Askep Pendahuluan Trauma Abdomen.docx

  • Uploaded by: Fitry Ramadhan
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Pendahuluan Trauma Abdomen.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,211
  • Pages: 28
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA ABDOMEN

OLEH : KELOMPOK 5

1.

RAHMAWATI

2.

AKMAL HIDAYAT

3.

DINASARI

4.

SUPIANI YAMLEAN

5.

FITRI RAMDHAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

BAB I KONSEP MEDIS

A. Pengertian Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002). Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001) Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI, 1995)

B. Klasifikasi Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu: 1. Trauma penetrasi a. Trauma Tembak b. Trauma Tumpul 2. Trauma non-penetrasi

a. Kompresi b. Hancur akibat kecelakaan c. Sabuk pengaman d. Cedera akselerasi e. Trauma pada dinding abdomen terdiri kontusio dan laserasi. f. Trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari: 1) Perforasi organ viseral intraperitoneum. Cedera pada isi abdomen mungkin disertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen.

2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomenLuka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. 3) Cedera thorak abdomenSetiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi. C. Etiologi Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Trauma

tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga

peritonium). Disebabkan oleh : a. Luka akibat terkena tembakan b. Luka akibat tikaman benda tajam c. Luka akibat tusukan 2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium).

Disebabkan oleh : a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh b. Hancur (tertabrak mobil) c. Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut d. Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga

D. Patofisiologi Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor–faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan

yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut.. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme: 1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya

tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga. 2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan

vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks. 3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan

gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler

E. Manefestasi klinis 1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) : a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ b. Respon stres simpatis c. Perdarahan dan pembekuan darah d. Kontaminasi bakteri e. Kematian sel

2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). a. Kehilangan darah. b. Memar/jejas pada dinding perut. c. Kerusakan organ-organ. d. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding perut. e. Iritasi cairan usus.

F. Pemeriksaan diagnostic 1. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. a. Skrinning pemeriksaan rongten.

Foto rongten torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau Pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rongten abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning

Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada. c. Uretrografi

Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. d. Sistograf

Ini di gunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing. 2. Trauma non-penetrasi Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit. a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan Rongten Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetauhi udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. c. Study kontras Urologi dan Gastrointestinal

Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur

G. Penatalaksanaan 1. Penanganan awal a. Trauma non- penetrasi (trauma tumpul) 1) Stop makanan dan minuman 2) Imobilisasi 3) Kirim kerumah sakit. b. Penetrasi (trauma tajam) 1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)

tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis 2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan

dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak

dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. 4) Imobilisasi pasien 5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum 6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. 7) Kirim ke rumah sakit 2. Penanganan dirumah sakit

a. Segera dilakukan operasi untuk menghentikan perdarahan secepatnya. Jika penderita dalam keadaan syok tidak boleh dilakukan tindakan selain pemberantasan syok (operasi) b. Lakukan prosedur ABCDE. c. Pemasangan NGT untuk pengosongan isi lambung dan mencegah aspirasi.

d. Kateter dipasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan). e. Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ; prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli, rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ; cairan bebas dalam rongga perut f. Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma intra-abdominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera dilakukan pembedahan g. Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan status klinik dan derajat luka yang terlihat di CT h. Pemberian obat analgetik sesuai indikasi i. Pemberian O2 sesuai indikasi j. Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan k. Kebanyakan GSW membutuhkan pembedahan tergantung kedalaman penetrasi dan keterlibatan intraperitoneal l. Luka tikaman dapat dieksplorasi secara lokal di ED (di bawah kondisi steril) untuk menunjukkan gangguan peritoneal ; jika peritoneum utuh, pasien dapat dijahit dan dikeluarkan m. Luka tikaman dengan injuri intraperitoneal membutuhkan pembedahan n. Bagian luar tubuh penopang harus dibersihkan atau dihilangkan dengan pembedahan 3. Penatalaksanaan kedaruratan

a. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi. b. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.

c. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf. d. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan. e. Gunting baju dari luka dan Hitung jumlah luka. f. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar. g. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma. h. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan. i. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada. j. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi. k. Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal. l. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan. m. Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi n. Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera. o. Fleksikan lutut pasien; posisi ini mencegah protusi lanjut. p. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah. q. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine. r. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.

s. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium. t. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk. u. Jahitan dilakukan disekeliling luka. v. Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka w. Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan. x. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan. y. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial). z. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria. H. Komplikasi 1.

