

menyebabkan

vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke dalam alveoli. Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal, asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan. Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan surfaktan lebih lanjut.

6

D. Pathway

E. Manifestasi Klinis Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 100-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram. Sering disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 68 jam pertama. Setelah lahir dan gejala yang karakteristik mulai terlihat pada umur 24-72 jam. Bila keadaan membaik, gejala akan menghilang pada akhir minggu pertama. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O2 yang menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering ditemukan 7

pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi, kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki, hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi komplikasi.

F. Klasifikasi Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor Downes. Penilaian dengan sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai progresivitasnya.

Pemeriksaan

Skor 0

Frekuensi napas

< 60 x/menit

Retraksi

Tidak ada retraksi

Sianosis

Tidak ada sianosis

Air entry

Udara masuk

Merintih

Tidak merintih

1 60 – 80 x/menit Retraksi ringan Sianosis

Evaluasi :

<3

= Gawat napas ringan

4–5

= Gawat napas sedang

>6

= Gawat napas berat

2

Retraksi berat hilang Sianosis

dengan O₂ Penurunan

udara Tidak

ada

udara

masuk di

dengan Dapat didengar tanpa

dengan stetoskop

8

menetap

walaupun diberi O₂

masuk Dapat

> 80 x/menit

alat bantu

G. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik Pemeriksaan Penunjang pada Neonatus yang mengalami Distress Pernafasan Pemeriksaan Kultur darah

Kegunaan Menunjukkan keadaan bakteriemia

Analisa gas darah

 Menilai derajat hipoksemia  Menilai keseimbangan asam basa Menilai

Glukosa darah

keadaan

hipoglikemia

hipoglikemia,

dapat

menyebabkan

karena atau

memperberat takipnea Rontgen toraks

Mengetahui etiologi distress nafas  Leukositosis menunjukkan adanya infeksi

Darah rutin dan hitung jenis

 Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri  Trombositopenia menunjukkan adanya sepsis Menilai hipoksia dan kebutuhan tambahan

Pulse oxymetri

oksigen

1. Gambaran radiologis Diagnosis yang tepat hanya dapat dibuat dengan pemeriksaan foto rontgen toraks. Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk prognosis bayi. Beberapa sarjana berpendapat bahwa pemeriksaan radiologis ini dapat dipakai untuk mendiagnosis dini penyakit membran hialin, walaupun manifestasi klinis belum jelas. 9

2. Gambaran laboratorium Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan laboratorium diantaranya adalah : a. Pemeriksaan darah Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45 mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik dan metabolik dalam tubuh. b. Pemeriksaan fungsi paru Pemeriksaan ini membutuhkan alat yang lengkap dan pelik, frekuensi pernapasan yang meninggi pada penyakit ini akan memperhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti ‘tidal volume’ menurun, ‘lung compliance’ berkurang, functional residual capacity’ merendah disertai ‘vital capacity’ yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan perfusi paru akan terganggu. c. Pemeriksaan fungsi kardiovaskuler Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten, pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.

10

3. Gambaran patologi/histopatologi Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.

H. Pencegahan Faktor yang dapat menimbulkan kelainan ini adalah pertumbuhan paru yang belum sempurna. Karena itu salah satu cara untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah kelahiran bayi yang maturitas parunya belum sempurna. Maturasi paru dapat dikatakan sempurna bila produksi dan fungsi surfaktan telah berlangsung baik (Gluck, 1971) memperkenalkan suatu cara untuk mengetahui maturitas paru dengan menghitung perbandingan antara lesitin dan sfigomielin dalam cairan amnion. Bila perbandingan lesitin/sfingomielin sama atau lebih dari dua, bayi yangakan lahir tidak akan menderita penyakit membrane hialin, sedangkan bila perbandingan tadi kurang dari tiga berati paru-paru bayi belum matang dan akan mengalami penyakit membrane hialin. Pemberian kortikosteroid dianggap dapat merangsang terbentuknya surfaktan pada janin. Cara yang paling efektif untuk menghindarkan penyakit ini ialah mencegah prematuritas.

I. Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan medik tindakan yang perlu dilakukan a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus adekuat (70-80%). b. Pemberian oksigen. Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu 11

bhhhhhhhanyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru, kerusakan retina (fibroplasias retrolental), dll. c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlut untuk mempertahankan homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara intravena. d. Pemberian antibiotik. Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari. e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun harganya amat mahal. 2. Penatalaksanaan keperawatan Bayi dengan PMH adalah bayi prematur kecil, pada umumnya dengan berat badan lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu. Oleh karena itu, bayi ini tergolong bayi berisiko tinggi. Apabila menerima bayi baru lahir yang demikian harus selalu waspada bahaya yang dapat timbul. Masalah yang perlu diperhatikan ialah bahaya kedinginan (dapat terjadi cold injury), risiko terjadi gangguan pernapasna, kesukaran dalam pemberian makanan, risiko terjadi infeksi, kebutuhan rasa aman dan nyaman (kebutuhan psikologik) Penatalaksanaan secara umum :

12

a) Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5% b) Pantau selalu tanda vital c) Jaga kepatenan jalan nafas d) Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) e. Jika bayi mengalami apneu e) Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan g. Lakukan penilaian lanjut f) Segera periksa kadar gula darah g) Pemberian nutrisi edekuat h) Setelah manajemen umum segera lakukan manajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas i) Manajemen spesifik dan manajemen lanjut antara lain : 1. Pentalaksanaan pada gangguan nafas ringan. Gangguan nafas ringan pada bayi yang mengalami gangguan nafas ringan disebut Transient Tacypnea of the Newborn (TTN) yang biasanya terjadi karena bedah sesar. Kondisi ini dapat normal kembali tanpa adanya pengobatan. Gangguan nafas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.  Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya  Bila pernafasan memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi untuk mengurangi sepsis  Berikan ASI bila bayi mampu menyusui, jika tidak mampu peras ASI

13

 Kurangi pemberian O₂ secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas, hentikan pemberian O₂ jika frekuensi nafas antara 30-6kali/menit  Amati bayi selama 24 jam selanjutnya, jika frekuensi nafas menetap antaran 30-60 kali/menit, tidak ada sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan bayi dapat dipulangkan. 2. Gangguan nafas sedang  Lanjutkan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran sedang  Bayi tidak diberikan minum  Ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis jika tidak ada tanda-tanda sebagai berikut ; Suhu aksiler 39ºC, Air ketuban bercampur mekonium, Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam)  Bila suhu aksiler 34-36,5ºC atau 37,5-39ºC tangani untuk masalah suhu abnormal dan ulang setelah 2 jam: Bila suhu masih belum stabil atau gangguan pernafasan masih belum ada perbaikan, ambil sampel darah dan berikan antibiotik untuk terapi kemungkinan sepsis, Jika suhu abnormal, teruskan amati bayi. Jika suhu kembali abnormal ulangi tahapan diatas  Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. 14

 Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang) ; Kurangi terapi O₂ secara bertahap, Pasang pipa lambung dan berikan ASI peras setiap 2 jam, Bila pemberian O₂ tidak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusui 

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O₂ selama 3 hari, bayi dapat dipulangkan dan bayi sudah bisa diberikan ASI

3. Gangguan Napas Berat Semakin kecil bayi kemungkinan terjadi gangguan nafas semakin sering dan semakin berat. Pada bayi kecil ( berat lahir< 2500 gram atau umur kehamilan <37 minggu) gangguan nafas kering memburuk dalam waktu 36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7. a) Tentukan pemberian O₂ dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi) b) Tangani sebagai kemungkinan besar sepsis c) Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terhadap terhadap sianosis sentral,naikan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan nafas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100% bila kemungkinan segera rujuk bayi kerumah sakit rujukan atau ada fasilitas dan mampu memakai ventilator mekanik.

15

d) Jika gangguan nafas masih menetap selama 2 jam, pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara e) Nilai kondisi bayi 4 kali sehari apa bila ada tanda perbaikan f) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik), maka :  Kurangi pemberian O₂ Jangan meneruskan pemberian O₂ bila tidak perlu hentikan pemberian O₂ bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O₂

tidak mengalami

gangguan nafas dan tampak kemerahan. 

Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambunng.

 Bila pemberian O₂ tak diperlukan lagi,bayi mulai dilatih dengn menggunakan salah satu alternafif cara pemberian minum. J. Komplikasi Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi 3 hal: 1) Ruptur alveoli Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada 19 bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap

16

2) Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi 3) Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik 4) PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi surfaktannya. Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi : 1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD) Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi 2) Retinopathy premature Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial, dan adanya infeksi.

