_laporan-pendahuluan-trauma-capitis.doc

  • Uploaded by: iqbal alhariz
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View _laporan-pendahuluan-trauma-capitis.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 2,699
  • Pages: 19
LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KEPALA A. Definisi Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005). Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan – perubahan fungsi otak (Black, 2005). Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis/head injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.

B. Klasifikasi Klasifikasi trauma kepala berdasarkan Nilai Glasgow Come Scale (GCS): 1. Minor a.

GCS 13 – 15

b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit. c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma. 2. Sedang a.

GCS 9 – 12

b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. c. Dapat mengalami fraktur tengkorak. 3. Berat a.

GCS 3 – 8

b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi Dikelompokan berdasarkan mekanisme injury: 1. Trauma tumpul. 2. Trauma tajam (penetrasi).

D. Patofisiologi dan Pathway Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi. Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar”

sebagai

kategori

cedera

kepala

berat

pada

upaya

untuk

menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau dua-duanya.

Trauma kepala

Ekstra kranial

Tulang kranial

Terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler Gangguan suplai

Intra kranial

Terputusnya

Jaringan otak rusak

kontinuitas jaringan

(kontusio, laserasi) -Perubahan outoregulasi

darah

Resiko

Nyeri

-Odem cerebral

infeksi

-Perdarahan -Hematoma

Iskemia Perubahan Hipoksia

Perubahan sirkulasi CSS

Gangg. fungsi otak

Kejang

perfusi jaringan Gangg. Neurologis

fokal Peningkatan TIK

Mual – muntah Papilodema Pandangan kabur Penurunan fungsi pendengaran N eri ke ala

Girus medialis lobus temporalis tergeser

Defisit Neurologis

nafas 2.Obstruksi jln. nafas 3.Dispnea 4.Henti nafas 5.Perub. Pola nafas

Gangg. persepsi

Resiko tidak

sensori

efektifnya jln. nafas

Resiko kurangnya Herniasi unkus

1.Bersihan jln.

volume cairan Tonsil cerebelum tergeser

Mesesenfalon

Kompresi medula oblongata

Resiko injuri Resiko gangg. integritas kulit Immobilisasi

Gangg. kesadaran

Kurangnya Cemas

E. Manifestasi Klinis 1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih 2. Kebungungan

perawatan diri

3. Iritabel 4. Pucat 5. Mual dan muntah 6. Pusing kepala 7. Terdapat hematoma 8. Kecemasan 9. Sukar untuk dibangunkan 10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

F. Penatalaksanaan Klinik Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut: 1. Observasi 24 jam 2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu. 3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi. 4. Pasien diistirahatkan atau tirah baring. 5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi. 6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi. 7. Pemberian obat-obat analgetik. 8. Pembedahan bila ada indikasi.

G. Pengkajian 1.

Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

2.

Pemeriksaan fisik a. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik) b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK c. Sistem saraf : Kesadaran GCS. Fungsi saraf kranialtrauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial. Fungsi sensori-motoradakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

d. Sistem pencernaan Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan? Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia. e.

Kemampuan bergerak : kerusakan area motorikhemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.

f.

Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

g.

Psikososialdata ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

H. Pemeriksaan Penunjang 1. Spinal X ray Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur). 2. CT Scan Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. 3. Myelogram Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai. 4. MRI (magnetic imaging resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. 5. Thorax X ray Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo. 6. Pemeriksaan fungsi pernafasan Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata). 7. Analisa Gas Darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

I.

Farmakologi Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon (bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian ( golden hour). Pemberian nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita trauma saraf spinal akut.