Segera : hemoragi, syok, dan cedera.

2. Lambat : infeksi 3. Trombosis Vena 4. Emboli Pulmonar 5.

Stress Ulserasi dan perdarahan

6. Pneumonia 7. Tekanan ulserasi 8. Atelektasis 9. Sepsis

BAB II ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Dalam pengkajian pada trauma abdomen harus berdasarkan prinsip–prinsip Penanggulangan Penderita Gawat Darurat yang mempunyai skala prioritas A (Airway), B (Breathing), C (Circulation). Seperti: A : Airway : Tidak ada obstruksi jalan nafas B : Breathing (pernapasan): Ada dispneu, penggunaan otot bantu napas dan napas cuping hidung. C : Circulation (sirkulasi): Hipertensi, perdarahan , tanda Cullen, tanda GreyTurner, tanda Coopernail, tanda balance.,takikardi,diaforesis D : Disability (ketidakmampuan): Nyeri, penurunan kesadaran, tanda Kehr. Hal ini dikarenakan trauma abdomen harus dianggap sebagai dari multi trauma dan dalam pengkajiannya tidak terpaku pada abdomennya saja. 1. Anamnesa a. Biodata

Identitas: Nama anak, umur, jenis kelamin, alamat, nama KK, pekerjaan, pendidikan, dan lain-lain. b. Keluhan Utama

1) Keluhan yang dirasakan sakit. 2) Hal spesifik dengan penyebab dari traumanya. c. Riwayat penyakit sekarang (Trauma)

1) Penderita

trauma

abdomen

menampakkan

gejala

nyeri

dan

perdarahan. 2) Penyebab dari traumanya dikarenakan benda tumpul atau peluru. 3) Kalau penyebabnya jatuh, ketinggiannya berapa dan bagaimana posisinya saat jatuh. 4) Kapan kejadianya dan jam berapa kejadiannya. 5) Berapa berat keluhan yang dirasakan bila nyeri, bagaimana sifatnya pada quadran mana yang dirasakan paling nyeri atau sakit sekali.

d. Riwayat Penyakit yang lalu

1) Kemungkinan pasien sebelumnya pernah menderita gangguan jiwa. 2) Apakah pasien menderita penyakit asthma atau diabetes mellitus dan gangguan faal hemostasis. 3) Pasien belum pernah mengalami penyakit trauma abdomen seperti yang diderita pasien sekarang. e. Riwayat psikososial spiritual

1) Persepsi pasien terhadap musibah yang dialami. 2) Apakah musibah tersebut mengganggu emosi dan mental. 3) Adakah kemungkinan percobaan bunuh diri (tentamen-suicide). 2. Pemeriksaan Fisik

a. Sistim Pernapasan 1) Pada inspeksi bagian frekwensinya, iramanya dan adakah jejas pada dada serta jalan napasnya. 2) Pada palpasi simetris tidaknya dada saat paru ekspansi dan pernapasan tertinggal. 3) Pada perkusi adalah suara hipersonor dan pekak. 4) Pada auskultasi adakah suara abnormal, wheezing dan ronchi. b. Sistim cardivaskuler (B2 = blead) 1) Pada inspeksi adakah perdarahan aktif atau pasif yang keluar dari daerah abdominal dan adakah anemis. 2) Pada palpasi bagaimana mengenai kulit, suhu daerah akral dan bagaimana suara detak jantung menjauh atau menurun dan adakah denyut jantung paradoks. c. Sistim Neurologis (B3 = Brain) 1) Pada inspeksi adakah gelisah atau tidak gelisah dan adakah jejas di kepala. 2) Pada palpasi adakah kelumpuhan atau lateralisasi pada anggota gerak 3) Bagaimana tingkat kesadaran yang dialami dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) d. Sistim Gatrointestinal (B4 = bowel)

