BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang World Health Organization (WHO) tahun 2014 menyebutkan pertumbuhan jumlah penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun sebelumnya. Di Amerika Serikat, kejadian dan prevalensi gagal ginjal meningkat 50% di tahun 2014. Data menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani hemodialisis karena gangguan ginjal kronis artinya 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien dialysis (Widyastuti, 2014). Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar, prevalensi gagal ginjal kronik di Indonesia sekitar 0,2%. Prevalensi kelompok umur ≥75 tahun dengan 0,6% lebih tinggi dari pada kelompok umur yang lain. Di Provinsi Sulawesi Selatan sendiri tercatat prevalensi gagal ginjal kronik sebanyak 0,3%. Gagal ginjal kronik (GGK, penyakit ginjal tahap akhir,ESRD) adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif, yang berakhir fatal pada uremia (kelebihan urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) dan komplikasinya kecuali jika dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Biasanya, penyakit ini menghasilkan sedikit tanda dan gejala sampai kira-kira 75% fungsi ginjal (filtrasi glomelurus ) sudah hilang (Nettina Sandra M,2012 ).
1
2
Ginjal mempertahankan hemostatis tekanan darah dengan meregulasi volume darah. Walaupun volume darah bervariasi sesuai usia dan jenis kelamin, ginjal akan mempertahankan volume darah kira-kira 5 liter. (Arif Muttaqin, 2011). Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut Oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metrabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Gunawan Lany, 2010). Seperti telah diketahui bahwa volume darah merupakan faktor penentu utama curah jantung, (melalui pengaruhnya terhadap tekanan vena, aliran balik, volume akhir diastolik, dan volume sekuncup. Peningkatan volume darah diikuti dengan peningkatan tekanan darah dan pola hidup yang meningkatkan tekanan darah seperti konsumsi garam yang berlebihan akan menyebabkan perubahan (retensi) cairan yang selanjutnya meningkatkan tekanan arteri rata-rata. Ginjal bekerja baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meregulasi tekanan arteri dan dalam mengontrol tekanan darah dalam jangka panjang. Volume darah akan mempengaruhi mekanisme ginjal secara langsung. Saat volume darah atau tekanan darah meningkat, kecepatan filtrasi cairan di ginjal dipercepat. Pada keadaan demikian, ginjal tidak mampu untuk
3
memproses hasil filtrasi (filtasi) lebih cepat dan dengan demikian akan lebih banyak cairan yang meninggalkan tubuh melalui urine, akibatnya volume darah akan menurun yang diikuti dengan penurunan tekanan darah. Sebaliknya saat tekanan darah atau volume darah menurun, maka cairan akan ditahankan dan kembali ke sistem aliran darah (Arif Muttaqin, 2011). Pasien GGK memerlukan berbagai penanganan medis, diantaranya adalah hemodialisa, dialisis peritonial atau hemofiltrasi, pembatasan cairan dan obat untuk mencengah komplikasi serius, sehingga transplantasi ginjal. Salah satu tindakan medis pada pasien yang mengalami GGK yaitu hemodialisa (Price, 2006). Bagi penderita GGK, hemodialisa akan mencengah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal. Pasien akan tetap mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi serta adanya berbagai pereubahan padfa bentuk dan fungsi sistem dalam tubuh. (Wahyuningsih, 2011 dalam Agustina Kartika, 2013). Hemodialisa adalah suatu prosedur dimana kotoran dibuang dari dalkam darah melalui ginjal buatan (mesin hemodialisa ). Proses ini digunakan untuk mengatatasi kedaan dimana ginjal tidak mampu membuang kotoran tubuh (Des dan Pearle, dalam Ratnawati, 2011). Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dyalisis jangka pendek (bweberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal stadium terminal (end
4
stage renal diasease ) yang membutuhkan terapi jangka panjang atau terapi permanen. (Brunner dan Suddart,2002 dalam Agustina Kartika, 2013). Pasien GGK yang menjalani hemodialisa mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak berfungsinya ginjal. Komplikasi yang terjadi pada saat melakukan hemodialisasi :Infeksi dan trombosit jalur vaskuler perdarahan, hipotensi, hipoksia, kram, kejang, emboli udara, dan hemolisis (Peter C. Hayes dan Thomas W. Mackay, 2010). Darihasil penelitian yang dilakukan sarifuddin 2012 “Hubungan Tindakan Hemodialisa Dengan Perubahan Tekanan Darah Pasien Pasca Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD DR.M.M. Dunda Limboto” menunjukkan bahwa dari 19 responden terdapat 16 responden (84,21%) yang mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisis dan 3 responden (15,79%) tidak mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di RSUD Labuang Baji Makassar, diperoleh data pasien 3 bulan terkhir kunjungan rawat jalan dengan diagnosa gagal ginjal kronik pada bulan April sebanyak 121 kunjungan dan yang melakukan terapi hemodialisa sebanyak 16 pasien, di bulan Mei sebanyak 132 kunjungan dan yang melakukan terapi hemodialisa sebanyak 18 pasien dan di bulan Juni sendiri sebanyak 168 kunjungan dan yang melakukan terapi hemodialisa 23 pasien. Peneliti mewawancarai beberapa perawat di Ruangan Hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassar pada tanggal 30 Juli 2018, dari hasil
5
wawancara tersebut didapatkan bahwa pasien yang telah dilakukan tindakan hemodialisa akan mengalami perunahan tekanan darah baik mengalami penurunan maupun peningkatan. Peneliti juga melakukan observasi pada beberapa pasien GGK paska Hemodialisis, di temukan pada pasien Ny. A mengalami peningkatan tekanan darah pasca hemodialisa (pre hemodialisa = 160/ 100 mmHg, pasca hemodialisa = 210/100 mmHg) dan di temukan pada pasien Tn. M mengalami penurunan tekanan darah pasca hemodialisis (pre hemodialisa = 150/100 mmHg, dan pasca hemodailisa =130/90 mmHg). Dan saat di tanya apa yang mereka rasakan setelah dilakukan tindakan hemodialisis, mereka mengatakan bahwa mereka merasakan gejala-gejala seperti, mual, muntah, pusing, dan sakit kepala. Kemungkinan hal ini terjadi dikarenakan adanya perubahan tekanan darah. Dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal di ruangan hemodialisa di RSUD. Labuang Baji Makassar Tahun 2018” B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian adalah “Apakah ada pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal di hemodialisa di RSUD.Labuang Baji Makassar Tahun 2018?”
6
C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk diketahui Pengaruh Terapi Hemodialisis Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal di Ruangan Hemodialisa RSUDLabuang Baji Makassar Tahun 2018. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapakan dapat memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan dan merupakan salah satu referensi bagi penelitian lain mengenai Pengaruh Terapi Hemodialisis Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal kronik di Ruangan Hemodialisa 2. Manfaat Praktis Dengan adanya hasil penelitian ini maka diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi instansi yang terkait dan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengetahui tentang Pengaruh Terapi Hemodialisis Terhadap Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal kronik di Ruangan Hemodialisa RSUD. Khususnya di RSUD Labuang Baji Makassar. 3. Manfaat Bagi Institusi Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi Fakultas Ilmu kesehatan Universitas Islam Makassar selaku tempat saya menimba ilmu dan juga dapat manjadi masukan bagi Badan Pengelola Rumah Sakit
7
Umum Daerah Labuang Baji Makassar dalam memberikan pelayanan kesehatan.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI DAN FISIOLOGI GINJAL 1. Pengertian Ginjal adalah sepasang organ retroperineal yang integral dengan hemostasis
tubuh
dalam
mempertahankan
keseimbangan,
termasuk
keseimbangan fisika dan kimia. Ginjal menyekresi hormone dan enzim yang membantu pengaturan produksi eritrosit, tekanan darah, serta metabolisme kalsium dan fosfor. Ginjal membuang sisa metabolisme dan menyesuaikan eksresi air dan pelarut. Ginjal mmengatur volume cairan tubuh, asiditasi dan elektrolit, sehingga mempertahankan komposisi cairan yang normal (Baredero etall, 2009 dalam Prabowo Eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, panjang ginjal kira-kira 12 cm, terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis bawah, Organ ini terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renalis. (Cahyaningsih Niken D, 2011). Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medikal. Pada sisi ini, terdapat hilus ginjal, yaitu tempat struktur-struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan meniggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervarias tergantung pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang
8
9
lain. Ukuran ginjal rata-rata adalah 11,5 cm (panjang) x 6 cm (lebar) x3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi sekitar 120-170 gram (Aziz M. Farid, ddk, 2011). 2. Fungsi Ginjal a) Mengeksresikan zat-zat yang merugikan bagi tubuh b) Mengekresikan gula kelebihan gula dalam darah c) Membantu keseimbangan air dalam tubuh d) Mengatrur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah e) Ginjal mempertahankan PH plasma darah pada kisaran 7,4 pertukaran ion hidronium dan hidroksil (Probowo,2014 ). Didalam buku Panduan praktik keperawatan gagal ginjal Hemodialisa (Cuci darah), fungsi ginjal yaitu : a) Membersihkan darah dan mengeluarkan kelebihan cairan tubuh. b) Mengatur keseimbangan kadar kimia darah dalam tubuh. c) Mengeluarkan hormon yang mengatur tekakan darah. d) Mengelurkan
hormon
yang
disebut
erytropoitein
yang
menstimulasi produksi sel darah merah dan juga mengeluarkan hormon
calcitriol
untuk
menjaga
agar
tulang
tetap
sehat
(Cahyaningsih Niken D., 2011). Fungsi ginjal di dalam buku Anatomi dan Fisiologi sitem perkemihan yaitu : a) Mengatur volume dan osmolalitas cairan tubuh. b) Mengatur keseimbangan elektrolit
10
c) Mengatur keseimbangan asam-basa d) Mengekskresikan sisa metabolik, toksin, dan zat asing e) Memproduksi dan menyekresi hormon (Baradero mary, ddk, 2010). 3. Macam- macam Gagl Ginjal Gagal Ginjal terbagi menjadi a.
Gagal Ginjal Akut Gagal ginajl akut merupakan yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala khas beruapa oliguria/ anuari dengan peningkatan BUN (Blood Ureum Nitrogen) atau kretinin serum. Secara pengertian umum gagal ginjal akut juga disebut sebagai Acute Renal Failure (ARF) atau Acute Kidney Injury (AKI) (Graber, 2006; Wilcox, 2009 dalam Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Secara epidemiologi, gagal ginjal akut (Acute Renal Failure) merupakan gangguan ginjal yang sering dikarenakan adanya perubahan usia. Peningkatan angka traumatik pada ginjal juga mempengaruhi insidensi gagal ginjal akut. Jika ditelah lebih dalam tentang gagal ginjal, sebenarnya merupakan penyakit yang terjadi yang dikarenakan oleh penyakit penyerta primer. Perilaku hidup[ sehat dalam menjaga keseimbangan cairan dan elektronik akan meningkatkan fungsi ginjal. Kegagalan fungsi ginjal akan mengakibatkan
gangguan
yang bersifat
sistemik,
sehingga
11
hemodinamika tubuh akan menurun dan mengancam nyawa. Secara laboratories, perubahan yang mencolok pada klien gagal ginjal adalah kadar serum kretinin. (Hosta, 2007 dalam Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah penurunan fungsi ginjal yang terjadi mendadak pada ginjal yang sebelumnya dalam kedaan normal dan pada beberapa kasus perlu dilakukan terapi dialisis. (Cahyaningsih Nikon D., 2011). b. Gagal Ginjal Kronik Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir. Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Smeltzer. C, Suzanna, 2002 dalam Padila, 2015). Gagal Ginjal Kronik adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian. (Tucker, S M, 1997 dalam Padila, 2015). Kesimpulan : PGK yaitu penyakit ginjal tahap alhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit serta mengarah pada kematian.