J. Diagnosa yang Mungkin Muncul 1. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak 2. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak 3. Tidak efektifnya kebersihan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum 4. Gangguan pemenuhan ADL sehubungan dgn penurunan kesadaran (soporoscoma) 5. Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien 6. Potensial gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

K. Analisa Data No

Etiologi

1

Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH

Masalah Keperawatan Gangguan perfusi jaringan otak

Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK 2

Trauma kepala

Tidak

efektifnya

pola napas Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun

3

Perubahan pola napas Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak

Tidak efektifnya kebersihan jalan napas

SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Reflek batuk menurun Penumpukan sekret Bersihan jalan napas tidak efektif 4

Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH

Gangguan pemenuhan ADL

Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Gangguan pemenuhan ADL 5

Trauma kepala Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel

Kecemasan

Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Cemas 6

Trauma kepala

Potensial gangguan integritas kulit

Kerusakan jaringan otak, pembuluh darah rusak/pecah Pendarahan otak SDH Suplai oksigen ke otak berkurang Kompensasi metabolik anaerob Penurunan pH Asidosis metabolik Toksik Kerusakan membran sel Perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel Edema sel Edema serebri Volume otak meningkat/kompresi TTIK Pusat aras tertekan Kesadaran menurun Imobilisasi Risiko gangguan integritas kulit

L. Rencana Asuhan Keperawatan Dx. Tujuan

Intervensi

Rasional

Keperawatan Gangguan

Mempertahan-

perfusi

kan

jaringan

dengan otak

dan 1. Monitor

otak memperbaiki

sehubungan

Independent:

tingkat

dan 1. Refleks

catat

status

neurologis

udem kesadaran

dengan

fungsi motorik.

membuka

menentukan

pemulihan

tingkat kesadaran. meng-

mata

motorik

Respon

menentukan

gunakan

kemampuan

berespon

metode GCS.

terhadap stimulus eksternal

Kriteria hasil :

dan

Tanda-tanda

kesadaran yang baik. Reaksi

vital

pupil digerakan oleh saraf

stabil,

tidak

ada

indikasi

keadaan

kranial oculus motorius dan

peningkatan

untuk

intrakranial

batang

menentukan otak.

refleks

Pergerakan

mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan

tekanan

intracranial

adalah

terganggunya abduksi mata. 2. Monitor

tanda

tanda- 2. Peningkatan

vital tiap

30 menit.

penurunan

sistolik

dan

diastolik serta

penurunan tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan indikasi

yang irreguler

terhadap

peningkatan sebagai

metabolisme

reaksi

infeksi. Untuk tanda-tanda

adanya

terhadap mengetahui

keadaan syok

akibat perdarahan. 3. Perubahan kepala pada satu

3. Pertahankan

posisi

kepala

sisi

yang

sejajar

penekanan

pada

jugularis dan

menghambat

dan

tidak

menekan.

dapat

menimbulkan vena

aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.

. Hindari

batuk 4. Dapat mencetuskan respon

yang

otomatik

berlebihan,

intrakranial.

peningkatan

muntah, mengedan, pertahankan pengukuaran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan 5. Observasi

kejang

5. Kejang terjadi akibat iritasi

dan

otak,

hipoksia, dan kejang

lindungi pasien

dpt meningkatkan

dari

intrakrania.

cedera

tekanan

akibat kejang.

Kolaborasi: 6. Berikan oksigen 6. Dapat menurunkan hipoksia sesuai dengan otak. kondisi pasien.

7. Berikan obatan

obat- 7. Membantu menurunkan yang tekanan intrakranial secara

diindikasikan

biologi/kimia seperti osmotik

dengan

diuritik untuk

tepat

menarik air

dan benar .

dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexame-tason) utk menurunkan

inflamasi,

menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang utk menurunkan

kejang,

analgetik

untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan

intrakranial.

Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak. Tidak

Mempertahan-

Independent:

efektifnya pola

kan

pola 1. Hitung

napas

napas

yang

sehubungan

efektif

melalui

dengan

ventilator.

1. Pernapasan yang cepat dari

pernapasan

pasien dapat menimbulkan

pasien

alkalosis

dalam

satu menit

respiratori

pernapasan

depresi pada

dan lambat

meningkatkan tekanan

pusat napas di

Kriteria

Co2

dan

otak.

evaluasi

asidosis respiratorik.