1) Pada inspeksi : a) Adakah jejas dan luka atau adanya organ yang luar. b) Adakah distensi abdomen kemungkinan adanya perdarahan dalam cavum abdomen. c) Adakah pernapasan perut yang tertinggal atau tidak. d) Apakah kalau batuk terdapat nyeri dan pada quadran berapa, kemungkinan adanya abdomen iritasi. 2) Pada palpasi : a) Adakah spasme / defance mascular dan abdomen. b) Adakah nyeri tekan dan pada quadran berapa. c) Kalau ada vulnus sebatas mana kedalamannya. 3) Pada perkusi : a) Adakah nyeri ketok dan pada quadran mana. b) Kemungkinan–kemungkinan adanya cairan/ udara bebas dalam cavum abdomen. 4) Pada Auskultasi : Kemungkinan adanya peningkatan atau penurunan dari bising usus atau menghilang. 5) Pada rectal toucher : a) Kemungkinan adanya darah/ lendir pada sarung tangan. b) Adanya ketegangan tonus otot/ lesi pada otot rectum. e. Sistim Urologi (B5 = bladder) 1) Pada inspeksi adakah jejas pada daerah rongga pelvis dan adakah distensi pada daerah vesica urinaria serta bagaimana produksi urine dan warnanya. 2) Pada palpasi adakah nyeri tekan daerah vesica urinaria dan adanya distensi. 3) Pada perkusi adakah nyeri ketok pada daerah vesica urinaria. f. Sistim Tulang dan Otot (B6 = Bone) 1) Pada inspeksi adakah jejas dan kelaian bentuk extremitas terutama daerah pelvis.

2) Pada palpasi adakah ketidakstabilan pada tulang pinggul atau pelvis. 3. Prioritas keperawatan

a. Menghentikan perdarahan b. Menghilangkan/mengurangi nyeri c. Menghilangkan cemas pasien d. Mencegah komplikasi e. Memberikan informasi tentang penyakit dan kebutuhan pasien

B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan. 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. 3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/ tumpul ditandai dengan adanya hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen. 4. Resiko tinggi infeksi berhubuangan dengan kontaminasi bakteri dan feses, tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. 5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/ tahanan C. Rencana Keperawatan 1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan. Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan. Kriteria hasil: Kebutuhan cairan terpenuhi Intervensi: a. Kaji tanda-tanda vital R/: Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin R/: Mengidentifikasi keadaan perdarahan c. Kaji tetesan infus R/: Awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan

d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. R/: Cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh e. Kolaborasi Tranfusi darah R/: Menggantikan darah yang keluar 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. Tujuan: Nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : a. Nyeri berkurang atau hilang b. Klien tampak tenang. Intervensi a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/: Mengobservasi keadaan dan support sistem klien b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri R/: Mengetahui tingakat defisit kenyamanan klien c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri R/: Menginformasikan tentang nyeri d. Observasi tanda-tanda vital R/: Mengetahui keadaan umum klien e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik R/: Mengurangi/ menghilangkan nyeri

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma tajam/ tumpul ditandai dengan adanya hematoma, ekimosis, luka terbuka, jejas pada daerah abdomen. Tujuan: Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai. Kriteria Hasil : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/: Mengetahui tingkat kerusakan kulit klien. b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka R/: Mengkaji resiko terjadinya infeksi c. Pantau peningkatan suhu tubuh R/: Mengontrol tanda-tanda infeksi d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas. R/: Membantu proses penyembuhan luka dan menjaha agar luka kering dan bersih e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement R/: Memperbaiki keutuhan integritas kulit secara cepat f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan. R/: Menjaga luka agar tidak terpapar mikroorganisme g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi. R/: Membunuh mikroba penyebab infeksi 4. Resiko tinggi infeksi berhubuangan dengan kontaminasi bakteri dan feses, tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. Tujuan: Infeksi tidak terjadi/ terkontrol. Kriteria hasil : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus. b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor. c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi. Intervensi a. Pantau tanda-tanda vital. R/: Mengetahui keadaan umum klien b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik. R/: Menjaga agar luka bersih dan kering

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif seperti infus, kateter, drainase luka R/: Mencegah terjadi infeksi lebih lanjut d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit. R/: Memberikan data penunjang tentang resiko infeksi e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik. R/: Membunuh mikroorganisme penyebab infeksi 5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri/ ketidak nyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/ tahanan. Tujuan: Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal. Kriteria hasil : a. Penampilan yang seimbang. b. Melakukan pergerakkan dan perpindahan. c. Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat ditoleransi, dengan karakteristik : 1

= mandiri penuh

2

= memerlukan alat Bantu

3

= memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.