12
B. Tinjauan Pustaka Tentang Gagal Gijal Kronik 1. Pengertian gagal ginjal Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit ginjal tahap akhir. Progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer. C, Suzanna, 2002 dalam Padila, 2015). Gagal Ginjal Kronik adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian. (Tucker, S M, 1998 dalam Padila, 2015). ESRD (End Stage Renal Disease) merupakan penyakit ginjal tahap akhir darei CKD yang ditunjukkan dengan ketidakmampuan ginjal dalam mempertahankan hemeostasis tubuh (Ignatavicius & Workman, 2006 dalam Sri Suparti, 2016). Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan kerusakan ginjal secara bertahap dan progresif karena kehilangan fungsi nefron. Penurunan fungsi ginjal ini bersifat kronis dan inversibel. Penyakit ginjal kronik stadium V ditandai dengan penurunan LFG < 15 ml/menit/1,73m2 (Armezya, Wahyuni, ddk, 2016). Gagal ginjal kronik (GGK, penyakit ginjal tahap akhir,ESRD) adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif, yang berakhir fatal pada uremia (kelebihan urea dan sampah nitrogen lain di dalam darah) dan
13
komplikasinya kecuali jika dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal. Biasanya, penyakit ini menghasilkan sedikit tanda dan gejala samapi kira-kira 75% fungsi ginjal (filtrasi glomelurus ) sudah hilang. (Nettina Sandra M, 2012) Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
yang
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. (KMB volume II, hal 1448 dalam Margareth TH dan M. Clevo Rendi, 2012). Gagal ginjal kronis adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi bila laju filtrasi glomerator kurang dari 50ml/menit. (Suryono RF, hal 21, 2001 dalam Margareth TH dan M. Clevo Rendi, 2012). Gagal ginjal kronik atau choronic kidney disease merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irefersibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer dan Bare, 2001; Margareth TH dan M. Clevo Rendi, 2012).
14
2. Etiologi Penyebab utama end-stage renal diasease (ERSD) adalah diabetes melitus (32%), hipertensi (28%), dan glomerulonefritis (45%) ((Baradero mary, ddk, 2009). Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (Secondary ilnesa). Penyebab yang sering adalah diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa penyebab lainnya dari ginjal kronis, yaitu : Penyakit
glomelular kronis (glomerulonefritis),
Infeksi Kronis
(pyelonefritis kronis, tuberkolosis), Kelainan Kongenital (renal nephrosclerosis), Obstruksi Saluran Kemih (nephrolithisis), Penyakit Kolagen (Systemic Lupus Erythematosus), Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida). (Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Didalam buku price dan wilson 1994 dalam buku Asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam, penyebab dari gagal ginjal kronik adalah : Infeksi saluran kemih/ pielonefritis kronis, penyakit peradangan glomerulonefritis, penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklosis, stenosis arteri renalis), gangguan jaringan penyambung (SLE poliaterites nodusa, sklerosi sistemik), penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik asidosis tubulus ginjal, penyakit metabolik (DM, gocit, hiperperatiroisme), netropati toksik, nefropati obstruksi (batu saluran kemih) (Margareth TH dan M. Clevo Rendi, 2012).
15
Penyebab Gagal Ginjal Kronik yaitu : Diabetes melitus, glomerulonefritis kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, obstruksi saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, gangguan vaskuler, lesi herditer, agan toksik (timah, kadmium, dan merkuri). (Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1448 dalam Padila, 2015). 3. Klasifiasi Menurut National Kidney Foundation Classificition of Chronic Kidney Disease,CKD dibagi dalam lima stadium. ( Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Stage
Deskripsi
GFR (ML/MENIT/1,73M2)
1
Kidnet damage with normal or >90 increase of GFR
2
Kidney damage with mild decrease 60-89 of GFR
3
Moderate decrease of GFR
30-59
4
Severe decrease of GFR
15-29
5
Kidney Failure
<15 (or dialysis)
McClellan (2006), Clinical Management of Chronic Kidney Disease 4. Patofisiologi Pada gagal ginjal kronis, fungsi ginjal menurun secara dratis yang berasal dari nefron. Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% samapi 50% dalam hal GFR (Glomerular Filtration Rate). Pada penururn
16
fungsi rata-rata 50%, biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliura, nokturia, hipertensi, dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka keseimbangan cairan dan elektrolit oun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis hampir sama dengan gagal akut, namun awitan waktunya saja yang memebedakan. Perjalanan dari gagal ginjal kronis membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering mengakibatkan komplikasi. (Madara, 2008 dalam Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014) Menurut Smeltzer C, Suzanne patofisiologi pada gagl ginjal yaitu : Penurunan GFR, Gangguan klirens renal, Retensi cairan dan natrium, Anemia, Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, Penyakit tulang uremik (osteodistrofi).(Padila, 2015). Patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat.Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan memekatkan urine.Tahapan untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan.Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan menyerap elektrolit.Biasanya, urine
17
yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri (Bayhakki, 2013 dalam Emma Veronika Hutagaol, 2016). 5. Menifestasi Klinik Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronik (Robinson, 2013 dalam Judith, 2006): a) Ginjal dan gastrointestinal,. Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatuque, dam mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iribilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengaklibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi. b) Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis, effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer.
18
c) Respiratory System Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pluera, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritis dan uremic ling, dan sesak napas. d) Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotits, esofagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/ usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vomiting. e) Integumen Kulit pucat, kekuning- kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu, biasanya juga menunjukan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit. f) Neurologis Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EKG menunjukkan adanya perubahan metabolik encephalophaty.
19
g) Endokrin Bisa terjadi infertilitis dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat. h) Hematopoitiecdan Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, tramnbositenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelat. Biasanya masalah yang serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan petechiae). i)
Musculoskeletal Nyeri pada sendi dan tulang, demoineralisasi tulang, fraktur pathologis, damn klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). (Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Menifestasi klinik gagal ginjal menurut Smeltzer C, Suzanne
dalam Padila 2015 yaitu: a) Kardiovaskuler 1. Hipertensi 2. Pitting edema 3. Edema periorbital 4. Pembesaran vena leher 5. Friction rub perikardial
20
b) Pulmoner 1. KrekelS 2. Nafas dangkal 3. Kusmaul 4. Sputum kental dan liat c) Gastrointestinal 1. Anoreksia, mual dan muntah 2. Perdarahan saluran GI 3. Ulserasi dan perdarahan pada mulut 4. Konstipasi/ diare 5. Nafas berbau amonia d) Muskuloskeltal 1. Kram otot 2. Kehilangan kekuatan otot 3. Fraktur tulang 4. Foot drop e) Integument 1. Warna kulit abu- abu mengkilat 2. Kulit kering, bersisik 3. Pruritus 4. Ekimosis 5. Kuku tipis dan rapuh 6. Rambut tipis dan kasar
21
f) Reproduksi 1. Amenore 2. Atrofi testis Menifestasi sistem tubuh pada gagal ginjal kronik Penyebab
Tanda /gejala
Sistem hematopoietik
Eritropein
Parameter pengkajian
Anemkia,
Hematokrit
cepat lelah
Hemoglobin
menurun
Trombositopenia
Hitung trombosit
Perdarahan
Ekimosis
Petekie
Trombositopenia
Perdarahan
hematoma
ringan
dan
Kegiatan
Hematemesis dam melena
trombosit menurun
Hipervolemia
Tanda vital
Kelebihan beban
Hipertensi
Berat badan
cairan
Takikardia
Elektrokardogram
Mekanisme renin
Distrimia
Auskultasi
angiotensin
Gagal
Sistem kardiovaskuler
Anemia
Hipertensi kronik
Toksin
kongestif
uremik
jantung
jantung
Pemantauan elektrolit
Perikarditis
Kaji
keluhan
22
dalam
cairan
nyeri
perikardium Sistem pernapasan
Mekanisme
Takipnea
Pernapasan
kompensasi untuk
asidosi
Toksin uremik
Paru eremik
Kelebihan beban
cairan
Hasil
Holitosis uremik
pemeriksaan gas
atau fetor
darah arteri
Sputum
yang
Batuk
Inspeksi mukosa oral
lengket
Pengkajian pernaspasan
kussmaul
metabolik
disertai
Tanda vital
Asupan
nyeri
Suhu
tubuh
meningkat
Hilar pneumonitis
Pleural friction rub
Sistem gastriointestinal
Perubahan
Edema paru
Anoreksia
Mual
kegiatan trombosit
haluaran
dan
muntah
Hematokrit
Perdarahan
Hemoglobin
dan
23
Toksin
serum
Urea
Diare
dan
Kaji feses
Kaji
konstipasi
diubah
Uji gualik untuk feses
Distensi abdomen
Ketidakseimbang an elektronit
gastrointestinal
uremik
nyeri
abdomen
menjadi amonia oleh saliva
Sistem neurologi
Perubahan
tingkat kesadaran
Toksin uremik
tingkat
refleksd
Ketidakseimbang
kesadaran;letargi
elektroensefalogr
an elektrolit
,bingung, stupor,
Edema
dan koma
serebral
keseimbangan
Kejang
perpindahan
Tidur terganggu
cairan
Asteriksis
Osteodistrifi
Fosfor serum
ginjal
Kalsium serum
Rickets ginjal
Kaji nyeri sendi
Nyeri sendi
Pertumbuhan
Absorbsi kalsium menurun
karena
Sistem skeletal
am
Ekskresi menurun
fosfat
lambat anak
elektrolit
pada
24
Kulit
Pucat
Lecet, lebam dan
Anemia
Pigmentasi
Pigmentasi
Pruritus
Kaji warna kulkit
Kelenjar keringat
Ekimosis
Perhatikan garut
mengecil
Lecet
Kegiatan kelenjar
Uremic frosts
luka
pada kulit
lemak menurun
Ekskresi
sisa
metabolisme kulit
(Baradero mary, ddk, 2009). 6. pemeriksaan Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal kronik (Prabowo, 2014): a) Biokimiawi, b) Urinalisis, c) Ultrasonografi Ginjal, dan d) Imaging (gambaran) dari ultrasonografi. (Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal di dalam buku asuhan keperawatan medikal bedah penyakit dalam anatara laian yaitu :
25
1.
2.
3.