17

ASUHAN KEPERAWATAN RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

A. PENGKAJIAN 1. Identitas pasien Nama

: Bayi Ny.W I

Tanggal lahir

: 29 Mei 2013

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Br. Yang api tembuku, bangli

Agama

: Islam

No.RM

: 780763

Dx.Masuk

: Neo Perempuan, KMK , PP Spontan, Gemeli dengan ibu KPD

Tanggal Masuk

: 29 Mei 2013

2. Penanggung jawab Nama

: Tn. S

Usia

: 29 Tahun

Alamat

: Br. Yang api tembuku, bangli

Agama

: Islam

Jenis kelamin

: Laki-laki

Hubungan dengan pasien : Orang tua 3. Keluhan Utama Sesak nafas (+) 4. Riwayat Penyakit Sekarang

18

Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam Wib, karena bayi Ny. W I lahir dengan BB 1650 gr, tangis (-), sesak nafas (+), RR >60X/Menit/takipnea (+), retraksi dalam (+) dan sianosis. Di HCU Neonatus bayi langsung ditempatkan di inkubator dan mendapatkan O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt. 5. Riwayat Penyakit Dahulu Ny. W I mengatakan tidak ada keluhan saat hamil. Ny. W I hanya mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan. Ny. W I tidak mempunyai riwayat penyakit deabetes militus maupun hipertensi. 6. Riwayat Penyakit Keluarga Ny. W I mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit keturunan maupun menular. Di dalam keluarga Ny. W I maupun suaminya tidak ada yang mempunyai riwayat BBLSR 7. Riwayat Psikososial Ny. W I sering menengok anaknya keruang Bakung bagian isolasi neonates 8. Riwayat Antenatal Ny. W I mengatakan selama hamil rutin memeriksakan kandungannya ke bidan didekat rumahnya setiap bulan 9. Riwayat Natal Bayi Ny. W I lahir pada tanggal 29 Mei 2013 jam 15.05 WIB secara spontan. Ny. W I mengatakan air ketuban sudah keluar sejak sebelum melahirkan. Ny.S mengatakan umur kehamilannya baru ± 34 minggu, karena air ketubannya sudah keluar, maka oleh dokter bayi Ny. W I harus segera dikeluarkan.

19

10. Riwayat Pos Natal a) Apgar Skor 0

1

2

Apgar

1 Menit

5 Menit

2

2

Baik

pernapasan 1

1

Baik

tonus otot

1

2

0

1

Warna

1

1

Jumlah

5

7

Skor tidak ada 100

100

denyut jantung

tidak ada tak teratur Lemah

Sedang

tidak ada Merintih menangis peka rangsang Biru

Merah

Merah

putih

jambu

jambu

ujungujung biru

b) Berat badan lahir : 1650 gram c) Lingkar kepala : 30 cm d) Lingkar lengan atas : 5 cm e) Panjang badan : 40 cm f) Lingkar dada : 26 cm

20

g) Lingkar perut : 25 cm h) Anus : positif i) Adanya kelainan congenital : negatif 11. Pola pengkajian a) Pola pernapasan RR = 68 x/menit, pernafasan cuping hidung, sianosis, retraksi dada (+), terapi O 2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt. b) Pola kebutuhan cairan dan nutrisi Kebutuhan cairan = 30 ml/hari. Bayi Ny. W I minum ASI 8 X 4 cc melalui OGT karena refleks menghisap dan menelan bayi masih lemah. Bayi NY. W I mendapat terapi infus D 10% 6 cc/jam. c) Pola Eliminasi Bayi Ny. W I memakai pempers dan ditimbang tiap kali ganti pempers. Bayi Ny. W I sudah BAK dan BAB warna hitam lembek (mekonium). d) Pola Aktivitas dan Istirahat Bayi Ny. W I terlihat lemah di dalam inkubator, tangisnya masih merintih dan geraknya belum aktif. e) Latar Belakang Sosial dan Budaya Ny. W I tidak merokok, tidak memiliki kebiasaan untuk diet ketat, Ny. W I tidak memiliki pantangan makanan tertentu ketika hamil, Ny. W I tidak ketergantungan maupun mengonsumsi obat psikotropika maupun alkohol/minuman keras. f) Hubungan Psikologis

21

Ny. W I sering menjenguk anaknya. Ny. W I merasa khawatir dengan kondisi anaknya yang menurutnya sangat kecil. Ibu pasien selalu berdoa agar anaknya segera diberi kesembuhan dan segera pulang bersamanya g) Persepsi-Kognitif Ny. W I tahu tentang kondisi bayinya, menurut Ny. W I bayinya dalam kondisi tidak baik, dan terlihat sesak nafas sampai tulang dadanya terlihat tertarik, Ny. W I tahu bahwa anaknya belum bisa disusui karena reflek menelannya dan menghisap masih kurang sehingga harus dipasang selang makan. 12. Pemeriksaan Fisik 

Keadaan Umum

: lemah



Kesadaran

: CM (Compos Mentis), gerak kurang aktif, tangis

merintih 

Vital sign

: RR= 68 x/menit, HR =184 x/menit, Suhu = 36 7

ºC 

Pemeriksaan tubuh Kulit

:

: Warna kulit kemerahan degan ekstermitas kebiruan, tidak ikterus,

sianosis, terdapat sedikit lanugo pada dahi dan sekitar pipi, kulit tipis. Kepala

: Rambut hitam,tipis,Tidak ada lesi, sutura terlihat.