4

= membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

5

= ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Intervensi a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan. R/: Mengetahui tingkat kemandirian kline dalam memenuhi kebutuhan b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas. R/: Membantu klien dalam meningkatkan aktivitas c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu. R/: Menghindari resiko injuri d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif. R/: Mengembalikan pola aktivitas klien

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi. R/: Mengembalikan pemenuhan kebutuhan Activity Daily Life

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

OLEH : KELOMPOK 5

1. RAHMAWATI 2. AKMAL HIDAYAT 3. DINASARI 4. SUPIANI YAMLEAN 5. FITRI RAMDHAN

JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN LMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2019

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. M DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD) RUMAH SAKIT WAHIDIN MAKASSAR

A. Pengkajian 1. Identitas Klien a. Nama

: Tn. M

b. Umur

: 56 tahun

c. Pendidikan

: SD

d. Pekerjaan

: Wiraswasta

e. Agama

: Islam

f. Alamat

: Samata, Gowa

g. Tangga & Jam Pengkajian: 6 Maret 2019 h. Diagnosa Medis: Ruptur Hepar e.c Trauma tumpul Abdomen 2. Identitas Penanggung Jawab a. Nama

: Ny. F

b. Umur

: 23 tahun

c. Alamat

: Samata

d. Hubungan dengan klien

: Anak klien

3. Riwayat Penyakit a. Keluhan Utama Klien mengatakan sakit pada perut sebelah kiri dan sesak. b. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien masuk Rumah Sakit ± 2 jam yang lalu (± pukul 10.00 WIB). Kronologis klien: ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien ditabrak bus yang ada di belakangnya saat pulang kerja dan melaju di Jalan Raya. Klien terjatuh membentur aspal, tertancap paku ±5 cm dan sempat pingsan. Klien langsung dibawa ke rumah sakit dengan dijemput anaknya. Klien merasa perut sebelah kiri sakit sampai punggung dan terasa sesak napas

Pasien masuk pada tanggal 6 maret 2016, klien mengalami kecelakan Klien dan sepupu klien terjatuh. Posisi jatuh klien terpental, perut kanan atas membentur trotoar. Klien langsung dibawa ke rumah sakit dengan dibonceng sepupunya. Klien merasa perut sebelah kanan sakit sampai punggung dan terasa sesak nafas. c. Riwayat Keluarga Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa. 4. Primary Survay a. Airway Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret. b. Breathing Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 6 liter/ menit Frekuensi napas: 26 x/ menit, pernafasan reguler. c. Circulasi TD : 120/ 80 mmHg N : 92 x/ menit Capillary reffil: < 2 detik d. Disability GCS : E= 4, M= 5, V= 6 Kesadaran : Compos Mentis e. Exposure Terdapat luka lecet, jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kiri atas. 5. Secondary Survay a. AMPLE 1) Alergi : Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan. 2) Medicasi : Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun.

3) Pastillnes : Klien belum pernah di rawat di rumah sakit. 4) Lastmeal : Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas kopi. 5) Environment Klien tinggal di daerah pedesaan 6. Pemeriksaan Fisik Head To Toe a. Kepala Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva anemis. Hidung simetris tidak ada secret. b. Leher Tidak ada kaku kuduk. c. Paru 1) Inspeksi

: bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama

2) Palpasi

: fremitus vokal kanan dan kiri sama

3) Perkusi

: sonor

4) Auskultasi

: vesikuler

d. Abdomen 1) Inspeksi

: terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah

kanan 2) Auskultasi

: peristaltik usus 5x/menit

3) Palpasi

: ada pembesaran hati

4) Perkusi

: pekak

e. Ekstremitas Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal. 7. Pemeriksaan Penunjang a. Hasil laboratorium 1) Hemoglobin

: 6,5 g/dl

(n : 14-17,5 g/dl)

2) Eritrosit

: 5,05 106/ul

(n : 4,5-5,9 106/ul)

3) Leukosit

: 12,1 103/ul

(n : 4,0-11,3 103/ul)

4) Hematokrit

: 43,8%

(n : 40-52%)

5) Trombosit

: 204

6) Gol darah

:B

7) HBSAG

: - (negatif)

b. Hasil USG Abdomen Gambaran: terdapat ruptur dan perdarahan pada hepar anterior sinistra.

ANALISA DATA No 1.

Data

Etiologi

Data subjektif

masalah

Penurunan

Pola nafas tidak

a. Klien mengatakan sesak ekspansi paru

efektif

nafas b. Klien mengatakan perut sebelah

kanan

terasa

ampeg Data objektif a. Klien gelisah b. Frekuensi napas: 26 x/ menit c. Penurunan ekspansi paru d. Pola nafas tidak efektif 2.