Urine a)
Volume
b)
Warna
c)
Sendimen
d)
Berat jenis
e)
Kretinin
f)
Protein
Darah a)
Bun/ Kretinin
b)
Hitung darah lengkap
c)
Sel darah merah
d)
Natrium serum
e)
Kalium
f)
Magnesium fosfat
g)
Osmolaritas serum
Pielografi intravena a)
Menunjukan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
b)
Pielografi dilakukan bila di curigai adanya obstruksi yang refersibel
c)
Arteriogram ginjal
d)
Mengkaji
sirkulasi
ekstravaskuler massa
ginjal
dan
mengidentifikasi
26
4.
Sistouretrogram berkemih Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalaman, ureter, retensi
5.
Ultrasono ginjal Menunjukkan ukuran kandung kemih dan adanya massa, kista, obstruksi pada saluran kemih bagian atas
6.
Biopsi ginjal Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menemukan sel jaringan untuk diagnosa histology
7.
Endoskopi ginjal nefroskopi Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor efektif
8.
EKG Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam
basa,
aritmia,
hipertropi
ventrikel
dan
tanda-tanda
perikarditis. (Margareth TH dan M. Clevo Rendy, 2012 ) 7. Penatalaksaan Tujuan dari penatalaksa\ aan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan mempertahankan hemoestatis selama mungkin. Semua faktor yang menunjang PGTA dan faktor penunjang yang dapat pulih (mis, obstruksi) didefinisikan dan diatasi.
27
a) Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan
protein,
masukan
cairan
untuk
menyeimbangkan
kehilangan cairan, masukan natrium, dan pembatasan kalium. b) Pastikan masukan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat. c) Batasi
protein
karena
kerusakan
klirens
ginjal
terhadap
urea,kreatinin, asam urat, dan asam organik. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi kandungan biologisnya: produk yang berasal dari susu,tulur, dan daging. d) Cairan yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari haluaran urine 24 jam. e) Berikan suplemen vitamin f) Atasi gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, diuretik, preparat inotropik (mis, digitalis atau dobutamin), dan dialisis. g) Pantau tekanan darah dan kalium serum. h) Rujuk pasien pada pusat dialisis dan tranplantasi di awal perjalanan penyakit ginjal progresif. i) Lakukan dialisis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang diperlukan dengan pengobatan konservatif. (Diana C. Baughman dan Jpann C. Hackley, 2010). Penatalaksanaan gagal
ginjal
kronik di dalam buku asuhan
keperawatan medikal bedah penyakit dalam
28
1.
Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam biasanya diusahakan hinga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan pencatatan keseimbangan cairan.
2.
Diet tinggi kalori dan rendah protein Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, mewnyebabkan penurunan uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebih dari kalium dan garam.
3.
Kontrol hipertensi Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung Penatalaksanaan Pada gagal ginjal yaitu : Dialisis, oabat- obatan: anti hipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, dan furosemid. (Margareth TH dan M. Clevo Rendi, 2012).
8. Teknik pengobatan penganti ginjal Seseorang pasien tidak bisa membuang produk sisa metabolisme dan kelebihn cairan yang terakumulasi dalam tubuh apabila sudah memasuki stadium akhir gagal ginjal (kapasitas hanya 10% hingga 15% dari fungsi ginjal normal). Beberapa bentuk pengobatan penganti ginjal mencakup:
29
a) Hemodialisis Terapi gagal ginjal akut dan kronis, paling umum dengan dialisis, dimana darah pasien diperfusi melalui suatu membran semi permeabel terhadap larutan dialisis, untuk mengeluarkan garam, air dan zat terlarut berberat molekul rendah seperti mis, urea. Membran dapat sintetik seperti pada hemodialisis atau alami seperti pada dialisis periteneal. b) Dialisis peritoneal Tindakan dilakukan dengan indikasi gagal ginjal , menggunakan
peritonium
sebagai
membran
dialisa
untuk
mengoreksi elektrolit dan keseimbangan cairan dan mengeluarkan racun atau obat-obatan yang secara normal dilkukan oleh ginjal. (Susan Martin Tucker, ddk, 2010). Dialisis peritoneal dalam GGA intermiten, dialisi peritoneal efektif dalam mengeluarkan cairan , keseimbangan zat terlarut dan elektrolit. Dalam GGK, CAPD merupakan alternatif yang efektif terhadap hemodialisis dalam pasien yang koopratif. Keuntungan utamanya meliputi kebebsan dari mesin dialisis dan hilangnnya kebutuhan untuk jalur vaskuler. Kerugian utama adalah infeksi. ( Hayes peter C dan Thomas W. Mackay, 2010). c) Transplantasi ginjal Sekarang merupakan terapi alternatif, yang memungkinkan pasien kembali mendekati kehidupan normal.
30
( Hayes peter C dan Thomas W. Mackay, 2010). 9. Komplikasi Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah (Baughman, 2000): a) Penyakit tulang b) Penyakit kardiovaskuler c) Anemiadan d) Disfungsi seksual. (Prabowo eko dan Andi Eka Pranata, 2014). Komplikasi yang terjadi pada gagal ginjal kronik yaitu (Smeltzer C, Suzanne, 2002 hal 1449) : a) Hiperkalemia b) Perikarditis, efusi perikardial dan tamponade jantung c) Hipertensi d) Anemia e) Penyakit tulang. (Padila, 2015). C. Tinjauan Tentang Hemodialisa 1. Pengertian Dialisia adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam
31
dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perebandingan sedikit larutan) melalui membran. Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulasi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien,hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjak akut dan kronik di Amerika Serikat. Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. (Nuari Nian afrian dan Dhina Widyanti, 2017). Dialisis adalah dimana darah pasien diperfusi melalaui suatu membran semipermeabel terhadap larutan dialisis, untuk mengeluarkan garam, air dan zat terlarut terberat molekul rendah seperti mis, urea. (Hayes peter C dan Thomas W. Mackay, 2010). Hemodialisa
merupakan
terapi
yang
digunakan
unutk
menggantikan sebagian dari fungsi ginjal yang sudah rusak. Tindakan dialisis dapat mengeluarkan sampah tubuh, kelebihan cairan dan membantu menjaga keseimbangan elektrolit dan PH (keseimbangan asam dan basa) pada kadar yang dapat ditoleransi tubuh.(Cahyaningsih, 2011). Hemodialisa adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau
32
racun tertentu dari peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hydrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeable sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis dan ultra filtrasi. (Rendy and Margareth 2012). 2. Tujuan Hemodialisa Tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a)
Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi eksresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kretinin, dan sisa metabolisme yang lain
b)
Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya di keluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c)
Meningkatkan kuliatas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal
d)
Mengantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain. (Nuari Nian afrian dan Dhina Widyanti, 2017).
3. Kapan Harus Cuci Darah Tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kretinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harusa dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer memperlihatkan gejala klinis lainnya.
33
Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kretinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluru filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat samapi kegiatan seharihari tidak dilakukan lagi.Secara ideal semua pasien dengan laju filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 ml/menit, LFG kurang dari 10/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 ml/menit walaupun tanpa gejala dan menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut sepoerti oedema paru, hiperklamia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 ml/menit, ini sebanding dengan kadar kretinin serum 8-10 mg/dl. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa. Selain itu indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensofalopati, dan toksin yang dapat dialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperklamia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi. (Nuari Nian afrian dan Dhina Widyanti, 2017). Peter C. Hayes dan Thomas W. Mackay (2010) menjelaskan kapan harus dilakukan cuuci darah, yaitu cuci darah dilakukan jika: GGA,
34
jika dikomplikasikan oleh kelebihan beban cairan, hiperklamia, asidosis atau uremia. GGK, jika timbul gejala uremia. 4. Konta Indikasi Konta indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsive terhadap presor, penyakit stradium terminal, dan sindrom otak organik tidak didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensi multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (Nuari Nian afrian dan Dhina Widyanti, 2017). 5. Prinsip Kerja Suddarth & Brunner (2002) menjelaskan ada 3 prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu: a) Difusi, toksik dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah (konsentrasi tinggi) ke cairan dialisat (konsentrasi rendah). b) Osmosis, air yang berlebih dikeluarkan melalui proses osmosis, pengeluaran air dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan: air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). c) Ultrafiltrasi, gradien dapat ditingkatkan melalui penambahan takanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialysis.