Mata

: Sklera mata putih, konjungtiva merah muda.

Hidung

: terdapat pernafasan cuping hidung, lubang hidung 2, terpasang

O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt. Mulut

: Bibir merah, tidak ditemukan stomatitis, mukosa bibir

kering.terpasang OGT.

22

Telinga

: Tidak ada deformitas, lubang telinga bersih, simetris. Leher

: Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Thorax

: Simetris (kanan kiri sama), tarikan intercosta (+), retraksi dada

(+), dada cekung kebawah (di bawah px), RR= 68x/menit, ditemukan suara nafas ronki. Cardio

: HR = 184x/menit

Abdomen : Simetris, tidak ada lesi, terdapat bising usus 5 x/mnt. Umbilikus : Tali pusat basah, tidak terjadi perdarahan, tidak terjadi infeksi, terpasang infus umbilikalis D10%. Genetalia : Labia mayora belum menutupi labia minora, tidak ada kelainan letak lubang uretra Anus

: Tidak ada lesi, tak ada iritasi perineal, warna feces hitam lembek.

Ekstremitas : Akral dingin, Jumlah jari tangan 5/5, Jumlah jari kaki 5/5, tak ada kelumpuhan, gerak kurang aktif Reflek

:

a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak keras di sekitar ruangan / tempat inkubator maka pasien kurang merespon/ diam saja. b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di test dengan spuit diberikan ASI, maka pasien tidak dapat 47 menelan dengan sempurna ASI yang diberikan dan selalu ada ASI yang keluar dari mulutnya c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketika perawat meletakkan jari telunjuknya ke tangan pasien, pasien dapat menggenggam jari telunjuk perawat, namun genggaman masih lemah

23

d) Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika perawat membuat gerakan / suara di sekitar pasien, pasien kurang merespon. e) Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kaki); Jika disentuh kakinya oleh perawat, pasien akan menarik kakinya ke atas. f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi munim lewat spuit maka ASI kan keluar sebagian dari mulutnya 13. Data penunjang No.

Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai normal

1

WBC

11,7

103 /ul

9-30

2

RBC

3,95

106 /ul

3,7 – 6,5

3

HGB

14,3

g/dl

14,9 – 23,7

4

HCT

42,5

%

47 – 75

5

MCV

107,6+

fL

80 – 99

6

MCH

36,2+

fL

27 – 31

14. Terapi O 2 NCPAP 40% PEEP 5 Infus D10% 6 cc/jam Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 1) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 1) 3005-2013: O 2 NCPAP 40% PEEP 5 Infus D10% 6 cc/jam Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2) 31-05-2013 O 2 NCPAP 35% PEEP 5

24

Infus TPN IL Injeksi : Ampicillin-Sulbactam 2x85 mg (hari 2) Gentamicyn 1x7,5 mg (hari 2)

B. ANALISA DATA: No

Data Fokus

Problem

Etiologi

1

DS: -

Gangguan

perubahan

DO:

pertukaran gas

membran kapiler-

 KU: Lemah

alveolar ditandai

 Suhu = 36,70 C  HR = 186 x/menit  RR 68 X/Menit (adanya takipnea )  Ada retraksi dada  Ada tarikan intercosta  Ada retraksi dalam  suara nafas ronki  sianosis  Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt 2

DS: -

Pola nafas tidak

Keletihan otot

DS:

efektif

pernapasan

 KU: Lemah  Suhu = 36,70 C 25

 HR = 186 x/menit  RR 68 X/Menit (adanya takipnea )  Ada retraksi dada  Ada tarikan intercosta  Ada retraksi dalam  suara nafas ronki  sianosis  Terpasang O2 NCPAP 40 % PEEP 5 l/mnt

C. Intervensi Keperawatan: Diagnosa No.

Keperawatan

Intervensi Tujuan/Kriteria Hasil (NOC)

(NIC)