Data subjektif

Adanya trauma Nyeri

a. Klien mengatakan perut abdomen sebelah kiri sakit b. P

luka

penetrasi

: bila bergerak dan abdomen.

bernafas c. Q : seperti tertusuk-tusuk d. R : perut sebelah kiri

atau

e. S : 7 f. T : hilang timbul Data objektif a. Klien

tampak

mengerang-erang menahan sakit. b. Terdapat luka lecet dan jejas

pada

abdomen

sebelah kiri c. Trauma abdomen d.

3.

Nyeri akut

Data Objektif : -

Kontaminasi

Resiko tinggi

Data Subjektif :

bakteri dan feses

infeksi

Perdarahan

Defisit

a. Terdapat luka lecet pada perut kiri b. Terdapat

jejas

hematoma

dan pada

abdomen sebelah kiri c. Hb : 6,5 g/dl d. Leukosit : 12,1 103/ul e. Luka

non-penetrasi

abdomen

4.

Data Subjektif: Data Objektif: a. Hasil

USG:

volume cairan Terdapat

ruptur dan perdarahan pada sinistra.

hepar

anterior

dan elektrolit

b. Konjungtiva anemis c. Kulit pucat d. Turgor kulit elastis

B. Diagnosa Keperawatan 1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. 3. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan feses.

C. Intervensi dan Rasional 1. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, volume cairan seimbang. Kriteria hasil: a. Turgor elastis b. Konjungtiva tidak anemis c. Hasil lab normal (HB) d. Tidak ada perdarahan lanjutan Intervensi: 1) Kaji tanda-tanda vital R/: Untuk mengidentifikasi defisit volume cairan 2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin R/: Mengidentifikasi keadaan perdarahan 3) Kaji tetesan infus R/: Awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan. 4) Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. R/: Cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan cairan tubuh. 5) Kolaborasi Tranfusi darah R/: Menggantikan darah yang keluar dan memperbaiki Hemostasis.

6) Kolaborasi tindakan pembedahan R/: Memperbaiki kondisi hepar dan menghentikan perdarahan 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, pola nafas menjadi efektif Kriteria Hasil: a. Klien mengatakan sesak nafas berkurang b. Klien rileks c. Pernafasan normal : 20-24 x/ menit Intervensi: 1) Kaji pola nafas R/: Untuk menentukan intervensi yang tepat 2) Kaji tanda vital R/: Mengetahui perkembangan klien 3) Posisikan klien semi fowler R/: Mengurangi sesak nafas 4) Beri oksigen sesuai indikasi R/: Mengurangi sesak nafas 3. Nyeri berhubungan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x10 menit, nyeri teratasi Kriteria Hasil : a. Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang b. Klien tenang tidak mengerang-erang kesakitan c. Skala nyeri 1-3 Intervensi: 1) Kaji intensitas nyeri R/: Untuk menentukan intervensi yang tepat. 2) Jelaskan penyebab nyeri R/: Untuk menenangkan klien dan keluarga 3) Beri posisi nyaman R/: Meningkatkan kenyamanan klien.

4) Ajarkan teknik relaksasi R/: Mengurangi ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri. 5) Kolaborasi pemberian analgetik R/: Analgetik berfungsi menghilangkan nyeri 4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi bakteri dan feses. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 menit, tidak terjadi infeksi Kriteria Hasil : a. Tidak ada tanda-tanda infeksi b. Tidak ada perdarahan c. Suhu tubuh normal : 36-37 Intervensi 1) Pasang kateter R/: Untuk mengurangi aktivitas klien 2) Pasang NGT R/: Untuk mengetahui adanya perdarahan dalam. 3) Pasang trail pada tempat tidur klien R/: Menurunkan resiko cidera 4) Ajurkan keluarga untuk menemani klien R/: Memenuhi kebutuhan klien. 5) Monitor hasil laboratorium terutama Hb R/: Mengetahui perkembangan klien 6) Kolaborasi pemberian antibiotik R/: Mencegah infeksi

DAFTAR PUSTKA

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. FKUI: Media Aesculapius Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda Definisi dan Klasifikasi 2005 -2006, Editor: Budi Sentosa. Jakarta: Prima Medika Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Carpenito, Lynda Jual. 1998. Buku Saku: Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis, Edisi 6. Jakarta: EGC

Related Documents


More Documents from "Sandro A-zt"

Tugas Metodologi.docx
October 2019 13
Modul4 Kj Ii Mhs.docx
November 2019 25
Lp_dm_tipe_ii[1].docx
October 2019 22
Penyimpangan Kdm Fitri.docx
October 2019 34
Pdh.docx
October 2019 21