35
Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan pengisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air. 6. Komplikasi Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi (Rendy and Margareth 2012) : a) Infeksi dan trombosit jalur vaskuler perdarahan b) Hipotensi c) Hipoksia d) Kram e) Kejang f) Emboli udara g) Hemolisis (Hayes peter C dan Thomas W. Mackay, 2010). 7. Perubahan yang Terjadi pada Pasien Hemodialisa Terjadinya perubahan dan gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisa, menyebabkan pasien harus melakukan penyesuain diri secara terus-menerus selama sisa hidupnya. Penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuain terhadap perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialysis selama sisa hidup. Satu hal yang dapat memotivasi kita untuk terus berusaha mencari kesembuhan adalah adanya jaminan dari Allah Ta’ala bahwa
36
seluruh penyakit yang menimpa seorang hamba pasti ada obatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: شفَا ًء َل هللاُ َد َما أَ ْن َز َ ُا ًء ِإ اَّل أ َ ْن َز َل لَه Terjemahnya:“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan akan menurunkan pula obat untuk penyakit tersebut” (H.R. Bukhari) Hadits ini menunjukkan bahwa seluruh jenis penyakit memiliki obat yang dapat digunakan untuk mencegah, menyembuhkan, ataupun meringankan penyakit tersebut.Hadits ini juga mengandung dorongan untuk mempelajari pengobatan penyakit-penyakit dalam sebagaimana kita mempelajari obat untuk penyakit-penyakit hati.Karena Allah Ta’ala telah menjelaskan kepada kita bahwa seluruh jenis penyakkit memiliki obat, sehingga kita hendaknya berusaha mempelajari dan kemudian mempraktikkannya. Ungkapan Rasulullah, “Untuk setiap penyakit ada obatnya…” memberikan penguatan jiwa kepada orang sakit serta dokter yang merawatnya.Dan juga memberikan dorongan untuk mencari obat dan mempelajarinya.Karena kalau orang sakit meyakini bahwa ada obat yang dapat menyembuhkan penyakitnya, maka terbukalah pintu harapan baginya dan hilanglah keputusasaan dari dalam dirinya.Ketika semangat seperti ini sudah meningkat, maka daya tahan tubuh yang mendukung tubuhnya juga akan meningkat sehingga mampu mengatasi bahkan menolak penyakit. Demikian juga bagi si dokter sendiri, kalau ia sudah meyakini bahwa setiap penyakit ada obatnya, maka ia juga terus mencari
37
obat dari suatu penyakit dan akan terus melakukan penelitian (Dikutip dari buku “Kemana Seharusnya Anda Berobat”). 8. Gambaran Pelayanan Hemodialisa Gambaran Pelayanan Hemodialisis Pelayanan hemodialisis adalah suatu bentuk pelayanan khusus pada klien gagal ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi pengganti ginjal, yang dipusatkan pada suatu rumah sakit atau sentral dialisis.Tim pelayanan hemodialisis umumnya terdiri dari nefrologis, ahli bedah vaskuler, perawat ahli ginjal dan ahli gizi. Profesi lain yang juga tidak kalah pentingnya dalam pelayanan hemodialisis adalah rohaniawan, sosial medik (social walker) dan teknisi mesin. Menurut Pardede (2010); Headley & Wall (2000) perawat yang bekerja di pelayanan hemodialisis seyogyanya mempunyai sertifikat perawat mahir ginjal dari lembaga yang telah terakreditasi serta mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan. Pelayanan yang diberikan di Unit Hemodialisis meliputi upaya kesehatan preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif.Pelayanan tersebut terintegrasi didalam pelayanan asuhan keperawatan dan pengelolaaan faktor pendukung lainnya. Pelayanan pendukung yang dimaksud adalah pengelolaan operasional unit hemodialisis seperti pelayanan dialisis 24 jam, konsultasi gizi, pelayanan kerohanian. Hal penting yang harus dikelola adalah fasilitas dan sarana hemodialisis seperti : mesin hemodialisis, watertreatment, dialiser, dialisat, fistula (Pardede, 2010). Pengelolaan pelayanan hemodialisis ditujukan agar klien mendapatkan
38
segala manfaat yang dapat diberikan oleh terapi pengganti ginjal dengan cara hemodialisis. 9. Peralatan Hemodialisis Peralatan hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, Dialiser dan Dialisat. a) Mesin Hemodialisis
Sistem delivery adalah mesin yang mencampur dan mengirim dialisat, memompa darah melewati dializer, dan memonitor berbagai parameter dialisis untuk memastikan keamanan dari tindakan dialisis. Hampir semua sistem delivery mempunyai monitor parameter keamanan pasien dan mesin. Hal ini meliputi blood flow, dialisat flow, temperatur dialisat, conduktivity, tekanan venous dan arterial, kebocoran darah dalam dialisat, tekanan darah pasien, dll. b) Dializer (Ginjal buatan)
Dialiser
adalah
tempat
dimana
proses
hemodialisis
berlangsung, sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci utama proses hemodialisis, karena yang dilakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen yaitu dialisat dan darah, yang dipisahkan oleh membran semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur menjadi satu (Le Mone & Burke, 2008).Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang
39
berpindah.Dialiser high efficiency adalah dialiser yang mempunyai luas permukaan membran yang besar, sedangkan high flux adalah dialiser yang mempunyai pori-pori besar dan dapat melewatkan molekul yang besar, dan mempunyai permeabilitas tinggi terhadap air. c) Dialisat
Dialisat adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah uremik seperti ureum dan creatinin, dan kelebihan elektrolit seperti sodium dan kalium, dari dalam darah pasien. Dialisat juga dapat menggantikan substansi yang dibutuhkan tubuh seperti calcium dan biokarbonat yang membantu menjaga keseimbangan PH tubuh. 10. Prinsip Dasar Hemodialisis Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Smeltzer, et al, 2008). Saat proses difusi sisa akhir metabolisme didalam darah dikeluarkan dengan cara berpindah dari darah yang konsentrasinya tinggi ke dialisat yang mempunyai konsentrasi rendah (Smeltzer et al, 2008). Ureum, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke cairan dialisat karena unsurunsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat atau bicarbonat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat akan berdifusi kedalam darah. Kecepatan difusi solut tergantung kepada koefesien difusi, luas permukaan membran dialiser dan perbedaan konsentrasi serta perbedaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisis (Price & Wilson, 2005).
40
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien tekanan; dengan kata lain air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh klien) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisis.Tekanan negatif sebagai kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air, sehingga tercapai keseimbangan cairan. 11. Prosedur Hemodialisis a) Mencuci tangan b) Menyiapkan fisik dan mental klien dengan menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan. Yakini izin tindakan yang telah ditanda tangani c) Menimbang berat badan klien dan setaip 24 jam kemudian. d) Mengukur suhu, nadi, pernapasan dan tekanan darah sebelum dialisasi e) Menganjurkan klien untuk berkemih f)
Membimbing klien pada saat dialkukan pemasangan kateter tekanan vena sentral. Pemantauanm EKG juga dilakukan melalui alat monitor jantung.
g) Membilas selang dialisis dengan cairan dialisis h) Mempertahankan posisi telentang senyaman mungkin. Pakailah masker pada klien dan juga tim kesehatan
41
i)
Selama prosedur dilakukan oleh dokter, pertashankan posisi klien/ kepala klien pada arah yang diperlukan
j)
Meniyiapkan obat-obatyuang diperlukan sebelum dialisis dimulai (heparin, kalium, antibiotik).
k) Membantu
klien
mengubah
posisi
tubuh
dan
menfasilitasi
pengaturan pengaliran peritoneal. l)
Mengukur tekanan darah dan nadi setiap menit pada pertukaran pertama, lalu setiap jam, memamntau monitor jantung terhadap adanya distrimia. Mengukur suhu klien setiap 4 jam.
m) Mengambil spesimen kimia darah secara reguler n)
Membuat catatan keseimbangan cairan klien selama pengobatan. Ketahui keadaan cairan klien bertambah atau berkurang pada akhir setiap pertukaran cairan. Memeriksa balutan terhadap kebocoran
o) Mempertahankan rasa nyaman klien selama dialisis. Melakukan perawatan pungung dan masasearea tertekan sesering mungkin; mengubah posis klien secara teratur; meningginikan bagian kepala tempat tidur secara teratur; menginjinkan klien untruk duduk dikursi jika kondisi memungkinkan p) Mengobservasi terhadap 1)
Aliran masuk tidak lancar
2)
Selang terlipat
3)
Kebocoran
42
4) Mual, muntah, anoreksia, nyeri abdomen, nyeri tekan, ketakutan dan aliran dialisa keruh 5) Hasil laboratorium q) Mengatasi kemungkinan komplikasi dengan : 1) Cegah udara masuk ke peritoneal dengan mempertahankan selang teruisi ¾ cairan 2) Meningkatkan latihan napas dan batuk 3) Mengubah posisi klien 4) Mengajurkan klien untuk bergerak 5) Mengganti balutan lebih sering dengan hati-hati agar tidak memperngaruhi selang 6) Mengunakan balutan perekat plastik steril untuk mencengah kontaminasi 7) Memeriksa
hematokrin
dari
cairan
drainase
untuk
menentukan jumlah pendarahan 8) Memeriksa albumin serum (mungkin rendah) 9) Mengkaji tanda vital dan kondisi klien r) Mengirimkan
spesimen
dialisat
ke
laboratorium
untuk
pemeriksaan hitung jenis s) Mendokumentasikan prosedur dan respons klien pada Cacatan klien yang meliputi 1) Waktu dimulai dan diakhirinya setaip pertukaran (awal dan akhir drainase)
43
2) Jumlah cairan infus 3) Jumlah pertukaran cairan 4) Obat-obatan yang ditanbahkan pada cairan dialisis 5) Berat badan sebelum dan sesudah dialisis dan berat badan harian 6) Tingkat respon klien pada awal, selama dan pada akhir prosedur (Nurachamah Elly dan Ratna S. Sudarsono, 2010). D. Tinjauan Pustaka Tentang Tekanan Darah 1. Pengertian Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua jaringan tubuh manusia. Darah yang dengan lancar beredar ke seluruh bagian tubuh berfungsi sangat penting sebagai media pengangkut Oksigen serta zat-zat lain yang diperlukan bagi kehidupan sel-sel tubuh. Selain itu, darah juga berfungsi sebagai sarana pengangkut sisa hasil metrabolisme yang tidak berguna lagi dari jaringan tubuh (Gunawan Lany, 2010). Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi (arteri). Ketika jantung tidak berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1menit pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring), darah dipompa menuju dan melalui arteri. (Robert E. Kowalski, 2010). Istilah”tekanan darah”berarti tekanan pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh manusia. Tekanan darah
44
dibedakan menjadi antara tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali (diastole). Dengan demikian , jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi dari pada tekanan darah diastolik. Tekanan darah manusia senantiasa berayun-ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detik jantung (Gunawan Lany, 2010). Tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak memompa darah, ini disebut tekanan sistolik. Tekanan darah menurun saat jantung relaks diantara dua denyut nadi, Ini disebut tekanan diastolik (Robert E. Kowalski, 2010). Tekanan tertinggi terjadi selama ejeksi jantung dan disebut tekanan sistolik. Titik terendah dalam siklus ini disebut tekanan diastolik. Selisih angka tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. (Burnside, 2010). Tekanan darah berada di tingkat tertinggi pada setiap denyut jantung selama jantung berkontraksi atau sistole; pengukuran ini disebut tekanan darah sistolik (SBP). Tekanan darah menurun saat jantung relaks. Tekanan paling rendah terjadi ketika jantung relaks sebelum jantung memulai berkontraksi kembali (diastole); pengukuran ini disebut tekanan darah diastolik (DBP) (Caroline Bunker dan Mary T. Kowalski)
45
Selama sistole ventrikuler, pada saat ventrikel kiri memaksa darah masuk aoerta,tekanan naik sampai puncak, yang disebut tekanan sistolik.Selama diastole tekakan turun.Nilai terendah yang dicapai disebut tekanan diastole. (Pearce Evelyn C.,2010:169) Tekanan darah sistole dihasilkan jantung yang mendorong isi ventrikel masuk ke dalam arteri yang telah tertegang.Selama diastole arteri masih tetap menggembang karena zahanan periferi arteriol-arteriol menghalanggi semua darah mengalir ke dalam jaringan.Demikianlah maka tekanan darah sebagian tergantung pada kekuatan dan volume darah yang dipompa jantung, dan sebagian lagi pada kontraksi otot dalam dinding arteriol.Kontraksi ini dipertahankan saraf vasokonstriktor, dan ini dikendalikan pusat vasomotorik dalam mendula oblongata. (Pearce Evelyn C., 2010:169) Perbedaan tekanan antara sistole dan diastole disebut tekanan nadi dan normalnya berkisar antara 30 samapi 50 mmHg.Batas terendah tekanan sistole pada orang-orang dewasa diperkirakan 105 mmHg, dan batas teratas ialah 150.Pada wanita tekanan darahnya ialah 5-10 mmHg lebih rendah dari pada pria. (Pearce Evelyn C., 2010:170)
46
Tekanan darah arteri rata-ratan bisa didapatkan dengan sebuah rumus yaitu : MAP = (S + 2D)/ 3 Keterangan : MAP = Mean Arterial Pressure/tekanan arteri rata-rata S
= Tekanan darah systole
D
= Tekanan darah diastole
Tekanan darah secara fisiologi dapat didefinisikan sebagai BP = CO x SVR Keterangan : BP = Blood Pressure/ tekanan darah CO = Cardiac output/ curah jantung (jamtung darah yang keluar dari jantung dalam waktu satu menit) SVR = Systemic vascular resisten/ tahanan pembuluh darah sistemik (resistensi didnding pembuluh darah terahdap aliran darah) Sedangkan CO= SVx P Keterangan: SV = Stroke volume / volume sekuncup (jumlah darah yang dipompakan keluar jantung 1x pompaan) P = Pulse/ nadi dalam satu menit Dengan kata lain, dapat diambil kesimpulan bahwa BP= SV x P x SVR 2. Faktor- faktor tekanan darah
47
Menurut Potter (2005:796), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah, yakni : a) Usia Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tekanan darah bayi berkisar antara 65-115/42-80. Tekanan darah normal anak usia 7 tahun adalah 87-117/48-64. Anak-anak yang lebih besar (lebih berat atau lebih tinggi dari pada anak-anak yang lebih kecil dari usia yang sama. Selama masa remaja tekanan darah tetap bervariasi sesuai dengan ukuran tubuh. Namun, kisaran normal pada anak yang berusia 19 tahun, 90% nya adalah 124-136/77-84 untuk anak laki-laki dan 124127/63-74 untuk anak perempuan. Tekanan darah dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertambahan usia. Standar normal untuk remaja yang tinggi dan di usia bayi adalah 120/80. Namun, National High Blood Pressure Education Program (1993)mendaftar <130/<85 merupakan nilai normal yang dapat diterima. Lansia tekanan sistoliknya meningkat sehubungan dengan penurunan elastisitas pembuluh. Tekanan darah lansia normalnya adalah 140/90. b) Stres Ansietas, takut, nyeri dan stres emosi mengakibatkan stimulasi simpatik, yang meningkatkan frekuensi darah, curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Efek stimulasi simpatik meningkatkan tekanan darah.