(NANDA) 1

Gangguan pertukaran Setelah gas

dilakukan

tindakan Manajemen Jalan Napas

berhubungan keperawatan selam 3 X 24 jam 1. Posisikan pasien untuk

dengan

perubahan diharapkan

memaksimalkan ventilasi

membran

kapiler-

alveolar

ditandai Status Pernapasan : Pertukaran

dengan:

2. Auskultasi suara napas,

ventilasinya menurun atau

Gas

Ds: DO:  KU: Lemah  Suhu = 36,70

catat area yang

tidak ada dan adanya  Ku: Baik

suara tambahan

 TTV:

3. Kelola pemberian

 RR:

40

x/menit

26



60

bronkodilator, sebagaimana mestinya

C  HR = 186

 HR:

X/Menit

–130 4. Monitor status pernapasan

x/menit

dan okseigenasi,

 Suhu: 36, 5 – 37, 5

x/menit  RR 68

120

sebagaimana mestinya

ºC  Tidak ada retraksi dada  Tidak

ada

Terapi Oksigen

tarikan 1. Pertahankan kepatenan jalan napas

intercosta (adanya

 Tidak ada retraksi dalam

2. Monitor aliran oksigen

takipnea )

 tidak ada ronki

3. Rubah perangkat

 Ada retraksi

 warna kulit (ujung jari) merah muda

dada

 Tidak terpasang 0₂

pemberian oksigen dari masker ke kanul saat makan

 Ada tarikan Monitor Pernapasan

intercosta

1. Monitor kecepatan, irama,

 Ada retraksi

kedalaman dan kesulitan bernapas

dalam

2. Catat pergerakan dada,

 suara nafas

catat ketidaksimetrisan,

ronki

penggunaan otot-otot bantu napas dan retraksi

 sianosis

pada supraclaviculas dan

 Terpasang O2

interkosta

NCPAP 40 %

3. Monitor suara tambahan seperti ngorok atau mengi

PEEP 5 l/mnt

4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, apneustik, respirasi biot 5. Auskultasi suara napas, 27

catat area dimana terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas tambahan 2

Pola

nafas

tidak Setelah

dilakukan

tindakan Manajemen Jalan Napas

efektif berhubungan keperawatan selama 3 X 24 jam dengan

kelelahan diharapkan

untuk

otot pernafasan

memaksimalkan ventilasi

Status Pernapasan : Ventilasi  Ku: Baik

DS: -

2. Lakukan fisioterapi

 TTV: DO :

dada, sebagaimana

 RR:

C

40



60

 HR:

120

–130

 Suhu: 36, 5 – 37, 5

 RR 68 X/Menit (adanya takipnea )  Ada retraksi

 Tidak

atau tidak ada dan adanya suara

ºC  Tidak ada retraksi dada

x/menit

napas, catat area yang ventilasinya menurun

x/menit

 HR = 186

mestinya 3. Auskultasi suara

x/menit

 KU: Lemah  Suhu = 36,70

1. Posisikan pasien

ada

tarikan

tambahan 4. Kelola pemberian bronkodilator,

intercosta  Tidak ada retraksi dalam  tidak ada ronki  warna kulit (ujung jari) merah muda  Tidak terpasang 0₂

sebagaimana mestinya 5. Monitor status pernapasan dan okseigenasi, sebagaimana mestinya Monitor Pernapasan

dada

1. Monitor kecepatan,

 Ada tarikan

irama, kedalaman dan kesulitan bernapas

intercosta

2. Catat pergerakan 28

 Ada retraksi

dada, catat ketidaksimetrisan,

dalam

penggunaan otot-otot  suara nafas

bantu napas dan retraksi pada

ronki

supraclaviculas dan

 sianosis

interkosta  Terpasang O2

3. Monitor suara

NCPAP 40 %

tambahan seperti

PEEP 5 l/mnt

ngorok atau mengi 4. Monitor pola napas (misalnya, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1, apneustik, respirasi biot, pola ataxic 5. Auskultasi suara napas setelah tindakan, untuk dicatat

29

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi yang kurang. B. Saran Semoga makalah ini dapat berguna bagi penyususun dan pembaca. Kritik dan saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik.

30

DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. 2017. Nanda Internasional IncDiagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 20152017 Edisi 10.Jakarta: EGC Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 1985. Buku Kuliah 3. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI. Suriadi & Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Klinik. Asuhan keperawatan pada Anak Edisi 2. Jakarta : Sagung Seto.

Related Documents

Askep Rds Baru.docx
November 2019 9
Rds
April 2020 3
Rds-final
November 2019 7
Rds-pe Noul Drum
July 2020 4
Lp Rds Proses.docx
June 2020 8

More Documents from "Yuni Wulandari"