Pa

menyebabkan

Penggunaan otot

bantu 2. Cek

napas ada,

tidak sianosis

2. Untuk memberikan ventilasi

pemasangan

yang

adekuat

dalam

tube

pemberian tidal volume.

tidak ada atau tanda-tanda

3. Observasi

ratio 3. Sebagai

hipoksia

tdk

inspirasi

dan

ada dan

gas

ekspirasi

pada

darah

dalam

fase

ekspirasi

batas-batas

biasanya

normal.

lebih

kompensasi

perangkapnya

udara

terter-

hadap gangguan pertukaran gas.

2 x

panjang

dari inspirasi

. Perhatikan

4. Keadaan

dehidrasi

dapat

kelembaban dan suhu

mengeringkan sekresi/cairan paru sehingga menjadi

pasien

kental

dan

meningkatkan

resiko infeksi. 5. Cek

selang 5. Adanya

obstruksi

dapat

ventilator setiap

menimbulkan

waktu

kuatnya pengaliran volume

(15

menit)

dan

tidak

ade

menimbulkan

penyebaran udara yang tidak adekuat. 6. Siapkan

ambu 6. Membantu

bag

tetap

berada di dekat

Tidakefektifnya Mempertahankebersihan

kan

jalan

napas

napas

pasien Independent:

jalan 1. Kaji dan

ketat

memberikan

ventilasi yang adekuat bila ada

gangguan

pada

ventilator.

dengan 1. Obstruksi dapat disebabkan (tiap

15

pengumpulan

sputum,

sehubungan

mencegah

menit)

perdarahan, bronchospasme

dengan

aspirasi

kelancaran

atau masalah terhadap tube.

penumpukan sputum

jalan napas. Kriteria Evaluasi

2. Evaluasi

Suara

napas

bersih,

tidak

2. Pergerakan

pergerakan dada

yang simetris

dan suara napas yang bersih dan

indikasi pemasangan

tube

terdapat suara

auskultasi dada

yang tepat dan tidak adanya

sekret

pada

(tiap 1 jam ).

penumpukan sputum.

selang

dan

bunyi karena

alarm 3. Lakukan

lendir

tidak

pengisapan

selalu rutin dan waktu harus

ninggian suara

lendir

dengan

dibatasi

mesin,

waktu

kurang

hipoksia.

sianosis ada.

pe-

3. Pengisapan

tidak

dari

15

bila banyak.

detik

sputum

untuk mencegah

. Lakukan 4. Meningkatkan ventilasi untuk fisioterapi dada semua bagian paru dan setiap 2 jam.

memberikan aliran

kelancaran

serta

pelepasan

sputum. Gangguan

Kebutuhan

pemenuhan

dasar

ADL

dapat

sehubungan

penuhi

Independent :

pasien 1. Berikan tersecara

penjelasan kali

tindakan

kesadaran

pasien. Kriteria hasil :

coma)

Kebersihan terjaga,

tiap

melakukan

dgn penurunan adekuat.

(soporos-

1. Penjelasan dapat

pada

rangi

mengu-

kecemasan

meningkatkan

dan

kerja

sama

yang dilakukan pada pasien dengan

kesadaran

penuh

atau menurun.

2. Beri

bantuan 2. Kebersihan

perorangan,

kebersihan

untuk

eliminasi, berpakaian, mandi,

lingkungan ter-

memenuhi

membersihkan

jaga,

kebersihan diri.

kuku,

nutrisi

mata

mulut,

dan

telinga,

terpenuhi

merupakan kebutuhan dasar

sesuai dengan

akan

kebutuhan,

harus dijaga

oksigen

untuk

adekuat.

nyaman, mencegah infeksi

kenyamanan

yang

oleh perawat

meningkatkan

rasa

dan keindahan. 3. Berikan

3. Makanan

dan

bantuan untuk

merupakan

memenuhi

sehari-hari

kebutuhan

dipenuhi

nutrisi cairan.

dan

minuman

kebutuhan yang untuk

kelangsungan

harus menjaga

perolehan

energi.

Diberikan

sesuai

dengan

kebutuhan

pasien

baik

jumlah,

kalori,

dan

waktu.