48
c) Ras Frekuensi hipertensi (tekanan darah tinggi) pada orang Afrika Amerika lebih tinggi dari pada orang Eropa Amerika. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga lebih banyak pada orang Afrika Amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi diyakini berhubungan dengan genetik dan lingkungan. d) Medikasi Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung, mempengaruhi
tekanan
darah.
Golongan
medikasi
lain
yang
mempengaruhi tekanan darah adalah anagesik narkotik, yang dapat menurunkan tekanan darah. e) Variasi Diurnal Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari. Tekanan darah biasanya rendah pada pagi-pagi sekali, secara berangsur-angsur naik pagi menjelang siang dan sore, dan puncaknya pada senja hari atau malam. f) Jenis Kelamin Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi. Setelah menopause, wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut. (Sarifuddin, 2012)
49
Faktor- faktor yasng mempengaruhi tekanan darah adalah : 1. Curah jantung 2. Tekanan pembuluh darah perifer 3. Volume/ aliran darah (Arif Muttaqin, 2009). 3. Faktor yang mempertahankan tekanan darah a) Kekuatan memompa jantung b) Banyaknya darah yang beredar. Untuk membuat tekanan dalam suatiu sususan tabung maka perlu tabbung diisis sepenuhnya.Oleh karena dinding pembuluh darah adalah elastisk dan dapat mengembung, maka harus diisis lebih supaya dibangkitkan suatu tekanan. Pemberian cairan seperti plasma atau garam akan menyebakan tekanan naik lagi. c) Viskositas (kekentalan darah ) Viskositas darah disebakan protein plasma dan jumlah sel darah yang berada didalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua faktor ini akan mengubah tekanan darah. Misalnya pada anemia,jumlah sel dalam darah berkurang dan dengan sendirinya tekanan menjadi lebih rendah, seandainya jantung dan sistem vasomotorik tidak bekerja lebih giat untuk mengimbangginya. d) Elastisitas dinding pembuluh darah Didalam arteri tekanan lebih besar dari pada yang ada dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari pada yang ada pada vena.
50
e) Tahanan tepi (resistensi periferi) Ini adalah tahanan yang dikeluarkan geseran darah yang mengalir dalam pembuluh.Tahahan utama pada aliran darah dalam sistem sirkulasi besar berada didalam ateriol.Dan turunan tekanan terbesar terjadi pada tempat ini. (Pearce Evelyn C., 2010 dalam sarifuddin, 2012). 4. Pembagian tekanan darah Tekanan darah manusia dapat digolongkan menjadi tiga kelompok, sebagai berikut : a). Tekanan darah rendah (hipotensi) b). Tekanan darah normal (normotensi) c). Tekanan darah tinggi (hipertensi) Banyak ahli kedokteran membuat batasan hipertensi dengan alasan masing-masing. Oleh karena itu, WHO (World Health Organization, 1992) menentukan standar batasan tekanan darah manusia agar memudahkan diagnostis dan terapi atau penatalaksanakan hipertensi Batasan tekanan darah menurut WHO Tekanan
sistolik Tekanan diastolik Klasifikasi
(mmHg)
(mmHg)
<140
< 90
Normotensi
141-159
91-94
Perbatasan
> 160
> 95
Hipertensi
(Lany Gunawan, 2010).
51
Pengelompokkan tekanan darah dan hipertensi berdasarkan pedoman JNC7 (Robert E. Kowalski, 2010) Kategori
Sistolik
Diastolik
Optimal
115 atau kurang
75 atau kurang
Normal
Kurang dari 120
Kurang dari 80
Prehipertensi
120-139
80-89
Hipertensin tahap 1
140-159
90-99
Hipertensi tahap 2
Lebih dari 160
Lebih dari 100
Tekanan darah nomal adalah di bawah 120/80; tekanan darah antara 120/80 dan 139/89 disebut pra hipertensi (pre-hypertension), dan tekanan darah dari 140/90 atau diatasnya dianggap tinggi. (Ratna Dewi Pudiastuti,) 5. Mengukur Tekanan Darah a) Pengertian Mengukur tekanan darah melalui permukaan dinding b) Tujuan Mengetahui tekanan darah pasien.( Siti Badiyah, 2013) c) Alat dan bahan 1) Stigmomanometer (Tensimeter) yang terdiri dari:Manometer ir raksa + klep penutup dan membuka manset, manset udara, slang karet dan pompa udara dari karet + sekrup pembuka dan penutup 2) Stetoskop
52
3) Buku cacatan tanda vital 4) Pena/ pulpen d) Teknik pengukuran tekanan darah 1) Cara palpasi Lengan atas dipasang manset dengan ketat dan sempurna. Jangan ada pakaian yang mengahalangi pemasangan manset. Bila manset tidak terpasang dengan ketat maka dapat diperoleh pembacaan atau hasil yang tidak sesua. Saluran karet dari manset kemudian dihubungkan dengan manometer. Rabah arteri pada pergelangan tangan dan pompa manset kemudian diturunkan dengan memutar tombol pada pompa secara perlahan-lahan yaitu dengan kecepatan kira- kira 3 mm/detik. Saat arteri radialis teraba kembali hal tersebut menunjukan tekanan darah sistolik. Dengan metode ini tidak dapat ditentukan tekanan darah diastole. Metode palpasi harus dilakukan sebelum auskultasi untuk menentukan tekakanan sistolik yng diharapkan. 2) Cara auskultasi Kedua tekanan sistolik dn diastolik dapat diukur dengn metode ini, dengan cara mendengar bunyi yang timbul pada arteri brkhialis yang disebut bunyi korotkoff. Bunyi ini terjadi akibat aliran turbulen dalam arteri yang disebebkan oleh penekanan manset pada arteri tersebut. Dalam cara auskultasi ini harus diperhatikan bahw terdapat suatu jrak paling sedikit 5 cm, antara manset dan tempat
53
meletakkan stetoskop. Kemudian pompalah manset sehingga tekanannya melebihi tekanan sistolik (yang diketahui dari palpasi). Turunlah mnset perlhan-lahan smbil meletkkan stetoskop ditas arteri brakhialis pada siku. Mula- mulka tidak terdengar suatu bunyi kemudian akan terdengar bunyi engetuk yaitu ketika darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset sehingga terjadi turbulensi. Bunyi yang terdengar disebut korotkoff dan dapat dibagi 5 fase yang berbeda yaitu: a) Fase I Timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan makin lama makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini disebut pula nada letupan. b) Fase II Bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20 mmHg berikutnya. c) Fase III Bunyi sedikit berubah dalam kualitas tetapi menjadi lebih jelas dan keras selama penurunan tekanan 5-7 mmHg berikutnya. d) Fase IV Bunyi meredam (melemah) selama penurun 5-6 mmHg berikutnya. Setalah itu bunyi menghilang. e) Fase V
54
Terjadi pada tekanan yang sangat mendekati tekanan distolik intra arterial pada keadaan istirahat (index tekanan diastolik). 3) Car osilasi Cara osilasi yaitu dengan melihat osilasi air raksa pada manometer. Manset dipomp sampai tekanannya 10-20 mmHg melebihi tekanan sistolik yng digunakan dengan menggunakan metode palpasi. Tekanan manset diturunkn perahan-lahan sambil memperhtikan air raksamanometer. Saat timbulnya osilasi pad manometer meneunjukan tekanan sistoler. Tekanan manset terus diturunkan sampai osilasi menghilang yang menunjukan tekanan diastol. e) Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah secara fisiologis 1). Posisi duduk : posisi ini membuat tekanan darah cenderung stabil. Dalam hal ini karena pada saat duduk sistem vasokontraktor simpatis terangsang dan sinyal- sinyal sarafpu dijalarkan secara serentak melalu saraf rangka menuju ke otot-otot rangka teruta otot- otot abdomen . Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot- otot tersebut menenkan seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler abdomen ke jantung. Hal ini membuat darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa menjadi meningkat (Guyton, 2007 dalam Oktoviani, 2015)
55
2). Posisi berdiri : Pada posisi ini, pengumpulan darah divena menjadi lebih banyak dengan demikian selisih volume total dengan volume darah yang ditampung dalam vena kecil, berarti volume darah yang kembali ke jantung sedikit. Isi sekuncup berkurang, curah jantung berkurang dan kemungkinan tekanan darah akan turun (Guyton, 2007 dalam Oktoviani, 2015) 3). Posisi berbaring : Pada posisi ini darah dapat kembali kejantung secara mudah tanpa harus melawan gravitasi. Nilai pada posisi terbaring dalam keadaan istirahat hanpir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu kerja dengan posisi berdiri (Guyton, 2007 dalam Oktoviani, 2015) 4).
Posisi
berbaring-berdiri
:
Perubahan
posisi
yang
cepat
menyebabkan tubuh menjadi pusing atau bahkan pingsan. Karena gerakan cepat ini membuat jantung tidak dapat memompa darah yang cukup ke otak (Guyton, 2007 dalam Oktoviani, 2015).
56
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian Kerangka teori merupakan bagan alur berpikir dari teori yang telah dibuat, dapat dilihat Dasar Pemikiran Variabel Penelitian di bawah ini:
Komplikasai
Kapan harus mencuci darah:
Definisi
Ketika fungsi ginjal tidak berfungsi secara normal (Gagal Ginjal Akut dan Gagal Ginjal Kronik
terapi pengganti ginjal, yang digunakan pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal, baik akut maupun kronik.
-Hipotensi -Kram otot -Mualatau muntah -Sakit kepala -Sakit dada -Gatal-gatal
Gagal ginjal kronik: -LFG
kurang
dari
15
ml/menithiperkalemia
-Demam dan mengigil
Terapi hemodialisasi
-asidosis
Alat hemodialisis : 1. Mesin hemodialisa 2. Dializer 3. Dialisat
-kegagalan terapi konservatif Prinsip kerja
-kadar ureum lebih dari 200
1.Difusi
mg/dL dan kreatinin lebih dari 6 mEq/L
2.Osmosis 3.Ultrafiltrasi
-kelebihan cairan -anuria berkepanjangan lebih
Gambar 3.1. Bagan kerangka pikir penelitian
dari 5 hari. 56
57
B. Bagan Kerangka Konsep
Perubahan Tekanan Darah
Terapi Hemodialisa
Keterangan : : Variabel independen : Variabel dependen Gambar 3.2. Bagan kerangka konsep penelitian C. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif 1. Terapi hemodialisa Terapi hemodialisa dalam penelitian ini adalah pasien yang melakukan cuci darah untuk mengeluarkan sisa metabolisme berupa larutan (ureun, kreatinin) dan air yang berada dalam pembuluh darah melalui membrane semi permeable atau yang disebut dengan dialyzer. Kriteria Objektif: Lama
: jika pasien melakukan hemodialisa >3
Baru
: jika pasien tidak melakukan hemodialisa <3
2. Perubahan Tekanan Darah Perubahan Tekanan Darah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejauh mana perubahan tekanan darah yang dialami pasien yang melakukan terapi hemodialisis.
58
Kriteria Objektif : a) Berubah
:Apabila
tekanan
meningkat dari
hasil
darah
menurun
tekenan
pra
maupun dilakukan
hemodialisa b) Tidak berubah
: Apabila tekanan darah tetap seperti tekanan darah pra hemodialisa
D. Hipotessi Ha: Ada pengaruh hemodialisis terhdap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik di ruangan hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassa. Ho: Tidak ada pengaruh terapi hemodialisis terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik di ruangan hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassar.
59
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah desain Quasi Eksperimen pre- testand post-test One Group dengan pendekatan croos sectional yang secara umum bertujuan untuk melihat pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal di ruangan hemodialisa di RSUDLabuang Baji Makassar Tahun 2018. B. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah kumpulan individu atau objek atau fenomena yang secara potensial dapat diukur sebagai dari penelitian (Mazhindu, 2005 dalam Swarjana, 2015). Populasi adalah target dimana penelitian menghasilkan hasil penelitian (Shi, 2008 dalam Swarjana, 2015). Pada penelitian ini populasi peneliti adalah seluruh pasien yang menjalani terapi hemodialisa di ruanghemodialisis RSUD Labuang Baji Makassar dari akhir bulan Juli sampai Agustus adalah sebesar 23 orang. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari elemen populasi yang dihasilkan dari strategi sampling. Idealnya sampel yang diambil adalah sampel yang mengwakili populasi (Dattalo, 2008 dalam Swarjana, 2015). Sampel
59
60
dalam penelitian ini adalah 23 pasien yang menjalani terapi hemodialisa diruang hemodialisis RSUD Labuang Baji Makassar. C. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan Total sampling. Total samplingadalah teknik pengambilan sampel, dimana jumlah sampel
sama dengan populasi (Sugiyono, 2011). Alasan
mengambil total sampling karena menurut Sugiyono (2011) jumlah populasi yang kurang dari 100, seluruh populasi dijadikan sampel penelitian semuanya. D. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di ruang Hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassar. 2. Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2018.
61
E. Alur Penelitian
Pengumpulan data awal
Perumusan masalah dan tujuan awal
Penentuan sasaran dan informasi penelitian
Informan utama
Pengumpulan data (Observasi dan Kuesioner)
Analisis dan penyajian data
Kesimpulan dan saran Gambar 4.1 Alur Penelitian F. Validitas dan reabilitas `
Pengujian kuesioner dapat digunakan sebagai alat ukur penelitian
setelah dilakukan uji validitas dan reabilitas 1. Uji validitas Sebuah kuesioner dikatakan valid jika kuesioner itu mampu mengukur sesuatu yang seharusnya diukur menurut situasi dan
62
kondisi. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat untuk mengukur dengan tepat apa yang diukur. 2.Uji reabilitas Reabilitas adalah tingkatan konsistensi hasil yang dicapai oleh sebuah alat ukur, meskipun digunakan secara berulang-ulang pada subjek yang sama atau berbeda G. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi dan kuesioner.Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan denga ncara mengamati dan mencatat secara sistematik gejalagejala yang diselidiki (NarbukodanAchmadi, 2013). H. Pengumpulan Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diambil berdasarkan hasil pengisian kuesionerataupun pengamatan langsung pada saat dilakukan penelitian. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data – data yang diperoleh dari buku rekam medik di RSUD. Labuang Baji Makassar. I. Pengolahan Data Pengelolahan Data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu: a) Ceckhing Setelah
kuesioner
diisi
oleh
responden,peneliti
pengecekan satu persatu, mengenai kelengkapan data.
melakukan
63
b) Koding Untuk memudahkan pengolahan data, yaitu semua jawaban dari setiap responden diberikan kode atau symbol. c) Entry Memasukan data d) Cleaning data Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjut kan dengan mengelompokan data kedalam suatu table menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan penelitian. J. Analisa Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Analisis Univarit Analisis univarit yaitu analisis yang digunakan untuk menggambarkan atau mendiskripsikan dari masing-masing variabel, baik variabel independen maupun variabel dependen dan karakteristik responden 2.Analisis Bivariat Analisis ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel indenpenden dan variabel dependen yakni terapi hemodialisis dengan perubahan tekanan darah dengan menggunakan uji- t dengan kriteria apabila pvalue ≤ 0.05 maka (Ha) di terima dan (Ho) di tolak, sedangkan apabila nilai pvalue ≥ 0.05 maka (Ha) di tolak dan (Ho) di terima.
64
K. Aspek Etik Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya rekomendasi dari pihak institusi atas pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat penelitian dalam halini Direktur RSUD. Labuang Baji Makassar. Setelah mendapat persetujuan barulah dilakukan penelitian dengan menekankan masalah etika penelitian yang meliputi: 1. Respect For Person ( menghormati hak asasi manusia) a) Hak untuk ikut atau tidak menjadi responden Subjek memiliki hak untuk memutuskan apakah bersedia atau tidak untuk menjadi responden, tanpa adanya sanksi apapun atau akan berakibat pada kesembuhannya. b) Informed Consent (lembar persetujuan) Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada subjek yang akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek. c) Hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan yang akan diberikan peneliti , memberikan penjelasan secara rinci serta bertanggung jawab jika ada sesuatu yang terjadi pada subjek. d) Kerahasiaan data informasi dari subjek untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak akan mencantumkan nama subjek, tetapi
65
lembar tersebut diberikan kode serta kerahasiaan informasi subjek dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian. 2. Beneficence (Manfaat) dan non malaficence (tidak merugikan) a) Penelitiaan yang dilakukan bebas dari penderitaan atau tidak menyebabkan penderitaan terhadap subjek. b) Bebas dari eksploitasi, peneliti meyakinkan kepada subjek bahwa partisipasinya
dalam
penelitian
ini
atau
informasi
yang
telahdiberikan tidak akan dipergunakan dalam hal – hal yang merugikan subjek dalam bentuk apapun. c) Resiko (benefits rasio) penelitian yang dilakukan memenuhi syarat ilmiah, sehingga dapat memberikan manfaat yang semakin besar dan tidak menimbulkan resiko yang berakibat pada subjek. 3. Justice (keadilan) peneliti memberikan perlakuan yang sama pada setiap subjek dengan moral yang benar dan layak dalam memperoleh haknya.
66
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuang Baji terletak dibagian selatan Kecamatan Mamajang Kota Makassar tepatnya di Jalan Dr. Ratulangi No. 81 Makassar. Adapun batas-batas geografis RSUD Labuang Baji adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Jalan Landak Lama 2. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Tupai 3. Sebelah selatan berbatasan dengan Perumahan Pendeta Ekss 4. Sebelah barat berbatasan dengan Jalan Dr. Ratulangi 1. Tugas Pokok RSUD Labuang Baji Makassar Tugas pokok RSUD Labuang Baji adalah pelayanan kesehatan dan penyembuhan penderita serta pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa sesuai
dengan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Untuk
menyelenggarakan tugas pokoknya tersebut maka dilakukan usaha-usaha berikut : a. Melaksanakan usaha pelayanan medis b. Melaksanakan usaha rehabilitasi medic c. Melaksanakan usaha pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan d. Melaksanakan usaha perawatan e. Melaksanakan system rujukan
66
67
f. Melaksanakan usaha pendidikan serta latihan medis dan paramedic g. Sebagai tempat penelitian 2. Fasilitas Pelayanan RSUD Labuang Baji Makassar Fasilitas pelayanan di RSUD Labuang Baji Kota Makassar meliputi pelayanan medic, pelayanan penunjang medic dan pelayanan non medic. a. Pelayanan Medik 1) Instalasi rawat jalan terdiri dari 16 poliklinik 2) Instalasi rawat darurat terdiri dari 12 ruangan 3) Instalasi rawat inap terdiri atas perawatan umum dan ruang perawatan khusus. 4) Instalasi rawat inap intensif dengan kapasitas 7 tempat tidur 5) Instalasi bedah sentral terdiri dari 7 kamar b. Pelayanan Penunjang Medik 1) Radiologi 2) Instalasi patologi klinik 3) Instalasi patologi anatomi 4) Instalasi rawat intensif 5) Instalasi farmasi c. Pelayanan Penunjang Non Medik 1) Instalasi gizi 2) Instalasi pemeliharaan sarana RS 3) Instalasi Sanitasi Lingkungan
68
4) Instalasi Forensik & Pemulasaran Jenazah 5) Instalasi Rekam Medik 6) Instalasi CSSD 3. Jenis Pelayanan RSUD Labuang Baji Makassar Jenis pelayanan di RSUD Labuang Baji Kota Makassar yakni: a. Poliklinik Bedah: 1) Umum 2) Urologi 3) Orthopedic b. Poliklinik Penyakit Dalam 1) Endokrin 2) Paru dan TB 3) Kardiologi 4) Ginjal dan hypertensi c. Poliklinik Anak d. Poliklinik Kebidanan dan Kandungan e. Poliklinik Penyakit Saraf f. Poliklinik Jiwa g. Poliklinik THT h. Poliklinik Kulit dan Kelamin i. Poliklinik Umum j. Poliklinik Gigi dan Mulut k. Poliklinik Fisioterapi
69
l. Poliklinik Konsultasi Gizi m. Poliklnik KIA n. Hemodialisa 4. Visi dan Misi RSUD Labuang Baji Kota Makassar Visi RSUD Labuang Baji Kota Makassar yaitu menjadi “ Rumah Sakit Unggulan di Sulawesi Selatan ” Dan adapun misi dari RSUD Labuang Baji Makassar adalah: a. Mewujudkan profesionalisme SDM b. Meningkatkan sarana dan prasarana rumah sakit c. Memberikan pelayanan prima d. Efisiensi biaya rumah sakit e. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
70
B. Hasil Penelitian Penelitian ini
telah di laksanakandiRumah SakitLabuang Baji Kota
Makassar. Selama 30 hari yaitu dari tanggal 06 agustus sampai dengan 06 September 2018. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 23 Responden yang memenuhi kriteria. 1. Karakteristik Responden Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Jenis kelamin Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RumahSakit Labuang BajiKota Makassar Jenis kelamin Frekuensi (n) Laki-laki 8 Perempuan 15 Total 23 Sumber : Data primer tahun 2018
Persen (%) 34.8 65.2 100.0
Dari data diatas, dapat diketahui dari 23 respoonden, yang menjalani terapi hemodialisa yaitu pada laki-laki sebanyak 8 orang (34,8 %), dan perempuan sebanyak 15 orang (65.2 %).