. Jelaskan

pada 4. Keikutsertaan

keluarga

keluarga tindakan

yang

diperlukan untuk men-jaga hubungan klien - keluarga.

dapat dilakukan

Penjelasan

perlu

untuk menjaga

keluarga dapat

lingkungan

peraturan

yang aman dan

ruangan.

agar

memahami

yang

ada di

bersih. 5. Berikan

5. Lingkungan

yang

bersih

bantuan untuk

dapat mencegah infeksi dan

memenuhi

kecelakaan.

kebersihan

dan

keamanan

ling-

kungan. Kecemasan keluarga

Kecemasan Independent: keluarga dpt 1. Bina hubungan 1. Untuk membina

sehubungan

berkurang

saling percaya.

keadaan yang

hubungan

terapeutik perawat-keluarga. Dengarkan dengan aktif dan

kritis pada pa-

Kriteri evaluasi

empati,

keluarga

sien.

:

merasa diperhatikan.

akan

Ekspresi wajah tidak

2. Beri penjelasan 2.

menunjang

tentang

adanya

prosedur

dan

masan.

tindakan

yang

Keluarga

akan

kece-

mengerti

cara

semua

dilakukan

pada pasien.

berhubungan dgn

Penjelasan rangi

akan

mengu-

kecemasan

ketidaktahuan.

akibat Berikan

kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien. Mempertahankan

hubungan

pasien dan keluarga.

pasien.

Pengetahuan keluarga

me-

3. Berikan

3. Semangat keagamaan dapat

dorongan

spiri-

mengurangi rasa cemas dan

ngenai

tual

untuk

meningkatkan keimanan dan

keadaan,

keluarga.

pengobatan dan

tindakan

meningkat.

ketabahan menghadapi krisis.

dalam

Potensial gangguan

Gangguan Independent: integritas kulit 1. Kaji fungsi 1. Untuk

integritas kulit

tidak terjadi

motorik

dan

sehubungan

sensorik pasien

dengan

dan

immobilisasi,

perifer

menetapkan

kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.

sirkuasi

tidak adekuatnya

2. Kaji kulit pasien 2. Keadaan

sirkulasi

setiap 8 jam

:

perifer.

palpasi

pada

daerah

yang

lembab

memudahkan

akan

terjadinya

kerusakan kulit.

tertekan. 3. Ganti

posisi 3. Dalam

pasien setiap jam.

2

Berikan

posisi

dalam

waktu

2

diperkirakan

akan

penurunan

perfusi

jam

terjadi ke

jaringan

sekitar.

Maka

sikap

anatomi

dengan

mengganti

posisi

dan

gunakan

setiap

2

dapat

tempat untuk

kaki daerah

yang menonjol.

jam

memperlancar tersebut.

sirkulasi

Dengan

posisi

anatomi maka anggota tubuh tidak mengalai

gangguan,

khususnya masalah sirkulasi /perfusi jaringan. Mengalas bagian yang menonjol guna mengurangi penekanan yang mengakibatkan lesi kulit. . Pertahankan

4. Meningkatkan sirkulasi dan

kebersihan dan

elastisitas

kekeringan

mengurangi kerasakan kulit.

pasien

:

massage dengan

lembut

di atas daerah

kulit

dan

yang menonjol setiap 2 jam sekali. 5. Pertahankan

alat-alat

5. Dapat mengurangi

tenun

tetap bersih dan

penekanan

proses

pada kulit dan

menjaga kebersihan kulit.

tegang. 6. Kaji daerah kulit 6. Sebagai

yang

lecet

untuk

adanya

eritema,

bagian

memperkirakan

untuk

tindakan

selanjutnya.

keluar

cairan setiap

8

jam. 7. Berikan

7. Untuk mencegah bertambah

perawatan kulit pada yang

luas kerusakan kulit.

daerah rusak

/

lecet setiap 4

-

8 jam

dengan

menggunakan H2O2.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta : EGC.

Price and Wilson. (2005). Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.

Suzanne CS & Brenda GB. (1999). Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

More Documents from "iqbal alhariz"