71
Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik umur Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisadi Rumah Sakit Labuang BajiKota Makassar Umur Frekuensi (n) Dewasa 21 Lansia 2 Total 23 Sumber : Data primer tahun 2018
Persen (%) 91.3 8.7 100.0
Dari data diatas, dapat diketahui dari 23 responden yang menjalani terapi hemodialisa, mayoritas responden umur dewasa sebanyak 21 orang (91.3 %) dan lansia sebanyak 2 orang (8.7%).
72
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik pekerjaan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RumahSakit Labuang BajiKota Makassar Pekerjaan Frekuensi (n) Petanai 2 Wiraswasta 6 Irt 15 Total 23 Sumber : Data primer tahun 2018
Persen (%) 8.7 26.1 65.2 100.0
Dari data diatas, dapat diketahui dari 23 responden yang menjalani terapi hemodialisa, responden yang pekerjaan petani sebanyak sebanyak 2 orang (8.7 %), wiraswasta sebanyak 6 orang (26.1%), dan irt sebanyak 15 orang (65.2 %).
73
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik pendidikan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RumahSakit Labuang BajiKota Makassar Pendidikan Frekuensi (n) SD 4 SMP 6 SMA 13 Total 23 Sumber : Data primer tahun 2018
Persen (%) 17.4 26.1 56.5 100.0
Dari data diatas, dapat diketahui dari 23 responden yang menjalani terapi hemodialisa, responden yang tamatan SD sebanyak 4 orang (17,4%), tamatan SMP sebanyak 6 orang (26, 1%), dan tamatan SMA sebanyak 13 orang (56,5%).
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik pendidikan Pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa di RumahSakit Labuang BajiKota Makassar Agama Frekunsi (n) Islam 23 Total 23 Sumber: Data Primer 2018
Persen (%) 100.0 100.0
Dari data diatas, dapat diketahui dari 23 responden yang menjalani terapi hemodialisa, semua beragama islam.
74
2. Analisa Univariat a. Distribusi responden berdasarkan Lama Menjalani Hemodialisa Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menjalani Terapi Hemodialisa di RSUD Labuang Baji Kota Makassar Lama Menjalani hemodialisa Baru (<3 bulan) Lama (>3 bulan) Total
Frekuensi (n)
Persen (%)
3 20 23
13.00 87.00 100.0
Sumber : Data Primer 2018 Tabel 5.2 tentang distribusi responden berdasarkan lama pasien menjalani terapi hemodialisa di Rumah Sakit Labuang Baji Kota Makassar menunjukan bahwa sebagian besar pasien berstatus pasien lama (≥ 3 bulan) yaitu sebanyak 20 (87,0%) sedangkan pasien baru (≤ 3 bulan) sebanyak 3 (13,0%). b. Distribusi responden berdasarkan perubahan tekanan darah Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan perubahan tekanan darah pada pasien pasca hemodialisa di ruang Hemodialisa di RSUD Labuang Baji KotaMakassar Perubahan tekanan darah
Frekuensi (n)
Persen (%)
Berubah
19
82.6
Tidak berubah
4
17.4
Total
23
100.0
75
Sumber : Data Primer 2018 Tabel 5.7 tentang distribusi responden yang diteliti berdasarkan perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronk pasca hemodialisa di ruang RSUD Labuang Baji makassar bahwa dari 23 responden terdapat 4 responden (17.4%) yang tidak mengalami perubahan dan 19 responden (82.6%) mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa
3.
Hasil analisa bivariat
Tabel 5.8 Pengaruh terapi hemodalisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien pasca hemodialisa di ruang Hemodialisa di RSUD Labuang Baji KotaMakassar Terapi hemodialisa Baru (<3 bulan) Lama (>3 bulan)
Perubahan tekanan darah Berubah 17 2
Total 19 Sumber : data primer 2018
Jumlah (n) Tidak berubah 3 1
20 3
4
23
Tabel 5.8 tentang distribusi responden yang diteliti berdasarkan perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronk pasca hemodialisa di ruang RSUD Labuang Baji makassar bahwa dari 23 responden pada pasien baru terdapat 1 responden yang tidak mengalami perubahan dan 2 responden yang mengalami perubahan dan pada pasien lama terdapat 3 responden yang tidak mengalami perubahan dan 17 responden mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa
76
C. Pembahasan Penelitian 1. Analisis univariat Berdasarkan hasil penelitian dan analisis univariat menurut karakterstik responden yang berjumlah 23 orang menunjukkan jenis kelamin terbanyak pada pasien yang menjalani terapi hemodialisa yaitu perempuan sebanyak 15 orang (65,2%) dan laki-laki sebanyak 8 orang (34.8%). Hal ini dikarenakan perempuan lebih banyak terkena lupus, suatu penyakt autoimun yang dapat menyerang ginjal. Faktor yang membuat perempuan rentan penyakt ginjal karena kehamilan. Kehamilan yang disertai komplikasi pre-eklampsia dan eklampsia selama kehamilan bisa berujung ke penyakit ginjal kronis. Selain faktor kehamilan, penyebab lain yang memicu penyakit ginjal kronik pada perempuan adalah infeksi saluran kemih, tingginya kejadian infeksi saluran kemih pada perempuan karena saluran kemihnya lebih pendek dari laki-laki,jika infeski ini berulang, maka akan mengakibatakan penyakt ginjal kronis serta tingginya kejadian penyakit kanker serviks yang sering kali mengakibatkan gangguan fungsi ginjal. Didukung dengan penelitian sebelumnya dari Rustina pasien
perempuan
merupakan
pasien
terbanyak
(2012), bahwa yang
menjalani
hemodialisis yaitu sebanyak 38 orang (56,72%) dan terbanyak pada kisaran umur 45-60 tahun. Hal
ini
bisa
disebabkan
karena
77
penyakitsistemikyang mendahuluinya karena pola hidup seperti diabetes, hipertensi, glomerulonephritis, dan lain-lain. Demikian pula diungkapkan penelitan Yuliaw (2009) menyatakan, bahwa responden memiliki karakteristik individu yang baik hal ini bisa dilihat dari jenis kelamin, bahwa perempuan lebih banyak menderita penyakit gagal ginjal kronik, Sedangkan laki-laki lebih rendah dan responden laki-laki mempunyai kualitas hidup kurang baik dibandingkan perempuan, semakin lama menjalani terapi hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita. Hal ini di karenakan perempuan lebih awal dan lebih perduli terhadap keadaan dan kondisi tubuhnya apalagi masalah kesehatan kesehatan.Perempuan sangat memperhatikan bagaimana cara–cara terbaik untuk dapat sembuh dari penyakitnya. Hasil penelitian menurut pekerjaan responden yang terbanyak terdapat pekerjaan sebagai IRT sebanyak 15 orang (65.2%) , yang bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 6 orang (26.1%) dan yang paling sedikit bekerja sebagai petani sebanyak 2 orang (8.7%) . Pada penelitian ini masih tetap bekerja walaupun tidak seperti dulu. Dalam penelitian ini lama menjalani hemodialisis
lebih
banyak pasien yang sudah menjalani >3
bulan, Hal ini menunjukkan bahwa pasien sudah bisa merasakan keadaannya
saat
ini.
Terutama pada tekanan darahnya yang dimana
awalnya hipertensi menjadi menurun dari hari ke hari. Selain itu terapi hemodialisis bisa terus diikuti pasien karena
pasien
sudah
bisa
78
beradaptasi dengan alat/unit HD sehingga pasien tetap semangat untuk menjalani terapi (Sandra, 2015). Berdasarkan perubahan tekanan darah pasca hemodalisa terdapat 19 orang (82.6 %) yang mengalami perubahan dan 4 orang (17.4%) yang tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil yang didapatkan diatas bahwa
4 responden tidak
mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa, hal ini menunjukkan tidak selamanya seseorang yang mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa , karena masih ada faktor- faktor lain yang dapat mempertahankan tekanan darah seseorang, salah satunya diantaranya adalah vskositas darah (kekentalan darah), bila terdapat pemantauan yang benar saat proses penarikan cairan, maka dapat memepertahankan tekanan darah, namun saat proses penarikan cairan terjadi penarikan cairan yang berlebihan dapat menyebabkan kepekatan pada darah sehingga menyebkan perubahan tekanan darah yakn, peningktana tekanan darah. Menurut Pearce 2010 dalam sarifuddin, 2012, faktor yang mempertahankan tekanan darah yaitu: (1) Kekuatan memompa jantung. (2) Banyaknya darah yang beredar. Untuk membuat tekanan dalam suatiu sususan tabung maka perlu tabbung diisis sepenuhnya.Oleh karena dinding pembuluh darah adalah elastisk dan dapat mengembung, maka harus diisis lebih supaya dibangkitkan suatu tekanan. Pemberian cairan seperti plasma atau garam akan menyebakan tekanan naik lagi. (3) Viskositas (kekentalan darah ). Viskositas darah disebakan protein
79
plasma dan jumlah sel darah yang berada didalam aliran darah. Setiap perubahan pada kedua faktor ini akan mengubah tekanan darah. Misalnya pada anemia,jumlah sel dalam darah berkurang dan dengan sendirinya tekanan menjadi lebih rendah, seandainya jantung dan sistem vasomotorik tidak bekerja lebih giat untuk mengimbangginya. (4) Elastisitas dinding pembuluh darah. Didalam arteri tekanan lebih besar dari pada yang ada dalam vena sebab otot yang membungkus arteri lebih elastis dari pada yang ada pada vena. (5) Tahanan tepi (resistensi periferi). Ini adalah tahanan yang dikeluarkan geseran darah yang mengalir dalam pembuluh.Tahahan utama pada aliran darah dalam sistem sirkulasi besar berada didalam ateriol.Dan turunan tekanan terbesar terjadi pada tempat ini. 2. Analisis bivariat Berdasarkan hasil uji hipotesis menggunakan uji-t, pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah. Hasil uji statistik di dapat pvalue sistole 0.000 sedangkan pvalue diastole 0.002, artinya ada pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum diberikan tindakan hemodialisa (pre test) dan setalah diberikan hemodialisa (post test) terutama pada tekanan darah sistole. Sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa dari 23 responden bahwa sebanyak 19 orang (82.6%) yang mengalami perubahan tekanan darahpasca hemodalisa pada pasien baru sebanyak 2 orang dan pada pasien lama terdapat 17 orang. Hal ini menunjukkan bahwa pasien gagal ginjal yang melakukan terapi hemodialisa paling banyak mengalami perubahan tekanan
80
darah pada pasca hemodialisa karena salah satu faktor yang mempertahankan tekanan darah yaitu viskositas (kekentalan) darah. Viskositas darah disebabkan protein plasma dan jumlah sel darah yang berada di dalam aliran darah. Makin pekat cairan makin besar pula kekuakatan yang diperlukan untuk mendorongnya melalui pembuluh darah, hal ini dikarenakan saat proses hemodialisa merupakan proses pengeluaran sisa- sisa metabolisme yang berlebihan didalam tubuh karena penderita gagal ginjal kronik tidak mampu lagi untuk mengeluarkan sis-sisa metabolisme karena fungsi ginjalnya tidak berfungsi lagi sehingga didalam tubuh terjadi penumpukkan sisa- sisa metabolisme. Maka semakin sering penderita gagal ginjal kronik melakukan terapi hemodialisa makan tekanan darah akan semakin stabil atau terkontrol. Hal ini dikarenakan dalam terapi hemodialisa terdapat beberapa Peralatan hemodialisis meliputi mesin hemodialisis, Dialiser dan Dialisat. a. Mesin Hemodialisis Sistem delivery adalah mesin yang mencampur dan mengirim dialisat, memompa darah melewati dializer, dan memonitor berbagai parameter dialisis untuk memastikan keamanan dari tindakan dialisis. Hampir semua sistem delivery mempunyai monitor parameter keamanan pasien dan mesin. Hal ini meliputi blood flow, dialisat flow, temperatur dialisat, conduktivity, tekanan venous dan arterial, kebocoran darah dalam dialisat, tekanan darah pasien, dll.
81
b. Dializer (Ginjal buatan) Dialiser adalah tempat dimana proses hemodialisis berlangsung, sehingga terjadi pertukaran zat-zat dan cairan dalam darah dan dialisat. Dialiser merupakan kunci utama proses hemodialisis, karena yang dilakukan oleh dialiser sebagian besar dikerjakan oleh ginjal yang normal. Dialiser terdiri dari 2 kompartemen yaitu dialisat dan darah, yang dipisahkan oleh membran semipermeabel yang mencegah cairan dialisat dan darah bercampur menjadi satu (Le Mone & Burke, 2008).Luas permukaan membran dan daya saring membran mempengaruhi jumlah zat dan air yang berpindah.Dialiser high efficiency adalah dialiser yang mempunyai luas permukaan membran yang besar, sedangkan high flux adalah dialiser yang mempunyai pori-pori besar dan dapat melewatkan molekul yang besar, dan mempunyai permeabilitas tinggi terhadap air. c. Dialisat Dialisat adalah cairan yang membantu mengeluarkan sampah uremik seperti ureum dan creatinin, dan kelebihan elektrolit seperti sodium dan kalium, dari dalam darah pasien. Dialisat juga dapat menggantikan substansi yang dibutuhkan tubuh seperti calcium dan biokarbonat yang membantu menjaga keseimbangan PH tubuh.
82
Sehingga apabila seseorang yang menderita gagal ginjal kronik yang dimana terjadi kerusakan pada ginjal secara progersif apabila melakukan terapi hemodialisa maka ginjal akan kembali berfungsi secara normal sehingga metabolisme didalam tubuh kembali normal. Selain itu seseorang yang menderita gagal ginjal kronik disebakan oleh beberapa faktor, salah satunya hipertensi. Hipertensi menyebkan kerusakan pada arteri, dimana arteri merupakan salah satu organ terpenting pada ginjal. Darah yang akan disaring oleh ginjal dialirkan melalui pembuluh darah yang berada disekitar ginjal, dan banyak sekali darah yang mengalir dari pembuluh darah ini. Seiringnya berjalannya waktu, kalo hipertensi tidak terkontrol, maka akan menyebakan arteri di sekitar ginjal akan menyempit, melemah dan mengeras. Kalau fungsi arteri rusak, maka nefron tidak menerima oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan.hingga akhirnya ginjal kehilangan kemampuannya untuk menyaring darah dan mengatur cairan darah, hormon, asam, dan garam didalam tubuh, sehingga penderita gagal ginjal dianjurkan untuk melakukan terapi hemodialisa di mana fungsi hemodialisa itu sendiri sebagai penganti ginjal sementara yang telah rusak, sehingga apabila seseorang melakukan hemodialisa berarti ginjalnya akan berfungsi seperti semula. Maka arteri di sekitar ginjal kembali berfungsi seperti semula maka nefron kembali menerima oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan.hingga akhirnya ginjal mampu
83
untuk menyaring darah dan mengatur cairan darah, hormon, asam, dan garam didalam tubuh sehingga arteri di sekitar ginjal
tidak akan
menyempit, melemah dan mengeras lagi. Dan komplikasi pada hemodialisa adalah hipotensi di mana disitu ada kaitanya dengan penyebab gagal ginjal yaitu hipertensi. Dengan kata lain seseorang yang gagal ginjal yang melakukan hemodialisa yang awalnya tekanan darah hipertensi setelah di lakukan hemodialisa tekanan darahnya bisa menurun jadi hipotensi atau normal.sehingga di anjurklan bagi pasien gagal ginjal harus rutin melakukan hemodialisa. Nilai rerata perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal sebelum diberikan tindakan hemodialisa (pre test) sistole 143.04 dengan standar deviasi 24.390 sedangkan setelah diberikan tindakan hemodialisa (post test) sistole 120.00 dengan standar deviasi 20.671. Pada tekanan diastole didapat rata- rata perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik sebelum diberikan tindakan hemodailsa (pre test) diastole 88.26 dengan standar deviasi
10.725 sedangkan setelah diberikan tindakan
hemodailisa (post test) diastole 81. 30 dengan standar deviasi 13.586. Hasil uji statistik di dapat pvalue sistole 0.000 sedangkan pvalue diastole 0.002, artinya ada pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pada pasien gagal ginjal kronik sebelum diberikan tindakan hemodialisa (pre test) dan setalah diberikan hemodialisa (post test) terutama pada tekanan darah sistole.
84
Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan Yuni (2015) menunjukkan ada terjadi perubahan rata-rata tekanan darah (TD) saat menjalani hemodialisa,karena sebelum menjalani hemodialisa rata- rata tekanan darah systole, diastole dan MBP cukup tinggi, sedangkan setelah menjalani hemodialisa rata-rata TD sistolik, diastolic dan MBP mengalami penurunan secara signifikan. Penelitian juga yang dilakukan Roni (2015) bahwa nilai rerata perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal sebelum diberikan tindakan hemodialisa(pre test) sistole 139.74 sedangkan diastole 80.51 dengan standar deviasi sistole 23.895 diastole 28.720. Pada pengukuran kedua didapat rata- rata tekanan darah pasien gagal ginjal kronis setelah diberikan tindakan hemodialisa (post test) sistole 155.90 sedangkan diastole 81.28 dengan standar deviasi sistole 28.720 dan diastole 12.603. Dengan hasil Uji statistic didapat pvalue sistole 0.001 dan sedangkan diastole 0.686.
85
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut : 1. Dari 23 responden terdapat 20 responden (87.0%) adalah pasien lama (>6 bulan) dan 3 responden (13.0%) pasien baru (<6 bulan). 2. Dari 23 responden terdapat 4 responden (17.4%) yang tidak mengalami perubahan dan 19 responden (82.6%) mengalami perubahan tekanan darah pasca hemodialisa 3. Ada pengaruh terapi hemodialisa terhadap perubahan tekanan darah pasien gagal ginjal kronik di ruang Hemodialisa RSUD Labuang Baji Makassar tahun 2018 dengan pvalue sistole 0.000 dan pvalue diastole 0.002 B. Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut yaitu : 1. Dari hasil penelitian ini sebaiknya pasien yang menjalani terapi hemodialisa sesuai intruksi yang ada karena melakukan terapi hemodialisa secara rutin tekana darah akan semakin terkontrol.
86
2. Dari hasil penelitian ini sebaiknya pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa agar selallu menjaga asupan cairan dan menguranggi makanan yang mempengaruhi peneingkatan tekanan darah.
87
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, K. (2013). Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental. Vol 02 No. 03. Surabaya. Aziz, M. F. (2011). Panduan Pelayan Medik (Model Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks Dengan Gangguan Ginjal. Penerbit Buku Kedokteran EGC.Jakarta. Bandiyah, S. (2013). Keterampilan Dasar dalam Keperawatan (KDDK).Nuha Medika. Yogyakarta: Baradero, M, dkk. (2010). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Baughman, D. C. dan Joann C. H. (2010). Buku Saku Keperawatan MedikalBedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Befly, F. T, dkk. 2015. Hubungan Antara Lamanya Menjalani Hemodialisis Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Dengan Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Prof. Dr. D. Kandou Manado. Manado. Burnside- M. 2010. Adams Diagnosis Fisik. Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Cahyaningsih, Niken D. 2011. Paduan Praktis Perawatan Gagal Ginjal: Hemodialisis (cuci darah). Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
88
Emma V. H. 2016. JUMATIK Volume nomor 1. Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisa Melalui Psychological Intrevention di Unit Hemodialisa RS Royal Prima Medan. Medan. Fakultas Ilmu Kesehatan UIM. 2018. Pedoman Penulisan Skripsi. Makassar. Gunawan, L. 2010. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta. Hayes, C. P. dan Thomas W. Mackay. 2010. Buku Saku Diagnosis dan Terapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Kowalski, R. E. 2010. Treapi Hipertensi Program 8 Minggu Menurunkan Tekanan Darah Tinggi dan Menguranggi Resiko Serangan Jantung dan Stroke Secara Alami. Bandung. Margareth TH dan M. Clevo Rendy. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Peyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika. Salemba Medika. Muttaqin,
A.
2009.
Asuhan
Keperawatan
dengan
Gnagguan
Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta: Nettina, S. M. 2012. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Nuari, N. A dan Dhina, D. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan dengan Pendekatan SDKI 2016 NIC- NOC & Spider Web Design. Yogyakarta. Nurachmah, E dan Ratna S. S. 2010. Buku Saku Prosedur Keperawatan MedikalBedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Padila .2015 .Buku Ajar :Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta
89
Pane, J. P. 2015. Hubungan Kepatuhan Pasien Menjalani Terapi Hemodialisa Dengan Tinglat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik di Klinik Rasyida. Medan. Pearce, E. C.2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta. Prabowo, E dan Andi, E. P. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika. Pudiastuti, R. D. 2013. Peyakit-penyakit Mematikan. Yogyakarta. Roni, F. 2015. Perubahan Tekanan Darah Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Sebelum dan Setelah Menjalani Tindakan Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja.Volume 1, Nomor 1. Baturaja. Rosdahl, C. B dan Mary T. 2012. Kowalski. Buku Ajar Keperawatan Dasar Vol. 2. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sarifuddin. 2012. Hubungan Tindakan Hemodialisasi Dengan Perubhan Tekanan Darah Pasien Pasca Hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUD DR. M.M. Dunda Limboto. Suparti, S dan Umi, S. 2016. Perbedaan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Tinjaua Dari Tingkat Pendidikan, Frekuensi dan Lama Hemodialisis di RSUD Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Purbalingga. Swarjana, I Ketut. 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Yogyakarta. Tucker, S. M, ddk. 2010. Standar Keperawatan Pasien. Edisi V. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
90
Wahyuningsih, dkk. 2016. Pengaruh Hemodialisis terhadap Urea Reduction Ratio Pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium V di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang.